Almabahits Fi Ulumil Quran
Almabahits Fi Ulumil Quran
ILMU AL-QUR'AN
Kemudian langkah mereka diikuti oleh Ibnu Jarrir At Thabari (w.310H), tafsirnya
sempurna berdasarkan susunan ayat. Maka dengan inilah lahirlah Tafisr bil ma'sur lalu
diikuti tafsir birra'yi.
Disamping ilmu tafsir, lahir pula pokok bahasan berhubungan dengan Al Qur'an, yang
ini sangat diperlukan bagi Mufassir. Diantara mereka:
Nasikh Mansukh dan Qiraat oleh Abu 'ubaid Al Qasim (224 H).
Problematika Al Quran oleh Ibnu Qutaibah (276 H)
Al Hawa Wal Ulumul Quran oleh Muhammad bin Khalaf bin Marzaban (w.309H).
Ilmu - ilmu Qur'an oleh Abu Muhammad bin Qasim Al Anbari ( w. 751H).
I'rabul Quran oleh Ali bin Ibrahim bin Said Al Hufi 430
Amsalul Quran oleh Al Mawaerdi 450
Majas dalam Al Quran oleh Al Izz bin Abdussalam 660
Ilmu Qiraat dan Aqsamu Quran mengenai cara membaca Al Quran oleh Alamudin
Asshahawi 643
Berkata Syaikh Muhammad Abdul Adzim Az Zarqani bahwa ia tidak menemukan didalam
perpustakaan Mesir sebuah kitab yang ditulis oleh Ali bin Ibrahim bin Said ( Al Hufi, w.330
H ) dengan judul "Al Burhan fi Ulumil Quran" terdiri 30 jilid ( 15 tidak tersusun dan tidak
berurutan). Dengan metode yang begitu bagus sehingga ia dianggap sebagai orang yang
pertama kali membukukan ulumul quran.
Fununun Afnan fi 'Ajaibi Ullumul Quran oleh Ibnu Jauzi 597
Kemudian Al Burhan fi 'Ulumi Quran oleh Badruddin Az Zarkasyi 794H
Jalaludin Al Balqani 824 H memeberikan tambahan dari Al burhan.
Al itqan oleh Jalaludin As Suyithi ( 991).
Pembahasan itu semua dikenal dengan nama ulumul Quran yang menjadi kata istilah dalam
Mabahis ulumul Quran.
Kata "uluum" jamak dari kata ilmu yang berarti Al Fahmu wal idrak ( paham dan menguasai).
Yang dimaksud ulumul Quran ialah ilmu membahas masalah yang ada kaitannya dengan Al
Quran dari segi aasbabun Nuzul, pengumpulan dan penertiban Quran, pengetahuan surat-
surat Makkah dan Madinah, Nasikh Mansukh, Al Mukhkam dan Mutasyabih dll ( yang
merupakan ilmu yang harus dikuasai oleh mufassir).
Terkadang ilmu ini dinamakan dengan ilmu Ushulut Tafsir. Karena didalamnya ada
pembahasan yang harus diketahui oleh seorang mufassir.
AL QUR'AN AL-KARIM
Al Qur'an adalah risalah Allah kepada manusia seluruhnya: Al A'raf : 158: Al Furqan :1, Al
Ahzab : 40, Asy Syura: 13. Jibril membawa Al Quran ( Asy Syu'ara' : 193) . dan Sifat Sifat Al
Quran : At Takwir: 19-24 Al Waqiah: 77-79. Al Quran digunakan beberapa kurun ( AL Hijr:
90). Risalah ini juga ditujukan kepada jin ( Al Akqaf :29-31). Tinggal bagaimakakah kita ?
Thaha : 123-124.
Para ulama menyebutkan bahwa definisi Al Quran adalah Kalam Allah yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wassalam, berpahala bagi yang membacanya. ( Al
Kahfi:109 )dan ( Luqman:27 ) yang diturunkan kepada Nabi Muhammad yang pembacanya
merupakan suatu ibadah.
Nama diantaarnya; Quran ( Al Isra': 9) dan (Al Anbiya' :10), Furqan (Al Furqan : 1), Zikr ( Al
Hijr: 9), Tanzil ( As Syuara' : 192).
Sifatnya diantaranya: Nur ( An Nisa': 174), Huda, Syifa', Rahmah ( yunus: 57 ), Mubin ( Al
Maidah:57), Mubarak ( Al Anam: 92), Busyra ( Al Baqarah: 97), Aziz ( Fussilat: 41), Majid
( Al Buruj: 21), Basyir ( Fussilat : 3-4).
WAHYU ILAHI
Secara syar'I: Kalam Allah yang diturunkan kepada seorang Nabi baik melalui perantara atau
tidak yang pertama melalui suara terjelma atau tanpa suara.
Perbedaaan antara wahyu dan ilham: Ilham adalah suatu perasaan yang diyakin jiwa
sehingga terdorong untuk mengikuti yang diminta tanpa mengetahui dari mana datangnya
( seperti perasaaan lapar, haus, sedih, senang).
Para ulama berbeda pendapat mengenai cara turunnya wahyu Allah ( Al Quran ) kepada jibril,
antara lain:
1. Bahwa jibril menerimanya secara pendengaran dari Allah, dengan lafadz khusus.( benar).
2. Jibril menghafalkannya dari lauful mahfudz.( salah ).
3. Maknanya disaampaikan kepada jibril sedangkan lafadznya adaalah dari Jibril atau dari
Muhammad.( H. Qudsi).
Keistimewaaan wahyu adalah ia adalah mukjiat, kepastiannya mutlak, membaca dianggap
ibadah, wajib disampaikan dengan lafadznya.
Cara Wahyu oleh Allah kepada kepada Para Rasul ( Asy Syura:51):
1. Perantara jibril.
2. Tanpa perantara darinya, seperti
Rukyah Shadiqah( mimpi yang benar dalam tidur).
( ) :
Kalam ilahi dari balik tabir tanpa melalui perantara. Al A'raf: 143), An Nisa': 164).
Pendapat tentang :
Bilangan surah makki ( 82).
Madani ( 20: Al Baqarah, Ali Imran, An Nisa', Al Maidah, Al Anfal, At Taubah, Annur Al
Ahzab, Muhammad, Al Fath, Al Hujurat, Al Hadid, Al Mujadalah, Al Hasyr, Al Mumtahanah,
Al Jumuah, Al Munafiqin, At Talaq, At Tahrim, An Nashr ) dan,
Yang diperselisihkan ( 12 yaitu: Al Fatihah, Ar Ra'du, Ar Rahman, As Saff, At Taghabun,
At Tatfif, Al Qadar, Al Bayyinah, Az Zalzalah, Al Ikhlas, Al Falaq, An Nass).
PENGETAHUAN MENGENAI YANG TURUN PERTAMA DAN YANG TURUN
TERAKHIR.
Catatan : Pendapat ini semua tidak mengandung sesuatu yang disandarkan kepada Rasulullah
masing-masing merupakan ijtihad dan dugaan.
Yang mula-mula diturunkan menurut persoalannya.
1. Yang pertama kali uturn mengenai makanan adalah Al 'An'am: 145, An Nahl: 114-115,
Al Baqarah: 173, Al Maidah: 3.
2. Yang pertama kali diturunkan dalam hal minuman adalah ayat pertama mengenai khamr
(Al Baqarah: 219, An Nisa': 43, Al Maidah: 90-91.
3. Yang pertama kali diturunkan mengenai perang adalah Al Hajj :39.
ASBABUN NUZUL.
Perhatian ulama akan ilmu ini sangatlah penting diantaranya, guru Imam Bukhari ( Ali bin
Madani ), Al Wahidi . Al Jabari ( meringkas bukunya Al Wahidi).
Pedoman mengetahui asbabunnuzul ialah riwayat shahih yang berasal dari Rasulullah atau
dari sahabat. Muhammad sirin mengatakan : "Ketika kutanyakan kepada Ubaidah mengenai
satu ayat Quran, dijawabnya: Bertakwalah kepada Allah dan berkata benar. Orang-orang yang
mengetahui mengenai apa Quran itu diturunkan telah meninggal". Menandakan kehati-hatian
beliau dalam mengambil riwayat yang shahih, Asbabu Nuzul dari ucapan para shahabat yang
bentuknya seperti musnad yang pasti menununjukkan Asbabun Nuzul. Imam syuyuthi
menyatakan bahwa boleh ucapan Tabiin yang menunjukan Asbabun Nuzul diterima bila
ucapan itu jelas. Dan mempunyai kedudukan mursal bila penyandaran kepada tabiin itu benar
dan dari seorang Mufassir yang mengambil dari para shahabat, serta didukung oleh hadist
mursal lainnya.
Definisi Asbabun Nuzul adalah berkisar pada dua hal yaitu:
1. Bila terjadi pada suatu peristiwa maka turunlah ayat Quran mengenai peristiwa itu hal
seperti ini diriwayatkan dari Ibnu Abbas yang mengatakan, bahwa ketika turun ayat 214:
Rasulullah pergi naik ke bukit shafa lalu berseru.
2. Bila Rasulullah ditanya sesuatu hal maka turunlah ayat Quran menerangkan hukum
menerangkan hukumnya. Sebagaimana Khaulah binti Tsa'labah dikenakan Zihar oleh
suaminya, Aus bin Shamit.
Diantara ayat Al Quran yang diturunkan sebagai permulaan tanpa sebab mengenai akidah
iman, kewajiban islam, dan syariat Allah dalam kehidupan pribadi dan sosial. Al Ja'bari
berkata : "Quran diturunkan dalam dua katagori: turun tanpa sebab dan turun karena suatu
peristiwa atau pertanyaan".
Definisi Asbabun Nuzul: Sesuatu hal yang karenanya Qur'an diturunkan pada kejadian itu,
baik berupa peristiwa ataupun pertanyaan.
Contoh : QS. Al Baqarah: 222, anas berkata:" Bila istri-istri orang Yahudi haid, mereka
keluarkan dari rumah, tidak diberi makan dan minum dan didalam rumah tidak boleh
bersama. Lalu Rasulullah ditanya tentang hal itu maka Allah menurunkan: mereka bertanya
kepadamu tentang haid.
Contoh kedua: Al Lail: 17-21, diturunkan mengenai Abu Bakar. Kata Atqa adalah dari ismun
tafdil artinya superlatif, maka bila tafdil itu disertai Al 'Adiyah ( kata sandang yang
menunjukkan bahwa kata yang dimasuki itu telah diketahui maksudnya), sehingga ini
dikhususkan bagi orang yang karenanya ayat ini diturunkan. Kata sandang "Al" menunjukan
umum bila ia berfungsi sebagai kata sambung (maushul) atau ma'rifatkan kata jamak.
Sedangkan Al Atqa pada bukan kata ganti penghubung / kata jamak, melainkan tunggal.
Sehingga menurut Al Wahidi: Al Atqa adalah Abu Bakar menurut pendapat para ahli tafsir.
Abu Bakar memerdekan budak sebanyak 7: Bilal, Amir bin Fuhairah, Nahdiyah dan anak
perempuannya, Ummu 'isa, dan budak perempuan Bani Mau'il.
Jika sebab itu khusus, sedangkan ayat yang diturunkan berbentuk umum maka para ahli usul
berselisis pendapat: antara yang dijadikan pegangan itu lafdz yang umum atau sebab yang
khusus?
1. Jumhur ulama ( pendapat yang paling shahih ) berpendapat bahwa yang menjadi
pegangan adalah adalah lafadz umum bukan sebab khusus. Misalnya ayat lian yang diturnkan
kepada mengenai tudukan Hilal bin Umayyah kepda Istrinya, yag harus mendatangkan bukti
walaupun terhadap istrinya sehingga datang Jibril dan menurunkan ayat An Nur: 6-9.
Hukum yang diambil dari lafadz umum ini ( dan orang orang yang menuduh istrinya) tidak
hanya mengenai peristiwa Hilal, tetapi diterapkan pula pada kasus serupa lainnya tanpa
memerlukan dalil lain.
2. Segolongna ulama berpendapat bahwa yang menjadi pegangan adalah sebab khusus
alasannya lafadz umum menunjukkan bentuk sebab yang khusus.
Turunnya Qur'an
Al Qur'an turun kepada Rasulullah saw selama dua puluh tiga tahun. Dalam hal ini para
ulama memiliki dua madzhab pokok.
Madzhab pertama
Yaitu pendapat Ibnu Abas dan sejumlah ulama yang di jadikan pegangan umumnya ulama.
Yaitu bahwa Al Qur'an turun sekaligus ke Baitul Izzah di langit dunia agar para malaikat
menghormati kebesarannya. Kemudian di turunkan kepada Rasulullah secara bertahab selama
23 tahun sesuai dengan kejadian dan peristiwa sejak di utus hingga wafatnya.
Madzhab kedua
Yaitu yang diriwayatkan oleh As sya'bi bahwa permulaan turunya Al Qur'an di mulai pada
malam lailatul qadar pada bulan ramadlan yang merupakan malam yang di berkahi.
Kemudian turun secara bertahab sesuai dengan kejadian dan peristiwa selama kurang lebih 23
tahun.
Madzhab ketiga
Bahwa Al Qur'an di turunkan kelangit dunia selama 23 malam lailatul qadar, yang pada
setiap malamnya selama malam-malam lailatul qadar di tentukan oleh Allah untuk diturunkan
setiap tahunnya. Dan jumlah wahyu yang diturunkan ke langit dunia pada malam lailatul
qadar, untuk masa satu tahun penuh itu kemudian diturunkan secara berangsur-angsur kepada
Rasulullah saw sepanjang tahun. Ini ijtihad sebagian mufasir. Pendapat ini tidak memiliki
dalil.
Meraka mengatakan bahwa dalam Al Qur'an terdapat sesuatu yang bukan dari Al Qur'an ?
mereka berdalail dengan riwayat yang menyebutkan bahwa Abdullah bin Mas'ud
mengingkari An ns dan Al Falq termasuk dari Al Quran.
Jawab, riwayat ini tidaklah benar karena bertentangan dengan kesepakatan umat. An nawawi
mengatakan dalam Syarhul Muhadzab, "Kaum muslimin sepakat bahwa kedua surah (An
Naas dan Al falq) itu dan surat fatihah termasuk Al Qur'an dan siapa saja yang
mengingkarinya, sedikitpun ia telah kafir.
Ibnu Haazm berpendapat: "riwayat tersebut merupakan pendustaan dan pemalsuan atas nama
Ibnu Mas'ud.
1) At Tiwal, ada tujuh yaitu : AL Baqarah, Ali Imran , Al maidah , al an'am , Al A'raf dan Al
Anfal.
2) Al Miun. Yaitu surah-surah yang ayatnya lebih dari seratus atau sekitar itu, seperti Al
Kahfi, dan Al Isra'
3) Al Matsani, yaitu surah-surah yang jumlah ayatnya dibawah Al Miun, karena surah ini
diulang-ulang bacaannya lebih banyak dari At Tiwal dan Al Miun.
4) Al Mufashal, terbagi menjadi tiga yaitu: tiwal, aushat dan Qishar.
Rasm utsmani
Para ulama berbeda pendapat tentang setatus hukumnya, apakah dia tauqifi atau bukan.
Berikut perinciannya:
1) Merupakan tauqifi, dan wajib untuk jadi pegangan.
2) Ada yang berpendapat Rasmu Utsmani bukan tauqifi dari Nabi, tetapi hanya merupakan
satu cara penulisan yang disetujui Utsman dan diterima umat dengan baik. Sehingga menjadi
suatu yang wajib untuk dijadikan pegangan dan tidak boleh dilanggar. Ini merupakan
pendapat yang paling rajih.
3) Ada yang berpendapat rasm usmani hanyalah sebuah istilah, tatacara dan tidak ada
salahnya menyalahi bila orang telah menggunakan satu rasm tertentu untuk itu dan rasm itu
tersirat luas dikalangan mereka.
Ra'sul ayat adalah akhir ayat yang padanya diletakan tanda fashl (pemisah) antara satu ayat
dengan ayat lain.
Fashilah adalah kalam (pembicaraan ) yang terputus dengan kalam sesudahnya, jadi setiap
ra'sul ayat adalah fashilah, tetapi tidak setiap fashilah itu ra'sul ayat.
Pembagian fashilah di dalam Al Qur'an :
1) Fashilah Muthamatsilah
Qs : Ath Thur :1-3
2) Fasilah Mutaqaribah. Qs : Al Fathihah: 1-4
3) Fasilah Muthawaziyah. Al Ghasiyah : 13-14
4) Fasilah Mutawazin. Al Ghasiyah : 15-16
Qira'ah secara bahasa adalah jamak dan masdar dari qira'ah yang artinya bacaan. Sedangkan
menurut istilah ia adalah suatu madzhab aliran bacaan Al Qur'an yang dipilih oleh salah satu
imam Qura' sebagai suatu madzhab yang berbeda dengan madzhab yang lainnya.
Adz Dzahabi menyerebutkan, sahabat yang terkenal dengan Ahli Qiraat ada tujuh: Utsman,
Ubai, Ali, Zaid bin tsabit, Abu Darda ( dalam redaksi hadits yang lain bukan Abu darda,
tetapi Abdullah bin mas'ud ) dan Abu musa Al Asy'ari.
Macam-macam qira'at.
1) Mutawatir, yaitu qira'at yang dinukil oleh sejumlah besar periwayat yang tidak mungkin
bersepakat untuk berdusta, dari sejumlah orang yang seperti itu dan sanadnya bersambung
hingga perngahabisannya.
2) Masyhur, yaiut qira'at yang sahahih sanadnya tetapi tidak mencapai derajat mutawatir.
3) Ahad, yaitu qira'at yang shahih sanadnya tetapi menyalahi rasm utsmani, menyalahi
kaidah bahas aarab atau tidak terkenal.
4) Syadz, yaitu qira'at yang tidak shahih sanadnya.
5) Maudhu', yaitu qira'at yang tidak ada asalnya.
6) Mudraj, yaitu yang ditambahkan dalam qira'ah sebagai penafsiran.
Waqaf dan ibtida mempunyai peranan sangat penting dalam pengucapan Al Qur'an untuk
menjaga keselamatan makna ayat dan meghindari kesalahan.
Macam-macam waqaf :
1) Tamm. Yaitu waqaf pada lafadz yang berhubungan sediktpun dengan lafad sesudahnya.
2) Kafin ja'iz. Yaitu waqaf pada suatu lafadz yang dari segi lafadz terputus dari lafadz
sesudahnya.
3) Hasan. Yaitu lafadz yang dipandang baik pada lafadz itu tetapi tidak memulai dengan
lafaz yang sesudahnya karena masih berhubungan dengan lafaz dan maknanya.
4) Qabih. Yaitu lafadz yang tidak dapat difahami maksud sibenarnya.
Tajwid sebagai suatu disiplin ilmu mempunyai kaidah-kaidah tertentu yang harus dipedomani
dalam pengucapan huruf-huruf dari makhrajnya disamping pula harus pula diperhatikan
hubungan setiap huruf dengan yang sebelum dan yang sesudahnya dalam cara pengucapan.
Kaidah tajwid berkisar pada waqaf, imalah, tarqiq, tafhim,idham, penguasaan hamzah dan
makharijul huruf.
Ulama' berbeda pendapat tentang membaca Al Qur'an dengan mushaf atau tidak ?
Membacanya dengan mushaf lebih utama. Sebab melihat mushafpun merupakan ibadah.
Membaca diluar kepala lebih utama, karena dapat mendorong untuk melakukan tadabur
terhadap maknanya.
Bergantung pada situasi indifidu masing masing.
Pendapat pertama di ikuti oleh sejumlah ulama, seperti ubai, ibnu mas'ud dan sejumlah
sahabat, tabiin dan lainnya. Bahwa wawu disitu diperlakukan sebagai isti'naf.
Ibnu ma'sud menyatakan celaan terhadap orang-orang yang mengikuti mutsyabih dan
mensifatinya sebagai orang-orang yang hatinya "condong kepada kesesatan dan berusaha
menimbulkan fitnah "
Pendapat kedua menyatakan bahwa "wawu" sebagai huruf athaf bukan isti'naf.Pendapat ini
anut oleh sebagian ulama yang dipelopori oleh Mujahid.
Pendapat ini dipilih juga oleh Imam Nawawi. Ia mengatakan dalam shahih muslim " ini
pendapat yang paling shahih"
Macam-macam amm
a) Amm yang tetap dalam keumumannya.
(176 : )
b). Amm yang dimaksud khusus
(173 : )
c). Amm yang di khususkan
(187 : )
Cakupan khitab
Ulama berselisih pendapat tentang khitab yang ditujukan khusus untuk nabi apakah ia
mencakup seluruh umat atau tidak?
1) Segolongan ulama berpendapat, mencakup seluruh umat karena Rasulullah adalah
panutan (qudwah) mereka.
2) Golongan lain berpendapat, tidak mencakup mereka, karena sighatnya menunjukan
kehususan bagi Rasulullah.
Sama halnya tentang lafadz ya ayuhannas atau ya ayuhalladzina amanu. Maka pndapat yang
shahih khitab itu mencakup rasulullah juga mengingat maknanya yang umum.
"Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami
datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. Tidakkah kamu
mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu?." Qs. Al-Baqarah:
106
"Dan apabila Kami letakkan suatu ayat di tempat ayat yang lain sebagai penggantinya
padahal Allah lebih mengetahui apa yang diturunkan-Nya, mereka berkata: "Sesungguhnya
kamu adalah orang yang mengada-adakan saja". Bahkan kebanyakan mereka tiada
mengetahui." (Qs. An-Nahl: 101)
"Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan meninggalkan isteri,
hendaklah berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya dan
tidak disuruh pindah (dari rumahnya). Akan tetapi jika mereka pindah (sendiri), maka tidak
ada dosa bagimu (wali atau waris dari yang meninggal) membiarkan mereka berbuat yang
ma'ruf terhadap diri mereka. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (Qs. Al-
Baqarah: 240)
"Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya.
Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)." (Qs. An-Najm: 3-
4)
"Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami
datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. Tidakkah kamu
mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu?." (Qs. Al-Baqarah:
106)
Sedang hadits tidak lebih baik dari atau sebanding dengan Al-Qur'an.
"Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit[96], maka sungguh Kami
akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil
Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya
orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang
mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah
sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan." (Qs. Al-Baqarah: 144)
Naskh yang pertama kali dalam Al-qur'an adalah naskh tentang qiblat.
Mutlaq dan muqayyad mempunyai bentuk-bentuk aqliyyah dan sebagian realitas bentuknya
kami kemukakan sebagai berikut:
a) Sebab dan hukumnya sama.
Misalnya "puasa" untuk kafarah sumpah. Lafazh itu dalam qira'ah mutawatir yang terdapat
dalam mushaf di ungkapkan secara mutlaq:
"Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk
bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja,
maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu
dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada
mereka atau memerdekakan seorang budak. Barang siapa tidak sanggup melakukan yang
demikian, maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kaffarat
sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). Dan jagalah sumpahmu.
Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur
(kepada-Nya)." {Qs. Al-Ma'idah: 89}
Dan ia muqayyad atau dibatasi dengan tatabu' (berturut-turut) dalam qira'ah Ibnu
Mas'ud :
"Maka kafarahnya puasa selama tiga hari berturut-turut." Dalam hal seperti ini, pengertian
lafazh yang mutlaq dibawa kepada yang muqayyad (dengan arti, bahwa yang dimakdus oleh
lafazh mutlaq adalah sam yang dimaksud oleh muqayyad), karena "sebab" yang satu tidak
akan menghendaki dua hal yang bertentangan. Oleh karena itu segolongan berpendapat
bahwa puasa tiga hari tersebut harus dilakukan secara berturut-turut. Dalam pada itu
golongan yang memandang qira'ah tidak mutawatir, sekalipun masyhur, tidak dapat dijadikan
hujjah, tidak sependapat golongan yang pertama. Maka dalam kasus ini di pandang tidak ada
muqayyad yang karenanya lafazh mutlaq dibawa kepadanya.
Seperti lafazh "tangan" dalam wudhu dan tayamum. Membasuh tangan dalam berwudhu
dibatasi sampai dengan siku-siku. Allah berfirtman:
"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah
mukamu dan tanganmu sampai dengan siku." {Qs. Al-Ma'idah: 6 }
Sedang menyapu tangan dalam bertayamum tidak dibatasi, mutlaq, sebagaimana di jelaskan
dalam firman-Nya:
"Maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu
dengan tanah itu." {Qs. Al-Ma'idah: 6 }
Dalam hal ini ada yang berpendapat, lafazh yang mutlaq tidak dibawa kepada yang
muqayyad karena berlainan hukumnya. Namun al-Ghayali menukil dari ulama' Syafi'I bahwa
mutlaq di sini dibawa kepada muqayyad mengingat "sebab"nya sama sekalipun berbeda
hukumnya.
"Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali
karena tersalah (tidak sengaja), dan barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah
(hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat
yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga
terbunuh) bersedekah (dengan memberi maaf). Jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang
ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh)
membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan
hamba sahaya yang beriman." {Qs. An-Nisa': 92}
Sedangkan dalam kafarah dhihar ia diungkapkan secara mutlaq:
"Orang-orang yang menzhihar isteri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa
yang mereka ucapkan, maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua
suami isteri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan." {Qs. Al-Mujadalah: 3}
Kedua, taqyidnya berbeda-beda. Misalnya, "puasa kafarah" ia ditaqyidkan dengan berturut-
turut dalam kafarah pembunuhan. Firman Allah:
"Barangsiapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua
bulan berturut-turut untuk penerimaan taubat dari pada Allah. Dan adalah Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana." {Qs. An-Nisa': 92}
Demikian juga dalam kafarah dhihar, sebagaiman dalam firman-Nya:
"Barangsiapa yang tidak mendapatkan (budak), maka (wajib atasnya) berpuasa dua bulan
berturut-turut sebelum keduanya bercampur." {Qs. Al-Mujadalah: 4}
"Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai)
pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana." {Qs. Al-Ma'idah: 38}
Dalam keadaan seperti ini, mutlaq tidak boleh dibawa kepada muqayyad karena "sebab" dan
"hukum"nya belainan. Dalam hali ini tidak ada kontradiksi (ta'arud) sedikitpun.
Macam-Macamnya.
a) Dzahir.
Secara bahasa: Al-Wadih (jelas). Adapun secara istilah dzahir adalah yang jelas maksudnya
dengan sendirinya, tanpa memperhatikan unsur dari luar, dan apa yang dimaksud bukan
maksud asli dari siyaq kalamya.
Sebagaimana firman Allah swt:
"Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim
(bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi :
dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka
(kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah
lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.(QS. An-Nisa': 3)
Ayat ini dari Dzohir lafadznya bermakna jelas yang langsung bisa dipahami yaitu
memperbolehkan kawin dengan wanita yang dihalalalkan. Dengan konteks kalimat; "Fankihu
maa thaaba lakum minannisa(maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi ) .
tetapi makna ini bukan menjadi maksud asal dari susunan kata-katanya(siyakul kalam),
karena maksud asalnya adalah membatasi jumlah istri maksimal empat atau hanya satu .
Hukum dzahir.
1. Dzahir memungkinkan untuk ditakwikan, atau merubah dari makna dzahir kepada
makan yang lain. Seperti mengkhususkan yang umum, atau membatasi yang mutlak. Begitu
juga memungkinkan bermakna majazi atau selainnya.
2. Wajib di amalkan sesuai dengan makna Dzahirnya selama tidak ada dalil yang
menyelisihinya, atau mentakwikan dari makna dzahirnya. Karena tidak ada perubahan lafadz
dari dzahirnya kecuali dengan dalil.menuntut untuk mengamalkan dengan selain yang dzahir.
3. Nash.
Nash adalah lafadz yamg bentuknya sendiri telah dapat menunjukkan makna yang dimaksud
secara tegas(sarih) tidak mengandung makna lain.
Sebagaimana Firman Allah :
"Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari
keduanya seratus dali dera ( Qs.An-Nuur:2)
Penyifatan "seratus jilidan" menunjukan lafadz yang berbentuk nash yang tidak menerima
kemungkinan makna lain.
Hukum nash.
Nash sama dengan zhahir. Artinya ia wajib diamalkan sesuai dengan nashnya dan para
fuqoha' mengatakan: "Setiap nash di dalam Al-Qur'an dan As-sunnah selalu berbentuk ijma'
maksudnya tidak di ragukan lagi akan wajibnya beramal dengannya .
4. Dalalah Isyarah.
Isyarah adalah lafadz yang menunjukkan makna yang tidak dimaksud pada mulanya.
Menurut Dr. Sulaiman Al Asyqar, isyarah adalah lafadz yang dipahami diluar apa yang
dimaksudkan oleh mutakalim(yang berbicara), siyaq kalam tidak dimaksudkan untuk, tapi
mengikuti maksud dari perkataan.
Misalnya dalam firman Allah:
"Dihalalkan bagi kamu pada malam hari puasa bercampur denga istri-istri kamu, mereka
adalah pakaian bagi kamu dan kamu pun pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya
kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf
kepada kamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapka Allah
untukmu, dan makan dan minumlahhingga jelas bagi kamu benang putih dari benang hitam,
yaitu fajar" ( Al-Baqarah: 187)
Maksudnya ayat ini menunjukan syahnya puasa bagi orangyang pagi-pagi masih daklam
keadaan junub sebab ayat ini membolehkan bercampur sampai dengan terbit fajar, sehingga
tidak ada kesempatan untuk mandi. Keadaan demikian menuntut atau memaksa kita pagi-pagi
dalam keadaan junub. Membolehkan malakukan penyebab sesuatau berarti membolehkan
pula meklakukan sesuatu itu. Maka membplehkan bersetubuh sampai pada bagian waktu
terakhir dari mlam yang tidak ada lagi kesempatan untuk mandi sebelum terbit fajar, berarti
membolehkan pula pagi-pagi dalam keadaan junub.
Hukum isyarah.
Al Mulakhusru berkata:"Penunjukkan dalil dengan isyarah adalah qath'i(tegas) secara
mutlak."
Mafhum
A. Definisi Mafhum
Mafhum adalah makna yang ditunjukkan oleh lafal tidak berdasarkan pada bunyi ucapan.
B. Mafhum Muwafaqah
Dan mafhum terbagi menjadi dua bagian, pertama; Mafhum Muwafaqah. Adalah mafhum
yang hukumnya menunjukkan bahwa hukum yang tidak disebutkan sama dengan hukum
yang disebutkan dalam lafal.
" Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah""
Mantuqnya ayat di atas adalah haramnya mengatakan "ah", oleh karena itu keharaman
mencaci maki dan memukul lebih pantas diambil karena keduanya lebih berat.
Kedua; Lahnul Khithab; Yaitu apabila hukum mafhum sama dengan hukum mantuq.
Misalnya dalam firman Allah,
"Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya
mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang
menyala-nyala (neraka)."
Ayat di atas menunjukkan pula keharaman membakar harta anak yatim atau menyia-
nyiakannya dengan cara pengrusakan yang bagaimanapun juga. Dalalah demikian disebut
lahnul khithab karena ia sama nilainya dengan memakannya sampai habis.
Kedua mafhum ini disebut mafhum muwafaqah karena makna yang tidak disebutkan itu
hukumnya sesuai dengan hukum yang diucapkan, meskipun hukum itu memiliki nilaitambah
pada yang pertama dan sama pada yang kedua.
D. Mafhum Mukhalafah
Kedua; Mafhum Mukhalafah. Mafhum yang lafalnyamenunjukkan bahwa hukum yang tidak
disebutkan berbeda dengan hukum yang disebutkan. Atau bisa juga diartikan hukum yang
berlaku berdasarkan mafhum yang berlawanan dengan hukum yang berlaku pada manthuq.
Allah Taala berfirman,
"Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang
diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau
darah yang mengalir."
Bunyinya adalah haramnya darah yang mengalir. Sedangkan halalnya darah yang tidak
mengalir adalah mafhum mukhalafah (pengertian kabalikan) dari bunyi nash dan untuk ini
tidak ada petunjuk dari ayat, tetapi diketahui dari hukum asal mubah atau dengan dalil syara'
yang lain. Seperti sabda Rasulullah Saw,
.
"Dihalalkan bagimu dua bangkaidan dua darah; Dua bangkai adalah ikan dan belalang,
sedang dua darah adalah hati dan limpa."
E. Pembagian Mafhum Mukhalafah
Pembagian yang bisa digunakan sebagai hujah adalah konotasi terbalik dari hal berikut ini.
1. Mafhum Washfy (pemahaman dengan sifat)
Misalnya firman Allah Ta'ala dalam menjelaskan wanita yang haram untuk dinikahi;
" Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu
fajar..."
Mafhum mukhalafahnya adalah bila benang putih itu sudah nampak maka tidak boleh untuk
makan dan minum yang berarti sudah muncul fajar.
3. Mafhum syarat (pemahaman dengan syarat)
Seperti firman Allah,
" Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan
senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi
baik akibatnya."
Mafhum mukhalafahnyayaitu apabila isteri itu tidak dengan senang hati menyerahkan
sebagian maskawinnya.
"Hanya Engkau-lah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta
pertolongan."
Mafhumnya ialah bahwa selain Allah tidak disembah dan tidak dimintai pertolongan, oleh
karena itu ayat tersebut menunjukkan bahwa hanya Dia lah yang berhak disembah dan
dimintai pertolongan.
F. Kehujahan Mafhum
Berhujjah dengan mafhum masih diperselisihkan. Menurut pendapat paling shahih, mafhum-
mafhum tadi dapat dijadikan sebagai hujjah (dalil/argumentasi) dengan beberapa syarat.
"Dan anak-anak perempuan dari isteri-isterimu yang ada dalam pemeliharaanmu." tidak ada
mafhumnya, (maksudnya ayat ini tidak dapat difahami bahwa anak tiri yang tidak dalam
pemeliharaan ayah tirinya boleh dinikahi) sebab pada umumnya anak-anak perempuan isteri
itu berada dalam pemeliharaan suami.
B. Apa yang disebutkan itu tidak untuk menjelaskan suatu realita. Maka tidak ada mafhum
bagi firman Allah:
"Dan barangsiapa menyembah tuhan yang lain di samping Allah, padahal tidak ada suatu
dalilpun baginya tentang itu, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Tuhannya.
Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tiada beruntung.
Sebab dalam kenyataan tuhan manapun selain dari Alalh tidak ada dalilnya, Jadi kata-kata
"padahal tidak ada satu dalilpun baginya tentang hal itu" adalah suatu sifat yang pastiyang
didatangkan untuk memperkuat realita dan untuk menghinakan orang yang menyembah tuhan
selain Allah, bukan untuk pengertian bahwa menyembah tuhan-tuhan itu boleh asal dapat
ditegakkan dengannya dalil.
Kemu'jizatan Al-Qur'an
Aspek-aspek kemukjizatan:
Abu Ishak Ibarahim an-Nizam (syi'ah), bependapat bahwa kemu'jizatan al-Qur'an adalah
dengan cara sirfah (pemalaingan). Sirfah adalah bahwa Allah memalingkan orang-orang Arab
untuk menatang al-Qur'an padahaal mereka mampu untuk menghadapinya.
Ada yang berpendapat: "Aaal-quran itu mu'jizat dengan balaghahnya yang mencapai
tingkat tinggi dan tidak ada bandingnya.
Segi kemukjizatan Al-Qur'an karena ia mengandung badi' yang sangat unik dan berbeda
debngan apa yang telah dikenal dalam perkataan orang Arab.
Kemukjizatan Al-Qur'an terletak pada pemberitaannya tentang hal-hal ghaib yang akan
datang yang tidak dapat diketahui kecuali dengan wahyu.
Al-Qur'an itu mukjizat karena ia mengandung bermacam-macam ilmu dan hikmah yang
sangat dalam. Dan masih banyak lagi aspek-aspek kemukjizatan yang lainnya yang berkisar
pada tema-tema di atas.
Kemukjizatan bahasa
Sejarah bahasa arab tidak pernah mengenal suatu masa dimana suatu bahasa berkembang
sedemikian pesatnya melainkan tokoh-tokoh dan guru-gurunya bertekuk lutut dihadapan
bayan qur'ani, sebagai menifestasi pengakuan akan ketinggian akan ketinggiannya dan
mengenali misteri-misterinya.
Di dalam Al Qur'an jalinan-jalinan huruf-hurfnya serasi, ungkapannya indah, uslubnya
manis, ayat-ayatnya teratur serta memperhatikan situasi dan kondisi dalam berbagai macam
bayannya.sehingga orang arab tidak dapat menndinginya meskipun ia turun ditengah
mereka..
Kemukjizatan itu di dapatkan dalam keteraturan bunyinya yang indah melalui nada
huruf-hurufnya, sehingga telinga tak pernah bosan mendengarnya.
Kemukjizatan pula di dapatkan dalam macam-macam khitab, dimana berbagai golongan
manusia yang berbeda tingkat intelektualitasnya.
Kemukjizatan pula ditemukan pada sifatnya yang memuaskan akal dan menyenangkan
perasaan. Dll.
Kemukjizatan ilmiyah
Kemukjizatan Al Qur'an secaara ilmiyah terletak pada dorongamn kepada umat islam untuk
berfikir disamping membuka bagi mereka pintu-pintu pengetahuan dan mengajak mereka
untuk mamasukinya, maju di dalamnya dan menerima segala ilmu pengetahuan ilmu yang
baru, manfap dan setabil.
Contoh contoh kemukjizatan ilmiyah:
1. Oksigen sangat penting bagi pernafasan manusia, ia berkurang pada lapisan udara yang
tinggi, semakin manusi berada di lapisan udara , maka ia aka merasa sesak dada dan sulit
bernafas. Al An'am : 125
2. Atom adalah bagian yang tidak dapat di bagi-bagi . Yunus: 61
3. Berkenaan dengan embriologi. At thariq: 5-7. al alaq : 2. dan al hajj : 5.
4. Tentang kesatuan kosmos dan butuhnya kehidupan akan air. Al Anbiya :30 dll
Kemukjizatan tasyri'
Sepanjang sejarah, sistem perundang undangan dan tasyri' bertujuan tercapainya
kebahagiaan indifidu di dalam masyarakat yang utama. Al Qur'an menjawab semua
persoalan ini :
Qur'an memulai dengan pendidikan individu dan menegakan pendiikan individu diatas
pensucian jiwa dan rasa pemilkulan tanggung jawab.
Qur'an mensucikan jiwa dengan akidah tauhid yang menyelamatkannya dari kekuasaan
khurafar dan waham serta membebaskan manusia dari belenggu nafsu dan syahwat.
Alam adalah makhluk ciptaan Allah, ia akan kembali kepadanNya dan akan hancur,
sebagaimana ia ada menurut kehendakNya.
Zakat mencabut dari dalam jiwa akar-akar kekikira, pemujaan harta dan keserakahan akan
dunia.
Haji adalah perjalanan yang dapat menghibur jiwa dari kesulitan dan membukakan hati
terhadap rahasia-rahasia Allah dalam makhluk-makhlukNya.
Kemudian islam berpindah ke pembagunan keluarga, karena keluarga adalah benih
masyarakat.
Kemudian datanglah sistem pemerintahan yang mengatur masyarakat islam. Dan Islam telah
menetapkan kaidah-kaidah pemerintahan ini dalam bentuk yang palin ideal dan baik.
Perumpamaan dalam Al Qur'an
Secara bahasa: Jamak dari yang artinya serupa atau sama.
