Anda di halaman 1dari 11

belajarberwirausaha

<a href='http://ads.viva.co.id/ads/www/delivery/ck.php?n=ae38ba9e' target='_blank'><img


src='http://ads.viva.co.id/ads/www/delivery/avw.php?what=bannerid:5477&n=ae38ba9e'
border='0' alt='' /></a> <a href='http://ads.viva.co.id/ads/www/delivery/ck.php?n=a0d4c0b4'
target='_blank'><img src='http://ads.viva.co.id/ads/www/delivery/avw.php?
what=bannerid:5481&n=a0d4c0b4' border='0' alt='' /></a>

Sabtu, 03 Agustus 2013


Pemotongan Babi

LAPORAN PRAKTIKUM
INDUSTRI TERNAK POTONG
ACARA III
PEMOTONGAN DAN PEMASARAN BABI

Disusun oleh:
Yuvanta Lia Fradita
11/313213/PT/05996
Kelompok XI

Asisten Pendamping: Rudi Ikhsan Azhari

LABORATORIUM TERNAK POTONG KERJA DAN KESAYANGAN


BAGIAN PRODUKSI TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2013
BAB I
PENDAHULUAN

Hasil pemotongan ternak dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian karkas
dan bagian bukan karkas atau lazim disebut bagian non karkas. Karkas merupakan
hasil utama pemotongan ternak dan mempunyai nilai ekonomi lebih tinggi daripada non
karkas, sesuai dengan tujuan pemotongan ternak, yaitu untuk mendapatkan
daging. Bagian non karkas atau yang lazim disebut offal terdiri dari bagian yang layak
dimakan (edible offal) dan bagian yang tidak layak dimakan (inedible offal). Daging
yang dihasilkan dari tempat pemotongan hewan, baik tempat pemotongan sederhana
sampai rumah potong hewan pabrik sebelum dipasarkan terlebih dahulu harus
diperiksa untuk mencegah hal-hal yang dapat merugikan konsumen dan mencegah
penularan penyakit diantara ternak, maka dilakukan pemeriksaan. Pemeriksaan
terhadap karkas atau daging, dilakukan dalam dua tahap pemeriksaan, yaitu
pemeriksaan sebelum ternak dipotong (antemortem) dan pemeriksaan setelah
pemotongan (postmortem).
Babi merupakan salah satu sumber daging dan untuk pemenuhan gizi yang
sangat efisien diantara ternak-ternak lain, sehingga arti ekonomi sebagai ternak potong
cukup tinggi, hal ini karena : (1) Semua bahan makanan bisa diubah menjadi daging;
(2) Dapat beranak 2 kali setahun, sekali beranak 6 sampai 12 ekor; (3) Ternak babi
mudah beradaptasi dengan lingkungan; (4) Harganya semakin hari semakin tinggi,
pemasaran mudah dan pakan banyak tersedia.
Tujuan dari praktikum pemotongan babi antara lain praktikan mampu
membandingkan proses pemotongan babi yang lebih efisien dan mampu menganalisa
permasalahan yang ada di lapangan mengenai pemasaran ternak babi dan dapat
memberikan solusi babi peternak-peternak babi.

BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemotongan
Profil perusahaan
Rumah potong babi yang digunakan untuk praktikum adalah rumah potong milik
bapak Gatot. Tempatnya terletak di daerah Sumodaran, Bantul. Tempat pemotongannya
tidak terlalu luas karena jumlah babi yang berada di kandang pun terbatas. Peternakan
babi milik bapak Gatot ini bersebelahan dengan peternakan babi milik bu Aning.
Ternak yang dipotong
Ternak yang dipotong dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 22. Hasil pengamatan pemotongan babi
Pengamatan Data Ternak yang dipotong
Nomor 1 2 3 4
Bangsa Babi Landrace Landrace Landrace Landrace
Sex Betina Betina Betina Betina
Umur 15 Bulan 8 Bulan 6 bulan 6 bulan
Berat Badan (kg) 200 90 70 70
Berat Karkas 150 67,5 52,5 52,5
(kg)
% Karkas 75% 75% 75% 75%
Berat kepala (kg) 12 8 5 5
Berat kaki - - - -
Lama 1535 1535 1535 1535
Pemotongan
Lama pengulitan - - - -
Berat kulit - - - - -
% Kulit - - - -

Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui bahwa semua babi yang dipotong
merupakan babi landrace karena babi landrace memiliki karkas yang tinggi
dibandingkan babi lainnya. Berat karkas babi sebesar 75% dari berat badan. Babi
dengan nomor 1 berumur sekitar 15 bulan dengan berat badan 200 kg, karkas 150 kg,
dan berat kepala 12 kg. Babi nomor 2 berumur 8 bulan memiliki berat badan 70 kg,
karkas 67,5 kg dan berat kepala 8 kg. Babi nomor 3 dan 4 berumur sekitar 6 bulan
dengan berat badan masing-masing 70 kg, karkas 52,5 kg dan berat kepala 5 kg. Lama
pemotongan masing-masing babi adalah 15 menit 35 detik.
Komposisi karkas yang ideal adalah karkas yang memiliki proporsi daging yang
maksimal, proporsi tulang minimal, serta proporsi lemak yang optimal sesuai dengan
permintaan pasar. Kebanyakan orang mengkonsumsi daging dipengaruhi oleh berbagai
alasan antara lain tradisi, nilai gizinya tinggi, mudah diperoleh, kesehatan, variasi
ataupun bersifat mengenyangkan. Setiap jenis ternak memiliki kualitas karkas yang
berbeda-beda. Ternak babi memiliki persentase karkas yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan ternak lain yaitu dapat mencapai 70 % (Sinaga, 2008). Ternak
babi 60 sampai 70 % dari bobot hidup menjadi karkas dingin, sedangkan sisanya yang
30 sampai 40 % dari bobot hidup adalah merupakan hasil sampingan dari
penyembelihan babi (Blakely dan Bade, 1998). Bobot hidup yang semakin tinggi pada
umumnya akan menyebabkan persentase karkas juga akan meningkat. Hal ini
disebabkan oleh perbedaan pertumbuhan organ-organ ternak babi. Produksi tulang dan
organ bagian dalam akan mengalami penurunan sedangkan proporsi jaringan otot dan
lemak akan mengalami peningkatan selama proses pemeliharaan hingga mencapai
bobot potong.
Menurut Sihombing (1997), bobot kualitas karkas seekor ternak dipengaruhi oleh
faktor bangsa, umur, jenis kelamin, kastrasi dan pakan. Bangsa ternak babi yang
berbeda akan memperlihatkan kualitas karkas yang berbeda pula. Lawrie (1995)
menyatakan faktor utama yang mempengaruhi persentase karkas adalah berat kepala,
darah, total organ bagian dalam serta isi saluran pencernaan. Perbedaan kualitas
karkas ini menurut Soeparno (2005) disebabkan oleh perbedaan perlemakan dan
perdagingan yang dapat dilihat berdasarkan panjang karkas, bobot karkas dan
ketebalan lemak punggung. Persentase karkas sangat dipengaruhi oleh berat hidup
dari ternak tersebut, akan tetapi dengan berat hidup yang tinggi tidak selalu
menghasilkan berat karkas yang tinggi pula. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan
berat dari kepala, darah, bulu, isi rongga perut dan isi rongga dada.
Jenis bangsa babi peliharaan yang umum dikonsumsi di Indonesia adalah babi
landrace, babi duroc, dan babi hasil persilangan lainnya (Sinaga, 2008). Babi landrace
