Daftar Isi :
Summary
I. Pendahuluan
II. Pengertian dan definisi
III. Tujuan dan manfaat
IV. Komponen surveilans kesehatan
V. Penetapan medis dan rekomendasi.
VI. Peraturan dan perundangan.
VII. Informasi dan pendidikan.
VIII. Kesimpulan
IX. Penutup
Kepustakaan
Summary.
Pemeriksaan kesehatan pekerja merupakan program pemantauan dampak pekerjaan terhadap kesehatan
pekerja, yang di wajibkan oleh undang-undang yang berlaku di negara Republik Indonesia. Tak dapat disangkal bahwa
semua aspek pekerjaan didalamnya mengandung unsure-unsur risiko yang mengandung bahaya terhadap kesehatan
para pekerja. Karena itu baik pihak manajemen maupun pihak pekerja harus mempunyai komitmen yang sama dan kuat.
Pihak manajemen mempunyai komitmen untuk memfasilitasi semua aspek dan program perlindungan ini, dan pihak
pekerja sepakat untuk mentaati peraturan perusahaan yang memberikan perlindungan, demi menjaga produktifitas
kerja dan meningkatkan kemajuan usaha bersama.
Sebagai salah satu unsur dari Surveilans Medis (Health Surveillance), pemeriksaan kesehatan merupakan usaha
pencegahan serta pemantauan dini dan merupakan studi epidemiologi yang penting dalam melihat trend perkembangan
pola kesehatan dikalangan pekerja. Pemeriksaan kesehatan pra-kerja adalah usaha untuk mempertemukan unsur
kondisi kerja dengan kemampuan fisik dan mental dari pekerja yang akan mengisi jabatan dimaksud, yang terkenal
dengan sebutan fit the men to the job dan fit the job to the men, serta merupakan baseline data yang penting
untuk melihat trend perkembangan kesehatan pekerja pada masa berikutnya. Pemeriksaan kesehatan berkala secara
periodik dilakukan untuk memantau perkembangan kesehatan pekerja selama bekerja dengan perusahaan, sehingga
perubahan yang merugikan dapat terpantau secara dini. Pemeriksaan kesehatan pasca-kerja perlu dilakukan untuk
mengetahui status kesehatan pekerja pada saat mengakhiri tugas atau masa bakti di perusahaan. Bilamana terjadi
ketidak sepakatan setelah masa kerja tersebut yang mana dapat berujung kepada klaim kepada perusahaan dan hal ini
sangat dimungkinkan menurut perundang-undangan maka kedua pihak mempunyai pijakan yang sama dalam
melakukan perundingan. Semua pemeriksaan diatas harus diartikan bersifat job-related
I. PENDAHULUAN.
Surveilans kesehatan dapat dilakukan baik terhadap penyakit umum maupun penyakit yang diakibatkan oleh
kerja, baik terhadap penyakit menular maupun terhadap penyakit tidak menular. Surveilans kesehatan kerja dapat
difahami sebagai suatu strategi dan metode untuk mendeteksi dan menilai secara sistematik efek merugikan dari
kerja terhadap kesehatan pekerja. Sebagai penghubung antara permasalahan kesehatan yang timbul dengan usaha
pencegahan, surveilans kesehatan kerja tidak dapat dipisahkan dari usaha identifikasi faktor bahaya di lingkungan
kerja. Pengukuran secara kuantitatif terhadap keberadaan bahan berbahaya di lingkungan kerja oleh industrial
hygienist merupakan masukan yang sangat berharga bagi dokter kesehatan kerja untuk merancang program
pencegahan. Karena itu hubungan kerjasama serta komunikasi yang baik antara keduanya sangat diperlukan.
Selain menghasilkan data masukkan tentang keberadaan bahan berbahaya di tempat kerja, hasil lain dari survey
industrial hygienist berdasarkan data pajanan tadi adalah terjadi seleksi pekerja yang membutuhkan surveilans
kesehatan. Hal ini dikenal sebagai hazard based medical surveilans. Surveilans kesehatan sendiri merupakan
pemecahan permasalahan yang mendasar, yang banyak digunakan dalam bidang kesehatan.
II. PENGERTIAN DAN DEFINISI.
Surveilans artinya mengawasi. NIOSH memberikan pengertian surveilans kesehatan kerja adalah sebagai
usaha pengumpulan data secara sistematis dan berkelanjutan, melakukan analisis atas data tersebut serta
melakukan interpretasi dengan tujuan untuk perbaikan dari segi kesehatan dan keselamatan kerja.
Surveilans kesehatan kerja dimaksudkan dengan penelusuran data-data baik injury, penyakit akibat kerja
serta keberadaan bahan bahan berbahaya beserta pajanannya, sebagai usaha meningkatkan kesehatan dan
keselamatan pekerja serta memonitor trend dan perkembangannya.
3.2. Manfaat
Adapun manfaat melakukan Surveilans Kesehatan ini, adalah :
Sebagai baseline data.
Yang mana data ini digunakan sebagai pembanding dari hasil pemeriksaan di kemudian hari. Dengan demikian
dapat dipantau adanya perubahan kondisi kesehatan dari pekerja, sebagai akibat dari pajanan di tempat
kerjanya.
Bertujuan untuk mengidentifikasi faktor risiko yang ada di lingkungan kerja. Hasil survey industrial hygienist
terhadap lingkungan kerja harus bisa mengidentifikasikan semua hal yang berpotensi menjadi pajanan dan hal
lain yang dapat membahayakan keselamatan dan kesehatan pekerja serta mengembangkan profile pajanan di
tempat kerja.
Untuk melakukan identifikasi pekerja yang mempunyai risiko terganggu kesehatannya akibat kerja, dapat
dilakukan melalui tiga cara, yaitu melalui jabatan, tempat kerja, dan gabungan keduanya. Jabatan dan deskripsi
tugasnya dapat memberikan gambaran tentang beban kerja, adanya pajanan bahan berbahaya dan
kemungkinan gangguan kesehatan yang mungkin dapat dideritanya. Karakteristik tempat kerja memberikan
gambaran adanya bahan berbahaya yang dapat memajani pekerja disana, dengan asumsi bahwa semua pekerja
yang di tempatkan bekerja disana akan berpotensi terpajan oleh bahan dan level yang sama. Masing-masing
metode mempunyai keterbatasan, sehingga sebaiknya prosedur yang dikembangkan berdasarkan kombinasi
gabungan dari metode diatas.
Substansi Substansi
Semua hasil identifikasi harus di komunikasikan dan didokumentasi dengan baik. OSHA menetapkan bahwa perlu
dilakukan surveilans kesehatan terhadap pekerja yang terpapar oleh bahan/kondisi yang tersebut dalam tabel - 1.
Kesehatan pekerja yang terpapar selalu dimonitor memastikan adanya gangguan kesehatan akibat kerja, sesuai
dengan perundangan yang berlaku.
A. Pemeriksaan kesehatan.
Pemeriksaan kesehatan dalam kesehatan kerja bersifat job-related, maksudnya adalah semua parameter
pemeriksaan sesuai dengan pajanan ditempat kerja. Ada beberapa macam pemeriksaan kesehatan pekerja, yaitu :
A.1. Pra-kerja (pre-employment);
A.2. Pra-penempatan atau alih tugas (pre-placement);
A.3. Berkala (periodical examination);
A.4. Khusus akibat pajanan tertentu (special exposure);
A.5. Pasca-penempatan (post-placement, exit).
A.6. Akhir masa kerja (Pensiun atau termination).
A.1. Pra-kerja (pre-employment).
Pemeriksaan kesehatan ini dilakukan sebelum penempatan seorang calon pekerja pada suatu pekerjaan
yang spesifik, dalam kapasitas sebagai karyawan baru. Dan hasil pemeriksaan ini merupakan baseline data.
Pemeriksaan disini bertujuan untuk menilai apakah pekerja mampu melaksanakan pekerjaan tersebut dari sudut
pandang kesehatan dengan cakap, dan aman. Menetapkan apakah yang bersangkutan memenuhi standar fisik
yang ditetapkan bagi pekerjaan tersebut. Idealnya, pemeriksaan ini dilakukan sebelum pekerja memulai
pekerjaannya. Namun bilamana pekerja telah memulai pekerjaannya, maka pemeriksaan ini harus dilengkapi
dalam waktu 30 - 60 hari setelah penempatannya.
Data di golongkan kedalam beberapa determinan, seperti usia, jenis kelamin, marital status, bagian/departemen,
letak geografis, dsb. Dapat diambil dari summary data baik bulanan maupun tahunan. Karena itu di negara maju
untuk kepentingan menilai kasus penyakit akibat kerja serta melihat trend yang ada, medical record pekerja harus
disimpan setidaknya selama 30 - 50 tahun. Selain hal tersebut, kerahasiaan, kemudahan akses, serta jaminan
pengisian medical record secara benar merupakan hal yang sangat penting.
