Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, bagi mereka adalah surga Firdaus
menjadi tempat tinggal (18:107, lihat juga : 16:97, 103:3, 46:13)
Kenyataan ini menunjukkan bahwa Islam merupakan satu-kesatuan utuh yang terdiri dari
aqidah dan syariah. Pemisahan keduanya akan menghilangkan jatidiri Islam.
Pengertian Aqidah
Secara Bahasa :
K Berasal dari kata aqad yakni ikatan dan buhulan yang kuat. Bisa juga berarti teguh,
permanent, saling mengikat dan rapat.
K Bila dikatakan tali itu di-aqad-kan, artinya diikat. Bisa juga digunakan dalam ikatan jual
beli atau perjanjian.
K Kata aqad adalah lawan dari hall (melepas / mengurai)
Lisanul Arab oleh Ibnu Mandzur, bab huruf daal, pasal huruf ain III:296. Lihat juga
Qamus Al-Muhith oleh fairuz Abadi, bab huruf daal pasal huruf ain, hal.383. Lihat juga
Mujamul Maqayis Fil Lughah oelh Ibnu Faris kitab Al-Ain hal.679
Secara Istilah :
K Aqidah itu digunakan dalam arti iman yang teguh, kokoh dan kuat yang tidak akan
terasuki oleh keragu-raguan.
K Yakni keyakinan yang menyebabkan seseorang itu diberi jaminan keamanan, hati dan
nuraninya terikat pada keyakinan itu, lalu dijadikan sebagai madzhab dan dinnya.
Pengertian Syariah
Secara Bahasa :
K Bermakna masyraah al-m (sumber air minum).
Ibn al-Manzhur, Lisn al-Arab, I/175; Fayruz al-Abadi, al-Qms al-Muhth, I/6672; Ar-Razi,
Mukhtr as-Shihh, hlm. 294
Secara Istilah :
K Berarti din yang ditetapkan oleh Allah Swt untuk hamba-hamba-Nya yang terdiri dari
berbagai hukum dan ketentuan yang beragam (Al-Qurthubi, Al-Jmi li Ahkm al-Qurn,
XVI/163).
1
K Karena itu syariah dan din mempunyai konotasi yang sama, yaitu berbagai ketentuan dan
hukum yang ditetapkan oleh Allah Swt. bagi hamba-hamba-Nya (Ibn al-Manzhur, Op.cit.,
XI/631)
Dalam pengertian syari, para ulama ushul mendefinisikan syariah (syarah) sebagai perintah
Asy-Syri (Pembuat hukum) yang berhubungan dengan perbuatan-perbuatan hamba dan
berkaitan dengan iqtidh (ketetapan), takhyr (pilihan), atau wadhi (kondisi).
Dari definisi tersebut, baik secara etimologis maupun terminologis syar, tampak jelas
bahwa ruang lingkup syariah adalah seluruh ajaran Islam; baik yang berkaitan dengan ubudiah,
akhlak, makanan, pakaian, muamalat, maupun persanksian
An-Nabhani, Nizhm al-Islm, hlm. 74; An-Nabhani, Mafhm Hizb at-Tahrr, hlm. 36
Aplikasi Aqidah
Pelaksanaan aqidah merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan
seorang mukmin tanpa memandang kemampuan dirinya.
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan):
"Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu", maka di antara umat itu ada orang-orang
yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan
baginya. Maka berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-
orang yang mendustakan (rasul-rasul)
(16:36).
Dan Kami wahyukan kepada Musa dan saudaranya: "Ambillah olehmu berdua beberapa buah
rumah di Mesir untuk tempat tinggal bagi kaummu dan jadikanlah olehmu rumah-rumahmu itu
tempat shalat dan dirikanlah olehmu shalat serta gembirakanlah orang-orang yang beriman".
(10:87)
Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukkan iman mereka dengan kedzaliman
(syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang
yang mendapat petunjuk
(6:82)
2
Dan itulah hujjah Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. Kami
tinggikan siapa yang Kami kehendaki beberapa derajat. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Bijaksana
lagi Maha Mengetahui.
(6:83)
Dan tidak ada yang benci kepada milah Ibrahim, melainkan orang yang memperbodoh dirinya
sendiri, dan sungguh Kami telah memilihnya di dunia dan sesungguhnya dia di akhirat benar-
benar termasuk orang-orang yang shaleh
(2:130)
Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang
yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: "Sesungguhnya kami
berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran) mu
dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai
kamu beriman kepada Allah saja (60:4)
1. Terhadap segala sesuatu (perbuatan, adat budaya, muamalah, benda, makanan, dll) diluar
urusan ibadah pada dasarnya adalah halal dan mubah, kecuali karena ada nash yang sah
dan tegas dari syari (yang berwenang membuat hukum itu sendiri, yaitu Allah dan Rasul)
yang mengharamkannya.
Kalau tidak ada nash yang sah - misalnya karena ada sebagian Hadis lemah - atau tidak
ada nash yang tegas (sharih) yang menunjukkan haram, maka hal tersebut tetap
sebagaimana asalnya, yaitu mubah.
2. Sedangkan dalam urusan ibadah berlaku sebaliknya, yakni haram dikerjakan kecuali ada
dasar perintah yang ditetapkan Allah swt dan Rosul saw.
Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu (2:29)
3
Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan) mu apa
yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan
batin(31:20, lihat juga : 45;13)
Allah swt tidak akan menciptakan segala sesuatu yang dikaruniakanNya kepada manusia,
kemudian Dia sendiri mengharamkanNya. Kalau begitu, buat apa Alloh menciptakan, kemudian
Dia karuniakan kepada manusia?
Dengan demikian arena haram dalam syariat Islam itu sebenarnya sangat sempit sekali;
dan arena halal malah justeru sangat luas. Hal ini adalah justeru nas-nas yang sahih dan tegas
dalam hal haram, jumlahnya sangat minim sekali. Sedang sesuatu yang tidak ada keterangan
halal-haramnya, adalah kembali kepada hukum asal yaitu halal dan termasuk dalam kategori yang
dima'fukan Allah swt.
Rasulullah tidak ingin memberikan jawaban kepada si penanya dengan menerangkan satu
persatunya, tetapi beliau mengembalikan kepada suatu kaidah yang kiranya dengan kaidah itu
mereka dapat diharamkan Allah, sedang lainnya halal dan baik
4
Banyak Tanya Menyusahkan Diri Sendiri !!!
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika
diterangkan kepadamu, niscaya menyusahkan kamu dan jika kamu menanyakan di waktu Al
Qur'an itu sedang diturunkan, niscaya akan diterangkan kepadamu. Allah memaafkan (kamu)
tentang hal-hal itu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.
Sesungguhnya telah ada segolongan manusia sebelum kamu menanyakan hal-hal yang serupa itu
(kepada Nabi mereka), kemudian mereka tidak percaya kepadanya.
(5:101-102)
sesungguhnya Allah telah menjelaskan (memerinci) kepada kamu apa yang diharamkan-Nya
atasmu (6:119)
Pada dasarnya ibadah itu haram, kecuali ada perintah dari Allah dan RosulNya :
Hadis riwayat Aisyah ra., ia berkata:
Rasulullah saw. bersabda: Barang siapa membuat perkara baru dalam urusan (agama) kita ini
yang tidak termasuk bagian darinya, maka sesuatu itu tertolak
(Sahih Muslim No.3242)
Oleh karena itu, barangsiapa mengada-ada suatu cara ibadah yang timbul dari dirinya sendiri -
apapun macamnya - adalah suatu kesesatan yang harus ditolak. Sebab hanya syari'lah yang
berhak menentukan cara ibadah yang dapat dipakai untuk bertaqarrub kepadaNya.
5
Kaidah Menetapkan Halal & Haram
Islam mengatur beberapa etika yang sangat baik sekali, yaitu mana yang sekiranya
membawa bahaya, diharamkan; sedang yang mesti, diwajibkannya, yang tidak layak,
dimakruhkan; sedang yang jelas membawa maslahah, disunnatkan.
Aplikasi Syariah
Pelaksanaan syariah, baik yang bersifat individual, maupun yang membutuhkan peran
institusi negara sangat tergantung dengan kemampuan yang telah dimilikinya.
Berbeda dengan aqidah, pelaksanaan syariah sangat tergantung kepada kemampuan yang telah
dimiliki.
K Syariat sholat 5 waktu dengan jumlah rekaat yang telah ditentukan (3,4,2,4,4) telah turun
semenjak di Mekkah, tetapi Rosul saw dan para sahabat melaksanakannya hanya 2 rekaat
saja di tiap-tiap waktu sholat.
K Itupun dilakukan secara sembunyi-2 di bukit-2 karena khawatir diketahui oleh musyrikin
mekkah.
K Hal ini dilakukan karena Islam pada waktu itu memang belum mempunyai cukup
kekuatan.
K Syariat sholat Jumat telah turun di Mekkah 2 tahun sebelum Rosul saw hijrah ke
Madinah.
K Tetapi pelaksanaan sholat Jumat pertama kali dilaksanakan oleh Rosululloh saw adalah di
masjid Quba di Madinah sesaat setelah beliau saw hijrah.
K Ketika Islam belum mempunyai kekuatan, maka Alloh swt memerintahkan untuk
menegakkan sholat & menggalang kekuatan ekonomi :
6
Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka: "Tahanlah tanganmu
(dari berperang), dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat!" (4:77)
K Ketika Islam sudah menguasai daerah basis, barulah turun kewajiban qital :
Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh
jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai
sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.
(2:216)
K Qital pun tidak dengan serta merta bisa dilaksanakan, karena hal tersebut hanya bisa
dilakukan setelah adanya komando Imam :
Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah
dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu.
(22:39)
K Terhadap hal-hal yang belum jelas status hukumnya (hal-hal yang mubah dan makruh),
pemerintah adakalanya mendiamkan (tidak menetapkan keputusan hukumnya).
K Hal ini karena melihat kemampuan yang telah dimiliki, jangan sampai keputusan hukum
yang telah ditetapkan justru terjadi banyak penyimpangan, sedangkan negara belum
mempunyai kekuatan yang bisa memaksa rakyat agar mentaati aturan tersebut.
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya... (2:286)
Contoh :
Perintah menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan sia-sia)
dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna,
(23:3)
7
Dalam hal ini pemerintah tidak akan pernah mengeluarkan aturan berupa larangan yang
menjelaskan secara detail tentang hal-hal yang termasuk perbuatan dan perkataan yang sia-sia,
sebab hal itu akan sangat memberatkan umat dan pasti akan banyak terjadi pelanggaran !!!
Apabila sebuah aturan telah ditetapkan, dan ternyata umat tidak taat dan banyak yang
melanggar, sedangkan pemerintah tidak mampu mengawal jalannya aturan tersebut, maka
disitulah terjadi pelecehan kepada hukum Islam
Jika sudah demikian, maka itu merupakan kesalahan (kezaliman) kolektif, baik bagi aparat
maupun umat !!!
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai)
pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana.
(5:38)
Di dalam kitab Am As-Sannah / Al-Majaah disebutkan bahwa Kholifah Umar bin Khotob ra
pernah mengeluarkan kebijakan untuk membekukan sementara hukum potong tangan
dikarenakan kondisi pada saat itu terjadi paceklik yang berkepanjangan
K Para ulama telah menjelaskan bahwa tindakan Umar itu bukan berarti mengubah hukum
Islam karena mengikuti keadaan, melainkan karena ada tuntunan nash syariat dari Hadis
Nabi Saw.
K Dr. Abdurrahman al-Maliki dalam kitabnya Nizhm al-Uqbat menjelaskan bahwa
hukum potong tangan tidak dapat diterapkan dalam kondisi-kondisi tertentu sebagaimana
yang ditunjukkan oleh dalil-dalil syariat.
K Di antaranya adalah ketika terjadi musibah kelaparan, sebagaimana diriwayatkan dari
Makhul ra., bahwa Nabi Saw bersabda: L qatha f majah mudhthar. (Tidak ada potong
tangan pada masa kelaparan yang memaksa) (al-Maliki, 1990: 68). Jadi, Umar tidak
memotong tangan pencuri pada masa kelaparan karena mengamalkan hadis ini, sebagai
pengecualian (takhss) dari ketentuan umum potong tangan (Qs. al-Midah [5]: 38).
Hadis riwayat Abu Hurairah ra.:
8
Bahwa Nabi saw. bersabda: Tatkala Allah menciptakan makhluk, Allah telah menuliskan dalam
kitab catatan-Nya yang berada di sisi-Nya di atas arsy bahwa sesungguhnya rahmat-Ku
mengalahkan (mendahului) murka-Ku
(Sahih Muslim No.4939)
Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya
penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan
lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.
(9:128)
Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba
Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada
yang pertengahan dan di antara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan
izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar.
(35:32)
Sikap Umat
Ada beberapa pilihan sikap yang bisa diambil umat manakala melihat ikhwan melakukan hal-
hal yang belum jelas status hukumnya:
K Mendiamkan perbuatan tersebut
K Protes keras dan memaksa pemerintah agar mengeluarkan keputusan tentang hal tersebut
K Menggunjing / mengghibah (baca: makan daging saudaranya sendiri), atau
K Menasehati dengan penuh rasa ukhuwah & mendoakanya
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya
kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.
Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka
(3:159)
9
(Yaitu) orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari kesalahan-
kesalahan kecil. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Luas ampunan-Nya. Dan Dia lebih mengetahui
(tentang keadaan) mu ketika Dia menjadikan kamu dari tanah dan ketika kamu masih janin dalam
perut ibumu; maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui
tentang orang yang bertakwa.
(53:32)
Dan tidak ada pertanggungjawaban sedikit pun atas orang-orang yang bertakwa terhadap dosa
mereka; akan tetapi (kewajiban mereka ialah) mengingatkan agar mereka bertakwa.
(6:69)
10