Anda di halaman 1dari 32

SENI DAN ARSITEKTUR KLASIK ROMAWI

Makalah

Untuk memenuhi tugas terstruktur I

Mata kuliah Sejarah Dunia

Sebagai prasyarat mengikuti Ujian Tengah Semester 1

Oleh

Nadiyya Qurrotu Aini Zummi

120741421230 - 26
UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS ILMU SOSIAL

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

Maret 2013

KATA PENGANTAR

Alhamdulillaahirobbilalamin. Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah


SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik, hidayah, serta inayah-Nya kepada penulis,
sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul SENI DAN ARSITEKTUR KLASIK
ROMAWI dengan baik. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW yakni utusan Allah SWT yang telah membawa kita dari manusia yang
belum berilmu menjadi manusia yang berilmu pengetahuan.
Makalah ini disusun untuk menyelesaikan tugas terstruktur dan sebagai syarat untuk
mengikuti Ujian Tengan Semester dari mata kuliah Sejarah Dunia dan sebagai wawasan
pengetahuan tentang seni serta tatanan arsitektur klasik Romawi. Penulis mengucapkan
terimakasih kepada Bapak Drs. Blasius Suprapto., M.Hum. selaku dosen mata kuliah Sejarah
Dunia yang telah membimbing penulis.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, penulis
menerima kritik dan saran yang membangun demi terciptanya makalah yang lebih baik di
waktu yang akan datang. Semoga makalah ini dapat menjadi bahan penambah wawasan dan
pengetahuan bagi pembaca dan teman-teman, serta bermanfaat bagi pihak yang
membutuhkan.

Malang, Maret 2014


Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
Halaman
KATA PENGANTAR..........................................................................................
i
DAFTAR
ISI........................................................................................................ ii
DAFTAR GAMBAR...........................................................................................
iii
BAB I. PENDAHULUAN..................................................................................
1
BAB II. PAPARAN DATA DAN ULASAN..................................................... 4
A. Teknik Arsitektur Klasik Romawi............................................................. 4
B. Bangunan Klasik Romawi.........................................................................
10
1. Kuil Jupiter Capitolinus....................................................................... 11
2. Kuil Virilis........................................................................................... 13
3. Kuil Vesta............................................................................................ 15
4. Pantheon.............................................................................................. 16
5. Basilika................................................................................................ 18
6. Permandian (Thermae)......................................................................... 19
7. Theater dan Amphitheater................................................................... 21
8. Jembatan Saluran Air (Aquaduct) dan Jembatan................................ 22
C. Fungsi dan Makna Bangunan Klasik Romawi.......................................... 24
Ulasan...........................................................................................................
... 27
BAB III.
PENUTUP............................................................................................ 29
Simpulan....................................................................................................
29
Dafar
Rujukan.......................................................................................................
31

BAB I
PENDAHULUAN

Ilmu sejarah pada umunya mengkaji keberhasilan, kesalahan dan


kekurangan masa lampau untuk memperbaiki juga sebagai pelajaran
dimasa sekarang dan yang akan datang. Mengaji mengenai sejarah, tidak
bisa terlepas dari kegiatan yang memerlukan sikap dengan keahlian,
pemahaman, pengertian dan pemikiran dari banyak segi dan sudut
pandang. Menyangkut dengan hal terbesut, interpretasi atau pemaknaan
sebuah peristiwa atau keadaan sejarah sangat berperan banyak dan
berdampak pada perkembangan sejarah yang sangat pesat.
Pengajian mengenai sejarah, menyangkut ruang dan waktu dan
banyak hal lain didalamnya diantaranya, kejadian atau kronologi sebuah
peristiwa, keadaan pada masa peristiwa tersebut, tokoh yang berperan,
dan kebudayaan. Isi cerita sejarah apabila manusia sebagai pemegang
peran utama dalam sejarah maka isi dari sejarah tersebut atau yang
dibahas dalam sejarah tersebut meliputi, politik yang menyangkut
kegiatan manusia di lapangan politik, ketatanegaraan, dan pemerintahan.
Peperang yang menyangkut riwayat peperangan manusia, alat-alat siasat,
dan pertempuran-pertempuran. Adat lembaga yang menyangkut
mengenai sopan-santun, adat-istiadat, dan tata-tertib. Sosial menyangkut
kehidupan kemasyarakatan, kehidupan sehari-hari, bahasa, filsafat,
agama dan pendidikan. Kebudayaan membahas mengenai hasil daya
cipta manusia di lapangan kebudayaan. Serta kesenian yang menyagkut
hasil daya cipta dalam kesenian bisa berupa musik, seni pahat, dan
bangunan (Ali,2005:40).
Membahas mengenai seni, keberadaannya atau temuan benda
yang berkaitan dengan seni dapat digunakan sebagai bukti sejarah, atau
sumber sejarah. Sumber sejarah sendiri terdiri dari tulisan seperti prasati,
kitab-kitab, tulisan pada daun lontar dan surat kabar. Selain tulisan
sumber sejarah juga dapat berupa alat-alat rumah tangga, gedung atau
bangunan, pakaian, dan sebagainya yang dapat memberikan penjelasan
atau dapat menambah pengertian mengenai sejarah tersebut
(Ali,2005:14).
Sumber sejarah selain hanya digunakan untuk menambah
pengertian juga berfungsi sebagai landasan atau dasar pengembangan
teknologi pada saat ini. Mengenai seni bangunan misalnya, meski
bangunan jaman dahulu, berbeda dengan masa sekarang, namun
masyarakat pada saat itu sudah mengenal berbagai teknik membangun
bangunan agar dapat di tempati sebagai tempat tinggal atau tempat
untuk berkumpul. Bahkan bangunan-bangunan pada masa sekarang
banyak yang dikembangkan dari cara atau teknik bangunan pada jaman
dahulu. Sebagai contoh, bangunan kenegaraan atau Isatana Negara
Indonesia, yang sekilas bangunannya seperti bangunan berciri khas
Eropa. Bangunan Istana Negara tersebut apabila dirujuk dalam
pembangunannya sebagian besar mengadopsi arsitektur bangunan
Yunani Kuno.
Pembangunan bangunan pada saat ini banyak yang mengadopsi
dan mengambangkan dari arsitektur klasik bangsa Eropa khususnya
bangsa Yunai kuno dan Romawi. Negara berkembang seperti Indonesia
sendiri misalnya, masyarakatnya sejak dahulu mempunyai apresiasi tinggi
terhadap arsitektur, berbagai tulisan, buku, hasil kajian ilmiah dan
penelitian tentang arsitektur banyak ditulis. Arsitektur dipandang sebagai
bangunan atau teknik dari hasil perencanaan, perancangan dan
pelaksanaan pembangunan atau sistem mendirikan bangunan. Arsitektur
adalah bagian dari kebudayaan manusia, berkaitan dengan berbagai segi
kehidupan antara lain: seni, teknik, ruang/tata ruang, geografi dan sejarah
(Sumalyo,2003:1). Pandangan dari segi sejarah, arsitektur adalah
ungkapan fisik dan peninggalan budaya suatu masyarakat, dalam batasan
tempat (geografis), waktu atau jaman lampau. Berdasarkan beberapa
batasan tersebut maka dapat dikatakan bahwa keberadaan arsitektur
seumur dengan keberadaan manusia di muka bumi.
Sejarah perkembangan arsitektur mencangkup dimensi ruang dan
waktu yang tidak dapat ditentukan batasnya. Pembatasan dapat
mendasarkan pada jenis bangunan terkait dengan fungsinya. Mengenai
hal ini, arsitektur secara global dibagi menjadi tiga yaitu, Primitif atau
tradisional, Klasik, dan Modern. Membahas mengenai pembatasan
tersebut, masalah umum dalam makalah ini dapat dirumuskan yaitu,
mengenai arsitektur klasik, yang mana berdimensi waktu dan ruang, serta
berkembang di Eropa dan juga di Asia. Makalah ini lebih spesifiknya akan
membahas mengenai arsitektur klasik Romawi, dengan masalah khusus
berkaitan dengan bagaimana teknik pembangunan pada masa Romawi
klasik, kemudian bangunan apa saja yang di bangun oleh arsitektur
Romawi, serta apa fungsi dan makna dari bangunan tersebut.
BAB II
PAPARAN DATA DAN ULASAN

Paparan Data
A. Teknik Arsitektur Klasik Romawi
Jaman Romawi berawal dari dimulainya bangsa Etruska menguasai
semenanjung Italia bagian barat-tengah. Fletcher(dalam
Sumalyo,2003:27), Suku Etruskan adalah kelompok suku yang mendiami
wilayah Etruria yang merupakan cikal bakal dari bangsa Romawi, yang
memiliki budaya cukup tinggi sejak sekitar tahun 750-100 SM.
Keadaan geografis Romawi memilik lokasi yang strategis. Pegunungan
Alpen dan juga Jerman disisi utara, Laut Adriatik dan Laut Lonia dibagian
timur, Laut Sicilia disebelah selatannya dan Laut Tirenia serta Laut Liguri
disisi baratnya. Bahan mineral juga cukup melimpah, terutama tembaga.
Batu dan marmer yang melimpah seperti pada kawasan Yunani menjadi
bahan utama bangunan.
Suku bangsa Etruska merupakan kelompok yang sangat maju dalam
arsitektur. Sekitar pada abad 7 SM, suku bangsa Etruska sudah
membangun kota dengan dinding-dinding, pipa-pipa pembangunan air,
sampai pada mengontrol sungai sehingga permukaan airnya sama dengan
rata-rata permukaan danau-danau. Djaja (2012:25) menyatakan
Kemampuan lainnya dari bangsa Romawi adalah pengolahan logam,
penggunaan batu untuk bangunan, teknik lengkung (arch), dan teknik
pengeringan rawa yang diproses dari suku Etruska.
Bidang teknik arsitektur bangsa Romawi dalam membuat sebuah
bangunan, menggunakan fondasi dengan bahan-bahan dari pasir, kapur,
silica, batu dan air. Jaman dahulu mereka sudah ahli dalam mengolah, dan
mencampur bahan-bahan tersebut serta batu-batu asli yang besar-besar
untuk membangun jalan, dan jembatan, yang keseluruhannya sudah
dirancang dengan baik sehingga sampai saat ini beberapa bangunan atau
jalan masih dipakai. Jalan-jalan di Roma memiliki kualitas yang sangat
baik dan kuat, hal ini dikarenakan sistem pembuatan jalan-jalan yang
paling baik di Roma diperkeras dengan batu, khususnya jalan-jalan utama
yang memiliki lebar 15-20 kaki atau sekitar 4.572-6.096 m dengan fondasi
yang beberapa kaki dalamnya.

Gambar 1. Kiri: pembangunan jalan. Kanan: pembangunan jembatan.

Seni dan arsitektur bangsa Romawi tidak terlepas dari pengaruh


bentuk-bentuk seni bangsa lainnya. Bangsa Romawi meminjam bentuk-
bentuk seni khususnya dari bangsa Yunani, namun mereka meminjam
secara kreatif dengan membangun, mengubah dan mempertinggi warisan
tersebut. Sebagai contohnya yaitu Kuil Yunani, yang dimaksudkan untuk
dilihat dari luar, fokusnya secara eksklusif pada eksterior yang seimbang.
Menggunakan lengkung-lengkung, kubah-kubah, dan lengkung puncak,
bangsa Romawi membangun gedung-gedung dengan interior megah dan
besar. Interior yang luas tembok-tembok raksasa, dan kubah yang
melingkupi Pantheon termasyhur, suatu kuil yang didirikan pada awal
abad kedua, semasa pemerintahan Handrian, yang menyimbolkan
kekuasaan dan keagungan negara-dunia Romawi (Perry,2012:148)
Arsitektur Romawi merupakan hasil dari teknik tinggi dibandingkan
dengan kebudayaan lainnya. Meskipun arsitektur Romawi meminjam dari
bangsa lain seperti Yunani, namun keduanya memiliki perbedaan. Bangsa
Yunani telah membuat pilar sebagai dasar bangunan, sedang bangsa
Romawi lebih mangkhususkan pada bangunan-bangunan sekuler. Bangsa
Romawi juga membangun pilar atau tiang-tiang yang berfungsi hanya
sebagai dekorasi saja.
Teknik-teknik yang digunakan bangsa Romawi dalam membangun
sebuah gedung atau bangunan lainnya sedikit banyak hampir sama
dengan bangsa Yunani diantaranya seperti, sistem Kolom dan Balok yang
disebut dengan Order. Denah-denah bentuk bangunan yang terbagi
menjadi dua bentuk, yaitu segi empat panjang dan bukan segi empat.
Serta yang paling khas atau yang menjadi ciri khas bangunan Romawi
adalah pembangunan dengan Pelengkung. Ciri khas bangunan Roma
adalah menggunakan lengkung serta kubah (Saridal dkk,1996:112)
Hampir semua peninggalan bangunan arsitektur Romawi dibangun
dengan menggunakan batu sebagai bahan konstruksi utama. Teknik
pembangunan dengan memperhatikan penataan batu, dahulu
menggunakan sistem kolom dan balok atau Order juga mengalami
perkembangan pada masanya, karena menyesuaikan dengan kebutuhan
dan keadaan alam. Konstruksi dinding batu pada jaman itu berkembang
mulai dari yang diolah dengan cara yang sederhana atau biasa disebut
cyclopean, kemudian diolah menjadi banyak segi atau polygonal.
Hingga kemudian didapatkan konstruksi dinding dengan susunan batu
yang dibentuk menjadi blok-blok sehingga konstruksinya disebut
rectangular. Pada jaman sekarang inipun ketika membangun sebuah
bangunan yang menggunakan bahan utama adalah batu atau pasir juga
masih menggunakan sistem konstruksi rektangular yaitu batu disusun
setelah di bentuk menjadi blok-blok segi empat atau perbentuk persegi
panjang untuk sekarang yang biasa dikenal dengan batu bata.
Gambar. 2. Perkembangan Konstruksi dinding batu
Denah merupakan betuk ukuran besar atau luasnya sebuah
bangunan. Pada Jaman Romawi, secara garis besar denah kuil terdapat
dua ukuran yaitu segi empat panjang dan bukan segi empat. Kuil Romawi
yang berdenah segi empat panjang sebagian besar banyak mendapat
pengaruh dari arsitektur Yunani. Bentuk-bentuk kuil pada masa itu juga
mulai berkembang dengan denah bangunan tidak segi empat panjang,
yang bervariasi dalam bentuk denah poligonal, lingkarang dan kombinasi
lainnya.
Teknik bangunan selanjutnya yaitu pelengkung dan juga kubah.
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwasannya pelengkung
merupakan teknik bangunan yang menjadi ciri khas arsitektur Romawi.
Pelengkung merupakan konstruksi yang khas, memiliki pengaruh besar,
bahkan sangat menentukan dalam arsitektur Romawi. Berbagai bangunan
Romawi mulai dari kuil, hingga saluran air tidak dapat berdiri dengan kuat
tanpa konstruksi pelengkung. Bahkan monumen-monumen khas Romawi
bentuk yang paling mendominasi adalah pelengkung. Kekuatan dan
keindahan pelengkung dibuktikan dengan berbagai bangunan arsitektur
Romawi yang dibangun pada 2000 tahun lalu, hingga saat ini masih
berdiri (Sumalyo,2003:52).
Pelengkung merupakan sistem konstruksi dua dimensional,
menyalurkan gaya merata ke dalam pelengkung. Ketika pelengkung dua
dimensional tersebut di kombinasikan menjadi sistem tiga dimensional
atau ruang, maka menjadi kubah ynag menyalurkan gaya secara merata
pada setiap bagiannya. Pengombinasian tersebut akhirnya melahirkan
konstruksi kubah dengan pelengkung patah silang diagonal atau vault
rib sering pula disebut intersecting vault. Mengenai elemen Yunani kolom
dan balok atau entablature, dalam arsitektur Romawi hanya menjadi
dekorasi, dalam pintu, pintu gerbang, jendela, dan tidak sedikit pula pada
jendela mati.
Berdasarkan prinsip pembangunan pelengkung, konstruksi pelengkung
dan kubah tidak dapat berdiri tanpa perancah atau semacam cetakan
berupa konstruksi pendukung yang biasanya terbuat dari kayu. Karena
dahulu pembangunan sudah menggunaka istilah beton atau campuran
antara air dan bahan-bahan seperti semen, pasir, dan keriki, kemudian
diaduk, dan menghasilkan istilah adonan tersebut dengan beton. Karena
percampuran tersebut menghasilkan sifat kimiawi yang lama-lama akan
mengeras, ketika pembangunan sudah selesai dan dirasa bangunan
sudah kering dan kuat kayu dapat dilepas. Keuntungan ataupun kelebihan
dari konstruksi pelengkung ini antara lain tidak diperlukannya batu
monolit yang besar seperti pada konstruksi Oder-Yunani. Semakin
bertambah kreatifitas arsitektur Romawi maka sistem kolom dan balok
atau Order dapat digantikan dengan sistem pelengkung. Bangunan
Romawi memiliki kelebihan lainnya, yakni ketika dalam membangun
sebuah gedung bentang dan lebar bangunan ditengah dapat berdiri
dengan sistem kubah, yang mana tidak mungkin dapat dicapai dengan
kolom dan balok. Gambar. 3. Sistem perancah dalam konstruksi
pelengkung
Gambar. 4. Sistem pembangunan dengan beton

Gambar. 5. Konstruksi pelengkung dan kubah. (A dan C. Pelengkung setengah


kubah. B.Sudut pelengkung. D dan F.Pelengkung. E.Pelengkung patah
silang.)

Sistem pelengkung selanjutnya juga digunakan dalam pembangunan


jembatan-jembatan, tempat pemandian, aquaduc, amphiteater serta
monumen-monumen yang dibuat untuk menghormati kemenangan para
kaisar. Hingga sekarang sistem pelengkung juga masih digunakan,
misalnya seperti trowongan yang dibangun berupa satu atap dengan
pelengkung memanjang dan mampu menutupi daerah yang luas.
B. Bangunan Klasik Romawi
Bangsa Romawi banyak banyak membuat bangunan-bangunan yang
berskala besar. Seperti bangunan istana yang sangat besar di pantai timur
Laut Adriatic yang dibangun semasa Kaisar Diocletianus, yang tersebar
sisa-sianya sampai di kota Split Yugoslavia sekarang ini. Tempat-tempat
pemandian yang dibangun oleh Kaisar Caracalla di Roma dengan
mempergunakan arsitektur modern, hingga kemudian rencana dasarnya
sekarang dikembangkan dalam membangun Penssylvania Station di New
York City.
Peninggalan penting yang menjadi bukti sejarah pada waktu Romawi
adalah reruntuhan Falleri Novi yang dibangun pada sekitar abad ketiga
sebelum masehi. Pelengkung pada salah satu sebuah gerbang merupakan
konstruksi yang sangat khas Romawi. Pelengkung Augustus di Perugia,
dibangun pada akhir abad 11 SM, juga menunjukkan pemakaian
pelengkung sudah sejak jaman Romawi awal atau jaman Etruskan.

Gambar 6. Kiri: Falleri Novi. Kanan: konstruksi pelengkung Augustus

1. Kuil Jupiter Capitolinus di Roma (509 SM)


Kuil Jupiter Capitolinus merupakan salah satu kuil yang tergolong
dalam kategori berdenah segi empat, terletak dipusat kota Roma. Kuil
terletak di Forum Romanus, pada ketinggian sebuah bukit, sehingga
terlihat dari berbagai tempat di kota. Tata letak kuil Jupiter kemungkinan
besar mendapat pengaruh dari Yunani seperti misalnya kuil-kuil di
Acropolis. Karakteristik Kuil Jupiter Capitolinus diantaranya berdenah segi
empat panjang, berkonstruksi kolom dan balok atau Order yang bercirikan
Korintien, langsing, kepalanya dihiasi dengan ornamen floral (bagian-
bagian tanaman). Pendiment, frieze, architrave dan dekorasi dentil seperti
pada Order-Kotintien. Pediment merupakan bagian depan dari bangunan
yang terdiri dari tangga masuk dan langsung pada deretan melintang
kolom, menyangga ujung terdepan dari atap yang berbentuk segi-tiga.
Frieze merupakan bagian dari Entablature atau sebuah alas berupa balok
horisontal yang terletak pada bagian kedua atau tengah. Architrave sama
halnya dengan frieze namun terletak pada bagian bawah
(Sumalyo,2003:8).

mbar 7. Kiri: E.(a.Architrave, b.Frieze, c.Cornice), F.Pediment, G.Kolom).


mbar 8. Kanan: Order pada Entablature.

Tangga masuk kuil Jupiter Capitolinus tidak berbeda dengan berbagai


kuil Yunani yang langsung berhubungan dengan pranaos atau bagian dari
kuil yang biasa disebut dengan teras depan. Berdasarkan dari segi denah,
terdapat perbedaan antara kuil Jupiter dengan kuil Yunani pada umumnya,
yaitu pada naos atau disebut dengan ruang utama yang tidak terletak
ditengah, sehingga tidak terdapat ambulatory. Ambulatory merupakan
semacam gang disekitar ruang pemujaan. Naos memiliki tiga kamar
berderet melintang, di dalamnya masing-masing diletakkan patung
Jupiter, Minerva, dan Juno.

r 9. Kiri: naos dengan ambulatory. Kanan: naos tanpa ambulatory.

Kuil yang memilik bentuk bangunan sejenis dengan kuil Jupiter


Capitolinus yakni kuil Juno Sospita dan kuil Livinum (265 SM).

Gambar 10. Kiri: rekonstruksi kuil Jupiter Capitolinus. Kanan: maket rekonstruksi kuil
Juno Sospita

2. Kuil Fortuna Virilis di Roma (40 SM)


Arsitektur kuil Romawi adalah paduan antara Etrusca dan Yunani.
Berbagai aspek seperti denah, dan kolom-balok merupakan ciri khas
Yunani, sedangkan portico dan podium atau semacam panggung dimana
bagian utama kuil berdiri, merupakan bagian dari model kuil Etruscan
yang sudah ada sejak abad 7 SM. Unsur Etrucan ini juga merupakan
pembeda antara Yunani dan Romawi terutama pada denahnya.
Kuil Fortuna Virilis merupakan salah satu contoh dari perbedaan
tersebut, denah segi empat terdiri dari cella atau dalam arsitektur Yunani
disebut dengan naos, dan juga terdiri dari portico. Kuil berdiri diatas
podium setinggi 3 m dan cella berupa ruang tunggal. Konstruksi dan
dekorasinya terdiri dari kolom-balok atau Order, dengan deret depan
terdapat empat kolom dengan frieze, architrave, pediment, tympanum.
Tympanum merupakan bidang segitiga atau lengkung pada pediment.

Gambar 11. Kiri: denah kuil Fortuna dari depan, atas dan samping. Kanan: foto kuil
Fortuna Virilis

Gambar 12. Tympanum pada pediment

Kuil yang memiliki susunan dan struktur bangunan sejenis dengan kuil
Fortuna Virilis diantaranya, Kuil Antonius dan Faustina (141 SM) dengan
tinggi podium 6 m, sedang deretnya enam buah kolom bergaya Korintien.
Kuil Saturnus (284 SM), terletak disebelah barat kuil Antonius-Faustina
berjarak tidak lebih 200 m, tinggi podium 3.73 m terdapat deretan kolom
sebanyak enam kolom.

Gambar 13. Denah dari depan dan samping kuil Antonius dan Faustina

Gambar 14. Kuil Saturnus rekonstruksi dari depan dan dari atas

3. Kuil Vesta di Trivoli (80 SM)


Bentuk kuil selain dari hasil perpaduan antara Yunani-Etruscan, mulai
berkambang menjadi lebih bervariasi dalam bentuk denahnya. Mulai dari
berdenah lingkaran dan segi banyak atau poligonal, sebagai contoh yaitu
kuil Vesta. Kuil Vesta tidak terlalu besar, podium sebagai tumpuan dari kuil
denah lingkaran tersebut berdiameter 7.32 m. Sekelilingnya terdapat 18
buah kolom bercorak Korintien, langsing dengan diameter banding

tingginya sekitar 1 . Dindingnya tidak menyatu dengan kolom,

membentuk teras portico keliling atau ambulatory. Atap kuil mengikuti


denahnya yang melingkar membentuk kubah. Meskipun kuil Vesta kecil,
namun merupakan kuil dari cikal bakal kuil-kuil dengan bangunan
konstruksi kubah yang lebih besar pada kuil-kuil hingga gereja-gereja
pada jaman Byzantium.

Gambar 15. Kuil Vesta denah dari depan dan dari atas.
4. Pantheon (27 SM)
Pentheon merupakan merupakan kuil terbesar pada jaman bangunan
berdenah lingkaran. Kuil Pantheon terletak ditengah-tengah pusat seni,
budaya dan pemerintahan kota pada jaman Romawi. Mulai pertama
dibangun oleh Agrippa pada 27 SM, kemudian direkonstruksi oleh Hadrien
antara 117-125 M. Kemudian pada abad ke-7 ditransformasi menjadi
gereja.
Ruang utama kuil Pantheon berdenah lingkaran dengan diameter
bagian dalam dinding 43.43 m. Kolom dan dinding pada bagian dalam
berposisi mengelilingi lingkaran. Terdapat kolom yang berpasangan, ada
yang menyatu dengan dinding atau disebut pilaster. Pilaster juga
merupakan pembeda antara arsitektur Romawi dan Yunani. Denah
lingkaran dikombinasikan dengan gerbang masuk berdenah segi empat
seperti pada bagian depan kuil Yunani. Kemudian pintu masuk terdapat
pada bagian belakang konstruksi gerbang. Bagian depan terdapat 16
buah kolom, 8 kolom berderet pada ujung atas tangga.
Pembangunan yang mengikuti dinding berdenah lingkaran
membentuk kubah dengan diameter 40 m, dengan puncak kubah
terbapat lubang tertutup kaca, untuk jalan masuknya matahari sebagai
penyinaran langsung pada siang hari. Kubah terbentuk oleh blok-blok
semakin ke atas semakin kecil, diekspos dengan garis-garis, menjadi
elemen dekorasi kotak-kotak atau rectangular yang indah, kemudian
bagian bawah dalam kubah dihiasi dengan molding membentuk garis
melingkar. Molding merupakan bagian dari dekorasi atau konstruksi
dengan berbagai variasi dari berbagai tepian baik dinding, kolom, pintu,
jendela maupun lainnya. Penampangnya lengkung kedalam maupun
keluar, atau kombinasi keduanya yang membentuk huruf S, atau siku-siku
(Sumalyo,2003:543).

Gambar 16. Pantheon denah melintang dari depan dan samping.


Gambar 17. Pantheon Roma dari dalam dan dari luar.
5. Basilika (Basilica)
Basilika merupakan gedung pengadilan Romawi dengan ciri-ciri ruang
utama di tengan tinggi, dikelilingi oleh gang, pada ujungnya terdapat
ceruk di mana para pejabat pengadilan duduk. Selalin digunakan untuk
pengadilan basilika juga digunakan untuk pertukaran dalam proses
perdagangan. Istilah Basilika juga digunakan untuk menyebut gereja
dengan tata ruang yang identik, bagian tengah untuk umat disebut nave
dan apse untuk altar.
Basilika Trajan (98-112 M) merupakan salah satu contoh Basilika yang
berada di Roma, dibangun oleh Apollodorus dari Damaskus, dalam Forum
Trajan yang menyatu denga perpustakaan dan sebuah kolom bermodelkan
Yunani yang pada letak tengah bagian dalam sebagai monumen. Basilika
dahulu memiliki nave tengah dengan bentuk segi empat memanjang,
117.34 x 26.51 m2. Nave dikelilingi oleh semacam gang ganda yang
dibentuk oleh deretan kolom dalam arsitektur klasik disebut deng isle,
dengan lebar masing-masin 7.24 m. Kemudian tinggi total ruang tengah
atau nave adalah 36.58 m.
Gambar 18. Basilika rekonstruksi dari dalam.

Gambar 19. Denah Basilika.


6. Permandian (Thermae) Romawi
Fletcher(dalam Sumalyo,2003:39), Kemungkinan istilah Thermae yang
berasal dari kata thermos (panas), turunan dari bangunan gymnasia di
jaman Yunani. Bangunan thermae tidak kalah megah dan indah dengan
bangunan-bangunan lainnya. Bangunan Thermae juga memiliki ciri
arsitektur tersendiri, sebagai contoh adalah thermae Caracalla (211-17 M)
di Roma yang diperkirakan mempunyai fasilitas 1600 tempat mandi.
Thermae memiliki hall sentral yang sangat besar, sekitar 55.77 x 24.08 m
dengan atap vault rib yang luar biasa besarnya. Vault rib merupakan
konstruksi pelengkung dari batu yang menutup bagian atas sebuah ruang
utama dengan struktur penyangga atau kerangka yang berbentuk kurva.
Thermae Caracalla merupakan bangunan yang menunjukkan betapa
pentingnya kegiatan mandi di permandian dikalangan kekaisaran Roma.
Rekonstruksi dari reruntuhan bangunan thermae dapat diperkirakan
bangunan berada diatas semacam landasan atau platform yang cukup
tinggi sekitar 6.10 m. Thermae tersebut secara keseluruhan berdenah
simetris dengan pintu masuk di sebelah utara dan timur berada di tengah,
dan pada bagian kiri kanannya langsung terdapat deretan tempat mandi
dan kedai. Terdiri dari dua lantai dengan denah berbentuk U, pada lantai
sejajar dengan platform terdapat permandian dengan sistem tidur. Bagian
utama bangunan berupa blok unit segi empat yang sangat besar dengan
ukuran sekitar 228 x 115.82 m2. Dikelilingi oleh tempat mandi dan kedai
dengan pola bentuk U, jadi bagian utama memiliki atap dengan luas
26.480 m2.

Gambar 20. Denah permandian


Gambar 21. Thermae Caracalla.

7. Teater (theater) dan teater terbuka (amphitheater)


Teater merupakan gedung kesenian atau pertunjukan, yang dibangun
dengan konstruksi pelengkung. Teater Marcellu (23-13 SM) sebagai
contoh, dibangun di Roma dan merupakan jenis bangunan di tengah-
tengah kota Roma. Tempat penonton atau auditorium berdenahkan
setengah lingkaran, terdiri dari dua tingkat dengan latar belakang
panggung terdapat ruang-ruang peralatan dan juga persiapan
pementasan.
Amphitheater terbesar dan termegah di Roma adalah Colisseum Roma
yang dibangun pada jaman Romawi atas perintah Vespasian pada tahun
70 M dan diselesaikan oleh Domitian pada 82 M. Colisseum Roma terletak
di tengah kota Roma yang pada jamannya digunakan untuk olah raga
termasuk pertandingan gladitor, sertaupacara-upacara penting
kekaisaran. Colisseum atau dikenal dengan Colloseum Roma memiliki luas
denah berbentuk elip dengan garis tengah berukuran 189 x 156.4 m 2.
Dinding terdapat deretan pelengkung sebanyak 80 yang juga berbentuk
elip atau oval. Arena dikelilingi auditorium bertingkat tiga dengan bantuk
juga oval dengan diameter 87.47 x 54. 86 m, dinding atas setinggi 4.57
m.
Bangunan lain yang berfungsi sebagai amphitheater adalah Circus
Maximus. Circus Maximus merupakan bangunan yang sangat luas,
dibangun di atas dua perbukitan yaiut, Aventine dan Palatine. Circus
merupakan bangunan Romawi yang panjang denga ujung melingkar, serta
panggung penonton di sepanjang arena circus secara mengeliling.
Bangunan tersebut biasanya untuk pacuan kuda, yang dibangun oleh
Julius Caesar pada 46 SM, kemudian direnovasi dan banyak perombakan
oleh kaisar penerusnya antara lain, Claudius, Nero, Titus dan Trajan.
Bedasarkan dari fungsi utamanya sebagai arena pacuan kuda kemudian
denahnya menjadi sangat memanjang yaitu 609.6 m, dengan lebar
198.12 m.

Gambar 22. Kiri: Teater dan denah. Kanan foto teater

Gambar 23. Kiri: Colloseum. Kanan: Circus Maximus.


8. Jembatan Saluran Air (Aquaduct) dan Jembatan
Pengembangan wilayah jajahan Roma dapat dijadikan bukti bahwa
arsitektur roma benar-benar berciri khaskan pelengkung. Konstruksi
pelengkung sangat berperan terutama dalam membangun jembatan dan
jembatan saluran air (aquaduct). Sebagai contoh konstruksi yang sangat
besar pada jaman Romawi adalah Pont du Grand di Nimes Perancis pada
14 M. Bangunan tersebut berupa konstruksi jembatan yang merupakan
bagian dari saluran air sepanjang 40 Km, yang mengalirkan air dari Uzes
ke Nimes. Panjang dari aquaduk tersebut 268.83 m, dengan tinggi
membentangan 47.24 m diatas permukaan sungai dan lembah.
Bangunan jembatan terdiri dari tiga tingkatan, dengan masing-masing
tingakatan memiliki bentang dan lebar pelengkung yang berbeda.
Pelengkung yang paling besar dan paling lebar adalah bagian bawah,
yang berperan sebagai tumpuan pelengkung diatasnya, dan juga sebagai
jembatan yang dilalui manusia dan juga kendaraan. Jumlah pelengkung
bawah ada lima buah dengan bentangan selebar sungai yaitu 24.50 m.
Deretan pelengkung diatasnya berjumlah 9 buah, masing-masing lebarnya
berbeda tergantung pada pelengkung dibawahnya, paling pendek adalah
15.30 m, dan yang teratas relatif jauh lebih kecil dengan pelengkung
sebanyak 36 buah.
Jembatan-jembatan lainnya yang merupakan bangunan dengan berciri
khaskan pelengkung diantaranya, Aqua Claudia di Roma (38 M), Mulvius di
Roma (109 SM), Tiganus di Alcantara, Spanyol (105-106 M), dan Augustus
di Rimini, Italia (14-20 M)

Gambar 24. Konstruksi detail jembatan


Gambar 25. Kiri: Pont du Grand di Nimes. Kanan: Alcantara.

C. Fungsi dan Makna Bangunan Klasik Romawi


Bangunan-bangunan semasa jaman Romawi klasik memiliki peran
penting pada masa saat itu, dan merupakan titik dasar dari
perkembangan arsitektur Romawi. Secara garis besar atau secara umum
fungsi dan makna dari bangunan-bangunan pada jaman Romawi klasik
adalah bentuk dari sebuah penghargaan pada setiap momen yang telah
terjadi pada masa kekaisaran. Kemudian hal tersebut secara turun
temurun menjadi tradisi. Bukan sebagai hal yang sia-sia namun
bangunan-bangunan yang didirikan tidak terlepas dari kepentingan dan
menyesuaikan kebutuhan masyarakat pada jaman Romawi klasik.
Disamping sebagai sebuah bentuk apresiasi terhadap tercapainya
keberhasilan yang dilakukan masing-masing kaisar pada masa itu,
didirikannya sebuah bangunan juga berfungsi sebagai ajang unjuk
kekreatifan para arsitektur Romawi. Sebagai bentuk penekanan akan ciri
khas arsitektur Romawi, dan juga untuk menunjukkan serta memperjelas
hal yang membedakan dengan arsitektur bangsa lainnya.
Bangunan-bangunan kuil di forum Roma berfungsikan sebagai tempat
ibadah atau tempat untuk bersyukur. Kuil-kuil di Roma dibangun sebagai
bentuk syukur atas kemenangan dari peperangan yang telah dicapai.
Dilihat dari tata letaknya, kuil-kuil dibangun disepanjang jalan suci yang
dilewati Kaisar-kaisar yang kembali ke Roma setelah pulang dari
peperangan.
Djaja (2012:30) menyatakan bahwa Pantheon, yaitu rumah dewa bagi
bangsa Romawi. Berdasarkan fungsinya Pantheon digunakan untuk
persembahan kepada para dewa. Pantheon merupakan kuil terbesar dan
merupakan kuil yang didedukasikan untuk semua dewa. Banguan tersebut
kemudian berubah fungsi menjadi gereja, dan juga sebagai makam dari
kaisar-kaisar Romawi. Bangunan pantheon seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya bahwasannya bangunan tersebut memiliki makna serta
merupakan simbol kekuasaan dan keagungan negara kota Romawi
(Perry,2012:148).
Bangunan Romawi selanjutnya yang sangat bermakna pada masanya
yaitu Basilika. Pada masa dahulu basilika berfungsikan sabagai gedung
pengadilan dan didalamnya terdapat sebuah hall untuk sidang, dengan
bentuk pada bagian tengah berlantai lebih tinggi seperti panggung.
Kemudian fungsi dari basilika setelah sebagai gedung pengadilan berubah
menjadi gereja pada jaman Kristen awal.
Permandian atau thermae, bangunan tersebut merupakan bangunan
yang tidak main-main besarnya. Meskipun hanya sebuha tempat
permandian, namun pembangunannya juga menggunakan arsitektur.
Fungsi dari permandian tersebut selain untuk mandi juga digunakan untuk
istirahat dan berkumpul, hal ini di tandai dengan adanya kedai-kedai di
sekitar tempat permandian. Permandian memaknai bahwasannya pada
jaman Romawi kegiatan permandian merupakan kegiatan yang penting,
terutama pada kalangan Kekaisaran. Thermae mengalirkan air-air panas
dari tungku-tungku pada ujung ruangan, air panas tersebut secara
manfaat digunakan untuk relaksasi atau memulihkan keadaan tubuh bagi
para kaisar maupun orang-orang pada umunya setelah peperangan
selesai.
Teater atau amphitheater, yaitu bangunan berbentuk stadion yang
dapat menampung 50.000 sampai ratusan ribu penonton. Teater banyak
difungsikan untuk pertunjukan seni atau pementasan-pementasan.
Bangunan teater di bangun dengan membentuk dinding miring dan
memiliki aspek akustik yang sangat bagus. Amphitheater berfungsi
sebagai tempat untuk pertunjukan atau hiburan. Seperti Colloseum yang
berfungsi sebagai tempat pertunjukan gladiator. Baik kaisar maupun
masyarakat Romawi pada umumnya menyuki sekali sebuah hiburan.
Hiburan yang di tempilkan ada amphitheater seperti Chariot dan gladiatro.
Chariot adalah kereta perang yang ditarik oleh beberapa kuda atau
bisebut pacuan kuda, arena pacuan kuda dapat menampung 225.000
penonton. Gladiator adalah pertandingan antara manusia-dengan
manusia.
Jembatan dan jemabatan air atau aquaduk, adalah bangunan Romawi
yang sangat memiliki peran yang sangat besar. Jembatan merupakan
sarana terpenting yang dibangun untuk memperlancar perdagangan,
pelayanan pos dan gerakan pasukan (Iskandar dkk,2006:63). Aquaduk
adalah bangunan saluran air bersih, yang memiliki multifungsi, karena
memiliki tiga tingkatan selain untuk mempercepat gerakan tentara dari
pusat kota kedaerah-daerah, dibawahnya digunakan untuk keperluan
irigasi.

Ulasan
Arsitektur Romawi merupakan salah satu dari arsitektur bangunan
pada jaman klasik yang memiliki pengaruh besar untuk perkembangan
arsitektur jaman-jaman selanjutnya. Bangsa Romawi memang dalam
pembangunan, arsitekturnya banyak mendapat pengaruh dari arsitektur
Yunani, namun arsitektur tidak sepenuhnya menggunakannya terus
menerus, melainkan mengembangkannya yang melahirkan ciri khas
tersendiri. Ciri khas dari arsitektur Romawi diantaranya adalah
pelengkung, dan juga podium. Pelengkung merupakan ciri khas yang
sudah di gunakan pada masa bangsa Etruskan, dengan kelebihan
memjadikan bangunan lebih kuat dan kokoh. Pelengkung keumudian
berkembang dari hanya dua dimensional menjadi tiga dimensional atau
ruang yang melahirkan bangunan berbentuk kubah, yang hingga
sekarang banyak diadopsi untuk membangun bangunan-bangunan gereja
atau tempat peribadatan. Selain kubah juga melahirkan pelengkung yang
memanjang sepanjang lorong, yang sekarang banyak diadopsi untuk
membangun jalan dibawah tanah, atau terowongan pada jalan kereta
bawah tanah.
Bangunan-bangunan berciri khaskan Romawi yang menggunakan
pelengkung diantaranya adalah kuil-kuil, pantheon, basilika, theater atau
amphitheater, permandian, dan juga akuaduk atau jembatan. Masing-
masing dari bangunan-bangunan tersebut merupakan kebanggaan
bangsa Romawi, dan banyak mengambil fungsi. Bangunan di bangun
secara garis besar adalah sebagai apresiasi kaisar-kaisar Romawi
terhadap sebuah perjuangan. Kuil dibangun sebagai bentuk rasa syukur
atas keberhasilan yang telah dicapai seorang kaisar. Pentheon merupakan
bangunan untuk persembahan dewa atau disebut sebagai rumah dewa,
dan beraliuh fungsi sebagai gereja. Basilika merupakan bangunan yang
berfungsi sebagai tempat pengadilan, atau transaksi untuk perdagangan.
Theater tempat untuk menampilkan kesenian-kesenian berupa opera dan
sejenisnya, sedang amphitheather merupakan teater terbuka seperti
Colloseum yang di gunakan untuk pertandingan gladiator. Permandian
merupakan tempat yang diapresiasikan sebagai tempat untuk beristirahat
bagi masyarakat yang telah kembali dari peperangan, dengan
permandian dari air panas. Jembatan dan jembatan air, merupakan hasil
pembangunan arsitektur Romawi yang sangat membanggakan. Jembatan
dulu berperan sangat pada masa peperangan, yang memudahkan untuk
perjalan militer dari kota ke daerah-daerah.
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Pembahasan mengenai sejarah, tidak dapat terlepas dari segala
hal yang menyangkut ruang dan waktu dan banyak hal lain didalamnya
diantaranya, kejadian atau kronologi sebuah peristiwa, keadaan pada
masa peristiwa tersebut, tokoh yang berperan, dan kebudayaan.
Kebudayaan membahas mengenai hasil daya cipta manusia di lapangan
kebudayaan. Serta kesenian yang menyangkut hasil daya cipta dalam
kesenian bisa berupa musik, seni pahat, dan bangunan.
Pembangunan bangunan pada saat ini banyak yang mengadopsi
dan mengambangkan dari arsitektur klasik bangsa Eropa khususnya
bangsa Yunai kuno dan Romawi. Negara berkembang seperti Indonesia
sendiri misalnya, masyarakatnya sejak dahulu mempunyai apresiasi tinggi
terhadap arsitektur, berbagai tulisan, buku, hasil kajian ilmiah dan
penelitian tentang arsitektur banyak ditulis.
Bangunan-bangunan dari hasil arsitektur Romawi adalah turunan
dari arsitektur Yunani, yang dibangun atas dasar logika horisontal dan
vertikal. Pda jaman Romawi awal, kuilkuil Romawi berarsitektur Order
dan tidak berbeda dengan Yunani. Kemudian terdapat hal baru yang tidak
dimiliki oleh arsitektur Yunani yaitu, pelengkung yang memiliki sifat dua
dimensional dan berfungsi sebagai penyangga bangunan-bangunan khas
Romawi. Kemudia pelengkung dua dimensional tersebut di kembangkan
menjadi tiga dimensional atau ruang yang menghasilkan kubah atau
dome. Perkembangan berikutnya, kolom dan balok yang merupakan
bagian utama dari arsitektur Yunani, dalam arsitektur Romawi lebih
banyak digunakan sebagai aspek dekorasi.
Selain pelengkung, dan kubah sistem konstruksi yang
membedakan antara arsitektur Romawi dan Yunani adalah dinding yang
mendukung beban bangunan atau disebut dengan bearing wall. Peran
dinding merupakan elemen utma sebuah bangunan danya dinding maka
peran kolom semakin berkurang. Pada arsitektur Romawi mulai adanya
kolom yang menyatu dengan dinding atau disebut dengan pilaster.
Jenis dan fungsi bangunan berkembang menjadi lebih banyak pada
jaman Romawi dari pada Yunani. Mulai dari pembangunan kuil-kuil yang
sangat berkiblat pada Yunani, kemudian muncul pelengkung yang ditandai
dari bangunan Basilika dan berkembang kepada bangunan lainnya yaitu,
pemandian atau thermae, Colloseum, teater atau Amphitheater, dan
Aquaduk. Bangunan-bangunan tersebut menjadikan sebuah bukti bahwa
kehidupan mewah dan masa kejayaan bangsa Romawi. Denah dan
konstruksi dari bangunan tidak pernah lepas dari sistem pelengkung, dan
pada kategori ini tergabung komposisi ruang segi empat dan lingkaran
serta lengkung-lengkung dan juga kubah.
Membentuk pelengkung dan kubah, pada jaman Romawi sudah
menggunakan bahan semen sebagai bahan perekat dalam mendirikan
bangunan. Pembangunan dengan menggunakan perekat semen
merupakan bukti yang mendasar sebagai perunbahan yang sangat besar
pada arsitektur klasik. Berbagai bangunan besar dan bentangan yang
sangat lebar dapat didirikan, tanpa tiang-tiap di tengah seperti konstruksi
Yunani.

Anda mungkin juga menyukai