merupakan hasil persilangan antara pejantan large white dengan induk lokal. Babi
landrace dipakai secara luas untuk memperbaiki mutu genetik ternak babi di daerah
tropis terutama di Asia Tenggara. Beberapa strain babi ini menunjukkan kelemahan
pada kaki dan tidak tahan terhadap sinar matahari. Babi ini berasal dari Denmark, dan
merupakan babi bacon yang berkualitas tinggi. Ciri-cirinya karkas sangat panjang, paha
besar, daging di bawah dagu gemuk dengan kaki yang pendek, konversi pakannya baik
dan sangat besar (Blakely dan Bade, 1998). Bunter dan Bennett (2004) menyatakan
bahwa babi landrace telah lama dipakai oleh banyak negara-negara di Eropa untuk
meningkatkan kualitas karkas karena memiliki persentase karkas yang besar,
pertumbuhan yang cepat, serta bobot dewasanya yang lebih besar dibandingkan
bangsa lainnya.
Lama pemotongan babi di negara-negara maju seperti Amerika Serikat berkisar
sekitar 40 ekor/jam. Jauh lebih cepat dibandingkan dengan waktu pemotongan di
tempat praktikum. Pemotongan babi diutamakan berjenis kelamin betina, hal ini
dikarenakan babi jantan akan digunakan untuk kawin alami. Menurut Sinaga (2008),
Babi siap potong berumur 6 sampai 8 bulan dikarenakan pada umur 6 bulan babi sudah
siap dikawinkan dan bobot tubuhnya sudah mencapai 70 sampai 90 kg. Berdasarkan
hasil perbandingan dengan literatur, berat karkas, bangsa babi, dan umur babi yang
dipotong sudah sesuai dengan literatur sedangkan lama pemotongan berada di bawah
kisaran normal. Perbedaan ini disebabkan karena di negara-negara maju proses
pemotongan sudah dilakukan dengan mesin dan alat-alat yang modern, berbeda
dengan di Indonesia yang masih melakukan pemotongan secara manual.
Proses pemotongan
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, urut-urutan proses pemotongan babi
adalah babi digiring ke tempat pemotongan. Dilakukan penyetruman dengan aliran
listrik dan dilakukan di sekitar bawah kepala, kemudian dilakukan penusukan di daerah
jantung sampai darah keluar maksimal dan sampai babi tidak menunjukkan tanda-tanda
adanya gerakan. Dilakukan penyiraman dengan ar panas yang berfungsi untuk
mempermudah dalam pengerokan rambut. Langkah selanjutnya setelah pengerokan
selesai yaitu kepala babi dipisahkan dari anggota tubuhnya kemudian babi dibelah
menjadi dua bagian. Organ dalam (jeroan) dikeluarkan dan dicuci bersih kemudian
tulang iga babi dipatahkan dan dibagi menjadi dua bagian menggunakan kapak. Daging
babi kemudian dibersihkan dengan air yang mengalir kemudian diangkut ke dalam
mobil pick up untuk dipasarkan di pasar tradisional.
Cara penyembelihan babi berlainan dengan cara penyembelihan hewan,
penyembelihan hewan dengan menggunakan kaidah-kaidah aturan cara
penyembelihan secara Islam. Babi yang sudah mencapai bobot badan 90 kg siap
dipotong, tetapi sebelum dipotong babi dipuasakan dahulu selama 18 jam untuk
mengurangi stress dan menghindarkan kontaminasi isi saluran pencernaan terhadap
karkas. Sesaat sebelum dipotong, ternak babi ditimbang bobot potongnya. Babi
dipingsankan dengan alat elektrik. Babi ditusuk pada leher bagian atas dekat rahang
bawah menuju jantung. Bulu rambut dihilangkan dengan cara dikerok setelah
sebelumnya direndam dalam air panas dengan suhu 70C selama 2 menit kemudian
kepala dipisahkan dari tubuh (Sihombing, 1997).
Dinyatakan pula bahwa setelah proses penanganan penyembelihan selesai di
RPB (Rumah Pemotongan Babi) dilakukan pemeriksaan post mortem pada daging dan
bagian-bagian yang lain secara utuh. Pemeriksaan ini diperlukan pisau tajam dan alat-
alat yang lain yang bersih dan tidak berkarat yang sudah disuci hamakan. Pemeriksaan
ini dilakukan oleh petugas berwenang yang telah ditunjuk pada empat yang terang dan
disediakan khusus. Pemeriksaan post mortem diawali dengan pemeriksaan sederhana
dan jika diperlukan dilanjutkan dengan pemeriksaan mendalam. Pemeriksaan
sederhana meliputi pemeriksaan organoleptis (bau, warna dan konsistensi) dan
pemeriksaan dengan cara melihat, meraba dan menyayat. Pemeriksaan sederhana
dilakukan dengan urutan sebagai berikut: Kepala dan lidah dilihat secara lengkap
dengan cara melihat, meraba dan menyayat seperlunya alat-alat pengunyah serta
kelenjar-kelenjar sub maxillaris, sub parotidea, retropharyngealis dan tonsil. Rongga
dada dilihat, diraba dan disayat seperlunya pada oesophagus, larynx, trachea, paru-
paru serta kelenjar paru-paru yang meliputi kelenjar bronchiastinum anterior, medialis
dan posterior, jantung diperhatikan pada bagian pericardium dan katup jantung, dan
yang terakhir pada diafragma. Organ rongga perut dilihat, diraba dan disayat
seperlunya pada bagian limpa, hati, ginjal (capsul, cortex, medula) dan usus beserta
kelenjar mesenterialis. Alat genetalia dan ambing diperiksa bila ada gejala penyakit
yang dicurigai. Karkas diraba, dilihat dan disayat seperlunya terutama pada kelenjar
prescapularis superficialis, inguinalis profunda/supramammaria, axillaris, iliaca dan
poplitea (Sinaga, 2008).
Berdasarkan perbandingan dengan literatur, dapat diketahui bahwa proses
pemotongan dalam praktikum sudah sesuai dengan literatur. Perbedaannya hanya
terletak pada pemeriksaan antemortem dan postmortem. Pemotongan babi di tempat
praktikum, hanya dilakukan pemeriksaan bagian usus saja, hal ini dikarenakan
kurangnya pengetahuan jagal dan peternak yang menyembelih ternak babi. Babi yang
sudah dipotong langsung dijual ke pasar tanpa melalui proses pelayuan, hal ini
dikarenakan anggapan kebanyakan peternak dan konsumen bahwa ternak yang baru
dipotong dagingnya masih segar sehingga tidak perlu dilayukan.

Potongan karkas dan potongan babi


Berdasarkan pengamataan saat praktikum pemotongan babi di RPH milik Bapak
Gatot, karkas babi meliputi seluruh bagian tubuh babi yang telah dibersihkan. Hal ini
kurang sesuai dengan yang dinyatakan Soeparno (2005) bahwa karkas adalah bagian-
bagian tubuh dari seekor babi yang telah dipotong setelah dikurangi atau dipisahkan
bagian kepala, paru-paru, jantung, jeroan, keempat kaki mulai korpus dan tarsus. Kulit,
ekor dan leher merupakan bagian dari karkas. Kualitas karkas ternak babi dipengaruhi
oleh faktor sebelum pemotongan, antara lain genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis
kelamin, umur, dan pakan serta proses setelah pemotongan, di antaranya metode
pelayuan, stimulasi listrik, metode pemasakan, pH karkas, bahan tambahan termasuk
enzim pengempuk daging, hormon, antibiotik, lemak intramuskular atau marbling,
metode penyimpanan dan preservasi. Faktor nilai karkas dapat diukur secara objektif
seperti bobot karkas dan daging, dan secara subjektif misalnya dengan pengujian
organoleptik atau panel.

Gambar 5. Potongan karkas babi


Pemeriksaan cacing hati
Berdasarkan praktikum, keempat babi yang dipotong tidak ditemukan adanya
cacing hati di ususnya. Semua babi dalam kondisi sehat. Penyakit cacing merupakan
salah satu jenis penyakit yang dapat menginfeksi babi contohnya seperti infeksi dari
Ascaris suum, Strongyloides ransomi, Globocephalus urosubulatus,
Oesophangostomum dentatum, Trichuris suis, Hyostrongylus rubidus,
Macracanthorhyncus hirudinaceus dan Gnathostoma hispidum. Dampak yang
ditimbulkan dari infeksi parasit seperti cacing bagi ternak babi diantaranya seperti
terjadinya diare pada babi, gastritis, peritonitis akibat infeksi, anoreksia, penurunan
berat badan, kekurusan bahkan pada kasus berat dapat mengakibatkan kematian pada
ternak babi (Kaufman, 1996). Cara mendiagnosa infeksi cacing selain dengan melalui
gejala klinis dan pemeriksaan post mortem dapat juga dilakukan dengan pemeriksaan
feses secara langsung untuk menemukan larva cacing atau telur cacing serta dengan
pemeriksaan feses secara tidak langsung untuk deteksi antigen antibodi.
Prospek usaha pemotongan ternak
Jumlah penduduk di Indonesia yang besar sangat potensial bagi permintaan
produk peternakan. Peningkatan konsumsi daging per kapita sedikit saja dapat
menyebabkan kebutuhan terhadap ternak potong yang sangat besar. Meningkatnya
konsumsi daging karena meningkatnya taraf hidup dan tingkat ekonomi masyarakat
merupakan faktor pendorong bagi berkembangnya industri daging sehingga membuka
peluang usaha penggemukan dan pemotongan ternak sapi potong di Indonesia
(Sinaga, 2008). Karkas atau daging babi merupakan salah satu komoditas penting
ditinjau dari aspek gizi, sosial budaya, dan ekonomi. Industri karkas babi mempunyai
prospek ekonomi yang cukup cerah, karena usaha peternakan babi relatif mudah
dikembangkan, daya reproduksi tinggi dan cepat menghasilkan.
Karkas/daging babi merupakan salah satu komoditas penting ditinjau dari aspek
gizi, sosial budaya, dan ekonomi. Industri karkas babi mempunyai prospek ekonomi
yang cukup cerah, karena usaha peternakan babi relatif mudah dikembangkan, daya
reproduksi tinggi dan cepat menghasilkan. Untuk memenuhi permintaan pasar, maka
selain kuantitas, produsen diharapkan dapat menyediakan karkas babi yang
berkualitas. Pengklasifikasian dan penilaian kualitas karkas perlu dilakukan karena
sangat mempengaruhi penerimaan konsumen. Metode pengukuran sudah banyak
dilakukan diberbagai negara untuk memprediksi karkas yang beberapa telah ditemukan
dan dapat dilakukan dengan praktis untuk mengklasifikasikan karkas dengan metode
grading. Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) telah menetapkan sebuah
sistem penentuan kualitas karkas babi, tetapi standar pengklasifikasian karkas di
Indonesia belum ada hingga saat ini.

Perhitungan analisis usaha


Berat badan babi 150 kg, karkas 75% dengan MBR 4:1, jeroan 5 % dari berat badan.
Diketahui harga berat hidup Rp 15.000/kg, daging Rp 25.000/kg, jeroan Rp 15.000/kg,
tulang Rp 5.000/kg, kepala Rp 50.0000.
Jawab:
Out cosh flow
Harga = 150 x Rp 15.000 = Rp 2.250.000
In cost flow
Berat Karkas = 112,5 kg
*daging : 4/5 x 112,5 kg = 90 kg
Harga daging = 90 kg x Rp 25.000 = Rp 2.250.000
*tulang : 1/5 x 112,5 kg = 22,5 kg
Harga tulang = 22,5 kg x Rp 5.000 = Rp 112.500
*jeroan : 5/100 x 150 kg = 7,5 kg
Harga jeroan = 7,5 kg x Rp 15.000 = Rp 112.500
*Kepala Rp 50.000
Total Rp 2.525.000
Keuntungan = In cost flow - Out cosh flow = Rp 275.000
Pemasaran

Pasar merupakan salah satu tempat pemasaran daging, tempat tersebut


merupakan tempat yang rawan dan berisiko cukup tinggi terhadap cemaran mikroba
patogen. Sanitasi dan kebersihan lingkungan penjualan (pasar) perlu mendapat
perhatian baik dari pedagang itu sendiri maupun petugas terkait untuk meminimumkan
tingkat cemaran mikroba. Pasar dibagi menjadi dua jenis, yaitu pasar modern
(swalayan) dan pasar tradisional. Pasar swalayan merupakan pasar yang menjual
produk pangan yang sudah melewati standar mutu tertentu dan keamanan pangan.
Pasar swalayan juga dipandang sebagai tempat yang sangat memperhatikan aspek
kebersihan, kenyamanan dan keamanan dalam berbelanja. Daging yang dijual di pasar
swalayan disebut daging beku dan tidak bisa dikatakan daging segar karena telah
mengalami berbagai proses. Daging tersebut dikemas dan disimpan pada suhu tertentu
sehingga kemungkinan untuk bakteri tumbuh itu sangat sedikit (Saidah, 2011).
Berdasarkan hasil praktikum, daging yang sudah dibersihkan dibawa ke pasar
menggunakan mobil pick-up. Alat transportasi diperlukan untuk mencegah kerusakan
pada daging. Menurut Chambers and Grandin (2001), transportasi ternak sangat
penting dalam dunia peternakan. Transportasi ternak dilakukan antara lain untuk
keperluan pemasaran dalam jumlah yang besar, pengangkutan ke tempat pemotongan,
penyediaan bibit ternak ke daerah lain, pengangkutan dari daerah yang kering ke
daerah yang memiliki pakan yang bagus, dan karena perubahan kepemilikan.
Berdasarkan praktum diketahui bahwa daging babi dijual segar tanpa melalui proses
pelayuan terlebih dahulu. Daging babi dijual di pasar tradisional maupun di pasar
modern. Berdasarkan survei pasar yang dilakukan, diperoleh data harga daging babi
sebagai berikut:
Berdasarkan survey pasar tradisional di pasar Kranggan, Sumodaran
Yogyakarta harga daging babi segar sebagai berikut:

Tabel 23. Daftar harga daging babi di pasar tradisional


Produk Daging Harga (Rp)/kg
Iga Babi 40.0000
Lemak 20.000
Daging Tanpa Lemak 48.000
Kulit Kepala 25.000
Hati 12.000
Tulang kepala 15.000
Paha 45.000
Lidah 25.000

Harga daging babi di pasar modern Carrefour Ambarukmo adalah sebagai berikut :
Tabel 24. Daftar harga daging babi di pasar modern
Produk Daging Harga (Rp)/kg
Tito Babi 17.9000
Pork loin Rost 78.000
Pork Kapsim 78.000
Pork Steak Loin 78.000
Fillet Babi 75.900
Samcam babi 88.400
Iga babi 34.900
Kaki babi 34.900
Hati 23.500
Eisben babi 39.500

Nama-nama bagian daging pada pasar modern dan tradisional memiliki


beberapa perbedaan, hal ini dikarenakan baik pada pasar modern dan pasar tradisional
menggunakan bahasa yang berbeda pula. Pada pasar modern bahasa yang digunakan
sesuai dengan nama bagian asli sedangkan pada pasar tradisional berdasarkan
bahasa masyarakat seperti bahasa jawa. Harga daging yang dijual pada pasar modern
dan pasar tradisional memiliki perbedaan harga yang cukup besar. Pasar modern
memiliki tingkat harga lebih tinggi atau lebih mahal daripada pasar tradisional. Hal ini
dapat disebabkan karena fasilitas dan kebersihan pada pasar modern yang lebih baik
dan terjaga daripada pasar tradisional yang kurang baik fasilitas dan kebersihannya,
selain itu pada pasar modern tempat penjualan yang rapih, tidak panas, dan tidak bau
sehingga memberikan nilai lebih kepada konsumen sehingga harga menjadi lebih
mahal dikarenakan perawatan dan fasilitas yang baik dan memadai tersebut.
Daging yang dari pasar tradisional maupun swalayan baik dari segi warna dan
bau masih memenuhi kriteria daging yang masih baik dan layak karena masih berwarna
merah cerah khas daging dan berbau aromatis. daging dengan warna merah khas
daging babi dan berbau yang aromatis (khas daging babi) merupakan daging normal,
karena daging (sampel) yang diambil pada pagi hari di pasar tradisional masih segar
dan daging beku dari pasar swalayan masih dengan kondisi dan kualitas yang baik.
Menurut Usmiati dan Setiyoko (2008) daging mudah sekali mengalami kerusakan oleh
mikroba. Kerusakan daging ditandai oleh adanya perubahan bau dan timbulnya lendir
yang biasanya terjadi jika jumlah mikroba menjadi jutaan atau ratusan juta sel atau lebih
per 1 cm luas permukaan daging. Kerusakan oleh mikroba pada daging terutama
disebabkan oleh pertumbuhan bakteri pembusuk. Keberadaan Escherichia coli dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: (1) Cara pengangkutan dan alat angkut yang
digunakan, (2) Tempat berjualan daging sapi, (3) sarana air bersih, (4) kebersihan
penjual, (5) cara pengemasan.
Keberadaan pasar tradisional masih menjadi tumpuan bagi masyarakat
Indonesia, terutama pelaku usaha yang terlibat langsung (penjual dan pembeli) ataupun
masyarakat yang terlibat tidak langsung dengan adanya aktivitas pasar tradisional.
Daging segar pada khususnya di pasar tradisional merupakan daya tarik yang paling
tinggi karena untuk komoditas ini tidak bisa ditemukan di pasar modern.

BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa proses pemotongan babi


dilakukan dengan cara tidak langsung. Babi sebelum di potong di pingsankan terlebih
dahulu. Menyembelih babi dilakukan dengan menusuk jantung melalui intercostal dan
setelah babi mati dikeluarkan isi rongga perut dan dada kemudian karkas dibelah dan
kepala dipisahkan dari tubuh. Daging babi dipasarkan di pasar tradisional maupun
dipasar modern. Harga daging di pasar tradisional reatif lebih murah dibandingkan di
pasar modern. Perbedaan ini dipengaruhi oleh banyak sedikitnya perantara yang
terlibat didalamnya, kemasan daging, dan kualitas daging.

DAFTAR PUSTAKA

Blakely, J. dan D.H Bade 1998. Ilmu peternakan. Cetakan keempat. Terjemahan: B.
Srigandono. Universitas Gajah Mada Press. Yogyakarta.
Bunter dan Bennet. 2004. Animal Science and Industry. Cetakan keempat. Prentice Hall, Inc.
New Yersey.
Kaufman, Dr. J. 1996. Parasitic Infectious of Domestic Animal. ILRI. Germany.
Lawrie, R. A. 1995. Ilmu daging. Terjemahan: A. Parakkasi. Universitas Indonesia Press.
Jakarta.
Saidah, Farikhatus. 2011. Hasil Penelitian Cemaran Mikroba Daging Sapi Di Pasar Swalayan
Dan Pasar Tradisional. Dilavet, Volume 21, Nomor 2, Juni 2011.
Sinaga, S. 2008. Manajemen ternak babi. Diktat. Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran.
Bandung.
Sihombing, D.T.H. 1997. Ilmu beternak babi. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Soeparno. 2005. Ilmu dan teknologi daging. Cetakan keempat. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Usmiati, S dan Setiyanto H. 2008. Penampilan karkas dan komponen karkas ternak
ruminansia. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Bogor

Diposkan oleh Yuvanta_lia.blogspot.com di 18.50


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

1 komentar:

1.

arif potter12 Oktober 2014 06.39

makasi
info yang bermanfaat

BalasHapus

Tambahkan komentar
Muat yang lain...
Posting Lama Beranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Pengikut

Arsip Blog
2013 (10)

o Agustus (3)

Pemotongan Babi

Laporan Praktikum Komoditas Babi

Peran Orangtua dalam Mengatasi Dampak Perkembangan...

o Juli (5)

o Januari (2)
2012 (1)

o Desember (1)

Mengenai Saya

Yuvanta_lia.blogspot.com
Lihat profil lengkapku

Peran Orangtua Mengatasi Trend Mobile Internet terhadap


Perkembangan Anak

Tema Tanda Air. Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai