5.1. Umum
Deformasi adalah istilah baku yang digunakan untuk robahan bentuk. Di dalam
konteks mekanika, sistem struktur yang terbuat dari bahan yang mampu berdeformasi,
akan mengalami perobahan bentuk yang diakibatkan oleh gaya atau pengaruh luar yang
ada. Deformasi yang timbul disertai pula dengan timbulnya gaya reaksi dalam stuktur,
yang berfungsi untuk meneruskan pengaruh dari gaya-gaya luar ke perletakan. Jika kita
ingin menentukan gaya reaksi ini, umumnya kita harus mempelajari deformasi.
Dalam bahasan Bab IV telah dipaparkan mengenai konsep regangan sebagai
pengukur ekstensi deformasi, yang berkaitan dengan tegangan sebagai pengukur
intensitas gaya reaksi dalam. Regangan dan tegangan bekerja berpasangan dan terjadi
pada setiap titik bermateri sistem struktur. Dengan demikian, regangan dan tegangan
terjadi di seantero titik-titik bermateri sistem struktur secara menerus. Dikatakan,
regangan dan tegangan terjadi secara point-wise di seantero sistem struktur sebagai
medium menerus (continuum). Dengan demikian, untuk persisnya, seyogyanya kita
harus meninjau sistem struktur sebagai medium menerus, serta menyusun medan
regangan, medan tegangan dan hubungan sesamanya pada titik-titik bermateri.
Perumusan komplit seperti ini umumnya cukup sulit dan bahkan sering tidak praktis,
antara lain disebabkan oleh tepi (boundaries) sistem struktur sering menuntut syarat
batas yang melibatkan aspek geometri yang kompleks.
Dalam beberapa terapan, kita sering memodelkan sistem struktur nyata dalam
suatu model diskrit yang lebih sederhana. Sebagai contoh, sistem struktur kerap
dimodelkan atas model diskrit yang terbuat dari batang-batang yang disambungkan
secara kaku atau sendi pada titik-titik pertemuan. Untuk model seperti ini, perumusan
regangan dan tegangan serta hubungan sesamanya dapat disusun dengan
mendasarkan formulasi atas geometri komponen batang. Dalam kasus penjabaran
seperti ini, formulasi menjadi lebih sederhana ketimbang penjabaran yang didasarkan
secara point-wise pada sistem struktur yang dipandang sebagai medium menerus.
Dalam bab ini secara khusus kita akan membahas formulasi regangan, tegangan
dan hubungan sesamanya untuk kasus komponen batang. Perumusan regangan,
tegangan dan hubungan sesamanya pada medium menerus dipaparkan dalam Bab VI,
VII dan VIII. Dengan demikian, formulasi regangan, tegangan dan hubungan sesamanya
dalam bab ini terutama dikembangkan untuk kasus komponen struktur yang berbentuk
batang. Seperti telah disebutkan di depan, formulasi deformasi dalam komponen
struktur lainnya seperti pelat, cangkang atau komponen massif (solid, tiga dimensi),
dapat dibaca dari referensi lain yang khusus tersedia untuk itu.
63
5.2. Beberapa Ragam Deformasi Komponen Batang
Dalam kesempatan ini, bahasan dibatasi kepada ragam deformasi yang paling
sering dihadapi dalam terapan, yaitu ragam deformasi aksial, ragam deformasi lentur,
ragam deformasi geser dan ragam deformasi torsi. Ragam-ragam deformasi tersebut
akan dijelaskan dengan komponen batang sebagai model pembahasan. Tentu saja,
ragam deformasi ini dapat juga terjadi dalam komponen struktur lainnya.
Ragam deformasi aksial merupakan perubahan jarak antara dua titik bermateri,
yang terletak berdekatan pada suatu garis. Di dalam konteks batang, akibat dari cara
penyambungan atau perletakan kedua ujung, ataupun pembebanan, batang akan
mengalami elongasi (perpanjangan atau perpendekan) yang seragam, sedemikian
hingga penampang yang rata akan berpindah tempat, namun tetap rata setelah
deformasi. Lihat Gambar 5.2.1 sebagai peragaan.
64
Gambar 5.2.2: Ragam Deformasi Lentur
Ragam deformasi geser dapat timbul pada batang, di mana akibat ukuran
penampang yang cukup besar dibandingkan dengan panjangnya, gaya luar
menimbulkan robahan yang tidak melengkung seperti dalam ragam lentur, tetapi
dengan trayektori yang tetap lurus, namun dengan robahan bentuk di mana garis-garis
yang pada awalnya ortogonal, menjadi menumpul, seperti kasus robahan bentuk jala
(swiveling) dalam Gambar 5.2.3. Suatu bentuk bujur sangkar pada awalnya, menjadi
bentuk jajaran genjang seperti dalam Gambar 5.2.3(b).
(a) (b)
65
Poros putaran torsi
Tetap rata
[dx u ( x) du ( x) u ( x)] dx d
( x) u ( x) (5.3.1)
dx dx
Dengan demikian, karena modulus elastisitas E bernilai konstan, maka tegangan juga
bernilai seragam pada penampang x , seperti terlihat dalam Gambar 5.3.2.
Dalam terapan, sangat praktis jika tegangan yang merata pada seluruh
penampang, diwakili oleh suatu gaya aksial yang merupakan resultan tegangan (stress
resultant) dari pada (x) . Gaya aksial yang dinyatakan dalam symbol N (x) ini,
66
diperoleh dengan mengintegrasikan tegangan untuk seluruh penampang. Dengan
demikian dituliskan
N ( x) ( x) dA ( x) dA A( x). ( x)
A A
yang memberikan
N ( x)
( x) (5.3.3)
A( x)
Y
A(x)
X
(a) batang
X dx
(a) perpindahan
Jika titik tangkap gaya aksial N (x) berada pada lokasi ( y0 , z0 ) maka dapat
dituliskan bahwa
yang menurut sifat geometri penampang, kedua bentuk integrasi dalam Pers. (5.3.4)
dapat dituliskan sebagai
zdA S
A
y ; ydA S
A
y (5.3.5)
yaitu berupa momen statis penampang terhadap masing-masing sumbu y dan z . Dari
Pers. (5.3.3), (5.3.4) dan (5.3.5) diperoleh bahwa
Sy Sz
zo ; yo (5.3.6)
A A
67
yang memberikan titik berat penampang. Dengan demikian, dikatakan bahwa gaya
aksial N (x) adalah resultanta tegangan (stress resultant). Dalam ragam deformasi
aksial, gaya resultanta tegangan bertitik tangkap pada titik berat penampang. Dengan
perkataan lain, resultanta tegangan dalam kasus ragam deformasi aksial seragam
adalah gaya aksial yang sentris.
(x)
A(x)
dA
Langkah selanjutnya adalah mengkaitkan gaya luar dengan gaya dalam serta
deformasi, yang dapat dilakukan dengan meninjau keseimbangan segmen batang
sepanjang dx sebagai badan bebas seperti dalam Gambar 5.3.3. Pada penampang x
timbul tegangan (x) dan pada penampang x dx ada ( x) d ( x) akibat adanya
gaya luar n(x) yang bekerja aksial sentris per satuan panjang batang. Keseimbangan
gaya di arah sumbu aksial memberikan
sehingga
d
A( x) ( x ) n( x ) 0 (5.3.8)
dx
d2
EA( x) 2 u ( x) n( x) 0 (5.3.9)
dx
68
yang merupakan kondisi keseimbangan batang yang dinyatakan dalam bentuk
persamaan diferensial perpindahan yang melibatkan gaya luar n(x) , dengan E A (x)
sebagai kekakuan aksial batang. Persamaan diferensial dalam Pers. (5.3.9) berlaku
untuk batang non-prismatis, yaitu batang dengan luas penampang yang tidak konstan di
sepanjang sumbu aksial batang.
Y
d(x)
A(x)
dA
n (x)
Z
Untuk gaya luar n(x) yang diketahui, serta sifat mekanis bahan E dan ukuran
penampang batang A , perpindahan dapat ditentukan dengan integrasi Pers. (5.3.9).
Hasilnya dapat dimasukkan ke dalam Pers. (5.3.1) untuk menghitung regangan.
Regangan yang sudah terhitung dapat dimasukkan dalam Pers. (5.3.2) untuk
menghitung tegangan, dan pada gilirannya, tegangan ini dimasukkan ke dalam Pers.
