PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infeksi cacing taenia pada usus manusia disebabkan oleh Taenia solium, Taenia
saginata dan Taenia asiatica di Asia dan Pasifik. Taeniasis yang disebabkan oleh Taenia
solium adalah masalah kesehatan masyarakat yang serius di dunia karena telur dan
proglotid dapat menginfeksi manusia melalui kontaminasi dari lingkungan dan yang
fatal adalah neurosistiserkosis. Neurositiserkosis yang disebabkan oleh Taenia solium
meningkat di daerah non endemis taeniasis (Malinee T. Anantaphruti, et al., 2007).
Penyebaran Taenia dan kasus infeksi akibat Taenia lebih banyak terjadi di
daerah tropis karena daerah tropis memiliki curah hujan yang tinggi dan iklim yang
sesuai untuk perkembangan parasit ini. Taeniasis dan sistiserkosis akibat infeksi cacing
pita babi Taenia solium merupakan salah satu zoonosis di daerah yang penduduknya
banyak mengkonsumsi daging babi dan tingkat sanitasi lingkungannya masih rendah,
seperti di Asia Tenggara, India, Afrika Selatan, dan Amerika Latin. Asian Taenia
dilaporkan telah ditemukan di negara-negara Asia yang umumnya beriklim tropis
seperti Indonesia, Thailand, Malaysia, Filipina, Korea dan Cina. Kini Asian Taenia
disebut Taenia asiatica. Kejadian Taenia asiatica yang tinggi terutama ditemukan di
Pulau Samosir, Indonesia. Di Kabupaten Jayawijaya Papua, Indonesia ditemukan 66,3%
(106 orang dari 160 responden) positif menderita taeniasis solium/sistiserkosis selulosae
dari babi. Sementara 28,3% orang adalah penderita sistiserkosis yang dapat dilihat dan
1
diraba benjolannya di bawah kulit. Sebanyak 18,6% (30 orang) di antaranya adalah
penderita sistiserkosis selulosae yang menunjukkan gejala epilepsi. Dari 257 pasien
yang menderita luka bakar di Papua, sebanyak 82,8% menderita epilepsi akibat adanya
sistiserkosis pada otak.
B. Tujuan
BAB II
ISI
2
Cacing pita termasuk subkelas CESTODA, kelas CESTOIDEA, filum
PLATYHELMINTES. Cacing dewasanya menempati saluran usus vertebrata dan
larvanya hidup di jaringan vertebrata dan invertebrata. Bentuk badan cacing dewasa
memanjang menyerupai pita, biasanya pipih dorsoventral, tidak mempunyai alat
pencernaan atau saluran vaskular dan biasanya terbagi dalam segmen-segmen yang
disebu proglotid yang bila dewasa berisi alat reproduktif jantan dan betina. Ujung
bagian anterior berubah menjadi sebuah alat pelekat, disebut skoleks, yang dilengkapi
dengan alat isap dan kait-kait. Spesies penting yang dapat menimbulkan kelainan pada
manusia umumnya adalah : Diphyllobothrium latum, Hymenolepis nana, Echinococcus
granulosus, Echinococcus multilocularis, Taenia saginata, dan Taenia solium. Manusia
merupakan hospes cestoda ini dalam bentuk :
A. Diphyllobothrium latum
A.1 Klasifikasi
3
Kingdom : Animalia
Phylum : Platyhelminthes
Class : Cestoda
Ordo : Pseudophyllidea
Family : Diphyllobothriidae
Genus : Diphyllobothrium
A.2 Morfologi
Cacing dewasa yang keluar dari usus manusia berwarna gading atau kuning
keabuan merupakan cacing pita yang terpanjang pada manusia. Ukuran panjangnya 3
sampai 10 m dan terdiri dari 3000-4000 buah proglotid dengan tiap proglotid
mempunyai alat kelamin jantan dan betina yang lengkap. Alat kelamin jantan berakhir
di cirrus yang berotot pada lubang kelamin tunggal. Alat kelammin betina terdiri dari
ovarium yang simetris, berlobus dua, sebuah vagina yang berjalan dari lubang kelamin
tunggal dan sebuah uterus yang bermuara di lubang uterus di garis tengah ventral pada
jarak pendek di belakang lubang kelamin tunggal. Uterus yang hitam berkelok-kelok
dan menyerupai roset di tengah-tengah proglotid matang, adalah tanda yang khas yang
digunakan untuk diagnosis. Dari uterus yang melebar di proglotid gravid tiap hari
dikeluarkan 1 juta telur yang berwarna kuning tengguli ke dalam rongga usus. Proglotid
ini akan mengalami disintegrasi bila sudah selesai mengeluarkan telur-telurnya.
