Anda di halaman 1dari 41

1

I.

II.

JUDUL:
MENINGKATKAN
HASIL
BELAJAR
MATEMATIKA
MELALUI
PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATIC EDUCATION PADA
PESERTA DIDIK KELAS X. D SMA NEGERI 3 PAREPARE
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan mempunyai peranan penting di dalam kehidupan kita. Baik itu

pendidikan formal, informal, atau pun non formal. Pendidikan formal sendiri seperti
halnya, pendidikan yang ada di sekolah-sekolah. Ada beberapa pelajaran yang
menunjang pendidikan tersebut, salah satunya adalah pelajaran matematika.
Pelajaran matematika mempunyai peranan yang sangat penting, baik itu dilihat dari
segi ilmu pengetahuan atau pun dari segi kehidupan. Hampir di setiap pelajaran tidak
lepas dari matematika, baik itu masalah perhitungan atau pun konsep matematika
lainnya. Sedangkan jika dilihat dari segi kehidupan, banyak hal yang berdasar pada
konsep matematika, seperti konsep perhitungan dalam jual beli, konsep bangun ruang
pada pembangunan rumah dan masih banyak lagi konsep-konsep lainnya.
Besar harapan bagi para pendidik agar hasil belajar matematika peserta didik
sesuai dengan apa yang diharapkan. Namun, melihat kenyataan sekarang ini, masih
ada beberapa hal yang menghambat, sehingga hasil belajar matematika peserta didik
kurang maksimal. Demikian pula hasil belajar matematika peserta didik kelas X. D
SMA Negeri 3 Parepare. Masih ada beberapa peserta didik yang hasil belajar
matematikanya kurang maksimal. Berdasarkan salah satu data hasil ulangan harian
peserta didik menunjukkan nilai rata-rata peserta didik belum mencapai
nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan yaitu 70, di
mana nilai rata-rata peserta didik hanya 59,19. Hal ini disebabkan oleh
beberapa faktor di antaranya peserta didik kesulitan dalam memahami pelajaran

matematika, karena konsep matematika yang bersifat abstrak, selain itu beberapa
peserta didik kurang aktif mengikuti proses pembelajaran. Hal tersebut tak lepas pula
dari penerapan pendekatan pembelajaran yang diterapkan kurang tepat. Hal ini
menunjukkan rendahnya hasil belajar matematika peserta didik tidak hanya
disebabkan dari kemampuan aspek pemahaman (kognitif) yang juga akan
mempengaruhi keterampilan (psikomotor) mereka, tetapi juga aspek sikap (afektif)
masih perlu ditingkatkan. Hal ini sejalan dengan pendapat Muhibbin Syah (2002:
182) yang menyatakan bahwa faktor penyebab kesulitan belajar salah satunya adalah
faktor intern peserta didik. Adapun faktor intern peserta didik meliputi gangguan
atau kekurangmampuan psiko-fisik peserta didik, yakni: (1) kognitif, (2) afektif, dan
(3) psikomotor.
Untuk mengatasi masalah tersebut, diperlukan beberapa upaya agar hasil
belajar matematika peserta didik dapat meningkat. Diperlukan suatu upaya untuk
membantu peserta didik agar lebih mudah memahami konsep pelajaran matematika
yang abstrak. Seperti dalam mempelajari kedudukan bidang terhadap bidang lain,
jika kita menunjukkan contoh berupa gambar balok di papan tulis peserta didik akan
sulit memahami jika dikatakan salah satu bidang balok terhadap bidang lainnya
saling sejajar. Peserta didik akan lebih mudah memahaminya jika ditunjukkan contoh
nyata yang ada di sekitarnya, misalnya saja ruang kelas mereka yang berbentuk
balok. Hal tersebut menyadarkan peserta didik bahwa apa yang dipelajarinya
berkaitan dengan kehidupan sehari-harinya. Diperlukan pula upaya agar peserta didik
yang kurang aktif mengikuti pembelajaran menjadi aktif (baik itu mengajukan
pertanyaan, mengutarakan pendapatnya, sampai kepada turut menyelesaikan
permasalahan/ soal latihan yang diberikan), dengan pemberian contoh-contoh nyata

atau masalah yang ada di sekitarnya (seperti contoh yang diberikan sebelumnya)
memberikan dorongan bagi peserta didik untuk menyatakan pendapatnya sesuai
dengan pandangan mereka terkait dengan contoh yang diberikan.
Salah satu cara yang sesuai untuk mengatasi masalah-masalah tersebut adalah
dengan menerapkan pendekatan pembelajaran Realistic Mathematic Education
(RME), dimana RME adalah suatu pendekatan pembelajaran yang mengaitkan
pelajaran dengan konteks kehidupan sehari-hari peserta didik. Hal tersebut
menjadikan proses pembelajaran menjadi menyenangkan. Ketika peserta didik
merasa senang mengikuti pembelajaran, keinginan mereka turut serta dalam
pembelajaran juga akan meningkat. Dengan RME peserta didik tidak lagi
membayang-bayangkan maksud dari materi pelajarannya, namun mereka dapat
melihat dan merasakan langsung sehingga membantu mereka dalam memahami
konsep matematika yang abstrak, yang berujung pada peningkatan hasil belajar
matematikanya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka masalah dalam
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: apakah hasil
belajar matematika dapat ditingkatkan melalui pendekatan realistic
mathematic education pada peserta didik kelas X. D SMA Negeri 3
Parpare?.

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan

masalah

tersebut,

maka

tujuan

penelitian ini adalah untuk mengetahui bahwa hasil belajar

matematika

dapat

ditingkatkan

melalui

pendekatan

realistic

mathematic education pada peserta didik kelas X. D SMA Negeri 3


Parpare.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian melalui
pendekatan RME dalam pembelajaran matematika, sebagai berikut:
1. Bagi Peserta Didik
a. Dapat membantu peserta didik memahami dan menguasai
konsep matematika yang bersifat abstrak.
b. Dengan mengaitkan masalah kehidupan dengan pelajaran
matematika, dapat memotivasi peserta didik untuk mempelajari
matematika.
2. Bagi Guru
Hasil penelitian ini memberikan manfaat yang besar bagi guru
di antaranya, menambah kreatifitas guru dalam melaksanakan
kegiatan pembelajaran matematika dan akan membantu guru
untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik.
3. Bagi Sekolah
a. Penelitian ini memberikan manfaat bagi

sekolah

dengan

menjadikan hasil belajar peserta didik sebagai tolak ukur untuk


lebih meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah.
b. Dengan peningkatan hasil belajar peserta didik

akan

memberikan kesan yang positif bagi sekolah.


4. Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat menambah wawasan peneliti tentang upaya
yang tepat dilakukan dalam meningkatkan hasil belajar matematika
peserta didik.
III.

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR


A. Kajian Pustaka

1. Pengertian Belajar
Belajar dalam arti luas dapat diartikan sebagai kegiatan
psiko-fisik menuju ke perkembangan pribadi seutuhnya. Kemudian
dalam arti sempit, belajar dimaksudkan sebagai usaha penguasaan
materi ilmu pengetahuan sebagai kegiatan menuju terbentuknya
kepribadian seutuhnya.
Hilgard (Pasaribu dan Simanjuntak, 1980: 59), mengemukakan
bahwa:
learning is the process by which an activity

originates or is

changed through responding to a situation, provided the changes


can not be attributed to growth or the temporary state of the
organism as in fatigue or under drugs.
Berdasarkan pendapat di atas dijelaskan bahwa, belajar adalah
suatu proses perubahan kegiatan, reaksi terhadap lingkungan,
perubahan tersebut tidak dapat disebut belajar apabila disebabkan
oleh pertumbuhan atau keadaan sementara seseorang seperti
kelelahan atau disebabkan obat-obatan. Perubahan kegiatan yang
dimaksud

mencakup

pengetahuan,

kecakapan,

tingkah

laku.