(5.3.3) untuk menghitung gaya resultanta tegangan N . Dengan demikian, kita telah
selesai menyusun semua formulasi yang terkait dengan ragam deformasi aksial.
69
x ( y) pada level y diukur dari level di mana tidak terjadi elongasi. Dari telaah geometri
terlihat bahwa
y
x ( y) dx (5.4.1)
q P
X
(a) balok
w (x)
(b) perpindahan X
X dx
(c) deformasi Y x (y)
dx
Z
oleh
d2
w( x)
1 dx 2
(5.4.2)
3
d
2 2
1 w( x)
dx
Jika dw( x) / dx relatif sangat kecil dibandingkan dengan nilai satuan, maka dapat
diambil pendekatan
1 d2
w( x) (5.4.3)
dx 2
70
sehingga Pers. (5.4.1) berobah menjadi
x ( y) . y.dx (5.4.4)
x ( y)
( y) .y (5.4.5)
dx
dan tegangan sebesar
( y) E ( y) E. . y (5.4.6)
N ( x) E. ydA 0 (a)
A
(5.4.9)
M Z ( x) E. y 2 dA (b)
A
Kita akan memberikan analisis atas bentuk dalam Pers. (5.4.9). Pertama, dalam
Pers. (5.4.9) kita mengetahui bahwa
ydA S y dA I ZZ
2
Z (a) ; (b) (5.4.10)
A A
yang merupakan momen statis dan momen inersia penampang terhadap sumbu z .
Karena E , tidak nol, maka dari Pers. (5.4.9a) kita dapat mengambil kesimpulan,
yaitu
71
N ( x) E. .SZ 0 (5.4.11)
yang hanya dipenuhi jika S z 0 . Ini berarti bahwa titik awal yang tadinya kita ambil
secara sembarang, ternyata merupakan titik berat penampang. Dengan demikian, dapat
dinyatakan bahwa
dA
dy
(y)
b(y)
Z X
d2
M z ( x) E. I zz E.I zz . 2 w( x) (5.4.13)
dx
M z ( x)
( y) .y (5.4.14)
I zz
72
merupakan kekakuan lentur batang, analog dengan besaran E dalam hubungan dan
dalam Pers. (4.2.3) ataupun Pers. (5.3.2).
Langkah berikutnya adalah menetapkan hubungan gaya luar dengan gaya dalam,
yaitu lewat peninjauan keseimbangan dari suatu segmen balok sepanjang dx seperti
dalam Gambar 5.4.3. Untuk segmen dx yang cukup kecil, kita mendekati besaran-
besaran dengan variasi yang linier dari penampang dx ke penampang ( x dx) seperti
dalam Gambar 5.4.3(c). Keseimbangan gaya di arah y dan keseimbangan momen yang
diambil terhadap penampang x memberikan
V ( x) V ( x) dV ( x) q( x) q( x) dq( x)dx 0
1
2
M z ( x) M z ( x) dM z ( x) V ( x) dV ( x)dx q( x)dx 2 q( x) dq( x)dx 2 0
1 1
6 3
yang jika diambil hanya sampai suku-suku linier dalam besaran diferensial, memberikan
d
V ( x) q ( x)
dx
(5.4.16)
d
M z ( x) V ( x)
dx
q P
(a) balok 0 X
X dx
Y
q(x) + dq(x)
q(x)
Z 0
Mz (x) + dMz (x)
V(x)
dx
73
Dari Pers. (5.4.16) juga dapat diperoleh hubungan
d2
M z ( x) q ( x) (5.4.17)
dx 2
d2 d2
dx 2 zz dx 2 w( x) q( x)
EI (5.4.18)
Perhatikan bahwa gaya V (x) dalam formulasi di atas merupakan gaya geser
akibat dari gradien dari momen lentur M z (x) di sepanjang x , jadi merupakan gaya
geser akibat ragam deformasi lentur, sehingga V (x) dinamakan gaya geser lentur.
Gaya geser ini tidak ada kaitannya dengan ragam deformasi geser, yang nota bene kita
abaikan dalam kasus balok rendah semacam yang kita bahas di sini. Untuk balok
prismatis, nilai EI zz konstan di sepanjang sumbu aksial batang, sehingga kita
memperoleh rumusan
d4 q( x)
4
w( x) (a)
dx EI zz
d2
M z ( x) EI zz w( x) (b) (5.4.19)
dx 2
d3
V ( x) EI zz 3 w( x) (c)
dx
dan
d2
M z ( x) q( x) (a)
dx 2
d
V ( x) q ( x) (b) (5.4.20)
dx
d
M z ( x) V ( x) (c )
dx
Sebagai mana dengan momen lentur M z (x) , gaya geser V (x) juga merupakan
resultanta tegangan geser lentur , yang hubungan sesamanya dapat disusun sebagai
berikut.
Suatu segmen balok sepanjang dx , maka akan ada variasi dalam gaya resultanta
M z (x) dan V (x) seperti dalam Gambar 5.4.4. Keseimbangan di arah horizontal badan
bebas yang dibatasi oleh potongan pada level y hingga tepi atas penampang, sepanjang
dx seperti dalam Gambar 5.4.4(c), memberikan
yt yt
74
yang menghasilkan
d ( )
yt
b( y ). ( y ) b( )d (5.4.21)
y
dx
d
( y)
y dMz ( x)
y
V ( x) (5.4.22)
dx I zz dx I zz
yt
V ( x)
b( y) I zz y
( y) b( )d (5.4.23)
di mana
yt
b( )d S
y
zy
(5.4.24)
Y
dx
Z 0
dx
L(y) yt
y
V(x)
(c) keseimbangan
75
yang merupakan momen statis dari bagian penampang di atas level y seperti terarsir
dalam Gambar 5.4.4(a), terhadap sumbu Z . Akhirnya, dapat kita tuliskan
V ( x) S zy
( y) (5.4.25)
b( y ) I zz
yang memberikan hubungan antara tegangan geser lentur dengan gaya geser lentur.
Perhatikan bahwa nilai tegangan geser lentur untuk serat terluar penampang adalah nol,
karena di luar level ini tidak ada lagi bagian dari penampang, dan nilai momen statis
dalam Pers. (5.4.25) untuk kasus serat terluar ini, adalah nol.
d
( x ) x
(5.6.1)
dx
rd x .dx (5.6.2)
76
di mana, seturut dengan ragam deformasi geser dalam Pers. (8.32d)
1
(r ) (5.6.3)
G
Y dx
d
d
X
r
dr
Z L(y)
Y
r dA I px
2
(5.6.7)
A
sebagai momen inersia polar penampang terhadap sumbu X . Dengan demikian akan
kita peroleh
T ( x)
( x ) (a)
G.I px
d T ( x)
x (b) (5.6.8)
dx G.I px
T ( x)
( x) .r (c)
I px
77
Analog dengan faktor EI zz sebagai kekakuan batang dalam ragam deformasi lentur,
maka faktor GI px adalah kekakuan torsional batang dalam ragam deformasi torsi.
Sekarang gaya-gaya dalam dan luar akan dikaitkan sesamanya, dan dengan
perpindahan, dengan meninjau keseimbangan segmen balok sepanjang dx pada lokasi
x seperti dalam Gambar 5.6.2. Pada lokasi x bekerja gaya dalam T (x) , dan pada
lokasi ( x dx) bekerja T ( x) dT ( x) . Keseimbangan momen terhadap sumbu aksial X
akan memberikan
T ( x) T ( x) dT ( x) t ( x)dx 0
yang menghasilkan
d
T ( x) t ( x) (5.6.9)
dx
d2
GI px ( x) t ( x)
dx 2
(5.6.10)
d
T ( x) t ( x)
dx
t(x)
X (a) balok
Z
x x + dx
Bentuk dalam Pers. (5.6.10) adalah persamaan diferensial yang memenuhi baik
kriteria keseimbangan maupun kriteria keserasian deformasi batang dengan ragam
torsional.
78
hanya ditinjau kasus batang dengan perbandingan tinggi penampang terhadap bentang
batang yang relatif kecil, yang dinamakan balok rendah atau ceper (shallow beams).
Untuk batang semacam ini, adalah cukup mendekati kondisi sebenarnya,
mengasumsikan distribusi regangan yang berjalan linier di sepanjang ketinggian batang.
