Anda di halaman 1dari 13

BAB 1

PENDAHULUAN

Herpes genitalis adalah infeksi yang disebabkan oleh virus herpes


simpleks pada daerah genetalia. Infeksi herpes genitalis biasanya disebabkan
oleh Herpes Genitalis Virus tipe 2 (HSV-2). HSV-2 menyebabkan 85 % terjadinya
infeksi primer, dan lebih 98% diantaranya rekuren. 1 Prevalensi dari genital herpes
yang disebabkan oleh HSV-1 dilaporkan meningkat secara drastis, mencapai
20% dari keseluruhan kasus di Amerika Serikat.1, 2 Penelitian lain menyebutkan,
perubahan kebiasaan seksual menyebabkan hampir 40% kasus anogenital
herpes pada wanita.1
Penularan genital herpes terjadi melalui skin-to-skin contact, pada saat
terjadi kontak seksual dengan pasangan yang terinfeksi, baik yang memiliki
gejala klinis maupun asimptomatis.1, 2 Pada virus juga dapat disebarkan melalui
droplet.4
Faktor resiko terjadinya herpes genitalis berkaitan dengan jumlah
pasangan seksual, jumlah aktivitas seksual per tahun, homoseksual, ras kulit
hitam, gender wanita serta riwayat penyakit menular seksual terdahulu.2, 3
Transmisi genital herpes bermula dari kontak langsung antara lesi yang aktif
dengan membran mukosa atau kulit yang tidak intake. Transmisi HSV terjadi baik
simptomatik maupun asimptomatik.4
Pada infeksi primer, HSV memasuki membran mukosa atau kulit melalui
defek kecil pada kulit atau mukosa dan mulai bereplikasi secara lokal. HSV
kemudian menyebar melalui akson menuju ganglia sensoris untuk melakukan
replikasi lebih lanjut. HSV juga dapat menyebar secara sentrifugal melalui saraf
yang lain sehingga mempengaruhi area yang lebih luas. Setelah resolusi infeksi
primer, virus bertahan hidup (laten) pada ganglia sensoris.5
Periode inkubasi pada infeksi primer berlangsung selama 3 sampai 12
hari. Setelah periode itu, virus mulai menampakkan gejalanya di kulit dan
mukosa.6
Manifestasi klinis herpes genitalis sangat bervariasi, mulai dari
asimptomatis hingga gejala berat dengan berbagai komplikasi. Sebagian besar
episode pertama infeksi herpes memiliki gejala lokal seperti rasa nyeri dan
pembesaran kelenjar getah bening regional.4

