LP Sepsis
LP Sepsis
DAN
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN SEPSIS
DI RUANG 26 RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG
Oleh :
Amin Febrianto
NIM. 135070209111051
Pendahuluan
Sepsis adalah sindrom klinis yang dicetuskan oleh infeksi; ditandai
dengan sejumlah gejala klinis meliputi demam atau hipotermia, leukositosis atau
lekopenia, takhikardia dan tidakipnea. Sepsis sampai saat ini menjadi masalah
baik di negara berkembang maupun negara maju, baik dari segi morbiditas,
mortalitas, maupun ekonomi. Pemanfaatan kemajuan ilmu kedokteran untuk
pengelolaan sepsis dan syok septik berupa dipakainya peralatan monitoring
invasif, saranadiagnostik yang lebih canggih, obat vasopresor dan inotropis yang
lebih baik serta antibiotik yang lebih kuat memang dapat menekan angka
kematian, namun diikuti dengan peningkatan biaya yang sangat besar untuk
persatuan nyawa yang diselamatkan. Tingginya angka kematian dan
konsekuensi biaya yang harus dikeluarkan mengharuskan kita mengubah
paradigma pengelolaan sepsis; dari tindakan yang baru dikerjakan setelah sepsis
dan komplikasinya terjadi; ke arah tindakan penanganan infeksi sebelum sepsis
dan komplikasinya terjadi. Pada naskah ini akan di ulas patogenesis-patofisiologi
infeksi-sepsis, penanganan klinis serta pemberian terapi antimikrobial yang tepat.
a. Definisi
Terdapat beberapa istilah yang erat kaitannya dengan infeksi serta
sepsis, Inflamasi adalah respons lokal yang dipicu oleh jejas atau kerusakan
jaringan, bertujuan untuk menghancurkan, melarutkan bahan
penyebab, jejas atau pun jaringan yang mengalami jejas, yang ditandai
dengan gejala klasik dolor, color, rubor, tumor dan functio laesa. Infeksi adalah
ditemukannya organisme pada ternpat yang normal steril, yang biasanya disertai
dengan respons inflamasi tubuh. Bakteremia adalah ditemukan bakteri di dalam
darah, dibuktikan dengan biakan, dapat bersifat transien. Septisemia
(Septicemia) adalah bakteremia disertai dengan gejala klinis yang bermakna.
Sepsis adalah infeksi disertai dengan respons sistemik; respons sistemik
tersebut ditandai dengan 2 atau lebih tanda: temperatur > 38 atau kurang dari
36 C; denyut jantung > 90/menit; respirasi > 20 /menit atau PaCO 2 < 32 mmHg
(< 4.3 kPa), sel darah putih > 12.000/mm 3, < 4.000/mm3; atau > 10% bentuk
immature/band.
Sepsis syndrome adalah gejala klinis infeksi disertai dengan respons
sistemik yang menyebabkan gangguan organ berupa: insufisiensi respirasi,
disfungsi renal, asidosis atau gejala mental. Septic shock adalah sepsis
syndrome disertai dengan hipotensi dan adanya gangguan perfusi. Refractory
septic shock adalah syok septik yang berlangsung lebih dari satu jam tanpa
respons terhadap intervensi cairan atau obat farmakologis.
Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) merupakan istilah
baru yang banyak dipakai; SIRS adalah manifestasi klinis inflamasi sistemik yang
dapat merupakan respons terhadap infeksi (fokal/sistemik), atau noninfeksi
(misalnyalukabakar, pankreatitis). Dikatakan sepsis bila SIRS tersebut
disebabkan oleh infeksi; fokal maupun sistemik.
b. Etiologi
Penyebab sepsis terbesar adalah bakteri gram-negatif (60% sampai 70%
kasus), yang berbagai produknya dapat menstimulasi sel-sel imun yang
kemudian akan terpacu untuk melepaskan mediator-mediator inflamasi. Produk
yang berperan penting terhadap sepsis adalah lipopolisakarida (LPS), yang
merupakan struktur dominan pada membran luar bakteri gram-negatif. LPS
merangsang peradangan jaringan, demam dan syok pada hospes yang
terinfeksi. Struktur lipid A dalam LPS bertanggung jawab terhadap reaksi dalam
hospes.
Stapilokokus, Pneumokokus, Streptokokus dan organisme gram positif
lainnya dapat menyebabkan kasus sepsis pada sejumlah 20 sampai 40% dari
keseluruhan kasus. Organ paru merupakan tempat sumber infeksi terbanyak
diikuti abdomen dan saluran kemih. Sekitar 20% sampai 30% dari penderita
sumber infeksi yang pasti tidak diketahui. Biakan darah yang positif merupakan
contoh infeksi yang serius tetapi biakan darah yang positif hanya didapatkan
sekitar 30% dari jumlah penderita sepsis. Walaupun demikian secara umum
sepsis dapat disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, parasit, atau pun jamur.
Respons septik umumnya terjadi apabila mikroorganisme komensal yang berada
di salah satu tempat di tubuh penderita (saluran gastrointestinal, kulit, saluran
empedu, saluran napas, saluran kencing, dan lain-lain) masuk ke dalam aliran
darah, dan menyebar ke seluruh tubuh. Dapat pula sepsis terjadi akibat infeksi
lokal di salah satu bagian tubuh oleh suatu mikroorganisme tertentu kemudian
masuk ke dalam aliran darah dan menyebar ke seluruh tubuh secara langsung
atau akibat tindakan medis misalnya: pemasangan kateter intravena/ buli-buli,
tindakan operasi, pemasangan alat bantu napas, dan lain-lain. Mikroorganisme
juga dapat masuk dari luar tubuh ke dalam aliran darah lewat jarum suntik yang
tidak steril. Kadang-kadang sumber infeksi tidak ditemukan.
c. Patofisiologi
Terjadinya infeksi dan sepsis erat kaitannya dengan faktor host dan faktor
mikrobiologi.
1. Faktor host
Infeksi terjadi bila mikroorganisme dapat melewati lapisan-lapisan
pertahanan tubuh/barrier. Barrier pertama berupa pertahanan
mekanis/kimiawi; misalnya kulit atau mukosa yang utuh, sekresi tubuh yang
bersifat bakterisidal atau bakteristatik, pergerakan silia, refleks batuk dan
sebagainya. Lapisan kedua pertahanan tubuh adalah sel-sel fagosit yang
umumnya bersifat nonspesifik; yang akan memusnahkan setiap invasi.
Lapisan pertahanan tubuh ketiga adalah yang bersifat spesifik terhadap
antigen-bahan asing tertentu. Gangguan pada barrier pertama, kedua atau
ketiga atau kombinasi memudahkan terjadinya infeksi. Secara umum faktor
host yang berperan dalam memudahkan timbulnya sepsis pada infeksi
adalah: penyakit dasar, status gizi, status metabolik pasien; adanya infeksi
fokal sebelumnya, pemakaian peralatan invasif pada lingkungan rumah sakit
(kateter urine, vena sentral), penekanan imunitas tubuh akibat pemberian
steroid, kemoterapi, radiasi.
2. Faktor mikrobiologi
Faktor mikrobiologi penting perannya sebagai pencetus segala
perubahan patogenesis dan patofisiologi yang terjadi, dan juga terkait dengan
pemilihan obat antibiotika yang sesuai. Telah diketahui bahwa kemungkinan
terjadinya syok septik pada infeksi oleh mikroorganisme-mikroorganisme
tidak sama. Pada era pra-antibiotik, syok septik tersering karena:
Streptococcus pneumonia; Streptococcus grup A, Staphylococcus aureus,
Haemophylus influenza, Neisseria meningitidis, Salmonella spp. Namun
akhir-akhir ini organisme gram-negatif merupakan patogen utama penyebab
bakteremia.
Organisme gram positif dan jamur sama kemungkinannya dengan
organisme gram-negatif yang mengandung endotoksin dalam menyebabkan
sepsis, di mana mereka dapat memulai rangkaian patogenesis sepsis. Proses
dimulai dengan proliferasi organisme pada tempat masuknya infeksi. Organisme
dapat menginvasi pembuluh darah secara langsung (menyebabkan biakan darah
positif) atau berproliferasi secara lokal dan melepaskan berbagai macam
substansi (produk) ke dalam aliran darah. Substansi-substansi ini termasuk
komponen dari mikroorganisme (antigen techoid acid, endotoksin, dan lain-lain)
dan eksotoksin yang disintesisnya, yang akan merangsang pelepasan mediator
endogen sepsis dari sel monosit atau makrofag, sel endotel, neutrofil, dan lain-
lain.
Berbagai proses terjadi setelah tubuh mendeteksi adanya invasi
mikroorganisme. Bagian dari mikroorganisme yang memberi isyarat tubuh bahwa
mikroorganisme telah menyerang adalah LPS/endotoksin kuman gram-negatif.
Peptidoglycan dan lipotechoic acid bakteri gram positif, bahan-bahan
polisakarida tertentu. serta enzim ekstraseluler dan toksin tertentu juga dapat
memicu respons yang sama seperti LPS. CD 14, baik yang berada pada
permukaan sel atau pun yang bebas, merupakan reseptor yang memfalisilitasi
respons terhadap berbagai stimulus. Mekanisme lain yang dapat mengenal
molekul mikroba adalah komplemen (melalui alternative pathways), mannose
binding protein, dan C-reactiueprotein.
Respons tubuh setelah invasi mikroba merupakan hasil interaksi yang
kompleks antara microbial signal, leukosit, mediator humoral dan endotel
vaskuler. Cytokine pada reaksi inflamasi mengamplifikasi dan mendiversifikasi
respons. Cytokine dapat berfungsi sebagai endocrin, paracrine, autocrine. TNF-a
menstimulasi leukosit dan endotel vaskuler melepaskan cytokine-cytokine lain
(selain TNF-a sendiri), mengekspresi cell surface adhesion molecule dan
meningkatkan turn over arachidonic acid. Pada tingkat lokal, dengan adanya
proses tersebut; infeksi diharapkan dapat terlokalisasi di tempat tersebut dengan
terbentuknya trombus lokal; sehingga invasi kuman dapat dicegah. Dan dengan
mobilisasi sel darah putih, makrofag, maka infeksi dapat diatasi.
Meskipun TNF-a merupakan mediator utama, ia hanya merupakan salah
satu dari sekian banyak cytokine yang terlibat dalam sepsis. IL-1/3 misalnya,
yang mempunyai aktivitas mirip TNF-a, tampaknya juga mempunyai fungsi
pentingpada proses sepsis. TNF-a, IL-1/3, Interferon y, IL-8 mungkin bekerja
sinergis, bersama dengan cytokine tambahan lain. Dengan berlanjutnya sepsis,
campuran cytokine dan mediator menjadi begitu kompleks. Pada syok septik
ditemukan 30 bahanp?-o- dan anti-inflammatory molecul dengan kadar
meningkat di atas normal.
Arachidonic acid, yang dibebaskan dari fosfolipid oleh phospholipase A2
akan diubah dalam cyclooxigenase pathway menjadi prostaglandin dan
thromboxane. Prostaglandin E2, dan prostacyclin dapat menyebabkan
vasodilatasi perifer, sedangkan thromboxane menyebabkan vasokonstriksi dan
memacu agregasi trombosit. Leukotriene juga merupakan mediator yang kuat
pada iskemia dan syok. Bahan fosfolipid yang lain adalah PAF yang dapat
menyebabkan agregasi leukosit serta jejas jaringan.
Komplemen C5a dan produk lain hasil aktivasi komplemen akan
meningkatkan aktivitas reaksi neutrofil misalnya kemotaksis, agregasi,
degranulasi, dan produksi oxigen radical. C5a terbukti akan menginduksi
terjadinya pulmonary vasoconstriction, neutropenia, dan kebocoran vaskular
karena kerusakan endotel.
Banyak alat tubuh mengalami kerusakan akibat sepsis. Mekanisme yang
mendasari sangat mungkin adalah terjadinya vascular endothelial injury yang
sangat luas, di samping ekstravasasi cairan dan mikrotrombi yang akan
menurunkan utilisasi oksigen dan bahan lain oleh jaringan yang bersangkutan.
Mediator-mediator yang dibebaskan oleh leukosit, platelet-leukocyte-fibrin
trombus berperan pada peristiwa ini, tetapi endotel vaskuler sendiri tampaknya
juga berperan aktif. Stimulus oleh TNF-a pada sel endotel vaskuler akan
menyebabkan diproduksi dan dilepaskannya bahan cytokine, molekul
prokoagulan, PAF, endothelium derived relaxing factor (nitric oxide), serta
mediator lain. Juga, regulated cell adhesion molecule memudahkan terjadinya
aderensi leukosit pada sel endotel. Respons tersebut, selain akan lebih menarik
banyak fagosit ke tempat radang dan mengaktifkan berbagai bahan, aktivasi
endotel juga akan menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskuler, trombosis
mikrovaskuler, DIG dan hipotensi. Integritas kapiler akan rusak oleh pengaruh
enzim neutrofil (misalnya elastase), dan bahan metabolit toksik yang lain,
sehingga timbul perdarahan lokal.
Sessler dkk 1995 menyatakan circulatory intercellular adhesion molecule-
1 (cICAM -1) terbukti meningkat pada penderita sepsis dewasa; dan kenaikan
tersebut berkorelasi dengan intensitas sepsis dan beratnya syok, demikian juga
kemudian dengan kegagalan organ dan outcome penyakit. Pada Gambar 1 akan
dapat dilihat awal terjadinya sepsis sampai terjadi kerusakan jaringan, di mana
ICAM memegang peranan penting.
Perkembangan terbaru menunjukkan bahwa sistem koagulasi berperan
penting dalam patofisiologi mengedepan dalam fisiologi sepsis.
Ketidakseimbangan mekanisme hemostatik yang termanifestasi sebagai
mikrovaskuler trombus dan subclinical DIG yang bila dikombinasi dengan
keradangan; berperan pada MOF dan kematian.
Peristiwa dini pada kaskade sepsis, di-trigger oleh respons imun tubuh,
mengakibatkan kerusakan endotel vaskuler. Terpaparnya struktur subendotel
menyebabkan terlepasnya enzim proteolitik. Sel endotel melepas tissue factor
(TF) mentrigger kaskade koagulasi (konversi faktor pembekuan VII menjadi Vila),
dan mempercepat produksi trombin. T F merupakan mediator kunci antara
sistem imun dan koagulasi, dan merupakan aktivator utama koagulasi pada
sepsis. Kadar plasma endogenous hemostasis modulator, misalnya Protein C,
Protein S dan antitrombin III (AT), menurun akibat consumtive coagulopathy
berlebihan pada sepsis. Lebih jauh, peran normal trombomodulin dan endothelial
protein C receptor (EPCK) untuk mengaktifkan Protein C terganggu. Disfungsi
sistem koagulasi demikian menghasilkan procoagulant state yang
memungkinkan kerusakan endotel lebih lanjut. Secara bersamaan, kerusakan
awal vaskuler akan berakibat aktivasi neurofil, neutrophil-endothelial cell
adhesion dan terlepasnya inflammatory cytokine. Pada jaringan yang telah
cenderung mengalami disfungsi uptidake oksigen dan metabolisme, jejas
vaskuler akan mengakibatkan hipoksia yang lebih berat melalui hipoperfusi
jaringan.
Pada kebanyakan pasien sepsis, fibrinolisis mengalami supresi meskipun
adanya aktivasi sistem koagulasi terus berlangsung. Dua inhibitor utama
fibrinolisis, plasminogen activator inhibitor (PAI-1) dan thrombin activateable
fibrinolysis nhibitor (TAFI) terpengaruh oleh adanya proses inflamasi dan
koagulasi pada sepsis. Endotoksin kuman gram-negatif meningkatkan aktivitas
PAI-1, yang berakibat penurunan tissue plasminogen activator (tPA) activity.
Demikian juga kadar protein C, Protein S dan AT menurun. Protein C sudah turun
18 jam sebelum diagnosis klinis sepsis ditegakkan. Berkurangnya AT dan Protein
C berkorelasi dengan beratnya sakit, sering dipakai sebagai petanda prognosis
buruk. Dengan berlanjutnya sepsis, maka gejala koagulopati menjadi muncul.
