Anda di halaman 1dari 3

Mata Kuliah Tafsir dan Hadis Tarbawi

Semester 3 MPI 3B STAIN Bengkalis


HADIS TENTANG EVALUASI DALAM PENDIDIKAN ISLAM
Evaluasi Ranah Kognitif Dan Evaluasi Ranah Afektif
( Hadis 116-119 )
Oleh: Dewi Nurhandayani, Fachrul Rachman dan Fitri Suryani

Dalam pendidikan islam, evaluasi akan objektif apabila didasarkan dengan tolak ukur
al-qur’an atau hadist. Didalam hadist evaluasi dapat dilakukan dengan cara rasulullah
menguji sahabat tentang suatu masalah. Sebagaimana terdapat dalam riwayat berikut ini:

A. Ranah Evaluasi Kognitif (Al-Nahiya Al-Fikriyyah)


Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Menurut
Bloom, segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk kedalam ranah
kognitif. Dalam ranah kogntif itu terdapat enam jenjang proses berifikir, mulai dari
jenjang terendah sampai jenjang tertinggi, yaitu:
1. Pengetahuan/hafalan/ingatan (knowledge)
2. Pemahaman (comprehension)
3. Penerapan (aplication)
4. Analisis (analysis)
5. Sintesis (synthesis)
6. Penilaian (evaluasian)

Adapun hadis yang berhubungam dengan ranah kognitif, yaitu:

. ‫ هَّللا ِ َرسُو َل َجبَ ٍل ْب ِن ُم َعا ِذ ع َْن‬K‫ وسلم عليه اللهصلى‬- ‫ث َأ ْن َأ َرا َد لَ َّما‬ َ ‫ْاليَ َم ِن ِإلَى ُم َعا ًذا يَ ْب َع‬
َ َ‫ضى َك ْيفَ ق‬
. ‫ال‬ ِ ‫ض ِإ َذا تَ ْق‬
َ ‫ك َع َر‬ َ َ‫ضا ٌء ل‬َ َ‫ال »ق‬ َ َ‫ضى ق‬ ِ ‫ب َأ ْق‬ِ ‫ هَّلل ِ بِ ِكتَا‬. ‫ال‬
َ َ‫ب فِى ت َِج ْد لَ ْم فَِإ ْن «ق‬ ِ ‫هَّللا ِ ِكتَا‬
َ َ‫ ق‬.» ‫ال « وسلم عليه هللا صلى هَّللا ِ َرسُو ِل فَبِ ُسنَّ ِة‬
‫ال‬ َ َ‫ُول ُسنَّ ِة فِى ت َِج ْد لَ ْم فَِإ ْن ق‬ ِ ‫هَّللا ِ َرس‬
‫ب فِى َوالَ وسلم عليه هللا صلى‬ ِ ‫ هَّللا ِ ِكتَا‬.‫ قَا َل‬.» ‫ آلُو َوالَ َرْأيِى َأجْ تَ ِه ُد‬.‫ب‬ َ ‫ض َر‬ َ َ‫هَّللا ِ َرسُو ُل ف‬
‫ص ْد َرهُ وسلم عليه هللا صلى‬ َ ‫ضى لِ َما هَّللا ِ َرسُو ِل قف َوالَّ ِذى هَّلِل ِ ْال َح ْم ُد « قَا َل َو‬ ِ ْ‫يُر‬
‫ هَّللا ِ َرسُو َل‬. ‫والدارمى وأحمد والترمذى داود أبو رواه‬
Artinya:
“ Mu’az ibn Jabal meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW ketika mengutus Mu’az ke
Yaman, beliau bertanya; bagaimana engkau mengadili perkara, jika dihadapkan
kepadamu perkara keadilan? Mu’az menjawab; saya mengadili perkara itu dengan kitab
Allah (Al-Qur’an), Rasulullah bertanya lagi; maka bagaimana jika kamu tidak
menjumpai dalam Al-Qur’an? Mu’az menjawab maka saya mengadili dengan sunnah
Rasulullah SAW, Rasulullah bertanya lagi; lalu bagaimana jika kamu tidak menemukan
petunjuk dalam sunnah Rasulullah dan kitab Allah? Mu’az menjawab; saya akan
berijtihad sekuat akal pikiran saya. Maka Rasulullah menepuk dadaku sambil bersabda;
segala puji milik Allah yang telah memberi petunjuk kepada utusan Rasulullah terhadap
apa yang Rasul berkenan kepadanya. (HR. Abu Daud, At-Tirmidzi, Ahmad dan Ad-
Damiri).
Hadis diatas menerangkan bahwa untuk mengadili suatu perkara harus merujuk
kepada Al-Qur’an, jika tidak ditemukan dalam Al-Qur’an maka rujuk kepada sunnah
Rasulullah, jika tidak ditemukan maka baru dibolehkan berjtihad dengan menggunakan
akal yang sehat. Hadis diatas terlihat Rasulullah baru akan menyerahkan tugas kepada
mu’az ketika terlebih dahulu mengetahui bahwa Mu’az memiliki ilmu tentang persoalan
tugas yang akan diembannya. Hal ini juga menggambarkan bahwa dalam memberikan
tugas yang berat seperti halnya dalam mengadili maka haruslah dilihat kompetensi
kognitif ornag yang diberi tugas, sehingga dia benar-benar mengadili dengan ilmunya
bukan dengan kebodohannya serta tingkat keadilan akan lebih baik jika ditangani oleh
orang yang berilmu tersebut.

B. Evaluasi Ranah Afektif (Al-Nahiyah Al-Mauqifiyyah)


Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Beberapa pakar
mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya jika seseorang telah
memiliki penguasaan kognitif tingkat tinggi. Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak
pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku, seperti: perhatiannya terhadap mata
pelajaran pendidikan agama islam, kedisiplinannya dalam mengikuti pelajaran agama
disekolah, motivasinya yang tinggi untuk tahu lebih banyak megenai pelajaran agama
islam yang diterimanya, penghargaan atau rasa hormatnya tehadap guru pendidikan
agama Islam dan sebagainya. Hadis yang berkenaan dengan ranah afektif ini, yaitu:
“Jabir berkata, Rasulullah SAW bersabda; sesungguhnya Allah SWT menguji seorang
hambanya dengan suat penyakit sehingga dia mengampuni semua dosanya”. (HR. Ath-
Thabrani) dan dalam hadist lain:

‫ب َواَل هَ ٍّم َواَل ح ُْز ٍن َواَل َأ ًذى َواَل َغ ٍّم َحتَّى ال َّشوْ َك ِة‬ ٍ ‫ص‬ َ ‫ب َواَل َو‬
ٍ ‫ص‬ َ َ‫ُصيبُ ْال ُم ْسلِ َم ِم ْن ن‬ ِ ‫َما ي‬
ُ‫يُ َشا ُكهَا ِإاَّل َكفَّ َر هَّللا ُ بِهَا ِم ْن َخطَايَاه‬
“Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu kelelahan atau penyakit atau kekhawatiran atau
kesedihan atau gangguan bahkan duri yang mekukainya melainkan Allah akan
menghapus kesalahan-kesalahannya karenanya”.(HR. Bukhari No 5642 danMuslim No
2573).

Hadis tersebut menggambarkan tentang evaluasi afektif, yaitu tentan Kesabaran


dalam menghadapi ujian yang diberikan oleh Allah dalam ragka memperbaiki kesalahan
yang dilakukan oleh seseorag yang diberikan ujian tersebut. Ini merupakan hadiah yang
diberikan oleh Allah kepada orang yang sabar dalam ujiannya. Dalam pendidikan Islam
evaluasi pendidikan islam evaluasi afektif ini sangat perlu diterapkan, hal ini agar dapat
terlihat hasil dari pendidikan itu sendiri yatu menghasilkan pendidikan yang beriman dan
berakhlak mulia, maka penilaian afektif ini akan melihat sejauh mana tingkat akhlak yang
diterapkan dalam kehidupan peserta didik, seperti rasa sabar yang diberikan.

Anda mungkin juga menyukai