4.3. Monitoring biologis (biological monitoring).
Merupakan sarana untuk menilai usaha pencegahan perkembangan penyakit akibat pajanan bahan kimia, yang
berpotensi berbahaya bagi kesehatan, sebagai refleksi adanya penyerapan bahan berbahaya tersebut kedalam
tubuh. Ada dua macam, yaitu :
A. Monitoring paparan biologis (biological exposure monitoring)
B. Monitoring efek biologis (biological effect monitoring)
Metode yang digunakan biasanya melalui pengukuran kadar bahan tersebut langsung atau metabolitnya baik
didalam urine, darah, udara pernafasan maupun keringat. Masuknya bahan bahan tersebut kedalam tubuh dapat
melalui, penyerapan melalui kulit, tertelan maupun pernafasan.
Contohnya :
Monitoring kadar timah hitam dalam darah.
Kadar 2,5-hexana dione dalam urine (metabolit dari n-hexana).
Kadar COHb pada pekerja yang terpapar methylene chloride.
Khususnya dalam pemeriksaan pra-kerja, keputusan mengenai penerimaan seorang pekerja dalam posisinya,
tidak diputuskan hanya oleh pemeriksaan medis saja. Dengan mempertimbangkan beberapa aspek lain, dimana
aspek medis merupakan salah satunya, keputusan ini berada ditangan manajemen. Peran dokter kesehatan kerja
adalah memberikan masukkan kepada manajemen apakah kesehatan pekerja tersebut memenuhi persyaratan
jabatan, mampu menjalankan tugasnya serta aman dari sisi medis. Dalam membantu manajemen membuat
keputusan pengangkatan dan penempatan tenaga kerja, penetapan medis kemungkinan akan jatuh kedalam tiga
kategori utama :
Bagi semua pekerja yang gagal memenuhi persyaratan, dokter pemeriksa harus menyiapkan ringkasan laporan
dari ketidak sesuaian kondisi kesehatan yang bersangkutan dengan kebutuhan jabatan, dan ringkasan tersebut
disimpan dalam file medical yang bersangkutan masing-masing. Manajer yang bersangkutan harus diberitahukan
perihal rekomendasi ini. Mengingat laporan ini tergolong informasi rahasia, maka dapat diberikan kepada
manajemen hanya bilamana perlu dan mendapatkan persetujuan yang bersangkutan lebih dahulu.
Sedangkan informasi berikut harus tercakup dalam ringkasan hasil pemeriksaan, yaitu :
Diagnosis. Diagnosa ini harus mempunyai dasar yang kuat, serta berdasarkan kriteria diagnostik yang jelas.
History. Riwayat kondisi diskualifikasi ini, mencakup rujukan terhadap temuan dari hasil pemeriksaan
sebelumnya, pengobatan serta respon terhadap pengobatan.
Clinical findings. Temuan klinis, mencakup semua hasil tes laboratorium, x-rays, atau evaluasi khusus yang
dilakukan.
Prognosis. Prognosis dinyatakan secara jelas berdasarkan pemeriksaan medis yang menyimpulkan bahwa yang
bersangkutan tidak mampu, atau berada dalam kondisi tidak aman dalam melaksanakan tugas tersebut.
KEPUSTAKAAN.
1. Maizlish, Neil A., ed. Workplace Health Surveillance, An Action-Oriented Approach, Oxford University Press, Inc. New
York, 2000
2. Cambridge J. Medical Surveillance Program. National Renewable Energy Laboratory (NREL) ES&H Manual, Document
ESH 6-5.3,1999
3. Handbook of Occupational Medicine.
4. ILO Office - Geneva. Technical and ethical guidelines for workers' health surveillance. Occupational Safety and Health
Series 72, 1998.
5. ILO Encyclopaedia of Occupational Health and Safety
6. Zulmiar Yanri (ed), Himpunan Peraturan Perundangan Kesehatan Kerja 2nd ed. PT. Citra Bangun Mandiri. Jakarta,
Indonesia. 2002.
7. Occupational Safety and Health (OSH) of Department of Labour. An intoduction to the: Guidelines for workplace
health surveillance. Wellington, New Zealand. November 1997.