Asumsi ini dinamakan hipotesa Bernoulli. Dengan perkataan lain, deformasi geser untuk
kasus batang semacam ini pada lazimnya diabaikan, sehingga geser dalam batang
ditimbulkan oleh gradien momen lentur di sepanjang sumbu batang sebagai mana
didemonstrasikan oleh Pers. (5.29c) dan (5.34), dan tidak disumbangkan oleh deformasi
geser.
Dalam kesempatan ini perlu dikoreksi ucapan yang selama ini dikatakan orang
secara salah, yaitu: ....tegangan akibat gaya dalam. Ucapan ini pada hakekatnya
adalah keliru. Yang betul adalah bahwa deformasi yang menimbulkan regangan, disertai
oleh timbulnya tegangan. Tegangan yang terjadi pada penampang batang
diintegrasikan dalam memberikan gaya-gaya dalam sebagai gaya resultanta tegangan
yang koresponden. Namun, memang dalam terapan dapat juga dihadapi kasus di mana
pada penampang bekerja gaya normal, lentur ataupun torsi sebagai gaya langsung.
Dalam menuliskan persamaan keseimbangan batang, kita menggunakan gaya-gaya
dalam berupa resultanta tegangan (stress resultants) dan bukan menggunakan
tegangan. Merangkum hasil-hasil yang telah diperoleh sebelumnya, berikut ini disajikan
daftar yang memuat deformasi dengan gaya-gaya resultanta tegangan, beserta
tegangan yang koresponden. Daftar deformasi dan resultanta beserta tegangan
diberikan dalam Tabel 5.7.1.
79
Tabel 5.8.1: Perpindahan, Regangan, dan Tegangan Linier
Paramater pengukur
No Ragam Perpindahan
Deformasi Intensitas Gaya
1 aksial perpindahan aksial u (x)
2 lentur perpindahan lateral w(x) Mz
3 torsi perputaran (x) T
1
2
U dV (5.8.1)
V
1 N 2 ( x)
2 L EA( x)
Un dx (5.8.2)
1 T 2 ( x)
2 L G.I px ( x)
Ut dx (5.8.4)
M T
E E G P
1 1 1
(a) ragam aksial (b) ragam lentur (c) ragam torsi
80
contoh mencakup tegangan dan gaya resultanta tegangan kasus deformasi aksial
murni, lentur murni dan torsi murni.
Penyelesaian:
Untuk contoh ini, kita dapat menerapkan hubungan gaya aksial sentris dengan
tegangan merata seperti diatur oleh Pers. (5.3.3). Dengan demikian, tegangan normal
merata adalah
N N 5,400,000 N
30.10 6 N / m 2 30MPa (5.9.1)
A bd (0.3 m)(0.6 m)
dengan distribusi seperti yang diperlihatkan dalam Gambar 5.9.1(c).
b
Y
Z C X
N = 5,400 kN
d
Penyelesaian:
Untuk contoh ini, kita juga dapat menerapkan hubungan gaya aksial sentris
dengan tegangan merata seperti diatur oleh Pers. (5.3.3). Dengan demikian, resultanta
tegangan adalah gaya aksial sentris sebesar
81
N A (10 MPa )(0.3m)(0.6m)
(5.9.2)
1.810 6 N 1,800 kN
b
Y
= 10 MPa
N
C X
Z
b
Y
= 30 MPa
M
C X
Z
82
Penyelesaian:
Untuk contoh ini, kita dapat menerapkan hubungan momen lentur dengan
tegangan ekstrim seperti diatur oleh Pers. (5.4.14), yaitu dengan memasukkan
y d / 2 . Dengan demikian momen lentur menjadi
(d / 2) 30 10 6 N / m 2 1
M I zz (0.3 m)(0.6 m) 3
d /2 0.3 m 12 (5.9.3)
540 kN m
b
Y
M = 300 kN-m
C X
Z
Penyelesaian:
Untuk contoh ini, kita dapat menerapkan hubungan momen lentur dengan
tegangan normal seperti diatur oleh Pers. (5.4.14), yaitu
M z ( x) 300,000 N m
( y) .y y (5.9.4)
I zz 1
(0.3 m)(0.6 m) 3
12
83
Untuk serat ekstrim atas dan ekstrim bawah, dari Pers. (5.9.4) diperoleh tegangan-
tegangan sebesar
(d / 2) 16.67 MPa
(5.9.5)
(d / 2) 16.67 MPa
Contoh 5.5: Suatu batang dengan penampang berbentuk lingkaran dengan radius
R 0.3 m seperti dalam Gambar 5.9.5, mengalami ragam deformasi torsi
dengan gaya resultanta tegangan berupa momen torsi sebesar
T 300 kN m . Tentukan distribusi tegangan torsi yang koresponden.
Penyelesaian:
Untuk contoh ini, kita dapat menerapkan hubungan momen lentur dengan
tegangan ekstrim seperti diatur oleh Pers. (5.6.8c), yaitu dengan memasukkan y R .
Dengan demikian tegangan geser torsi menjadi
T ( x) 300,000 N m
(r ) .r r (5.9.6)
I px 1
(0.3 m) 4
yang untuk tegangan geser ekstrim, diperoleh dengan memasukkan nilai r R 0.3 m ,
dengan hasil
( R) 7.074MPa
Y
(R)
R
Z X
T = 300 kN-m
Gambar 5.9.5: Gaya Resultanta dan Tegangan Geser Torsi, Contoh 5.5
84
5.10 Rangkuman
Dalam bab ini telah dibahas mengenai deformasi yang dapat dialami oleh
komponen batang. Bahasan mencakup tinjauan perpindahan, deformasi dengan
regangan sebagai parameter pengukur, dan intensitas gaya rekasi dengan tegangan
sebagai parameter pengukur tegangan kemudian diintegrasikan untuk mendapat gaya
resultanta tegangan, yang dengan kriteria keseimbangan kemudian dikaitkan dengan
perpindahan, dan perpindahan dengan gaya luar. Hubungan gaya luar, gaya reaksi dan
perpindahan sesamanya akan dikembangkan di dalam bab-bab selanjutnya.
Sebagai peningkatan pengertian serta pemahaman pokok-pokok bahasan,
beberapa contoh penerapan dalam perhitungan gaya resultanta yang koresponden
dengan distribusi tegangan, dan distribusi tegangan yang koresponden dengan gaya
resultanta tegangan, diberikan untuk masing-masing kasus deformasi aksial, lentur dan
deformasi torsi.
5.11 Soal-soal
Soal 5.1: Suatu batang dengan penampang boks persegi berukuran
B D 30 60 cm dan lobang berukuran b d 20 50 cm seperti dalam
2 2
B
Y =?
N X
Z C
D d
Soal 5.2: Suatu batang dengan penampang berbentuk segitiga sama kaki
dengan ukuran b 30 cm dan d 60 cm seperti dalam Gambar
5.11.2, mengalami ragam deformasi aksial sedemikian hingga muncul
tegangan normal seragam sebesar 30 MPa . Tentukan gaya
resultanta tegangan yang koresponden.
85
Y = 30 MPa
Z C N=? X
Soal 5.3: Suatu batang dengan penampang berbentuk T dengan ukuran tinggi
d 60 cm , lebar flens b 30 cm dan tebal flens serta web t 10 cm seperti
dalam Gambar 5.11.3, mengalami ragam deformasi lentur murni sedemikian
hingga muncul tegangan normal pada serat tekan ekstrim pada tepi atas
penampang sebesar 10 MPa . Tentukan gaya resultanta tegangan
berupa momen lentur yang koresponden.
b
Y
= 10 MPa
t
M=?
C X
Z
X
d t
Soal 5.4: Suatu batang dengan penampang berbentuk segitiga sama kaki dengan
ukuran b 30 cm dan d 60 cm seperti dalam Gambar 5,11.4, mengalami
ragam deformasi lentur sedemikian hingga muncul tegangan normal ekstrim
pada serat atas sebesar 10 MPa . Tentukan gaya resultanta tegangan
yang koresponden.
86
Y
= 30 MPa
d
M=?
Z C X
Soal 5.5: Suatu batang dengan penampang berbentuk lingkaran berlobang dengan
radius luar R0 0.3 m dan radius dalam Ri 0.2 m seperti dalam Gambar
5.11.5, mengalami ragam deformasi torsi dengan gaya resultanta tegangan
berupa momen torsi sebesar T 300 kN m . Tentukan distribusi tegangan
torsi yang koresponden.
87