PENDAHULUAN
Plasenta adalah bagian dari kehamilan yang penting. Dimana plasenta memiliki peranan
berupa transport zat dari ibu ke janin, penghasil hormon yang berguna selama kehamilan, serta
sebagai barier. Melihat pentingnya peranan dari plasenta maka bila terjadi kelainan pada plasenta
akan menyebabkan kelainan pada janin ataupun mengganggu proses persalinan. Kelainan pada
plasenta dapat berupa gangguan fungsi dari plasenta ataupun gangguan implantasi dari plasenta.
Gangguan dari implantasi plasenta dapat berupa kelainan letak implantasinya ataupun kelainan
dari kedalaman implantasinya. Kelainan letak implantasinya dalam hal ini adalah keadaan yang
disebut sebagai plasenta previa. Sedangkan kelainan kedalaman dari implantasi ialah yang
disebut sebagai plasenta akreta, inkreta dan perkreta. Namun sebelum membicarakan mengenai
plasenta yang abnormal maka terlebih dahulu akan dibahas sedikit mengenai keadaan plasenta
yang normal3.
Tali pusat tumbuh dengan tegangan yang dihasilkan oleh pergerakan janin. Diperlukan
panjang tali pusat 32 cm untuk mencegah traksi tali pusat selama persalinan pervaginam.
Pertumbuhan tali pusat umumnya terjadi pada trimester pertama dan kedua. Panjang tali pusat
pada bayi premature mirip pada bayi yang aterm. Rata-rata panjang tali pusat pada bayi baru
lahir aterm adalah 60 cm. Tidak ada korelasi antara panjang tali pusat dan paritas, usia maternal,
berat badan ibu ataupun tinggi badan ibu, adanya pre-eklampsia, gender janin, panjang, berat
badan dan persentasi janin. Kumparan Vaskuler umbilikalis dibentuk pada trimester pertama.
Rotasi sinistrikal tampak pada kebanyakan kehamilan. Bila tidak terdapat kumparan tali pusat
normal1,5
1
` BAB II
PLASENTA
Setelah terjadinya fertilisasi ovum oleh sperma maka sel yang dihasilkan disebut sebagai
zygote. Kemudian terjadi pembelahan pada zygote sehingga menghasilkan apa yang disebut
sebagai blastomers, kemudian morula dan blastokist. Pada tahap-tahap perkembangan ini, zona
pellucida masih mengelilingi. Sebelum terjadinya implantasi, zona pellucida menghilang
sehingga blastosit menempel pada permukaan endometrium. Dengan menempelnya blastokist
pada permukaan endometrium maka blastosit menyatu dengan epitel endometrium. Setelah
terjadi erosi pada sel epitel endometrium, trophoblast masuk lebih dalam ke dalam endometrium
dan segera blastokist terkurung di dalam endometrium. Implantasi ini terjadi pada daerah
endometrium atas terutama pada dinding posterior dari uterus. Endometrium sendiri sebelum
terjadinya proses di atas terjadi perubahan untuk menyiapkan diri sebagai tempat implantasi dan
memberi makan kepada blastokist yang disebut sebagai desidua. Setelah terjadi implantasi
desidua akan dibedakan menjadi5,11 :
2. Desidua kapsularis: desidua yang terletak antara blastokist dan kavum uteri
Bersamaan dengan hal ini pada daerah desidua basalis terjadi suatu degenerasi fibrinoid, yang
terletak diantara desidua dan trofoblast untuk menghalangi serbuan trofoblast lebih dalam lagi.
Lapisan dengan degenerasi fibrinoid ini disebut sebagai lapisan Nitabuch. Pada perkembangan
selanjutnya, saat terjadi persalinan, plasenta akan terlepas dari endometrium pada lapisan
Nitabuch tersebut.
2
PERKEMBANGAN PLASENTA TAHAP AWAL
Selama bertahun-tahun, dianggap bahwa pemahaman tentang patologi plasenta hanya
membutuhkan pengetahuan terbatas tentang implantasi dan perkembangan plasenta tahap awal,
karena gangguan pada tahap awal plasentasi ini dianggap menyebabkan aborsi, dan bukan
mempengaruhi struktur dan fungsi plasenta. Akan tetapi, peningkatan pengalaman dengan
teknologi reproduksi telah mengajarkan kepada kita bahwa kondisi-kondisi yang tepat selama
implantasi bisa menghambat perkembangan tahap awal dan menghasilkan keberfungsian yang
tidak tepat dari unit fetoplasental dan gangguan hasil. Karena alasan ini, pemahaman dasar
tentang perkembangan plasenta tahap awal menjadi semakin penting.
3
progresif pada epitelium endometrial. Lapisan dalam, yang awalnya tidak berkontak dengan
jaringan-jaringan ibu, terdiri dari cytotrophoblast. Lapisan luar, yang menghadap jaringan
ibu, berubah menjadi syncytiotrophoblast melalui fusi sel-sel cytotrophoblastic yang
berdekatan. Syncytiotrophoblast adalah suatu sistem kontinu, tidak disela oleh ruang-ruang antar
sel dan tidak terdiri dari sel-sel individual ataupun unit-unit syncitial individual. Pada kutub
implantasi, massa syncitial membentuk percabangan, tambahan-tambahan seperti-jari yang
menginvasi secara dalam, dan saling mengunci dengan endometrium. Inilah kulit
trophoblastic.
4
menyebar di sekitar permukaan dalam dari rongga blastocyst dan lapisan cytotrophoblast. Ini
membentuk lempeng khorionik tiga-lapis yang terdiri dari mesenkim, cytotrophoblast dan
syncytiotrophoblast. Dalam waktu yang bersamaan, percabangan villus pertama terbentuk dari
trabeculae. Trabeculae untuk selanjutnya disebut batang villus, yang belakangan menjadi villus
batang. Sistem lacunar berubah menjadi ruang antarvillus. Lempeng khorionik membentuk
kelopak ke atas ruang antarvillus dan berfungsi sebagai dasar dari mana pohon-pohon villus
menggantung.
SISTEM LACUNAR
Di bawah lempeng khorionik primer adalah sistem lacunar. Sekitar hari 12 pasca
konsepsi trabeculae di invasi oleh sel-sel cytotrophoblastik dari lempeng khorionik primer. Pada
permukaan ibu, trabeculae bergabung untuk membentuk kulit trophoblast. Syncytiotrophoblast
ada pada permukaan luminal lacunae; di bawahnya ada zona cytotrophoblast. Di bawah zona
cytotrophoblast, dan menghadap ke jaringan ikat endometrial, adalah lapisan diskontinu
tambahan dari elemen-elemen syncytiotrophoblastik. Selama tahap-tahap awal implantasi, erosi
jaringan ibu terjadi di bawah pengaruh lytic trophoblast syncytial. Selanjutnya, terjadi proliferasi
dan migrasi trophoblast, yang menghasilkan invasi dalam dari endometrium dan myometrium
superficial. Ini diwujudkan oleh elemen-elemen trophoblast yang mengalami multinukleasi dan
mononukleasi yang terpisah jauh dari kulit trophoblastic trophoblast ekstravillus. Trophoblast
ekstravillus terlibat erat dalam perkembangan tempat implantasi termasuk invasi dan pemodelan-
ulang pembuluh-pembuluh decidual. Dalam hal itu, sel-sel stroma endometrial berubah menjadi
sel-sel decidual. Pada hari 12 pasca konsepsi, trophoblast penginvasi menyebabkan disintegrasi
dinding pembuluh darah endometrial dan trophoblast ekstravillus yang mengalami ekspansi
menggantikan kulit trophoblastic.
Sekitar hari 12 pasca konsepsi, begitu cytotrophoblast berekspansi ke dalam trabeculae,
ujung distal dari trabeculae bergabung dan membentuk lapisan paling luar dari trophoblast,
kulit trophoblast. Pada awalnya, ini adalah struktur syncytiotrophoblastic, tetapi ketika
cytotrophoblast mencapai kulit pada kira-kira hari 15 pasca konsepsi, kulit menjadi lebih
heterogen. Syncytiotrophoblastic menghadap ke lacunae, yang diikuti dengan cytotrophoblast
dan kemudian lapisan diskontinu dari elemen-elemen syncytiotrophoblastik yang menghadap ke
jaringan ikat endometrial. Mulai dari hari 22 pasca konsepsi ke atas, istilah kulit trophoblast
5
biasanya diganti dengan lempeng basal, suatu istilah yang mencakup dasar ruang antarvillus
bersama-sama dengan semua jaringan plasental dan maternal yang melekat padanya setelah
kelahiran.
6
Kecambah ini sebanding dengan villus primer awal karena hanya terdiri dari
cytotrophoblast dan syncytiotrophoblast. Sebagian besar mengalami degenerasi, tetapi sedikit
diinvasi oleh mesenkhim villus dan berubah menjadi kecambah villus, yang sebanding dengan
villus sekunder. Kemudian pembuluh-pembuluh darah janin terbentuk di dalam stroma, serupa
dengan perkembangan villus tertier. Darah janin dan ibu berkontak erat dengan satu sama
lainnya segera setelah sirkulasi fetoplasental terbentuk. Kedua aliran darah selalu dipisahkan
oleh penghalang plasental, yang terdiri dari syncytiotrophoblast, cytotrophoblast, lamina basal,
jaringan ikat dan endotelium janin. Pada trimester terakhir, cytotrophoblast berhenti dan
endotelium janin dikelilingi oleh lamina basal endotel.
7
dengan kantong khorionik yang berimplantasi, decidua terbagi menjadi beberapa segmen.
Decidua di tempat implantasi, di bawah blastocyst dan kemudian plasenta, adalah decidua basal
atau decidua basalis. Ketika embrio menjadi terbenam secara total di dalam dinding endometrial,
decidua menutup ke atas blastocyst.
Pertumbuhan embrio dan plasenta menyebabkan decidua menjorok ke dalam rongga
rahim. Bagian menjorok dari decidua inilah decidua kapsuler atau decidua capsularis. Decidua
lainnya, yang tidak berkontak dengan blastocyst (yaitu, pada dinding rahim yang berseberangan),
adalah decidua parietal atau decidua vera. Dengan pertumbuhan kantong khorionik, decidua
kapsuler mengalami degenerasi secara fokal, dan akhirnya menyentuh decidua parietal. Antara
minggu ke-15 dan ke-20 pasca konsepsi, chorion mulus, bersama-sama dengan decidua
kapsuler residual melekatnya, berfusi secara lokal dengan decidua parietal, yang dengan
demikian menghapus sebagian besar rongga rahim. Dari tanggal ini ke atas, chorion mulus
berkontak dengan permukaan decidual dinding rahim atas hampir seluruh permukaannya. Akan
tetapi, tidak ada fusi yang sesungguhnya antara decidua capsularis dan decidua vera. Sel-sel kecil
yang melapisi permukaan dalam dari trophoblast, sel-sel amniogenik, adalah cikal-bakal dari
epitelium amnionic. Celah yang memisahkan sel-sel ini dari embryoblast, yang pada akhirnya
menjadi rongga amniotik. Sebelum minggu ke-12 pasca konsepsi, rongga amniotik dipisahkan
dari khorion oleh cairan khorionik, magma retikular.
Mesenkhim ekstraembryonic mengalami perluasan untu menutupi permukaan epitelium
amnionik dan menjadi mesoderma amnionik. Selama minggu ke-6 hingga ke-7 pasca konsepsi,
mesoderm amnionic berfusi dengan mesoderma khorionik, yang diawali di tempat penyelipan
tali pusat pada lempeng khorionik. Proses ini selesai pada minggu ke-12 pasca konsepsi. Akan
tetapi, fusi amnion dan chorion tidak pernah total, dan dengan demikian kedua membran selalu
mudah disorongkan pada satu dengan lainnya. Ini berbeda dari situasi dalam tali pusat di mana
amnio yang sedang berekspansi menjadi melekat erat pada permukaan tali pusat dan berfusi
ketat dengannya.
