TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kerangka Teoritis
2.1.1 Defenisi Intelegensi
Dalam buku mereka yang berjudul Human Ability Spearman dan Wynn
Jones mengemukakan adanya suatu konsepsi lama mengenai sesuatu kekuatan
(power) yang dapat melengkapi akal fikiran manusia dengan gagasan abstrak yang
universal, untuk dijadikan sumber tunggal pengetahuan sejati. Kekuatan demikian
dalam bahasa Yunani disebut nous, sedangkan penggunaan kekuatan termasud
disebut noesis. Kemudian kedua istilah tersebut dalam bahasa Latin dikenal
sebagai intelectus dan intelligentia. Pada gilirannya, dalam bahasa Inggris masing-
masing diterjemahkan sebagai intellect dan intelligence. Ternyata transisi bahasa
tersebut membawa pula perubahan makna. Intelegence, yang dalam bahasa
Indonesia kita sebut intelegensi, semula berarti penggunaan kekuatan intelektual
secara nyata, akan tetapi kemudian diartikan sebagai suatu kekuatan lain
(Spearman dan Jones, 1951 dalam Azwar,1996).
Berbagai defenisi yang dirumuskan oleh para ahli memang menampakkan
adanya pergeseran arah seperti disebutkan oleh spearman dan Jones, namun selalu
mengundang pengertian bahwa intelegensi merupakan kekuatan atau kemampuan
untuk melakukan sesuatu.
Crider (1983) dalam Azwar (1996) mengatakan bahwa intelegensi itu
bagaikan listrik, gampang untuk diukur tapi hampir mustahil untuk didefinisikan.
Didunia ini saat terdapat banyak konsep tentang kecerdasan, dan masing-
masing ahli mengemukakan pendapatnya berbeda-beda tentang kecerdasan.
Dibawah ini akan dijelaskan beberapa pandangan para ahli tentang hakekat
kecerdasaan itu.
Alfred Binet merupakan tokoh perintis pengukuran intelegensi,
menjelaskan bahwa intelegensi merupakan:
1. Kemampuan mengarahkan pikiran atau mengarahkan tindakan, artinya
individu mampu menetapkan tujuan untuk dicapainya (goal setting).
2. Kemampuan untuk mengubah arah tindakan bila dituntut demikian, artinya
individu mampu melakukan penyesuaian diri dalam lingkungan tertentu
(adaptasi).
3. Kemampuan untuk mengkritik diri sendiri atau melakukan auto-kritik, artinya
individu mampu melakukan perubahan atas kesalahan-kesalahan yang telah
diperbuat atau mampu mengevaluasi dirinya sendiri secara objektif (Binet,
1857-1911 dalam Safaria, 2005).
Edward Lee Thorndike (1913) dalam Safaria (2005) memformulasikan
teori tentang intelegensi menjadi tiga bentuk kemampuan, yaitu:
1. Kemampuan Abstraksi, yaitu kemampuan bentuk individu untuk bekerja
dengan menggunakan gagasan dan simbol-simbol.
2. Kemampuan Mekanika, yaitu suatu kemampuan yang dimiliki individu untuk
bekerja dengan menggunakan alat-alat mekanis dan kemampuan melakukan
pekerjaan-pekerjaan yang memerlukan aktivitas gerak (sensory motor), dan
3. Kemampuan Sosial, yaitu suatu kemampuan untuk menghadapi orang lain
disekitar diri sendiri dengan cara-cara yang efektif.
Ketiga kemampuan ini tidak terpisahkan secara eksklusif dan juga tidak
selalu berkorelasi satu sama lain dalam diri sendiri. Ada kelompok individu yang
menonjol dalam kemampuan abstrak, dan ada pula kelompok individu yang
menonjol pada kemampuan mekanika (Azwar, 1997 dalam Safaria, 2005).
David Wechsler mendefenisikan intelegensi sebagai keseluruhan
kemampuan individu untuk berfikir dan berdindak secara terarah serta mengolah
dan menguasai lingkungan secara efektif (Wechsler, 1958 dalam Sarwono,
2002). Jadi, intelegensi memang mengandung unsure pikiran atau ratio. Makin
banyak unsure ratio yang harus digunakan dalam suatu tindakan atau tingkah
laku, makin berintelegensi tingkah laku tersebut.
Menurut Piaget intelegensi terutama untuk mengukur kemampuan
verbal,logis-matematis seperti: klasifikasi itu intelegensi oleh Piaget, Simon -
Binet, Terman dalam Azwar (1996) dan banyak ahli lainnya dianggap sebagai
suatu mental skill yang dapat diukur hanya dengan satu macam test yaitu test IQ.
Jadi, dalam hal ini ukuran intelegensi dinyatakan dalam IQ (Inteligence
Quotient).
Howard Gardner (1983) dalam Lwin (2008) mengusulkan bahwa
kecerdasan memiliki tujuh komponen. Dia menamakan ketujuh komponen
tersebut tujuh kecerdasan ganda. Selain kecerdasan linguistik-verbal dan
kecerdasan logis-matematis, kecerdasa lain juga meliputi kecerdasan spasial-
visual, kecerdasan ritmik-musik, kecerdasan kinestik, kecerdasan interpersonal
dan kecerdasan intrapersonal.
Gardner berpendapat bahwa setiap domain intelegensi harus diukur dengan
test dan assesmen sendiri yang berbeda Gardner menolak asumsi, bahwa kognisi
manusia merupakan satu kesatuan dan individu hanya mempunyai kecerdasan
tunggal. Meskipun sebagian besar individu menunjukkan penguasaan seluruh
spectrum kecerdasan, tiap individu memiliki tingkat penguasaan yang berbeda.
Individu memilili beberapa kecerdasan dan kecerdasan-kecerdasan itu bergabung
menjadi satu kesatuan membentuk kemampuan pribadi yang cukup tinggi ( Lwin,
2008).
Gardner sendiri memberikan defenisi tentang kecerdasan sebagai:
1. Kemampuan untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupannya
2. Kemampuan untuk mengembangkan masalah baru untuk dipecahkan
3. Kemampuan untuk membuat sesuatu atau melakukan sesuatu yang
bermanfaat didalam kehidupannya (Anonim1, 2010).
Batasan-batasan para ahli tersebut ternyata banyak selaras dengan konsepsi
orang awam. Sternberg menyatakan bahwa banyak orang awam pun tidak saja
menekankan bahwa intelegensi pada aspek kemampuan intelektual (kognitif)
semata akan tetapi mementingkan pula aspek kemampuan sosial yang bersifat
non-kognitif. Sebagai perbandingan, tabel 2.1 memuat ciri-ciri intelegensi
menurut orang awam dan menurut para ahli.
Tabel 2.1. Faktor-Faktor Dasar Dalam Konsepsi Awam Dan Konsepsi Ahli
Mengenai Intelegensi
Awam Ahli
SOCIAL INSIGHT
KESADARAN DIRI
PEMAHAMAN SITUASI SOSIAL
DAN ETIKA SOSIAL
KETERAMPILA N PEMECAHAN MASALAH
SOCIAL SENSITIVITY
SIKAP EMPATI
SIKAP PROSOSIAL
SOCIAL COMUNICATIONS
KOMUNIKASI EFEKTIF
MENDENGARKAN EFEKTIF
a. FAKTOR INTERN
1. Faktor jasmaniah meliputi faktor kesehatan dan cacat tubuh.
2. Faktor psikologis meliputi intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif,
kematangan dan kesiapan.
3. Faktor kelelahan meliputi kelelahan baik secara jasmani (tubuh lunglai) dan
kelelahan rohaniah (bosan).
b. FAKTOR EKSTERN
1. Faktor keluarga meliputi cara orang tua mendidik, relasi antara anggota
keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua dan
latar belakang kebudayaan.
2. Faktor sekolah meliputi metode mengajar, kurikulum, relasi guru dan
siswa,disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standard pelajaran diatas
ukuran, keadaan gedung, metode belajar serta tugas rumah.
3. Faktor masyarakat meliputi kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media,
teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat dan sebagainya.(Slameto, 2010)
Siswa
Inteligensi Inteligensi
Interpersonal Interpersonal
Tinggi Sedang/Rendah
Tinggi Sedang/Rendah