Anda di halaman 1dari 12

Efek Lokal Obat (Farmakologi)

EFEK LOKAL OBAT

A. TUJUAN PRAKTIKUM

1. Dapat memperkirakan bentuk manifestasi efek lokal dari berbagai obat terhadap kulit dan
membran mukosa berdasarkan cara-cara kerja masing-masingnya, serta mengapresiasikan
penerapan ini dalam situasi praktis.

2. Menyadari sifat dan intensitas kemampuan merusak kulit dan membran mukosa dari berbagai
obat yang bekerja secara lokal.

3. Dapat mengapresiasikan peran pelarut terhadap intensitas kerja fenol dan dapat mengajukan
kemungkinan pemanfaatan ini dalam situasi praktis

4. Dapat merumuskan persyaratan-persyaratan farmakologi untuk obat-obat yang secara lokal.

B. LANDASAN TEORI

Obat merupakan zat yang digunakan untuk mendiagnosis, mengurangi rasa sakit, serta
mengobati ataupun mencegah penyakit pada manusia dan hewan (Ansel, 1985). Sedangkan
menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 193/Kab/B.VII/71, obat merupakan suatu bahan
atau paduan bahan-bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menetapkan diagnosis,
mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, atau
kelainan badaniah dan rohaniah pada manusia atau hewan dan untuk memperelok atau
memperindah badan atau bagian badan manusia.

Mayoritas obat bekerja secara spesifik terhadap suatu penyakit. Namun tidak jarang juga
obat yang bekerjanya secara menyeluruh. Berdasarkan efek obat yang diberikan obat kepada
tubuh, maka obat dibagi menjadi :

1. Obat yang berefek sistemik adalah obat yang memberi pengaruh pada tubuh yang bersifat
menyeluruh (sistemik) dan menggunakan sistem saraf sebagai perantara. Obat ini akan bekerja
jika senyawa obat yang ditentukan bertemu dengan reseptor yang spesifik.
2. Obat yang berefek non-sistemik (lokal) merupakan obat yang mempunyai pengaruh pada tubuh
bersifat lokal atau pada daerah yang diberikan obat. Contoh obat ini adalah obat-obat yang
bersifat anestesi lokal ataupun transdermal.

Berbagai produk obat yang bersifat lokal dibuat bertujuan untuk menghilangkan segala
sensasi yang tidak menyenangkan pada bagian yang spesifik di tubuh. Beberapa contoh dari
produk tersebut bersifat anastetik ataupun obat-obat yang diberikan secara transdermal.

Anastetika lokal atau yang dikenal dengan zat penghilang rasa setempat adalah obat yang
pada penggunaan lokal merintangi secara reversibel penerusan impuls saraf ke SSP dan dengan
demikian menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri, gatal-gatal, rasa panas atau dingin.

Anastetika pertama adalah kokain, yaitu suatu alkaloid yang diperoleh dari daun suatu
tumbuhan alang-alang di pegunungan Andes (Peru). Setelah tahun 1892, perkembangan anastetik
meningkat pesat hingga ditemukan prokain dan benzokain, dan derivat-derivat lainnya seperti
tetrakain dan cinchokain.

Anastesi bekerja dengan menghindarkan untuk sementara pembentukan dan tranmisi


impuls melalui sel saraf dan ujungnya. Anastetik lokal juga dapat menghambat penerusan impuls
dengan jalan menurunkan permeabilitas sel saraf untuk ion natrium.

Beberapa kireteria yang harus dipenuhi suatu jenis obat yang digunakan sebagai anestetika
lokal :

a. Tidak merangsang jaringan

b. Tidak mengakibatkan kerusakan permanen terhadap susunan saraf

c. Toksisitas sistemik rendah.

d. Efektif dengan jalan injeksi atau penggunaan setempat pada selaput lendir

e. Mulai kerjanya sesingkat mungkin, tetapi bertahan cukup lama dan dapat larut dalam air dan
menghasilkan larutan yang stabil, juga terhadap pernapasan (sterilisasi).

