Anda di halaman 1dari 16

EVALUASI PENDIDIKAN

(Berdasarkan ayat-ayat Al-Qur’an)

Andi Paerah
F02318071
‫׀׀‬
Pascasarjana UINSA Program Magister PAI 2018 andypaerah14@gmail.com

Abstract
In an educational institution the success of the teaching and learning process
can be seen from the learning outcomes achieved by students and one of the success
of students depends on the teacher itself, it is necessary to have an evaluation in
education, the evaluation is a process and how the learning process is carried out
expected results. Educational evaluation is measuring and assessing something that
happens in educational activities. Evaluation is carried out aiming to make
continuous improvements to produce better learning. So important is the evaluation,
so that many of the verses in the Qur'an discuss this, including in the Qur'an surah
al-Ankabut verse 2-3 and al-Baqarah verse 155, which explain that the test from
Allah is a form of evaluation , because humans are creatures that are weak and
always do wrong and sin. Furthermore, surah al-Hasyr verse 18 explains that
humans always introspect themselves for their actions.
Key Word : Evaluation, Education

Abstrak
Dalam suatu lembaga pendidikan keberhasilan proses belajar mengajar
dapat dilihat dari hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik dan salah satu
keberhasilan peserta didik bergantung pada tenaga kependidikan itu sendiri, maka
perlu adanya evaluasi dalam pendidikan, evaluasi tersebut merupakan suatu proses
dan bagaimana proses pembalajaran itu dilaksanakan dengan hasil yang
diharapkan. Evaluasi pendidikan adalah mengukur dan menilai terhadap sesuatu
yang terjadi dalam kegiatan pendidikan. Evaluasi dilakukan bertujuan untuk
melakukan perbaikan yang terus menerus guna menghasilkan pembalajaran yang
lebih baik lagi. Begitu pentingnya evaluasi, sehingga banyak di dalam ayat-ayat Al-
Qur’an memperbincangkan hal ini, antara lain dalam Qur’an surah al-Ankabut ayat
2-3 dan al-Baqarah ayat 155, yang menerangkan bahwa ujian dari Allah adalah
bentuk evaluasi, karena manusia adalah mahluk yang lemah dan selalu berbuat
salah dan dosa. Selanjutnya, surah al-Hasyr ayat 18 menjelaskan bahwa manusia
senantiasa bermuhasabah (introspeksi) diri atas setiap perbuatannya.
Kata Kunci : Evaluasi, Pendidikan
A. Pendahuluan

Sumber daya manusia adalah kunci dalam mewujudkan negara yang


berkembang dan maju dalam berbagai aspeknya. Negara yang maju adalah negara
yang memperhatikan pendidikan rakyatnya, karena pendidikan yang baik
merupakan modal suatu bangsa dalam membangun negaranya, oleh karena itu
peran dari setiap lembaga pendidikan dalam meningkatkan kualitas sumber daya
manusia Indonesia merupakan hal yang perlu mendapat perhatian lebih. Dalam
suatu lembaga pendidikan keberhasilan proses belajar mengajar dapat dilihat dari
hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik dan salah satu keberhasilan peserta
didik bergantung pada lembaga pendidikan. Keberhasilan lembaga pendidikan
dalam mewujudkan pendidikan yang berkualitas dan menciptakan manusia-
manusia/peserta didik yang kritis dan mampu menghadapi tantangan global di masa
yang akan datang bergantung pada input, poses dan output dari lembaga pendidikan
itu sendiri.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka perlu adanya evaluasi dalam
pendidikan, evaluasi tersebut merupakan suatu proses dan bagaimana proses
pembalajaran itu dilaksanakan dengan hasil yang diharapkan. Evaluasi dilakukan
bertujuan untuk melakukan perbaikan yang terus menerus guna menghasilkan
pembalajaran yang lebih baik lagi. Begitu pentingnya evaluasi, sehingga banyak di
dalam ayat-ayat Al-qur’an memperbincangkan hal ini sebagai acuan bagi manusia
untuk berhati-hati dalam mengerjakan sesuatu, antara lain dalam Qur;an surat al
Ankabut ayat 2-3 di mana evaluasi Allah ini bertujuan mengetahui orang-orang
yang benar-benar keimanannya dan yang dusta, Allah SWT berfirman

‫) َولَقَدْ فَتَنَّا َّ ِاَّل َين‬2( ‫ون‬


َ ‫َأ َح ِس َب النَّ ُاس َأ ْن ي ُ ْ َْت ُكوا َأ ْن ي َ ُقولُوا أ َمنَّا َو ُ ُْه ال يُ ْفتَ ُن‬
)3( ‫اَّلل َّ ِاَّل َين َصدَ قُوا َولَ َي ْعلَ َم َّن الْ ََك ِذب َِني‬
ُ َّ ‫ِم ْن قَ ْب ِله ِْم فَلَ َي ْعلَ َم َّن‬
“Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan
mengatakan, ‘kami telah beriman’, dan mereka tidak diuji. Dan sungguh,
Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka Allah pasti
mengetahui orang-orang yang benar dan orang-orang yang berdusta“?.1

1
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (CV. Penerbit Diponegoro, 2007), Juz
20, 396.
Dalam tafsir ibnu katsir, bahwa evaluasi itu perlu dilakukan dengan mengingat
sifat-sifat manusia adalah mahluk yang lemah, yang membantah dan ingkar kepada
Allah, mudah lupa dan banyak salah, namun mempunyai batas untuk sadar kembali.
Atas dasar kajian tersebut maka sebenarnya manusia itu ternyata memiliki
kelemahan-kelemahan dan kekurangan tertentu, sehingga perlu diperbaiki baik oleh
dirinya sendiri maupun pihak lain. Walaupun memiliki kelemahan, namun terdapat
juga kelebihan-kelebihan manusia yang perlu untuk dikembangkan, sehingga
mudah untuk mencapai apa yang ditargetkan. Evaluasi dilakukan oleh Allah
terhadap umat manusia mengandung bahwa manusia senantiasa dalam pengawasan
Allah yang apabila hal ini disadari manusia ia akan hati-hati dalam setiap
tindakannya2. Selain surat tersebut, dalam surat al-Baqarah ayat 155 Allah SWT
berfirman.

ْ َ ‫َولَنَ ْبلُ َونَّ ُُك ب‬


ِ ِ َ ‫َِش ٍء ِم َن الْخ َْو ِف َوالْ ُجو ِع َون َ ْق ٍص ِم َن ْ َاْل ْم َوالِ َو ْ َاْلن ُف ِس َوالث َّ َم َر ِات ۗ َوب‬
‫ّش‬
‫الصا ِب ِر َين‬ َّ
“Dan pasti Kami akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan,
kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan, dan sampaikan kabar gembira
kepada orang-orang yang sabar”.3
Ayat tersebut menjelaskan, bahwa sasaran dari evaluasi dengan cara diuji tersebut
adalah ketahanan mental iman dan taqwa kepada Allah. Jika mereka tahan terhadap
ujian dari Allah akan mendapatkan segala kegembiraan dalam segala bentuk,
terutama kegembiraan yang bersifat mental-rohaniyah (misal, kelapangan dada,
ketegaran hati, terhindar dari putus asa, kesehatan jiwa dan puncak dari
kegembiraan adalah mendapatkan tiket masuk surga)4.

B. Pengertian Evaluasi Pendidikan


Dalam kamus besar bahasa Indonesia, evaluasi berarti penilaian. Penilaian
ini diperoleh melalui perencanaan kegiatan yang terstruktur guna mendapatkan
informasi yang sangat dibutuhkan untuk membuat alternatif-alternatif keputusan.

2
Abu Al-fida ismail ibnu katsir., Tafsir ibnu katsir. (Beirut: Dar al fikr. 1986), h 96.
3
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Juz 1, h 24.
4
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia. 1999), h 4.
Sedangkan pengertian evaluasi dalam bahasa arab dikenal dengan istilah imtiham
yang berarti ujian, dan dikenal pula dengan istilah khataman sebagai cara menilai
hasil akhir dari proses pendidikan. Menurut Al-Ghazali arti evaluasi secara
etimologis ialah muhasabah berasal dari kata hasiba yang berarti menghitung, atau
kata hasaba yang berarti memperkirakan. Allah berfirman (QS. al-Hasyr:18).

ٌ‫هللا َخبِري‬
َ ‫وهللا ا َّن‬ َ ‫يَأُّيه ا َّ ِاَّل َين َأ َمنُوا ات َّ ُق‬
َ ‫وهللا َول َت ُنظر ن ٌَفس َما قَ َّد َمت ِلغَ ٍذ َوات َّ ُق‬
ِ
َ ُ‫ِب َما تَ ْع َمل‬
.‫ون‬
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah
setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok
(akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan”.5
Imam Ibnu Qoyim menjelaskan tafsir ayat ini, yaitu kewajiban melakukan
muhasabah (introspeksi) diri. Allah SWT memerintahkan “supaya kalian
memperhatikan amalan apa yang telah kalian persiapkan untuk hari kiamat kelak,
apakah amal soleh yang menyelamatkan dirimu ? ataukah amal kejelekan yang
justru akan menyengsarakanmu ?6”. Sedangkan Imam al-Mawardi menerangkan
“Muhasabah adalah seseorang mengoreksi diri secara tuntas diwaktu keheningan
malam terhadap perbuatan yang dilakukan pada siang hari. Jika hasilnya terpuji
maka dia terus berlalu, sambil dibarengi kesesokannya dengan perbuatan yang
serupa sambil memperbaikinya lagi, dan apabila hasilnya tercela maka dia berusaha
untuk mengoreksi di mana letaknya, lalu mencegah untuk tidak mengulanginya lagi
pada hari esok.”7

Lebih lanjut Al-Ghazali mengatakan “Orang-orang yang berakal dari


kalangan hamba Alla SWT mengetahui bahwa Allah selalu mengawasinya, dan
bahwasannya mereka akan didebat atas amalannya kelak pada hari hisab, lalu
mereka dituntut untuk menambah bobot timbangan dari peluang-peluang amal yang
terlintas dalam pikiran. Maka mereka mendapatkan bahwa tidak mungkin mereka
selamat dari apa yang terlintas tersebut melainkan dengan cara muhasabah, benar

5
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Juz 28, h 548
6
Ighatsatul Lahfan 1/156, karya Ibnu Qoyim. Dan Nadhratum Na’im fii Makarimi Akhlakir Rasul
Karim 8/3317-3324
7
Ighatsatul Lahfan 1/145
di dalam muroqobahnya, selalu menuntut pada jiwa, pola dan tingkah lakunya.
Serta muhasabah dalam setiap pikiran yang terlintas dalam benaknya. Oleh karena
itu jika kata evaluasi dihubungkan dengan pendidikan, maka sebenarnya dapat
diartikan sebagai proses membandingkan situasi yang ada dengan kriteria tertentu
terhadap masalah-masalah yang berhubungan dengan pendidikan, olehnya itu,
evaluasi pendidikan dapat diartikan sebagai suatu tindakan atau suatu proses untuk
menentukan nilai segala sesuatu dalam dunia pendidikan atau segala sesuatu yang
ada hubungannya dengan dunia pendidikan8. Pendapat tersebut sejalan dengan
Arikunto yang mengatakan bahwa evaluasi pendidikan adalah mengukur dan
menilai terhadap sesuatu yang terjadi dalam kegiatan pendidikan9. Sedangan
pengertian evaluasi dalam pendidikan Islam adalah cara atau teknik penilaian
terhadap tingkah laku manusia didik berdasarkan standar perhitungan yang bersifat
komprehensif dari seluruh aspek-aspek kehidupan mental, psikologis dan spiritual
religius10.

C. Tujuan Evaluasi Pendidikan


Tujuan evaluasi dilakukan adalah untuk mengetahui hasil dari sebuah proses
pembelajaran yang dilakukan oleh lembaga pendidikan. Secara umum tujuan
evaluasi dalam pendidikan ada dua yaitu : (1) Untuk mengumpulkan data-data
berupa keterangan yang akan dijadikan sebagai dasar untuk melihat perkembangan
atau kemajuan dari peserta didik, setelah mengikuti proses belajar mengajar dalam
jangka waktu tertentu, dengan kata lain bahwa evaluasi bertujuan untuk
memperoleh data pembuktian sebagai petunjuk sampai di mana tingkat pencapaian
atau keberhasilan dari peserta didik, (2) Untuk mengetahu tingkat efektivitas dari
metode-metode pengajaran yang telah dipergunakan dalam proses pembelajaran
selama jangka waktu tertentu, dengan kata lain evaluasi pendidikan adalah untuk
mengukur dan menilai sampai dimanakah efektivitas mengajar dan metode-metode
mengajar yang telah diterapkan atau dilaksanakan oleh pendidik, serta kegiatan

8
Nurkancana, Wayan, Evaluasi Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1986), h 1
9
Arikunto, Suharsimi, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara. 1993), Cet. Ke-
10, h 3
10
Arifin, M, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara. 1991), Cet. Ke-1, h 238
belajar yang dilaksanakan peserta didik. Adapun tujuan khusus evaluasi pendidikan
yaitu : (1) Untuk merangsang kegiatan peserta didik dalam menempuh program
pendidikan. Tanpa adanya evaluasi maka tidak mungkin timbul kegairahan atau
rangsangan pada diri peserta untuk memperbaiki dan meningkatkan prestasinya
masing-masing, (2) Untuk mencari dan menemukan faktor-faktor penyebab
keberhasilan dan ketidakberhasilan peserta didik dalam mengikuti program
pendidikan, sehingga dapat dicari dan ditemukan jalan keluar atau cara-cara
perbaikannya11. Kesimpulan dari tujuan evaluasi di atas dimaksudkan untuk
menetapkan keputusan-keputusan kependidikan,baik yang menyangkut
perencanaan, pengolaan, proses dan tindak lanjut pendidikan baik yang
menyangkut perorangan, kelompok, maupun kelembagaan. Keputusan dalam
pendidikan Islam bertujuan agar keputusan-keputusan yang berkaitan dengan
pendidikan Islam yang dicangkan dapat tercapai.
Menurut Nata (2005) tujuan dilakukannya evaluasi diantaranya yaitu ;
Pertama, bagi seorang guru, evaluasi bertujuan untuk mengetahui kemajuan belajar
siswa, mengetahui kelebihan dalam cara belajar mengajar untuk dipertahankan,
kelemahan-kelemahannya diperbaiki, dan selain itu juga berguna untuk
menentukan kelulusan murid dalam jenjang waktu. Kedua, bagi seorang murid,
biasanya evaluasi bertujuan untuk mengetahui kemampuan belajar, untuk
memperbaiki cara belajar dan menumbuhkan motivasi belajar12. Tujuan dari
evaluasi menurut pendapat Nata tersebut dapat disimpulkan bahwa evaluasi adalah
untuk mengetahui apa-apa yang menjadi penghambat ataupun pendukung dari
sebuah proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai.
Adapun hambatan yang ditemukan dalam proses pembaljaran tersebut, maka segera
diperbaiki dan yang menjadi pendukung agar dipertahankan bahkan terus
ditingkatkan.
Menurut Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir (2010) bahwa tujuan evaluasi
pendidikan adalah :

11
Sudirjono, Anas, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), h 1-2.
12
Nata Abudin, Filsafat Pendidikan Islam 1, (Ciputat: Logos Wacana Ilmu. 2005), h 183.
1. Mengetahui kadar pemahaman peserta didik terhadap materi pelajaran, melatih
keberanian, dan mengajak peserta didik untuk mengingat kembali materi yang
telah diberikan, dan mengetahui tingkat perubahan perilakunya.
2. Mengetahui siapa diantara peserta didik yang cerdas dan lemah, sehingga yang
lemah diberikan perhatian khusus agar dia dapat mengejar kekurangannya.
3. Mengumpulakn informasi yang dapat dipergunakan sebagai dasar untuk
mengadakan pengecekan yang sistematis terhadap hasil pendidikan yang telah
dicapai untuk kemudian dibandingkan dengan tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya13.
Tujuan dari evaluasi dapat dipahami berdasarkan ayat-ayat al-Qur’an
sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui sejauh mana atau sampai di mana hasil pendidikan wahyu
yang telah ditetapkan Rasulullah SAW terhadap umatnya. Allah berfirman
(QS. An-Naml:7).

‫وَس ِ َْله ِ ِِْلۦ ا ِّن َءان َ ْس ُت َنَ ًرا َسـَا ِت ُيُك ِمْنْ َا ِ َِب َ ٍَب أَ ْو َءا ِت ُيُك ب ِِشه ٍَاب قَبَ ٍس‬
ٰ َ ‫ا ْذ قَا َل ُم‬
ِ َّ ِ
‫ون‬ ُ
َ ْ َ‫ل‬‫ط‬َ ‫َص‬ ‫ت‬ ْ
‫ُك‬ُ ‫ل‬‫ع‬َّ ‫ل‬
“(Ingatlah) ketika Musa berkata pada keluarganya: Sesungguhnya Aku
melihat api. Aku kelak akan membawa kepadamu kabar dari padanya,
atau aku membawa kepadamu suluh api supaya kamu dapat
berdiang.”14

Ayat tersebut ingin menjelaskan bahwa seseorang merasa gembira dengan


melihat api dari kejauhan ketika tersesat di malam gelap gulita, karena berharap
dengan api itu dia tidak akan kebingungan, merasa aman di jalan dan dapat
memanfaatkannya untuk berdiang, karena itulah Musa kembali dari tempat api
yang membawa berita penting dan cahaya yang mulia15.

13
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Nuansa-nuansa Psikologi Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada. 2010), h 211.
14
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Juz 19, h 377.
15
Mustofa, Ahmad al-Maraghi, Terjemahan Tafsir al-Maraghi (2), (Semarang: CV. Toha Putra,
1989), h 117-118.
2. Untuk menentukan klasifikasi atau tingkat-tingkat hidup keislaman atau
keimanan manusia sehingga diketahui manusia yang paling mulia disisi Allah.
Allah berfirman (QS. Ash-Shaffat : 103-107).
َّ‫) قَدْ َص َّد ْق َت أ هلر ْء ََي ۚ اَن‬301(‫) َون َ َٰ دَ يْنَ َٰ ُه َأن َ ََٰي ْب َ َٰر ِه ُي‬303( ِ‫فَلَ َّما َأ ْسلَ َما َوت ََِّلُۥ ِللْ َج ِبني‬
ِ ِ
‫) َوفَدَ يْنَ َٰ ُه ِب ِذبْ ٍح‬301(‫) ا َّن َه َٰ َذا لَه َُو ألْ َبلَ َٰ ُؤ ۟ا ألْ ُمب ُِني‬301(‫َك َ َٰذ ِ َِل َ َْن ِزى ألْ ُم ْح ِس ِن َني‬
ِ
)301(‫َع ِظي‬
“Maka ketika keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim)
membaringkan anaknya di atas pelipisnya, (untuk melaksanakan
perintah Allah). Lalu Kami panggil dia, Wahai Ibrahim ! sesungguhnya
kamu telah membenarkan mimpi itu. Sungguh, demikianlah Kami
memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya
ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan
seekor sembelihan yang besar.”16

Ayat tersebut ingin menjelaskan bahwa kerelaan Nabi Ibrahim AS dengan


menyembelih anaknya demi keputusan Allah dengan tunduk dan patuh yang
nyata keikhlasannya maka Allah pasti akan memberi balasan bagi setiap orang
yang berbuat baik sesuai yang patut dia terima dan setimpa dengan yang dia
peroleh.
3. Untuk memisahkan orang-orang yang beriman dari orang-orang munafik dan
yang musyrik. Allah berfirman (QS. Al-Ahzab:11-12).

َ ‫ول ألْ ُمنَ َٰ ِف ُق‬


‫ون َوأ َّ َِّل َين ِِف‬ ُ ‫) َوا ْذ ي َ ُق‬33(‫ون َو ُزلْ ِزلُو ۟ا ِزلْ َز ًاال َش ِديدً ا‬
َ ُ‫اِل أبْ ُت ِ َِل ألْ ُم ْؤ ِمن‬
َ ِ َ‫ُهن‬
ِ)32(‫قُلُوِبِ ِ م َّمر ٌض َّما وعَدَ َنَ أ َّ َُّلل ور ُس ُوُلُۥ ا َّال غُرورا‬
ً ُ ِ ََ َ َ
“Di situlah diuji orang-orang mukmin dan digoncangkan (hatinya)
dengan goncangan yang sangat. Dan (ingatlah) ketika orang-orang
munafik dan orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya
berkata:’Allah dan Rasul-Nya tidak menjanjikan kepada kami
melainkan tipu daya”.17

Ayat ini menjelaskan bahwa ujian yang keras akan memisahkan antara orang-
orang yang beriman yang yakin akan tujuan perjuangannya serta janji Allah

16
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Juz 23, h 50.
17
Ibid, Juz 21, h 419.
dan Rasul-Nya, dengan orang munafik dan pelaku kemusyrikan yang tidak
meyakini hal tersebut (Az Zuhailiy).
4. Menjadikan sebagai sebuah keteladanan. Allah berfirman (QS. Al-Ahqaf:35).
‫فَأ ْص ِ َْب َ َمَك َص َ ََب ُأ ۟ولُو ۟ا ألْ َع ْز ِم ِم َن أ هلر ُس ِل َو َال ت َ ْس تَ ْعجِ ل ل َّه ُْم ۚ َ ََكَّنَّ ُ ْم ي َ ْو َم يَ َر ْو َن َما‬
‫ون‬َ ‫َل ا َّال ألْقَ ْو ُم ألْ َف َٰ ِس ُق‬ ُ َ ْ ُ‫ون لَ ْم يَلْ َبثُ ٓو ۟ا ا َّال َساعَ ًة ِمن َّنَّ َ ٍۭار ۚ بَلَ َٰ غٌ ۚ فَه َْل ُّي‬
َ ُ‫يُوعَد‬
ِ
“Maka bersabarlah engaku (Muhammad) sebagaimana kesabaran rasul-
ِ
rasul yang memiliki keteguhan hati, dan janganlah engkau meminta
agar azab disegerakan untuk mereka. Pada hari mereka melihat azab
yang dijanjian, mereka merasa seolah-olah tinggal (di dunia) hanya
sesaat saja pada siang hari. Tugasmu hanya menyampaikan. Maka tidak
ada yang dibinasakan, kecuali kaum yang fasik.”18

D. Jenis-jenis Evaluasi Pendidikan Islam


Beberapa jenis evaluasi yang dapat diterapkan dalam pendidikan Islam
diantaranya sebagai berikut :
1. Evaluasi Formatif, yaitu penilaian untuk mengetahui hasil belajar yang dicapai
oleh para peserta didik setelah menyelesaikan satuan program pembelajaran
(kompetensi dasar) pada mata pelajaran tertentu19. Jenis ini diterapkan
berdasarkan asumsi bahwa manusia memiliki banyak kelemahan seperti
tercantum dalam (QS. An-Nisa:28)
‫َنُك ۚ َو ُل ِل َ أ ْال َنس َٰ ُن عَ ِعي ًفا‬
ْ ُ ‫يُ ِريدُ أ َّ َُّلل َأن ُ َي ِف َ ع‬
ِ
“Allah hendak memberikan keringanan kepadamu dan manusia
dijadikan bersifat lemah.”20

Dan pada mulanya tidak mengetahui apa-apa, sehingga pengetahuan,


keterampilan dan sikap itu tidak dibiasakan, seperti yang tercantum dalam (QS.
An-Nahl:78)
‫ون َش ْيـًٔا َو َج َع َل لَ ُ ُُك أ َّلس ْم َع َوأ ْ َْلبْ َص َٰ َر‬
َ ‫ون ُأ َّمهَ َٰ تِ ُ ُْك َال تَ ْعلَ ُم‬
ِ ‫َوأ َّ َُّلل َأخ َْر َج ُُك ِم ۢن بُ ُط‬
َ ‫َوأ ْ َْلفْـِدَ َة ۙ لَ َعل َّ ُ ُْك ت َ ْش ُك ُر‬
‫ون‬

18
Ibid, Juz 26, h 506
19
Ramayulis, Pengantar Psikologi Agama, (Jakarta: Kalam Mulia. 1992), h 102.
20
Op. Cit, Juz 5, h 83
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.”21

Untuk itu Allah SWT menganjurkan agar manusia berkonsentrasi pada suatu
informasi yang didalami sampai tuntas, mulai proses pencarian (belajar
mengajar) sampai pada tahap pengevaluasian. Setelah informasi itu dikuasai
dengan sempurna, dia dapat beralih pada informasi yang lain. Allah berfirman
(QS. Al-Insyirah:7-8).

)8(‫) َوا َ َٰل َرب ِ َِك فَأ ْرغَب‬1(‫فَا َذا فَ َر ْغ َت فَأ َنص ْب‬
“Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatuِ urusan), kerjakanlah
ِ
dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada
Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.”22

2. Evaluasi Sumatif, yaitu evaluasi yang dilakukan terhadap hasil belajar peserta
didik setelah mengikuti pelajaran dalam satu semester dan akhir tahun untuk
menentukan jenjang berikutnya23. Allah berfirman (QS. Al-Insyiqaq:19).

ٍ ‫لَ َ ْْت َك ُ َُّب َط َبقًا َعن َط َب‬


“Sungguh, akan kamu jalani tingkat demi tingkat (dalam kehidupan).”24
Ayat tersebut menjelaskan bahwa dalam menjalani kehidupan, manusia akan
melewati beberapa fase yaitu mulai dari setetes mani sampai kemudian
dilahirkan, dan menjadi kanak-kanak, remaja serta sampai dewasa. Dan hidup
menjadi mati kemudian dibangkitkan kembali.
3. Evaluasi Penempatan (placement), yaitu evaluasi tentang peserta didik untuk
kepentingan penempatan di dalam situasi belajar yang sesuai dengan kondisi
peserta didik25.

21
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Juz 14, h 275
22
Ibid, Juz 30, h 596
23
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia. 1994), h 103.
24
Op. Cit., Juz 30, 589.
25
Shaleh. A, Pendidikan Agama dan Keagamaan (Visi, Misi dan Aksi), (Jakarta: Gema Windu
Panca Perkasa. 2000), h 77.
4. Evaluasi Diagnostik, yaitu evaluasi yang dilakukan terhadap hasil
penganalisaan tentang keadaan belajar peserta didik,baik merupakan kesulitan-
kesulitan maupun hambatan-hambatan yang ditemui dalam situasi belajar
mengajar.
E. Prinsip-prinsip Evaluasi Pendidikan
Adapun beberapa prinsip dari evaluasi pendidikan diantaranya yaitu : (1)
Evaluasi dilakukan terus menerus, artinya evaluasi tidak hanya dilakuan setahun
atau sebulan sekali, melainkan terus menerus, pada waktu mengajar seorang guru
dapat langsung mengevaluasi sikap dan perhatian dari murid ketika jam pelajaran
akan berakhir. Allah berfirman dalam surat al-An’am ayat 135
ۗ ‫ون َُلُۥ َع َٰ ِق َب ُة أدلَّ ِار‬
ُ ‫ون َمن تَ ُك‬
َ ‫قُ ْل ي َ َٰ قَ ْو ِم أ ْ َْعلُو ۟ا عَ َ ِٰل َم ََكنَتِ ُ ُْك ا ِّن عَا ِم ٌل ۖ فَ َس ْو َف تَ ْعلَ ُم‬
ِ
َ ‫انَّهُۥ َال يُ ْف ِل ُح أ َّلظ َٰ ِل ُم‬
‫ون‬
ِ
“Katakanlah (Muhammad), Wahai kamumku ! Berbuatlah menurut
kedudukanmu, akupun berbuat (demikian). Kelak kamu akan mengetahui,
siapa yang akan memperoleh tempat (terbaik) di akhirat (nanti).
Sesungguhnya orang-orang dzalim itu tidak akan beruntung.”26

(2) Evaluasi secara menyeluruh atau komprehensif, yaitu evaluasi dari semua
aspek kepribadian manusia (misal, kedisiplinan, tanggung jawab, sikap, intelejensi,
pemahaman dll). Al-qur’an menjelaskan terkait totalitas yang meliputi kognitif
dalam surat al-Anfal ayat 2.
‫ون أ َّ َِّل َين ا َذا ُذ ِك َر أ َّ َُّلل َو ِجلَ ْت قُلُوِبُ ُ ْم َوا َذا تُ ِل َي ْت عَلَْيْ ِ ْم َءاي َ َٰ ُتهُۥ َزا َدْتْ ُ ْم اي ََٰ نًا‬َ ُ‫ان َّ َما ألْ ُم ْؤ ِمن‬
ِ ِ ِ ِ
ُ َّ َ
َ ‫َوعَ ِٰل َر ِ ِِب ْم يَتَ َوَّك‬
‫ون‬
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yang apabila
disebut nama Allah, gemetar hatinya dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya
kepada mereka, bertambah (kuat) imannya dan hanya kepada Tuhan
mereka bertawakal”.27 Afektif dalam surat al-Ashr ayat 3
‫ا َّال أ َّ َِّل َين َءا َمنُو ۟ا َو َ ِْعلُو ۟ا أ َّلص َٰ ِل َح َٰ ِت َوت ََو َاص ْو ۟ا بِألْ َح ِ َوت ََو َاص ْو ۟ا بِأ َّلص ْ َِب‬
“Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta
ِ
saling menasehati untuk kebenaran dan saling menasehati untuk

26
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Juz 8, h 145
27
Ibid, Juz 9, h 177.
kesabaran”.28 Dan yang terakhir adalah aspek psikomotorik dalam surat al-
Mumin ayat 35
‫ون ِِف َءاي َ َٰ ِت أ َّ َِّلل ِبغ ْ َِري ُسلْ َط َٰ ٍن َأتَُهٰ ُ ْم ۖ َك ُ ََب َم ْقتًا ِعندَ أ َّ َِّلل َو ِعندَ أ َّ َِّل َين‬ َ ُ‫أ َّ َِّل َين ُ َي َٰ ِدل‬
‫ك قَلْ ِب ُمتَ َك ِ ٍَب َجبَّ ٍار‬ ِ ُ ‫َءا َمنُو ۟ا ۚ كَ َ َٰذ ِ َِل ي َ ْط َب ُع أ َّ َُّلل عَ َ ِٰل‬
“(Yaitu) orang-orang yang memperdebatkan ayat-ayat Allah tanpa alasan
yang sampai kepada mereka. Sangat besar kemurkaan (bagi mereka) di sisi
Allah dan orang-orang yang beriman. Demikianlah Allah mengunci hati
setiap orang yang sombong dan berlaku sewenang-wenang.”29

(3) Evaluasi secara obyektif, yaitu evaluasi yang benar-benar dilakukan bedasarkan
keadaan yang sesungguhnya tidak dicampuri oleh hal-hal yang bersifat emosional
dan irasional. Allah berfirman dalam surat at-Taubah ayat 119
‫ي َ َٰ أَُّيه َا أ َّ َِّل َين َءا َمنُو ۟ا أت َّ ُقو ۟ا أ َّ ََّلل َو ُكونُو ۟ا َم َع أ َّلص َٰ ِد ِق َني‬
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah, dan
bersamalah kamu dengan orang-orang yang benar.”30

F. Kajian Tafsir Tarbawi


1. QS. Qaf ayat 17-18
‫) َّما يَلْ ِفظُ ِمن قَ ْولٍ ا َّال َ َدليْ ِه‬31(‫ا ْذ ي َ َتلَقَّى ألْ ُم َتلَقِ َي ِان َع ِن ألْ َي ِمنيِ َو َع ِن أ ِلش َمالِ قَ ِعي ٌد‬
ِ ِ
)38(‫يب َع ِتي ٌد‬ ٌ ‫َرِق‬
“(ingatlah) ketika dua orang malaikat mencatat (perbuatannya), yang
satu duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada
satu kata yang diucapkannya melainkan ada di sisinya malaikat
pengawas yang selalu siap (mencatat).”31

Sayyid Quthb dalam tafsirnya Fi Zhilalil Qur’an menerangkan bahwa, tatkala


manusia hidup, bergerak, tidur, makan, minum, bercakap-cakap, diam dan
menempuh perjalanan, dia berada dihadapan dua malaikat yang
mendampinginya di sebelah kanan dan kiri, keduanya menerima setiap kata
dan gerakan, lalu mencatatnya pada saat itu juga dan apa yang dicatat oleh
malaikat itu akan ditempatkan dalam catatan perhitungan kita di hadapan Allah

28
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Juz 30, h 601.
29
Ibid, Juz 24, h 471.
30
Ibid, Juz 11, h 206.
31
Ibid, Juz 26, h 519.
yang tidak akan disia-siakan secuilpun32. Al-Hasan al-Basri dalam menafsirkan
ayat tersebut menerangkan bahwa : Wahai anak adam, telah disiapkan untuk
kamu sebuah daftar dan telah ditugasi malaikat untuk mencatat segala amalmu,
yang satu di sebelah kanan mencatat kebaikan dan yang satu lagi di sebelah kiri
mencatat kejahatan. Oleh karena itu, terserah kepadamu, apakah kamu mau
memperkecil atau memperbesar amal perbuatan jahatmu, kamu diberi
kebebasan dan bertanggung jawab terhadapnya dan nanti setelah mati daftar
itu akan digantungkan pada lehermu masuk bersama-sama engkau ke dalam
kubur sampai kamu dibangkitkan pada hari kiamat.
2. QS. al-Zalzalah ayat 7-8

ًّ َ ‫) َو َمن ي َ ْع َم ْل ِمثْقَا َل َذ َّر ٍة‬1(‫فَ َمن ي َ ْع َم ْل ِمثْقَا َل َذ َّر ٍة ل ْ ًَريا يَ َر ُهۥ‬


)8(‫َشا يَ َر ُهۥ‬
“Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarahpun, niscaya
dia akan melihat (balasan)nya. Dan barang siapa yang mengerjakan
kejahatan seberat dzarahpun, niscaya dia akan meliahat (balasan) nya
pula.”33

Sayyid Quthb dalam tafsirnya Fi Zhilalil Qur’an menerangkan bahwa, ketika


diperlihatkanya perbuatan mereka itu, terdapat perhitungan dan penelitian yang
sangat cermat. Perhitungan yang tidak ada sesuatu pun dari kebaikan atau
kejelekannya meski hanya sebesar atom yang ditinggalkan dan tidak ditimbang
serta tidak diberi balasan. Kebaikan atau kejahatan yang diumpamakan dalam
ukuran seberat zarah pun, akan dihadirkan dan dilihat oleh pelakunya, serta
akan diperoleh balasannya. Dengan demikian, manusia tidak boleh
meremehkan sedikit pun terhadap amal perbuatannya, baik ataupun jelek. Juga
tidak boleh dia mengatakan “Ini cuma kecil, tidak diperhitungkan dan tidak
ditimbang”34.
3. QS. al-Naml ayat 27

32
Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an di bawah naungan Al-Qur’an, Penerjemah, As’ad Yasin
dkk, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004), jilid 11, h 22-23.
33
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Juz 30, h 599.
34
Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an di bawah naungan Al-Qur’an, Penerjemah, As’ad Yasin
dkk, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), jilid 12, h 325.
)21(‫نت ِم َن أ ْل َك َٰ ِذب َِني‬
َ ‫قَا َل َسن َ ُنظ ُر َأ َصدَ ْق َت َأ ْم ُك‬
“Dia (Sulaiman) berkata: Akan kami lihat, apa kamu benar, ataukah
kamu termasuk orang-orang yang berdusta.”35
Sayyid Quthb dalam tafsirnya Fi Zhilalil Qur’an menerangkan bahwa, Raja
Sulaiman tidak segera mendustakan atau membenarkannya. Ia tidak
meremehkan berita yang dilaporkannya (Burung Hudhud). Namun ia menguji
burung itu untuk meyakinkan kebenaran, demikian sikap seorang Nabi yang
adil dan raja yang tegas36. Sedangkan dalam Tafsir Al-Jalalain menerangkan
bahwa, berkata Nabi Sulaiman kepada burung Hud-hud (Akan kami lihat,
apakah kamu benar) di dalam berita yang kamu sampaikan kepada kami ini
(ataukah kamu termasuk yang berdusta) yakni kamu termasuk satu di antara
mereka. Ungkapan ini jauh lebih sopan daripada seandainya dikatakan
(Ataukah kamu berdusta dalam hal ini). Kemudian burung Hud-hud
menunjukkan sumber air itu kepada mereka lalu dikeluarkan airnya; mereka
meminumnya sehingga menjadi segar kemabali, mereka berwuduh, lalu
melakukan sholat. Sesudah itu Nabi Sulaiman menulis surat kepada ratu
Balqis37
G. Kesimpulan
Keberhasilan lembaga pendidikan dalam mewujudkan pendidikan yang
berkualitas dan menciptakan manusia-manusia/peserta didik yang kritis dan mampu
menghadapi tantangan global di masa yang akan datang bergantung pada input,
poses dan output dari lembaga pendidikan itu sendiri, maka perlu adanya evaluasi
dalam pendidikan, evaluasi berarti penilaian. Penilaian ini diperoleh melalui
perencanaan kegiatan yang terstruktur guna mendapatkan informasi yang sangat
dibutuhkan untuk membuat alternatif-alternatif keputusan. Evaluasi dilakukan
bertujuan untuk melakukan perbaikan yang terus menerus guna menghasilkan
pembalajaran yang lebih baik lagi.

35
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Juz 19, h 379
36
Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an di bawah naungan Al-Qur’an, Penerjemah, As’ad Yasin
dkk, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004), jilid 8, h 397.
37
Tafsir Jalalain.
Jenis-jenis evaluasi yaitu : (1) Evaluasi formatif (QS. An-Nisa:28), (2)
Evaluasi Sumatif (QS. Al-Insyiqaq:19), (3) Evaluasi Penempatan (placement) dan
(4) Evaluasi Diagnostik. Beberapa prinsip-prinsip evaluasi yaitu : (1) Evaluasi
dilakukan terus menerus (QS. al-An’am :135), (2) Evaluasi secara komprehensif
(QS. al-Anfal :2) dan (3) Evaluasi secara obyektif (QS. at-Taubah :119). Adapun
ayat-ayat Al-Qur’an yang membahas tafsir tarbawi tentang pentingnya evaluasi
pendidikan dapat dilihat pada ayat-ayat yang telah dijelaskan sebelumnya
diantaranya yaitu : (QS. al-Ankabut :2-3); (QS. al-Baqarah :155); (QS. al-Hasyr
:18); (QS. Qaf :17-18); (QS. al-Zalzalah :7-8) dan (QS. al-Naml :27).
REFERENSI

Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Nuansa-nuansa Psikologi Islam, Jakarta:


PT. Raja Grafindo Persada, 2010.

Abu Al-fida Ismail ibnu Katsir, Tafsir ibnu katsir, Beirut: Dar al fikr, 1986.

Arifin., M, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1991, Cet. Ke-1.

Arikunto, Suharsimi, Dasar –dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara,


1993, Cet. Ke-10.

Ighatsatul Lahfan 1/156, karya Ibnu Qoyim. Dan Nadhratum Na’im fii Makarimi
Akhlakir Rasul Karim 8/3317-3324

Mustofa., Ahmad al- Maraghi, Terjemah Tafsir al-Maraghi, Semarang: CV. Toha
Putra, 1989

Nata., Abudin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005

Nurkancana., Wayan, Evaluasi Pendidikan, Surabaya: Usaha Nasional, 1986

Ramayulis, Pengantar Psikologi Agama, Jakarta: Kalam Mulia, 1992

----------------------------, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 1994


Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an di bawah naungan Al-Qur’an, Penerjemah,
As’ad Yasin dkk. Jakarta: Gema Insani Press, 2004, jilid 8

----------------,Tafsir Fi Zhilalil Qur’an di bawah naungan Al-Qur’an, Penerjemah,


As’ad Yasin dkk. Jakarta: Gema Insani Press, 2004, jilid 11

--------------, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an di bawah naungan Al-Qur’an, Penerjemah,


As’ad Yasin dkk. Jakarta: Gema Insani Press, 2001, jilid 12

Shaleh., A, Pendidikan Agama dan Keagamaan (Visi, Misi dan Aksi),


Jakarta: Gema Windu Panca Perkasa, 2000

Sudirjono, Anas, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta. PT. Raja


Grafindo Persada, 1996

Uhbiyati, Nur, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia. 1999

Wahbah bin Mustofa az Zuhailiy, at Tafsir al Munir fil Aqidati wasy Syari’ati
wal Manhaj, Damaskus: Dar al Fikr al Muashir, 1418 H, Vol. 20,

Anda mungkin juga menyukai