Israiliyat Dalam Tafsir
Israiliyat Dalam Tafsir
Oleh:
Abstrak:
Tulisan ini membahas tentang Israiliyat dalam tafsir al-Qur'an,
Israliyyat adalah bentuk jamak dari Israiliyyah yakni bentuk kata
yang dinisbahkan kepada kata Israil (bahasa Ibrani), Yakub dan
Ishak bin Ibrahim, Israiliyyat dalam tafsir al-Qur'an tidak lepas
dari kondisi sosio cultural masyarakat Arab pada zaman Jahiliyyah,
pengetahuan mereka tentang ini telah masuk ke dalam benak
keseharian mereka sehingga tidak dapat dihindari adanya interaksi
kebudayaan Yahudi dan Nashrani dengan kebudayaan Arab yang
kemudian menjadi jazirah Islam, keberadaan Israiliyyat dalam
tafsir banyak memberi pengaruh buruk terhadap sikap teliti yang
telah diperaktikan oleh para sahabat dalam mentransper Israiliyyat
dan tidak menjadi perhatian generasi sesudahnya, sehingga banyak
cerita Israiliyyat yang mengandung khurafat dan bertentangan
dengan nash mewarnai kitab tafsir.
Kata kunci : Israiliyyat, Tafsir.
PENDAHULUAN
Seluruh kaum muslimin sepakat bahwa al-Quran adalah sumber utama dan
pertama dalam ajaran Islam. Dapat dikatakan, bagi kaum muslimin, al-Quran
adalah manuskrip langit yang paling otentik, yang telah dijamin oleh Allah SWT.
akan terjaga dari berbagai bentuk pemalsuan dan perubahan.
Perhatian dan kecintaan kaum muslimin terhadap al-Quran sangatlah
besar. Al-Quran tidak hanya dibaca dan dihafal oleh jutaan kaum muslimin di
setiap masa. Namun juga dipelajari, mulai dari bagaimana cara membaca makhraj
dan hurufnya, cara penulisan (rasam) al-Quran, cara menafsirkan, sampai kepada
hal yang paling kecil, seperti menghitung jumlah surah, ayat, kata, bahkan hurufhuruf dalam al-Quran. Bahkan sekarang kaum muslimin sudah mulai menggali
kemujizatan al-Quran yang dihubungkan dengan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Di antara usaha yang dilakukan kaum muslimin untuk mempelajari alQuran adalah melalui pemahaman dan tafsir. Para ulama mencurahkan perhatian
dalam tafsir al-Quran ini dengan tujuan untuk mendapatkan pengetahuan tentang
apa yang dikehendaki Allah, sehingga al-Quran dapat difahami dengan baik dan
diamalkan dengan benar.
Paling tidak ada tiga istilah yang dipakai para ulama untuk menyebut
aliran yang dipakai oleh para ulama mufassir dalam menafsirkan al-Quran, yaitu
tafsir bi al-riwayat, disebut juga tafsir bi al-matsur atau tafsir bi-al-manqul
(menafsirkan al-Quran berdasarkan riwayat dari Rasulallah, Sahabat, tabiin
dan tabiut tabiin ), yang kedua tafsir bi al-dirayah, disebut juga tafsir bi al-rayi
wa al-ijtihad atau tafsir bi al-maqul ( menafsirkan al-Quran dengan
bersandarkan kepada dirayat yaitu rasio dan olah pikir serta penelitian terhadap
kaidah-kaidah bahasa), dan tafsir bi al-isyarat atau tafsir isyari (disandarkan
kepada tafsir sufiyah, yaitu menafsirkan al-Quran bukan dengan makna
dzahirnya, melainkan dengan suara hati nurani).1
Para sahabat umumnya memakai tafsir bi al-matsur dari pada tafsir bi alrayi, sebab mereka sangat berhati-hati dari menjelaskan al-Quran berdasarkan
pendapat pribadi. Para ulama sepakat bahwa tafsir bi al-matsur ini dianggap
sebagai metode tafsir yang paling utama dan lebih selamat dari berbagai
kemungkinan penyimpangan. Namun demikian bukan berarti tafsir dengan
riwayat ini tidak ada sisi kelemahannya. Diantara kelemahan tafsir bi al-matsur
adalah adanya riwayat yang dhaif, mungkar dan maudhu dari riwayat yang
disandarkan kepada Rasulallah, sahabat dan tabiin. Termasuk juga masuknya
riwayat-riwayat israiliyyat, yang sulit dideteksi kebenarannya, meskipun riwayat
israiliyyat ini pada umumnya sekedar kisah yang menjelaskan sesuatu yang tidak
disebutkan dalam al-Quran secara detil.2
Keberadaan
riwayat-riwayat
israiliyyat
dalam
kitab-kitab
tafsir
PEMBAHASAN
1. Pengertian Israiliyat
Kata
Israiliyat
bentuk
jamak
dari
kata
Israiliyat. Israiliyat
( : ).
Artinya:
3 Ahmad Syadali, Ahmad Rofii, ULUMUL QURAN I, Cet. II (Bandung:
Pustaka Setia, 2000), hal. 238
( )
Dan janganlah kalian membenarkan ahli kitab dan jangan pula mendustakan
mereka, katakanlah kami telah beriman kepada Allah dan segala yang Ia
turunkan kepada kami
Namun setelah masa tabiin, proses periwayatan israiliyat ini semakin aktif
disebabkan kecendrungan masyarakat untuk mendengarkan cerita-cerita yang
agak luar biasa. Di masa ini penafsiran al-Quran dengan israiliyyat menjadi
sesuatu yang sangat penting. Hal ini disebabkan karena, di satu sisi, semakin
banyak ahli kitab yang memeluk ajaran Islam dan di sisi yang lain, kecendrungan
manusia untuk mengetahui segala sesuatu (termasuk tentang umat terdahulu),
terpenuhi dengan keberadaan kisah-kisah israiliyyat ini. Sehingga pada masa
tabiin ini muncul kelompok yang disebut al-qashshash, yaitu para penyampai
berita yang tidak bertanggung jawab.
Cerita-cerita israiliyat pada masa tabiin banyak bersumber dari Wahab ibn
Munabbih, seorang Yahudi dari Yaman yang memeluk Islam, Muhammad ibn
Saib al-Kalbi, Muqatil ibn Sulaiman, Muhammad ibn Marwan al-Suddi dan
Abdul Malik ibn Abdul Aziz ibn Juraij seorang Nasrani berbangsa Romawi yang
kemudian masuk Islam.10
Lambat laun pengaruh israliyyat ini sangat besar dalam penafsiran alQuran, sehingga hampir semua kitab tafsir memuatnya. Para mufassir pada masa
itu sangat berbaik sangka kepada segala pembawa berita. Mereka beranggapan
bahwa orang yang sudah masuk Islam, tentu tidak akan berdusta. Itulah sebabnya
para mufassir ketika itu tidak mengoreksi dan memeriksa lagi kabar-kabar yang
mereka terima. Lagi pula para mufassir ketika memuat israiliyyat, sifatnya hanya
menghimpun data, tanpa meneliti mana yang shohih dan yang tidak shohih.
Seperti Al-Thabari yang lebih menekankan kepada pencatatan semua hal yang
berkaitan dengan suatu ayat.
Suatu hal yang cukup menarik, manurut Dr.Yusuf Qaradhawi, bahwa
kisah-kisah yang diistilahkan dengan israiliyyat itu ternyata tidak atau jarang
terdapat dalam kitab-kitab induk kalangan ahli kitab itu sendiri. Kisah-kisah
tersebut hanya berkembang dari mulut ke mulut dikalangan masyarakat awam
Yahudi dan Nasrani, yang kemudian disampaikan kepada kaum muslimin.
Menurut analisa Al-Qaradhawi, penyampaian riwayat israiliyyat ini disamping
sebagai hasil interaksi sosial yang terjadi antara masyarakat Arab dan kaum
Yahudi, juga ada unsur kesengajaan dari kalangan Yahudi untuk menyebarkannya.
Sebagaimana telah diketahui, bahwa kaum muslimin telah berinteraksi
dengan orang-orang Yahudi sejak hijrahnya Rasulallah ke Madinah, dimana
penduduknya terdiri dari komunitas Arab dan Yahudi yang telah menetap di sana
cukup lama. Kekalahan Yahudi dalam perang Khaibar, meninggalkan dendam
pada hati kaum Yahudi, untuk bisa mengalahkan kaum muslimin dengan cara lain.
Maka senjata budaya menjadi pilihan yang paling mungkin, sebab tidak
memerlukan biaya, tenaga dan pasukan yang banyak. Mereka mulai menyusupkan
10 Muhammad Hasbi Ash-Shiddiedy, Sejarah & Pengantar Ilmu AlQuran dan Tafsir, Cet.3 (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2000),
hal.212.
, .
Apakah engkau masih meragukan agamamu, wahai Ibnu al-Khattab? Padahal
aku telah membawa agama ini kepada kalian dengan terang dan sejelas-jelasnya.
Demi Dzat yang jiwaku dalam genggaman-Nya, seandainya Musa hidup pasti dia
akan mengikutiku(HR. Ahmad, Abu Yala, dan al-Bazzar)
Ada beberapa faktor yang menyebabkan masuknya israiliyyat dalam tafsir
yaitu:12
Pertama, perbedaan metodologi antara al-Qur'an. Taurat dan Injil dalam
global dan ringksan titik tekannya adalah memberikan petunjuk jalan yang benar
bagi manusia, sedangkan Taurat dan Injil mengemukakan secara terinci, perihal,
waktu dan tempatnya. Ketika menginginkan pengetahuan secara lebih teperinci
tentang kisah-kisah umat Islam bertanya kepada kelompok Yahudi dan Nasrani
yang dianggap lebih tabu.
Kedua, ada pula pendapat yang mengatakan rendahnya kebudayaan
masyarakat Arab karena kehidupan mereka yang kurang banyak yang pandai
dalam hal tulis menulis (ummi). Meskipun pada umumnya ahli Kitab juga selalu
13 Rosihan Anwar, Melacak Unsur-unsur Israiliyyat dalam Tafsir ath-Thabari dan Tafsir Ibnu
Katsir, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), h. 37.
Nama lain adalah Wahab bin Munabbih, nama langkapnya adalah Abu
Abdillah bin Munabbih bin Sij al-Yamani. Ia masuk Islam pada masa Rasululah
saw. Dzahabi mengatakan ia adalah orang jujur, terpercaya dan banyak
menukilkan israiliyyat. Menurut Ibnu Hajar ia adalah tabi'in miskin yang
mendapat kepercayaan dari Jumhur ulama. Abu Zahrah dan Nasa'i mengatakan la
adalah orang terpercaya.
3. Macam-macam Israiliyat
Kisah-kisah Israiliyyat terbagi menjadi tiga macam14:
1. Kisah yang dibenarkan oleh Islam, maka hal tersebut
adalah haq. Contohnya: Imam Al-Bukhari dan yang lainnya
meriwayaAtkan dari Ibnu Masud radhiyallaahu anhu, dia
mengatakan: Datang salah seorang pendeta Yahudi kepada
Rasulullah shallallhu alaihi wa sallam, dia berkata: Wahai
Muhammad, sesungguhnya kami menjumpai (dalam kitab suci
kami, pent.) bahwa Allah Azza wa Jalla akan meletakkan
semua langit di atas satu jari, semua bumi di atas satu jari,
pohon-pohon di atas satu jari, air di atas satu jari, tanah di
atas satu jari dan seluruh makhluk di atas satu jari, maka
Allah berfirman: Akulah Raja. Mendengar hal tersebut,
tertawalah Nabi shallallaahu alaihi wa sallam sehingga
nampak gigi-gigi geraham beliau shallallaahu alaihi wa
sallam karena membenarkan ucapan pendeta Yahudi itu.
Kemudian beliau shallallaahu alaihi wa sallam membaca
firman Allah Azza wa Jalla:
14 http://almuslimah.wordpress.com
10
Dan
mereka
tidak
mengagungkan
Allah
dengan
Istri-istrimu adalah seperti tanah tempat kamu bercocok
tanam, maka datangilah tempat bercocok tanammu bagaimana
saja kamu menghendaki. (QS. Al-Baqarah: 223)
3. Kisah
yang
Islam
mengingkarinya,
tidak
maka
membenarkan
kita
wajib
tidak
pula
mendiamkannya.
11
(Kami beriman kepada Allah Azza wa Jalla dan pada apa yang
telah diturunkan kepada kami dan apa yang telah diturunkan
kepada kalian).
Bercerita dengan kabar seperti ini boleh apabila tidak
ditakutkan
menyebabkan
terjatuhnya
seseorang
ke
dalam
oleh
Imam
Ahmad
dari
Jabir
bin
Abdillah
12
,
( )
Sampaikannlah dariku walau hanya satu ayat. Dan ambillah riwayat dari Bani
Israil, tanpa halangan, dan barang siapa yang berdusta atas namaku dengan
sengaja maka bersiap-siaplah untuk mengambil tempatnya di neraka (HR.
Bukhari)
Namun ada juga hadits Rasulallah yang seolah-olah melarang hal tersebut,
sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas berikut ini:
,
, ,!
13
, .
,
Bagaimana kalian bertanya kepada ahli kitab, sedangkan kitab kalian
diturunkan kepada Nabi kalian yang beritanya lebih baru dari Allah, kalian
membacanya dan tidak mencela?!. Allah memberitahukan kapada kalian bahwa
ahli kitab telah mengganti apa yang telah ditetapkan oleh Allah dan merubahnya
dengan tangan-tangan mereka, kemudian mereka mengatakan bahwa ia berasal
dari Allah untuk menjualnya dengan harga yang murah. Tidakkah Ia telah
melarang kalian untuk bertanya kepada mereka. Demi Allah, mereka tidak
menanyakan sesuatupun kepada kalian tentang apa yang diturunkan kepada
kalian.(HR. Al-Bukhari)
Menyikapi kedua dalil diatas yang seolah bertentangan ini, para ulama
mendudukkannya sebagai berikut; bahwa yang dimaksud Rasulallah untuk
mengambil riwayat dari ahli kitab sesungguhnya tidaklah mutlaq, namun terikat
hanya kepada riwayat yang baik dan cerita yang tidak jelas status benar atau
dustanya namun tidak ada indikasi tentang kebatilannya.
Ibnu Katsir menjelaskan dalam muqaddimah tafsirnya bahwa riwayat
israiliyyat dapat diklasifikasikan menjadi tiga:
1.
dan
bisa
diterima.
Diperbolehkan
menggunakannya
sebagai
14
3.
15
,
sesungguhnya pada kisah-kisah mereka ada terdapat pelajaran bagi orangorang yang mempunyai akal. Al-Quran itu bukanlah cerita yang dbuat-buat,
akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala
sesuatu dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman(Yusuf
/12:111)
Keberadaan israiliyyat yang sudah terlanjur masuk ke dalam sebagian
kitab-kitab tafsir, dan turut memberikan penjelasan terhadap suatu kisah yang
16
diangkat oleh al-Quran memang menjadi suatu hal yang dilematis. Terlepas dari
kebolehan mengambil riwayat israiliyyat sebagaimana tersebut di atas,
sesungguhnya masih ada pertanyaan yang tertinggal; bagaimana mungkin ayatayat yang datangnya dari Yang Maha Benar, dijelaskan dan dirinci oleh sesuatu
yang tidak jelas kebenarannya. Dengan kata lain, mengutip israiliyyat di samping
ayat-ayat Allah, tidakkah itu berarti memberi kesan bahwa berita yang tidak jelas
kebenaran dan dustanya itu dapat menjadi penjelas makna firman Allah dan
menjadi pemerinci apa yang disebut secara global di dalamnya.
Di seluruh dunia Islam, cerita-cerita israiliyyat kini telah tersebar luas
melalui media tulisan yang terdapat di kitab-kitab tafsir atau pada kitab-kitab
lainnya, demikian juga cerita-cerita ini telah beralih dari mulut ke mulut, melalui
khutbah, ceramah, pengajaran di madrasah dan lain sebagainya. Disampaikan oleh
berbagai kalangan dari umat ini, mulai orang awam sampai kepada orang
terpelajar. Tentu menjadi tidak mudah untuk membersihkan israiliyyat yang sudah
tersebar di masyarakat ini.
Sikap bijaksana yang seharusnya diambil oleh muslim yang mempelajari
al-Quran ketika berhadapan dengan ayat-ayat yang mubham (tidak jelas), adalah
mencari penjelasannya pada ayat-ayat lainnya, jika tidak dijumpai penjelasannya
dalam al-Quran, maka hendaklah ia mencari dari hadits-hadits shohihah, dan jika
pada haditspun tidak
kemubhamannya.18
Namun pada kenyataannya seringkali kita tidak merasa puas dengan pola
seperti itu dan tergoda untuk mencari dan memberi interpretasi sendiri. Disatu sisi,
sikap seperti itu memang tidak salah, sebab para ulama telah menbuka peluang
tafsir bi al-rayi wa al-ijtihad dengan berbagai persyaratan tentunya. Namun disisi
lain, jika sang pencari ini kurang taqwanya kepada Allah, bukan tidak mungkin
ia akan berkata atas kekuasaan Allah tanpa didasari ilmu, dan dapat keluar dari
pemahaman yang Qurani.
18 Sholah Al-Khalidi, Membedah al-Quran Versi al-Quran: Upaya
Tadabbur Kitabullah di Tengah-Tengah Pesatnya Perdaban Ummat,
Terjemahan Muhil D.A. (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), hal. 136.
17
DAFTAR PUSTAKA
Abu Fida Ismail ibn Katsir al-Qurasyi al-Dimasyqi, Tafsir Ibnu
Katsir, jilid 1 (Beirut: Dar al-Fikr, 1407 H/ 1986 M)
Ahmad
Syadali,
Ahmad
Rofii,
ULUMUL
QURAN
I,
Cet.
II
Al-Ghazali
(Bandung:
Cita
Pustaka
Media,2007)
Departemen
Agama,
Al-Quran
al-Karim
dan
Terjemahnya,
18
19