Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Evaluasi itu perlu dilakukan, dengan mengingat akan sifat-sifat manusia itu sendiri
yaitu manusia adalah makhluk yang lemah, makhluk yang suka membantah dan ingkar
kepada Allah, mudah lupa dan banyak salah namun mempunyai batas untuk sadar
kembali. Tetapi di sisi lain manusia juga merupakan makhluk terbaik dan termulia, yang
dipercaya Allah untuk mengemban amanat yang istimewa, yang diangkat sebagai khalifah
di bumi dan yang telah diserahi Allah apa yang ada di langit dan di bumi.
Bertolak dari kajian tersebut, maka ditemukan hal-hal prinsipal sebagai berikut :
bahwa manusia itu ternyata memiliki kelemahan-kelemahan dan kekurangan-kekurangan
tertentu, sehingga perlu diperbaiki baik oleh dirinya sendiri maupun pihak lain. Namun
manusia itu juga memiliki kelebihan-kelebihan tertentu sehingga kemampuan tersebut
perlu dikembangkan dan manusia mempunyai kemampuan untuk mencapai posisi tertentu
sehingga perlu dibina kemampuannya untuk mencapai posisi tersebut. Dengan mengingat
hal-hal tersebut, maka evaluasi amatlah diperlukan, apalagi dalam proses pendidikan.
Evaluasi yang dilakukan Allah terhadap umat manusia mengandung pengertian bahwa
manusia senantiasa dalam pengawasan Allah yang apabila hal ini disadari oleh manusia
berarti ia akan hati-hati dalam bertingkah laku.
Al Quran sebagai sumber utama pendidikan Islam, banyak mengungkap konsep
evaluasi di dalam ayat-ayatnya sebagai acuan bagi manusia untuk hati-hati dalam
melakukan perbuatannya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan evaluasi pendidikan menurut al-quran ?
2. Bagaimana tujuan dari evaluasi pendidikan menurut al-quran ?
3. Bagaimana kedudukan evaluasi pendidikan dalam al-quran ?
4. Apa saja jenis evaluasi pendidikan menurut al-quran ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan evaluasi pendidikan menurut al-quran
2. Untuk mengetahui bagaimana tujuan dari evaluasi pendidikan menurut al-quran.
3. Untuk mengetahui bagaimana kedudukan evaluasi pendidikan dalam al-quran
4. Untuk mengetahui apa saja jenis evaluasi pendidikan menurut al-quran.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Evaluasi Pendidikan

1
Secara harfiah evaluasi berasal dari bahasa Inggris, evaluation, yang berarti penilaian
dan penaksiran.1 Dalam bahasa Arab, dijumpai istilah imtihn, yang berarti ujian, dan
khataman yang berarti cara menilai hasil akhir dari proses kegiatan.2
Dalam Alquran, terdapat beberapa ayat yang dapat dikaitkan dalam pengertian
pendidikan dan teknik evaluasi yang tersebar di beberapa surat, seperti al-inba, al-hisab,
al-bala, al-wazn, al-taqdir dan al-nadzr.
1) Al-Inba
Al-Inba terdapat dalam surat Al-Baqarah (2) : 31 dan 33, Allah berfirman:

(31)


Artinya : dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda)
seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman:
"Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang
yang benar!

Allah berfirman: "Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka Nama-nama benda ini."
Maka setelah diberitahukannya kepada mereka Nama-nama benda itu, Allah berfirman:
"Bukankah sudah Ku katakana kepadamu, bahwa Sesungguhnya aku mengetahui rahasia
langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu
sembunyikan?"
Jadi yang dimaksud dengan Al-Inba adalah evaluasi dalam bentuk dialog atau tes
lisan yang membutuhkan pengembangan dalam jawaban.
2) Al-Hisab
Al-Hisab yang diterjemahkan perhitungan, semakna dengan evaluasi. Di dalam
QS. Al-Baqarah (2) : 202 Allah berfirman:

Artinya: mereka Itulah orang-orang yang mendapat bahagian daripada


yang mereka usahakan; dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya.
Jadi Al-hisab adalah prinsip evaluasi yang berlaku umum, mencakup teknik dan
prosedur evaluasi Allah terhadap makhluknya. Al-hisab sering diikuti dengan lafal
sari (cepat). Di akhirat kelak perhitungan hasil evaluasi manusia dilakukan sangat
cepat.

1
John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, 220.
2
Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005), cet ke-1, 183.

2
Lafal al-hisab lebih banyak dipakai pada pengertian yang bersifat teknis seperti:
Sariul hisab (hisab yang cepat), Suul hisab (hisab yang buruk), bi ghairi hisab
(tanpa hisab) dsb.
3) Al-Taqdir
Al-Taqdir, ketentuan, jumlah, ukuran, seperti firman Allah QS. Al-Hijr (15) : 21 :

Artinya: dan tidak ada sesuatupun melainkan pada sisi Kami-lah


khazanahnya[795]; dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran yang
tertentu. [795] Maksudnya segala sesuatu itu sumbernya dari Allah s.w.t.
Bi miqdar dengan masa yang tidak dilebihkan dan tidak dikurangi. Lafal al-taqdir
dapat disamakan dengan cara penilaian dengan memberikan penetapan nilai pada
setiap soal yang diberikan atau ketentuan pembobotan seperti pemberian nilai sikap
pada penelitian yang menggunakan statistik. At-taqdir dapat juga disamakan dengan
pengujian validitas hasil belajar yakni penganalisaan terhadap tes hasil belajar sebagai
suatu totalitas yang dapat dilakukan dengan dua cara, pertama: penganalisaan dengan
berfikir secara rasional atau penganalisaan yang mengggunakan logika (logical
analysis). Kedua: penganalisaan yang dilakukan berdasarkan kenyataan empiris
(empirical analysis).
4) Al- Nadzar
Al-Nadzar, searti dengan al-bashar yaitu penglihatan, juga searti dengan
arriayah wal Itibar yakni pertimbangan, (Munawwir, 1998:1533) seperti firman
Allah dalam QS. Yunus (10): 14 :

Artinya : kemudian Kami jadikan kamu pengganti-pengganti (mereka) di muka bumi


sesudah mereka, supaya Kami memperhatikan bagaimana kamu berbuat.
Apabila diperhatikan ayat-ayat yang menggunakan ungkapan nadzara, maka
evaluasi itu adalah sesuatu yang didemonstrasikan atau dipraktekkan oleh orang
sedang dievaluasi. Karena alat evaluasi yang digunakan adalah panca indra yaitu
mata.
5) Al-Wazn
Al-Wazn atau taqdir ats-tsiql yakni penimbangan seperti dalam firman Allah
QS. Al-Qariah (101) 6-9 :

3
Artinya : 6. dan Adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya, 7. Maka
Dia berada dalam kehidupan yang memuaskan, 8. dan Adapun orang-orang yang
ringan timbangan (kebaikan)nya, 9. Maka tempat kembalinya adalah neraka
Hawiyah.
Jadi Dalam perspektif pendidikan, bilamana seseorang tidak mengerjakan
tugas atau soal dengan baik, nilai yang akan diter ima tentu bobotnya kecil, tetapi bila
ia dapat mengerjakan tugas dan memberikan jawaban yang benar, maka bobotnya
tentu lebih banyak dan mendapat hasil yang memuaskan.
6) Al- Fitnah
Secara bahasa al-fitnah adalah yang berarti pengujian
dan eksperimen. Jika dikatakan maka itu berarti emas itu diuji
kadarnya.3 Menafsirkan maksud kata fitnah dalam surat al ankabut, ath Thobari
mengatakan bahwa fitnah adalah, 4 pengujian baik melalui hal-hal yang
disukai maupun hal yang disukai dan tidak disukai. Pengertian lain dari perkataan la
5 tidak ditanya, sehingga maknanya adalah pengakuan
yuftanun adalah
keimanan seorang mukmin itu akan ditanyakan kebenarannya.
Al Askari berpendapat bahwa, fitnah adalah 6 ujian yang sangat berat.
Menjadikan sebuah kenikmatan itu sebagai sarana fitnah adalah bentuk hiperbola,
sebagaimana emas meskipun secara lahiriyah merupakan kenikmatan perhiasan
namun kualitas sebenarnya terlihat ketika dibakar.
Dalam ayat ini juga terkandung pengertian bahwa ujian memiliki sifat intensif
atau terus menerus, bukan sesuatu yang baru atau tanpa perencanaan dan tujuan. Az
Zuhaili mengatakan





7 ujian adalah

sunnah Allah yang bersifat permanen atas ciptaan-Nya sejak masa lampau hingga
masa yang akan datang.
7) Al-Bala
8
Secara bahasa al bala berarti ujian yang bisa berupa
kebaikan dan keburukan. Dalam pengertian lain 9
bala itu
bisa berupa anugerah maupun bencana. Al bala juga berarti

3
Ibnu Faris, 1406 H, Mujmal al Lughah li Ibni Faris, Beirut: Muassasatu ar Risalah, Hlm 711
4
Abu Jafar ath Thobari, 1420 H, Jamiul Bayan fi Tawil al Quran, Beirut : Muassasatu ar Risalah,Vol 7, hlm 19.
5
Al Mawardy, tt, an Nukat wal Uyun, Beirut : Daar al Kutub al Ilmiyyah,Vol 4, hlm 275
6
Abu Halal al Askariy, tt, Al Furuq al Lughawiyah, Mesir : Daar al Ilm wa ats Tsaqafah, Hlm 217
7
Wahbah bin Musthofa az Zuhailiy, 1418 H, at Tafsir al Munir fil Aqidati wasy Syariati wal Manhaj, Damaskus:
Daar al Fikr al Muashir, Vol 20, hlm 189.
8
Ibnu Faris, op.cit, hlm 133
9
Murtadho az Zubaidy, tt, Taaj al Arus min Jawahir al Qamus, Daar al Hidayah, Vol 37, hlm 207.

4
10 pengujian dan latihan untuk mengetahui hakikat sesuatu melalui
pengalaman.
Raghib al Ashfihani membedakan ujian yang datang karena kehendak Allah dan
musibah yang disebabkan oleh manusia itu sendiri. Menurutnya perbedaan tersebut
bisa dilihat dari penggunaan kata balaa dan ibtalaa. Penggunaan kata balaa (menguji)
dimaksudkan untuk sebuah ketetapan Allah atas hambanya, sedangkan penggunaan
kata ibtalaa (mendapatkan ujian) bisa bermakna selain hal tersebut sebelumnya juga
bisa bermakna orang tersebut memahami keadaan yang berlaku pada dirinya dan tidak
memahami sesuatu diluas batasannya.11

B. Tujuan Evaluasi Pendidikan


Dilihat dari prinsip evaluasi yang terdapat di dalam Al-Quran dan praktek yang
dilakukan oleh Rasulullah SAW. Maka tujuan dari evaluasi yaitu :
1) Untuk menguji daya kemampuan manusia beriman terhadap berbagai macam
problema kehidupan yang dihadapi.
2) Untuk mengetahui sejauh mana atau sampai dimana hasil pendidikan wahyu yang
telah diaplikasikan Rasulullah SAW. Kepada umatnya.
Firman Allah :
Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan,
kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada
orang-orang yang sabar. (QS. Al- Baqarah : 155)12
Tujuan evaluasi secara umum adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya perubahan
pada diri peserta didik serta tingkat perubahan yang dialaminya setelah ia mengikuti
PBM (proses belajar mengajar). Berdasarkan Kurikulum 1975 (Buku III B - tentang
Pedoman Penilaian), bahwa tujuan evaluasi belajar siswa di sekolah pada dasarnya dapat
digolongkan kedalam 4 (empat) kategori yaitu:
1) Untuk memberi umpan balik (feedback) kepada guru, sebagai dasar untuk
memperbaiki proses belajar mengajar dan mengadakan revisi program dan remidial
program bagi siswa.
2) Untuk menentukan angka kemajuan atau hasil belajar masing-masing siswa, yang
antara lain diperlukan untuk memberikan laporan kepada para orang tua siswa,
penetapan kenaikkan kelas, dan penentuan lulus tidaknya siswa.

