Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH KEPERAWATAN KELUARGA

MODEL PRAKTIK KEPERAWATAN KELUARGA DI JEPANG

Disusun oleh :

1. Ayu Novita Sari ( P1337420614027)


2. Fitriani Widyastanti ( P1337420614028)
3. Rr. Retno Jayanti ( P1337420614029)
4. Anggun Eka ( P1337420614030)
5. Rista Hernidawati ( P1337420614031)
6. Nunink Tri Nur ( P1337420614032)
7. Putri Pancali Haningtyas ( P1337420614033)
8. Atika Gita Pratiwi ( P1337420614034)

DIV KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
TAHUN 2016
Kata Pengantar

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi


Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas
kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ilmiah tentangmodel praktik keperawatan keluarga di
Jepang . Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal
dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat
memperlancar pembuatan makalah ini.
Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada
semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah
ini. Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa
masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun
tata bahasanya.
Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala
saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ilmiah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah
ilmiah tentang model praktik keperawatan keluarga di Jepang ini
dapat memberikan manfaat dan inspirasi bagi para pembaca.

Semarang,
11 Januari 2017

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sistem keluarga pada masyarakat tradisional Jepang dikenal dengan


istilah Ie (keluarga besar). Sistem Ie ini berlangsung sejak zaman Edo
(1600-1867) sampai akhir perang dunia II. Pada zaman Meiji (1869-1912)
sistem Ie ini dikukuhkan dalam undang-undang Meiji.

Setelah masa perang dunia II berakhir, pemerintahan Meiji


membentuk suatu kebijakan yaitu mencanangkan industrialisasi guna
mengejar ketertinggalan mereka dari negara- negara di Eropa, akibatnya
ekonomi kapitalis Jepang mulai tumbuh dengan cepat, yang tadinya
masyarakat agraris menjadi masyarakat industrialis. Kota-kota benteng
pada zaman Edo disulap dan berubah menjadi kota prefektur. Kemudian,
daerah-daerah yang sebelumnya adalah desa-desa pertanian atau perikanan
berkembang menjadi kota-kota baru. Kehadiaran suatu industri di dalam
masyarakat agraris yang belum mengenal industri ini mempengaruhi sistem
keluarga di Jepang, yang tadinya menggunakan sistem ie sekarang menjadi
sistem kaku kazoku (keluarga inti).

Perubahan dari masyarakat agraris ke masyarakat industri


memberikan dampak psikologis bagi para orang tua lansia. Yang tadinya
dirawat oleh keluarganya sendiri, kini mereka dititipkan di panti jompo,
tempat pemandian, day care (tempat penitipan harian) atau dirawat oleh
orang lain yang datang ke rumah. Karena pertumbuhan akan kemajuan
industri di Jepang berbanding lurus dengan jumlah lansia yang ada sehingga
banyak pula tenaga yang diperlukan dalam merawat lansia.

Berdasarkan uraian diatas, kami tertarik untuk membahas tentang


model praktik keperawatan lansia di Jepang.

B. Rumusan Masalah
1. Membahas sejarah keperawatan lansia di Jepang
2. Membahas populasi lansia di Jepang
3. Membahas SDM untuk keperawatan lansia di Jepang
4. Membahas fasilitas perawatan lansia di Jepang
5. Membahas perbandingan teknologi keperawatan di Jepang dan di
Indonesia

C. Tujuan
1. Mengetahui alur kemajuan perkembangan SDM perawat lansia di
Jepang
2. Mengetahui perkembangan kemajuan teknologi penunjang bagi
praktik keperawatan lansia di Jepang

D. Manfaat
Dari hasil pembahasan yang ada maka diharapkan mampu memberi
manfaat bagi dunia keperawatan di Indonesia berupa cara
pengaplikasian sistem keperawatan lansia di Jepang bagi Indonesia

BAB II
ISI

A. Sejarah Perawat Lansia

Dalam istilah Jepang, perawatan untuk lansia dapat diartikan dengan


kaigo. Dalam Kamus Baru Kanji Bahasa Jepang (1999:50 dan 870) karakter
kanji dapat berarti berpartisipasi, sedangkan karakter kanji (go) dapat
berarti menjaga. Adapun pengertian istilah kaigo itu sendiri menurut
Kamus Baru Kanji Bahasa Jepang adalah bantuan yang diberikan dalam
kehidupan sehari-hari kepada orang cacat, usia lanjut, dan orang sakit yang
tidak bisa makan, mandi, memakai baju sendiri, dan lain-lain.

Sistem perawatan lansia pertama kali diluncurkan sebagai satu istilah


pada tahun 1963 dalam undang undang kesejahteraan lansia (roujin
fukushi hou). Undang undang tersebut mengatur perawatan dan bantuan
peningkatan kesejahteraan lansia (Miura, 2006). Istilah ini digunakan dan
diterapkan secara meluas sejak dimuat dalam ensiklopedia Jepang pada
tanhun 1980-an. Sejalan dengan berbagai permasalahan yang muncul di
sekitar lansia, setelah tahun 1980 pelayanan perawatan terhadap lansia
menjadi topik pembicaraan di berbagai kalangan sampai ditetapkannya
undang undang kesejahteraan masyarakat (shakai fukushi hou) dan
undang undang pelindungan kesejahteraan lansia (kaigo fukushi hou) .
pada tahun 1989, pemerintah melalui kementrian kesehatan Jepang
meluncurkan Golden Plan. Dalam Golden Plan cara penanganan sistem
perlindungan ini dilengkapi 2 pasal yang berkenaan dengan asuransi
perlindungan dan pelaksanaannya dilakukan pada bulan April 2000.

Perawatan di Jepang tidak hanya untuk lansia yang mengalami


gangguan fisik tetapi juga pada lansia yang masih aktif dan tinggal di
masyarakat. Untuk lansia yang masih aktif ini, biasanya keluarga atau lansia
itu sendiri meminta perawat untuk melakukan pelayanan keperawatan di
rumah mereka. Beberapa jenis fasilitas juga dikhususkan untuk lansia
dengan gangguan kognitif seperti demensia. Seluruh fasilitas yang ada dapat
dijangkau oleh lansia dengan jaminan kesehatan yang disebut dengan
Long-Term Care Insurance System

B. Populasi Lansia di Jepang

Saat ini Jepang berada pada pintu menuju masyarakat dengan jumlah
Lansia yang besar (Super Aged Society). Berdasarkan sensus nasional
Jepang tahun 2003, jumlah total Lansia saat ini adalah 127.690.000 atau
19% (Japan Statistic Bureau) dari jumlah total penduduk Jepang, sebagai
tambahan jumlah total anak usia dibawah 14 tahun adalah 13%. Kondisi ini
terbalik jika dibandingkan dengan Indonesia dengan jumlah anak-anaknya
yang berada jauh diatas jumlah populasi Lansia. Usia harapan hidup yang
dicapai Lansia di Jepang untuk pria adalah 78,32 tahun dan 85,23 tahun
untuk wanita (Yoshida, 2003)

Populasi penduduk Jepang yang cepat menua sebagai dampak dari


ledakan kelahiran pascaperang diikuti dengan penurunan tingkat kelahiran.
Pada tahun 2004, sekitar 19,5% dari populasi Jepang sudah berusia di atas
65 tahun. Perubahan dalam struktur demografi menyebabkan sejumlah
masalah sosial, terutama kecenderungan menurunnya populasi angkatan
kerja dan meningkatnya biaya jaminan sosial seperti uang pensiun. Masalah
lain termasuk meningkatkan generasi muda yang memilih untuk tidak
menikah atau memiliki keluarga ketika dewasa

Pada grafik diatas menunjukkan, akan ada kecenderungan lonjakan


jumlah lansia di Jepang untuk beberapa tahun kedepan. Dengan adanya
penigkatan jumlah lansia tersebut, pemerintah Jepang berusaha untuk
meningkatkan kesejahteraan penduduk dalam menjalani hidup di masa tua.

C. Fasilitas Perawatan Lansia

Penanganan penduduk di Jepang tidak hanya dilakukan oleh


pemerintah saja, namun keterlibatan pihak swasta pun banyak ditemukan.
Bentuk dari kebijakan bagi lansia antara lain adalah didirikannya pusat
fasilitas kesehatan dan kesejahteraan lansia (silver center), panti jompo
(rojin home) dan pelayanan penitipan lansia harian (day care).

1. Silver Center

Salah satu contoh silver center yang terdapat di Kota Sendai. Silver
center merupakan salah satu progam dari WHO kota Sendai. silver
center didirikan khusus untuk penduduk lansia yang berdomisili di
kota tersebut. Anggaran fasilitas ini didapat tidak hanya berasal dari
iuran anggotanya tetapi juga bersal dari bantuan dari Pemerintah
Kota Sendai. Pembayaran dari anggota ini berasal dari asuransi yang
mereka bayarkan selama mereka masih dalam masa produktif
bekerja. Di tempat silver center ini memiliki fasilitas mulai dari
fasilitas olahraga, ruang pertemuan, ruang pertunjukan,pemandian,
sampai ruang kerjainan tangan. Dari kesemua fasilitas tersebut tentu
saja dengan memperhitungkan keterbatasan fisik dari lansia itu
sendiri.

2. Panti Jompo (rojin home)

Berbeda dengan di Indonesia yang cenderung memberikan image


negatif pada panti jompo dimana menitipkn orang tua disini
merupakan bentuk dari menelantarkan orang tua. Namun di Jepang,
panti jompo ini merupakan suatu hal yang biasa di tengah
masyarakat. Bahkan permintaan panti jompo lebih tinggi dibanding
dengan kapasitas yang tersedia saat ini. Dari segi fasilitas, panti
jompo di Jepang sangat berbeda dengan yang ada di Indonesia.
Fasilitas disini jauh lebih lengkap dengankamar pribadi yang
dibangun sesuai dengan kebutuhan para lansia mulai dari tempat
tidur, kamar mandi, ruang makan, dapur, dan fasilitas yang dirancang
khusus ramah lansia.

3. Day Care

Pelayanan publik ini jauh lebih sederhana dibanding dengan silver


care maupun rojin home. Sistem day care seperti layaknya penitipan
balita yang waktunya dibatasi dari pagi hingga sore. Biasanya waktu
pelayanan dari pukul 08.00 17.00. Kisaran usia yang ada di day
care adalah 65 99 tahun. Daya tampungnya juga tidak sebanyak
dibanding kedua fasilitas sebelumnya.

D. Sumber Daya Manusia untuk Keperawatan Lansia di Jepang


Seperti uraian diatas, dengan meningkatnya populasi lansia diikuti
pula dengan peningkatan permintaan tenaga kerja keperawatan yang
menangani lansia. Di Jepang sendiri, usia produktif jauh lebih sedikit
dibanding dengan usia non produktif. Untuk mensiasati itu maka
pemerintah Jepang membentuk kerjasama antar berbagai negara yang
disebut G to G (Goverment to Goverment) dengan membuka lowongan
pekerjaan bagi perawat.

Jepang sendiri sudah membentuk kerjasama dengan Indonesia dalam


progam EPA (Economic Partnership Agreement) sejak tahun 2008 hingga
sekarang. Di EPA ada 2 macam progam Care Worker (kaigofukushishi) dan
Nurse (kaigo). Perbedaan dari kedua progam tersebut adalah
penempatannya. Biasanya Care Worker itu di panti jompo dan mereka
adalah fresh graduate dari sekolah keperawatan. Setelah memiliki
pengalaman yang cukup minimal 2 tahun baru mereka bisa mendaftarkan
diri sebagai Nurse dan biasanya mereka berada di rumah sakit.

Sebelum tenaga perawat dari Indonesia terbang ke Jepang, harus lolos


serangkaian tes terlebih dahulu. Setelah itu, mereka diberi pelatihan
mengenai kebudayaan di Jepang terutama dari segi bahasa Jepang.

E. Perbandingan Pelayanan Keperawatan Lansia di Jepang dan di


Indonesia
Terdapat perbedaan latar belakang, budaya, perkembangan sosial
ekonomi dan paradigma tentang age and aging dari dua negara ini.
Jepang adalah negara berkembang yang sudah mengatur dengan baik
pelayanan kesehatan untuk lansia. Indonesia masih jauh tertinggal karena
memang saat ini prioritas pelayanan kesehatan Indonesia masih fokus pada
pelayanan kesehatan ibu dan anak juga penyakit infeksi. Terlebih lagi di
Indonesia sendiri masih ada pandangna dimana menitipkan lansia di panti
jompo adalah bentuk dari penelantaran orang tua.

Jepang sendiri tak henti hentinya terus berinovasi, baru baru ini
Jepang meluncurkan robot perawat. Robot yang diberi nama Robear ini
adalah jenis robot prototipe terbaru yang dirancang sebagai robot perawat
yang dapat membantu beberapa pekerjaan perawat seperti membantu
mengangkat atau memindahkan pasien ke kamar. Robot ini dilengkapi
dengan sensor yang lebih rensponsif untuk menangani pasien khususnya
pasien lansia.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai