Anda di halaman 1dari 11

TUGAS

HUKUM PIDANA ADAT

DI KABUPATEN BONE

OLEH :

NAMA : 1. SRI NINGSI EKA SULAS

NIM : B111 14 581

2. AGHTARINA IKAMULA P

NIM : B111 14 605

FAKULTAS HUKUM UNHAS

T. A. 2016
HUKUM PIDANA ADAT DI BONE
Kabupaten Bone terletak sekitar 174 km sebelah timur kota Makassar dengan luas
wilayah 4.559 km2. Di sebelah utara kabupaten ini berbatasan dengan kabupaten Wajo,
sebelah selatan dengan Sinjai, timur denga teluk Bone dan barat dengan kabupaten Maros.

Suku Bugis adalah salah satu suku yang mendiami jazirah Sulawesi dan kabupaten Bone
sering dianggap sebagai pusat dari peradaban Suku Bugis. Tulisan ini adalah tulisan
berseri tentang budaya dan tata cara perkawinan menurut adat Bone.

Menurut sejarah, kabupaten Bone yang ada sekarang berawal dari masa kejayaan
Kerajaan Bone yang dulu sangat terkenal di nusantara. Bersama kerajaan Gowa-Tallo,
kerajaan Bone turut mewarnai sejarah panjang nusantara kala itu. Selain Bone, ada lagi
kerajaan lain seperti kerajaan Soppeng, Wajo dan Siang yang juga termasuk dalam etnis
bugis.

Kejayaan kerajaan Bone mencapai puncaknya pada abad ke 17 pada masa pemerintahan
Raja Bone XV La Tenri Tatta Daeng Serang Petta Malampee Gemmena. Di dalam naskah
lontara disebutkan sebagai berikut: riwettu puatta Malampee Gemmena paoppang
palengngengi tana Bone, Bone wettuero kutosaba keteng, tepu seppulo lima yang berarti:
pada saat Bone dipimpin oleh La Tenri Tatta Daeng Serang Petta Malampee Gemmena,
maka Bone pada saat itu seumpama bulan, sempurna bentuknya. Pada tahun 1905
Kerajaan Bone jatuh ke tangan Belanda dan terbentuk pemerintahan sendiri (Zelf bestur) di
bawah pengawasan Belanda. Selanjutnya pada masa pemerintahan Raja Bone XXXIII La
Pabbenteng Petta Lawa Sultan Muh. Idris Matinroe Ri Matuju sistem kerajaan diubah
mengikuti sistem pemerintahan Republik Indonesia.
Sejarah Masuknya Islam di Kerajaan Bone
Kerajaan Bone dan Gowa sejak dulu dikenal sering berseberangan dalam mewujudkan
supremasi kekuasaan di wilayah Sulawesi Selatan. Alasan politis tentu menjadi
pertimbagan utama. Sifat berseberangan ini juga menjadi salah satu alasan Kerajaan Bone
pada awalnya menolak ajakan dari ra Gowa untuk memeluk agama Islam. Pada saat itu
Islam sudah jadi agama resmi yang dianut di kerajaan Gowa.

Raja Bone menganggap ajakan dari raja Gowa ini hanyalah salah satu siasat untuk
melebarkan pengaruh dan kekuasaan kerajaan Gowa. Sebenarnya bukan hanya kerajaan
Bone saja yang berpendapat begitu, karena pada umumnya kerajaan-kerajaan besar di
Sulawesi Selatan juga berpikir sama.

Setelah kerajaan Sidenreng, Soppeng dan Wajo menerima Islam, secara diam-diam raja
Bone X We Tenrituppu diam-diam berangkat ke Sidenreng untuk menemui adattuang
sidenreng La Patiroi yang telah memeluk Islam. Namun takdir berkata lain, sesaat setelah
memeluk Islam sang raja kemudian menghembuskan nafas terakhir setelah menderita
sakit. Untuk itu beliau mendapat gelar anumerta matinroe ri Sidenreng

Tahun 1611 raja Bone X digantikan oleh La Tenriruwa sebagai raja Bone XI. Pergantian
raja ini sampai ke telinga raja Gowa, Sultan Alauddin. Sang raja Gowa bersama
pasukannya kemudian bergerak menuju Bone untuk bertemu dengan raja yang baru.
Maksud utama kedatangan Sultan Alauddin adalah untuk mengajak sang raja baru
memeluk agama Islam. Secara pribadi ajakan ini sebenarnya diterima raja Bone yang baru,
sayangnya para Ade Pitu masih menentang karena kuatir akan rencana kerajaan Gowa
untuk menjajah kerajaan Bone.

Selain itu mereka juga masih segan meninggalkan kebiasaan lama seperti makan babi,
minum tuak, sabung ayam, beristri banyak dan lain-lain yang tidak sesuai dengan syariat
Islam.

Namun itu hanya soal waktu karena akhirnya Islam dapat diterima oleh kerajaan Bone.
Ajaran Islam bahkan memberi warna baru dalam pranata sosial orang Bone. Mereka bisa
menerima Islam dengan baik karena menurut mereka ajaran Islam tidak mengubah nilai-
nail, kaidah kemasyarakatan dan budaya yang telah ada.
Sistem Kekerabatan
Sistem kekerabatan orang Bugis disebut assiajingeng yang mengikuti sistem bilateral atau
sistem yang mengikuti pergaulan hidup dari ayah maupun dari pihak ibu. Garis keturunan
berdasarkan kedua orang tua sehingga seorang anak tidak hanya menjadi bagian dari
keluarga besar ayah tapi juga menjadi bagian dari keluarga besar ibu.

Hubungan kekerabatan atau assiajingeng ini dibagi dua yaitu siajing mareppe(kerabat
dekat) dan siajing mabella (kerabat jauh). Kerabat dekat atau siajing mareppe adalah
penentu dan pengendali martabat keluarga. Siajing mareppe inilah yang akan menjadi tu
masiri (orang yang malu) bila ada perempuan anggota keluarga mereka yang ri lariang
(dibawa lari oleh orang lain). Mereka punya kewajiban untuk menghapus siri atau malu
tersebut.

Kerajaan Bone juga masih mengenal sistem pembedaan strata dalam kehidupan sosial.
Beberapa jenis strata sosial yang ada di kerajaan Bone adalah sebagai berikut:

Daerah Kabupaten Bone merupakan salah satu Kabupaten yang terdapat di Propinsi
Sulawesi Selatan, secara Geografis letaknya sangat strategis karena adalah pintu gerbang
pantai timur Sulawesi Selatan yang merupakan pantai Barat Teluk Bone memiliki garis
pantai yang cukup panjang membujur dari Utara ke Selatan menelusuri Teluk Bone
tepatnya 174 Kilometer sebelah Timur Kota Makassar, luas wilayah Kabupaten Bone 4,556
KM Bujur Sangkar atau sekitar 7,3 persen dari luas Propinsi Sulawesi Selatan, didukung 27
Kecamatan, 335 Desa dan 39 Kelurahan,

Bone dahulu disebut TANAH BONE. Berdasarkan LONTARAK bahwa nama asli Bone
adalah PASIR, dalam bahasa bugis dinamakan Bone adalah KESSI (pasir). Dari sinilah
asal usul sehingga dinamakan BONE. Adapun bukit pasir yang dimaksud kawasan Bone
sebenarnya adalah lokasi Bangunan Mesjid Raya sekarang letaknya persis di Jantung Kota
Watampone Ibu Kota Kabupaten Bone tepatnya di Kelurahan Bukaka.
Kabupaten Bone adalah Suatu Kerajaan besar di Sulawesi Selatan yaitu sejak
adanya Manurung Ri Matajang pada awal abad XIV atau pada tahun 1330. ManurungE Ri
Matajang bergelar MATA SILOMPOE sebagai Raja Bone Pertama memerintah pada
Tahun 1330 1365. Selanjutnya digantikan Turunannya secara turun temurun hingga
berakhir Kepada H.ANDI MAPPANYUKKI sebagai Raja Bone ke 32 dan ke 34 Diantara
ke 34 Orang. Raja yang tela h memerintah sebagai Raja Bone dengan gelar MANGKAU

Sejarah Kabupaten Bone

Kerajaan Tana Bone dahulu terbentuk pada awal abad ke- IV atau pada tahun 1330,
namun sebelum Kerajaan Bone terbentuk sudah ada kelompok-kelompok dan
pimpinannya digelar KALULA.

Dengan datangnya TO MANURUNG ( Manurungge Ri Matajang ) diberi gelar MATA


SILOMPO-E. maka terjadilah penggabungan kelompok-kelompok tersebut termasuk
Cina, Barebbo, Awangpone dan Palakka. Pada saat pengangkatan TO MANURUNG
MATA SILOMPO- E menjadi Raja Bone, terjadilah kontrak pemerintahan berupa
sumpah setia antara rakyat Bone dalam hal ini diwakili oleh penguasa Cina dengan
10 MANURUNG , sebagai tanda serta lambang kesetiaan kepada Rajanya sekaligus
merupakan pencerminan corak pemerintahan Kerajaan Bone diawal berdirinya.
Disamping penyerahan diri kepada Sang Raja juga terpatri pengharapan rakyat agar
supaya menjadi kewajiban Raja untuk menciptakan keamanan, kemakmuran, serta
terjaminnya penegakan hukum dan keadilan bagi rakyat.

Adapun teks Sumpah yang diucapkan oleh penguasa Cina mewakili rakyat Bone
berbunyi sebagai berikut ;

ANGIKKO KURAUKKAJU RIYAAOMIRI RIYAKKENG KUTAPPALIRENG


ELOMU ELO RIKKENG ADAMMUKKUWA MATTAMPAKO KILAO.. MALIKO
KISAWE. MILLAUKO KI ABBERE. MUDONGIRIKENG TEMMATIPPANG.
MUAMPPIRIKKENG TEMMAKARE. MUSALIMURIKENG TEMMADINGING

Terjemahan bebas ;

ENGKAU ANGIN DAN KAMI DAUN KAYU, KEMANA BERHEMBUS


KESITU KAMI MENURUT KEMAUAN DAN KATA-KATAMU YANG JADI
DAN BERLAKU ATAS KAMI,APABILA ENGKAU MENGUNDANG KAMI
MENYAMBUT DAN APABILA ENGKAU MEMINTA KAMI MEMBERI,
WALAUPUN ANAK ISTRI KAMI JIKA TUANKU TIDAK SENANGI KAMIPUN
TIDAK MENYENANGINYA, TETAPI ENGKAU MENJAGA KAMI AGAR
TENTRAM, ENGKAU BERLAKU ADIL MELINDUNGI AGAR KAMI MAKMUR
DAN SEJAHTERA ENGKAU SELIMUTI KAMI AGAR TIDAK KEDINGINAN

Budaya masyarakat Bone demikian Tinggi mengenai sistem norma atau adat
berdasarkan Lima unsur pokok masing-masin g : Ade, Bicara, Rapang, Wari
dan Sara yang terjalin satu sama lain, sebagai satu kesatuan organis dalam
pikiran masyarakat yang memberi rasa harga diri serta martabat dari pribadi
masing-masing. Kesemuanya itu terkandung dalam satu konsep yang disebut
SIRI merupakan integral dari ke Lima unsur pokok tersebut diatas yakni
pangadereng ( Norma adat), untuk mewujudkan nilai pangadereng maka
rakyat Bone memiliki sekaligus mengamalkan semangat/budaya ;

SIPAKATAU
artinya : Saling memanusiakan , menghormati / menghargai harkat
dan martabat kemanusiaan seseorang sebagai mahluk ciptaan ALLAH
tanpa membeda - bedakan, siapa saja orangnya harus patuh dan taat
terhadap norma adat/hukum yang berlaku

SIPAKALEBBI
artinya : Saling memuliakan posisi da n fungsi masing-masing dalam
struktur kemasyarakatan dan pemerintahan, senantiasa berprilaku
yang baik sesuai dengan adat dan budaya yang berlaku dalam
masyarakat

SIPAKAINGE
artinya: Saling mengingatkan satu sama lain, menghargai nasehat,
pendapat orang lain, manerima saran dan kritikan positif dan siapapun
atas dasar kesadaran bahwa sebagai manusia biasa tidak luput dari
kekhilafan
Dengan berpegang dan berpijak pada nilai budaya tersebut diatas, maka sistem
pemerintahan Kerajaan Bone adalah berdasarkan musyawarah mufakat. Hal ini
dibuktikan dimana waktu itu kedudukan ketujuh Ketua Kaum ( Matoa Anang ) dalam
satu majelis dimana MenurungE sebagai Ketuanya

Ketujuh Kaum itu diikat dalam satu ikatan persekutuan yang disebut KAWERANG,
artinya Ikatan Persekutuan Tana Bone. Sistem Kawerang ini berlangsung sejak
Manurung sebagai Raja Bone pertama hingga Raja Bone ke IX yaitu LAPPATAWE
MATINROE RI BETTUNG pada akhir abad ke XVI

Pada tahun 1605 Agama Islam masuk di Kerajaan Bone dimasa pemerintahan Raja
Bone ke X LATENRI TUPPU MATINROE RI SIDENRENG. Pada masa itu pula
sebuatan Matoa Pitu diubah menjadi Ade Pitu ( Hadat Tujuh ), sekaligus sebutan
MATOA MENGALAMI PULA PERUBAHAN MENJADI Arung misalnya Matua Ujung
disebut Arung Ujung dan seterusnya

Demikian perjalanan panjang Ke rajaan Bone, maka pada bulan Mei 1950 untuk
pertama kalinya selama Kerajaan Bone terbentuk dan berdiri diawal abad ke XIV
atau tahun 1330 hingga memasuki masa kemerdekaan terjadi suatu demonstrasi
rakyat dikota Watampone yaitu menuntut dibubarkannya Negara Indonesia Timur,
serta dihapuskannya pemerintahan Kerajaan dan menyatakan berdiri dibelakang
pemerintah Republik Indonesia

Beberapa hari kemudian para anggota Hadat Tujuh mengajukan permohonan


berhenti. Disusul pula beberapa tahun kemudi an terjadi perubahan nama
distrik/onder distrik menjadi KECAMATAN sebagaimana berlaku saat ini.

Pada tanggal 6 April 1330 melalui rumusan hasil seminar yang diadakan pada tahun
1989 di Watampone dengan diperkuat Peraturan Daerah Kabupaten Dati II Bone
No.1 Tahun 1990 Seri C, maka ditetapkanlah tanggal 6 April 1330 sebagai HARI
JADI KABUPATEN BONE dan diperingati setiap tahun .
Sejarah Suku Bugis
Sulawesi Selatan adalah tempat asal dari suku Bugis yang dapat dilihat dari bahasa dan
adat istiadatnya. Hal ini bermula sejak abad ke-15 yang mana banyak perantau dari Melayu
dan Minangkabau yang datang ke Gowa dan mengalami akulturasi budaya. Mereka inilah
yang kemudian disebut sebagai suku Bugis.

Meskipun begitu, pada dasarnya mereka adalah kaum perantau, mewarisi sifat dari suku
induknya, yakni Melayu dan Minangkabau. Hal ini membuat suku Bugis tersebar di berbagai
wilayah di Nusantara, seperti di Kalimantan Timur dan Selatan, Sulawesi Tengah dan
Tenggara serta Papua. Bahkan saat ini suku Bugis ada pula yang merantau jauh hingga ke
luar negeri, yakni Malaysia, Singapura dan Filipina.

Sejarah suku Bugis ada kaitannya dengan sejarah orang Melayu yang masuk ke Nusantara
setelah migrasi pertama 3500 tahun lalu dari Yunan, China Selatan. Mereka ini termasuk
dalam suku Melayu Deutero atau muda yang berasal dari ras Malayan Mongoloid. Asal usul
kata Bugis adalah To Ugi yang merujuk pada pimpinan kerajaan Cina pertama yang ada
di Pammana yang saat ini menjadi kabupaten Wajo yang bernama La Sattumpugi. Mereka
yang berada dibawah pemerintahan raja ini menyebut dirinya sebagai To Ugi yang artinya
adalah pengikut raja La Sattumpugi.

Berkembangnya adat istiadat suku Bugis ini lalu mengarah pada munculnya banyak
kerajaan seperti Bone, Luwu, Wajo, Soppeng, Sinjai, Barru dan masih banyak yang
lainnya. Saat ini semua kerajaan-kerajaan tersebut menjadi kabupaten, dimana orang Bugis
adalah penduduk mayoritas.
Suku Bugis dengan adat istiadatnya yang unik

Pada tahun 1512 hingga 1515, ada sekitar lima puluh kerajaan yang mayoritas
penduduknya menyembah berhala atau menganut animisme-dinamisme. Anda dapat
melihat hal ini dengan tata cara penguburan pada orang Bugis.Saat itu mereka masih
menguburkan orang mati dengan tata cara jaman pra sejarah, yakni dengan mengarah ke
timur dan barat serta diberikan bekal seperti mangkuk, tempayan, tiram dan barang buatan
China serta benda berharga lainnya. Bahkan untuk para bangsawan dan tokoh terkemuka
pada wajahnya diberikan penutup muka yang terbuat dari emas atau perak.
Ada tiga hal yang bisa memberikan gambaran tentang budaya orang bugis,
yaitu konsep ade, siri, na pesse dan simbolisme orang bugis adalah sarung
sutra.
Mari kita bahas tentang ketiga konsep tadi, yang pertama adalah konsep

Adat Istiadat Suku Bugis.


Ada dalam bahasa Indonesia yaitu adat istiadat. Bagi masyarakat bugis,
ada empat jenis adat yaitu :

1. Ade maraja, yang dipakai dikalangan Raja atau para pemimpin.


2. Ade puraonro, yaitu adat yang sudah dipakai sejak lama di
masyarakat secara turun temurun,
3. Ade assamaturukeng, peraturan yang ditentukan melalui
kesepakatan.
4. Ade abiasang, adat yang dipakai dari dulu sampai sekarang dan
sudah diterapkan dalam masyarakat.

Menurut Lontara Bugis, terdapat lima prinsip dasar dari ade yaitu ade,
bicara, rapang, wari, dan sara. Konsep ini lebih dikenal sebagai
pangngadereng. Ade merupakan manifestasi sikap yang fleksibel terhadap
berbagai jenis peraturan dalam masyarakat. Rapang lebih merujuk pada
model tingkah laku yang baik yang hendaknya diikuti oleh masyarakat.
Sedangkan wari adalah aturan mengenai keturunan dan hirarki masyarakat
sara yaitu aturan hukum Islam. Siri memberikan prinsip yang tegas bagi
tingkah laku orang bugis.
Tata Cara Perkawinan Adat Bugis Bone
o Setiap suku bangsa di dunia tentu memiliki adat
kebiasaan atau tradisi yang menjadi ciri khas
daerahnya. Demikian pula Bangsa Bugis
khususnya suku Bugis Bone. Berikut ini kami
akan paparkan secara lengkap tentang
kronologis dan tatabahasa yang sering
digunakan oleh bangsa bugis dalam
melaksanakan hajatan pernikahan tersebut.
Kesultanan Bone
Kesultanan Bone atau sering pula dikenal dengan Akkarungeng ri Bone,
merupakan kesultanan yang terletak di Sulawesi bagian barat daya atau tepatnya di
daerah Provinsi Sulawesi Selatan sekarang ini. Menguasai areal sekitar 2600 km2.

Terbentuknya kerajaan Bone dimulai dengan kedatangan Tomanurung ri Matajang


MatasilompoE yang mempersatukan 7 komunitas yang dipimpin oleh Matoa.
Manurung ri Matajang menikah dengan Manurung ri Toro melahirkan La Ummasa
Petta Panre Bessie sebagai Arumpone kedua. Saudara perempuannya menikah
dengan La Pattikkeng Arung Palakka yang melahirkan La Saliyu Karampelua
sebagai Arumpone ketiga.Di masanya, kerajaan Bone semakin luas berkat
keberaniannya.

Perluasan kerajaan Bone ke utara bertemu dengan kerajaan Luwu yang


berkedudukan di Cenrana, muara sungai WalennaE. Terjadi perang antara
Arumpone La Tenrisukki dengan Datu Luwu Dewaraja yang berakhir dengan
kemenangan Bone dan Perjanjian Damai Polo MalelaE ri Unynyi. Dinamika
politik militer diera itu kemudian ditanggapi dengan usulan penasehat kerajaan
yaitu Kajao Laliddong pada Arumpone La Tenrirawe BongkangngE yaitu dengan
membangun koalisi dengan tetangganya yaitu Wajo dan Soppeng. Koalisi itu
dikenal dengan Perjanjian TellumpoccoE.

Ratu Bone, We Tenrituppu adalah pemimpin Bone pertama yang masuk Islam.
Namun Islam diterima secara resmi dimasa Arumpone La Tenripale Matinroe ri
Tallo Arumpone keduabelas. Sebelumnya yaitu La Tenrirua telah menerima Islam
namun ditolak oleh hadat Bone yang disebut Ade Pitue sehingga dia hijrah ke
Bantaeng dan meninggal disana. Ketika Islam diterima secara resmi, maka susunan
hadat Bone berubah. Ditambahkan jabatan Parewa Sara (Pejabat Syariat) yaitu
Petta KaliE (Qadhi). Namun, posisi Bissu kerajaan tetap dipertahankan.

Anda mungkin juga menyukai