1
Keluhan sistemik dapat terjadi pada kira-kira 70% pasien seperti panas
badan, sakit kepala, mialgia, letargi, dan fotofobia. Keluhan sistemik tersebut
lebih banyak terjadi pada wanita. Selain itu, didapatkan juga keluhan lain yaitu
nyeri vagina, discharge, disuria, dan limfadenopati inguinal. 1,4 Gejala-gejala
tersebut dapat bertahan selama 1-3 minggu.6
Vesikel muncul kira-kira 6 hari setelah kontak seksual. Vesikel dalam
berbagai ukuran muncul pada labia minor, introitus vagina dan meatus uretra
eksterna pada wanita, dan glans penis pada pria. 4 Vesikel terdepresi pada
daerah sentralnya (umbilikasi) dalam waktu 2-3 hari kemudian mengalami erosi. 4
Vesikel yang tererosi dengan cepat dan tersebar akan menjadi ulkus superficial
yang kecil namun nyeri, yang pada kelanjutannya akan menyebabkan
limfadenopati bilateral.5 Pada minggu berikutnya atau dua minggu kemudian,
terbentuk krusta dan lesi mulai mengalami penyembuhan. Bekas luka akan
tampak jika inflamasi yang terjadi cukup hebat.4
Setelah terjadi infeksi primer, HSV akan menjadi laten pada ganglion
sensoris regional atau ganglion otonom sampai terjadinya reaktivasi berikutnya.4
Reaktivasi HSV-2 dapat menimbulkan rekurensi yang muncul dalam bentuk
subklinis atau serangan simtomatis pada mukokutan.4 Reaktivasi HSV dapat
dipicu oleh beberapa stimuli seperti stres emosional, trauma fisik (termasuk
trauma genital), panas matahari, menstruasi, demam, dan infeksi sistemik. 6 Pada
herpes genitalis yang rekuren, virus yang teraktivasi kemudian menuju epidermis
melalui saraf perifer. Virus kemudian melakukan replikasi di kulit, menyebabkan
lesi herpetik rekuren.6 Berbeda dengan infeksi primer, gejala episode rekurensi
lebih ringan dan terlokalisir. Serangan simtomatik khususnya sering terjadi pada
penderita yang pernah mengalami infeksi primer yang berat.4
Pada fase rekurensi, didapatkan sekelompok vesikel kecil dan mengalami
umbilikasi dalam waktu 1-2 hari, kemudian tererosi dan menjadi krusta.3 Lesi
rekuren biasanya didahului gejala gatal dan nyeri. Lesi rekuren biasanya sembuh
lebih cepat antara 7-10 hari.6
Deteksi HSV dapat dilakukan dengan kultur virus dari vesikel pada kulit.
Pada percobaan Tzanck dengan pewarnaan Giemsa dapat ditemukan sel
mononuklear yang besar, multinucleated giant cells dan intranuclear inclusion
bodies. Giant cells terdiri dari 8-10 nukleus dengan bentuk dan ukuran yang
bervariasi.7 Diagnosis banding dari lesi ulseratif di genetalia adalah herpes
genitalis, ulkus molle (chancroid) dan sifilis primer (chancre).4

2
Penatalaksanaan herpes genitalis adalah medikamentosa dengan obat
antiviral. Obat-obatan antiviral sistemik dapat mengontrol sebagian tanda dan
gejala dari penyakit ini. Obat tersebut digunakan sebagai terapi pada serangan
episode pertama dan episode rekuren. Antiviral tidak mengeradikasi virus yang
laten dan tidak berpengaruh pada peningkatan resiko, frekuensi, atau keparahan
rekurensi apabila obat dihentikan. Antiviral yang sering digunakan adalah
Asiklovir dan Famsiklovir.3, 8,10
Tabel di bawah ini menunjukkan dosis antivirus
3
yang sering dipakai.
Famcyclovir
Acyclovir Acyclovir Acyclovir Valacyclovir
125-250mg,
200mg 400mg 800mg 500mg, 100mg
500mg
200mg 5x/d 400mg tid 250mg tid 1gr bid
First episode*
7-10d 7-10d 7-10d 7-10d
Episodic
recurrence 200mg 5x/d 400mg tid 800mg bid 125mg bid 125mg bid 3-5d
(intermittent 5d 5d 5d 5d or 1gr gd 5d
therapy)
<10 episodes/y :
Chronic daily 500mg qd
400mg bid 250mg bid
suppression >10 episodes/y :
1gr qd
Severe disease Acyclovir 5-10mg/kg (iv) every 8h for 2-7d until clinical resolution

Topical therapy is less effective than systemic drugs

* Higher doses of medication may be needed in HIV patiens


Treatment may be extended if healing is incomplete after 10 days of therapy

Analgesik dapat diberikan jika didapatkan nyeri terutama pada infeksi


primer. Jika salisilat atau NSAID tidak adekuat dapat digunakan golongan opiat
selama 7-10 hari pertama. Pada lesi yang vesikular, dapat dilakukan kompres
dengan air bersih atau Burow's solution selama 10 menit tiap 3-4 kali sehari.6
Terapi nonmedikamentosa dilakukan dengan memberikan konseling pada
pasien. Pertama, memberikan penjelasan mengenai perjalanan penyakit herpes
genitalis, dengan kemungkinan terjadinya episode rekurensi, manifestasi infeksi
viral yang asimtomatik, dan transmisi seksual. Kedua, Menghentikan aktivitas
seksual ketika gejala prodromal dan lesi masih ada. Ketiga, wanita hamil dengan
herpes genitalis hendaknya memberitahukan kepada pusat pelayanan kesehatan
yang merawat mereka mengenai penyakit yang diderita. Ketiga, kepatuhan
dalam konsumsi obat sangat penting karena selain menyembuhkan serta
mencegah terjadinya rekurensi antiviral supresif dapat mencegah transmisi.3

3
BAB II
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. T
Usia : 45 tahun
Alamat : Jl. Tambak Asri RT 1 RW 2 Tajinan Malang
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Status pernikahan : Menikah
No. register : 10692088
Pemeriksaan : 2 Januari 2008

ANAMNESA
Keluhan utama : bintil-bintil di kemaluan
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien mengeluh adanya bintil-bintil di kemaluan sejak 1 minggu yang lalu.
Mulanya, pasien merasakan gatal, nyeri (kemeng) dan terasa ada yang
mengganjal di kemaluan sebelah kiri. Pada awalnya, penderita mengeluh adanya
satu bintil berisi cairan di kemaluan sebelah kiri. Keesokan harinya bintil tersebut
pecah, tidak berdarah dan muncul beberapa bintil di kemaluan sebelah kanan.
Tidak ada bintil-bintil serupa di tempat lain.
Satu minggu sebelum munculnya bintil, pasien mengalami panas badan
(sumer-sumer) dan meriang. Bersamaan dengan itu, pasien juga merasa mlanjer
pada selangkangan sebelah kanan, tidak nyeri, tetapi pada saat periksa ke poli,
mlanjer sudah menghilang. Pasien mengaku, sejak sebulan sebelum munculnya
bintil, pasien merasa sering kecapekan.
Sejak munculnya bintil tersebut, pasien merasakan perih apabila buang air
kecil. Selain itu, pasienpun menjadi takut untuk melakukan hubungan intim
dengan suami.
Dua hari sebelum memeriksakan diri, pasien berobat ke dokter umum di
puskesmas dan diberi obat Ciprofloxacin 2 x 1 tab dan Asam mefenamat 3 x 1
tab , tetapi keluhan tidak membaik.
Riwayat penyakit dahulu :
Pasien tidak pernah mengalami sakit yang sama seperti ini.

4
Riwayat kontak :
Keluhan serupa pada suami dan anggota keluarga lain disangkal.
Riwayat coitus :
Terakhir coitus 1 minggu yang lalu. Partner coitus selain suami : (-)

PEMERIKSAAN FISIK

Status Dermatologi
L : Labia major dextra
D : Terlokalisir
R : Erosi, bentuk bulat, berbatas jelas, diameter 5 mm, dasar kotor
L : Labia minor dextra
D : Terlokalisir
R : Vesikel multipel, diameter 3 mm, bentuk bulat, berbatas jelas, dinding
tipis, isi cairan jernih, tepi eritema.
L : Commisura labiorum anterior
D : Terlokalisir
R : Erosi, bentuk tidak teratur, batas jelas, ukuran 2x5 cm, dasar kotor
L : Commisura labiorum posterior
D : Terlokalisir
R : Erosi, bentuk tidak teratur, batas jelas, ukuran 2x1 cm, dasar kotor

5
6
Status Generalis
Keadaan umum : cukup
Kesadaran : compos mentis
Kepala : anemia -/- ikterus -/-
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)
Thorak : tidak dilakukan pemeriksaan
Abdomen : tidak dilakukan pemeriksaan
Genetalia : Pembesaran kelenjar getah bening inguinal (-)
Status lokalis ~ status dermatologis
Ekstremitas : tidak dilakukan pemeriksaan

Diagnosa Banding
Herpes genitalis
Ulkus molle
Sifilis primer (chancre)

Pemeriksaan Penunjang
Tzank tes

Diagnosa
Herpes genitalis

Penatalaksanaan
Terapi yang diberikan pada pasien meliputi :
Terapi Kausatif : -
Terapi Simptomatik
Terapi episode pertama : Asiklovir 5x200 mg selama 7 hari
Terapi supresi : asiklovir 400 mg 2 x sehari
Terapi Supportif
Pasien dianjurkan untuk :
Kompresi pada lesi vesikel dengan normal salin
Mengingkatkan daya tahan tubuh dengan cara makan yang cukup dan
bergizi, tidak berpantang makan, serta istirahat yang cukup.

7
Tidak melakukan hubungan kelamin sementara untuk mencegah
penularan
Menjaga kebersihan tubuh terutama daerah genetalia
Kontrol 1 minggu lagi untuk mengevaluasi hasil terapi

Prognosa
Penyakit ini cenderung rekuren.

8
BAB III
PEMBAHASAN

Pasien Ny.T, datang ke poli kulit RSSA pada tanggal 2 Januari 2007
dengan keluhan utama bintil-bintil di kemaluan sejak 1 minggu yang lalu.
Dari anamnesis didapatkan keluhan bintil-bintil kemaluan yang terasa
gatal dan kemeng sejak 1 minggu yang lalu. Bintil mulanya terdapat pada
kemaluan sebelah kiri kemudian meluas ke kemaluan sebelah kanan. Tidak ada
bintil-bintil serupa di anggota badan yang lain.
Satu minggu sebelum munculnya bintil, pasien mengalami panas badan
(sumer-sumer) dan meriang. Bersamaan dengan itu, pasien juga merasa mlanjer
pada selangkangan sebelah kanan, tidak nyeri, tetapi sekarang sudah hilang.
Sejak munculnya bintil tersebut, pasien merasakan perih apabila buang
air kecil. Pasien menjadi takut untuk melakukan hubungan intim dengan suami.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan vesikel, multipel, bentuk bulat, batas
jelas, dinding tipis, isi cairan jernih, tepi eritema di labia minor kanan. Didapatkan
erosi, bentuk bulat, berbatas jelas, diameter 5 mm, dasar kotor di labia mayor
kanan. Selain itu, terdapat gambaran erosi berbatas jelas, bentuk tidak teratur,
dengan dasar kotor pada commissura labiorum anterior dan posterior.
Diagnosis banding pada kasus ini adalah herpes genitalis, ulkus molle
(chancroid) dan sifilis primer (chancre).
Ulkus molle (chancroid) disebabkan infeksi akut oleh bakteri
Haemophylus Ducreyi. Masa inkubasi berkisar antara 3-7 hari, biasanya tidak
didahului oleh gejala prodormal.10 Lesi dimulai dengan papula dengan tepi
eritematuos. Setelah 24-48 jam lesi ini berubah menjadi pustule, erosi dan
ulserasi.10 Tempat inokulasi bakteri akan membentuk ulkus yang memiliki
karakteristik bentuk bulat atau oval, lunak, dasar ulkus kotor, mudah berdarah
dan nyeri. Sering disertai pembesaran kelenjar getah bening regional unilateral
yang nyeri. Penyakit ini ditularkan langsung melalui hubungan seksual.2
Pada pasien ini, lesi yang muncul didahului dengan gejala prodormal
berupa panas badan dan malaise, sedangkan diliteratur disebutkan bahwa
chancroid merupakan infeksi akut tanpa gejala prodormal. Selain itu, luka yang
timbul setelah pecahnya bintil tidak berdarah sedangkan pada chancroid lesi

9
yang terjadi mudah berdarah. Riwayat pembesaran kelenjar getah bening pada
pasien ini tidak nyeri sedangkan pada chancroid terasa nyeri.
Sifilis primer disebabkan oleh Treponema pallidum. Pada awal chancre
didapatkan papul kecil berwarna merah atau erosi superfisial yang berkrusta.
Dalam beberapa hari-minggu, lesi tersebut berubah menjadi ulkus berbentuk
bulat atau oval, tidak nyeri, sering tunggal namun bisa multipel, berdasar bersih
dan berindurasi.2, 9
Pada pasien ini diagnosa sifilis primer dapat disingkirkan
karena pasien merasakan nyeri (kemeng) pada daerah lesi. Selain itu, dari
pemeriksaan fisik, didapatkan lesi kecil yang multipel, nyeri, dengan dasar kotor,
tanpa indurasi.
Dari anamnesa dan pemeriksaan fisik di atas, maka pasien didiagnosa
dengan herpes simpleks genetalis. Hal ini didasakan pada anamnesa adanya
bintil-bintil di kemaluan sejak satu minggu yang lalu, meluas dari kemaluan
sebelah kiri ke kanan, disertai gejala prodormal berupa panas badan, malaise
dan pembesaran kelenjar getah bening inguinal (mlanjer). Pada pasien juga
didapatkan nyeri saat kencing, sesuai dengan literatur dimana pada herpes
genitalis dapat disertai nyeri vagina, discharge, disuria, dan limfadenopati
inguinal.1,4 Dari pemeriksaan fisik, didapatkan adanya lesi yang meluas berupa
sekelompok vesikel dengan dasar eritema dan erosi multipel dengan dasar
kotor.
Pada anamnesis, tidak didapatkan riwayat penyakit yang sama
sebelumnya dan tidak ada lesi serupa di tempat lain menguatkan dugaan bahwa
kasus herpes simpleks genetalis pada pasien ini merupakan infeksi yang
pertama. Pada serangan infeksi pertama, pada umumnya penderita herpes
genitalis tidak mengalami lesi pada daerah genital sebelumnya.1
Faktor resiko terjadinya herpes genitalis berkaitan dengan jumlah
pasangan seksual, jumlah aktivitas seksual per tahun, homoseksual, ras kulit
hitam, gender wanita serta riwayat penyakit menular seksual terdahulu. 2, 3 Faktor
resiko dari pasien ini adalah gender wanita. Hal ini berhubungan dengan area
genetalia yang luas dan lembab yang menunjang penyebaran virus ini.4
Penularan herpes genitalis adalah kontak langsung dengan pasangan
yang terinfeksi. Dari anamnesis, tidak didapatkan keluhan yang sama pada
suami serta tidak adanya riwayat koitus dengan orang lain selain suami. Namun,
tidak menutup kemungkinan bahwa sebenarnya suami pasien mengalami infeksi
herpes genitalis yang asimtomatis sehingga dapat menularkan HSV melalui

10
kontak seksual. Kemungkinan bahwa pasien telah mengalami infeksi HSV
asimptomatis sebelumnya juga tidak bisa disingkirkan. Manifestasi klinis pada
infeksi primer sering tidak tampak terutama pada orang yang imunokompeten. 9
Dari anamnesis, pasien mengeluh kecapekan sebulan sebelum muncul gejala.
Penurunan status imun pada pasien ini, dapat mencetuskan terjadinya infeksi
inisial (first recognized episode).
Sebagai pemeriksaan penunjang dapat dilakukan Tzank tes, dimana akan
didapatkan multinucleated giant cells dan intranuclear inclusion bodies.
Prinsip penanganan herpes simpleks genetalis meliputi terapi kausal,
simtomatis, dan suportif. Pada kasus herpes genitalis tidak ada terapi kausatif
yang diberikan karena sampai saat ini belum ada terapi medikamentosa yang
dapat mengeradikasi HSV yang laten pada ganglion sensoris. Terapi simtomatik
yang diberikan adalah obat antiviral sistemik yaitu tablet asiklovir 200mg 5x
sehari secara per oral selama 7 hari untuk terapi episode pertama dan asiklovir
400 mg 2 x sehari untuk terapi supresi. Sedangkan untuk terapi suportif, pasien
dianjurkan untuk melakukan kompres dengan normal salin pada lesi yang
vesikuler. Selain itu, dianjurkan pula pada pasien untuk meningkatkan daya
tahan tubuh dengan cara makan yang cukup dan bergizi, tidak berpantang
makan, serta istirahat yang cukup.
Penyakit herpes simplek genetalis pada pasien ini cenderung akan
mengalami rekurensi. Oleh sebab itu, perlu dijelaskan kepada pasien bahwa
kausa penyakit ini yaitu virus herpes simplek tidak dapat dieradikasi dan obat
yang diberikan kepada pasien hanya untuk menekan gejala simtomatis yang
terjadi.3 Selain itu, pasien dianjurkan pula untuk mengingkatkan daya tahan tubuh
dengan cara makan yang cukup dan bergizi, serta istirahat yang cukup.

11
BAB IV
KESIMPULAN

Telah dilaporkan pasien Ny. T, umur 45 tahun. Pada anamnesa


didapatkan keluhan adanya bintil-bintil di kemaluan sejak 1 minggu yang lalu.
Mulanya, pasien merasakan gatal, nyeri (kemeng) dan terasa ada yang
mengganjal di kemaluan sebelah kiri. Setelah diperiksa, ternyata ada satu bintil
berisi cairan di kemaluan sebelah kiri. Keesokan harinya bintil tersebut pecah,
tidak berdarah dan muncul beberapa bintil di kemaluan sebelah kanan. Tidak ada
bintil-bintil serupa di tempat lain.
Satu minggu sebelum munculnya bintil, pasien mengalami panas badan
(sumer-sumer) dan meriang. Bersamaan dengan itu, pasien juga merasa mlanjer
pada selangkangan sebelah kanan, tidak nyeri, tetapi pada saat periksa ke poli,
mlanjer sudah menghilang. Pasien mengaku, sejak sebulan sebelum munculnya
bintil, pasien merasa sering kecapekan. Sejak munculnya bintil tersebut, pasien
merasakan perih apabila buang air kecil. Pasien tidak pernah mengalami sakit
yang sama seperti ini. Keluhan serupa pada suami dan anggota keluarga lain
disangkal. Pasien terakhir coitus 1 minggu yang lalu dengan suami. Partner
coitus pasien selain suami tidak ada
Dari pemeriksaan fisik, didapatkan adanya lesi yang meluas berupa
sekelompok vesikel dengan dasar eritema dan erosi multipel dengan dasar kotor
di daerah labia mayor dan minor dekstra, serta pada comissura labiatorum
anterior dan posterior.
Dari anamnesa dan pemeriksaan fisik di atas, dapat ditegakkan diagnosis
pada pasien ini dengan herpes simplek genetalis.
Sebagai pemeriksaan penunjang dapat dilakukan Tzank tes, dimana akan
didapatkan multinucleated giant cells dan intranuclear inclusion bodies.
Terapi simtomatik yang diberikan adalah obat antiviral sistemik yaitu
tabletasiklovir 200mg 5x sehari secara per oral selama 7 hari untuk terapi episode
pertama dan asiklovir 400 mg 2 x sehari untuk terapi supresi.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. James, D MD; Berger, Timothy G MD; Elston, Dirk M, MD. Andrews Disease
of The Skin. Clinical Dermatology. 10th edition. Saunders-Elsevier. Canada.
2006. page 370-371
2. Kimberlin, David W, Rouse, Dwight J. Genital herpes. The New England of
Journal Medicine Volume 350. Massachusetts Medical Society. USA. 2004.
Page 19-27.
3. Habif, Thomas P. 2003. Clinical Dermatology: A Color Guide to Diagnosis and
Therapy 4th edition. Mosby. California. 2003. Page 346-354
4. Fatahzadeh, Mahnaz, Schwartz, Robert A. Human Herpes Simplex Virus
Infections: Epidemiology, Pathogenesis, Symptomatology, Diagnosis, and
Management. Journal of The American Academy of Dermatology Volume 57.
Mosby. California. 2007. page 737-753.
5. Sterry, W, et all. Thieme Clinical Companion Dermatology. Thieme. Stutgart.
2006. Page 57-59
6. Arndt, Kenneth A, Hsu, Jeffrey T.S. Manual of Dermatologic Therapeutics, 7th
Edition. Lippincott Williams & Wilkins. California. 2007. Page 95-100
7. Hall, John C, Gordon C. Manual of Skin Disease Sauer. Lippincott Williams &
Wilkins. California. 2000. Page 24
8. CDC. 2006. Sexual Trasmitted Disease Treatment Guidelines 2006.
http://www.cdc.gov. Diakses pada tanggal 2 Januari 2008.
9. Klausner, Jeffrey D, Hook, Edward W. Current Diagnosis and Treatment
Sexual Transmitted Disease 1st Edition. McGraw-Hill.Inc. New York . 2007.
10. Feerberg, Irwin M, et all. Fitzpatrick's Dermatology In General Medicine 6th
edition. McGraw-Hill Inc. Singapore. 2003. Page 220.

13

Anda mungkin juga menyukai