Anda di halaman 1dari 10

Surveilans Kesehatan Kerja

Oleh: Dr. A. Baktiansyah, MS

Daftar Isi :

Summary
I. Pendahuluan
II. Pengertian dan definisi
III. Tujuan dan manfaat
IV. Komponen surveilans kesehatan
V. Penetapan medis dan rekomendasi.
VI. Peraturan dan perundangan.
VII. Informasi dan pendidikan.
VIII. Kesimpulan
IX. Penutup
Kepustakaan

Summary.
Pemeriksaan kesehatan pekerja merupakan program pemantauan dampak pekerjaan terhadap kesehatan
pekerja, yang di wajibkan oleh undang-undang yang berlaku di negara Republik Indonesia. Tak dapat disangkal bahwa
semua aspek pekerjaan didalamnya mengandung unsure-unsur risiko yang mengandung bahaya terhadap kesehatan
para pekerja. Karena itu baik pihak manajemen maupun pihak pekerja harus mempunyai komitmen yang sama dan kuat.
Pihak manajemen mempunyai komitmen untuk memfasilitasi semua aspek dan program perlindungan ini, dan pihak
pekerja sepakat untuk mentaati peraturan perusahaan yang memberikan perlindungan, demi menjaga produktifitas
kerja dan meningkatkan kemajuan usaha bersama.
Sebagai salah satu unsur dari Surveilans Medis (Health Surveillance), pemeriksaan kesehatan merupakan usaha
pencegahan serta pemantauan dini dan merupakan studi epidemiologi yang penting dalam melihat trend perkembangan
pola kesehatan dikalangan pekerja. Pemeriksaan kesehatan pra-kerja adalah usaha untuk mempertemukan unsur
kondisi kerja dengan kemampuan fisik dan mental dari pekerja yang akan mengisi jabatan dimaksud, yang terkenal
dengan sebutan fit the men to the job dan fit the job to the men, serta merupakan baseline data yang penting
untuk melihat trend perkembangan kesehatan pekerja pada masa berikutnya. Pemeriksaan kesehatan berkala secara
periodik dilakukan untuk memantau perkembangan kesehatan pekerja selama bekerja dengan perusahaan, sehingga
perubahan yang merugikan dapat terpantau secara dini. Pemeriksaan kesehatan pasca-kerja perlu dilakukan untuk
mengetahui status kesehatan pekerja pada saat mengakhiri tugas atau masa bakti di perusahaan. Bilamana terjadi
ketidak sepakatan setelah masa kerja tersebut yang mana dapat berujung kepada klaim kepada perusahaan dan hal ini
sangat dimungkinkan menurut perundang-undangan maka kedua pihak mempunyai pijakan yang sama dalam
melakukan perundingan. Semua pemeriksaan diatas harus diartikan bersifat job-related

I. PENDAHULUAN.
Surveilans kesehatan dapat dilakukan baik terhadap penyakit umum maupun penyakit yang diakibatkan oleh
kerja, baik terhadap penyakit menular maupun terhadap penyakit tidak menular. Surveilans kesehatan kerja dapat
difahami sebagai suatu strategi dan metode untuk mendeteksi dan menilai secara sistematik efek merugikan dari
kerja terhadap kesehatan pekerja. Sebagai penghubung antara permasalahan kesehatan yang timbul dengan usaha
pencegahan, surveilans kesehatan kerja tidak dapat dipisahkan dari usaha identifikasi faktor bahaya di lingkungan
kerja. Pengukuran secara kuantitatif terhadap keberadaan bahan berbahaya di lingkungan kerja oleh industrial
hygienist merupakan masukan yang sangat berharga bagi dokter kesehatan kerja untuk merancang program
pencegahan. Karena itu hubungan kerjasama serta komunikasi yang baik antara keduanya sangat diperlukan.
Selain menghasilkan data masukkan tentang keberadaan bahan berbahaya di tempat kerja, hasil lain dari survey
industrial hygienist berdasarkan data pajanan tadi adalah terjadi seleksi pekerja yang membutuhkan surveilans
kesehatan. Hal ini dikenal sebagai hazard based medical surveilans. Surveilans kesehatan sendiri merupakan
pemecahan permasalahan yang mendasar, yang banyak digunakan dalam bidang kesehatan.
II. PENGERTIAN DAN DEFINISI.
Surveilans artinya mengawasi. NIOSH memberikan pengertian surveilans kesehatan kerja adalah sebagai
usaha pengumpulan data secara sistematis dan berkelanjutan, melakukan analisis atas data tersebut serta
melakukan interpretasi dengan tujuan untuk perbaikan dari segi kesehatan dan keselamatan kerja.
Surveilans kesehatan kerja dimaksudkan dengan penelusuran data-data baik injury, penyakit akibat kerja
serta keberadaan bahan bahan berbahaya beserta pajanannya, sebagai usaha meningkatkan kesehatan dan
keselamatan pekerja serta memonitor trend dan perkembangannya.

III. TUJUAN DAN MANFAAT.


3.1. Tujuan.
Tujuan dari surveilans kesehatan kerja, adalah :
Untuk mengetahui seberapa besar permasalahan kesehatan yang ada dikalangan pekerja.
Mengiidentifikasikan adanya bahan berbahaya atau faktor risiko di lingkungan kerja tersebut.
Mengetahui kelompok pekerja mana yang berisiko (population at risk).
Melakukan deteksi dini akan adanya penyakit akibat kerja.
Melihat trend perkembangan penyakit dikalanganan pekerja baik berdasarkan waktu, letak geografis
dan lain sebagainya.

3.2. Manfaat
Adapun manfaat melakukan Surveilans Kesehatan ini, adalah :
Sebagai baseline data.
Yang mana data ini digunakan sebagai pembanding dari hasil pemeriksaan di kemudian hari. Dengan demikian
dapat dipantau adanya perubahan kondisi kesehatan dari pekerja, sebagai akibat dari pajanan di tempat
kerjanya.

Sebagai alat ukur keberhasilan program kesehatan kerja.


Dengan mengikuti perkembangan status kesehatan pekerja, dapat menggambarkan sejauh mana program
kesehatan telah dilaksanakan di tempat kerja tersebut, dan sejauh mana keberhasilan yang telah dicapai. Kondisi
kesehatan pekerja yang buruk memberikan gambaran bahwa program kesehatan kerja disana belum berjalan
dengan baik.

Untuk mendisain program Promosi Kesehatan di tempat kerja.


Dengan melihat perkembangan kesehatan pekerja, maka dapat ditetapkan program promosi kesehatan apa saja
yang diperlukan, misalkan program penurunan berat badan, kolesterol, penanggulangan tuberkulosa di tempat
kerja, manajemen stress kerja, diabetes mellitus, penanggulangan HIV atau hepatitis B di tempat kerja, dan lain
sebagainya.

IV. KOMPONEN SURVEILANS KESEHATAN :


Pada dasarnya, surveilans kesehatan kerja terdiri dari :
4.1. Monitoring lingkungan kerja. (Environmental / workplace monitoring).
4.2. Surveilans kesehatan (Medical surveillance).
4.3. Monitoring biologis (Biological monitoring).

4.1. Monitoring lingkungan kerja.


(workplace/environmental monitoring).

Bertujuan untuk mengidentifikasi faktor risiko yang ada di lingkungan kerja. Hasil survey industrial hygienist
terhadap lingkungan kerja harus bisa mengidentifikasikan semua hal yang berpotensi menjadi pajanan dan hal
lain yang dapat membahayakan keselamatan dan kesehatan pekerja serta mengembangkan profile pajanan di
tempat kerja.
Untuk melakukan identifikasi pekerja yang mempunyai risiko terganggu kesehatannya akibat kerja, dapat
dilakukan melalui tiga cara, yaitu melalui jabatan, tempat kerja, dan gabungan keduanya. Jabatan dan deskripsi
tugasnya dapat memberikan gambaran tentang beban kerja, adanya pajanan bahan berbahaya dan
kemungkinan gangguan kesehatan yang mungkin dapat dideritanya. Karakteristik tempat kerja memberikan
gambaran adanya bahan berbahaya yang dapat memajani pekerja disana, dengan asumsi bahwa semua pekerja
yang di tempatkan bekerja disana akan berpotensi terpajan oleh bahan dan level yang sama. Masing-masing
metode mempunyai keterbatasan, sehingga sebaiknya prosedur yang dikembangkan berdasarkan kombinasi
gabungan dari metode diatas.

Tabel 1. Bahan-bahan/kondisi yang digolongkan perlu dilakukan surveilans kesehatan kerja.

Substansi Substansi

1. Acrylonitrile 10. Compressed air


2. Arsenic, inorganic 11. Cotton dust
3. Asbestos 12. Cytoxic drugs
4. Benzene 13. 1,2-Dibromo-3-chloropropane
5. Bloodborne pathogens 14. Dipping & coating operations
6. 1,3-Butadiene 15. Ergonomics
7. Cadmium 16. Ethylene oxide
8. Carcinogens : 17. Fire brigades
2-Acetylaminofluorene 18. Formaldehyde
alpha-Naphthylamine 19. Hazardous waste & emergency response
4-Aminodipheny 20. Hazardous drugs
Benzidine 21. Lead plus medical surveillance
beta-Naphthylamine 22. Legionnaires disease
beta-Propiolactone 23. Methylene chloride
bis-Chloromethyl ether 24. Methylenedianiline
Dichlorobenzidiene & its salts 25. Noise
4-Dimethylaminoazobenzene 26. Occup.exposure to hazardous chemicals in labs
Ethyleneimine 27. Respiratory protection
Methyl chloromethyl ether 28. Tuberculosis
4-Nitrobiphenyl 29. Vinyl chloride
N-Nitrosodimethylamine
9. Coke ovens

Semua hasil identifikasi harus di komunikasikan dan didokumentasi dengan baik. OSHA menetapkan bahwa perlu
dilakukan surveilans kesehatan terhadap pekerja yang terpapar oleh bahan/kondisi yang tersebut dalam tabel - 1.
Kesehatan pekerja yang terpapar selalu dimonitor memastikan adanya gangguan kesehatan akibat kerja, sesuai
dengan perundangan yang berlaku.

4.2. Surveilans Kesehatan (Medical Surveillance).


Kegiatan disini mencakup hal berikut, yaitu :
A. Pemeriksaan kesehatan.
B. Analisa data kesehatan.

A. Pemeriksaan kesehatan.
Pemeriksaan kesehatan dalam kesehatan kerja bersifat job-related, maksudnya adalah semua parameter
pemeriksaan sesuai dengan pajanan ditempat kerja. Ada beberapa macam pemeriksaan kesehatan pekerja, yaitu :
A.1. Pra-kerja (pre-employment);
A.2. Pra-penempatan atau alih tugas (pre-placement);
A.3. Berkala (periodical examination);
A.4. Khusus akibat pajanan tertentu (special exposure);
A.5. Pasca-penempatan (post-placement, exit).
A.6. Akhir masa kerja (Pensiun atau termination).
A.1. Pra-kerja (pre-employment).
Pemeriksaan kesehatan ini dilakukan sebelum penempatan seorang calon pekerja pada suatu pekerjaan
yang spesifik, dalam kapasitas sebagai karyawan baru. Dan hasil pemeriksaan ini merupakan baseline data.
Pemeriksaan disini bertujuan untuk menilai apakah pekerja mampu melaksanakan pekerjaan tersebut dari sudut
pandang kesehatan dengan cakap, dan aman. Menetapkan apakah yang bersangkutan memenuhi standar fisik
yang ditetapkan bagi pekerjaan tersebut. Idealnya, pemeriksaan ini dilakukan sebelum pekerja memulai
pekerjaannya. Namun bilamana pekerja telah memulai pekerjaannya, maka pemeriksaan ini harus dilengkapi
dalam waktu 30 - 60 hari setelah penempatannya.

A.2. Pra - penempatan atau alih tugas (pre-placement).


Pemeriksaan kesehatan ini dilakukan sebelum penempatan pada suatu pekerjaan yang spesifik, dalam
kapasitas sebagai seorang pekerja yang dipindahkan kepekerjaan lain dengan faktor risiko yang berbeda dengan
sebelumnya. Hasil pemeriksaan ini juga digunakan juga sebagai baseline data untuk pekerja sebelum
menghadapi faktor risiko yang berbeda dari sebelumnya, sebagai pembanding bilamana yang bersangkutan
keluar dari tanggung jawab pekerjaan tersebut. Dilakukan penilaian apakah pekerja mampu melaksanakan
pekerjaan tersebut dari sudut pandang kesehatan dengan cakap, dan aman, serta menetapkan apakah yang
bersangkutan memenuhi standar fisik yang ditetapkan bagi pekerjaan tersebut. Pemeriksaan ini dilakukan
sebelum pekerja memulai pekerjaannya. Pemeriksaan yang dilakukan sama dengan pemeriksaan lainnya, dimana
bersifat job-related, tergantung faktor risiko apa yang akan dihadapi dalam melaksanakan tugas yang baru.

A.3. Berkala (periodical examination).


Pemeriksaan ini dimaksudkan sebagai suatu usaha deteksi dini atas adanya perubahan kesehatan pekerja,
dikaitkan dengan pekerjaannya, dan dilaksanakan berdasarkan jadwal / interval waktu yang ditetapkan. Untuk
pemeriksaan kesehatan berkala, melalui Kepmenaker no. 02/Men/1980 ditetapkan sekurang-kurangnya dilakukan
setahun sekali. Manajemen dan dokter kesehatan kerja wajib menyusun pedoman pemeriksaan kesehatan
berkala, sesuai dengan kebutuhan menurut jenis pekerjaan yang ada.
Pemeriksaan disini dapat dibagi atas 2(dua) bagian, yaitu :
A.3.1. Pemeriksaan kesehatan dasar.
Terdiri dari lembar pertanyaan (kuestioner), pemeriksaan fisik, foto rontgen, pemeriksaan darah lengkap
dan analisa air seni. Pemeriksaan dilaksanakan setiap setahun sekali.
A.3.2. Pemeriksaan kesehatan lengkap.
Pemeriksaan ini didasarkan kepada usia, dimana :
Usia < 40 tahun : diperiksa sekali dalam 3 tahun.
Usia 40 - < 50 tahun : diperiksa sekali dalam 2 tahun.
50 tahun : diperiksa sekali dalam setahun.

A.4. Khusus akibat pajanan tertentu (special exposure).


Pemeriksaan kesehatan ini dilakukan bila ada suatu paparan tertentu yang memerlukan pengamatan lebih
ketat. Frekuensi pemeriksaan lebih sering dibandingkan dengan pemeriksaan berkala, dan parameter yang
diperiksa sesuai dengan jenis pekerjaan atau pajanan ditempat kerja.
Pemeriksaan kesehatan khusus dilaksanakan setiap 6(enam) bulan untuk jabatan atau tugas khusus tanpa
memandang umur dan parameternya ditambahkan pada pemeriksaan kesehatan dasar jika telah tiba waktunya.
Pemeriksaan kesehatan tersebut dapat dinilai berdasarkan risiko atau jabatan. (Lihat lampiran 2)
A.4.1. Pemeriksaan kesehatan khusus berdasarkan risiko :
Manajemen harus melaksanakan analisis resiko untuk setiap pekerjaan dan tugas; termasuk setiap
temuan, baik yang mencakup zat atau keadaan yang menunjukkan keterpajanan terhadap zat/keadaan
tersebut, yang mana membutuhkan pemeriksaan kesehatan khusus.
Pemeriksaan kesehatan khusus berdasarkan faktor risiko :
Bising : Audiometry
Debu : Spirometry, Chest X-ray
Suhu extrem (Heat or Cold Stress) : Harvard Step Test; ECG
Pelarut organik : Neurological, Renal function, LFTs, Spirometry, Bio-monitoring (lihat
lampiran)
A.4.2. Pemeriksaan kesehatan khusus berdasarkan jabatan :
Jenis jabatan yang memerlukan pemeriksaan kesehatan khusus, adalah sebagai berikut :
Welders : Urinalysis, Bio-monitoring
Penjamah makanan : Feces culture, Chest X-ray
Petugas medis : Serology for Hep-B, LFTs, Chest X ray.
Pekerja di Offshore : audiometri, fungsi paru, test drugs and alkohol dan psikologis.
Sopir : - vision (visual field, depth, color dan night vision).
- audiometri.
- drugs and alcohol test.
- EKG
Komputer (Visual Display Unit) : visual acuity, ergonomic aspect.
Pemakai alat respirator (SCBA) : fungsi paru (spirometri)
Penyelam : (parameter ditetapkan oleh kedokteran kelautan).
Pilots : (parameter ditetapkan oleh kedokteran penerbangan).
Pemadam kebakaran : Audiometry, test fungsi paru.
Operators alat berat : vision (visual fields, depth, peripheral and color), ergonomic aspect.

A.5. Pasca-penempatan (post-placement, exit).


Pemeriksaan kesehatan yang dilakukan pada akhir dari suatu pajanan dimana setelah dalam kurun waktu
tertentu bekerja menghadapi faktor risiko yang ada di tempat kerja. Pemeriksaan kesehatan ini dilakukan setelah
selesai melaksanakan suatu tugas yang mengandung unsur yang berisiko terhadap kesehatan dan beralih ke
tugas yang lain. Pemeriksaan ini perlu dilakukan bilamana paparan terhadap pajanan yang spesifik dihentikan,
dapat terjadi karena pekerja yang bersangkutan di pindah kerjakan (re-assign), dengan demikian terjadi adanya
suatu perubahan proses kerja.
A.6. Pensiun (termination).
Sama dengan pemeriksaan kesehatan umum dan berlaku bagi pekerja permanen yang telah bekerja selama
lebih dari satu tahun, adalah suatu pemeriksaan kesehatan yang dilakukan pada saat mengundurkan diri atau
pensiun atau mengakhiri status kepegawaian. Pemeriksaan ini di lakukan untuk memeriksa semua aspek yang
berhubungan dengan kesehatan pekerja pada saat meninggalkan pekerjaannya. Hasilnya harus di
dokumentasikan untuk mengantisipasi kemungkinan timbulnya permasalahan kesehatan di kemudian hari yang
berhubungan dengan pajanan ditempat kerja. Hal ini terutama penting bagi suatu kondisi yang bersifat kronis
atau yang mempunyai periode laten yang panjang.

B. Analisa data kesehatan.


Data kesehatan pekerja penting untuk dikumpulkan dengan baik, untuk memudahkan melakukan review dan
analisis baik trend-analysis maupun deteksi awal dari kelainan yang ditimbulkan akibat kerja.
Metode dapat dikembangkan melalui analisis secara periodik dari hasil pemeriksaan kesehatan, data
kecelakaan dan kesakitan akibat kerja setempat, untuk mengidentifikasi bahan, operasi dan tempat kerja yang
berbahaya. Sekali teridentifikasi, intervensi yang sesuai harus dikembangkan untuk mengurangi angka kejadian
kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Sumber data antara lain :
* Data kunjungan poliklinik
* Data rawat inap / rawat jalan penderita
* Data absensi karena sakit
* Profile kesehatan (kebiasaan merokok, kolesterol, gula darah, dsb).
* Beberapa database lain (data audiogram, hasil pemeriksaan spirometri, dsb).
* Medical record.

Data di golongkan kedalam beberapa determinan, seperti usia, jenis kelamin, marital status, bagian/departemen,
letak geografis, dsb. Dapat diambil dari summary data baik bulanan maupun tahunan. Karena itu di negara maju
untuk kepentingan menilai kasus penyakit akibat kerja serta melihat trend yang ada, medical record pekerja harus
disimpan setidaknya selama 30 - 50 tahun. Selain hal tersebut, kerahasiaan, kemudahan akses, serta jaminan
pengisian medical record secara benar merupakan hal yang sangat penting.
4.3. Monitoring biologis (biological monitoring).
Merupakan sarana untuk menilai usaha pencegahan perkembangan penyakit akibat pajanan bahan kimia, yang
berpotensi berbahaya bagi kesehatan, sebagai refleksi adanya penyerapan bahan berbahaya tersebut kedalam
tubuh. Ada dua macam, yaitu :
A. Monitoring paparan biologis (biological exposure monitoring)
B. Monitoring efek biologis (biological effect monitoring)

A. Monitoring paparan biologis. (Biological Exposure Monitoring)


Disini yang diukur adalah kadar bahan tersebut atau metabolit yang dihasilkannya. Digunakan untuk :
Memberikan informasi tentang usaha kontrol dalam kaitan mencegah penyerapan bahan berbahaya
kedalam tubuh;
Menilai absorbsi bahan berbahaya kedalam tubuh melalui pengukuran konsentrasinya atau metabolit yang
dihasilkannya didalam tubuh.
Identifikasi pekerja yang menyerap bahan berbahaya tersebut secara berlebihan kedalam tubuh, dalam
usaha meningkatkan upaya pencegahan atau mengeluarkan mereka dari pajanan sampai konsentrasi
didalam tubuh menurun ke tingkatan yang tidak membahayakan.

Metode yang digunakan biasanya melalui pengukuran kadar bahan tersebut langsung atau metabolitnya baik
didalam urine, darah, udara pernafasan maupun keringat. Masuknya bahan bahan tersebut kedalam tubuh dapat
melalui, penyerapan melalui kulit, tertelan maupun pernafasan.
Contohnya :
Monitoring kadar timah hitam dalam darah.
Kadar 2,5-hexana dione dalam urine (metabolit dari n-hexana).
Kadar COHb pada pekerja yang terpapar methylene chloride.

B. Monitoring efek biologis. (Biological Effect Monitoring)


Dalam biological effect monitoring, yang diukur adalah perubahan biologis sebagai efek dari keberadaan
bahan tersebut di dalam tubuh yang bersifat tidak berbahaya dan reversibel. Berbeda dengan medical monitoring
yang mengukur tanda dini dari suatu perubahan yang merugikan kesehatan
Sebagai contoh misalnya :
Monitoring terhadap kadar Cholinesterase pada pekerja yang terpajan pestisida organophosphate. Paparan
pestisida organophosphate akan menurunkan kadar ensim cholinesterase di dalam sel darah merah dan
plasma. Penurunan kadar ensim ini sendiri di dalam darah tidak memberikan efek yang merugikan, namun
merupakan petanda adanya absorbsi pestisida pada level yang kritikal.
Tanda lainnya adalah pada pajanan timah hitam (lead) yang berpengaruh terhadap haemoglobin synthesis,
seperti :
* zinc protoporphyrin (ZPP)
* delta-aminolevulinic acid dehydrase (ALA-d).
Tabel 2 : Beberapa contoh bahan kimia dengan biologic monitoringnya.

Pajanan bahan Kimia Parameter yang diukur Sampel Biologis

Acetone Acetone Urine

Aluminium Aluminium urine

Arsenic (inorganic) - Jumlah Arsenic inorganic urine


- Methylarsenic acid
- Dimethylarsenic acid

Cadmium Cadmium urine / blood

Carbon monoxide Carboxyhaemoglobin blood

Chromium Chromium urine

2-ethoxyethanol, dan 2-ethoxyacetic acid urine


2-ethoxyethanol acetate

Fluoride Fluoride urine

n-Hexane 2,5-hexanedione urine

Lead (organic) Lead blood / urine

Lead (tetra-alkyl) Lead urine

Manganese Manganese urine

Mercury Mercury urine

Methanol Methanol urine

Methyl ethyl ketone (MEK) MEK urine

Methyl Isobuthyl Ketone (MIBK) MIBK urine

Organophosphate pesticide Cholinesterase activity blood

Pentachlorophenol (PCP) Total PCP urine

Perchloroethylene Tricholoacetic acid urine

Selenium Selenium urine

Styrene Mandelic acid urine

Trichloroethylene Trichloroacetic acid urine

Xylene Methylhippuric acid urine

Toluene - Hippuric acid urine


- Toluene blood

Benzene - Phenol urine


- Mucinic acid
- Phenylmercapturic acid
ACGIH - TLV 2004
V. PENETAPAN MEDIS DAN REKOMENDASI.
Penetapan medis dari pemeriksaan kesehatan pekerja, harus menjawab pertanyaan berikut :
Apakah pekerja yang bersangkutan dari sisi medis mampu melaksanakan pekerjaan tersebut?
Apakah pekerjaan tersebut membuat si pekerja manjadi berisiko terganggu kesehatannya?
Apakah membiarkan pekerja tersebut melaksanakan pekerjaannya akan menimbulkan risiko bagi pekerja lain
atau masyarakat disekitarnya?

Khususnya dalam pemeriksaan pra-kerja, keputusan mengenai penerimaan seorang pekerja dalam posisinya,
tidak diputuskan hanya oleh pemeriksaan medis saja. Dengan mempertimbangkan beberapa aspek lain, dimana
aspek medis merupakan salah satunya, keputusan ini berada ditangan manajemen. Peran dokter kesehatan kerja
adalah memberikan masukkan kepada manajemen apakah kesehatan pekerja tersebut memenuhi persyaratan
jabatan, mampu menjalankan tugasnya serta aman dari sisi medis. Dalam membantu manajemen membuat
keputusan pengangkatan dan penempatan tenaga kerja, penetapan medis kemungkinan akan jatuh kedalam tiga
kategori utama :

5.1. Memenuhi persyaratan. (Qualified).


Yang bersangkutan memenuhi persyaratan jabatan, serta mampu melaksanakan tugas yang dipersiapkan.
Memperbolehkan yang bersangkutan melaksanakan tugas dimaksud, tidak akan menyebabkan terjadinya risiko
gangguan kesehatan maupun gangguan keselamatan baik bagi dirinya maupun bagi orang lain.

5.2. Memenuhi persyaratan dengan keterbatasan. (Qualified with Restriction).


Yang bersangkutan memenuhi persyaratan jabatan, serta mampu melaksanakan tugas yang dipersiapkan.
Memperbolehkan yang bersangkutan melaksanakan tugas dimaksud, tidak akan menyebabkan terjadinya risiko
gangguan kesehatan maupun gangguan keselamatan baik bagi dirinya maupun bagi orang lain, namun dengan
beberapa keterbatasan. (perlu dijelaskan keterbatasan dimaksud, berapa lama diharapkan keterbatasan tersebut
dapat diatasi, serta bagaimana cara mengatasinya).

5.3. Tidak memenuhi persyaratan. (Not Qualified)


Dari sudut pandang medis, yang bersangkutan tidak dapat melaksanakan tugas yang dipersiapkan, karena akan
menimbulkan kondisi yang tidak aman atau tidak memenuhi persyaratan medis.
Menjabarkannya kedalam praktek sehari-hari, maka ada 5(lima) kategori untuk klasifikasi sehat (fitness).
Peningkatan atau penurunan dapat saja terjadi di antara setiap kategori. Kategori dimaksud adalah sebagai
berikut :
A. Fit to work / fit untuk semua jenis pekerjaan.
B. Fit with restriction / fit dengan keterbatasan pada kondisi tertentu.
C. Temporarily unfit to work / unfit untuk sementara. Biasanya diikuti dengan evaluasi ulang.
D. Unfit for spesific occupation / unfit untuk jabatan tertentu.
E. Unfit to work / Tidak mampu bekerja.

A. Fit to work / fit untuk semua jenis pekerjaan.


Pekerja dianggap memenuhi syarat kesehatan untuk melaksanakan pekerjaan yang telah ditetapkan, yakni mampu
melakukan tanggung jawab pekerjaan mereka tanpa pembatasan apapun.

B. Fit with restriction / fit dengan keterbatasan pada kondisi tertentu.


Tergolong disini adalah :
Pekerja dianggap fit untuk pekerjaan yang telah ditetapkan, tetapi mereka membutuhkan pertimbangan
tertentu yang dapat diterima untuk melaksanakan tugas mereka, mis : penderita hipertensi 140/90 dengan
obat-obatan.
Pekerja dianggap fit untuk pekerjaan yang telah ditetapkan. Walaupun menderita resiko kesehatan rendah,
namun resiko tersebut masih bisa dikontrol, atau risiko kesehatan sedang yang tidak sepenuhnya bisa
dikontrol.
C. Temporarily unfit to work / unfit untuk sementara.
Pekerja dianggap tidak fit untuk pekerjaan yang ditetapkan, karena:
Bila melaksanakan tugas ada kemungkinan bisa rnernbahayakan baik kesehatan dan keselamatan sendiri
maupun kesehatan dan keselamatan orang lain;
Mempunyai resiko kesehatan akut yang dapat meningkatkan kemungkinan untuk evakuasi-medis. Sebagai
contoh misalnya : Hipertensi dengan tekanan lebih dari 160/95.
Biasanya diikuti dengan evaluasi ulang atau follow up medis.

D. Unfit for spesific occupation / unfit untuk jabatan tertentu.


Pekerja mempunyai hambatan kesehatan yang tidak memungkinkannya melaksanakan pekerjaan tertentu,
namun untuk pekerjaan lain kondisi kesehatannya sangat mengijinkan. Misalnya seorang penderita buta warna, tidak
mungkin di tempatkan sebegai sopir, atau tukang listrik.

E. Unfit to work / Tidak mampu bekerja.


Pekerja tidak fit secara permanen untuk pekerjaan yang ditetapkan untuk karena:
Tidak mampu melaksanakan tugas karena dapat membahayakan baik kesehatan dan keselamatan sendiri
maupun orang lain;
Mempunyai resiko kesehatan akut yang dapat meningkatkan kemungkinan untuk evakuasi-medis;

Bagi semua pekerja yang gagal memenuhi persyaratan, dokter pemeriksa harus menyiapkan ringkasan laporan
dari ketidak sesuaian kondisi kesehatan yang bersangkutan dengan kebutuhan jabatan, dan ringkasan tersebut
disimpan dalam file medical yang bersangkutan masing-masing. Manajer yang bersangkutan harus diberitahukan
perihal rekomendasi ini. Mengingat laporan ini tergolong informasi rahasia, maka dapat diberikan kepada
manajemen hanya bilamana perlu dan mendapatkan persetujuan yang bersangkutan lebih dahulu.
Sedangkan informasi berikut harus tercakup dalam ringkasan hasil pemeriksaan, yaitu :
Diagnosis. Diagnosa ini harus mempunyai dasar yang kuat, serta berdasarkan kriteria diagnostik yang jelas.
History. Riwayat kondisi diskualifikasi ini, mencakup rujukan terhadap temuan dari hasil pemeriksaan
sebelumnya, pengobatan serta respon terhadap pengobatan.
Clinical findings. Temuan klinis, mencakup semua hasil tes laboratorium, x-rays, atau evaluasi khusus yang
dilakukan.
Prognosis. Prognosis dinyatakan secara jelas berdasarkan pemeriksaan medis yang menyimpulkan bahwa yang
bersangkutan tidak mampu, atau berada dalam kondisi tidak aman dalam melaksanakan tugas tersebut.

VI. PERATURAN DAN PERUNDANGAN.


Pelaksanaan program surveilans kesehatan kerja ini didukung oleh perundang-undangan, yang berlaku, antara
lain :
Undang-undang no. 1 tahun 1970, tentang Keselamatan Kerja.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi no. 02/Men/1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja
dalam penyelenggaraan Keselamatan Kerja.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja no. 03/Men/1982 tentang pelayanan Kesehatan Kerja.
Undang-undang Kesehatan no.23 tahun 1992.

VII. INFORMASI DAN PENDIDIKAN.


Semua hasil pemeriksaan harus tercatat lengkap dan rapi di dalam file medical pekerja. Pekerja berhak
mendapatkan informasi tentang hasil pemeriksaan kesehatan yang dilakukan segera setelah selesai
dilaksanakan. Pemberitahuan ini harus tercatat di dalam file medical pekerja bersangkutan. Pekerja yang
mempunyai kelainan harus ditindak lanjuti. Karena salah satu alasan melakukan pemeriksaan kesehatan ini
adalah untuk mendeteksi kelainan atau gangguan kesehatan akibat kerja pada tahap sedini mungkin, agar dapat
dicegah atau perkembangannya dihambat dengan melakukan modifikasi dari pajanan yang ada. Bilamana tidak
segera ditindak lanjuti, maka kesempatan untuk melakukan pencegahan akan hilang.
VIII. KESIMPULAN
Surveilans kesehatan kerja merupakan suatu komponen yang sangat penting dari keseluruhan program
keselamatan dan kesehatan kerja. Perundangan telah mengatur pentingnya pelaksanaan program ini demi
memberikan perlindungan baik terhadap tenaga kerja maupun terhadap perusahaan sendiri. Karena itu
disamping selalu diusahakan peningkatan kualitas pelaksanaan program ini, juga kesinambungannya perlu
dijaga, agar perkembangan kearah yang merugikan bagi kedua pihak (pengusaha dan pekerja) dapat diantisipasi
secara dini.
IX. PENUTUP.
Telah dibuat pedoman pelaksanaan pemeriksaan kesehatan pekerja sesuai dengan kebutuhan di perusahaan.
Pedoman ini telah disesuaikan dengan peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia, serta rujukan best
practices yang berlaku dimasyarakat internasional. Walaupun demikian pelaksanaan di lapangan harus terus
dipantau demi kepentingan pemutakhiran pedoman ini, sehingga dapat mengikuti dan memenuhi kebutuhan operasi
perusahaan dari waktu ke waktu.

KEPUSTAKAAN.
1. Maizlish, Neil A., ed. Workplace Health Surveillance, An Action-Oriented Approach, Oxford University Press, Inc. New
York, 2000
2. Cambridge J. Medical Surveillance Program. National Renewable Energy Laboratory (NREL) ES&H Manual, Document
ESH 6-5.3,1999
3. Handbook of Occupational Medicine.
4. ILO Office - Geneva. Technical and ethical guidelines for workers' health surveillance. Occupational Safety and Health
Series 72, 1998.
5. ILO Encyclopaedia of Occupational Health and Safety
6. Zulmiar Yanri (ed), Himpunan Peraturan Perundangan Kesehatan Kerja 2nd ed. PT. Citra Bangun Mandiri. Jakarta,
Indonesia. 2002.
7. Occupational Safety and Health (OSH) of Department of Labour. An intoduction to the: Guidelines for workplace
health surveillance. Wellington, New Zealand. November 1997.

Anda mungkin juga menyukai