Anda di halaman 1dari 25

BAB V

REGANGAN DAN TEGANGAN KOMPONEN BATANG

5.1. Umum
Deformasi adalah istilah baku yang digunakan untuk robahan bentuk. Di dalam
konteks mekanika, sistem struktur yang terbuat dari bahan yang mampu berdeformasi,
akan mengalami perobahan bentuk yang diakibatkan oleh gaya atau pengaruh luar yang
ada. Deformasi yang timbul disertai pula dengan timbulnya gaya reaksi dalam stuktur,
yang berfungsi untuk meneruskan pengaruh dari gaya-gaya luar ke perletakan. Jika kita
ingin menentukan gaya reaksi ini, umumnya kita harus mempelajari deformasi.
Dalam bahasan Bab IV telah dipaparkan mengenai konsep regangan sebagai
pengukur ekstensi deformasi, yang berkaitan dengan tegangan sebagai pengukur
intensitas gaya reaksi dalam. Regangan dan tegangan bekerja berpasangan dan terjadi
pada setiap titik bermateri sistem struktur. Dengan demikian, regangan dan tegangan
terjadi di seantero titik-titik bermateri sistem struktur secara menerus. Dikatakan,
regangan dan tegangan terjadi secara point-wise di seantero sistem struktur sebagai
medium menerus (continuum). Dengan demikian, untuk persisnya, seyogyanya kita
harus meninjau sistem struktur sebagai medium menerus, serta menyusun medan
regangan, medan tegangan dan hubungan sesamanya pada titik-titik bermateri.
Perumusan komplit seperti ini umumnya cukup sulit dan bahkan sering tidak praktis,
antara lain disebabkan oleh tepi (boundaries) sistem struktur sering menuntut syarat
batas yang melibatkan aspek geometri yang kompleks.
Dalam beberapa terapan, kita sering memodelkan sistem struktur nyata dalam
suatu model diskrit yang lebih sederhana. Sebagai contoh, sistem struktur kerap
dimodelkan atas model diskrit yang terbuat dari batang-batang yang disambungkan
secara kaku atau sendi pada titik-titik pertemuan. Untuk model seperti ini, perumusan
regangan dan tegangan serta hubungan sesamanya dapat disusun dengan
mendasarkan formulasi atas geometri komponen batang. Dalam kasus penjabaran
seperti ini, formulasi menjadi lebih sederhana ketimbang penjabaran yang didasarkan
secara point-wise pada sistem struktur yang dipandang sebagai medium menerus.
Dalam bab ini secara khusus kita akan membahas formulasi regangan, tegangan
dan hubungan sesamanya untuk kasus komponen batang. Perumusan regangan,
tegangan dan hubungan sesamanya pada medium menerus dipaparkan dalam Bab VI,
VII dan VIII. Dengan demikian, formulasi regangan, tegangan dan hubungan sesamanya
dalam bab ini terutama dikembangkan untuk kasus komponen struktur yang berbentuk
batang. Seperti telah disebutkan di depan, formulasi deformasi dalam komponen
struktur lainnya seperti pelat, cangkang atau komponen massif (solid, tiga dimensi),
dapat dibaca dari referensi lain yang khusus tersedia untuk itu.

63
5.2. Beberapa Ragam Deformasi Komponen Batang
Dalam kesempatan ini, bahasan dibatasi kepada ragam deformasi yang paling
sering dihadapi dalam terapan, yaitu ragam deformasi aksial, ragam deformasi lentur,
ragam deformasi geser dan ragam deformasi torsi. Ragam-ragam deformasi tersebut
akan dijelaskan dengan komponen batang sebagai model pembahasan. Tentu saja,
ragam deformasi ini dapat juga terjadi dalam komponen struktur lainnya.
Ragam deformasi aksial merupakan perubahan jarak antara dua titik bermateri,
yang terletak berdekatan pada suatu garis. Di dalam konteks batang, akibat dari cara
penyambungan atau perletakan kedua ujung, ataupun pembebanan, batang akan
mengalami elongasi (perpanjangan atau perpendekan) yang seragam, sedemikian
hingga penampang yang rata akan berpindah tempat, namun tetap rata setelah
deformasi. Lihat Gambar 5.2.1 sebagai peragaan.

konfigurasi awal konfigurasi akhir


1

Gambar 5.2.1: Ragam Deformasi Aksial

Suatu batang yang diregangkan, akan mengalami deformasi berupa


perpanjangan. Penampang batang akan mengalami pengecilan penampang akibat apa
yang dinamakan sebagai efek Poisson. Jika kita mengamati penampang I - I, maka
akan terlihat bahwa penampang akan berpindah tempat namun tetap rata. Ini berarti
bahwa semua titik bermateri pada penampang tersebut mengalami perpindahan yang
seragam. Hal ini khususnya dialami penampang yang cukup jauh dari ujung-ujung
batang.
Ragam deformasi lentur dapat kita amati pada suatu batang yang dibengkokkan
secara tidak berlebihan. Jika kita memberikan jejaring berupa garis trayektori yang
aksial dan lateral yang saling orthogonal sesamanya, maka setelah deformasi garis
trayektori aksial akan melengkung, dan garis lateral akan mengikuti, akan tetapi tetap
lurus dan tetap orthogonal terhadap garis-garis aksial yang sudah melengkung, pada
titik-titik perpotongan kedua trayektori. Garis-garis aksial yang sudah melengkung tetap
sejajar sesamanya, dengan garis aksial sebelah atas yang memendek dan garis aksial
sebelah bawah yang memanjang. Tentunya ada satu lokasi di mana garis aksial ikut
melengkung, namun dengan panjang yang tidak berobah. Dalam ragam deformasi ini,
setiap garis aksial mengalami elongasi yang mengikuti kaidah deformasi aksial pada
garisnya. Yang sangat penting untuk dicatat dalam deformasi lentur ini adalah bahwa
penampang yang pada awalnya rata, tetap rata setelah deformasi. Hal ini dinamakan
sebagai hipotesa Bernoulli. Lihat Gambar 5.2.2 sebagai penjelasan.

64
Gambar 5.2.2: Ragam Deformasi Lentur

Ragam deformasi geser dapat timbul pada batang, di mana akibat ukuran
penampang yang cukup besar dibandingkan dengan panjangnya, gaya luar
menimbulkan robahan yang tidak melengkung seperti dalam ragam lentur, tetapi
dengan trayektori yang tetap lurus, namun dengan robahan bentuk di mana garis-garis
yang pada awalnya ortogonal, menjadi menumpul, seperti kasus robahan bentuk jala
(swiveling) dalam Gambar 5.2.3. Suatu bentuk bujur sangkar pada awalnya, menjadi
bentuk jajaran genjang seperti dalam Gambar 5.2.3(b).

(a) (b)

Gambar 5.2.3: Ragam Deformasi Geser

Ragam torsi dapat diperagakan dengan keranjang lingkaran yang dipuntir,


sehingga garis-garis pelukis tidak lagi orthogonal terhadap garis singgung lingkaran
dasar, seperti dalam Gambar 5.2.4. Dalam ragam deformasi torsi seperti ini, suatu
penampang rata yang orthogonal terhadap sumbu aksial, tetap rata dan orthogonal
pada sumbu aksial. Ini berarti bahwa perpindahan titik bermateri terletak pada
penampang dengan nilai yang semakin besar jika titik berada semakin jauh dari poros
putaran.
Tentu saja, deformasi yang dialami oleh suatu batang dapat berupa kombinasi dari
keempat ragam deformasi yang telah dibahas di atas. Dalam batas-batas sifat bahan
yang elastik linear, deformasi kombinasi dapat dilakukan secara perjumlahan aljabar
dari akibat dari deformasi individual. Karena itu, kita akan membahas deformasi tersebut
satu per satu secara berurutan.

65
Poros putaran torsi

Tetap rata

Gambar 5.2.4: Ragam Deformasi Torsi

5.3. Ragam Deformasi Aksial


Dalam pasal terdahulu telah diterangkan bahwa dalam ragam deformasi aksial,
terjadi perpindahan yang seragam pada semua titik bermateri suatu penampang. Suatu
segmen batang sepanjang dx pada lokasi x , dipantau perpindahannya sebesar u (x)
pada lokasi x dan u( x) du( x) pada lokasi x dx seperti terlihat dalam Gambar 5.3.1.
Regangan aksial sebagai parameter yang didefinisikan sebagai pengukur (measure)
deformasi aksial, merupakan perpanjangan relatif segmen dx , yaitu:

[dx u ( x) du ( x) u ( x)] dx d
( x) u ( x) (5.3.1)
dx dx

Di dalam batas pembebanan yang elastik linier, terjadinya regangan (x)


dibarengi dengan terjadinya tegangan yang didefinisikan sebagai pengukur intensitas
gaya reaksi, serta yang dinyatakan dengan symbol (x) , dan yang besarnya menuruti
hukum Hooke, yaitu
d
( x) E ( x) E u ( x) (5.3.2)
dx

Dengan demikian, karena modulus elastisitas E bernilai konstan, maka tegangan juga
bernilai seragam pada penampang x , seperti terlihat dalam Gambar 5.3.2.
Dalam terapan, sangat praktis jika tegangan yang merata pada seluruh
penampang, diwakili oleh suatu gaya aksial yang merupakan resultan tegangan (stress
resultant) dari pada (x) . Gaya aksial yang dinyatakan dalam symbol N (x) ini,

66
diperoleh dengan mengintegrasikan tegangan untuk seluruh penampang. Dengan
demikian dituliskan

N ( x) ( x) dA ( x) dA A( x). ( x)
A A

yang memberikan
N ( x)
( x) (5.3.3)
A( x)

Y
A(x)

X
(a) batang

X dx

(a) perpindahan

U(x) U(x) + dU(x)

Gambar 5.3.1: Perpindahan dan Deformasi Aksial

Jika titik tangkap gaya aksial N (x) berada pada lokasi ( y0 , z0 ) maka dapat
dituliskan bahwa

N ( x).z o ( x) zdA ( x) zdA


A A
(5.3.4)
N ( x). yo ( x) ydA ( x) ydA
A A

yang menurut sifat geometri penampang, kedua bentuk integrasi dalam Pers. (5.3.4)
dapat dituliskan sebagai

zdA S
A
y ; ydA S
A
y (5.3.5)

yaitu berupa momen statis penampang terhadap masing-masing sumbu y dan z . Dari
Pers. (5.3.3), (5.3.4) dan (5.3.5) diperoleh bahwa

Sy Sz
zo ; yo (5.3.6)
A A

67
yang memberikan titik berat penampang. Dengan demikian, dikatakan bahwa gaya
aksial N (x) adalah resultanta tegangan (stress resultant). Dalam ragam deformasi
aksial, gaya resultanta tegangan bertitik tangkap pada titik berat penampang. Dengan
perkataan lain, resultanta tegangan dalam kasus ragam deformasi aksial seragam
adalah gaya aksial yang sentris.

(x)
A(x)

dA

(a) Penampang (b) Tegangan dan resultan

Gambar 5.3.2: Resultanta Tegangan Aksial

Langkah selanjutnya adalah mengkaitkan gaya luar dengan gaya dalam serta
deformasi, yang dapat dilakukan dengan meninjau keseimbangan segmen batang
sepanjang dx sebagai badan bebas seperti dalam Gambar 5.3.3. Pada penampang x
timbul tegangan (x) dan pada penampang x dx ada ( x) d ( x) akibat adanya
gaya luar n(x) yang bekerja aksial sentris per satuan panjang batang. Keseimbangan
gaya di arah sumbu aksial memberikan

( x)dA ( x) d ( x)dA n( x)dx 0 (5.3.7)


A A

sehingga
d
A( x) ( x ) n( x ) 0 (5.3.8)
dx

Dengan mengingat Pers. (5.3.2), Pers. (5.3.8) memberikan

d2
EA( x) 2 u ( x) n( x) 0 (5.3.9)
dx

68
yang merupakan kondisi keseimbangan batang yang dinyatakan dalam bentuk
persamaan diferensial perpindahan yang melibatkan gaya luar n(x) , dengan E A (x)
sebagai kekakuan aksial batang. Persamaan diferensial dalam Pers. (5.3.9) berlaku
untuk batang non-prismatis, yaitu batang dengan luas penampang yang tidak konstan di
sepanjang sumbu aksial batang.

Y
d(x)

A(x)

dA

n (x)
Z

(x) (x) + d (x)


(a) Penampang (b) Keseimbangan

Gambar 5.3.3: Keseimbangan Batang Aksial

Untuk gaya luar n(x) yang diketahui, serta sifat mekanis bahan E dan ukuran
penampang batang A , perpindahan dapat ditentukan dengan integrasi Pers. (5.3.9).
Hasilnya dapat dimasukkan ke dalam Pers. (5.3.1) untuk menghitung regangan.
Regangan yang sudah terhitung dapat dimasukkan dalam Pers. (5.3.2) untuk
menghitung tegangan, dan pada gilirannya, tegangan ini dimasukkan ke dalam Pers.
(5.3.3) untuk menghitung gaya resultanta tegangan N . Dengan demikian, kita telah
selesai menyusun semua formulasi yang terkait dengan ragam deformasi aksial.

5.4 Ragam Deformasi Lentur


Ragam deformasi lentur yang telah dibahas secara sepintas dalam Pasal 5.2 akan
dikembangkan secara lebih kuantitatif dalam pasal ini. Dalam kondisi tertentu dalam
pembebanan dan sambungan atau perletakan pada ujung balok, timbul ragam
deformasi lentur murni pada batang. Untuk itu kita akan membahas keadaan di mana
hanya timbul lentur pada satu bidang (mono-plane), yang dalam Gambar 5.4.1, hanya
terjadi pada bidang XY saja. Ragam lentur yang terjadi pada bidang lain dapat
dianalisis tersendiri dengan cara yang analog dengan cara berikut ini.
Akibat gaya-gaya luar yang bekerja secara lateral terhadap batang, timbul
perpindahan dan deformasi pada batang. Kita meninjau suatu segmen batang dx pada
lokasi x , di mana timbul perpindahan w(x) yang pada gilirannya menimbulkan elongasi

69
x ( y) pada level y diukur dari level di mana tidak terjadi elongasi. Dari telaah geometri
terlihat bahwa
y
x ( y) dx (5.4.1)

di mana adalah radius kelengkungan perpindahan yang secara matematis diberikan

q P
X
(a) balok

w (x)
(b) perpindahan X
X dx


(c) deformasi Y x (y)
dx
Z

Gambar 5.4.1: Perpindahan dan Deformasi Lentur

oleh
d2
w( x)
1 dx 2
(5.4.2)

3

d
2 2

1 w( x)
dx

Jika dw( x) / dx relatif sangat kecil dibandingkan dengan nilai satuan, maka dapat
diambil pendekatan
1 d2
w( x) (5.4.3)
dx 2

70
sehingga Pers. (5.4.1) berobah menjadi

x ( y) . y.dx (5.4.4)

yang memberikan regangan pada level y sebesar

x ( y)
( y) .y (5.4.5)
dx
dan tegangan sebesar
( y) E ( y) E. . y (5.4.6)

Dalam formulasi di atas terlihat bahwa (kappa) yang merupakan kelengkungan


batang, merupakan fungsi dari x . Regangan dan tegangan bervariasi linier di
sepanjang ketinggian penampang, dan bernilai nol pada suatu level tertentu pada
ketinggian penampang. Ini adalah sebagai konsekuensi dari pada hipotesa Bernoulli
yang mengatakan bahwa
Dalam kasus lentur murni batang rendah, penampang
rata sebelum deformasi, tetap rata setelah deformasi (5.4.7)
terjadi.

Selanjutnya, kita akan menyusun gaya-gaya dalam yang merupakan resultanta


tegangan pada penampang, seperti yang diperlihatkan dalam Gambar 5.4.2. Sebelum
itu, kita perlu mengingat kembali bahwa kita menempatkan titik awal sumbu (Y , Z )
penampang pada level di mana tidak terjadi elongasi di arah aksial, yang tempatnya
belum diketahui di ketinggian penampang. Sambil menyusun gaya resultanta tegangan,
kita juga akan menentukan lokasi titik awal ini. Karena tidak ada gaya di arah aksial
batang, maka kita dapat menuliskan

N ( x) ( y)dA 0 ; M Z ( x) ( y). y dA (5.4.8)


A A

yang dengan mengingat bentuk dalam Pers. (5.4.6), memberikan

N ( x) E. ydA 0 (a)
A
(5.4.9)
M Z ( x) E. y 2 dA (b)
A

Kita akan memberikan analisis atas bentuk dalam Pers. (5.4.9). Pertama, dalam
Pers. (5.4.9) kita mengetahui bahwa

ydA S y dA I ZZ
2
Z (a) ; (b) (5.4.10)
A A

yang merupakan momen statis dan momen inersia penampang terhadap sumbu z .
Karena E , tidak nol, maka dari Pers. (5.4.9a) kita dapat mengambil kesimpulan,
yaitu

71
N ( x) E. .SZ 0 (5.4.11)

yang hanya dipenuhi jika S z 0 . Ini berarti bahwa titik awal yang tadinya kita ambil
secara sembarang, ternyata merupakan titik berat penampang. Dengan demikian, dapat
dinyatakan bahwa

Untuk kasus deformasi lentur murni, garis netral sebagai


lokasi di mana regangan dan tegangan bernilai nol, (5.4.12)
melalui titik berat penampang.

dA
dy
(y)
b(y)

Z X

(a) Penampang (b) Resultanta tegangan

Gambar 5.4.2: Resultan Tegangan Ragam Deformasi Lentur

Selanjutnya, dari Pers. ( 5.4.9b), (5.4.10b) diperoleh hubungan

d2
M z ( x) E. I zz E.I zz . 2 w( x) (5.4.13)
dx

Substitusi Pers (5.4.13) dalam Pers (5.4.6) memberikan

M z ( x)
( y) .y (5.4.14)
I zz

Dalam kasus lentur, besaran M dan masing-masing dipandang sebagai


tegangan umum (generalized stress) dan regangan umum (generalized strain) untuk
ragam deformasi lentur, yaitu tegangan dan regangan yang diberlakukan bagi batang
lentur, identik dengan penggunaan dan untuk batang aksial. Dalam hal ini, faktor
EI dalam hubungan
M z ( x) EI zz ( x) (5.4.15)

72
merupakan kekakuan lentur batang, analog dengan besaran E dalam hubungan dan
dalam Pers. (4.2.3) ataupun Pers. (5.3.2).
Langkah berikutnya adalah menetapkan hubungan gaya luar dengan gaya dalam,
yaitu lewat peninjauan keseimbangan dari suatu segmen balok sepanjang dx seperti
dalam Gambar 5.4.3. Untuk segmen dx yang cukup kecil, kita mendekati besaran-
besaran dengan variasi yang linier dari penampang dx ke penampang ( x dx) seperti
dalam Gambar 5.4.3(c). Keseimbangan gaya di arah y dan keseimbangan momen yang
diambil terhadap penampang x memberikan

V ( x) V ( x) dV ( x) q( x) q( x) dq( x)dx 0
1
2
M z ( x) M z ( x) dM z ( x) V ( x) dV ( x)dx q( x)dx 2 q( x) dq( x)dx 2 0
1 1
6 3

yang jika diambil hanya sampai suku-suku linier dalam besaran diferensial, memberikan

d
V ( x) q ( x)
dx
(5.4.16)
d
M z ( x) V ( x)
dx

q P

(a) balok 0 X

X dx

Y
q(x) + dq(x)
q(x)

Mz (x) V(x) + dV(x)

Z 0
Mz (x) + dMz (x)

V(x)

dx

(b) Penampang (c) badan bebas segmen balok

Gambar 5.4.3: Keseimbangan Balok

73
Dari Pers. (5.4.16) juga dapat diperoleh hubungan

d2
M z ( x) q ( x) (5.4.17)
dx 2

yang dengan mengingat Pers. (5.4.13), akan memberikan

d2 d2
dx 2 zz dx 2 w( x) q( x)
EI (5.4.18)

Perhatikan bahwa gaya V (x) dalam formulasi di atas merupakan gaya geser
akibat dari gradien dari momen lentur M z (x) di sepanjang x , jadi merupakan gaya
geser akibat ragam deformasi lentur, sehingga V (x) dinamakan gaya geser lentur.
Gaya geser ini tidak ada kaitannya dengan ragam deformasi geser, yang nota bene kita
abaikan dalam kasus balok rendah semacam yang kita bahas di sini. Untuk balok
prismatis, nilai EI zz konstan di sepanjang sumbu aksial batang, sehingga kita
memperoleh rumusan
d4 q( x)
4
w( x) (a)
dx EI zz
d2
M z ( x) EI zz w( x) (b) (5.4.19)
dx 2
d3
V ( x) EI zz 3 w( x) (c)
dx
dan
d2
M z ( x) q( x) (a)
dx 2
d
V ( x) q ( x) (b) (5.4.20)
dx
d
M z ( x) V ( x) (c )
dx

Sebagai mana dengan momen lentur M z (x) , gaya geser V (x) juga merupakan
resultanta tegangan geser lentur , yang hubungan sesamanya dapat disusun sebagai
berikut.

Suatu segmen balok sepanjang dx , maka akan ada variasi dalam gaya resultanta
M z (x) dan V (x) seperti dalam Gambar 5.4.4. Keseimbangan di arah horizontal badan
bebas yang dibatasi oleh potongan pada level y hingga tepi atas penampang, sepanjang
dx seperti dalam Gambar 5.4.4(c), memberikan

yt yt

( )b( )d ( ) d ( )b( )d ( y)b( y)dx 0


y y

74
yang menghasilkan
d ( )
yt

b( y ). ( y ) b( )d (5.4.21)
y
dx

Di lain fihak, Pers. (5.4.14) memberikan

d
( y)
y dMz ( x)

y
V ( x) (5.4.22)
dx I zz dx I zz

Substitusi bentuk Pers. (5.4.22) dalam Pers (5.4.21) menghasilkan

yt
V ( x)
b( y) I zz y
( y) b( )d (5.4.23)

di mana
yt

b( )d S
y
zy
(5.4.24)

Y
dx

Y Mz (x) Mz (x) + dMz (x)

Z 0

V(x) V(x) + dV(x)

dx

(b) Penampang (b) tegangan

L(y) yt

y

V(x)

(c) keseimbangan

Gambar 5.4.4: Keseimbangan Gaya Horisontal

75
yang merupakan momen statis dari bagian penampang di atas level y seperti terarsir
dalam Gambar 5.4.4(a), terhadap sumbu Z . Akhirnya, dapat kita tuliskan

V ( x) S zy
( y) (5.4.25)
b( y ) I zz
yang memberikan hubungan antara tegangan geser lentur dengan gaya geser lentur.
Perhatikan bahwa nilai tegangan geser lentur untuk serat terluar penampang adalah nol,
karena di luar level ini tidak ada lagi bagian dari penampang, dan nilai momen statis
dalam Pers. (5.4.25) untuk kasus serat terluar ini, adalah nol.

5.5 Ragam Deformasi Geser


Ragam deformasi geser sebagai mana telah dibahas sekilas dalam Pasal 5.2,
terjadi pada kasus batang balok dengan tinggi penampang yang relatif besar, misalnya
sekitar orde yang melebihi seperlima panjang balok. Dalam kasus balok tinggi,
pemisalan bahwa penampang rata tetap rata setelah deformasi, umumnya tidak lagi
berlaku.
Dalam buku ini, kita membatasi pembahasan kasus balok rendah, dengan
ketinggian balok sekitar orde sepersepuluh panjang balok. Dalam kasus seperti ini,
ragam deformasi lentur umumnya jauh lebih dominan dari ragam deformasi geser,
sehingga yang diperhitungkan hanya ragam deformasi lentur saja, sementara ragam
deformasi geser diabaikan. Dengan demikian, dalam pasal ini kita tidak akan membahas
ragam deformasi geser lebih lanjut.

5.6 Ragam Deformasi Torsi


Ragam deformasi torsi sangat tergantung kepada bentuk penampang. Untuk
penampang terbuka, malah akan timbul ragam deformasi pilin (warping), yang
menunjukkan perpindahan titik bermateri yang keluar dari kedudukan semula, di arah
aksial batang. Dalam kasus penampang tertutup juga terdapat perbedaan yang
signifikan antara batang berpenampang lingkaran dan non-lingkaran (persegi, segitiga,
segi banyak, dan lain-lain). Dalam kesempatan ini, kita membatasi diri kepada batang
berpenampang lingkaran, masif maupun berongga tertutup yang juga berbentuk
lingkaran seperti dalam Gambar 5.6.1.
Ragam deformasi ditandai dengan perpindahan titik bermateri di arah tangensial
terhadap poros aksial sebagai sumbu putar, dan tidak adanya perpindahan di arah
poros tersebut. Deformasi diukur dengan laju perputaran dx di arah x ; jadi,

d
( x ) x
(5.6.1)
dx

di mana x adalah perpindahan torsional. Untuk memantau lanjut besaran tersebut,


maka secara geometri terlihat bahwa

rd x .dx (5.6.2)

76
di mana, seturut dengan ragam deformasi geser dalam Pers. (8.32d)
1
(r ) (5.6.3)
G

sehingga, dari Pers. (5.6.2) dan (5.6.3) diperoleh


d
( x) G.r. x G.r.( x) (5.6.4)
dx
atau
1
( x ) (r ) (5.6.5)
G.r
Momen torsi T (x) sebagai resultanta tegangan geser torsi dapat diperoleh dari
integrasi

T ( x) (r )rdA G.( x) r 2 dA (5.6.6)


A A

Y dx


d
d
X
r
dr
Z L(y)
Y

(a) balok dan ragam deformasitorsi (b) penampang

Gambar 5.6.1: Ragam Deformasi Torsi

Padahal, kita mengetahui bahwa

r dA I px
2
(5.6.7)
A

sebagai momen inersia polar penampang terhadap sumbu X . Dengan demikian akan
kita peroleh
T ( x)
( x ) (a)
G.I px

d T ( x)
x (b) (5.6.8)
dx G.I px

T ( x)
( x) .r (c)
I px

77
Analog dengan faktor EI zz sebagai kekakuan batang dalam ragam deformasi lentur,
maka faktor GI px adalah kekakuan torsional batang dalam ragam deformasi torsi.

Sekarang gaya-gaya dalam dan luar akan dikaitkan sesamanya, dan dengan
perpindahan, dengan meninjau keseimbangan segmen balok sepanjang dx pada lokasi
x seperti dalam Gambar 5.6.2. Pada lokasi x bekerja gaya dalam T (x) , dan pada
lokasi ( x dx) bekerja T ( x) dT ( x) . Keseimbangan momen terhadap sumbu aksial X
akan memberikan

T ( x) T ( x) dT ( x) t ( x)dx 0

yang menghasilkan
d
T ( x) t ( x) (5.6.9)
dx

dan dengan mengingat Pers. (5.6.8) diperoleh

d2
GI px ( x) t ( x)
dx 2
(5.6.10)
d
T ( x) t ( x)
dx

t(x)
X (a) balok
Z
x x + dx

T (x) T(x) + dT(x) (b) segmen balok


dx

Gambar 5.6.2: Keseimbangan Balok Torsi

Bentuk dalam Pers. (5.6.10) adalah persamaan diferensial yang memenuhi baik
kriteria keseimbangan maupun kriteria keserasian deformasi batang dengan ragam
torsional.

5.7 Tegangan dan Gaya Resultanta Komponen Batang


Beberapa ragam deformasi telah dibahas dalam Pasal 5.3 hingga 5.6 bab ini.
Dalam pembahasan telah diuraikan secara rinci hubungan antara gaya resultanta
dengan tegangan yang koresponden, untuk ragam deformasi aksial, lentur dan torsi.
Perlu ditekankan kembali dalam kesempatan ini bahwa dalam kasus deformasi lentur,

78
hanya ditinjau kasus batang dengan perbandingan tinggi penampang terhadap bentang
batang yang relatif kecil, yang dinamakan balok rendah atau ceper (shallow beams).
Untuk batang semacam ini, adalah cukup mendekati kondisi sebenarnya,
mengasumsikan distribusi regangan yang berjalan linier di sepanjang ketinggian batang.
Asumsi ini dinamakan hipotesa Bernoulli. Dengan perkataan lain, deformasi geser untuk
kasus batang semacam ini pada lazimnya diabaikan, sehingga geser dalam batang
ditimbulkan oleh gradien momen lentur di sepanjang sumbu batang sebagai mana
didemonstrasikan oleh Pers. (5.29c) dan (5.34), dan tidak disumbangkan oleh deformasi
geser.
Dalam kesempatan ini perlu dikoreksi ucapan yang selama ini dikatakan orang
secara salah, yaitu: ....tegangan akibat gaya dalam. Ucapan ini pada hakekatnya
adalah keliru. Yang betul adalah bahwa deformasi yang menimbulkan regangan, disertai
oleh timbulnya tegangan. Tegangan yang terjadi pada penampang batang
diintegrasikan dalam memberikan gaya-gaya dalam sebagai gaya resultanta tegangan
yang koresponden. Namun, memang dalam terapan dapat juga dihadapi kasus di mana
pada penampang bekerja gaya normal, lentur ataupun torsi sebagai gaya langsung.
Dalam menuliskan persamaan keseimbangan batang, kita menggunakan gaya-gaya
dalam berupa resultanta tegangan (stress resultants) dan bukan menggunakan
tegangan. Merangkum hasil-hasil yang telah diperoleh sebelumnya, berikut ini disajikan
daftar yang memuat deformasi dengan gaya-gaya resultanta tegangan, beserta
tegangan yang koresponden. Daftar deformasi dan resultanta beserta tegangan
diberikan dalam Tabel 5.7.1.

Tabel 5.7.1: Deformasi, Gaya Dalam dan Tegangan

No Ragam Deformasi Gaya Dalam Tegangan Persamaan

1 aksial normal aksial N tegangan (5.3.3)


normal
momen lentur M (5.4.14)
2 lentur
geser lentur V tegangan geser (5.4.25)

3 torsi momen torsi T tegangan torsi (5.6.8c)

5.8 Energi Regangan Komponen Batang


Setelah membahas ragam-ragam deformasi dalam pasal-pasal terdahulu, kita
dapat merangkum jenis perpindahan regangan umum dan tegangan umum untuk ketiga
ragam deformasi yang telah dibahas secara rinci, seperti diberikan di dalam Tabel 5.8.1.
Menurut kebutuhan di dalam analisis mekanika, didefinisikan suatu besaran yang
dinamakan energi regangan, berupa energi dalam yang tertimbun di dalam sistem
struktur akibat deformasi. Energi regangan dihitung dengan rumus yang didasarkan atas
hubungan regangan dan tegangan seperti dalam Gambar 5.8.1, dengan hasil

79
Tabel 5.8.1: Perpindahan, Regangan, dan Tegangan Linier

Paramater pengukur
No Ragam Perpindahan
Deformasi Intensitas Gaya
1 aksial perpindahan aksial u (x)
2 lentur perpindahan lateral w(x) Mz
3 torsi perputaran (x) T

1
2
U dV (5.8.1)
V

Untuk ragam deformasi aksial, Pers. (5.8.1) memberikan

1 N 2 ( x)
2 L EA( x)
Un dx (5.8.2)

Untuk ragam deformasi lentur diperoleh


2
1 M z ( x)
2 EI zz ( x)
Um dx (5.8.3)

dan untuk ragam deformasi torsi digunakan persamaan

1 T 2 ( x)
2 L G.I px ( x)
Ut dx (5.8.4)

Untuk batang yang mengalami ketiga deformasi, energi regangan merupakan


perjumlahan aljabar dari ketiga jenis energi regangan.

M T

E E G P
1 1 1


(a) ragam aksial (b) ragam lentur (c) ragam torsi

Gambar 5.8.1: Energi Regangan Batang

5.9 Contoh Penerapan


Untuk lebih menanamkan pengertian dan memperdalam pemahaman dari pokok-
pokok bahasan dalam bab ini, berikut ini diberikan beberapa contoh penerapan. Contoh-

80
contoh mencakup tegangan dan gaya resultanta tegangan kasus deformasi aksial
murni, lentur murni dan torsi murni.

Contoh 5.1: Suatu batang dengan penampang berukuran b d 30 60 cm 2 seperti


dalam Gambar 5.9.1, mengalami ragam deformasi aksial sedemikian
hingga muncul gaya resultanta tegangan N berupa gaya aksial sentris
sebesar 5,400 kN . Tentukan distribusi tegangan normal yang
koresponden.

Penyelesaian:
Untuk contoh ini, kita dapat menerapkan hubungan gaya aksial sentris dengan
tegangan merata seperti diatur oleh Pers. (5.3.3). Dengan demikian, tegangan normal
merata adalah

N N 5,400,000 N
30.10 6 N / m 2 30MPa (5.9.1)
A bd (0.3 m)(0.6 m)
dengan distribusi seperti yang diperlihatkan dalam Gambar 5.9.1(c).

b
Y

Z C X
N = 5,400 kN
d

(a) penampang (b) resultanta tegangan (c) distribusi tegangan

Gambar 5.9.1: Batang dan Penampang Contoh 5.1

Contoh 5.2: Suatu batang dengan penampang berukuran b d 30 60 cm 2 seperti


dalam Gambar 5.9.2, mengalami ragam deformasi aksial sedemikian
hingga muncul tegangan normal seragam sebesar 10 MPa .
Tentukan gaya resultanta tegangan yang koresponden.

Penyelesaian:

Untuk contoh ini, kita juga dapat menerapkan hubungan gaya aksial sentris
dengan tegangan merata seperti diatur oleh Pers. (5.3.3). Dengan demikian, resultanta
tegangan adalah gaya aksial sentris sebesar

81
N A (10 MPa )(0.3m)(0.6m)
(5.9.2)
1.810 6 N 1,800 kN

seperti terlihat dalam Gambar 5.9.2(c).

b
Y
= 10 MPa

N
C X
Z

(a) penampang (b) distribusi tegangan (c) resultanta tegangan

Gambar 5.9.2: Tegangan dan Gaya Resultanta, Contoh 5.2

Contoh 5.3: Suatu batang dengan penampang berukuran b d 30 60 cm 2 seperti


dalam Gambar 5.9.3, mengalami ragam deformasi lentur murni
sedemikian hingga muncul tegangan normal pada serat tekan ekstrim
pada tepi penampang sebesar 10 MPa . Tentukan gaya resultanta
tegangan berupa momen lentur yang koresponden.

b
Y
= 30 MPa

M
C X
Z

(a) penampang (b) distribusi tegangan (c) resultanta tegangan

Gambar 5.9.3: Tegangan dan Gaya Resultanta, Contoh 5.3

82
Penyelesaian:

Untuk contoh ini, kita dapat menerapkan hubungan momen lentur dengan
tegangan ekstrim seperti diatur oleh Pers. (5.4.14), yaitu dengan memasukkan
y d / 2 . Dengan demikian momen lentur menjadi

(d / 2) 30 10 6 N / m 2 1
M I zz (0.3 m)(0.6 m) 3
d /2 0.3 m 12 (5.9.3)
540 kN m

seperti terlihat dalam Gambar 5.9.3(c).

Contoh 5.4: Suatu batang dengan penampang berukuran b d 30 60 cm 2 seperti


dalam Gambar 5.9.4, mengalami ragam deformasi lentur murni
sedemikian hingga muncul resultanta tegangan berupa momen lentur
murni sebesar M 300 kN m . Tentukan distribusi tegangan normal
yang koresponden.

b
Y

M = 300 kN-m

C X
Z

(a) penampang (b) resultanta tegangan (c) distribusi tegangan

Gambar 5.9.4: Gaya Resultanta dan Tegangan, Contoh 5.4

Penyelesaian:

Untuk contoh ini, kita dapat menerapkan hubungan momen lentur dengan
tegangan normal seperti diatur oleh Pers. (5.4.14), yaitu

M z ( x) 300,000 N m
( y) .y y (5.9.4)
I zz 1
(0.3 m)(0.6 m) 3
12

83
Untuk serat ekstrim atas dan ekstrim bawah, dari Pers. (5.9.4) diperoleh tegangan-
tegangan sebesar

(d / 2) 16.67 MPa
(5.9.5)
(d / 2) 16.67 MPa

yang memberikan distribusi tegangan normal yang bervariasi linier di sepanjang


ketinggian penampang seperti terlihat dalam Gambar 5.9.4(c). Garis netral terletak pada
posisi y 0 .

Contoh 5.5: Suatu batang dengan penampang berbentuk lingkaran dengan radius
R 0.3 m seperti dalam Gambar 5.9.5, mengalami ragam deformasi torsi
dengan gaya resultanta tegangan berupa momen torsi sebesar
T 300 kN m . Tentukan distribusi tegangan torsi yang koresponden.

Penyelesaian:
Untuk contoh ini, kita dapat menerapkan hubungan momen lentur dengan
tegangan ekstrim seperti diatur oleh Pers. (5.6.8c), yaitu dengan memasukkan y R .
Dengan demikian tegangan geser torsi menjadi

T ( x) 300,000 N m
(r ) .r r (5.9.6)
I px 1
(0.3 m) 4

yang untuk tegangan geser ekstrim, diperoleh dengan memasukkan nilai r R 0.3 m ,
dengan hasil
( R) 7.074MPa

seperti terlihat dalam Gambar 5.9.5(c).

Y
(R)

R
Z X

T = 300 kN-m

(a) penampang (b) resultanta tegangan (c) distribusi tegangan

Gambar 5.9.5: Gaya Resultanta dan Tegangan Geser Torsi, Contoh 5.5

84
5.10 Rangkuman
Dalam bab ini telah dibahas mengenai deformasi yang dapat dialami oleh
komponen batang. Bahasan mencakup tinjauan perpindahan, deformasi dengan
regangan sebagai parameter pengukur, dan intensitas gaya rekasi dengan tegangan
sebagai parameter pengukur tegangan kemudian diintegrasikan untuk mendapat gaya
resultanta tegangan, yang dengan kriteria keseimbangan kemudian dikaitkan dengan
perpindahan, dan perpindahan dengan gaya luar. Hubungan gaya luar, gaya reaksi dan
perpindahan sesamanya akan dikembangkan di dalam bab-bab selanjutnya.
Sebagai peningkatan pengertian serta pemahaman pokok-pokok bahasan,
beberapa contoh penerapan dalam perhitungan gaya resultanta yang koresponden
dengan distribusi tegangan, dan distribusi tegangan yang koresponden dengan gaya
resultanta tegangan, diberikan untuk masing-masing kasus deformasi aksial, lentur dan
deformasi torsi.

5.11 Soal-soal
Soal 5.1: Suatu batang dengan penampang boks persegi berukuran
B D 30 60 cm dan lobang berukuran b d 20 50 cm seperti dalam
2 2

Gambar 5.11.1, mengalami ragam deformasi aksial sedemikian hingga


muncul gaya resultanta tegangan N berupa gaya aksial sentris sebesar
5,400 kN . Tentukan distribusi tegangan normal yang koresponden.

B
Y =?

N X
Z C

D d

(a) penampang (b) resultanta tegangan (c) distribusi tegangan

Gambar 5.11.1: Gaya Resultanta dan Tegangan Normal, Soal 5.1

Soal 5.2: Suatu batang dengan penampang berbentuk segitiga sama kaki
dengan ukuran b 30 cm dan d 60 cm seperti dalam Gambar
5.11.2, mengalami ragam deformasi aksial sedemikian hingga muncul
tegangan normal seragam sebesar 30 MPa . Tentukan gaya
resultanta tegangan yang koresponden.

85
Y = 30 MPa

Z C N=? X

(a) penampang (b) distribusi tegangan (c) resultanta tegangan

Gambar 5.11.2: Tegangan Normal dan Gaya Resultanta, Soal 5.2

Soal 5.3: Suatu batang dengan penampang berbentuk T dengan ukuran tinggi
d 60 cm , lebar flens b 30 cm dan tebal flens serta web t 10 cm seperti
dalam Gambar 5.11.3, mengalami ragam deformasi lentur murni sedemikian
hingga muncul tegangan normal pada serat tekan ekstrim pada tepi atas
penampang sebesar 10 MPa . Tentukan gaya resultanta tegangan
berupa momen lentur yang koresponden.

b
Y
= 10 MPa

t
M=?

C X
Z

X
d t

(a) penampang (b) distribusi tegangan (c) resultanta tegangan

Gambar 5.11.3: Tegangan Normal dan Gaya Resultanta, Soal 5.3

Soal 5.4: Suatu batang dengan penampang berbentuk segitiga sama kaki dengan
ukuran b 30 cm dan d 60 cm seperti dalam Gambar 5,11.4, mengalami
ragam deformasi lentur sedemikian hingga muncul tegangan normal ekstrim
pada serat atas sebesar 10 MPa . Tentukan gaya resultanta tegangan
yang koresponden.

86
Y
= 30 MPa

d
M=?
Z C X

(a) penampang (b) distribusi tegangan (c) resultanta tegangan

Gambar 5.11.4: Tegangan Normal dan Gaya Resultanta, Soal 5.4

Soal 5.5: Suatu batang dengan penampang berbentuk lingkaran berlobang dengan
radius luar R0 0.3 m dan radius dalam Ri 0.2 m seperti dalam Gambar
5.11.5, mengalami ragam deformasi torsi dengan gaya resultanta tegangan
berupa momen torsi sebesar T 300 kN m . Tentukan distribusi tegangan
torsi yang koresponden.

Gambar 5.11.5: Torsi dan Tegangan Geser, Soal 5.5

87

Anda mungkin juga menyukai