PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penderita kanker di Indonesia mulai mengalami peningkatan yang cukup
tajam, hal ini dapat dilihat dari data-data tentang kasus kanker yang dipublikasikan
oleh berbagai lembaga kanker dan oleh pemerintah sendiri. WHO memprediksi
bahwa pada tahun 2030 akan terjadi peningkatan hingga mencapai tujuh kali lipat dari
kasus yang ada sekarang.
Dengan semakin meningkatnya penderita kanker juga akan meningkatkan kasus
kematian yang disebabkan oleh kanker.
Kanker adalah proses penyakit yang bermula ketika sel abnormal diubah oleh
mutasi genetik dari DNA seluler, sel kanker menginfiltrasi jaringan sekitar dan
memperoleh akses ke limfe dan pembuluh darah, melalui pembuluh darah tersebut
sel-sel kanker menyebar ke bagian tubuh yang lain (metastase). Pengobatan kanker
harus dilakukan sedini mungkin untuk mencegah terjadinya metastase.
Pengobatan kanker meliputi operasi, kemoterapi, radiasi dan juga hormonal terapi.
Pasien kanker biasanya enggan ketika dihadapkan pada pilihan pengobatan dengan
kemoterapi karena efek samping obat yang sangat tidak mengenakkan. Sedangkan
tindakan kemoterapi dinilai sebagai tindakan yang paling efektif dan akan sangat
membantu kenyamanan pasien bila diberikan dengan tepat (tepat indikasi, tepat obat,
tepat dosis, tepat cara pemberian dan tepat pemantauan efek obat).
Penggunaan kemoterapi secara efektif dan aman pada penderita kanker
pertama kali diterima setelah melalui clinical trial di universitas Yale pada tahun 1942.
Penelitian dilakukan pada penderita lymphoma maligna dengan menggunakan bahan
nitrogen mustard yang mengalami gangguan pada pertumbuhan bone marrow dan
adanya hipolasia sel limfoid akibat dampak dari exposed nitrogen mustard pada
perang dunia II.
Kemoterapi merupakan salah satu pengobatan kanker yang paling banyak
menunjukkan kemajuan dalam pengobatan kanker. Perkembangan kemoterapi yang
pesat dalam dekadeini tidak lepas dari hasil pengamatan empirisdi klinik, oleh karena
itu kebanyakan sitostatika yang digunakan di klinik mekanisme kerjanya belum
diketahui dengan jelas. Ini tidak mengurangi kenyataan untuk perbaikan
strategikemoterapi ke arah perkembangan baru. Pengetahuan tentang mekanisme
kerja obat-obat baru dan obat konvensional sangat penting untuk pemilihan kombinasi
yang baik, cara pemberian yang tepat dan menghindari komplikasi toksik.
Obat kemoterapi merupakan obat yang toksik untuk semua sel sehingga selain
membunuh sel kanker juga menggaggu sel-sel yang normal. Manifestasi klinis dari
kerusakan sel-sel tubuh yang normal adalah alopesia, mual dan muntah, diare,
stomatitis, perubahan status hematologi dan beberapa efek samping lainnya yang
dapat mempengaruhi kemampuan koping pasien. Asuhan keperawatan pasien dengan
terapi sitostatika (kemoterapi) merupakan suatu proses perawatan yang mencakup
seluruh kehidupan yang komplek, sehingga diperlukan pendekatan yang holistik yaitu
biopsikososial spiritual. Segala dampak menjadi tekanan pasien dan keluarga,
perubahan fisik, psikologis, serta pengeluaran yang tidak sedikit.
Sebagai perawat profesional di RS Sentra Medika Cibinong harus dapat
memberikan asuhan keperawatan pada pasien sejak sebelum, selama, dan setelah
mendapatkan kemoterapi. Asuhan keperawatan pada pasien kanker yang mendapat
kemoterapi harus dapat mencegah dan mengenali setiap gejala yang timbul, serta
melakukan tindakan yang tepat untuk mengatasinya.
Mengingat peran perawat dalam pemberian kemoterapi sangat penting, maka perawat
yang bekerja di bangsal kanker harus mendapat pendidikan khusus tentang
kemoterapi.
B. TUJUAN
I. TUJUAN UMUM
Sebagai panduan/acuan bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan
pada pasien dengan tindakan kemoterapi yang berkualitas sesuai standar yang
berlaku di rumah sakit.
II. TUJUAN KHUSUS
Agar seluruh petugas kesehatan memiliki pengetahuan tentang sitostatika
karena penting untuk memahami potensial karsinogenik dan bahaya yang
ditimbulkan oleh obat tersebut.Antara lain pengetahuan tentang :
Pemberian kemoterapi secara aman.
Mencegah dan mengatasi ekstravasasi
Deteksi dini penyakit akibat kerja di unit kemoterapi
Penanganan tumpahan kemoterapi pada pasien atau petugas
Pengelolaan limbah kemoterapi
Proteksi petugas kemoterapi
BAB II
KEMOTERAPI
A. PENGERTIAN
Kemoterapi adalah pemberian obat anti kanker (sitostatika) yang bertujuan untuk
membunuh sel kanker.
Strategi pemberian : dapat sebagai terapi ajuvan, konsolidasi, induksi, intensifikasi,
pemeliharaan, neoadjuvan maupun paliatif.
Tujuan Pemberian Kemoterapi:
a. Kuratif : sebagai pengobatan
b. Mengurangi massa tumor selain dengan pembedahan atau radiasi.
c. Meningkatkan kelangsungan hidup dan kwalitas hidup penderita.
d. Mengurangi komplikasi akibat metastase.
Cara pemberian :
a.Intra vena
Pemberian intravena untuk terapi sistemik, dimana obat setelah melalui
jantung dan hati baru sampai ke tumor primer. Cara intravena ini yang
paling banyak digunakan untuk khemoterapi. Dalam pemberian intravena
usahakan jangan ada ekstravasasi obat.
b.Intra arterial
Pemberian intra arteri adalah terapi regional melalui arteri yang memasok darah
ke daerah tumor dengan cara INFUSI INTRA ARTERI menggunakan catheter
dan pompa arteri. Infus intra arteri digunakan untuk memberikan obat
selama beberapa jam atau hari.
c.Intra oral
d.Intra cavitas/intra peritoneal
Obat disuntikkan atau di instalasi ke dalam rongga tubuh, seperti intra: pleura,
peritoneum, pericardial, vesikal atau tekal.
e.Sub kutan
f.Topikal.
B. RUANG LINGKUP
1. Mengetahui indikasi dan kontraindikasi pemberian kemoterapi
2. Menentukan tujuan terapi.
3. Memahami mekanisme dan cara kerja obat kemoterapi.
4. Mampu mempersiapkan pemberian kemoterapi sesuai dengan syaratsyarat yang berlaku.
5. Mampu memberi respon pemberian kemoterapi.
6. Mampu melakukan monitoring efek samping kemoterapi.
7. Mampu menangani komplikasi/efek samping pemberian kemoterapi.
C. INDIKASI KEMOTERAPI
1. Ajuvan : kanker stadium awal atau stadium lanjut lokal setelah pembedahan.
2. Neo ajuvan (induction chemotherapy) : kanker stadium lanjut lokal.
3. Paliatif : kanker stadium lanjut jauh.
4. Sensitisizer : kemoterapi yang dilakukan bersama-sama radioterapi.
D. KONTRA INDIKASI
1. Kontra Indikasi absolut
a. Penyakit stadium terminal.
b. Hamil trimester pertama, kecuali akan digugurkan.
c. Septokemia.
d. Koma.
2. Kontra Indikasi Relatif.
a. Usia lanjut, terutama untuk tumor yang pertumbuhannya lambat dan
sensitivitasnya rendah.
b. Status performance yang jelek.
c. Gangguan fungsi organ vital yang berat, spt : hati, ginjal, jantung, sumsum
tulang, dll.
d. Dementia.
e. Penderita tidak dapat datang ke klinik secara teratur.
f. Pasien tidak kooperatif.
g. Tumor resisten terhadap obat.
E. SYARAT PASIEN KEMOTERAPI PERTAMA
Pasien dengan keganasan memiliki kondisi dan kelemahan, yang apabila diberikan
kemoterapi dapat terjadi untolerable side effect. Sebelum memberikan kemoterapi
perlu pertimbangan sebagai berikut:
1. Menggunakan kriteria Eastern Cooperative Oncology Group (ECOG) yaitu status
penampilan 2 atau karnoffsky 60.
2. Jumlah lekosit 4000/ml.
3. Jumlah trombosit 100.000/ul.
4. Cadangan sumsum tulang masih adekuat, misal HB 10ml/dl.
5. Creatinin Clearence diatas 60ml/menit (dalam 24 jam) test faal ginjal
6. Bilirubin < 2 mg/dl, SGOT dan SGPT dalam batas normal (test faal hepar).
7. Elektrolit dalam batas normal.
8. Tidak diberikan pada usia diatas 70 tahun.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Diagnosa dan Stadium
BAB III
PROSEDUR PEMBERIAN
Pada pemberian kemoterapi siklus berikutnya bila tidak ada kelainan pada
pemeriksaan fisik cukup diperiksa darah lengkap saja (HB, lekosit, trombosit,
netrofil).
c. Penentuan status performance (karnoffsky atau ECOG).
B. PERSIAPAN PEMBERIAN OBAT (DRUG ADMINISTRATION)
Keamanan penanganan obat sitostatika merupakan hal yang penting yang harus
diperhatikan oleh dokter, perawat, farmasi, penderita, gudang/distribusi. Oleh karena itu
persiapannya harus sesuai prosedur.
1. Persiapan Obat
a. Dosis : ditentukan dengan menggunakan luas permukaan tubuh (body surface
area /BSA) yang diketahiu dengan mengukur TB dan BB.
b. Storage dan Stability
Baca petunjuk mengenai storage dan stability masing-masing obat sehingga
tetap dalam keadaan baik. Obat yang tidak mengandung preservasi setelah
dibuka/dilarutkan (oplos) harus segera dibuang dalam waktu 8-24 jam.
c. Preparasi (pelarutan)
Pelarut untuk masing-masing obat biasanya disebutkan dalam penjelasan
pemakaian masing-masing obat. Kadang ada pelarut yang incompatible
terhadap obat-obat tertentu.
Secara umum pelarut yang biasa dipakai adalah Dextrose 5% atau NaCl
fisiologis.
Pelarutan/ preparation dilakukan dalam tempat tertentu (BSC) dan dilakukan
oleh petugas atau pharmacist yang terlatih.
2. Persiapan provider
a. Memakai gaun yang khusus atau schort.
b. Memakai masker yang dispossible.
c. Memakai handscoon karet.
d. Memakai topi pelindung kepala.
e. Memakai kacamata pelindung terhadap percikan obat, tanpa menghalangi
lapangan penglihatan (kaca goggle).
f. Well trained.
3. Persiapan peralatan dan cairan
a. Jarum suntik yang kecil, abocath no 20 atau 24 (disesuaikan dengan ukuran
vena).
b. Spuit disposibel 3cc, 5cc, 20cc.
c. Infus set, pada obat golongan taxan telah disediakan infus set khusus.
d. Larutan NaCl 0,9% 100 cc, NaCl 0,9% 500 cc dan aquadest 25 cc.
e. Syringe pump/infuse pump kalau ada.
f. Alas penyuntikan, untuk menghindari kontak obat dengan laken.
4. Penyuntikan
a. Teliti protokol pemberian obat kemoterapi yang akan diberikan.
b. Cek apakah informed consent sudah ada.
c. Pilih vena yang paling distal dan lurus (biasanya metacarpal bagian distal) dan
kontralateral dengan kankernya. Dipastikan tidak terjadi ekstravasasi yaitu
dengan memasang infus dan drip cepat.
d. Setelah penyuntikan selesai, alat-alat atau botol bekas dan obat sitostatika
dimasukkan ke dalam kantong plastik dan diikat serta dimasukkan dalam wadah
sampah medis khusus.
e. Buat catatan pada rekam medik penderita, catat semua tindakan.
C. PENILAIAN RESPON (TREATMEN OUTCOME)
Pengertian respon disini adalah perubahan yang terjadi pada tumor menurut kepekaannya
terhadap kemoterapi.
Respon kemoterapi dapat didefinisikan sebagai :
1. Respon lengkap atau complete response
Adalah tidak tampaknyasemua bukti adanya penyakit dan tidak tampaknyapenyakit
baru untuk selang waktu yang ditentukan (biasanya empat minggu).
2. Respon sebagian atau parial response
Adalah berkurangnya ukuran tumor paling sedikit 50% dari dua diameter terpanjang
dari semua lesi dalam waktu tidak kurang dari empat minggu dan tidak ditemukan
adanya lesi baru.
3. Respon minimal (no change)
Ukuran tumor mengecil kurang dari 50%, biasanya tidak dilaporkan dalam uji klinis.
4. Progression (progressive disease)
Didapatkan peningkatan ukuran tumor lebih dari 25%, dan adanya pertumbuhan
penyakit atau tampaknya penyakit baru selama kemoterapi.
Pada pemberian kemoterapi neoajuvan, setelah pemberian siklus ke-3
dilakukan penilaian respon terapi dan resektibilitasnya. Bila didapatkan respon
parsial dan menjadi resektabel maka dilanjutkan dengan tindakan operasi. Bila
respon terapi menunjukkan respon minimal atau tidak resektable, maka dilanjutkan
dengan radioterapi atau kombinasi kemoterapinya ditingkatkan menjadi second line
chemotherapy.
Penilaian respon kemoterapi meliputi:
1. Penilaian respon obyektif
a. Ukuran tumor.
b. Tumor marker.
c. Obyektif qualitatif : adalah perubahan gejala klinis misal pada tumor otak dalam
hal ini gejala neurologis.
2. Penilaian respon subyektif.
Biasanya ditentukan dengan adanya peningkatan status performance dari pasien.
Ada dua skala status penampilan pasien yaitu menurut karnoffsky dan ECOG (Eastern
Cooperative Oncology Group).
60
50
40
30
20
10
0
Derajat Aktifitas
Normal tanpa keluhan
Tidak ada kelainan
Keluhan gejala minimal
Normal dengan beberapa keluhan
gejala
Mampu merawat diri
Tidak mampu melakukan aktifitas
normal atau bekerja
Kadang kadang perlu bantuan tetapi
umumnya dapat melakukan untuk
keperluan sendiri
Perlu bantuan dan umumnya perlu
obat-obatan
Perlu bantuan dan perawatan khusus
Kemampuan Fungsional
Mampu melaksanakan aktifitas
normal
Tidak perlu perawatan khusus
Perlu
pertimbangan-pertimbangan
masuk rumah sakit
Sakit berat, perawatan rumah sakit,
pengobatan aktif suportif sangat
perlu
Mendeteksi ajal
Meninggal
ECOG
1
2
3
4
3. Survival
BAB IV
PENDOKUMENTASIAN
Agar dokumentasi keperawatan menjadi efektif harus mempunyai ciri ciri sebagai berikut:
1. Sedarhana: Agar dokumentasi keperawatan betul betul menjadi efektif, maka
gunakanlah kata kata sederhana, umum, mudah dibaca dan dipahami oleh perawat
lainnya. Hindari penggunaan istilah istilah yang tidak lazim.
2. Akurat: Kemudian data harus ditulis sesegera mungkin sesaat setelah kejadian
sehingga yang di dokumentasi betul betul data yang akurat.
3. Kesabaran: Setelah mendokumentasikan data, luangkan sedikit waktu lagi untuk
membaca dan meneliti kembali data yang telah ditulis, perhatikan nama pasien pada
lembar dokumentasi apakah betul lembaran tempat kita menginput data adalah
lembaran asuhan keperawatan pasien yang bersangkutan.Tujuannya untuk mencegah
agar jangan sampai tertukar (salah tempat menuliskan data) antara pasien yang satu
dengan yang lainnya.
4. Tepat: Pastikan juga data yang didokumentasikan adalah data yang diperoleh dari
pemeriksaan yang terukur, dengan mempergunakan alat yang terkalibrasi standar.
5. Jelas dan obyektif: Data harus jelas dan obyektif dan bukan merupakan data samaran.