8
PLASENTA ABNORMAL
PLASENTA PREVIA
1. Defenisi
Plasenta previa ialah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah
rahim sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh permukaan jalan lahir. Beberapa
defenisi lain mengatakan plasenta previa adalah plasenta yang berlokasi dekat dengan
ostium uteri internum.
2. Klasifikasi
1. Plasenta previa totalis: dimana ostium uteri internum tertutup seluruhnya oleh plasenta.
2. Plasenta previa parsialis: dimana ostium uteri internum sebagian ditutupi oleh plasenta.
3. Plasenta previa marginalis: dimana bagian tepi dari plasenta berada di pinggir dari
4. Plasenta letak rendah: dimana plasenta berimplantasi pada segmen bawah rahim, tetapi
tepi dari plasenta tidak mencapai ostium uteri internum, namun berada didekatnya.
Ada juga yang membagi menjadi hanya tiga bagian yaitu plasenta letak rendah,
plasenta previa parsialis, dan plasenta previa totalis. Tingkatan dari plasenta previa ini
tergantung dari besarnya ukuran dilatasi serviks pada saat pemeriksaan.
9
Gambar USG Transvaginal Plasenta letak rendah rendah
The plasenta tepi adalah 18 mm (+ ... +) dari os serviks internal.
10
Complete placenta previa
Gambar USG ini menunjukkan plasenta sepenuhnya menutupi os interna (INT OS), sehingga
diagnostik lengkap plasenta previa.
Sebagai contoh plasenta letak rendah pada pembukaan 2 cm dapat menjadi plasenta
previa parsialis pada pembukaan serviks 8 cm karena dilatasi serviks telah mencapai
plasenta.Kebalikannya, plasenta previa yang tampaknya menutupi seluruh ostium uteri
internum pada saat belum terjadi dilatasi, akan menjadi plasenta previa parsialis pada
pembukaan 4 cm karena dilatasi serviks melebihi tepi dari plasenta. Pada keadaan ini, baik
plasenta previa totalis ataupun plasenta previa parsialis akan terjadi pelepasan sebagian
plasenta yang tak dapat dihindari, sebagai akibat dari pembentukan segmen bawah rahim dan
dilatasi serviks. Pelepasan ini akan menyebabkan terjadinya perdarahan yang akan kita temui
sebagai perdarahan ante partum. Angka kejadian dari plasenta previa adalah 0,5% atau 1
diantara 200 persalinan. Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo terjadi 37 kasus plasenta
previa di antara 4781 persalinan yang terdaftar, atau kira-kira 1 di antara 125 persalinan13,15.
11
3. Etiologi Plasenta Previa
Etiologi tentang mengapa plasenta tumbuh pada segmen bawah rahim tidak dapat
diterangkan dengan jelas. Faktor resiko terjadinya plasenta previa adalah multi paritas dan
pertambahan usia ibu. Persalinan sebelumnya dengan seksio sesar atau abortus juga
meningkatkan kemungkinan terjadinya plasenta previa. Singh dkk., melaporkan adanya
plasenta previa pada 3,9% wanita hamil dengan riwayat persalinan dengan seksio sesarea
pada kehamilan sebelumnya. Adanya gangguan pada vaskularisasi desidua, akibat dari adanya
atropi dan inflamasi, berperan pada terjadinya plasenta previa15.
William dkk., juga menemukan bahwa dengan merokok resiko terjadinya plasenta previa
meningkat dua kali lipat. Teori yang diberikan ialah bahwa hipoksemia menyebabkan
terjadinya kompensasi dari plasenta sehingga terjadi hipertropi. Secara ultrasonografi dapat
kita lihat letak dari plasenta. Pada usia kehamilan muda sering didapatkan adanya plasenta
letak rendah. Hal ini disebabkan pada kehamilan muda segmen bawah rahim belum terbentuk.
Tetapi dengan meningkatnya usia gestasi, perlahan-lahan didapatkan perubahan letak
plasenta. Perubahan posisi dari plasenta ini tampaknya disebabkan karena pembesaran
segmen atas rahim dan pembentukan segmen bawah rahim. Disarankan bagi wanita hamil
dengan diagnosis plasenta letak rendah pada saat kehamilan muda untuk melakukan
pemeriksaan ultrasonografi pada usia kehamilan 32-34 minggu untuk melihat apakah terjadi
perubahan letak plasenta atau tidak3,15.
4. Diagnosa
Klinis
Adanya perdarahan antepartum. Pemeriksaan abdomen dan biasanya menemukan rahim non-
lembut, lembut dan santai. Manuver Leopold mungkin menemukan janin dalam posisi
sungsang atau miring atau berbaring melintang sebagai akibat dari posisi abnormal plasenta.
Malpresentation ditemukan pada sekitar 35% kasus. Vagina examinaton dihindari dalam kasus
yang diketahui dari plasenta previa5.
Konfirmasi Diagnostik
12
Previa dapat dikonfirmasikan dengan ultrasound. Transvaginal USG memiliki akurasi yang
unggul dibandingkan dengan transabdominal satu, sehingga memungkinkan pengukuran jarak
antara plasenta dan os serviks.
* Awal kehamilan posisi rendah, yang pada trimester ketiga mungkin sepenuhnya normal
karena pertumbuhan diferensial rahim. Dalam kasus tersebut, ulangi pemindaian dilakukan
setelah selang waktu 15-30 menit.
Biasanya, plasenta akan lepas secara spontan dari implantasinya di uterus beberapa menit
pertama setelah kelahiran bayi. Penyebab tersering terjadinya kelambatan pelepasan plasenta
ialah adanya kontraksi uterus yang tidak adekuat.. Lebih jarang lagi ialah plasenta menempel erat
pada tempat implantasinya. Disebabkan karena lapisan desidua yang tipis atau tidak ada
sehingga lapisan yang seharusnya akan menghalangi makin dalamnya trofoblast masuk ke dalam
endometrium juga tidak ada. Plasenta akreta adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan implantasi plasenta yang sangat kuat menempel pada dinding uterus, akibat dari
tidak adanya desidua basalis dan ketidak sempurnaan pembentukan lapisan fibrinoid atau
lapisan nitabuch. Seperti telah disebutkan sebelumnya lapisan ini menghalangi masuknya
trofoblas lebih dalam lagi. Pembagian dari keadaan ini ialah7,11:
13
1. Plasenta akreta: dimana implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai lapisan
miometrium.
2. Plasenta inkreta: dimana implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki lapisan
miometrium.
3. Plasenta percreta: dimana implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan
otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.
Perlekatan abnormal dari jonjot korion ini juga dapat melibatkan seluruh kotiledon (total),
beberapa kotiledon (parsial) atau hanya satu kotiledon (fokal). Angka kejadian sebenarnya dari
plasenta akreta, inkreta, dan perkreta secara pasti tidak diketahui. Breen dkk melaporkan data
yang didapatkan dari laporan yang dilaporkan dari tahun 1891, bahwa insiden nya bervariasi dari
1 dalam 540 persalinan hingga 1 dalam 70.000 persalinan3,7,13.
1. Etiologi plasenta akreta, inkreta, dan perkreta Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa
etiologinya ialah kelainan pada desidua basalis dan tidak terbentuknya lapisan fibrinoid
(lapisan Nitabuch), sehingga jonjot korion dapat terus masuk untuk berimplantasi.
Keadaan yang mempengaruhi hal ini ialah implantasi pada segmen bawah rahim, jaringan
parut pada bekas seksiosesar sebelumnya atau bekas insisi pada uterus, ataupun bekas
kuretase.
2. Fox dkk.,melaporkan dari 622 kasus plasenta akreta yang didapatkan pada tahun 1945
sampai 1969, ditemukan karakteristik sebagai berikut13 :
2. Seperempat kasus ternyata adalah wanita dengan riwayat bekas seksio sesaria pada
persalinan sebelumnya.
Untuk membuat diagnosis plasenta akreta sebelum melahirkan adalah bahwa hal itu
memungkinkan untuk perencanaan multidisiplin dalam upaya untuk meminimalkan
morbiditas ibu atau neonatal potensial dan kematian. Diagnosis biasanya ditegakkan dengan
ultrasonografi dan kadang-kadang dilengkapi dengan magnetic resonance imaging (MRI).
14
Sonogram demonstrating Color Doppler image Sonogram demonstrating
absence (arrows) of the demonstrating absence of numerous vascular lacunae
intervening myometrium intervening myometrium (short (asterisks) within the placenta
between the placenta and arrow) and abnormal bladder- in a patient with placenta
uterine serosa uterine wall vascularization accreta
(long arrow)
Laporan serupa dilaporkan pada kasus yang didapatkan pada penelitian tahun 1970an,
tetapi dengan angka kejadian yang telah menurun. Juga dilaporkan bahwa ditemukan hampir
separuh plasenta pada wanita dengan bekas seksio sesarea terdapat serat miometrium yang
terdeteksi secara mikroskopis. Diagnosis pasti dari plasenta akreta, inkreta dan perkreta hanya
didapatkan dari hasil pemeriksaan histopatologi, dengan demikian dapat terlihat sedalam apa
invasi ultrasonografi
15
kehadiran dan meningkatnya jumlah lacunae dalam plasenta pada 15-20 minggu kehamilan telah
terbukti untuk menjadi tanda-tanda ultrasonografi paling prediktif dari plasenta akreta, dengan
sensitivitas dari 79% dan nilai prediksi positif dari 92% . Lacunae Ini dapat mengakibatkan
dalam plasenta memiliki "ngengat-dimakan" atau "keju Swiss" penampilan11,15.
PLASENTA FENESTRATA
Pada anomali yang jarang ini, bagian tengah dari plasenta discoid menghilang. Pada
beberapa kasus, ada lubang yang sebenarnya di dalam plasenta tetapi defeknya lebih sering
mengenai jaringan villus saja, dan lempeng korionik tetap utuh. Secara klinis, kondisi ini
menganjurkan pencarian lobulus plasenta yang tertinggal5.
PLASENTA EKSTRAKORIAL
Ketika lempeng korionik, yang terletak disisi plasenta janin, lebih kecil dari pada lempeng
basal plasenta, yang terletak disisi ibu, bagian perifernya terbuka dan digunakan istilah plasenta
ekstrakorial. Jika permukaan plasenta janin seperti itu menampakan depresi sentral yang
dikelilingi oleh cincin putih abu-abu dan menebal, maka disebut plasenta sirkumvalata dengan
desidua yang berdegenerasi dan fibrin diantaranya. Didalam cincin, permukaan janin
menunjukkan gambaran sepeti biasa, kecuali pembuluh darah yang besar tiba-tiba terhenti di
pinggir cincin. Jika cincin tidak memiliki depresi sentral, plasentanya disebut sirkummarginata.
16
Pada plasenta sirkumvalata, ada peningkatan risiko perdarahan ante partum, dari solusio
plasenta maupun perdarahan janin serta resiko pelahiran kurang bulan, kematian perinatal, dan
malformasi kongenital5.
PLASENTA MEMBRANASEA
Seluruh atau sebagian besar membrane janin jarang diliputi oleh villi fungsional. Plasenta
membranasea kadang dapat meningkatkan kejadian perdarahan serius akibat plasenta previa atau
akreta3.
LOBUS SUKSENTURIATA
Plasenta ini adalah versi plasenta bilobata yang lebih kecil. Satu lobus aksesorius atau
lebih yang kecil berkembang dalam membrane pada jarak tertentu dari plasenta utama, dan
lobus-lobus itu biasanya memiliki jaringan vaskuler yang berasal dari janin. Meski insidennya
telah disebutkan oleh Benirschke dkk.,(2006) setinggi 5 persen, yang kami temui lebih jarang.
Suzuki dkk.,(2009) mencatat insiden lobus suksenturiata yang lebih tinggi dua kali lipat pada
plasenta kembar. Lobus aksesori kadang-kadang dapat tertinggal di dalam uterus setelah
pelahiran dan dapat mengakibatkan perdarahan yang serius. Dalam beberapa kasus, adanya vasa
previa dapat menyebabkan perdarahan janin yang berbahaya saat pelahiran5.
17
Secara konseptual, kelainan perfusi plasenta dapat dikelompokkan menjadi : (1) Gangguan
aliran darah ibu menuju atau didalam plasenta dan (2) Gangguan aliran darah janin melalui villi.
Sebagian besar lesi ini sering dijumpai dan ditemukan pada plasenta matur yang normal. Meski
kelainan ini membatasi aliran darah maksimal dari plasenta, cadangan fungsional plasenta sangat
besar. Beberapa ahli memperkirakan bahwa plasenta dapat kehilangan villinya hingga 30 persen
tanpa menimbulkan efek yang buruk pada janin4.
Istilah infark tidaklah tepat karena kondisi ini mengendapkan lapisan fibrinoid padat pada
lempeng basal plasenta. Permukaan bergelombang, tebal, putih, dan keras ini bertindak
sebagai blokade terhadap aliran darah ibu yang normal. Infark ini menyebabkan hambatan
pertumbuhan janin, abortus, pelahiran kurang bulan, dan lahir mati. Kondisi ini kadang
berulang pada kehamilan berikutnya. Etiopatogenesisnya belum jelas diketahui, meskipun
mungki berhubungan dengan trombofilia pada ibu.
Villi korionik mendapatkan oksigen hanya dari sirkulasi maternal hanya dari pembuluh
darah uteroplasental, yang memancarkan darah keruang intervillus. Penyakit uteroplasental
yang mengurangi atau menghalangi hubungan ini dapat mengakibatkan infark villus. Meski
infark ini adalah lesi yang biasa terjadi pada plasenta matur, jika jumlahnya banyak,
insufisiensi plasenta dapat terjadi. Jika infark tebal, terletak ditengah, dan terdistribusi secara
acak, kondisi ini dapat menyebabkan preeklampsia atau lupus anti koagulan5,12,16.
18
Nodul-nodul kecil berwarna kuning-putih didalam plasenta ini dianggap sebagai bagian
penuaan plasenta yang normal. Nodul ini terbentuk ketika arus aliran darah ibu yang normal
disekitar villus diperlambat, yang menyebabkan stasis darah dan endapan fibrin. Lapisan
fibrin ini mengurangi oksigenase ke villus sehingga mengakibatkan nekrosis sinsitiotrofoblas.
Apabila terjadi secara ekstrem, lesi ini dapat menyebabkan hambatan pertumbuhan janin atau
kematian janin3,7.
Darah janin mengalir dari dua arteri umbilikalis ke dalam plasenta. Arteri ini membelah
dan cabang-cabangnya melewati permukaan plasenta. Akhirnya, pembuluh darah ini
mendarahi villi batang individual, yang dapat membentuk thrombus dan menghambat aliran
darah janin. Pada bagian distal dari titik obstruksi, bagian-bagian villus yang terkena menjadi
tidak berfungsi. Trombis biasanya dite mukan pada plasenta matur namun dapat menjadi
bermakna secara klinis jika sebagian besar villi hilang5.
B. Hematoma
19
C. Kalsifikasi Plasenta
Garam kalsium dapat mengendap diseluruh plasenta, tetapi paling sering ditemukan
pada permukaan ibu di cakram basal. Kalsifikasi dikaitkan dengan nullipara, status
sosioekonomi yang lebih tinggi, dan kadang kalsium serum ibu yang tinggi. Kalsifikasi dapat
dilihat dengan sonografi, namun kriteria untuk menilai derajatnya belum ditemukan berguna
untuk memprediksi prognosis neonatus3,5.
USG Gambar di atas menunjukkan calcifcations makro padat dalam plasenta dalam 34
kehamilan minggu tua. Sekali lagi, meskipun ini tingkat kalsifikasi tidak biasa (baik kepadatan
dan jumlah kalsifikasi fokus), memiliki sedikit signifikansi klinis. Namun, tindak lanjut
sonografi mungkin disarankan untuk menyingkirkan morbiditas janin mungkin. Warna Doppler
gambar plasenta menunjukkan aliran normal dalam jaringan.
20
Grade 0 :
Akhir trimester 1-awal trimester 2
echogenicity moderat Seragam
plat chorionic halus tanpa lekukan
Grade 1
Mild 2nd trimester-awal trimester ke-3 (~ 18-29 wks)
21
lekukan Halus plat chorionic
Kecil, kalsifikasi difus (hyperechoic) secara acak tersebar di plasenta
Grade 2
Akhir trimester ke-3 (~ 30 wks pengiriman)
lekukan yang lebih besar di sepanjang lempeng korionik
kalsifikasi yang lebih besar dalam "dot-dash" konfigurasi sepanjang
piringan basilar
Grade 3
39 wks - tanggal posting
lekukan lengkap plat chorionic melalui pelat basilar menciptakan
"kotiledon" (bagian dari plasenta dipisahkan oleh lekukan)
kalsifikasi tidak teratur Lagi dengan membayangi signifikan
Bisa menandakan dysmaturity plasenta yang dapat menyebabkan PJT
22
Terkait dengan merokok, hipertensi kronis, SLE, diabetes
TUMOR PLASENTA
A. Korioangioma
Namun, tumor besar, terutama yang berukuran lebih dari 5 cm, dapat berhubungan
dengan anastomosis arteriovenosa yang signifikan didalam plasenta, yang menyebabkan
anemia pada janin dan hidrops fetalis. Perdarahan antepartum, pelahiran kurang bulan,
kelainan cairan ketuban, dan hambatan pertumbuhan janin dapat menyulitkan tumor besar.
Karena sekuele janin yang berat dengan tumor besar, pengobatannya dapat meliputi upaya
untuk mengurangi aliran darah ke tumor dengan cara oklusi atau ablasi pembuluh darah2,5.
23
B. Metastase Tumor ke Plasenta
Tumor ganas jarang bermetastasis ke plasenta. Beberapa tumor ganas yang paling sering
bermetastasis ke plasenta yaitu melanoma, leukemia, limfoma, dan kanker payudara. Sel
tumor biasanya terbatas didalam ruang intervillus. Oleh karena itu, metastasis ke janin jarang
terjadi, tetapi paling sering terjadi pada melanoma.
24
BAB III
TALI PUSAT
25
telur ekstraembrionik atau duktus omphalomesenterik, yang terhubung dengan usus embrio, dan
allantosis menjadi dipasok dengan pembuluh-pembuluh darah janin. Dua arteri allantoic berasal
dari arteri iliak internal, dan satu vena allantoik memasuki vena hati. Pembuluh-pembuluh darah
allantoik ini menginvasi plasenta dan menjadi terhubung dengan pembuluh-pembuluh villus.
Partisipasi allantoik dalam vaskularisasi plasenta merupakan alasan bahwa plasenta manusia
adalah plasenta khorioallantoik.
Di bandingkan dengan janin normal, kelompok tanpa kumparan mempunyai insidensi
kematian intrauterine, persalinan preterm, deselerasi bunyi jantung anak berulang, operasi akibat
gawat janin, mekonium staining, dan abnormalitas kariotipe anatomis. Hipoplasia uteri
umbilikalis didefenisikan sebagai diameter diantara kedua umbilikalis > 2 mm. Arteri umbilikalis
mempunyai diskordansi gelombang aliran darah pada absennya patologi plasenta. Pada sebuah
kasus, dua dari enam janin dengan kondisi ini menunjukkan outcome perinatal yang
menyimpang. Malformasi vaskuler tali pusat, seperti varises vena umbilikalis dan aneurisma
arteri umbilikalis jarang ditemukan. Aneurisma arteri umbilikalis berpotensi mematikan janin
intra utero, karena kompresi vena umbilikalis. Dilatasi kistik vena umbilikalis dihubungkan
dengan peningkatan insidensi kematian intrauterine7,11,15.
1. Panjang
Sebagian besar tali pusat memliki panjang 50-60 cm, dan sangat sedikit yang tidak
normal, pendek atau panjang. Tali pusat yang pendek dapat menyebabkan kondisi perinatal
yang tidak baik seperti hambatan pertumbuhan janin, malformasi kongenital, distress
intrapartum, dan resiko kematian meningkat dua kali lipat ( Berg dan Rayburn, 1995;
Krakowiak dkk., 2004 ). Tali pusat yang terlalu panjang lebih sering mengakibatkan Prolapsus
tali pusat atau belitan, anomaly, distres dan kematian janin.
Panjang tali pusat dipengaruhi secara positif oleh volume cairan amnion dan mobilitas
janin. Miller dkk., (1981) mengidentifikasi frekwensi tali pusat memendek yang lebih tinggi
26
jika terdapat ketidak leluasaan janin yang kronis akibat oligohidramnion atau gerakan janin
menurun, seperti yang terlihat pada sindrom Down atau disfungsi ekstremitas3,7,14.
2. Diameter
Pengukuran panjang tali pusat pada masa antenatal memiliki keterbatasan teknis. Karena
alasan ini, para peneliti telah mengevaluasi diameter tali pusat sebagai penanda janin yang
prediktif. Meski tali pusat yang kecil menyebabkan pertumbuhan janin yang jelek dan tali
pusat berdiameter besar dengan makrosomia, manfaat para meter ini secara klinis masih tidak
jelas.
Pada sebagian besar kasus, pembuluh darah umbilikal melingkar melalui tali pusat, dan
perkiraan jumlah gulungan per satuan panjang dapat ditentukan. Umbilical Coiling Index
( UCI ) ini didefenisikan sebagai jumlah gulungan yang lengkap dibagi dengan panjang tali
pusat dalam sentimeter ( Strong dkk., 1994 ). Pada masa antenatal, gulungan dapat ditentukan
dengan sonografi, meski dengan sensitivitas yang lebih rendah daripada pengukuran paska
partum ( Predanic dkk.,2005 ). Secara klinis, hipocoiling telah dikaitkan dengan kematian
janin, sedangkan hipercoiling berkaitan dengan hambatan pertumbuhan janin dan asidosis
serta asfiksia janin intra partum. Keduanya telah dikaitkan dengan trisomi dan arteri
umbilikalis tunggal ( de Laat dkk., 2005, 2006, 2007; Predanic dkk., 2005c )5,8,13
Dalam tinjauan hampir 350.000 pelahiran, Heifetz (1984) menemukan bahwa insiden
arteri umbilikalis tunggal adalah 0,63 persen pada kelahiran hidup, 1,92 pada kematian
perinatal, dan 3 persen pada kembar. Insidennya meningkat pada wanita dengan diabetes,
epilepsy, preeklampsi, perdarahan antepartum, oligohidramnion atau hidramnion, dan
kelainan kromosom. Meskipun pada beberapa teori, atrofi sekunder pada arteri umbilikalis
yang normal sebelumnya paling umum diterima sebagai etiologinya.
27
Pada banyak kasus, arteri umbilikalis tunggal terdeteksi oleh penapisan sonografi rutin.
Hill dkk., (2001) melaporkan bahwa jumlah pembuluh darah tali pusat dapat dihitung dengan
pemeriksaan sonografi pada hampir 98 persen kasus yang diteliti antara usia kehamilan 17
dan 36 minggu.
Pada sebagian besar janin, tali pusat dengan dua pembuluh darah merupakan temuan
tersendiri dan tidak berhubungan dengan anomaly lain. Tetapi sampai sepertiga dari semua
bayi dengan satu arteri umbilikalis saja telah dikaitkan dengan anomali4,8,11.
Inspeksi secara hati-hati dapat menyingkap suatu vena sisa. Hal ini jarang terjadi, dan
hubungannya dengan peningkatan risikokelainan congenital tidak jelas.
Insersi Marginal
Tali pusat biasanya berinsersi pada atau dekat bagian tengah permukaan plasenta janin.
Insersi tali pusat di tepi plasenta kadang-kadang disebut sebagai plasenta Battledore. Keadaan ini
ditemukan pada sekitar 7 persen plasenta aterm. Dengan pengecualian bahwa tali pusatnya
terlepas selama pelahiran plasenta, kondisi ini tidak banyak bermakna secara klinis.
Insersi Bercabang
28
Pada anomali yang jarang ini, lokasi insersi normal, tetapi pembuluh darah umbilikal
kehilangan Wharton jelly perlindungannya sesaat sebelum insersi. Akibatnya, pembuluh darah
umbilikalis hanya ditutupi oleh amnion dan rentan terhadap kompresi, putaran dan thrombosis.
Insersi Velamentosa
Jenis insersi ini memiliki makna klinis yang cukup penting. Pembuluh darah umbilikalis
menyebar di dalam selaput membrane pada jarak tertentu dari tepi plasenta, yang sekitarnya
hanya di kelilingi oleh lipatan amnion. Akibatnya, pembuluh darah rentan terhadap kompresi,
yang dapat menyebabkan anoksia pada janin. Meskipun insidennya sekitar 1 persen, insersi
velamentosa lebih sering bersamaan dengan plasenta previa dan kehamilan multifetal.
Vasa Previa
Dalam beberap kasus insersi velamentosa, pembuluh darah plasenta membentang diatas
serviks, terletak antara serviks dan bagian terendah janin, dan hanya ditopang oleh selaput
membrane. Akibatnya, pembuluh darah tidak hanya rentan terhadap kompresi yang dapat
menyebabkan anoksia pada janin, tetapi juga rentan terhadap laserasi, yang dapat mengakibatkan
eksanguinasi pada janin. Untungnya vasa previa jarang terjadi,Lee dkk., (2000)
mengidentifikasinya pada 1 dari 5.200 kehamilan. Faktor resiko meliputi plasenta bilobataatau
suksenturiata dan plasenta previa pada trimester kedua, dengan atau tanpa migrasi. Hal ini juga
meningkat pada kehamilan yang dihasilkan dari fertilisasi in vitro (in vitro fertilization (IVF)),
29
dan kondisi ini diyakini berasal dari tingkat insersi tali pusat abnormal yang lebih besar dengan
kehamilan yang sangat dipahami.
Simpul
Simpul semu muncul sebagai tonjolan-tonjolan yang menonjol dari permukaan tali pusat
dan merupakan fokal suatu pembuluh darah atau Wharton jelly, tanpa makna klinis. Pada simpul
sejati, gerakan aktif janin menciptakan simpul tali pusat. Insiden simpul sejati adalah sekitar 1
persen, dan ini lebih sering terjadi pada kembar mono amnion. Resiko bayi lahir mati meningkat
lima sampai sepuluh kali lipat pada kehamilan dengan simpul sejati. Pada janin yang hidup,
walaupun kelainan denyut jantung meningkat selama persalinan pada komplikasi ini, nilai asam
basa darah tali pusat biasanya normal.
Lengkungan
Tali pusat sering melingkar disekitar bagian-bagian janin, dan hal ini lebih mungkin terjadi
pada tali pusat yang lebih panjang. Tali pusat yang melingkari leher disebut sebagai Nuchal
Cord, dan beberapa penelitian besar telah melaporkan satu lengkungan Nuchal Cord pada 20
sampai 34 persen pelahiran; dua lengkungan pada 2,5 sampai 5 persen; dan tiga lengkungan pada
0,2 sampai 0,5 persen. Seiring majunya persalinan, kontraksi dapat menekan pembuluh darah tali
pusat dan menyebabkan deselerasi denyut jantung janin yang menetap sampai kontraksi berhenti.
Pada persalinan, 20 persen janin dengan Nuchal Cord memiliki deselerasi denyut jantung
bervariasi yang sedang atau berat, dan juga lebih cenderung memiliki PH arteri umbilikalis yang
lebih rendah.
Presentasi Funikuli
Jarang terjadi, tali pusat dapat menjadi bagian terendah dalam persalinan dan paling sering
dikaitkan dengan malpersentasi janin. Prolapsus tali pusat atau kelainan denyut jantung janin
merupakan temuan persalinan yang didapatkan, meskipun presentasi funikuli dapat di
30
identifikasi pada masa antenatal dengan sonografi dan dengan color flow Doppler. Jika
ditemukan selama persalianan, kondisi ini merupakan indikasi dilakukan pelahiran Caesar.
Ini adalah penyempitan diameter tali pusat setempat yang biasanya terjadi pada daerah
insersi umbilikalis janin. Tidak adanya Wharton Jelly dan stenosis atau obliterasi pembuluh
darah tali pusat pada segmen yang sempit merupakan ciri-ciri karakteristik patologis. Sebagian
besar janin lahir mati.
Hematoma
Kumpulan darah ini disebabkan oleh tali pusat yang pendek, trauma, dan lilitan. Kondisi
ini mungkin akibat dari rupture variks, biasanya dari vena umbilikalis, dengan efusi darah
kedalam tali pusat. Hematoma juga dapat disebabkan oleh fungsi vena umbilikalis.
Kista
Kista tali pusat kadang dapat ditemukan di sepanjang jalur tali pusat dan dibedakan
menjadi kista sejati atau pseudo kista, menurut asal mereka. Kista sejati adalah sisa-sisa allantois
epitel berlapis dan dapat timbul bersamaan dengan urakus paten persisten.Sebaliknya,
pseudokista yang lebih sering ditemukan terbentuk dari degenerasi lokal Wharton jelly.
Keduanya memiliki tampilan yang serupa.
Kista tali pusat tunggal yang ditemukan pada trimester pertama cenderung untuk beresolusi
sepenuhnya, sedangkan kista multiple dapat menandakan keguguran atau aneuploidi. Selain itu,
pseudokista yang menetap diluar ini dapat menyebabkan defek anomali struktural dan
kromosom, terutama trisomi 18 dan 13.
Trombosis
Trombosis pembuluh darah tali pusat intra uteri adalah peristiwa yang jarang terjadi.
Sekitar 70 persen adalah vena, 20 persen adalah vena dan arteri dan 10 persen adalah trombosis
arteri. Trombosis vena memiliki tingkat morbiditas dan mortalitas perinatal yang lebih rendah
31
dari pada trombosis arteri. Yang terakhir ini menyebabkan hambatan pertumbuhan janin dan
kematian janin.
Variks vena umbilikalis adalah dilatasi fokal nyata yang dapat berkembang didalam bagian
intra amnionik vena umbilikalis atau di dalam bagian intra abdominal janin. Dilatasi pembuluh
darah yang ditemukan di intra abdominal telah meningkatkan angka kematian janin, anomali
structural, dan aneoploidi. Komplikasi yang paling umum adalah rupture variks, trombosis
variks, kompresi arteri umbilikalis, dan gagal jantung janin akibat peningkatan preload.
Aneurisma arteri umbilikalis adalah penipisan dinding pembuluh darah bawaan yang
langka dengan hilangnya penyokong dari Wharton jelli. Memang, sebagian besar kelainan ini
terbentuk di atau dekat insersi tali pusat ke dalam plasenta, yang tidak memiliki penyokong ini.
Terdapat hubungan dengan arteri umbilikalis tunggal, trisomi 18, hambatan pertumbuhan janin,
dan bayi lahir mati. Telah dikatakan bahwa aneurisma ini menyebabkan hipoksia dan kematian
janin akibat kompresi vena umbilikalis.
32
BAB IV
KESIMPULAN
1. Plasenta previa totalis: dimana ostium uteri internum tertutup seluruhnya oleh plasenta.
2. Plasenta previa parsialis: dimana ostium uteri internum sebagian ditutupi oleh plasenta.
3. Plasenta previa marginalis: dimana bagian tepi dari plasenta berada di pinggir dari
4. Plasenta letak rendah: dimana plasenta berimplantasi pada segmen bawah rahim, tetapi
tepi dari plasenta tidak mencapai ostium uteri internum, namun berada didekatnya.
Plasenta akreta adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan implantasi plasenta
yang sangat kuat menempel pada dinding uterus, akibat dari tidak adanya desidua basalis dan
ketidak sempurnaan pembentukan lapisan fibrinoid atau lapisan nitabuch. Seperti telah
disebutkan sebelumnya lapisan ini menghalangi masuknya trofoblas lebih dalam lagi. Pembagian
dari keadaan ini ialah:
1. Plasenta akreta: dimana implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai lapisan
miometrium.
2. Plasenta inkreta: dimana implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki lapisan
miometrium.
3. Plasenta percreta: dimana implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan
otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.
33
Perlekatan abnormal dari jonjot korion ini juga dapat melibatkan seluruh kotiledon (total),
beberapa kotiledon (parsial) atau hanya satu kotiledon (fokal). Angka kejadian sebenarnya dari
plasenta akreta, inkreta, dan perkreta secara pasti tidak diketahui. Breen dkk melaporkan data
yang didapatkan dari laporan yang dilaporkan dari tahun 1891, bahwa insiden nya bervariasi dari
1 dalam 540 persalinan hingga 1 dalam 70.000 persalinan. Plasenta Fenestrata, Plasenta
ekstrakorial, Plasenta Membranasea, Plasenta Berbentuk Cincin, Plasenta Multipel dengan janin
tunggal, Lobus suksenturiata.
Gangguan sirkulasi dapat dikelompokkan menjadi : (1) Gangguan aliran darah ibu menuju
atau didalam plasenta dan (2) Gangguan aliran darah janin melalui villi.Infark bagian dasar pada
ibu, Infark ini menyebabkan hambatan pertumbuhan janin, abortus, pelahiran kurang bulan, dan
lahir mati. Kondisi ini kadang berulang pada kehamilan berikutnya. Hematoma ini paling sering
terjadi secara akut selama persalinan kala tiga saat traksi tali pusat menyebabkan pecahnya
pembuluh darah didekat insersi tali pusat.
Pada kalsifikasi plasenta dapat dikaitkan dengan nullipara, status sosioekonomi yang lebih
tinggi, dan kadang kalsium serum ibu yang tinggi. Kalsifikasi dapat dilihat dengan sonografi,
namun kriteria untuk menilai derajatnya belum ditemukan berguna untuk memprediksi prognosis
neonatus.Tumor plasenta meliputi korioangioma merupakan satu-satunya tumor jinak pada
plasenta dan memiliki insiden sekitar 1 persen. Kadar alfa-fetoprotein serum ibu (maternal serum
alpha-fetoprotein (MSAFP)) dapat meningkat pada keadaan ini dan mungkin memerlukan
evaluasi sonografi. Karakteristik yang umum ditemukan adalah lesi berbatas tegas, bulat,
sebagian besar hypoekhoik dekat permukaan korionik dan menonjol kedalam rongga amnion.
Kelainan plasenta meliputi pengukuran tali pusat, gulungan tali pusat ( Cord Coiling ),
Jumlah pembuluh darah meliputi arteri umbilikalis tunggal yang mana Insidennya meningkat
pada wanita dengan diabetes, epilepsy, preeklampsi, perdarahan antepartum, oligohidramnion
atau hidramnion, dan kelainan kromosom. arteri umbilikalis tunggal terdeteksi oleh penapisan
sonografi rutin, pemeriksaan sonografi pada hampir 98 persen kasus yang diteliti antara usia
kehamilan 17 dan 36 minggu.
Insersi tali pusat meliputi insersi marginalis dimana keadaan ini ditemukan pada sekitar 7
persen plasenta aterm. Dengan pengecualian bahwa tali pusatnya terlepas selama pelahiran
plasenta, kondisi ini tidak banyak bermakna secara klinis. Kelainan tali pusat yang mampu
34
menghambat aliran darah yang meliputi simpul, Lengkungan, presentasi funikuli, stritur tali
pusat, hematoma, kista, thrombosis, dilatasi pembuluh darah.
DAFTAR PUSTAKA
12. Bagian Obstetri dan Ginekologi RS Dr. Mohd. Hoesin Palembang: Standar
pelayanan profesi obstetri dan ginekologi rs dr. mond. Hoesin palembang, 2000; 12
35
13. Klapholz H: Placenta previa. In: Friedman EA, Borten M, Chapin DS: Obstetrica
decisio making. 2nd ed. Singapore: Manlygraphic Publishers Pte Ltd, 1988; 88-89
14. Kaplan CG: Postpartum examination of the placenta. In: Clin obstet gynecol 39;
1996; 535-548
16. Rubin HW: Placenta accreta. In: Friedman EA, Borten M, Chapin DS: Obstetrical
decision making. 2nd ed. Singapore: Manlygraphic Publishers Pte Ltd, 1988; 90-91
36