Selain anestesi, obat-obatan yang digunakan melalui transdermal pun mayoritas


menggunakan prinsip efek lokal yang hanya mengobati/mencegah rasa yang tidak nyaman pada
bagian yang diolesi/ditempelkan obat.

Transdermal merupakan salah satu cara administrasi obat dengan bentuk sediaan
farmasi/obat berupa krim, gel atau patch (koyo) yang digunakan pada permukaan kulit, namun
mampu menghantarkan obat masuk ke dalam tubuh melalui kulit (trans = lewat, dermal = kulit)
Beberapa bahan kimia dapat menyebabkan cedera pada tempat bahan itu bersentuhan
dengan tubuh. Efek lokal ini dapat diakibatkan oleh senyawa-senyawa kaustik, misalnya pada
saluran pencernaan, bahan korosif pada kulit, serta iritasi gas atau uap pada saluran napas. Efek
lokal ini menggambarkan perusakan umum pada sel-sel hidup.

Cara penggunaan obat yang memberi efek lokal adalah:

a. Inhalasi, yaitu larutan obat disemprotkan ke dalam mulut atau hidung dengan alat seperti :
inhaler, nebulizeer atau aerosol.

b. Penggunaan obat pada mukosa seperti: mata, telinga, hidung, vagina, dengan obat tetes, dsb.

c. Penggunaan pada kulit dengan salep, krim, lotion, dsb.

C. PROSEDUR PENELITIAN

1. Alat dan bahan

Bahan yang digunakan :

- Larutan Raksa (II) klorida (HgCl2)

- Larutan fenol 5%

- Larutan asam sulfat pekat

- Larutan asam klorida (HCl)

- Larutan perak nitrat (AgNO3)

- Larutan Tincture iod.

- Gliserin

- Etanol

- Aquades

- Minyak lemak
- Larutan tannin (gambir)

Alat yang digunakan:

- Alat-alat bedah

- Batang pengaduk

- Kertas saring

- Wadah kaca

- Pipet tetes

2. Prosedur Kerja

1) Efek menggugurkan bulu

- Tikus yang sudah dikorbankan, diambil kulitnya dan dipotong-potong, masing-masing


berukuran 1 cm x 1 cm dan letakkan di kertas saring.

- Catat bau asli dari zat-zat yang digunakan

- Keatas potongan kulit tersebut, teteskan larutan-larutan obat yang digunakan (NaOH 20%).

- Setelah beberapa menit, dengan batang pengaduk dilihat adakah bulu yang gugur.

- Catatlah hasil yang diperoleh dari pengujian.

2) Efek korosif

- Usus tikus diambil dan dipotong-potong 5 cm, letakkan diatas kertas saring yang lembab dan
diteteskan dengan cairan-cairan obat. Sebelum digunakan, usus dicuci dahulu dari kotoran dan
posisikan bagian dalam yang terkena tetesan cairan korosif.

- Sediakan juga potongan kulit tikus yang baru diambil dan direndam selama 15 menit dalam
cairan-cairan obat.

- Amatilah kerusakan yang terjadi.


3) Efek lokal fenol dalam berbagai pelarut

- Wadah kaca yang telah disiapkan diisi dengan larutan-larutan fenol.

- Serentak dicelupkan empat jari tangan selama 5 menit kedalam wadah kaca yang masing-
masing berisi fenol 5% + aquades, fenol 5% + etanol, fenol 5% + gliserin, dan fenol 5% +
minyak lemak.

- Rasakan sensasi yang terjadi, jika jari terasa nyeri sebelum 5 menit, segera jari diangkat dan
dibilas dengan etanol.

4) Efek astringen

- Mulut dibilas dengan larutan tanin 1%, dalam hal ini dimaksudkan untuk larutan gambir.

- Rasakan sensasi yang terjadi didalam mulut.