10
Az Zuhailiy, op.cit, vol 2, hlm 38.
11
Raghib al Ashfihani, 1412H, al Mufradat fi Gharib al Quran, Damaskus : Daar a Qalam, hlm 61-62.
12
Departemen Agama RI, Al-Quran dan terjemahannya. (CV.penerbit Dipenegoro, 2010). hal. 24

5
3) Untuk menempatkan siswa dalam situasi belajar mengajar yang tepat (misalnya dalam
penentuan jurusan) sesuai dengan tingkat kemampuan dan atau karakteristik lain yang
dimiliki siswa.
4) Untuk mengenal latar belakang (psikologi, pisik, dan lingkungan) siswa yang
mengalami kesulitan-kesulitan belajar. Yang hasilnya dapat dipakai sebagai dasar
untuk memecahkan kesulitan-kesulitan tersebut.

C. Kedudukan Evaluasi Pendidikan Dalam Al-Quran


Ajaran Islam menaruh perhatian yang besar terhadap evaluasi pendidikan. Oleh
karena itu, jika evaluasi dihubungkan dengan kegiatan pendidikan memiliki kedudukan
yang amat strategis, maka hasilnya dapat digunakan sebagai input untuk melakukan
perbaikan kegiatan dalam bidang pendidikan.
Dalam berbagai firman Allah SWT memberitahukan kepada kita, bahwa pekerjaan
evaluasi terhadap manusia didik adalah merupakan suatu tugas penting dalam rangkaian
proses pendidikan yang telah dilaksanakan oleh pendidikan. 13 Hal ini, misalnya dapat
dipahami dari ayat yang berbunyi sebagai berikut:

Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya,


kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: Sebutkanlah kepada-
Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!Mereka
menjawab: Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah
Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi
Maha Bijaksana (al-Baqarah : 31-32)
Dia, yakni Allah mengajarkan Adam nama-nama seluruhnya, yakni memberinya
benda-benda dan mengajarkan fungsi benda-benda.
Setelah pengajaran Allah dicerna oleh Adam as sebagaimana dipahami dari kata
kemudian, Allah memaparkan benda-benda itu kepada malaikat lalu berfirman
Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu, jika kamu orang-orang yang benar dalam
dugaan kau bahwa kalian lebih wajar menjadi khalifah.
Para malaikat yang ditanya itu secara tutur menjawab sambil mensucikan Allah, tidak
ada pengetahuan bagi kami selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami,

13
Ibid., hlm. 134

6
sesungguhnya Engkaulah yang maha mengetahui lagi maha bijaksana. Maksudnya bukan
karena Engkau tidak tahu, tetapi karena ada hikmah diantara itu.14

Allah berfirman: Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini.
Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman:
Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia
langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu
sembunyikan? (al-Baqarah : 33)
Untuk membuktikan kemampuan khalifah kepada malaikat, Allah berfirman : Hai
Adam! beritahukanlah kepada mereka nama-namanya yakni benda itu. Perhatikanlah!
Adam diperintahkan untuk memberitahukan yakni menyampaikan kepada malaikat,
bukan mengajar mereka, pengajaran mengharuskan agar bahan pengajarannya
dimengerti oleh yang diajarnya sehingga perlu mengulang-ulangi pelajaran hingga benar-
benar dimengerti, berbeda dengan penyampaian atau berita yang tidak mengharuskan
pengulangan dan berita harus di mengerti.15
Dari ayat tersebut ada empat hal yang dapat diketahui. Pertama, Allah SWT dalam
ayat tersebut bertindak sebagai guru memberikan pengajaran kepada Nabi Adam as;
kedua, para malaikat tidak memperoleh pengajaran sebagaimana yang telah diterima Nabi
Adam. Ketiga, Allah SWT memerintah kepada Nabi Adam agar mendemonstrasikan
ajaran yang diterima dihadapan para malaikat. Keempat, materi evaluasi atau yang
diujikan haruslah yang pernah diajarkan.16
Selain Allah bertindak memberikan pengajaran kepada makhluk-Nya atau hamba-Nya
dan dapat pula memberikan pengawasan dengan melalui perantara malaikat sebagai
pencatat amal perbuatan manusia sebagaimana yang terdapat pada ayat berikut ini:

Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat


pengawas Raqib dan Atid (QS. Qaaf : 18)
Tiada keluar satu katapun dari mulut manusia kecuali padanya ada seorang malaikat
yang menyaksikan, meneliti perbuatan, mencatat apa saja yang memuat pahala atau
hukuman bagi manusia. Hikmah dari hal ini ialah bahwa Allah Taala tidaklah
14
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah (Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Quran), vol.3, Jakarta: Lentera Hati,
2000, hlm. 143-144
15
Ibid., hlm. 148
16
Drs. H. Abudin Nata, op.cit., hlm. 134-135

7
menciptakan manusia untuk di azab melainkan untuk dididik dan dibimbing. Maka, setiap
penderitaan yang dialami oleh manusia adalah untuk meningkatkan jiwanya.17
Jadi Evaluasi pendidikan itu memiliki kedudukan yang amat strategis, karena hasil
dari kegiatan evaluasi dapat digunakan sebagai input untuk melakukan perbaikan kegiatan
pendidikan. Ajaran islam juga menaruh perhatian yang besar terhadap evaluasi tersebut.
Allah SWT, dalam berbagai firman-Nya dalam kitab suci Al-Quran memberitahukan
kepada kita, bahwa pekerjaan evaluasi terhadap manusia didik adalah merupakan suatu
tugas penting dalam rangkaian proses pendidikan yang telah dilaksanakan oleh pendidik.

D. Jenis-jenis Evaluasi Pendidikan


Jenis evaluasi ada beberapa jenis yaitu :
1) Evaluasi Formatif
Yaitu evaluasi / penilaian untuk mengetahui hasil belajar yang dicapai oleh
para peserta didik setelah menyelesaikan program dalam satuan materi pokok pada
suatu bidang study tertentu. Evaluasi ini dipandang sebagai ulangan yang dilakukan
pada setiap akhir penyajian satuan pelajaran atau modul. Yang mendasari evaluasi ini
adalah bahwa manusia dalam hal ini peserta didik mempunyai banyak kelemahan.
Firman Allah :
Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, karena manusia diciptakan
(bersifat) lemah. (QS.An-Nisa: 28)
Dalam melaksanakan evaluasi formatif, seorang pendidik perlu memperhatikan
beberapa aspek evaluasi jenis ini, yaitu :
a. Aspek Fungsi, untuk memperbaiki proses pembelajaran kearah yang lebih baik
dan efisien atau memperbaiki rencana pembelajaran.
b. Aspek Tujuan, untuk mengetahui sampai dimana penguasaan peserta didik
tentangmateri yang diajarkan dalam satu rencana atau satuan pelajaran.
c. Aspek-aspek yang dinilai adalah hasil kemajuan belajar peserta didik yang
meliputi : pengetahuan, keterampilan, sikap terhadap materi ajar yang
disampaikan.
2) Evaluasi Sumatif
Yaitu evaluasi / penilaian yang dilakukan terhadap hasil belajar peserta didik yang
telah selesai mengikuti pembelajaran satu semester atau akhir tahun. Evaluasi sumatif
ini dapat dianggap sebagai ulangan umum yang dilakukan untuk mengukur kinerja
akademik atau prestasi belajar siswa pada akhir periode pelaksanaan program
pengajaran. Hasilnya dijadikan bahan laporan resmi mengenai kinerja akademik siswa
dan bahan penentu naik tidaknya siswa ke kelas yang lebih tinggi.

17
Ahmad Musthofa al-Maraghi, Terjemah Tafsir al-Maraghi (26), Semarang: CV. Toha Putra, 1989, hlm. 266-271

8
Asumsi evaluasi ini adalah bahwa segala sesuatu termasuk peserta didik
diciptakan mengikuti hukum bertahap. Setiap tahap memiliki satu tujuan dan
18
karakteristik tertentu. Satu tahapan yang harus diselesaikan terlebih dahulu untuk
kemudian beralih ke tahapan yang lebih baik.
Firman Allah : Sungguh, akan kamu jalani tingkat (tahap) demi tingkat (dalam
kehidupan).(QS.Al- Insyiqaq : 19)19
Dalam melaksanakan evaluasi sumatif, seorang pendidik perlu memperhatikan
beberapa aspek evaluasi jenis ini yaitu :
a. Aspek Fungsi, untuk mengetahui nilai peserta didik setelah mengikuti program
pembelajaran dalam satu semester.
b. Aspek Tujuan, untuk mengetahui taraf hasil belajar yang dicapai oleh peserta
didik setelah melakukan program pembelajaran dalam satu semester, akhir tahun
pada suatu unit pendidikan tertentu.
c. Aspek-aspek yang dinila, ialah kemajuan hasil belajar meliputi pengetahuan,
keterampilan, sikap dan penguasan murid tentang materi pembelajaran yang
diberikan.
3) Evaluasi Penempatan (placement)
yaitu evaluasi yang dilakukan sebelum peserta didik mengikuti proses belajar
mengajar untuk kepentingan penempatan peserta didik dalam situasi belajar atau
program pendidikanatau pada jurusan yang diingini dan sesuai dengan
kemampuannya.
Dalam melaksanakan evaluasi placement, seorang pendidik perlu memperhatikan
beberapa aspek evaluasijenis ini, yaitu :
a. Aspek fungsi, untuk mengetahui potensi, kecenderungan kemampuan peserta
didik dan keadaan pribadinya agar dapat ditempatkan pada posisinya.
b. Aspek tujuan, yaitu menempatkan peserta didik pada tempat yang sebenarnya
berdasarkan bakat, minat, kemampuan, kesanggupan serta keadaan diri anak.
c. Aspek yang dinilai, yaitu untuk mengetahui keadaan fisik dan psikis, bakat, minat,
kemampuan, pengetahuan, pengalaman, keterampilan, sikap dan aspek lainnya.
d. Aspek waktu pelaksanaan, sebaiknya dilaksanakan sebelum peserta didik
menduduki kelas-kelas tertentu sewaktu penerimaan murid baru atau setelah
kenaikan kelas.

18
Prof. DR. H. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Kalam Mulia : Jakarta. 2002) hal. 224
19
Departemen Agama RI, Al-Quran dan terjemahannya. (CV.penerbit Dipenegoro, 2010). hal. 589

9
4) Evaluasi Diagnostik
Evaluasi diagnostik, yaitu evaluasi yang dilakukan terhadap hasil penganalisaan
tentang keadaan belajar peserta didik, meliputi kesulitan- kesulitan atau hambatan
yang ditemui dalam situasi belajar mengajar.
Dalam melaksanakan penilaian diagnostik, seorang pendidik perlu memperhatikan
beberapa aspek evaluasi jenis ini yaitu :
a. Aspek fungsi, yaitu untuk mengetahui masalah-masalah yang menganggu peserta
didik yang dapat mempersulit dan menghambat proses pembelajaran, baik dalam
satu bidang studi tertentu atau keseluruhan bidang studi. Setelah mengetahui
penyebab kesulitan terjadi, lalu diformulasikan usaha pemecahannya.
b. Aspek tujuan, yaitu membantu kesulitan atau mengatasi hambatan yang dialami
peserta didik waktu mengikuti kegiatan belajar pada satu mata pelajaran atau
keseluruhan program pembelajaran.
c. Aspek yang dinilai, yaitu untuk mengetahui hasil belajar yang diperoleh peserta
didik, latar belakang kehidupannya dan semua aspek yang menyangkut kegiatan
pembelajaran.
d. Aspek waktu pelaksanaan sesuai dengan keperluan pembinaan dari suatu lembaga
pendidikan, dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan peserta didiknya.
Meskipun dalam sumber ilmu pendidikan Islam klasifikasi jenis penilaian di atas
tidak ditemukan secara eksplisit, namun dalam praktek dapat diketahui bahwa pada
prinsipnya jenis penilaian tersebut seringkali ditemukan. Disamping itu dalam
pendidikan Islam seorang pendidik bisa saja mengadopsi hal-hal yang positif yang
datang dari luar untuk diterapkan pula dalam pendidikan Islam selama yang diadopsi
tersebut tidak bertentangan dengan prinsip kependidikan dalam Islam.

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Secara harfiah evaluasi berasal dari bahasa Inggris, evaluation, yang berarti penilaian
dan penaksiran. Dalam bahasa Arab, dijumpai istilah imtihn, yang berarti ujian, dan
khataman yang berarti cara menilai hasil akhir dari proses kegiatan
Dalam Al-quran evaluasi pendidikan terdapat beberapa ayat yang dapat dikaitkan
dalam pengertian pendidikan dan teknik evaluasi yang tersebar di beberapa surat, seperti
al-inba , al-hisab, al-bala, al-wazn, al-taqdir dan al-nadzr.
Tujuan Evaluasi jika dilihat dari prinsip evaluasi yang terdapat di dalam Al-Quran
dan praktek yang dilakukan oleh Rasulullah SAW. Maka tujuan dari evaluasi yaitu dibagi
menjadi dua. Sedangkan tujuan evaluasi secara umum adalah untuk mengetahui ada atau
tidaknya perubahan pada diri peserta didik serta tingkat perubahan yang dialaminya
setelah ia mengikuti PBM (proses belajar mengajar).
Evaluasi pendidikan itu memiliki kedudukan yang amat strategis, karena hasil dari
kegiatan evaluasi dapat digunakan sebagai input untuk melakukan perbaikan kegiatan
pendidikan. Ajaran islam juga menaruh perhatian yang besar terhadap evaluasi tersebut.
Allah SWT, dalam berbagai firman-Nya dalam kitab suci Al-Quran memberitahukan
kepada kita, bahwa pekerjaan evaluasi terhadap manusia didik adalah merupakan suatu
tugas penting dalam rangkaian proses pendidikan yang telah dilaksanakan oleh pendidik.
Jenis evaluasi ada beberapa jenis yaitu evaluasi formatif, evaluasi sumatif, evaluasi
penempatan (placement) dan evaluasi diagnostik

B. Saran
Setelah membaca dan menguraikan tentang makalah ini, saran yang dapat diberikan
adalah :
Perlunya perbaikan setelah mengadakan evaluasi
Perlunya menelaah dan mengkaji secara continue sebagai suatu perbaikan yang terus
menerus terhadap pembelajaran yang ada di Indonesia, agar pendidikan yang
dikembangkan mencapai tujuan yang diharapkan.
Berusaha terus menjadi yang terbaik.

DAFTAR PUSTAKA

John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, 220.


Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005), cet ke-1,
183.

11
Ibnu Faris, 1406 H, Mujmal al Lughah li Ibni Faris, Beirut: Muassasatu ar Risalah, Hlm
711
Abu Jafar ath Thobari, 1420 H, Jamiul Bayan fi Tawil al Quran, Beirut : Muassasatu
ar Risalah,Vol 7, hlm 19.
Al Mawardy, tt, an Nukat wal Uyun, Beirut : Daar al Kutub al Ilmiyyah,Vol 4, hlm 275
Abu Halal al Askariy, tt, Al Furuq al Lughawiyah, Mesir : Daar al Ilm wa ats Tsaqafah,
Hlm 217
Wahbah bin Musthofa az Zuhailiy, 1418 H, at Tafsir al Munir fil Aqidati wasy Syariati
wal Manhaj, Damaskus: Daar al Fikr al Muashir, Vol 20, hlm 189.
Ibnu Faris, op.cit, hlm 133
Murtadho az Zubaidy, tt, Taaj al Arus min Jawahir al Qamus, Daar al Hidayah, Vol 37,
hlm 207.
Az Zuhailiy, op.cit, vol 2, hlm 38.
Raghib al Ashfihani, 1412H, al Mufradat fi Gharib al Quran, Damaskus : Daar a Qalam,
hlm 61-62.
Departemen Agama RI, Al-Quran dan terjemahannya. (CV.penerbit Dipenegoro, 2010).
hal. 24
Ibid., hlm. 134
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah (Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Quran), vol.3,
Jakarta: Lentera Hati, 2000, hlm. 143-144
Ibid., hlm. 148
Drs. H. Abudin Nata, op.cit., hlm. 134-135
Ahmad Musthofa al-Maraghi, Terjemah Tafsir al-Maraghi (26), Semarang: CV. Toha
Putra, 1989, hlm. 266-271
Prof. DR. H. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Kalam Mulia : Jakarta. 2002) hal. 224
Departemen Agama RI, Al-Quran dan terjemahannya. (CV.penerbit Dipenegoro, 2010).
hal. 589

12

Anda mungkin juga menyukai