Hampir 100% pasien sepsis berat dijumpai peningkatan kadar D-dimer;
mengisyaratkan terjadinya aktivasi sistem koagulasi meski parameter koagulasi
lain dalam batas normal. Pada pasien septik syok, koagulopati berlanjut menjadi
DIG, meliputi trombositopenia, defisiensi Protein C, perpanjangaii PT dan PTT
memanjang; peningkatan fibrin monomer, menurunnya fibrinogen. dan
meningkatnya kadar D-dimer.
d. Manifestasi Klinis
Menurut Mansjoer (2000 : 509) manifestasi klinisnya adalah sebagai berikut :
1. Umum: panas, hipotermia, tampak tidak sehat, malas minum,
letargi, sklerema.
2. Saluran cerna: distensi abdomen, anoreksia, muntah, diare,
hepatogemali
3. Saluran napas: apnu, dispnu, takipnu,retraksi, napas cuping
hidung, merintih, sianosis
4. Sistem kardiovaskular: pucat, sianosis, kutis marmorata, kulit
lembab, hipotensi, takikardia, bradikardia
5. System saraf pusat: iritabilitas, tremor, kejang, hiporefleksi, malas
minum, pernapasan tidak teratur, ubun-ubun membonjol, high pitched cry
6. Hematology: ikterus, splenomegali, pucat, petekie, purpura,
perdarahan
e. Pemeriksaan Penunjang
Bila sindrom klinis mengarah ke sepsis, perlu dilakukan evaluasi
sepsis secara menyeluruh. Hal ini termasuk biakan darah, pungsi lumbal,
analisis dan kultur urin, serta foto dada.
Diagnosis sepsis ditegakkan dengan ditemukannya kuman pada
biakan darah. Pada pemeriksaan darah tepi dapat ditemukan neutropenia
dengan pergeseran ke kiri (imatur:total seri granulosit>0,2). Selain itu dapat
dijumpai pula trombositopenia. Adanya peningkatan reaktans fase akut
seperti C-reactive protein (CPR) memperkuat dugaan sepsis. Diagnosis
sebelum terapi diberikan (sebelum hasil kultur positif) adalah tersangka
sepsis (Mansjoer,2000:509).
f. Penatalaksanaan
Dasar pengelolaan sepsis adalah sebagai berikut.
1. Menghilangkan fokus infeksi, misalnya pada abses dengan tindakan
pembedahan.
2. Menghilangkan/menghindari faktor pencetus; misalnya: tindakan
kateterisasi urine.
3. Membunuh kuman penyebab. dengan pemberian antimikrobial yang
tepat.
4. Meminimalkan efek interaksi host-mikroba; misalnya dengan bahan yang
bekerja terhadap mediator sepsis.
5. Meningkatkan pertahanan host; dengan memperbaiki penyakit dasar,
menghilangkan penyebab keadaan immunocompromized.
6. Mengobati komplikasi dari infeksi-sepsis.
PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Keadaan Umum
1) Pasien biasanya dengan penurunan kesadaran
2) Buruknya kontrol suhu : hypothermi, hyperthermi
b. Sistem sirkulasi
Pucat, cyanosis, kulit dingin, hipotensi, edema, denyut jantung
abnormal (bradikardi, takikardi, aritmia).
c. Sistem pernapasan
Pernapasan irreguler, apneu/tachipneu, retraksi.
d. Sistem syaraf
1) Kurangnya aktivitas : lethargi, hiporefleksia, koma, sakit kepala,
pusing, pingsan.
2) Peningkatan aktivitas : iritabilitas, tremor, kejang.
3) Gerakan bola mata tidak normal
4) Tonus otot menigkat/berkurang.
e. Sistem Saluran cerna
Anoreksia, diare, adanya darah dalam feses, distensi abdomen.
f. Sistem Hemopoeitik
Jaundice, pucat, ptechie, cyanosis, splenomegali.
g. Pemeriksaan Diagnostik
1) Kultur (luka, sputum, urine, darah) : mengidentifikasi organisme
penyebab sepsis.
2) SDP : Ht mungkin meningkat pada status hipovolemik karena
hemokonsentrasi, leukositosis, dam trombositopenia.
3) Elektrolit serum : Asidosis, perindahan cairan dan perubahan
fungsi ginjal.
4) Glukosa serum : Hiperglikemia.
5) GDA : Alkalosis respiratory dan hipoksemia.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko tinggi terhadap infeksi (progresi dari sepsis ke syok sepsis).
b. Hyperthermi
c. Penurunan perfusi jaringan kardiopulmonal
d. Resiko tinggi defisit volume cairan.
e. Nyeri akut
f. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
3. Intervensi
a. Resiko tinggi terhadap infeksi (progresi dari sepsis ke syok sepsis)
NOC :
1 Immune Status
2 Knowledge : Infection control
3 Risk control
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien tidak mengalami infeksi
dengan kriteria hasil:
Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
Jumlah leukosit dalam batas normal
Menunjukkan perilaku hidup sehat
Status imun, gastrointestinal, genitourinaria dalam batas normal
NIC :
Pertahankan teknik aseptif
Batasi pengunjung bila perlu
Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai dengan petunjuk umum
Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung
kencing
Tingkatkan intake nutrisi
Berikan terapi antibiotik
Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
Pertahankan teknik isolasi
Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas,
drainase
Monitor adanya luka
Dorong masukan cairan
Dorong istirahat
Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
Kaji suhu badan pada pasien neutropenia setiap 4 jam
b. Hyperthermi
NOC: Thermoregulasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama..pasien
menunjukkan : Suhu tubuh dalam batas normal dengan kreiteria hasil:
Suhu 36 37C
Nadi dan RR dalam rentang normal
Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing, merasa nyaman
NIC :
Monitor suhu sesering mungkin
Monitor warna dan suhu kulit
Monitor tekanan darah, nadi dan RR
Monitor penurunan tingkat kesadaran
Monitor WBC, Hb, dan Hct
Monitor intake dan output
Berikan anti piretik:
Kelola Antibiotik
Selimuti pasien
Berikan cairan intravena
Kompres pasien pada lipat paha dan aksila
Tingkatkan sirkulasi udara
Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
Catat adanya fluktuasi tekanan darah
Monitor hidrasi seperti turgor kulit, kelembaban membran mukosa)
e. Nyeri akut
NOC :
Pain Level,
Pain control,
Comfort level
Setelah dilakukan tinfakan keperawatan Pasien dapat mengontrol nyeri,
dengan kriteria hasil:
Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari
bantuan)
Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri
Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda
nyeri)
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
Tanda vital dalam rentang normal
Tidak mengalami gangguan tidur
NIC :
Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan kebisingan
Kurangi faktor presipitasi nyeri
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala, relaksasi, distraksi,
kompres hangat/ dingin
Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri: ...
Tingkatkan istirahat
Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri
akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur
Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali
NIC :
Weight Management
Diskusikan bersama pasien mengenai hubungan antara intake makanan,
latihan, peningkatan BB dan penurunan BB
Diskusikan bersama pasien mengani kondisi medis yang dapat
mempengaruhi BB
Diskusikan bersama pasien mengenai kebiasaan, gaya hidup dan faktor
herediter yang dapat mempengaruhi BB
Diskusikan bersama pasien mengenai risiko yang berhubungan dengan
BB berlebih dan penurunan BB
Dorong pasien untuk merubah kebiasaan makan
Perkirakan BB badan ideal pasien
Nutrition Management
Kaji adanya alergi makanan
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan pasien.
Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
Berikan substansi gula
Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)
Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
Daftar Pustaka
Bone RC, Balk RA, Cerra FB, Dellinger RP, Fein AM, Knaus WA, Schein RMH,
Sibbald WJ, 1992. The ACCP/SCCM consensus conference. Definition for
sepsis and Organ failure and guidelines for the use of innovative
therapies in Sepsis. Chest 101:1644-55.
Frank MO, Mandell GL, 1995. Immunomodulator. Dalam buku: Mandell GL,
Bennet JE, Dolin R (editor). Mandell, Douglas and Bennet's Principles
and Practice of Infectious Disease 4th edition. Churchill Livingstone New
York, p. 450-8.
Hollenberg SM, Parrillo, 1998. Shock. Dalam buku: Fauci AS, Barunwald E,
Isselbacher K, Wilson JD, Martin JP, Rasper DL, Hause SL, Longo DL
(editor). Harrison's Principles of Internal Medicine 14th edition Vol 1
International edition. New York: ..McGraw-Hill Health Profesion Divison.
p.214-22.