Anda di halaman 1dari 5

Kerajaan Bone berdiri pada tahun 1330 Masehi di wilayah yang saat ini termasuk dalam Kabupaten

Bone, Sulawesi Selatan. Tomanurung menjadi raja pertama kerajaan Bone. Kerajaan ini tercata pernah
memiliki pemimpin seorang perempuan yakni We Banrigau. Islam sendiri telah masuk ke wilayah ini
pada masa pemerintahan Raja Bone ke XI. Kerajaan Bone berakhir pada masa kepemimpinan La
Pappabenteng Pettalawa pada tahun 195

1. Latar Belakang

Tanah Bone

sejarah kesultanan bone

Seperti yang diketahui oleh masyarakat sekitar, Tanah Bone diyakini sebagai kesatuan antara inti dalam
unit politik atau persekutuan kaum masyarakat yang dinamak ananang.Ketua persekutuan ini dalam
bahasa masyarakat disebut sebagai “matoa anang” atau ketua umum.Dari persekutuan ini terbentuklah
“wanua” atau negeri. Hal ini bisa dilihat dari wanua Tibojong, Ujung, Ta’, Tanete Riattang, Tanete Riawa,
Macege dan Ponceng.Secara umum, setiap terbentuknya wanoa adalah bentukan dari keturunan satu
nenek moyang yang sama sehingga tercipta persekutuan tertutup untuk teritorial hidup lainnya dalam
sistem patriarki (yakni garis keturunan dari pihak ayah).Dikarenakan hal ini, dimulailah jurang
permusuhan antar wanua.

Kehadiran Tomanurung

Masyarakat Bone meyakini bahwa proses berdirinya kerajaan Bone erat kaitannya dengan Tomanurung
alias bakal calon penguasa inti.Tomanurung sendiri diartikan sebagai seseorang yang turun dari
kahyangan.Hal ini serupa dengan cerita kerajaan Gowa yang diawali oleh kehadiran Tomanurung dalam
wujud seorang wanita, sedangkan Tomanurung di kerajaan Bone sendiri ialah laki- laki.Tanda-tanda
sebelum Tomanurung hadir dapat dilihat dari berbagai fenomena sekitar yang luar biasa.Pada saat itu,
selama tujuh hari tujuh malam terjadi hujan dan sambaran petir yang luar biasa. Persis dengan yang
tulisan dalam lontarak.Kemudian, setelah hujan beserta sambaran petir yang saling bersahutan itu reda,
muncullah seseorang yang berdiri di tengah padang Bone dan mengenakan jubah putih.Dikarenakan
peristiwa tersebut, masyarakat Bone berunding dan membuat sebuah kesepakatan untuk menemui &
mengangkatnya sebagai Raja Bone.Hanya saja niat mereka untuk menjadikannya Raja Bone ditolak
orang tersebut.Ia mengakui bahwasannya dirinya hanya seorang budak Raja.Terjadilah penawaran
antara masyarakat dan orang tersebut.Orang tersebut pun menyampaikan, bila masyarakat Bone
berkeinginan dipimpin oleh seorang Raja, maka si orang tersebut dapat mempertemukan mereka
dengan calon Raja.Diajaklah masyarakat Bone menuju daerah Matajang ke tempat dimana terdapat
seorang laki- laki yang sedang duduk mengenakan jubah kuning di atas batu yang dikenal dengan
“napara”.Seseorang laki- laki ini didampingi oleh tiga pengikutnya yang bertugas memegang kipas,
membawakan payung, dan salendrang alias tempat sirih.Gerombolan masyarakat dari Bone pun
memohon kepada lelaki yang duduk di atas batu tersebut agar bersedia menjadi Raja Bone.Sosok itu
pun memberikan jawaban “tedduo nawa – nawao” artinya orang setia dan “temmaballecoko” yang
berarti tidak memungkiri segala janji Masyarakat Bone pun pun menerima syarat dari lelaki tersebut dan
akhirnya lelaki tersebut menjadi Raja Bone yang pertama.

Setelah perjanjian itu terlaksana, berlangsunglah “Nalekkeni Manurunge” yang berarti prosesi
pemindahan Manurung itu Bone.Kemudian masyarakat Bone bahu-membahu untuk saling mendirikan
istana.Raja Bone I pun lekas mendiami istana bahkan ketika masih dalam masa “bulisa” (bermakna kayu
potongan belum kering).Keputusan ini diambil agar Raja segera menyusun sistem pemerintahan
Kerajaan Bone.

2. Perkembangan Kerajaan Bone

Perjanjian – Perjanjian Kerajaan

Perjanjian Tellumpoccoe

Perjanjian ini merupakan kesepakatan yang melibatkan beberapa kerajaan bugis yakni Bone, Soppeng
dan Wajo.Tujuan awal perjanjian ini dimaksudkan untuk mempersaudarakan ketiga kerajaan tersebut
sekaligus menentang serangan dari penguasa Gowa yang merupakan kerajaan adidaya pada masa itu.

Perjanjian Malelae’ ri Unnyi

Perjanjian ini merupakan kesepakatan antara Arumpone, La Tenrisukki sebagai Raja Bone ke – V dengan
Datu Luwu to Serangeng Dewaraja.Kronologi perjanjian ini bermula ketika pasukan Luwu menyerang
kerajaan Bone.Namun, kerajaan Bone berhasil menangkis serangan dari Luwu sehingga kemenangan
berhasil diraih kerajaan Bone.Isi dari perjanjiannya menyatakan bahwa pihak yang kalah perang tidak
perlu membayar ganti rugi kepada pihak yang menang perang.Hal ini menunjukkan adanya potensi
penyimpangan terhadap perjanjian gencatan senjata.Secara umumnya, perjanjian gencatan senjata
menetapkan sanksi kerugian perang dibayar oleh negara yang memang kalah.Namun, dengan adanya
perjanjian ini, mengungkapkan bahwasannya kerajaan Bone sedang menjalin kedekatan kepada Datu
Luwu Dewaraja.

Ulu Adae ri Tamalate (Perjanjian Tamalate)

Perjanjian ini dimaksudkan untuk menjalin kerjasama antara kerajaan Bone yang kala itu dipimpin oleh
Raja La Uliyo Bote’e, Raja ke – VI saat melakukan kunjungan balasan ke Gowa.Isi dari perjanjian tersebut
yakni Bone dan Gowa sepakat untuk saling memberikan bantuan satu sama lain dalam bidang militer
bila ada ancaman bahaya.
Islamisasi Kerajaan Bone

Kerajaan Gowa berperan besar dalam mengislamisasikan wilayah sekitar Bone. Di Gowa sendiri,
islamisasi kerajaan diawali oleh Datu ri Bandang.Setelah Islam meluas sekitar kerajaan, agama Islam
mulai tersebar luas di Gowa dengan damai seperti apa yang sudah menjadi prinsip Sultan
Alauddin.Namun berbeda dengan Gowa, Bone tidak bisa diislamisasi dengan cara damai.Bone
menganggap penyebaran Islam yang terjadi di wilayah Bone berlandaskan alasan politik semata Bahkan,
menurut pemerintahan Bone ini merupakan siasat Gowa menguasai Bone.Namun, lambat laun Islam
mulai menunjukkan kebaikannya sehingga La Tenri Ruwa, Raja Bone ke XI pun ikut memeluk
Islam.Beberapa pejabat yang merasa bahwa kedatangannya Islam adalah alasan Gowa, mulai melakukan
penolakan terhadap Islam.Namun, rakyat Bone di bawah kepemimpinan Arumpone La Tenri Pale tak
mampu berbuat banyak karena gempuran besar- besaran dari Gowa.Pada saat itu, Bone dikuasai oleh
Gowa sehingga secara otomatis rakyat Bone menjadi pemeluk agama Islam.

Arung Palakka Dan Kolonial

Arung Palakka, dengan nama lengkap La Tenri Arung Palakka Malampee Gemme’na Petta to Risompae
(1667 – 1696 M) merupakan raja Bone ke – XV yang dicap pemerintah sebagai penghianat.Hal ini
dilandaskan pada kedekatan sang raja dengan Belanda pada saat melakukan penyerangan terhadap
Gowa yang dikenal dalam Perang Makassar dan punya andil besar dalam keruntuhan Kerajaan Gowa di
Nusantara bagian timur.Masa kecil Arung Palakka tidak seperti kebanyakan anak kecil lainnya.Pasalnya,
orangtuanya ditawan bersama dengan raja Bone La Tenri Ruwa saat ditaklukkan oleh Gowa.Sehingga,
memori tentang penaklukkan Bone oleh Gowa terekam jelas di mata Arung Palakka.Inilah yang
menjadikan dia bercita- cita untuk menaklukkan Gowa.Dikisahkan dalam Lontaraq, sewaktu ia bersama
bangsawan Bugis dikejar oleh pasukan Gowa, ia dan rombongan itu berhasil melarikan diri.Arung
Palakka pun berencana untuk mencari sekutu untuk menaklukkan Gowa dan bertemulah ia dengan
pasukan Batavia.Maka terjadilah Perang Makassar sebagai pertanda kekalahan imperium
Gowa.Sementara, Arung Palakka menata kembali dasar- dasar pemerintahan di Bone.Namun, seiring
dengan perkembangan sejarah dan penemuan dari beberapa penelitian yang ada Arung Palakka dinilai
masyarakat sebagai “sang pembebas” Bone.

Letak Geografis Dan Batas Wilayah

Kabupaten Bone terletak di daerah pesisir Timur provinsi Sulawesi Selatan. Lokasi ini sangat strategis
dalam perdagangan baik barang maupun jasa di Kawasan Timur Indonesia.Berdasarkan data, kerajaan
Bone secara adminstratif terdiri dari 27 kecamatan, 333 desa beserta 39 kelurahan dimana ketaknya 174
km ke arah timur kota Makassar.Kala itu mampu menguasai areal sekitar 2600 km2.Kerajaan Bone pada
posisi 4 derajat 13’ – 5’ 6’LS dan 119’ 42’ – 120’ 30’ BT.

Batas Wilayah
Sebelah utara kerajaan Bone berbatasan dengan Wajo dan Soppeng.Sedangkan sebelah selatan
berbatasan dengan Kabupaten Sinjai dan Gowa.Untuk sebelah timur berbatasan dengan Teluk Bone dan
sebelah baratnya berbatasan langsung dengan Kabupaten Maros, Pangkep dan Barru.

Masa Kejayaan Kerajaan Bone

Kejayaan Bone mampu dikembalikan oleh Arung Palakka yang ditandai dengan adanya peristiwa
“Perang Makassar” dengan sekutunya Belanda kepada kerajaan Gowa.Karena pada saat itu, Bone
sedang ditaklukkan oleh Gowa.Namun, Arung Palakka sanggup meraih kembali kekuasaan Bone yang
telah lama hilang selama berpuluh tahun lamanya.Di masa Arung Palakka inilah, Bone menjadi kerajaan
yang paling berpengaruh di wilayah Sulawesi Selatan bahkan mengalahkan imperium besar, kerajaan
Gowa.

Keruntuhan kerajaan Bone

Runtuhnya kerajaan Bone dikenal masyarakat sekitar sebagai “Rumpa’na Bone”.Sebutan ini dilontarkan
oleh La Pawawoi, yakni raja Bone ke XXXI saat menyaksikan putranya gugur tertembak peluru pasukan
Belanda.Dengan gugurnya Abdul Hamid Baso Pagilingi, alias putranya sendiri ia merasa benteng
pertahanan telah dibobol oleh Belanda.Pertempuran ini terjadi manakal Belanda melabuhkan kapalnya
di wilayah Bone, tepatnya pada tahun 1905.Pasukan Belanda secara terang- terangan mendaratkan
kapalnya beserta perlengkapan perang di sisi timu pantai Kerajaan Bone.Hal ini tentu saja mengundang
amarah Raja Bone kala itu dan menyambutnya dengan pernyataan perang.Tindakan ini diambil setelah
melalui perundingan dengan para anggota Hadat Tujuh sekaligus restu dari pimpinan Laskar Kerajaan
Bone.Salah satu putra terbaik Bone, Arung Ponre sebutan untuk La Semma Daeng Marola juga turut
dalam pertempuran melawan Belanda.Pemuda ini berasal dari Watapponre, salah satu perkampungan
tua yang pernah menjadi pusat ibukota kerajaan Bone.Perlawanan itu berlangsung selama kurang lebih
sekitar 5 bulan, dan Arung Ponre dengan sikap heroik menemani sang Raja untuk menumpas
Belanda.Sejarah mengungkapkan bahwa banyak nyawa yang dipertaruhkan dalam peristiwa Rumpa’na
Bone tersebut.Raja pun juga kehilangan para pimpinan Laskar Kerajaan Boneyakni Daeng Mattepo’,
Arung Bengo, Daeng Massere, Arung Sigeri sekaligus sejumlah Pakkanna Passiuno alias pasukan yang
turut mengabdikan diri melawan Belanda.Memang pertempuran ini tidak seimbang dikarenakan
Belanda lebih unggul secara pelengkapan pensenjataannya.Pada saat itu, Sang Raja mengalami
kebimbangan yang sangat dahsyat.Ia tak mau kepemimpinan dan rakyat Bone jatuh ke tangan Belanda
yang biadab.Raja pun memberi isyarat mundur pada Arung Ponre, namun pemuda itu menerima dengan
lapang dada.Bahkan, Ia meyakinkan Sang raja bahwasannya mundur itu adalah suatu proses untuk
menjemput kemenangan yang tertunda.Akhirnya, tepat pada tanggal 30 Juli 1905, istana raja yang
terdapat di Watampone berhasil dikuasai Belanda.Kini, perlawanan terhadap Belanda tetap
dilangsungkan walaupun sepeninggal Panglima Perang, terpencarlah laskar pasukan Bone.Sayangnya,
aktivitas ini tidak berjalan mulus, dikarenakan kondisi stamina para pasukan yang kian hari semakin
menurun dikarenakan serangan balasan dari Belanda pada markas pertahanannya.Akhirnya strategi
perlawanan berubah menjadi strategi gerilya dan berpindah- pindah.Pada tanggal 2 Agustus 1905,
rakyat Bone dari Mangkau berpindah ke Pasempe. Di tengah perjalanan, rencana ini diketahui oleh
Belanda Belanda pun menyerbu daerah Pasempe.Namun ternyata, rakyat Bone mengetahui hal tersebut
dan langsung menuju ke Lamuru kemudian ke Citta.Hal ini terus dilakukan oleh sang raja dan rakyat
Bone untuk merebut kembali kekuasaan Bone.Namun, pada tanggal 18 Agustus 1905, tepatnya di lokasi
Bulu Awo, mereka dipertemukan dengan tentara Belanda.Di lokasi inilah, putra raja gugur karena
tertembak peluru pasukan Belanda yang dikomandani oleh Kolonel van Loenen.Saat menyaksikan
kejadian itu, sang Raja mengibarkan dan menaikkan bendera putih sebagai tanda kalau sudah menyerah
dan spontan meneriakkan rumpa’ni Bone yang diartikan benteng pertahanan Bone telah
dibobol.Kemudian, sang raja ditangkap dan diasingkan ke Bandung lalu dipindahkan ke Jakarta.Pada
tanggal 11 November 2011, sang raja menghembuskan nafas terakhirnya dan dinamai Matinroe ri
Jakarta.Pada tahun 1976 Masehi ia dianugerahi gelar sebagai Pahlawan Nasional dan jenazahnya
dipindahkan ke Taman Makam Kalibata.

Anda mungkin juga menyukai