Perubahan itu diperoleh melalui latihan (pengalaman) bukan


perubahan

yang

dengan

sendirinya

karena

pertumbuhan

kematangan atau karena keadaan sementara seperti mabuk. Dalam


hal belajar perubahan yang terjadi dapat ditunjukkan, misalnya
dalam kecakapan berhitung diperlukan umur tertentu (6-7 tahun)
koordinasi. Walaupun fungsi yang bersangkutan telah matang,

tetapi tanpa koordinasi maka

proses belajar tidak tercapai,

sedangkan kematangan menghasilkan perubahan, tetapi berbeda


dengan perubahan yang terdapat pada belajar. Anak burung
terbang bila telah tiba waktunya (matang), dalam hal ini perubahan
terjadi dengan sendirinya bukan karena usaha.
Menurut aliran behavioristik (Sanjaya Wina, 2006: 114),
belajar pada hakikatnya adalah pembentukan asosiasi antara kesan
yang

ditangkap

pancaindera

dengan

kecenderungan

untuk

bertindak atau hubungan antara Stimulus dan Respons (S-R).


Menurut Skinner (Muhibbin Syah, 2002: 64), seperti yang diikuti
Barlow

(1985)

dalam

bukunya

Educational

Psycology:

The

Teaching-Leaching Process, berpendapat bahwa belajar adalah


suatu

proses

adaptasi

(penyesuaian

tingkah

laku)

yang

berlangsung secara progresif. Pendapat ini diungkapkan dalam


pernyataan ringkasnya, bahwa belajar adalah a process of
progressive behavior adaptation. Berdasarkan eksperimennya B.F.
Skinner

percaya

bahwa

proses

adaptasi

tersebut

akan

mendatangkan hasil yang optimal apabila ia diberi penguat


(reinforcer).
Menurut Gagne (Admin, 2010) dalam bukunya The Conditions
of Learning 1977, belajar merupakan sejenis perubahan yang
diperlihatkan dalam perubahan tingkah laku, yang keadaannya
berbeda dari sebelum individu berada dalam situasi belajar dan
sesudah melakukan tindakan yang serupa itu. Perubahan terjadi

akibat adanya suatu pengalaman atau latihan. Berbeda dengan


perubahan

serta

bersifat naluriah.

merta
Howard

akibat refleks atau


L

Kingsly

(Wasty

perilaku

yang

Sumanto

dalam

KutuBlog, 2011) menyatakan bahwa belajar adalah proses dimana


tingkah laku dalam arti luas ditumbuhkan atau diubah melalui
praktek atau latihan-latihan. Dengan demikian belajar memang erat
hubungannya dengan perubahan tingkah laku seseorang, karena
adanya perubahan dalam tingkah laku seseorang menandakan
telah terjadi belajar dalam diri orang tersebut.
Sejalan dengan beberapa pendapat di atas, secara garis
besar Bloom bersama kawan-kawan (Arikunto S, 2009: 117)
merumuskan tujuan-tujuan pembelajaran pada 3 tingkatan yaitu:
(a) Kategori tingkah laku yang masih verbal, (b) Perluasan kategori
menjadi sederetan tujuan, (c) Tingkah laku konkret yang terdiri dari
tugas-tugas (taks) dalam pernyataa-pernyataan sebagai ujian dan
butir-butir soal. Ada 3 ranah atau domain besar, yang terletak pada
tingkatan ke-2 yang selanjutnya disebut taksonomi Bloom yaitu: (1)
Ranah kognitif (cognitive domain), (2) Ranah afektif (affective
domain),

(3)

Ranah

psikomotor

(psychomotor

domain).

Jadi,

menurut Bloom setelah terjadi kegiatan belajar diharapkan terjadi


perubahan/ peningkatan pada tiga ranah yaitu kognitif, afektif, dan
psikomotor.
Dari beberapa pendapat di atas mengenai definisi belajar,
maka dapat dikemukakan bahwa belajar adalah suatu proses yang

dialami,

baik

pengalaman

yang

yang

berupa

pelatihan-pelatihan

menyebabkan

terjadinya

atau

pun

perubahan

pada

tingkah laku ke arah yang lebih baik atau adanya peningkatan


kualitas pada diri terutama dalam hal kognitif, afektif, dan
psikomotor sehingga terbentuknya pribadi yang utuh.
2. Hakikat Matematika
Matematika adalah ilmu yang didapat dengan berpikir atau bernalar. Konsep
matematika didapat karena proses berpikir, karena itu logika adalah dasar
terbentuknya matematika.
Cocroft (Mulyono Abdurrahman, 2003: 253) mengemukakan
bahwa matematika perlu diajarkan kepada siswa karena:
a. Selalu digunakan dalam segala segi kehidupan.
b. Semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika
yang sesuai.
c. Merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat, dan jelas.
d. Dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai
cara.
e. Meningkatkan

kemampuan

berpikir

logis,

ketelitian

dan

kesadaran keruangan.
f. Memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah
yang menantang.
Berikut ini beberapa pengertian matematika menurut para ahli (Arifin
Muslim, 2011):
a. Menurut Russefendi
Matematika itu terorganisasikan dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan,
definisi-definisi, aksioma-aksioma dan dalil-dalil yang dibuktikan kebenarannya,
sehingga matematika disebut ilmu deduktif.
b. Menurut Sujono

Matematika diartikan sebagai cabang ilmu pengetahuan yang eksak dan


terorganisasi secara sistematik. Selain itu, matematika merupakan ilmu pengetahuan
tentang penalaran yang logik dan masalah yang berhubungan dengan bilangan.
Bahkan dia mengartikan matematika sebagai ilmu bantu dalam menginterpretasikan
berbagai ide dan kesimpulan.
c. Menurut Kline
Matematika adalah bahasa simbolis dan ciri utamanya adalah
penggunaan cara bernalar deduktif, tetapi juga tidak melupakan
cara bernalar induktif.
Dari beberapa pengertian matematika di atas, maka dapat dikemukakan
bahwa matematika merupakan ilmu yang mendidik manusia untuk berpikir logis,
teoritis, rasional, dan percaya diri. Hakikat matematika yaitu matematika timbul
karena pikiran-pikiran manusia berhubungan dengan ide-ide, struktur dan
menggambarkan konsep-konsep abstrak yang tersusun secara hirarkis dimana
masing-masing

sistem

bersifat

deduktif

sehingga

berlaku

umum

dalam

menyelesaikan masalah.
3. Hasil Belajar Matematika
Hasil belajar pada dasarnya merupakan akibat dari suatu
proses belajar. Arikunto, 1990 (KutuBlog: 2011) mengatakan bahwa hasil belajar
adalah hasil akhir setelah mengalami proses belajar, perubahan itu tampak dalam
perbuatan yang dapat diaamati, dan dapat diukur. Banyak ahli telah
mendefinisikan tentang pengertian hasil belajar. Biasanya setiap
definisi berbeda satu sama lain, namun pada hakikatnya definisi
tersebut memiliki makna yang hampir sama.
Howard Kingsley (Nana Sudjana, 1989: 22) membagi tiga
macam hasil belajar, yakni (a) keterampilan dan kebiasaan, (b)

10

pengetahuan dan pengertian,


masing

hasil

belajar

(c) sikap dan cita-cita. Masing-

dapat

diisi

dengan

bahan

yang

telah

ditetapkan dalam kurikulum. Sedangkan Gagne membagi lima


kategori hasil belajar, yakni (a) informasi verbal, (b) keterampilan
intelektual, (c) strategi kognitif, (d) sikap, dan (e) keterampilan
motoris. Sedangkan dalam sistem pendidikan nasional rumusan
tujuan

pendidikan,

baik

tujuan

kurikuler

maupun

tujuan

instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin


Bloom yang secara garis besar membaginya dalam tiga ranah,
yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotoris.
Hasil belajar yang dicapai peserta didik melalui proses pembelajaran yang
optimal cenderung menunjukan hasil yang berciri sebagai berikut (KutuBlog: 2011):
a. Kepuasan dan kebanggaan yang dapat menumbuhkan motivasi pada diri peserta
didik.
b. Menambah keyakinan akan kemampuan dirinya.
c. Hasil belajar yang dicapai bermakna bagi dirinya seperti akan tahan lama di
ingatannya, membentuk prilakunya, bemanfaat untuk mempelajari aspek lain,
dapat digunakan sebagai alat untuk memperoleh informasi dan pengetahuan
yang lainya.
d. Kemampuan peserta didik untuk mengontrol atau menilai dan mengendalikan
dirinya terutama dalam menilai hasil yang dicapainya maupun menilai dan
mengendalikan proses dan usaha belajarnya
Peningkatan hasil belajar dapat ditentukan oleh tingkat
kemauan peserta didik untuk belajar secara bermakna dan terus
menerus, peserta didik yang mempunyai minat dan kemauan belajar
yang mendorong perkembangan intelektual dirinya dalam bentuk

11

macam-macam

kegiatan

yang

dapat

meningkatkan

hasil

belajarnya. Sedangkan peserta didik yang minat dan kemauan


belajarnya kurang akan memberi hasil yang kurang pula, jika
kemauan belajar matematika tinggi diharapkan hasil belajar peserta
didik di sekolah juga akan tinggi.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat dikemukakan
bahwa hasil belajar matematika merupakan suatu keterampilan
yang diperoleh setelah melalui proses pembelajaran atau tingkat
pencapaian yang didapat seseorang setelah adanya usaha-usaha
yang dilakukan. Keterampilan yang didapat berupa kognitif, afektif,
dan psikomotorik. Hal ini diperoleh setelah mengikuti proses
pembelajaran

matematika

dalam

waktu

tertentu

dengan

menggunakan tes sebagai alat ukur keberhasilan belajar peserta didik.


4. Pendekatan Realistic Mathematic Education (RME)
a. Pendekatan Pembelajaran Matematika
Mendefinisikan pendekatan pembelajaran perlu dipahami arti dari masingmasing kalimat tersebut, Depdikbud (Anggar, 2011) menyatakan pendekatan dapat
diartikan, sebagai proses, perbuatan, atau cara untuk mendekati sesuatu. Sedangkan
pembelajaran menuzut H.J. Gino dkk. (Anggar, 2011) bahwa, pembelajaran atau
intruction merupakan usaha sadar dan disengaja oleh guru untuk membuat peserta
didik belajar dengan tujuan mengaktifkan faktor intern dan faktor ekstern dalam
kegiatan belajar mengajar. Sukintaka (Anggar, 2011) bahwa, pembelajaran
mengandung pengertian, bagaimana para guru mengajarkan sesuatu kepada peserta
didik, tetapi di samping itu juga terjadi peristiwa bagaimana peserta didik
mempelajarinya.

12

Ruseffendi (Greg, 2011: 1), mengemukakan bahwa pendekatan pembelajaran


adalah suatu jalan, cara atau kebijakan yang ditempuh guru atau peserta didik dalam
pencapaian tujuan pembelajaran dilihat dari sudut bagaimana proses atau materi
pembelajaran itu, umum atau khusus dikelola. Sedangkan Suherman menyatakan
bahwa pendekatan pembelajaran merupakan suatu konsep atau prosedur yang
digunakan dalam membahas suatu bahan pelajaran untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Menurut Muhibbin Syah (2002: 144) pendekatan belajar
(approach to learning) adalah jenis upaya belajar peserta didik
yang meliputi strategi dan metode yang digunakan peserta didik
untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran.
Soejadi (Abin, 2009) membedakan pendekatan pembelajaran
matematika menjadi dua yaitu: (1) Pendekatan materi yaitu proses
menjelaskan topik matematika tertentu menggunakan materi
matematika lain dan (2) Pendekatan pembelajaran yaitu proses
penyampaian atau penyajian topik matematika tertentu agar
mempermudah peserta didik memahaminya.
Pendekatan pembelajaran matematika adalah suatu cara
untuk menyampaikan materi pelajaran matematika agar peserta
didik mudah untuk memahaminya dalam rangka mencapai tujuan
pembelajaran (Alfian, 2010: 7).
Dari beberapa penjelasan tersebut dapat dikemukakan bahwa
pendekatan pembelajaran matematika adalah suatu cara yang
menjadi titik tolak dalam pelaksanaan pembelajaran, di mana
tujuan penerapannya tidak lain ialah agar tujuan pembelajaran
matematika dapat tercapai.

13

b. Pengertian Pendekatan Realistic Mathematic Education (RME)


Kata realistik merujuk pada pendekatan dalam pendidikan
matematika yang telah dikembangkan di Belanda selama kurang
lebih 30 tahun. Gravemeijer, 1994 (Irwan Rozanie, 2010) mengungkapkan,
realistic mathematics education is rooted in Freudenthals interpretation of
mathematics as an activity. Ungkapan Gravemeijer tersebut menunjukkan bahwa
pembelajaran matematika realistik dikembangkan berdasar pandangan Freudenthal
yang menyatakan matematika sebagai suatu aktivitas. Lebih lanjut Gravemeijer
menjelaskan bahwa yang dapat digolongkan sebagai aktivitas tersebut meliputi
aktivitas pemecahan masalah, mencari masalah dan mengorganisasi pokok persoalan.
Menurut Freudenthal aktivitas-aktivitas itu disebut matematisasi.
Terkait dengan konsep pembelajaran matematika realistik di atas,
Gravemeijer (Irwan Rozanie, 2010) menyatakan, mathematics is viewed as an
activity, a way of working. Learning mathematics means doing mathematics, of
which solving everyday life problem is an essential part. Gravemeijer menjelaskan
bahwa dengan memandang matematika sebagai suatu aktivitas maka belajar
matematika berarti bekerja dengan matematika dan pemecahan masalah hidup seharihari merupakan bagian penting dalam pembelajaran. Pendekatan ini kemudian
dikenal Realistic Mathematic Education (RME).
Somakim (2010: 25), teori RME sejalan dengan teori belajar
yang berkembang saat ini, seperti teori konstruktivisme dan
pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning =
CTL). Namun, baik pendekatan konstruktivisme maupun CTL
mewakili teori belajar secara umum, sedangkan RME adalah suatu
teori pembelajaran yang dikembangkan khusus untuk matematika.

14

Soejadi

(Marwati,

2010:

40)

mengemukakan

bahwa

pembelajaran matematika realistik pada dasarnya pemanfaatan


realitas

dan lingkungan yang dipahami peserta didik

untuk

memperlancar proses pembelajaran matematika sehingga dapat


mencapai tujuan pendidikan matematika secara lebih baik dari
pada masa lalu, yang dimaksud dengan realita yaitu hal-hal yang nyata atau
kongrit yang dapat diamati atau dipahami peserta didik lewat membayangkan,
sedangkan yang dimaksud dengan lingkungan adalah lingkungan tempat peserta
didik berada baik lingkungan sekolah, keluarga maupun masyarakat yang dapat
dipahami peserta didik. Lingkungan dalam hal ini disebut juga kehidupan sehari-hari.
Proses pembelajaran dengan RME menggunakan masalah kontekstual sebagai
titik awal dalam belajar matematika. Menurut Treffers dan Goffree (Wiki: 2011),
terdapat dua tipe matematisasi yang dikenal dalam RME yaitu matematika horizontal
dan matematika vertikal. Dalam hal ini peserta didik melakukan aktivitas matematika
horizontal,

yaitu

peserta

didik

mengorganisasikan

masalah

dan

mencoba

mengidentifikasikan aspek matematika yang ada pada masalah tersebut. Peserta didik
bebas mendiskripsikan dan menyelesaikan masalah kontesktual dengan caranya
sendiri sesuai dengan pengetahuan awal yang dimiliki peserta didik. Lalu, dengan
atau tanpa bantuan guru, menggunakan matematika vertikal (melalui abstraksi
maupun formalisasi) tiba pada tahap pembentukan konsep. Setelah dicapai
pembentukan

konsep,

peserta didik dapat

mengaplikasikan

konsep-konsep

matematika tersebut kembali pada masalah kontekstual, sehingga dapat memperkuat


pemahaman konsep.

15

Model

skematik

proses

pengembangan

konsep-konsep

dan

ide-ide

matematika berawal dari dunia nyata yang disebut matematisasi konseptual oleh de
Lange (Somakim, 2010: 26) seperti terlihat pada gambar berikut:
Dunia nyata
Matematisasi dalam aplikasi

Matematisasi dan refleksi


Abstraksi dan formalisasi

Gambar 2.1: Model Skematik Proses Matematisasi Konsep


Agar pembelajaran bermakna bagi peserta didik maka pembelajaran
seyogianya dimulai dengan masalah-masalah yang realistik. Kemudian peserta didik
diberi kesempatan untuk menyelesaikan masalah itu dengan cara sendiri sesuai
dengan skema yang dimiliki dalam pikirannya. Artinya peserta didik diberi
kesempatan untuk merefleksi, interpretasi, dan mencari strategi yang sesuai.
Keaktifan peserta didik dalam pembelajaran matematika haruslah dipahami sebagai
keaktifan melakukan matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal, yang
memuat tiga kegiatan refleksi, interpretasi dan internalisasi.
Mula-mula matematisasi berlangsung secara horizontal antara lain meliputi,
proses informasi yang dilakukan peserta didik dalam menyelesaikan suatu soal,
membuat model, melakukan translasi antara modus, representasi, membuat skema,
menemukan hubungan dan lain-lain. Kemudian matematisasi berlangsung secara
vertikal, meliputi antara lain proses menyatakan hubungan dengan suatu formula
(rumus), membuktikan keteraturan, membuat berbagai model, merumuskan konsep
baru, melakukan generalisasi.

16

Setelah peserta didik menemukan konsep, peserta didik menggunakannya


untuk menyelesaikan masalah-masalah realistik. Jadi, secara linear dapat
digambarkan sebagai berikut:
Mulai dengan masalah realistik
Refleksi
Abstraksi
Konsep
Aplikasi dan Refleksi
Kembali ke masalah realistik
Gambar 2.2: Model Skematik Proses Matematisasi Konsep
(Sumber: Somakim, 2010: 26)
Menurut Gravemeijer (Marwati, 2010: 42) mengemukakan bahwa terdapat
tiga prinsip utama dalam pembelajaran matematika realistik, yaitu:
1) Penemuan Kembali yang Terbimbing dan Matematisasi Progresif (Guided
Reinvention and Progressive mathematizing)
Peserta didik harus diberi kesempatan untuk mengalami proses yang serupa
ketika matematika ditemukan. Secara umum orang perlu mencari masalah
kontekstual/ realistik yang memungkinkan prosedur penyelesaian yang sangat
beragam.
Treffres (Irwan Rozanie, 2010), mengemukakan bahwa:
The key idea of RME is that children should be given the opportunity to reinvent
mathematics under the guidance of an adult (teacher). In addition, the formal
mathematical knowledge can be developed from childrens informal knowledge.
Dalam ungkapan di atas Treffers menjelaskan ide kunci dari pembelajaran
matematika realistik yang menekankan perlunya kesempatan bagi peserta didik untuk
menemukan kembali matematika dengan bantuan orang dewasa (guru). Selain itu
disebutkan pula bahwa pengetahuan matematika formal dapat dikembangkan
(ditemukan kembali) berdasar pengetahuan informal yang dimiliki peserta didik.
Pernyataan-pernyataan yang dikemukakan di atas menjelaskan suatu cara
pandang terhadap pembelajaran matamatika yang ditempatkan sebagai suatu proses
bagi peserta didik untuk menemukan sendiri pengetahuan matematika berdasar

17

pengetahuan informal yang dimilikinya. Adapun bermatematika secara progresif


dimaksudkan bermatematika secara horizontal dan vertikal.
2) Fenomena yang Bersifat Mendidik (Didactical Phenomology)
Fenomena didaktik yang menekankan pentingnya soal kontekstual untuk
memperkenalkan

topik-topik

matematika

kepada

peserta

didik

dengan

mempertimbangkan kecocokan dampak dalam proses penemuan kembali bentuk dan


model matematika dari soal kontekstual tersebut. Fenomena didaktik merupakan
kajian tentang kaitan antara konsep matematika dengan fenomena yang muncul
dalam proses belajar mengajar (Bakker dalam Somakim, 2010: 30). Seringkali
fenomena yang memungkinkan dikaitkan dengan suatu konsep matematika yang
tidak mungkin semuanya diberikan kepada peserta didik, sehingga guru atau
perancang materi harus memilih fenomena yang dijadikan sebagai titik awal
(starting point) pembelajaran (Gravemeijer dalam Somakim, 2010: 30). Misalkan
dalam pembelajaran kesebangunan dengan perbesaran gambar (contoh: pas foto).
Masalah yang dikenal peserta didik secara baik dan terkait dengan perbesaran yang
dapat dipilih sebagai titik awal pembelajaran kesebangunan.
3) Mengembangkan Model Sendiri (Self-develoved Models)
Peserta didik mengembangkan sendiri model-model awalnya, yaitu model
situasi yang sudah dikenal oleh peserta didik, model-model hasil pengembangan
sendiri, menjembatani pengetahuan informal dan pengetahuan formal. Matematika
formal muncul sebagai hasil generaslisasi.
Realistic mathematic education terdiri dari lima karakteristik (yang berdasar
dari ketiga prinsip tersebut), yaitu:

18

1) Menggunakan konteks, artinya dalam pembelajaran matematika realistik


lingkungan keseharian atau pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik dapat
dijadikan sebagai bagian materi belajar yang kontekstual bagi peserta didik.
2) Menggunakan model, artinya permasalahan atau ide dalam matematika dapat
dinyatakan dalam bentuk model, yaitu model dari situasi nyata ke abstrak.
3) Menggunakan kontribusi peserta didik, artinya pemecahan masalah atau
penemuan konsep didasarkan pada sumbangan gagasan peserta didik.
4) Interaktif, artinya aktivitas proses pembelajaran dibangun oleh interaksi peserta
didik dengan peserta didik, peserta didik dengan guru, dan peserta didik dengan
lingkungannya.
5) Intertwin (keterkaitan), artinya topik-topik yang berbeda dapat diintegrasikan
sehingga dapat memunculkan pemahaman tentang suatu konsep secara serentak.
Dari beberapa penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa
pendekatan

Realistic

Mathematic

Education

(RME)

adalah

pendekatan pembelajaran yang berdasar pada masalah-masalah


nyata dalam kehidupan peserta didik yang dimaksudkan agar
membantu peserta didik memahami konsep matematika yang
abstrak. Setelah peserta didik memahami masalah nyata yang
diberikan, maka diberikan kesempatan untuk menyelesaikannya
dengan cara mereka sendiri (mereka mengaitkan pengetahuan
awal mereka dengan situasi yang mereka hadapi), sehingga akan
terbentuk suatu konsep yang membantu mereka menyelesaikan
permasalahannya.
Berikut ini beberapa teori-teori yang mendukung pendekatan
Realistic Mathematic Education (RME) menurut para ahli (Marwati,
2010: 19):

19

1) Teori Piaget
Teori
Piaget
menggambarkan

tentang

tentang

perkembangan

konstruktivisme.

intelektual

Pandangan

ini

menggambarkan bahwa perkembangan intelektual adalah suatu


proses dimana anak secara aktif membangun pemahamannya dari
hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungannya. Anak secara
aktif

membangun

pengetahuannya

dengan

terus-menerus

melakukan akomodasi dan asimilasi terhadap informasi-informasi


baru yang diterima.
Berdasarkan teori Piaget, pembelajaran matematika realistik
cocok

dalam

kegiatan

pembelajaran,

karena

pembelajaran

matematika realistik menitikberatkan pada proses berpikir, bukan


pada hasil yang telah jadi. Selain itu pembelajaran dengan
pendekatan

pembelajaran

matematika

realistik

lebih

mengutamakan peran aktif peserta didik dalam menemukan jawaban


dari

soal-soal

kontekstual

yang

diberikan

guru

dengan

menggunakan cara peserta didik sendiri dan peserta didik terdorong


untuk berperan aktif dalam pembelajaran.
2) Teori Vygotsky
Menurut Vygotsky, prinsip pertama dalam pembelajaran
adalah peserta didik belajar melalui interaksi dengan orang dewasa
dan teman sebaya yang lebih mampu. Di sini ditekankan bahwa
pentingnya interaksi sosial dengan orang lain dalam proses
pembelajaran.

Teori

tersebut

sejalan

dengan

karakteristik

pembelajaran matematika realistik yang menekankan perlunya

20

interaksi antara peserta didik dengan pembimbing sehingga peserta


didik

memperoleh

manfaat

yang

positif

dari

interaksi

yang

dilakukan.
3) Teori Belajar Bermakna Ausubel
Teori ini terkenal dengan

belajar

bermaknanya

dan

pentingnya pengulangan sebelum belajar dimulai, ia membedakan


antara belajar menemukan dengan belajar menerima. Menurut
Ausubel, Novak dan Hanesian (Suparno dalam Marwati, 2010: 20),
ada dua jenis belajar yaitu belajar bermakna (meaningful learning)
dan belajar menghafal (rote learning). Belajar bermakna adalah
suatu proses belajar di mana informasi baru dihubungkan dengan
struktur pengertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang
belajar.

Belajar

bermakna

terjadi

bila

pelajar

mencoba

menghubungkan fenomena baru ke dalam struktur pengetahuan


mereka. Ini terjadi melalui belajar konsep dan perubahan konsep
yang telah ada, yang akan mengakibatkan pertumbuhan dan
perubahan struktur konsep yang telah dipunyai peserta didik. Jika
konsep yang cocok dengan fenomena baru itu belum ada dalam
struktur kognitif peserta didik, informasi baru harus dipelajari melalui
belajar menghafal. Dalam belajar mengahafal informasi baru tidak
diasosiasikan dengan konsep yang telah ada dalam struktur
kognitif.
Ausubel menyatakan bahwa dalam proses belajar bermakna
seseorang dapat mengembangkan skema yang ia miliki, sehingga

21

dalam proses belajar ini peserta didik mengkonstruksi apa yang ia


pelajari sendiri. Skema adalah abstraksi mental seseorang yang
digunakan untuk mengerti sesuatu hal, menemukan jalan keluar
atau pun memecahkan persoalan.
Teori belajar bermakna Ausubel sejalan dengan prinsip ketiga
dari RME, yaitu peserta didik menggunakan cara mereka sendiri dalam
memecahkan masalah dan mampu menghubungkan pengetahuan
yang telah dimiliki dengan permasalahan yang dihadapi. Jika
pengetahuan yang dimiliki peserta didik belum dapat digunakan
dalam pemecahan masalah, maka perlu membimbing peserta didik
secara terbatas.
c. Kelebihan dan Kelemahan Pendekatan Realistic Mathematic
Education (RME)
1) Kelebihan Pendekatan Realistic Mathematic Education (RME)
Menurut Pendapat Suwarsono (Marwati, 2010: 46) terdapat
beberapa kelebihan dari pendekatan RME antara lain:
a) RME memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada
peserta didik tentang keterkaitan antara matematika dengan
kehidupan sehari-hari (kehidupan di dunia nyata) dan tentang
kegunaan matematika pada umumnya bagi manusia.
b) RME memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada
peserta didik bahwa matematika adalah suatu bidang kajian yang
dapat dikonstruksi dan dikembangkan sendiri oleh peserta didik
dan oleh setiap orang biasa yang lain, tidak hanya oleh
mereka yang disebut pakar dalam bidang tersebut.
c) RME memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada
peserta didik bahwa cara penyelesaian sesuatu soal atau masalah

22

tidak harus tunggal, dan tidak harus sama antara orang satu
dengan orang yang lain. Setiap orang bisa menemukan atau
menggunakan

caranya

sendiri.

Dan

selanjutnya

dengan

membandingkan cara penyelesaian yang satu dengan cara


penyelesaian yang lain, akan bisa diperoleh cara penyelesaian
yang

paling

tepat,

sesuai

dengan

tujuan

dari

proses

penyelesaian soal atau masalah tersebut.


d) RME memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada
peserta didik bahwa dalam mempelajari matematika, proses
pembelajaran merupakan sesuatu yang utama dan untuk
mempelajari matematika, orang harus menjalani sendiri konsepkonsep

dan

materi-materi

matematika

yang

lain

dengan

bantuan pihak lain yang sudah lebih tahu. Tanpa kemauan


untuk menjalani hal tersebut, pembelajaran yang bermakna
tidak akan terjadi.
2) Kelemahan Pendekatan Realistic Mathematic Education (RME)
Adapun kelemahan dari RME adalah sebagai berikut:
a) Upaya mengimplementasikan RME membutuhkan perubahan
pandangan yang sangat mendasar mengenai berbagai hal yang
tidak mudah untuk dipraktekkan, misalnya mengenai guru,
peserta didik dan perananan soal kontekstual.
b) Pencarian soal konteksual yang memenuhi syarat-syarat yang
dituntut RME tidak selalu mudah untuk setiap topik matematika
yang perlu dipelajari peserta didik, terlebih karena soal-soal
tersebut harus bisa diselesaikan dengan bermacam-macam
cara.

23

c) Upaya mendorong peserta didik agar bisa menemukan berbagai


cara untuk menyelesaikan tiap-tiap soal juga merupakan hal
yang tidak mudah dilakukan oleh guru.
d) Proses pengembangan berpikir peserta didik, melalui soal-soal
kontekstual,

proses

matematisasi

horizontal

dan

proses

matematisasi vertikal juga bukan merupakan suatu yang


sederhana, karena proses dan mekanisme berpikir peserta didik
harus diikuti dengan cermat, agar guru bisa membantu peserta
didik dalam menemukan penemuan kembali terhadap konsepkonsep matematika tertentu.
d. Hasil-hasil Penelitian tentang Pendekatan Realistic Mathematic
Education (RME)
Hasil penelitian di beberapa Negara tentang RME (Endang
Mulyana, 2003: 2) diantaranya: (1) Matematika lebih menarik,
relevan, dan bermakna, tidak terlalu formal dan tidak terlalu
abstrak, (2) Mempertimbangkan tingkat kemampuan peserta didik, (3)
Menekankan belajar matematika pada learning by doing, (4)
Memfasilitasi penyelesaian masalah matematika dengan tanpa
menggunakan

penyelesaian

(algoritma)

yang

baku,

(5)

Menggunakan konteks sebagai titik awal pembelajaran matematika.


Saragih, 2007 (Somakim, 2010: 40) dengan subjek penelitian di
SMP

pada

level

sekolah

menengah,

menemukan

bahwa

pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik dapat


meningkatkan

kemampuan

berpikir

logis

dan

komunikasi

matematik peserta didik, serta peserta didik memiliki sikap yang

24

positif terhadap pembelajaran matematika realistik, sedangkan


Uzel dan Unyangor, 2005 (Somakim, 2010: 40) meneliti tentang
sikap peserta didik kelas VII (SMP) di Turki terhadap pelajaran
matematika dengan menerapkan pendekatan RME. Dari penelitian
ini didapat hasil bahwa peserta didik mempunyai (1) sikap lebih
positif

terhadap

matematika

setelah

mengikuti

pembelajaran

dengan pendekatan RME, (2) pada kelas eksperimen peserta didik


yang telah mengikuti kelas RME tidak ingin diajar kembali dengan
cara tradisional, dan (3) adanya peningkatan kemampuan berpikir
kritis dan kreatif peserta didik dalam menyelesaikan masalahmasalah matematika.
Dari beberapa hasil penelitian tersebut diharapkan penelitian
ini juga akan memberikan dampak yang positif bagi para peserta
didik berupa peningkatan hasil belajar matematikanya, dan tak
terkecuali bagi guru dan juga peneliti.
e. Langkah-langkah Pendekatan Realistic Mathematic Education
(RME)
Adapun langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan
RME (Marwati, 2010: 44) sebagai berikut:
Langkah 1 : Memahami masalah kontekstual.
Guru memberikan masalah kontekstual dan meminta peserta
didik

untuk

memahami

masalah

tersebut.

Karakteristik

pembelajaran matematika yang tergolong dalam langkah ini adalah


karakteristik pertama yaitu menggunakan masalah kontekstual (the
use of context).
Langkah 2 : Menjelaskan masalah kontekstual.

25

Langkah ini ditempuh saat peserta didik mengalami kesulitan memahami


masalah kontekstual. Pada langkah ini guru memberikan bantuan dengan memberi
petunjuk atau pertanyaan seperlunya yang dapat mengarahkan peserta didik untuk
memahami masalah. Karakteristik pembelajaran matematika realistik yang muncul
pada langkah ini adalah interaktif, yaitu terjadinya interaksi antara guru dengan
peserta didik maupun antara peserta didik dengan peserta didik lainnya. Sedangkan
prinsip guided reinvention setidaknya telah muncul ketika guru mencoba memberi
arah kepada peserta didik dalam memahami masalah.
Langkah 3 : Menyelesaikan masalah kontekstual.
Peserta didik secara individual atau kelompok menyelesaikan
masalah

kontekstual/

realistik

dengan

cara

mereka

sendiri.

Perbedaan dalam menyelesaikan soal tidak dipermasalahkan. Guru


memotivasi peserta didik untuk menyelesaikan masalah dengan cara
mereka sendiri dengan memberikan pertanyaan, petunjuk, dan
saran.
Semua prinsip pembelajaran matematika realistik tergolong
dalam langkah ini adalah penemuan kembali yang terbimbing dan
matematisasi progresif, fenomena yang bersifat mendidik dan
mengembangkan

model

sendiri,

sedangkan

karakteristik

pembelajaran matematika realistik yang tergolong dalam langkah


ini adalah menggunakan model.
Langkah 4 : Membandingkan dan mendiskusikan jawaban.
Guru menyediakan waktu dan kesempatan kepada peserta didik
untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban mereka secara
berkelompok, selanjutnya membandingkan dan mendiskusikan
pada diskusi kelas. Pada tahap ini, dapat digunakan peserta didik

26

untuk berani mengemukakan pendapatnya meskipun pendapat


tersebut berbeda dengan lainnya.
Karakteristik pembelajaran

matematika

realistik

yang

tergolong dalam langkah ini adalah menggunakan kontribusi peserta


didik dan terdapat interaksi antara peserta didik dengan peserta didik
lainnya.
Langkah 5 : Menyimpulkan
Berdasarkan hasil diskusi kelas, guru memberi kesempatan
pada peserta didik untuk menarik kesimpulan suatu konsep atau
prosedur yang terkait dengan masalah realistik yang diselesaikan.
Karakteristik pembelajaran matematika realistik yang
tergolong dalam langkah ini adalah adanya interaksi antara peserta
didik dengan guru.
5. Kaitan antara Pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) dengan
Pembelajaran Matematika
Matematika dalam pembelajaran RME merupakan proses yang sangat
penting. Berkaitan dengan hal ini, Freudental (Suherman dalam Wiki: 2011)
mengemukakan dua alasan yang sangat mendasar. Pertama, matematisasi bukan
merupakan aktivitas ahli matematika saja, melainkan juga aktivitas peserta didik
dalam memahami situasi sehari-hari. Kedua, berkaitan erat dengan penemuan
kembali (reinvention) ide atau gagasan dari peserta didik. Artinya peserta didik
diarahkan seolah-olah menemukan kembali suatu konsep dalam matematika pada
saat pembelajaran berlangsung.
Dalam belajar matematika, dibutuhkan suatu upaya agar
dapat membantu peserta didik dalam memahami konsep-konsep
matematika yang bersifat abstrak. Kadang kala, ketika seorang

27

guru bertanya kepada peserta didik, apakah sudah mengerti dan


peserta didik pun menjawab bahwa mereka telah mengerti. Namun
ketika peserta didik akan mengerjakan soal-soal yang diberikan
guru maka mereka akan mengalami kesulitan, atau ketika peserta
didik tidak lagi di dalam kelas (dalam proses pembelajaran) mereka
telah melupakan apa yang tadi dipelajarinya. Hal ini dikarenakan,
peserta didik belum mengerti dengan pengetahuan konseptual,
mereka hanya mengerti pengetahuan prosedural. Ketika peserta
didik telah memahami pengetahuan konseptual atau konsep
pelajarannya,

maka

peserta

didik

akan lebih

mudah

dalam

menyelesaikan soal yang diberikan. Bahkan di luar kelas sekalipun


atau ketika kembali ke rumah, mereka dapat mengaitkan pelajaran
yang diperolehnya dengan permasalahan yang ada di sekitarnya.
Misalnya sewaktu di kelas mereka telah mempelajari ruang dimensi
tiga seperti balok, kerucut, dan prisma. Ketika sudah di luar kelas
atau di rumahnya mereka memperhatikan rumahnya yang ternyata
terdiri atas bentuk balok dan atap yang berbentuk prisma, atau
ketika mereka menikmati ice cream yang berbentuk kerucut. Hal ini
menunjukkan bahwa apa yang mereka pelajari tersimpan dalam
memori jangka panjang mereka atau dengan kata lain mereka
memahami apa yang mereka pelajari.
Dengan menerapkan pendekatan RME diharapkan dapat
mengatasi permasalahan-permasalahan dalam belajar matematika

28

atau

membantu

matematika

yang

peserta
abstrak.

didik

dalam

Dengan

memahami

demikian

hasil

konsep
belajar

matematika peserta didik akan meningkat.


Dalam penerapan pendekatan RME, peserta didik diberi
kesempatan untuk menemukan dan memahami konsep-konsep
matematika berdasarkan pada masalah kontekstual/realistik yang
diberikan guru. Selain memahami konsep dan materi pelajaran,
dengan RME peserta didik tidak cepat lupa dengan apa yang
diperolehnya. Dan juga membuat peserta didik termotivasi belajar
matematika,

karena

peserta

didik

memahami

apa

yang

dipelajarinya mempunyai hubungan dengan kehidupan sehariharinya.


B. Kerangka Berpikir
Berdasarkan kajian pustaka yang telah diuraikan, rendahnya
hasil belajar matematika disebabkan oleh berbagai faktor, di
antaranya peserta didik kurang memahami konsep materi pelajaran
matematika dan peserta didik kurang aktif dalam mengikuti
pembelajaran yang berdampak pada kesulitan peserta didik dalam
menyelesaikan masalah terkait dengan pelajaran yang telah
dipelajarinya. Agar hasil belajar peserta didik dapat tercapai
dengan baik maka harus diupayakan seluruh faktor yang dapat
mendukung proses pembelajaran. Salah satunya ialah penggunaan
pendekatan pembelajaran.

29

Pendekatan pembelajaran merupakan suatu upaya yang baik


untuk

meningkatkan

hasil

belajar

pendekatan

Realistic

Mathematic

pendekatan

RME

akan

ini,

peserta
Education

membantu

didik,

khususnya

(RME).

peserta

didik

Dalam
untuk

memahami konsep-konsep pelajaran matematika yang abstrak, di


mana guru akan mengangkat masalah nyata atau yang ada di
sekitar peserta didik yang terkait dengan materi pelajarannya. Hal
ini akan membuat peserta didik merasakan adanya kaitan antara
materi pelajarannya dengan kehidupan sehari-harinya, sehingga
pertanyaan seperti untuk apa saya mempelajari ini? telah
terjawab dengan sendirinya.
Kegiatan ini berbentuk penelitian tindakan kelas (PTK).
Penelitian ini dibagi atas dua siklus dan setiap siklus terdiri atas
empat tahap yaitu: perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi
Karena penjelasan di atas, maka pendekatan RME dapat
meningkatkan hasil belajar matematika peserta didik kelas X. D
SMA Negeri 3 Parepare.
Bentuk Skema Kerangka Berpikir

Keterangan:
: masalah yang dihadapi

: pelaksanaannya

30

: faktor/ penyebab

: hasil yang diharapkan

: upaya yang dilakukan

mempengaruhi

hasil

yang

diharapkan
C. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka berpikir yang
diuraikan, maka rumusan hipotesisnya sebagai berikut: jika
dilakukan pembelajaran dengan pendekatan RME, maka hasil
belajar matematika peserta didik kelas X. D SMA Negeri 3 Parepare
dapat meningkat.
IV.

METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Kegiatan ini adalah penelitian tindakan kelas (classroom

action research). Penelitian ini dibagi atas dua siklus dan setiap
siklus terdiri atas empat tahap yaitu: perencanaan, tindakan,
observasi, dan refleksi.
B. Subjek Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di SMA Negeri 3 Parepare
dengan subjek penelitian adalah kelas X. D dengan jumlah peserta
didik sebanyak 17 orang, dengan rincian 8 peserta didik laki-laki
dan 9 peserta didik perempuan. Penelitian ini dilaksanakan pada
semester genap tahun pelajaran 2011/ 2012.
C. Faktor yang Diteliti
Ada beberapa faktor yang harus diselidiki yaitu:
1. Faktor peserta didik, yaitu dengan melihat kehadiran dan
aktivitas peserta didik dalam proses pembelajaran seperti

31

minat, perhatian, dan kesungguhan peserta didik dalam belajar


serta

keberanian

peserta

didik

bertanya

dan

memberi

tanggapan terhadap jawaban dari peserta didik lain atau pun


dari guru.
2. Faktor proses, sejauh mana keefektifan proses pembelajaran
yang berlangsung, dengan melihat interaksi (baik intetraksi
antara peserta didik dan guru atau pun antara peserta didik dan
peserta

didik

lainnya)

dalam

proses

pembelajaran

dan

penerapan pendakatan RME.


3. Faktor hasil belajar matematika yaitu dengan melihat sejauh
mana keberhasilan peserta didik dalam belajar matematika
setelah diterapkan pendakatan RME.
D. Definisi Operasional Variabel
Definsi operasional variabel dalam penelitian ini sebagai
berikut:
1. Aktivitas peserta didik berupa kegiatan yang dilakukan peserta
didik

selama

proses

pembelajaran,

seperti

menyimak

penjelasan guru, mengajukan pertanyaan mengenai materi


pelajaran, dan interaksi antara peserta didik dengan peserta
didik lainnya.
2. Pendakatan RME

adalah

pendekatan

pembelajaran

yang

berdasar pada hal-hal yang real (nyata) bagi peserta didik,


dapat dibayangkan, dan dekat dengan lingkungannya sehingga
membantu

peserta

didik

matematika yang abstrak.

memahami

konsep

pelajaran

32

3. Hasil belajar matematika adalah hasil yang dicapai berupa


tingkat penguasaan peserta didik (dalam hal kognitif, afektif,
dan

psikomotor)

setelah

melakukan

suatu

usaha

dalam

memahami dan menguasai materi pelajaran tertentu dengan


menggunakan tes sebagai alat ukur keberhasilan peserta didik.
Hasil belajar dikatakan meningkat apabila terjadi peningkatan
skor rata-rata tes hasil belajar peserta didik dan aktivitas
peserta didik dari siklus I ke siklus II.
4. Proses pembelajaran dikatakan efektif ketika terjadi interaksi
yang baik antara peserta didik dengan guru atau pun antara
peserta didik dengan peserta didik lainnya.
E. Instrumen Penelitian
Untuk memperoleh data tentang hasil belajar peserta didik
dalam penelitian ini digunakan lembar observasi dan tes hasil
belajar berupa essay tes/ tes uraian yang dibuat sendiri oleh
peneliti dan guru mata pelajaran. Instrumen ini akan dikembangkan
oleh

peneliti

dan

divalidasi

oleh

validator

yang

dianggap

mengetahui hal tersebut.


1. Tes Hasil Belajar
Tes hasil belajar dimaksudkan untuk mengukur tingkat
keberhasilan peserta didik pada materi pelajaran tertentu. Tes hasil
belajar yang digunakan berupa tes essay yang dibuat oleh peneliti
dan selanjutnya divalidasi oleh guru dan dosen pembimbing.
Penyusunan tes hasil belajar diawali dengan penyusunan kisi-kisi
soal meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Tes hasil belajar

33

dibuat dengan memperhatikan indikator pembelajaran dan materi ajar sehingga


dengan tes hasil belajar tersebut tujuan pembelajaran dapat tercapai.
2. Lembar Observasi
Lembar observasi yang digunakan dalam penelitian ini
dimaksudkan untuk menilai/ mengidentifikasi keadaan peserta
didik/ aktifitas peserta didik seperti kehadiran, keaktifan, dan
kesungguhan selama proses belajar berlangsung. Lembar observasi
dibuat oleh peneliti dan diisi oleh observer.
F. Prosedur Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilakukan selama dua siklus,
yaitu: siklus I yang berlangsung selama dua minggu atau empat
kali pertemuan dan siklus II yang berlangsung selama dua minggu
atau empat kali pertemuan.
Sesuai dengan hakikat penelitian tindakan kelas, siklus II
merupakan perbaikan pada siklus I, selanjutnya pada setiap siklus
terdiri dari: (1) tahap perencanaan, (2) tahap tindakan, (3) tahap
observasi, dan (4) tahap refleksi.
Siklus I
1. Perencanaan
Adapun kegiatan-kegiatan pada tahap ini meliputi:
a. Menelaah kurikulum kelas X SMA semester II pada pelajaran
matematika.
b. Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) untuk
setiap pertemuan.
c. Menyiapkan materi pembelajaran dan media pembelajaran
sesuai dengan materi yang akan diajarkan. Hal ini dimaksudkan
untuk memperoleh hasil belajar matematika yang maksimal.

34

d. Membuat format observasi, mengamati dan mengidentifikasi


kesulitan

belajar

siswa

selama

proses

pembelajaran

berlangsung, seperti: kehadiran, keaktifan, dan kesungguhan


dalam belajar.
e. Menyusun instrument berupa soal latihan beserta alternatif
jawabannya.
f. Menyusun lembar format rekap skor individu.
2. Tindakan
Pada tahap tindakan meliputi kegiatan-kegiatan sebagai
berikut:
a. Kegiatan Awal
Guru menyampaikan materi yang akan dibahas, menyampaikan tujuan
pembelajaran, memberikan motivasi berupa hal-hal yang didapatkan setelah
mempelajari materi tersebut serta manfaatnya dalam kehidupan nyata, dan untuk
pertemuan awal guru menjelaskan model pembelajaran dan penilaian yang akan
dilakukan.
b. Kegiatan Inti
Pada tahap ini, guru melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai tahap
pembelajaran pendekatan RME sebagai berikut:
Fase 1: Memahami masalah kontekstual
1) Guru memberikan masalah kontekstual terkait dengan materi yang dipelajari,
kemudian peserta didik diminta memahami masalah tersebut.
Fase 2: Menjelaskan masalah kontekstual
2) Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
mendiskripsikan masalah kontekstual dengan mengemukakan
strategi pemecahan masalah kontekstual yang sesuai untuk
menyelesaikan masalah tersebut.
3) Guru menjelaskan masalah kontekstual kepada peserta didik.

35

Fase 3: Menyelesaikan masalah kontekstual


4) Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menyelesaikan
masalah kontekstual, baik secara kelompok maupun individual dengan cara
mereka sendiri.
Fase 4: Membandingkan dan mendiskusikan jawaban
5) Guru menyediakan waktu dan kesempatan kepada peserta didik
untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban mereka
secara

berkelompok,

selanjutnya

membandingkan

dan

mendiskusikan pada diskusi kelas.


Fase 5: Menyimpulkan
6) Berdasarkan hasil diskusi kelas, guru memberi kesempatan
pada peserta didik untuk menarik kesimpulan suatu konsep
atau prosedur yang terkait dengan masalah kontekstual yang
c.
1)
2)
3.

diselesaikan.
Kegiatan Penutup
Guru memberikan pekerjaan rumah (PR).
Guru menutup pembelajaran dengan memberi salam.
Observasi/ Pengamatan
Dalam penelitian tindakan kelas ini, observasi dilaksanakan

selama proses pembelajaran berlangsung. Observasi dilaksanakan


pada

pelaksanaan

tindakan

dengan

menggunakan

lembar

observasi yang telah dibuat, yang kemudian diisi oleh observer.


4. Refleksi
Hasil belajar yang diperoleh dari tahap observasi dan evaluasi
kemudian

dianalisis

untuk

melihat

sejauh

mana

keefektifan

36

kegiatan yang telah dilakukan dalam meningkatkan hasil belajar


matematika dengan menggunakan pendakatan RME.
Pada tahap ini dilihat sejauh mana faktor-faktor yang diteliti
telah dicapai, adapun hal-hal yang dipandang masih kurang akan
ditindak lanjuti pada siklus berikutnya (siklus II) dengan tindakan
lebih memperbaiki, dengan tetap mempertahankan apa yang telah
dicapai.
Siklus II
Pada siklus II, sama halnya dengan siklus I yang meliputi
empat tahap yaitu: tahap perencanaan, tindakan, observasi, dan
refleksi. Namun pada siklus II, perlu mengacu pada hasil refleksi
pada siklus I. Perlu diperhatikan hal-hal apa saja yang perlu
ditingkatkan sehingga pada siklus II ini hasil belajar matematika
peserta didik yang diharapkan dapat dicapai.
G. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data di dalam penelitian ini ialah
sebagai berikut:
1. Sumber Data
Sumber data pada penelitian tindakan kelas ini adalah
peserta didik kelas X.D dan guru SMA Negeri 3 Parepare.
2. Jenis Data

37

Jenis data yang diperoleh adalah data kuantitatif dan data


kualitatif. Data tersebut diperoleh dari hasil observasi dan skor hasil
belajar.
3. Teknik Pengumpulan Data
a. Data aktivitas peserta didik diperoleh dengan menggunakan
teknik observasi.
b. Data tentang hasil belajar peserta didik diperoleh dengan
menggunakan teknik tes.

H. Teknik Analisis Data


Data

yang

diperoleh

kemudian

dianalisis

dengan

menggunakan analisis kuantitatif dan analisis kualitatif.


1. Analisis data hasil observasi aktivitas peserta didik
Adapun data hasil observasi untuk aktivitas peserta didik selama
pembelajaran dianalisis dengan menggunakan rumus berikut:
Persentase Aktivitas siswa=

siswa yang melakukan aktivitas


100
siswa

Persentase aktivitas peserta didik yang telah diperoleh, selanjutnya kita


deskripsikan dalam bentuk uraian atau informasi.
2. Analisis data tes hasil belajar peserta didik
Analisis kuantitatif yaitu pengolahan data kuantitatif (data
yang dapat diukur, berupa angka). Data ini diperoleh dari skor hasil
belajar peserta didik. Data yang terkumpul akan dianalisis dengan

38

statistik deskriptif untuk melihat peningkatan hasil belajar peserta


didik. Adapun tekniknya yaitu dengan menggunakan skala lima
berdasarkan teknik kategorisasi standar yang ditetapkan oleh
Departemen Pendidikan Nasional tahun 2006 (Buhaerah, 2009:
109) yaitu sebagai berikut:
a. Kemampuan 85% - 100% atau skor 85 100 dikategorikan
b.
c.
d.
e.

sangat tinggi.
Kemampuan 65% - 84%
Kemampuan 55% - 64%
Kemampuan 35% - 44%
Kemampuan 0% - 34%

atau skor 65
atau skor 55
atau skor 35
atau skor 0

84 dikategorikan tinggi.
64 dikategorikan sedang.
44 dikategorikan rendah.
34 dikategorikan sangat

rendah.
Sedangkan untuk analisis kualitatif adalah dengan melihat
perubahan sikap peserta didik pada setiap siklus baik dari segi
perhatian,

kehadiran,

keantusiasan,

keaktifan,

maupun

kesungguhan peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran.


I. Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan penelitian tindakan kelas ini adalah:
1. Meningkatnya hasil belajar peserta didik dari siklus I ke siklus II.
2. Meningkatnya persentase ketuntasan hasil belajar matematika
peserta didik. Dikatakan tuntas apabila kemampuan peserta
didik secara individu mencapai kategori tinggi atau sangat
tinggi, dan secara klasikal apabila mencapai

85%.

39

3. Meningkatkan aktivitas
dengan

menggunakan

peserta

didik

pendakatan

dalam pembelajaran
Realistic

Mathematic

Education (RME) dari siklus I ke siklus II.

DAFTAR PUSTAKA
Abin. 2009. Efektivitas Penerapan Realistic Mathematic Education
(RME) pada Pokok Bahasan Himpunan Di Kelas VII SMP
Negeri
10
Kendari.
Tersedia
pada:
http://pendidikanmatematika.blogspot.com/2009/03/contoh-proposal-rme.html. Diakses pada:
13 Maret 2012.
Admin. 2010. Pengertian Belajar Menurut Ahli. Tersedia pada: http://
belajarpsikologi.com/pengertian-belajar-menurut-ahli/. Diakses pada: 13
Maret 2012.
Alfian. 2010. Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Melalui Pembelajaran
Matematika Realistik pada Siswa Kelas VIII2 SMP Negeri 2 Suppa. Parepare:
Skripsi UMPAR.

40

Anggar. 2011. Pengertian Pendekatan Pembelajaran. Tersedia


pada:
http://mari-berkawand.blogspot.com/2011/03/pengertianpendekatan-pembelajaran.html. Diakses pada 13 Maret 2012.
Arifin, Muslim. 2011. Hakikat Matematika. Tersedia pada: http://arifinmuslim.
wordpress.com/2011/11/12/hakikat-matematika/. Diakses pada 10 Nopember
2011.
Arikunto S. 2009. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi).
Jakarta: Bumi Aksara.
Buhaerah.
2009.
Pengembangan
Perangkat
Pembelajaran
Berdasarkan Masalah pada Materi Statistika dari Kelas IX
SMP. Makassar: Tesis Pascasarjana UNM.
Endang, Mulyana. 2003. Matematika Modern Versus Matematika Realistik. Tersedia
pada: http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._MATEMATIKA /
195401211979031-ENDANG_MULYANA/MAKALAH/Matematika_
Modern_Versus_Matematika_Realisti1.pdf. Diakses pada 21 Februari 2012.
Greg. 2011. Pembelajaran Konsep Dasar Matematika dengan Pendekatan RME.
Tersedia pada: http://gsebobito.blogspot.com/2011/10/pembelajaran-konsepdasar-matematika.html. Diakses pada: 21 Februari 2012.
Irwan, Rozanie. 2010. Realistic Mathematic Education (RME) atau Pembelajaran
Matematika
Realistik
Indonesia (PMRI).
Tersedia
pada:
http://ironerozanie.wordpress.com/2010/03/03/realistic-mathematiceducation-rme-atau-pembelajaran-matematika-realistik-pmr/. Diakses pada:
21 Februari 2012.
KutuBlog. 2011. Pengertian Belajar dan Hasil Belajar. Tersedia
pada:
http://duniabaca.com/pengertian-belajar-dan-hasil-belajar.html.
Diakses pada 21 Februari 2012.
Marwati. 2010. Model-model Pembelajaran Inovatif dan Asesmen
Pembelajaran Matematika. Parepare: UMPAR.
Mahmuddin. 2009. Manajemen Lingkungan Pembelajaran Berbasis
Psikologi.
Parepare.
Tersedia
pada:
http://mahmuddin.wordpress.com/2010/02/18/ manajemenlingkungan-pembelajaran-berbasis-psikologi). Diakses pada
05 Maret 2011.
Muhibbin, Syah. 2002. Psikologi Belajar. Bandung: PT RajaGrafindo
Persada.

41

Mulyono, Abdurrahman. 2003. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan


Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Nana, Sudjana. 1989. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Pasaribu & Simanjuntak. 1980. Proses Belajar Mengajar. Jakarta:
Penerbit Tarsito.
Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar
Proses Pendidikan. Bandung: Kencana Prenada Media Group.
Somakim. 2010. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis dan SelfEfficacy Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama
dengan Penggunaan Pendekatan Matematika Realistik.
Disertasi UPI.
Wiki.

2011. Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik.


Parepare.
Tersedia
pada:
http://wiki.bestlagu.com/education/174714-pendekatanpembelajaran-matematika-realistik.html. Diakses pada 26
Februari 2012.

Anda mungkin juga menyukai