3. Prinsip kerja

a. Zat-zat yang dapat menggugurkan bulu bekerja dengan cara memecah ikatan S-S pada karatin
kulit, sehingga bulu akan rusak dan mudah gugur.

b. Zat-zat korosif bekerja dengan cara mengendapkan protein kulit, sehingga kulit/membran
mukosa akan rusak

c. Fenol dalam berbagai pelarut akan menunjukkan efek lokal yang berbeda pula karena koefisien
partisi yang berbeda dalam berbagai pelarut dan juga karena permeabilitas kulit akan
mempengaruhi penetrasi fenol kedalam jaringan.

d. Zat-zat yang bersifat astringen bekerja dengan cara mengkoagulasikan protein, sehingga
permeabilitas sel-sel pada kulit membran mukosa yang berkontak menjadi menurun dengan
akibat menurunnya sensitivitas di bagian tersebut.

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian
Efek Astringen

Efek korosif (Fenol 5% +

Efek menggugurkan bulu


Efek Gugur Bulu

Klp

PEMBAHASAN

Tikus yang digunakan dalam praktikum dilakukan pengorbanan terlebih dahulu.


pengorbanan dapat dilakukan dengan cara anastesi lokal maupun dengan cara dislokasi lokal.
Anastesi lokal dilakukan dengan cara memasukkan tikus kedalam toples yang telah dijenuhkan
dengan larutan eter dan tertutup, tunggu hingga tikus dalam keadaan mati. Selain anastesi lokal,
dislokasi lokal juga dapat digunakan dengan cara memisahkan/menghambat pengaliran darah ke
otak dengan merenggangkan bagian-bagian tulang belakang dari tikus.

Tikus yang sudah dikorbankan kemudian dikuliti (ambil kulitnya) sesuai dengan keperluan,
baik dari segi jumlah maupun ukurannya. Selain kulit, bagian usus dari tikus juga digunakan
dengan cara membelah usus tikus dan membersihkan dari sisa kotoran yang ada di usus.

Kulit dan usus yang sudah ada tadi di letakkan diatas kertas saring dan mulailah dengan
pengujian yang sudah ditentukan.

Pada pengujian efek menggugurkan bulu, semua kelompok menghasilkan hasil yang sama
yakni hasil uji menunjukkan adanya kerontokan bulu setelah diberikan larutan natrium
hidroksida 20%. Hal ini terjadi karena garam natrium hidroksida bekerja dengan cara memecah
ikatan S-S pada keratin kulit, sehingga bulu akan rusak dan mudah gugur.

Pada pengujian efek korosif, beberapa hasil yang dapat diamati adalah:
- HgCl2 pada usus akan menyebabkan usus menjadi memutih (pucat) dan menipis. Sedangkan
pada kulit akan menyebabkan kulit menjadi putih (pucat) dan melepuh.

- Fenol 5% pada usus tidak menyebabkan efek yang begitu berarti. Sedangkan pada kulit
menyebabkan kulit menjadi kering dan pucat.

- H2SO4 pada usus akan menyebabkan usus menjadi pucat, tipis, kaku, dan kering. Sedangkan
pada kulit menyebabkan kulit menjadi melepuh, kaku, pucat dan berkerut.

- HCl pada usus akan menyebabkan kulit menjadi putih, kerut, kaku, dan pucat. Sedangkan pada
kulit akan menyebabkan pelepuhan, putih dan kerut.

- AgNO3 pada usus akan menyebabkan usus pucat dan melepuh. Sedangkan pada kulit akan
menyebabkan pelepuhan, putih, berkerut dan lunak.

- Tincture Iod pada usus akan menyebabkan usus menjadi tipis, pucat dan kaku. Sedangkan pada
kulit akan menyebabkan kulit pucat, tengang, dan kaku.

Pada pengujian efek lokal fenol 5%, hasil/efek yang ditimbulkan sangat tergantung pada
campuran yang digunakan. Berikut hasil yang diperoleh:

- Fenol 5% + aquades akan menyebabkan iritasi berupa kebas, pucat, kerut, dan panas pada lokasi
yang terkena.

- Fenol 5% + etanol akan menyebabkan iritasi berupa keriput, dingin, pucat dan nyeri

- Fenol 5% + gliserin akan menyebabkan iritasi berupa panas, kebas, nyeri, dan panas.

- Fenol 5% + minyak hanya menghasilkan sedikit respon (1 kelompok). Yakni panas kebas panas
dan merah. Sedangkan kelompok lain nihil.

Efek astringen dilakukan dengan mengkumurkan larutan gambir kedalam mulut. Kita
ketahui bahwa astringen sangat banyak ditemukan pada tanaman yang memiliki rasa kelat-pahit.
Seperti gambir, sirih, teh, dan lain sebagainya.
E. KESIMPULAN

1. Obat yang berefek non-sistemik (lokal) merupakan obat yang mempunyai pengaruh pada tubuh
bersifat lokal atau pada daerah yang diberikan obat. Contoh obat ini adalah obat-obat yang
bersifat anestesi lokal ataupun transdermal.

2. Beberapa efek dari obat lokal yang dapat ditemui adalah menggugurkan bulu, korosif, dan
astringen.

3. Tingkat pengguguran bulu tergantung kepada kadar dan jenis dari larutan yang digunakan

4. Semakin tinggi kadar suatu zat yang bersifat menggugurkan bulu, maka akan semakin mendekati
tingkat korosif.

5. Sama halnya dengan efek menggugurkan bulu. Larutan yang bersifat korosif pun beraneka
ragam, dan menghasilkan mekanisme efek yang berbeda-beda, tergantung kepada kekuatan
korosif yang dikandungnya.

6. Astringen merupakan salah satu efek dari efek lokal obat yang mekanisme kerjanya di mulut.
Senyawa ini banyak ditemukan pada gambir, teh, dan tumbuhan lain yang memiliki rasa kelat
hingga kepahitan..
PEMBAHASAN SOAL

1. Apakah ada perbedaan bau yang jelas dari obat-obat yang bersifat menggugurkan bulu
sebelum dan sesudah digunakan?

Jawab :

2. Apakah mungkin suatu obat bekerja korosif tanpa menghilangkan bulu dan sebaliknya?

Jawab :

Hal itu mungkin saja terjadi, namun kemungkinannya hanya sedikit sekali. Obat yang bekerja
korosif akan mengendapkan protein kulit, sehingga kulit/ membran mukosa akan menjadi rusak.
Hal juga akan berpengaruh pada organ rambut. Rambut merupakan struktur protein yang
kompleks, yang terdiri dari bermacam-macam jenis.

3. Sebutkan obat-obat lain yang mempunyai efek lokal lain dari yang telah dilakukan
eksperimen dari berbagai landasan kerja masing-masing.

Jawab :

4. Berdasarkan pengamatan saudara dalam eksperimen ini, kemukakan berbagai faktor


yang mempengaruhi berbagai efek-efek obat yang bekerja lokal dan bagaimana cara
memanfaatkan faktor-faktor ini dalam situasi pemakaian obat!

Jawab :

Berbagai faktor yang mempengaruhi efek obat secara lokal diantaranya :

- Jenis senyawa yang terkandung dalam obat. Setiap senyawa memiliki karakteristik sendiri-
sendiri tidak ada yang sama. Bahkan jika ada yang sama, kemungkinan intensitas atau kekuatan
dari senyawa itu berbeda. Begitu juga halnya dengan efek lokal ini.
- Konsentrasi dari senyawa yang terkandung. Hal ini juga sangat mempengaruhi. Zat-zat korosif
akan bekerja sebagai korosif jika didukung oleh konsentrasi yang memungkinkan. Semakin
rendah tingkat konsentrasi, maka akan semakin rendah kekuatan korosifnya.

Faktor-faktor tersebut dapat dimanfaatkan dalam dunia medis yang tentunya membantu
mencegah ataupun mengatasi segala permasalahan baik berupa penyakit maupun gejala. Dengan
mengetahui tingkat kekorosifan suatu senyawa obat, maka akan mempermudahkan kita dalam
menganalisa pembuatan sediaan obat, agar tidak terdapat kerugian dari pihak pasien.

5. Berdasarkan pada pengamatan dan catatan-catatan saudara, rumuskan secara tegas


persyaratan yang wajar dipenuhi oleh obat-obat sediaan farmasi dengan efek lokal (untuk
menjamin pemakaiannya.
DAFTAR PUSTAKA

Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : DEPKES RI

Guyton, A.C & Hall, J. E. Buku ajar fisiologi Kedokteran . Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai