Anda di halaman 1dari 11

ACTION, PERSONNEL AND CULTURAL CONTROL

Action Control/Pengendalian tindakan


Pengendalian tindakan merupakan bentuk pengendalian yang paling langsung berusaha
mempengaruhi perilaku karyawan dengan cara memastikan karyawan bertindak sesuai yang
diinginkan organisasi. Pengendalian tindakan terdiri dari 4 bentuk dasar, yaitu :

1. Pembatasan perilaku adalah bentuk negatif dari pengendalian tindakan. Organisasi


melakukan pembatasan bagi karyawan untuk melakukan hal yang tidak seharusnya.
Pembatasan ini dapat berupa administratif maupun fisik. Contoh pembatasan fisik :
penggunaan kunci, password dan pembatasan akses. Pembatasan administratif contohnya
pembatasan kewenangan pengambilan keputusan tertentu dan pembagian
tugas(segregation of duties).

2. Review pratindakan ini dilakukan saat proses perencanaan dan penganggaran, dengan
review atas rencana tindakan kemudian menyetujui/tidak rencana tersebut, memodifikasi
rencana atau meminta mengubah rencana, sebelum melakukan persetujuan.

3. Akuntabilitas tindakan implementasi akuntabilitas tindakan memerlukan:

1. Medefinisikan tindakan yang dapat diterima/tidak

2. Mengkomunikasikan kepada karyawan

3. Mengamati dan melacak apa yang terjadi

4. Memberi penghargaan atas tindakan yang baik dan memberi hukuman atas
tindakan yang salah.

Akuntabilitas tindakan biasanya diimplementasikan dengan negative reinforcement, yaitu


tindakan lebih sering dihubungkan dengan hukuman daripada reward.

4. Redundansi
dilakukan dengan menugaskan lebih banyak karyawan/mesin untuk mengerjakan tugas
melebihi yang dibutuhkan, atau paling tidak menyediakan karyawan cadangan dengan
tujuan meningkatkan kemungkinan tugas dikerjakan secara memuaskan.

Pengendalian tindakan dan masalah pengendalian


Pengendalian tindakan berguna, karena seperti jenis pengendalian lain, dapat mengatasi satu atau
lebih dari tiga permasalahan dasar pengendalian
Masalah pengendalian
Jenis pengendalian Kurangnya Masalah Keterbatasan
tindakan pengarahan motivasi individu
Pembatasan perilaku X
Review pratindakan X X X
Akuntabilitas tindakan X X X
Redundansi X X

Pencegahan vs Deteksi
Pengendalian tindakan dapat diklasifikasikan berdasar tujuannya sebagai pencegahan
atau deteksi perilaku yang tidak diinginkan. Pembedaan ini penting karena pengendalian yang
dapat mencegah hal yang tidak diinginkan, apabila efektif, akan menjadi bentuk pengendalian
terkuat karena biaya atas perilaku yang tidak diinginkan tidak akan terjadi. Pengendalian jenis
deteksi berbeda dengan jenis pencegahan karena diaplikasikan setelah perilaku yang tidak
diinginkan terjadi. Pengendalian ini dapat efektif jika deteksi tepat waktu sehingga dapat
menghentikan perilaku yang tidak diiinginkan dan koreksi atas efek dari perilaku tersebut.

Tujuan
Jenis pengendalian
Pencegahan Deteksi
tindakan
Kunci pada aset berharga
Pembatasan perilaku -
Pemisahan tugas
Persetujuan biaya
Review pratindakan -
Review anggaran
Internal audit berorientasi
Akuntabilitas Spesifikasi kebijakan dihubungkan ke
pada kepatuhan
tindakan reward and punishment
Peer Review
Menugaskan beebrapa orang pada 1
Redundansi -
tugas penting

Kondisi yang menentukan efektivitas pengendalian tindakan

1. Organisasi dapat menentukan tindakan yang diinginkan atau tidak


pengetahuan mengenai tindakan yang diingkan dapat diperoleh dengan dua cara dasar

1. Analisis pola tindakan/hasil pada situasi tertentu untuk mempelajari tindakan apa
yang menghasilkan hasil yang terbaik

2. Mendapat informasi dari orang lain mengenai tindakan mana yang diinginkan,
terutama untuk keputusan strategis (misal : menggunakan konsultan)

2. Organisasi dapat memastikan bahwa tindakan yang (tidak) diinginkan itu (tidak) terjadi
1. efektivitas pembatasan perilaku dan review pratindakan tergantung pada
keandalan alat-alat atau prosedur administratif yang dipasang oleh perusahaan
untuk memastikan tindakan yang (tidak) diinginkan itu (tidak) terjadi

2. efektifitas akuntabilitas tindakan memerlukan action tracking yang tepat. Untuk


mengetahui action tracking sudah tepat ada beberapa kriteria :

1. precision; jumlah kesalahan pada indikator yang digunakan untuk


memberitahu tindakan apa yang telah terjadi.

2. Objectivity; laporan atas tindakan yang telah terjadi bebas dari bias.

3. Timeliness ; action tracking dilakukan tepat waktu sehingga intervensi


dapat dilakukan sebelum hal yang tidak diinginkan terjadi.

4. Understandibility; tindakan yang diperhatikan atas individu dapat


dipahami.

Personnel Control/Pengendalian Personel


Pengendalian personel berusaha untuk membangun kecenderungan karyawan untuk
mengendalikan/memotivasi dirinya sendiri.
Tujuan pengendalian personel :

1. Memastikan karyawan mengetahui apa yang diinginkan organisasi

2. Memastikan tiap karyawan dapat bekerja dengan baik, dan memiliki kemampuan
(pengalaman, pengetahuan) dan sumberdaya(informasi, waktu) yang cukup untuk
melaksanakan pekerjaan mereka dengan baik.

3. Meningkatkan kemungkinan tiap karyawan melaksanakan pengawasan pada dirinya


sendri (self monitoring)

Pengendalian personel dapat diimplementasikan melalui :

1. Seleksi dan penempatan preditor of success : pendidikan, pengalaman, kesuksesan di


masa lampau dan kepribadian serta kemampuan sosial seringkali juga termasuk
mengecek referensi kryawan baru

2. Pelatihan
menyediakan informasi yang berguna mengenai tindakan atau hasil apa yang
diekpektasikan dan bagaimana tugas harus dikerjakan.

3. Desain pekerjaan dan menyediakan sumber daya yang diperlukan desain pekerjaan harus
sesuai dengan spesifikasi karyawan yang telah direkrut. Sumberdaya kepada jenis
pekerjaan tertentu harus tersedia, contohnya informasi, peralatan, persediaan, dukungan
staff, bantukan pembuatan keputusan, atau kebebasan dari interupsi.
Pengendalian Budaya
Pengendalian budaya dirancang untuk mendukung adanya pemantauan bersama; bentuk yang
kuat dari tekanan kelompok terhadap individu yang melenceng dari nilai dan norma kelompok.
Pengendalian budaya akan sangat efektif bila anggota kelompok memiliki ikatan emosial yang
kuat.
Perusahaan dapat membentuk budaya perusahaan dalam beberapa cara yaitu :

1. Kode etik

2. Imbalan kelompok yaitu memberi imbalan atas pencapaian kelompok/divisi. Imbalan


kelompok dapat menciptakan teamwork, pelatihan terhadap pegawai baru oleh senior,
dan adanya tekanan dari rekan kerja kepada individu untuk bekerja keras demi
kepentingan kelompok.

3. Pendekatan lain :

1. Mutasi intraorganisasi/rotasi karyawan membantu menyebarkan budaya denga


meningkatkan sosialisasi antar pegawai , memberi mereka pemahaman atas
maslah yang ditemui bagian lain dalam organisasi, dan menghambat terciptanya
tujuan dan pandangan yang tidak sesuai. Rotasi karyawan juga dapat mencega
karyawan menjadi terlalu familiar dengan entitas, aktivitas, rekan kerja dan/atau
transaksi sebagai mitigasi risiko fraud.

2. Pengaturan fisik kantor contohnya penataan kantor, arsitektur dan dekorasi


interior serta pengaturan sosial seperti dresscode dan kosakata, dapat membantu
membentuk budaya dalam organisasi.

3. Tone at the top (manajemen puncak menjadi panutan) manajer menjadi panutan
dalam membentuk budaya yang diinginkan

Pengendalian personel dan budaya dan masalah pengendalian


Masalah pengendalian
Kurangnya Masalah Keterbatasan
Jenis pengendalian
pengarahan motivasi individu
Personel control
Seleksi dan penempatan X X X
Pelatihan X X
Rancangan pekerjaan dan menyediakan
X
SD yang diperlukan
Cultural Control
Kode etik X X
Imbalan kelompok X X X
Mutasi intraorganisasi/rotasi X X
Pengaturan fisik X
Tone at the top X
Efektivitas pengendalian personel dan budaya
Pengendalian personel/budaya memiliki beebrapa kelebihan dibandingkan pengendalian hasil
dan tindakan. Pengendalian ini dapat digunakan di hampir semua kondisi sampai batas tertentu;
biayanya seringkali lebih rendah dibandingkan pengendalian lain yang lebih menonjol dan
menimbulkan efek samping yang biasanya lebih sedikit.

CONTROL TIGHTNESS
Menurut Merchant (1998), control tightness adalah sesuatu yang dianggap bagus, maksudnya
tingkat kepastian dari karyawan yang tinggi dapat dicapai dengan perilaku yang sesuai dengan
keinginan perusahaan. Menurut Anthony & Govindarajan (1998) dengan menjalankan control
tightness system dapat mengakibatkan dysfunctional effect yaitu :

1. Tindakan jangka pendek yang tidak sesuai dengan tujuan jangka panjang yang ingin
dicapai organisasi. Tekanan lebih yang dilakukan untuk mencapai tingkat profit saat ini,
membuat manager unit bisnis mengambil tindakan jangka pendek yang mungkin salah
dalam jangka panjang.

2. Untuk mencapai profit jangka pendek, manager manager unit bisnis tidak menjalankan
tindakan tindakan untuk jangka panjang.
3. Penggunaan profit budget sebagai satu satunya tujuan dapat mengubah komunikasi
antara manager unit bisnis dengan senior manajemen.

4. Tight financial control dapat memotivasi manager untuk melakukan manipulasi terhadap
data dengan cara memalsukan data.

Sedangkan loose control bisa terjadi pada badan usaha dimana setiap karyawan memiliki
kebebasan tersendiri dalam bekerja sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya, jadi karyawan
tidak dituntut apa apa oleh perusahaan.

Tight Result Control


Pencapaian tight result control tergantung pada karakteristik definisi dari hasil yang diinginkan.
Result control dapat dianggap ketat jika memenuhi ketentuan ketentuan sebagai berikut :

1. Congruence

Merupakan tindakan yang dilakukan dan hasil yang akan dicapai harus sesuai dengan
tujuan badan usaha. Result control system yang tidak congruence terjadi karena manajer tidak
mengerti dengan baik tujuan organisasi yang sebenarnya.

2. Specifity and timelines


Merupakan target kinerja yang harus ditetapkan secara spesifik dan feedback dilakukan
dalam jangka pendek. Tight result control juga tergantung pada adanya performance target yang
spesifik dan dalam jangka waktu tertentu.

3. Communication and Internalization


Merupakan target kinerja atau hasil yang diinginkan harus dikomunikasikan dan
diinternalisasikan secara efektif oleh individu yang akan dikontrol. Hal ini dipengaruhi oleh :
Kualifikasi dan personel yang terlibat
Jumlah partisipasi yang diperbolehkan dalam proses penetapan sasaran
Tingkat pemahaman kemampuan pengendalian
Sasaran yang jelas dan dapat dicapai
Internalisasi menjadi rendah ketika pekerja merasa bahwa tujuan organisasi tersebut tidak dapat
dicapai, dan menyadari bahwa hasil yang mereka harapkan tidak dapat diraih

4. Completeness
Merupakan pengukuran kinerja yang harus lengkap. Completeness berarti hasil yang
ditentukan dalam manajement control system mencakup semua area di mana organisasi
mengharapkan kinerja yang baik dan dimana para karyawan yang dilibatkan dapat memiliki
pengaruh. Dalam hybrid control system yang merupakan kombinasi result control, action control,
dan personel control, manajer perlu untuk memperhatikan dan memastikan bahwa semua
masalah yang potensial dapat diatasi dengan beberapa tipe control.

Management of Performance Tight result control tergantung pada efektivitas pengukuran kinerja
yang digunakan. Result control tergantung pada pengukuran yang :
1. Tepat (precise)
2. Obyektif (objective)
3. Tepat waktu (Timely)
4. Dapat dimengerti (Understandable)

Reward or PunishmentResult control menjadi lebih ketat bila reward dan punishment secara
langsung dan pasti terhubung ke perwujudan dari hasil yang diinginkan. Direct link berarti result
yang diartikan secara otomatis dalam bentuk reward atau punishment, tanpa hambatan dan tidak
ambigu. Definelink berarti tidak ada alasan yang dapat ditoleransi.Reaksi setiap karyawan
berbeda beda terhadap reward dan punishment sehingga sulit untuk memprediksi pengaruhnya
pada karyawan. Meskipun tren manajemen compensation (yangmengarah pada hubungan antara
kompensasi dan kinerja badan usaha) lebih secara langsung dan pasti, hasilnya relatif lemah
untuk menajemen tingkat atas disebagian besar perusahaan.
Tight Action ControlTight action control pada awalnya muncul karena action control yang
semakin ketat dalam sebuah perusahaan. Menurut Merchant (1998), pada dasarnya suatu action
control dikatakan ketat hanya jika kontrol tersebut memungkinkan para karyawan, melaksanakan
tugasnya dengan konsisten untuk mencapai tujuan perusahaan dan tidak mengambil suatu
tindakan yang membahayakan yang mungkin menghambat tercapainya tujuan perusahaan.
1. Behavioral ConstraintsAda beberapa hal yang harus diperhatikan sebagai syarat
terciptanya Behavioral Constraints yang ketat. Behavioral Constraints ini sendiri adalah
bentuk sistem control formal. Menurut Anthony & Govindarajan (1998), harus ada rules
atau peraturan yang mendukung terciptanya suatu formal control yang baik. Wujud dari
rules ini antara lain :
Physical Control
Pengendalian pada tindakan karyawan dilakukan dengan memberikan hambatan
secara fisik yang meliputi sistem identifikasi personal, password, serta pembatas
akses pada area dimana inventaris dan informasi vital disimpan.
Administrative Control
Selain Physical Control juga terdapat Administrative control. Contoh dari
Administrative Control ini adalah pembatasan pembuatan keputusan. Jadi terdapat
pemisahan jabatan dalam perusahaan. Top manajement diberi wewenang dalam
mengambil keputusan lebih luas daripada lower dan di harapkan kemampuan
dalam pengambilan keputusan lebih baik daripada lower manajement.
2. Preaction Review Preaction Review ini biasanya menyebabkan pertimbangan sistem
pengendalian yang sangat ketat yang melibatkan alokasi sumber daya karena merupakan
investasi yang menentukan kesuksesan atau kegagalan suatu bisnis dalam perusahaan.
Preaction control yang ketat ini sering diterapkan keseluruhan pada tingkat direktur,
karena mereka adalah orang orang yang terlalu sibuk dan tidak mempunyai waktu
untuk menjelaskan proposal perusahaan yang ada, sehingga tidak tahu apakah itu salah
atau tidak.
3. Action AccountabilityAda beberapa hal yang perlu diperhatikan agar tercipta suatu action
accountability yang ketat. Menurut Merchant (1998), definisi dari action accountability
itu harus:
Congruent
Congruent berarti pelaksanaan dari action yang ditegaskan dalam sistem
pengendalian akan sungguh sungguh menunjukan pencapaian tujuan organisasi.
Specific
Adanya penjelasan tentang kinerja yang diinginkan dalam bentuk peraturan kerja
ataukebijakan spesifik. Jadi peraturan yang ada harus dijelaskan dengan detil dan
terperinci.
Well Communicated
Pada pengendalian yang ketat, orang harus mengerti dan menerima semua
peraturan sehingga peraturan tersebut mampu mempengaruhi mereka. Pada
dasarnya, seseorang yang tidak mengerti tentang peraturan akan melanggar
peraturan tersebut. Jadi kepatuhan karyawan terhadap peraturan tersebut
bergantung pada cara penyampaian perusahaan terhadap karyawannya.
Complete
Complete artinya adalah bahwa hal hal yang boleh ataupun tidak boleh
dilakukan dijelaskan semua dengan lengkap. Artinya jangan sampai ada peraturan
yang mungkin tidak dijelaskan yang dapat menjadi kelemahan dalam peraturan itu
sendiri.
Anthony & Govindarajan (1998), menambahkan agar tercipta suatu sistem control
formalyang baik, dalam hal ini accountability, yang harus diperhatikan adalah :
Action Tracking
Adalah suatu proses yang menjamin bahwa suatu tugas telah dilaksanakan secara
efisien dan efektif. Biasanya tugas tugas ini dikontrol oleh peraturan peraturan
atau jika dijalankan secara otomatis, maka sistem otomatis itu sendiri biasanya
menyediakan kontrol. Hal ini sama dengan yang dikemukakan oleh Merchant
(1998), pada dasarnya seorang karyawan yang tahu bahwa ia sedang diawasi akan
melakukantugasnya dengan sebaik mungkin disbanding karyawan yang tidak tahu
bahwa ia sedang diawasi atau merasa bahwa perusahaan tidak mengetahui apa
yang dilakukannya. Dengan mengefektifkan action tracking, maka pengendalian
terhadap action accountability dapat diperketat.

Terakhir, Goold (1993) melengkapi dengan :


Reward
Adalah suatu bentuk balas jasa perusahaan terhadap karyawan yang memberikan
kontribusi luar biasa. Reward ini cukup efektif dalam memotivasi karyawan untuk
bekerja lebih baik.
Sanctions
Adalah bentuk hukuman kepada karyawan yang melakukan hal yang merugikan
perusahaan. Pengendalian dapat diperketat dengan pemberian hadiah atau
hukuman sehingga dapat mempengaruhi tingkah laku karyawan. Dengan
pemberian hadiah atauhukuman sehingga dapat mempengaruhi tingkah laku
karyawan. Dengan pemberian hadiah dan hukuman yang berbeda beda setiap
individu, maka reaksi yang ditimbulkan juga akan berbeda pula. Hal ini untuk
meminimalkan karyawan melakukan pelanggaran yang mungkin mengakibatkan
tujuan perusahaan menjadi terganggu atau bahkan tidak tercapai.Tight Personnel
(Cultural Control)Management Control System yang didominasi oleh personnel
atau cultural control terkadang dapat sangat ketat. Dalam organisasi nir-laba,
personnel control akan sangat berpengaruh bagi kinerja organisasi, karena
kebanyakan sukarelawan mendapatkan rasa puas hanya dengan melakukan
pekerjaan dengan baik sehingga termotivasi untuk melakukan yang
terbaik.Personnel control dan cultural control yang ketat juga terdapat dalam
berbagai situasi bisnis. Control yang ketat ini sering terjadi dalam bisnis dengan
skala kecil yang dikelola oleh keluarga. Pada kondisi ini personel control yang
ada dapat berjalan efektif karena adanya kesesuaian tujuan individu dan
perusahaan, serta rendahnya tingkat keragaman orang orang di dalamnya.Secara
umum, personnel control yang efektif adalah suatu fungsi dari pengetahuan yang
tersedia untuk menghubungkan mekanisme pengendalian dengan solusi atas
problem pengendalian yang sudah terjadi. Tingkat efektivitas langkah langkah
yang digunakan untuk meningkatkan kekuatan personnel control biasanya sulit
untuk dinilai. Informasi tentang seberapa baik faktor yang mempengaruhi kinerja
seperti pendidikan, pengalaman dan kepribadian, seringkali tidak dapat
diandalkan.Disisi lain, cultural contol seringkali lebih kuat dan stabil. Budaya
melibatkan sekumpulan kepercayaan dan nilai bersama yang digunakan para
karyawan sebagai petunjuk danpandangan dalam berperilaku baik. Budaya dalan
beberapa perusahaan bisa dikatakan kuat karena budaya itu berisi kepercayaan
dan nilai nilai yang dipegang erat dan dibagi bersama.Bagi perusahaan yang
mempunyai budaya organisasi yang kuay, pengendalian yang ketatmungkin tidak
dapat dipengaruhi hanya dengan personnel atau cultural control saja.
Kebanyakanpersonnel atau cultural control lebih fleksibel. Hal ini disebabkan
karena dalam sebuah organisasi terdiri dari beragam individu yang memiliki cara
pandang yang berbeda.

Multiple Form of Control


Ketika manajer ingin memperkuat kontrol, mereka sering mengunakan bentuk
kontrol multiple. Kontrol kontrol tersebut dapat saling mempengaruhi dan saling
melengkapi satu dengan yang lainnya. Dengan demikian, dalam kombinasi tersebut dapat
menyediakan pengendalian yang ketat pada faktor faktor penting yang dapat
mempengaruhi kesuksesan perusahaan.Misalnya :
Menyewa atau mempekerjakan manajer yang bagus (personnel control).
Memotivasi karyawan dengan bonus yang besar berdasarkan hasil yang dicapai
(result control).

Anda mungkin juga menyukai