4
Gambar scoleks Diphyllobotrium latum
Scoleks yang kecil dan berbentuk buah badan (almond), dengan ukuran 2-3 x 1
mm, mempunyai dua lekuk isap yang dalam dan letaknya dorsoventral. Telur cacing ini
berukuran 55-76 x 41-56 mikron, mempunyai selapis kulit telur dengan operkulum yang
tidak tampak jelas pada satu kutub dan sering terdapat sebuah penebalan pada kutub lain
seperti benjolan kecil.
5
Gambar siklus hidup Diphyllobothrium latum
Telur dikeluarkan melalui lubang uterus proglotid gravid dan ditemukan dalam
tinja. Pada suhu yang sesuai telur menetas dalam waktu 9-12 hari setelah sampai di air.
Embrio didalam embriofor yang bersilia keluar melalui lubang operkulum. Korasidium
bersilia yang berenang bebas dimakan dalam waktu 1-2 hari oleh binatang yang
termasuk copepoda seperti Cyclops dan Diaptomus. Dalam hospes perantara ini larva
kehilangan silianya, menembus dinding dengan bantuan kait-kaitnya dan sampai
kerongga badan. Disini larva tersebut bertambah besar dari 55 sampai 550 mikron dan
dibentuk larva proserkoid yang memanjang.
Bila copepoda yang mengandung larva ini dimakan oleh hospes perantara II
yaitu spesies ikan air tawar yang sesuai seperti ikan salem, maka larva proserkoidnya
akan menembus dinding usus ikan dan masuk ke rongga badan dan alat-alat dalam,
jaringan lemak dan jaringan ikat serta otot-otot. Dalam waktu 7-30 hari larva ini
berubah menjadi larva pleroserkoid atau sparganum yaitu larva yang berbentuk seperti
kumparan dan terdiri dari pseudosegmen, dengan ukuran 10-20 x 2-3 mm. Bila ikan
tersebut dimakan hospes definitif, misalnya manusia, sedangkan ikan itu tidak dimasak
dengan baik, maka sparganum di rongga usus halus tumbuh menjadi cacing dewasa
dalam waktu 3-5 minggu.
Parasit ini dapat ditemukan di daerah dengan iklim dingin, dimana ikan air tawar
merupakan bagian penting dari makanan. Parasit ini ditemukan di Amerika, Kanada,
Eropa, daerah danau di Swiss, Rumania, Turkestan, Israel, Mancuria, Jepang, Afrika,
Malagasi, dan Siberia. Penyakit ini di Indonesia tidak ditemukan tetapi banyak dijumpai
di negara-negara yang banyak makan ikan salem mentah atau kurang matang. Banyak
6
binatang seperti anjing, kucing, dan babi bertindak sebagai hospes reservoar dan perlu
diperhatikan.
Pembuangan air kotor yang tidak mencukupi, adanya hospes perantara di air
tawar yang sesuai, dan kebiasaan makan ikan mentah atau setengah matang
menyebabkan timbulnya daerah endemi. Penyelidikan epidemiologi menunjukkan
bahwa daerah-daerah di Amerika Utara menjadi semakin terjangkit. Faktor terpenting
yang menyebabkan bertambahnya infeksi di daerah itu adalah kebiasaan untuk
membiarkan tinja segar memasuki air tawar. Ikan-ikan didalam danau yang tidak
termasuk danau besar di Amerika Serikat bagian utara, tengah dan Canada sering
menderita infeksi berat. Infeksi dengan cacing ini kebanyakan terdapat pada orang
Rusia, Finlandia, dan Skandinavia, yang mempunyai kebiasaan makan ikan mentah atau
ikan yang tidak dimasak sempurna.
A.5 Patologi
Pencegahan infeksi dengan cacing pita ikan di daerah endemi tergantung pada
kontrol sumber infeksi, pembuangan kotoran dan penjualan ikan. Binatang sebagai
hospes reservoar dapat menyulitkan masalah pemberantasan sumber infeksi.
Pembuangan tinja segar didalam kolam air tawar harus dihindarkan. Penjualan ikan dari
danau yang banyak mengandung parasit harus dilarang, walaupun ada kesukaran dalam
7
pelaksanaan adiministrasi. Pendinginan sampai -10o C selama 24 jam, memasak dengan
sempurna selama paling sedikit 10 menit pada suhu 50 o C , mengeringkan dan
mengasinkan ikan secara baik akan mematikan larvanya. Penduduk harus diberi
penerangan tentang bahaya makan ikan mentah atau ikan yang tidak dimasak dengan
baik.
B. Hymenolepis nana
B.1 Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum : Platyhelminthes
Class : Cestoda
Ordo : Cyclophyllidea
Family : Hymenolepididae
Genus : Hymenolepis
B.2 Morfologi
8
Gambar Hymenolepis nana
Cacing ini mempunyai ukuran terkecil jika dibandingkan dari golongan cestoda
yang ditemukan pada manusia,. Panjangnya kira-kira 25-40 mm dan lebarnya 1 mm.
Ukuran strobila biasanya berbanding terbalik dengan jumlah cacing yang ada dalam
hospes.
Skoleks berbentuk bulat kecil, mempunyai 4 batil isap dan rostelum yang
pendek dan berkait-kait. Bagian leher panjang dan halus. Strobila dimulai dengan
proglotid imatur yang sangat pendek dan sempit, lebih ke distal menjadi lebih lebar dan
luas. Pada ujung distal strobila membulat. Didalam proglotid gravid uterus membentuk
kantong mengandung 80-180 telur.
Telur keluar dari proglotid paling distal yang hancur. Bentuknya lonjong,
ukurannya 30-47 mikron, mempunyai lapisan yang jernih dan lapisan dalam yang
mengelilingi sebuah onkosfer dengan penebalan pada kedua kutub, dari masing-masing
kutub keluar 4-8 filamen. Dalam onkosfer terdapat 3 pasang duri (kait) yang berbentuk
lanset.
9
Gambar telur Hymenolepis nana
Cacing dewasa hidup di usus halus untuk beberapa minggu. Proglotid gravid
melepaskan diri dari badan, telurnya dapat ditemukan dalam tinja. Cacing ini tidak
memerlukan hospes perantara. Bila telur tertelan kembali oleh manusia atau tikus, maka
di rongga usus halus telur menetas, larva keluar dan masuk ke selaput lendir usus halus
dan membentuk larva sistiserkoid, kemudian keluar ke rongga usus dan menjadi dewasa
dalam waktu 2 minggu atau lebih.
Cacing pita ini tidak memerlukan hospes perantara. Survey yang dilakukan di
negara-negara menunjukkan frekuensi dari 0,2- 3,7% walaupun di daerah-daerah
tertentu 10% dari anak-anak menderita infeksi ini. Di Amerika Serikat bagian selatan
10
frekuensinya 0,3-2,9%. Infeksi ini kebanyakan terbatas pada anak-anak dibawah umur
15 tahun. Infeksi kebanyakan terjadi secara langsung dari tangan ke mulut.Frekuensinya
agak lebih tinggi pada anak laki-laki daripada anak perempuan dan presentase infeksi
pada orang negro kira-kira setengahnya dari bangsa kulit putih.
B.5 Patologi
Parasit ini biasanya tidak menyebabkan gejala. Jumlah yang besar dari cacing
yang menempel pada dinding usus halus menimbulkan iritasi mukosa usus. Kelainan
yang sering timbul adalah toksemia umum karena penyerapan sisa metabolit dari parasit
masuk kedalam sistem peredaran darah penderita. Pada anak kecil dengan infeksi berat,
cacing ini kadang-kadang menyebabkan keluhan neurologi yang gawat, mengalami
sakit perut dengan atau tanpa diare, kejang-kejang, sukar tidur dan pusing. Eosinifilia
sebesar 8-16%. Sakit perut, obstipasi dan anoreksia merupakan gejala ringan.
Pencegahannya sukar, karena penularan terjadi langsung dan hanya satu hospes
yang terlibat dalam liingkaran hidupnya. Pemberantasannya terutama tergantung pada
perbaikan kebiasaan kebersihan pada anak. Pengobatan orang yang mengandung cacing
ini, sanitasi lingkungan, menghindarkan makanan dari kontaminasi dan pemberantasan
binatang mengerat juga dapat dilakukan. Obat yang efektif adalah atabrine, bitional,
prazikuantel dan niklosamid, tetapi saat ini obat-obat tersebut sulit didapat di Indonesia.
Obat yang efektif dan ada di pasaran Indonesia adalah amodiakun. Hiperinfeksi sulit
11
diobati, tidak semua cacing dapat dikeluarkan dan sistiserkoid masih ada di mukosa
usus.
C. Hymenolepsis diminuta
C.1 Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum : Platyhelminthes
Class : Cestoda
Ordo : Cyclophyllidea
Family : Hymenolepididae
Genus : Hymenolepis
C.2 Morfologi
12
Gambar skoleks Hymenolepis diminuta
13
Telur ditemukan pada tinja hospes definitif. Cacing ini memerlukan hospes
perantara I yaitu larva pinjal tikus dan kumbang tepung dewasa. Didalam serangga ini
embrio yang keluar dari telurnya berkembang menjadi sistiserkoid. Bila dimakan oleh
hospes definitif, sistiserkoid akan berkembang menjadi cacing dewasa di dalam usus
halus dalam waktu kira-kira 18-20 hari.
C.5 Patologi
Parasit ini tidak menimbulkan gejala , infeksi biasanya terjadi secara kebetulan
saja. Manusia secara kebetulan mendapat infeksi karena makanan atau tangan yang
terkontaminasi dengan serangga yang mengandung parasit. Infeksi pada manusia adalah
ringan dan jangka waktu hidup cestoda pada manusia pendek. Infeksi percobaan pada
manusia dewasa hanya berlangsung selama 5-7 minggu.
D. Dipylidium caninum
D.1 Klasifikasi
Kingdom : Animalia
14
Phylum : Platyhelminthes
Class : Cestoda
Ordo : Cyclophyllidea
Family : Hymenolepididae
Genus : Dipylidium
D.2 Morfologi
15
D.3 Siklus Hidup
Proglotid gravid melepaskan diri dari strobila satu per satu atau dalam kelompok
terdiri dari 2 atau 3 segmen, dan proglotid ini dapat bergerak dengan kecepatan
beberapa inci sejam. Proglotid ini dapat bergerak keluar secara aktif dari anus atau
dikeluarkan bersama tinja. Telurnya dikeluarkan oleh kontraksi proglotid atau karena
disintegrasi proglotid di luar usus, beberapa tersangkut pada bulu hospes, terutama di
daerah perianal.
Hospes perantaranya adalah larva pinjal anjing, kucing, manusia dan tuma
anjing Trichodectes canis. Bila dimakan oleh hospes perantara, onkosfer keluar dari
bungkusnya, menembus dinding usus dan tumbuh menjadi larva sistiserkoid yang
infektif dan berbentuk seperti buah jambu didalam pinjal dewasa. Bila pinjal yang
mengandung parasit ini dimakan oleh hospes definitif, larva sistiserkoid dibebaskan di
usus muda dan menjadi cacing dewasa dalam waktu kira-kira 20 hari. Hospes
definitifnya adalah anjing, kucing, dan manusia.
Cacing ini ditemukan kosmopolit. Sebagian besar infeksi terjadi pada anak yang
berumur kurang dari 8 tahun dan kira-kira sepertiga dari bayi yang berumur kurang dari
16
6 bulan. Infeksi ini kebanyakan terjadi karena bergaul dengan anjing sebagai binatang
peliharaan. Penularan terjadi karena secara kebetulan menelan pinjal, tuma anjing atau
kucing yang mengandung parasit baik melalui makanan yang terkontaminasi atau dari
tangan ke mulut. Presentase anjing yang menderita infeksi cacing ini tinggi.
D.5 Patologi
Anjing dan kucing tidak menjadi sakit kecuali pada infeksi berat dengan gejala
menjadi lemah, kurus, menderita gangguan saraf dan pencernaan. Manusia yang jarang
mengandung lebih dari satu parasit jarang menunjukkan gejala. Pada anak-anak
mungkin menjelma sebagai gangguan intestinal ringan, sakit pada epigastrum, diare dan
kadang-kadang mengalami reaksi alergi. Jarang seorang penderita menunjukkan rasa
sakit yang nyata di epigastrium, emasiasi dan pengurangan berat badan.
Anak kecil sebaiknya jangan diperbolehkan mencium anjing dan kucing yang
dihinggapi pinjal atau tuma. Kebiasaan mencium kucing dan anjing sebaiknya tidak
dianjurkan. Binatang peliharaan yng disukai ini sebaiknya diberi obat cacing dan
pengobatan dengan insektisida.
E. Taenia saginata
E.1 Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum : Platyhelminthes
Class : Cestoda
Ordo : Cyclophyllidea
Family : Taeniidae
Genus : Taenia
E.2 Morfologi
17
Gambar Taenia saginata
Cacing pita Taenia saginata adalah salah satu cacing pita yang berukuran besar
dan panjang, terdiri dari kepala yang disebut skoleks, leher dan strobila yang merupakan
rangkaian ruas-ruas proglotid, sebanyak 1000-2000 buah. Panjang cacing 4-12 meter
atau lebih. Bentuk leher sempit, ruas-ruas tidak jelas dan didalamnya tidak terlihat
struktur tertentu.
Skoleks hanya berukuran 1-2 milimeter, mempunyai empat batil isap dengan
otot-otot yang kuat, tanpa kait-kait. Strobila terdiri dari rangkaian proglotid yang belum
dewasa (imatur) yang dewasa (matur) dan yang mengandung telur atau disebut gravid.
Pada proglotid yang belum dewasa, belum terlihat struktur alat kelamin yang jelas. Pada
proglotid yang dewasa terlihat struktur alat kelamin seperti folikel testis yang berjumlah
300-400 buah, tersebar di bidang dorsal. Vasa eferensnya bergabung untuk masuk ke
rongga kelamin (genital atrium), yang berakhir di lubang kelamin (genital pore).
Lubang kelamin ini letaknya selang-seling pada sisi kanan atau kiri strobila. Di bagian
posterior lubang kelamin, dekat vas deferens, terdapat tabung vagina yang berpangkal
pada ootip.
18
Ovarium terdiri dari 2 lobus, berbentuk kipas, besarnya hampir sama. Letak
ovarium di sepertiga bagian posterior dari proglotid. Vitelaria letaknya di belakang
ovarium dan merupakan kumpulan folikel yang eliptik. Uterus tumbuh dari bagian
anterior ootip dan menjulur kebagian anterior proglotid. Setelah uterus ini penuh dengan
telur, maka cabang-cabangnya akan tumbuh, yang berjumlah 15-30 buah pada satu
sisinya dan tidak memiliki lubang uterus (porus uterinus). Proglotid yang sudah gravid
letaknya terminal dan sering terlepas dari strobila. Proglotid ini dapat bergerak aktif,
keluar dengan tinja atau keluar sendiri dari lubang dubur (spontan). Setiap harinya kira-
kira 9 buah proglotid dilepas. Proglotid ini bentuknya lebih panjang dari pada lebar.
19
Gambar siklus hidup Taenia saginata
Telur-telur cacing ini melekat pada rumput bersama tinja, bila orang berdefekasi
di padang rumput, atau karena tinja yang hanyut dari sungai di waktu banjir. Ternak
yang makan rumput akan terkontaminasi atau dihinggapi cacing gelembung karena telur
yang tertelan akan dicerna sehingga embrio heksakan menetas. Embrio heksakan di
saluran pencernaan ternak menembus dinding usus, masuk ke saluran getah bening atau
darah dan ikut dengan aliran darah ke jaringan ikat di sela-sela otot untuk tumbuh
menjadi cacing gelembung yang disebut Sistiserkus bovis, yaitu larva Taenia saginata.
Peristiwa ini terjadi setelah 12-15 minggu.
Bagian tubuh ternak yang sering dihinggapi larva tersebut adalah otot maseter,
paha belakang dan punggung. Otot di bagian lain juga dapat dihinggapi. Setelah 1 tahun
cacing gelembung ini biasanya mengalami degenerasi, walaupun ada yang dapat hidup
sampai 3 tahun.
Bila cacing gelembung yang terdapat di daging sapi yang dimasak kurang
matang termakan oleh manusia, skoleksnya keluar dari cacing gelembung dengan cara
evaginasi dan melekat pada mukosa usus halus seperti yeyunum. Cacing gelembung
tersebut dalam waktu 8-10 minggu tumbuh menjadi dewasa. Biasanya di rongga usus
hospes terdapat seekor cacing. Hospes definitif dari cacing pita Taenia sagnata adalah
manusia sedangkan hewan memamah biak dari keluarga Bovidae, seperti sapi, kerbau
dan lainnya adalah hospes perantara.
20
banyak makan daging sapi/kerbau. Cara penduduk memakan daging tersebut yaitu
matang (well down), setengah matang (medium) atau mentah (rare) dan cara
memelihara ternak memainkan peranan. Ternak yang dilepas di hutan atau padang
rumput lebih mudah dihinggapi cacing gelembung tersebut, daripada ternak yang
dipelihara dan dirawat dengan baik di kandang.
E.5 Patologi
Obat yang digunakan untuk mengobati taeniasis saginata, secara singkat dibagi
dalam:
F. Taenia solium
F.1 Klasifikasi
21
Kingdom : Animalia
Phylum : Platyhelminthes
Class : Cestoda
Ordo : Cyclophyllidea
Family : Taeniidae
Genus : Taenia
F.2 Morfologi
Cacing pita Taenia solium berukuran panjang kira-kira 2-4 meter dan kadng-
kadang sampai 8 meter. Cacing ini seperti cacing Taenia saginata, terdiri dari skoleks,
leher dan strobila, yang terdiri dari 800-1000 ruas proglotid. Skoleks yang bulat
berukuran kira-kira 1 milimeter, mempunyai 4 buah batil isap dengan rostelum yang
22
mempunyai 2 baris kait-kait, masing-masing sebanyak 25-30 buah. Seperti Taenia
saginata, strobila terdiri dari rangkaian proglotid yang belum dewasa (imatur), dewasa
(matur) dan mengandung telur (gravid). Gambaran alat kelamin pada proglotid dewasa
sama dengan Taenia saginata kecuali jumlah folikel testisnya lebih sedikit, yaitu 150-
200 buah. Bentuk proglotid gravid mempunyai ukuran panjang hampir sama dengan
lebarnya. Jumlah cabang uterus pada proglotid gravid adalah 7-12 buah pada satu sisi.
Lubang kelamin letaknya bergantian selang-seling pada sisi kanan atau kiri strobila
secara tidak beraturan. Proglotid gravid berisi kira-kira 30.000-50.000 buah telur.
Seperti pada Taenia saginata, telurnya keluar melalui celah robekan pada proglotid.
Telur tersebut bila termakan oleh hospes perantara yang sesuai, maka dindingnya
dicerna dan embrio heksakan keluar dari telur, menembus dinding usus dan masuk ke
saluran getah bening atau darah. Embrio heksakan kemudan ikut aliran darah dan
menyangkut di jaringan otot babi. Embrio heksakan cacing gelembung (sistiserkus)
babi, dapat dibedakan dari cacing gelembung sapi, dengan adanya kait-kait di skoleks
yang tunggal. Cacing gelembung yang disebut sistiserkus selulose biasanya ditemukan
pada otot lidah, punggung dan pundak babi. Hospes perantara lain kecuali babi adalah
monyet, onta, anjing, babi hutan, domba, kucing, tikus dan manusia. Larva tersebut
berukuran 0,6-1,8 cm. Bila daging babi yang mengandung larva sistiserkus dimakan
23
oleh manusia, dinding kista dicerna, skoleks mengalami evaginasi untuk kemudian
melekat pada dinding usus halus seperti yeyunum. Dalam waktu 3 bulan cacing tersebut
menjadi dewasa dan melepaskan proglotid dengan telur. Hospes definitif cacing ini
adalah manusia, sedangkan hospes perantaranya adalah manusia dan babi. Manusia
yang dihinggapi cacing dewasa Taenia solium, juga menjadi hospes perantara cacing ini.
Taenia solium adalah kosmopolit, akan tetapi tidak akan ditemukan dinegara-
negara Islam. Cacing tersebut banyak ditemukan di negara-negara yang mempunyai
banyak peternakan babi dan ditempat daging babi banyak disantap seperti di Eropa
(Gzech, Slowakia, Kroatia, Serbia), Amerika Latin, Cina, India, Amerika Utara dan juga
di beberapa daerah di Indonesia antara lain di irian Jaya, Bali dan Sumatra Utara.
Frekuensi telah menurun di negara maju karena pemeriksaan daging yang ketat,
kebersihan yang lebih baik dan fasilitas sanitasi yang lebih baik. Distribusi sistiserkosis
sebanding dengan distribusi Taenia solium. Di Ethiopia, Kenya dan Republik
Demokratik Kongo sekitar 10% dari populasi terinfeksi, di Madagaskar bahkan 16%
(WHO, 2011).
F.6 Epidemiologi
Cara menyantap daging tersebut, yaitu matang, setengah matang, atau mentah
dan pengertian akan kebersihan atauh higiene, memainkan peranan penting dalam
penularan cacing Taenia solium maupun sistiserkus selulose. Pengobatan perorangan
maupun pengobatan massalhars dilaksanakan agar supaya penderita tidak menjadi
sumber infeksi bagi diri sendiri maupun ternak. Pendidikan mengenai kesehatan harus
dirintis. Cara-cara ternak babi harus diperbaiki agar tidak ada kontak dengan tinja
manusia. Sebaiknya untuk ternak babi harus digunakan kandang yang bersih dan
makanan ternak yang sesuai.
F.5 Patologi
24
Nama penyakit yang disebabkan oleh cacing dewasa adalah taeniasis solium dan
yang disebabkan oleh stadium larva adalah sistiserkosis. Cacing dewasa yang biasanya
berjumlah seekor, tidak menyebabkan gejala klinis yang berarti. Bila ada, dapat berupa
nyeri ulu hati, mencret, mual, obstipasi dan sakit kepala. Darah tepi dapat menunjukkan
eosinofilia.
Gejala klinis yang lebih berarti dan sering diderita, disebabkan oleh larva dan
disebut sistiserkosis. Infeksi ringan biasanya tidak menunjukkan gejala, kecuali bila alat
yang dihinggapi adalah alat tubuh yang penting. Pada manusia, sistisserkus atau larva
taenia solium sering menghinggapi jaringan subkutis, mata, jaringan otak, otot, otot
jantung, hati, paru dan rongga perut. Walaupun sering dijumpai, kalsifikasi (perkapuran)
pada sistiserkus tidak menimbulkan gejala, akan tetapi sewaktu-waktu terdapat
pseudohipertrofi otot, disertai gejala miositis, demam tinggi dan eosinofilia.
2. Sanitasi.
25
3. Pemeriksaan daging babi.
Sistiserkus akan mati dengan pemanasan pada 45-50o C, tetapi daging babi
harus dimasak paling sedikit selama setengah jam untuk tiap pound atau sampai
berwarna kelabu. Sistiserkus akan mati pada suhu dibawah -2o C tetapi pada 0o C
sampai -2o C ia hidup selama hampir 2 bulan, dan pada suhu kamar ia hidup
selama 26 hari. Mendinginkan pada suhu -10o C selama 4 hari atau lebih adalah
cara yang efektif. Mengasinkan dengan garam tidak selalu berhasil.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Cestoda atau cacing pita adalah cacing yang hidup sebagai parasit yang termasuk
kelas CESTODA, phylum PLATHYHELMINTHES. Cacing dewasa hidup di dalam
tractur digestivus vertebrata dan larvanya hidup di dalam jaringan vertebrata dan
invertebrata. Cestoda usus mempunyai spesies penting yang dapat menimbulkan
kelainan pada manusia umumnya adalah : Diphyllobothrium latum, Hymenolepis nana,
Echinococcus granulosus, Echinococcus multilocularis, Taenia saginata, dan Taenia
solium. Hospes definifnya yaitu manusia, anjing, kucing, dan kadang-kadang paling
sedikit 22 macam mamalia lainnya, termasuk cerpelai, anjing laut, singa laut, serigala
dan babi. ( Harlod, 1979)
26
Ciri-ciri cestoda usus yaitu :
1. Bentuk tubuh pipih, terdiri dari kepala(soclex) dilengkapi dengan sucker dan
tubuh (proglotid).
2. Panjang antara 2-3m.
3. Bersifat hermaprodit.
4. Hidup sebagai parasit dalam usus vertebrata dan tanpa alat pencernaan.
5. Sistem ekskresi terdiri dari saluran pengeluaran yang berakhir dengan sel
api.
6. Sistem saraf sama seperti planaria dan cacing hati, tetapi kurang
berkembang.
Pada cestoda usus kerugian yang ditimbulkan oleh cacing ini berlainan pada
berbagai spesies. Ukuran dan jumlah cacing menentukan efek sistemik dan luasnya
iritasi pada usus. Bermacam-macam gejala gastrointestinal dan gejala syaraf yang tidak
nyata dapat ditimbulkan. Berkurangnya gairah hidup dan anemi telah dihubungkan
dengan infeksi cacing pita, tetapi biasanya gejala nyata tidak ada. Gejala-gejala
dianggap bertalian dengan hasil metabolisme cacing yang toksik dengan iritasi mekanik,
pengambilan makanan, hospes dan dengan absorbsi zat protein, vitamin, dan mungkin
juga hormon-hormon dari mukosa usus.
27
DAFTAR PUSTAKA
Prianto, Juni L., P.U., Tjahaya dan Darwanto, 1994, Atlas Parasitologi
Kedokteran, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Staf Pengajar FKUI, 1998, Buku Ajar Parasitologi Kedokteran, Balai Penerbit
FKUI, Jakarta
28
WHO, 2011, Cystiserkosis,
http://www.who.int/neglected_diseases/diseases/cysticercosis/en/, diakses tanggal 1
April 2011
29