Secara syar'I: Ibnu Qayim Al jauziyah mendefinisikan amsal Qur'an dengan menyerupakan
sesuatau dengan yang lain dalam hukumnya. Dan mendekatkan sesuatu yang abstrak
( ma'qul) dengan indrawi ( kongkrit, mahsus) atau mendekatkan salah satu dari dua mahsus
dengan yang lain dan menganggap salah satunya itu dengan sebagaian yang lain.
Amsal di sebut juga dengan Qiyas At tamsily atau Dzarab.
Perkataan salaf :
Al mawardi berkata: Ilmu Al Qur'an yang paling agung asalah ilmu amtsalnya
(perumpamaannya). Namun, kebanyakan orang lalai darinya di sebabkan sibuk dengan
perumpamaan tersebut, dan lalaui dngan pembuat perumpamaan tersebut. Maka
perumpamaan tanpa pembuatnya ibarat kuda tanpa perlana atau onta tanpa tali kekang.
AQSAMUL QURAN
Macam-macam Qasam
a). Dhahir, ialah sumpah yang di dalamnya disebutkan fiil qasam dan muqsam bihi.
b). Mudmar, yaitu yang di dalmya tidak di jelaskan fiil qasam dan tidak pula Muqsam bihi,
tetapi ia ditunjukan oleh Lam taukid.
Jadal Quran
Defenisi jadal:
Jadal adalah bertukar pikiran dengan cara bersaing dan berlomba untuk mengalahkan lawan.
Qashash Quran
Pengertian kisah
Qashash Al Qur'an adalah pemberintahuan Qur'an tentang hal ihwal umat yang telah lalu,
nubuwah (kenabian ) yang terdahulu dan peristiwa yang telah terjadi.
TARJAMAH QURAN
Pengertian terjemah:
Terjemah mengandung dua arti :
1. Terjemah harfiyah,
2. Terjemah tafsiriyah atau terjemah maknawiyah.
Terjemah tafsiriyah
Adalah penafsiran Al Qur'an dengan cara mendatangkan makna yang dekat, mudah dan kuat.
Hal ini dilakukan oleh para ulama dengan penuh kejujuran dan kecermatan.
Usaha semacam ini tidak ada halangannya, karena Allah mengutus Muhammad untuk
menyampaikan risalah islam kepada seluruh umat manusia dengan dengan segala bangsa dan
ras yang berbeda-beda.
a). Boleh secara mutlaq, atau disaat tidak sanggup mengucapkan dengan bahasa arab.
Ini adalah pendapat Abu Hanifah. Abu yusuf dan Abu Muhammad bin husain membatasi hal
tersebut dalam keadaan darurat. Namun, diriwayatkan Abu hanifah telah mencabut kembali
"kebolehan secara mutlak" yang dinukil dari pendapat beliau tersebut.
b). Haram. Dan shalat dengan bacaan seperti ini tidak sah.
Ini adalah pendapat jumhur, ulama mazhab hanafi. Syafii dan hambali. Karena Al Qur'an
adalah susunan perkataan dan mukjizat, yaitu kalamullah yang menurutNya sendiri berbahasa
arab. Dan dengan menterjemahkanya hilanglah mukjizatnya dan ia bukanlah al Qur'an.
Keutamaan tafsir
Tafsir merupakan ulmu syariat yang paling agung dan tinggi kedudukannya. Ia merupakan
ilmu yang paling mulia obyek pembahasan dan tujuannya serta dibutuhkan.
Adab-adab mufaasir
a. Berniat baik dan bertujuan benar.
b. Berakhlaq baik.
c. Taat dan beramal.
d. Berlaku jujur dan teliti dalam penukilan.
e. Tawadu' dan lemah-lembut.
f. Berjiwa mulia.
g. Vokal (lugas ) dalam menyampaikan kebenaran.
h. Berpenampilan baik.
i. Bersikap tenang dan mantap.
j. Mendahulukan yang lebih utam darinya.
k. Mempersiapkan dan menempuh langkah-langkah penafsiran secara baik.
Membaca Al Qur'an adalah salah satu sunnah dalam Islam dan dianjurkan memperbanyaknya
agar setiap Muslim hidup kalbunya dan cemerlang akalnya karena mendapat siraman cahaya
Kitab Allah yang dibancanya. Tentang hal ini Ibnu 'Umar telah meriwayatkan sebuah hadits
Rasulllah :
"Tidak diperbolehkan iri (kepada seseorang) kecuali dalam dua hal, yaitu orang yang
dianugerahi Allah kekayaan harta lalu digunakannya (di jalan yang diridhai Allah) di waktu
malam maupun siang. Dan orang yang diberi Allah Kitab Suci lalu ia membacanya di waktu
malam dan siang. HR. Bukhari dan Muslim.
Membaca Al Qur'an dengan niat ikhlas dan maksud baik adalah suatu ibadah yang karenanya
seorang Muslim mendapatkan pahala. Ibnu Mas'ud meriwayatkan :
"Bahwa Rasulullah bersabda, "Barang siapa membaca satu huruf dari Kitab Allah, maka ia
akan mendapatkan satu kebaikan dan setiap kebaikan itu akan dibalas dengan sepuluh kali
lipat." HR. At Tirmidzi.
Dalam sebuah hadits Abu Umamah, ditegaskan :
"Bacalah Al Qur'an ! Karena pada hari Kiamat ia akan datang sebagai penolong bagi
pembacanya." HR. Muslim.
Dianjurkan bagi orang yang membaca Al Qur'an memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Membaca Al Qur'an sesudah berwudhu karena ia termasuk dzikir yang paling utama,
meskipun boleh membacanya bagi orang yang berhadats.
2. Membacanya di tempat yang bersih dan suci, untuk menjaga keagungan membaca Al
Qur'an.
3. Membacanya dengan khusyuk, tenang dan penuh hormat.
4. Bersiwak (membersihkan mulut) sebelum mulai membacanya.
5. Membaca ta'awwudz pada permulaannya, berdasarkan firman Allah, "Apabila kamu
membaca Al Qur'an hendaklah meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang
terkutuk." QS. An Nahl : 98. Bahkan sebagian Ulama mewajibkan membaca ta'awwudz ini.
6. Membaca basmalah pada permulaan setiap surat, kecuali surat Al Bara'ah, sebab
basmalah termasuk salah satu ayat Al Qur'an menurut pendapat yang kuar.
7. Membacanya dengan tartil yaitu dengan bacaan yang pelan-pelan dan tenang serta
memberikan kepada setiap huruf akan haknya seperti panjang dan idgham. Allah berfirman,
"Dan bacalah Al Qur'an itu dengan perlahan-lahan." (QS. Al Muzammil : 4.
8. Memikirkan ayat-ayat yang dibacanya. Cara pembacaan seperti inilah yang sangat
dikehendaki dan dianjurkan, yaitu dengan mengkonsentrasikan hati untuk memikirkan makna
yang terkandung dalam ayat-ayat yang dibacanya dan berinteraksi kepada setiap ayat dengan
segenap perasaan dan kesadarannya baik ayat itu berisikan do'a, istighfar, rahmat maupun
adzab.
9. Meresapi makna dan maksud ayat-ayat Al Qur'an, yang berhubungan dengan janji
maupun ancaman, sehingga merasa sedih dan menangis ketika membaca ayat-ayat yang
berkenaan dengan ancaman karena takut dan ngeri. Allah berfirman : "Dan mereka
menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyuk." QS. Al
Isra' : 109.
10. Membaguskan suara dengan membaca AL Qur'an, karena al Qur'an adalah hiasan bagi
suara dan suara yang bagus lagi merdu akan lebih berpengaruh dan meresap dalam jiwa.
Dalam sebuah hadits dinyatakan : "Hiasilah Al Qur'an dengan suaramu yang merdu." HR.
Ibnu Hibban dan lain-lain.
11. Mengeraskan bacaan Al Qur'an karena membacanya dengan suara jahar lebih utama. Di
samping itu, juga dapat membangkitkan semangat dan gelora jiwa untuk lebih banyak
beraktivitas, memalingkan pendengaran kepada bacaan Al Qur'an dan membawa manfaat
bagi para pendengar serta mengkonsentrasikan segenap perasaan untuk lebih jauh
memikirkan, memperhatikan dan merenungkan ayat-ayat yang dibaca itu. Tetapi bila dengan
suara jahar itu dikhawatirkan timbul rasa riya', atau akan menggangu orang lain, seperti
mengganggu orang yang shalat, maka membaca Al Qur'an dengan suara rendah adalah lebih
utama. Bersabda Rasulullah, "Allah tidak mendengarkan sesuatu selain suara merdu Nabi
yang membacakan Al Qur'an dengan suara jahar." HR. Bukhari dan Muslim.
12. Para Ulama berbeda pendapat tentang membaca Al Qur'an dengan melihat langsung
pada Mushaf dan membacanya dengan hafalan. Manakah yang lebih utama?
Perkembangan tafsir
Tafsir tematik
Yaitu tafsir yang mengkaji masalah-masalah kehusus berjalan beriringan dengannya. Seperti
Tibyan Fi Aqsamil Qur'an karya Ibnu Qayim dll.
Tabaqat mufasirin
1. Mufasir dari kalangan sahabat.
2. Mufasir dari kalangan tabiin.
3. Generasi berikutnya yang menghimpun pendapat para sahabat dan tabiin.
4. Generasi berikutnya yang memuat dalam tafsir-tafsir mereka riwayat yang disandarkan
pada tiga generasi.
5. Generasi berikutnya yang menyusun kitab-kitab tafsir dengan keterangan-keterangan
berguna yang di nukil dari para pendahulu nya.
6. Mufasir mutakhirin mereka meringkas sanad-sanad riwayat dan mengutip pendapat
secara khusus
7. Setiap mufasir memasukan begitu saja kedalam tafsir pendapat yang diterima dan apa
saja yang terlintas dalam pikiran yang dipercayainya.
8. Banyak para mufasir yang mempunyai berbagai keahlian dalam berbagai disiplin ilmu .
mereka memenuhinya dengan cabang ilmu tertentu dan hanya membatasi pada ilmu yang
dikuasainya.
9. Mufasir menempuh cara-cara modern dengan memperhatikan uslub dan kehalusan
ungkapan serta dengan menitik beratkan kepada aspek-aspek sosial, pemikiran kontemporer
dan aliran-aliran modern, sehingga lahirlah tafsir bercorak sosial sastra.
Tafsir bil ma'tsur adalah tafsir yang berdasarkan pada kutipan-kutipan yang shahih yaitu
menafsirkan Al-Qur'an dengan Al-Qur'an, Al-Qur'an dengan sunnah, al-Qur'an dengan
perkataan para sahabat, dan penafsiran Al-Qur'an dengan perkataan para tabi'in.
Status tafsir bil ma'tsur adalah tafsir yang harus diikuti dan dipedomani karena ia adalah jalan
pengetahuan yang benar dan merupakan jalan yang paling aman untuk menjaga diri dari
ketergelinciran dan kesesatan dalam memahami kitabullah.
Tafsir bil Ra'yi adalah tafsir yang di dalamnya menjelaskan maknanya mufasir hanya
berpegang pada pemahaman sendiri dan penyimpulan yang di dasarkan pada ra'yu saja.
Status tafsir ini adalah haram dan tidak boleh dilakukan.
Tafsir isyari adalah tafsir yang setiap ayat mempunyai makna dhahir dan bathin. Tafsir
yang dilakukan kelompok sufi yang mendakwakan bahwa riyadhah (latihan) rohani yang
dilakukan seorang sufi bagi dirinya akan menyampaikannya ke suatu tingkatan dimana dia
dapat menyingkapkan isyarat-isyarat kudus yang terletak di balik ungkapan-ungkapan Al-
Qur'an dan akan tercurah pula ke dalam hatinya dari limpahan ghaib.
Ibnu Qayyim berkata: "Penafsiran yang gdilakukan orang-orang berkisar pada tiga hal pokok:
1. Tafsir mengenai lafadz, yaitu yang diakukan para mutaakhirin
2. Tafsir tentang makna, yaitu yang di kemukakan kaum salaf
3. Tafsir tentang isyarah, yaitu yang ditempuh oleh ahli sufi dan lain-lainnya. Tafsir terakhir
ini tidak dilarang asalkan memenuhi empat syarat:
a. Tidak bertentangan dengan dhahir ayat
b. Maknanya shahih
c. Pada lafadz yang ditafsirkan terdapat indikasi bagi (makan isyari) tersebut
d. Antara makna isyari dengan makna ayat terdapat hubungan yang eraat.
Apabila keempat syarat ini terpenuhi maka tafsir mengenai isyarat itu merupakan istinbat
yang baik.
Para mufasir macam ini mereka tampil dengan membawa kesesatan yang dipandang hina
oleh akal. Berikut ini sejumlah keanehan tersebut:
1. Pendapat tentang alif lam min. Alif (ialah Allah sangat menyayangi) lam (Muhamad
dicela ) dan lam di ingkari oleh orang-orang yang menentang.
2. Pendapat tentang ha mim 'ain shad. Ha adalah pertempuran antara Ali dan Muawiyah,
mim kekuasaan Marwan bin Umayah. ain kekuasan Abasiyah Sin kekuasaan golongan
sufyaniyah dan Qaf adalah kepemimpinan Al Mahdi. Dll
Kitab-Kitab Tafsir Yang Terkenal
Tafsri Fuqaha