Anda di halaman 1dari 17

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNYA
kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah individu mata kuliah Organisasi
dan Manajemen Operasional Rumah Sakit.

Makalah ini saya buat sebagai tugas individu Ujian Tengah Semester yang bertemakan
RENCANA STRATEGIS PENGEMBANGAN RUMAH SAKIT DALAM
MEREALISASIKAN KEBIJAKAN DI ERA BPJS TAHUN 2019 dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak termasuk anak dan istri saya sehingga saya dapat menyusun atau membuat
makalah tugas individu ini dengan baik. Tidak lupa saya sampaikan banyak-banyak terima kasih
kepada yang terhormat Bapak Rachmad, S.SOS, MARS yang telah membimbing saya agar
terselesaikannya makalah ini.

Terlepas dari semua itu, saya menyadari penuh bahwa masih banyak sekali kekurangan-
kekurangan saya dalam membuat makalah ini baik dari segi tata cara penyusunan kalimat-
kalimat maupun bahasa. Oleh karena itu saya mohon dibukakan pintu maaf yang sebesar-
besarnya dan dengan tangan terbuka saya menerima berbagai macam saran dan kritik.

Akhir kata, saya berharap dengan adanya makalah yang saya buat ini dapat bermanfaat
untuk teman-teman dan semoga saja juga dapat memberikan solusi bagi Rumah Sakit swasta
dalam menghadapi era BPJS serta dapat sangat bermanfaat juga bagi para pembaca.

Jakarta, Desember 2016

Penyusun
BAB 1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Rumah Sakit itu bukan hanya sebuah tempat, tetapi juga sebuah fasilitas, sebuah institusi
dan sebuah organisasi. Ada semacam atmosfer khusus apabila kita bicara tentang Rumah sakit.
Untuk dapat mengatur Rumah Sakit dengan baik, seseorang tentu harus dapat mendefinisikannya
dengan tepat pula. Definisi yang paling klasik hanya mengatakan bahwa Rumah Sakit hanyalah
sebuah institusi atau fasilitas yang menyediakan pelayanan pasien rawat inap, ditambah dengan
beberapa penjelasan lain. American Hospital Association di tahun 1978 menyatakan bahwa
Rumah Sakit adalah suatu institusi yang fungsi utamanya adalah memberikan pelayanan kepada
pasiendiagnostic dan terapeutikuntuk berbagai penyakit dan masalah kesehatan, baik yang
bersifat bedah maupun non bedah. Rumah sakit harus dibangun, dilengkapi dan dipelihara
dengan baik untuk menjamin kesehatan dan keselamatan pasiennya serta harus menyediakan
fasilitas yang lapang, tidak bedesak-desakan dan terjamin sanitasinya bagi kesembuhan pasien.

Menurut Willian (1990) menyatakan bahwa pelaksanaan manajemen di Rumah Sakit


haruslah seperti bebek merenangi kolam, tampak tenang di permukaan dan tetap aktif di bawah
permukaan. Hal ini perlu dilakukan karena Rumah Sakit berhadapan dengan orangkhususnya
orang sakitsehingga harus tampak tenang di satu pihak. Di pihak lain karena kompleksnya
masalah yang dihadapi di Rumah Sakit, maka para manajernya harus betul-betul aktif bergerak
terus untuk mampu memberi pelayanan yang terbaik.

Gaya manajemen yang banyak dianut adalah Total Quality Management (TQM). TQM
adalah system manajemen yang dimulai di Jepang sesudah kehadiran seorang sarjana Amerika
Dr. Deming di tahun 1950 yang diikuti oleh Juran di tahun 1954. Teknik ini kemudian
dimodifikasi sana sini oleh para ahli dan digunakan secara amat berhasil di Jepang, dan baru
belakangan juga diterapkan di Amerika Serikat.

Sementara itu, SK Menteri Kesehatan RI No. 983/Menkes/SK/XI/1992 menyebutkan


bahwa Rumah Sakit Umum adalah Rumah Sakit yng memberikan pelayanan kesehatan bersifat
dasar, spesialistik dan subspesialistik. Rumah Sakit ini memberikan pelayanan yang bermutu dan
terjangkau oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Tugasnya
adalah melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan
mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu
dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan. Untuk itu Rumah
sakit umum perlu mempunyai fungsi pelayanan medis, penunjang medis, pelayanan serta asuhan
keperawatan, rujukan, pendidikan dan pelatihan, penelitian, pengembangan serta
menyelenggarakan adminstrasi umum dan keuangan.

Lokal Global

Selalu siap berubah

Promotif
Sumber daya yang
Kompleks dan unggul
efektif

RUMAH SAKIT
Preventif

Bagian system pelayanan


Paradigma
kesehatan
sehat
Kuratif

Kepuasan pasien/ masyarakat

Rehabilitatif

Gambar : Ruang lingkup Rumah Sakit

Dalam menghadapi era globalisasi sekarang ini, berbagai tantangan tentu akan dihadapi
Rumah Sakit di Indonesia. Hidayat Hardjoprawitho dalam makalahnya pada kongres PERSI VII
1996 menyampaikan bahwa bentuk nyata globalisasi perumahsakitan dapat berupa Rumah Sakit
sebagai bagian dari jaringan atau korporasi global. Rumah Sakit akan melayani global atau
konsumen yang telah berselera global, Rumah Sakit akan banyak memperkerjakan pekerja global
serta Rumah Sakit sebagai penjual jasa berbasis pengetahuan dan teknologi tinggi.
Kini, Rumah Sakit adalah bagian integral dari keseluruhan system pelayanan kesehatan.
Departemen Kesehatan RI telah menggariskan bahwa Rumah Sakit umum mempunyai tugas
melaksanakan upaya kesehatan secara berdayaguna dan berhasil guna dengan mengutamakan
upaya penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya
peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan.

Setelah masa kemerdekaan bangsa Indonesia salah satu manfaat yang paling dirasakan
oleh rakyat Indonesia mungkin adalah salah satunya adanya Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Kehadiran BPJS merupakan
sebuah produk pemerintah yang dirasakan oleh masyarakat khususnya mereka yang tidak
mampu, dengan adanya BPJS masyarakat tidak perlu lagi khawatir soal pembiayaan Rumah
Sakit.

Dana BPJS adalah uang rakyat yang dikelola dengan sistem gotong royong oleh
pemerintah dalam hal ini BPJS, dimana masyarakat yang mampu membantu masyarakat yang
tidak mampu. Pada awalnya hadir dengan segara pro dan kontra keberadaan BPJS bahwa sampai
fatwa ulama turun, pemerintah tidak bergeming program ini terus berjalan. Dan harus diakui,
sampai hasil survey mengatakan bahwa BPJS adalah manfaat yang paling dirasakan dan disukai
masyarakat dengan presentasi tertinggi. Jumlah kepersetaan sampai dengan 30 oktober 2015
sebanyak 153.721.329 (sumber : http://bpjs-kesehatan.go.id).

Jika berbicara peserta tentunya berbicara juga tentang Fasilitas Keshatan (Faskes) adalah
fasilitas kesehatan yang melayani peserta BPJS mulai dari puskesmas, dokter primer, klinik,
rumah sakit, apotek, dan optic.

Harapan pemerintah dan peserta BPJS adalah faskes bias melayani dengan baik dan
tentunya memiliki kinerja keuangan juga yang harus baik. Masih ingat di awal-awal ada
kebijakan BPJS beberapa Rumah Sakit lainnya menolak kebijakan BPJS karena dinilai
rendahnya iuran yang dibayarkan tidak sesuai terlebih mereka adalah Rumah Sakit swasta yang
biaya operasionalnya harus ditanggung sendiri.

Pernah dengan tegas presiden Joko Widodo mengatakan bahwa untuk RS swasta yang
tidak mau bekerja sama atau melayani pasien BPJS akan dikenakan sanksi, seperti pencabutan
ijin operasional. Ini sesuai dengan UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan mengamanatkan
RS tidak boleh menolak pasien yang membutuhkan pelayanan gawat darurat.

Bergulirnya era persaingan global berimbas pada sektor jasa kesehatan, termasuk
indrustri perumahsakitan. Rumah Sakit dituntut mempunyai daya saing tinggi dalam menangkap
peluang pasar. Di sisi lain tuntutan pasien sebagai konsumen Rumah Sakit juga meningkat, yang
harus diimbangi dengan pelayanan yang bermutu yang memberikan dampak sekaligus tantangan
bagi Rumah Sakit untuk tetap hidup. Tantangan ini memaksa Rumah Sakit untuk
mengembangkan kemampuannya dalam berbagai aspek untuk mewujudkan pelayanan kesehatan
yang bertanggung jawab dan bermutu.

Kualitas pelayanan sangat berhubungan erat dengan pelanggan. Semakin baik kualitas
pelayanan yang diberikan akan mendorong pelanggan untuk menjalin hubungan kerja sama
dalam jangka waktu yang panjang. Munculnya Rumah Sakit swasta maupun milik pemerintah
serta klinik-klinik kesehatan semakin memperketat persaingan dalam menyediakan pelayanan
kesehatan. Salah satu strategi yang umum dilakukan Rumah Sakit adalah dengan memberikan
pelayanan kesehatan yang berkualitas.

Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SISN) dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) ditetapkan bahwa operasional BPJS Kesehatan dimulai sejak tanggal 1
Januari 2014.

Tujuan diberlakukannya program Jaminan Kesehatan Sosial ini adalah untuk memenuhi
kebutuhan kesehatan masyarakat yang layak yang diberikan kepada setiap orang yang telah
membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah.

Masyarakat sebagai peserta Jaminan Kesehatan Nasional yang diselenggarakan oleh


BPJS kesehatan dan stakeholder terkait tentu perlu mengetahui prosedur dan kebijakan
pelayanan dalam memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan haknya.

Sejak pertama kali diberlakukan 1 Januari 2014 lalu, di Jakarta hanya 81 Rumah Sakit
swasta yang tergabung dengan asuransi kesehatan yang dikelola PT Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS). Sebab, dari total 152 RS yang bercokol di ibukota Jakarta, 71
diantaranya menolak kerjasama dengan alas an karena keberatan dengan premi yang ditawarkan
pemerintah. Mereka beranggapan, biaya yang diatur dalam system Indonesia Case-Base Groups
(INA-CBGs) terlalu rendah.

INA-CBGs adalah system pengelompokan penyakit pasien berdasarkan ciri klinik yang
sama dan sumber daya yang digunakan dalam pengobatan. Pengelompokan ini ditujukan untuk
pembiayaaan kesehatan pada penyelenggaraan jaminan kesehatan sebagai pola pembayaran yang
bersifat prospektif, yaitu pengklasifikasian dari episode perawatan pasien yang dirancang untuk
menciptakan kelas-kelas yang relative homogeny dalam hal sumber daya yang digunakan dan
berisikan pasien-pasien yang berkarakteristik klinik yang sejenis. Rumah Sakit akan
mendapatkan pembayaran berdasarkan rata-rata yang dihabiskan oleh suatu diagnosis.

BAB II

ISI MAKALAH

Pelayanan kesehatan darurat medis adalah pelayanan kesehatan yang harus diberikan
secepatnya untuk mencegah kematian, keparahan, dan atau kecacatan sesuai dengan kemampuan
fasilitas kesehatan. Penjamin pelayanan di fasilitas kesehatan yang tidak bekerjasama dengan
BPJS kesehatan di fasilitas kesehatan tingkat pertama maupun fasilitas kesehatan rujukan tingkat
lanjutan dilakukan hanya untuk pasien dalam keadaan gawat darurat.

Landasan Hukum :

1. Peraturan Presiden nomor 12 tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan


2. PERMENKES Nomor 71 tahun tahun 2013 pasal 29
3. Surat Edaran Nomor HK/MENKES/31/I/2014 tentang pelaksanaan standar tariff
pelayanan kesehatan tingkat pertama dan fasilitas kesehatan tingkat lanjutan dalam
penyelenggaraan program jaminan kesehatan
4. UUD 1945 pasal 28 ayat 3 dan Pasal 34
5. UU No. 24 Tahun 2011 Tentang BPJS
6. UU No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran
7. UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
8. UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit

Cakupan Pelayanan

1. Pelayanan gawat darurat yang dapat dijamin adalah sesuai dengan kriteria gawat darurat
yang berlaku
2. Cakupan pelayanan gawat darurat diberikan sesuai dengan kewenangan dan kompetensi
faskes sesuai tingkatannya, yaitu :
a. Administrasi pelayanan
b. Pemeriksaan, pengobatan dan kobsultasi medis
c. Tindakan medis baik operatif maupun non operatif
d. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai
e. Pelayanan alat kesehatan
f. Pelayanan penunjang diagnostic sesuai dengan indikasi medis
g. Pelayanan darah
h. Akomodasi sesuai indikasi medis jika diperlukan
i. Pelayanan ambulance antar faskes untuk rujukan pasien dengan kondisi yang
telah teratasi kegawatdaruratannya dan dapat dipindahkan ke faskes yang
bekerjasama dengan BPJS kesehatan.

Prosedur Pelayanan Kesehatan

1. Dalam keadaan gawat darurat, maka :


a. Peserta dapat dilayani di faskes tingkat pertama maupun tingkat lanjutan yang
bekerjasama maupun tidak bekerjasama dengan BPJS
b. Pelayanan dapat langsung diberikan tanpa diperlukan surat rujukan
c. Peserta yang dapat pelayanan di fasilitas kesehatan yang tidak bekerjasama
dengan BPJS kesehatan harus segera dirujuk ke fasilitas kesehatan yang
bekerjasama dengan BPJS kesehatan setelah keadaan gawat daruratnya teratasi
dan pasien dalam kondisi dapat dipindahkan
d. Pengecekan validitas peserta maupun diagnose penyakit yang termasuk dalam
kriteria gawat darurat dilakukan oleh fasilitas kesehatan
e. Fasilitas kesehatan tidak diperkenankan menarik biaya pelayanan kesehatan
kepada peserta
2. Prosedur pelayanan gawat darurat di faskes yang bekerjasama dengan BPJS
kesehatan
a. Pada keadaan gawat darurat (emergency), seluruh fasilitas kesehatan baik yang
bekerjasama dengan BPJS kesehatan maupun tidak bekerjasama dengan BPJS
kesehatan wajib memberikan pelayanan kegawatdaruratan sesuai dengan indikasi
medis
b. Pelayanan kegawatdaruratan di faskes tingkat pertama dapat diberikan pada
faskes tempat peserta terdaftar maupun bukan tempat peserta terdaftar
c. Pelayanan kegawatdaruratan di faskes tingkat pertama maupun lanjutan mengikuti
prosedur pelayanan yang berlaku
3. Prosedur pelayanan gawat darurat di faskes tingkat pertama dan faskes rujukan yang
tidak bekerjasama dengan BPJS kesehatan
a. Pada kasus gawat darurat peserta BPJS dapat langsung mendapatkan pelayanan di
faskes terdekat meskipun faskes tersebut tidak bekerjasama dengan BPJS
kesehatan
b. Pelayanan gawat darurat di faskes rujukan dapat langsung diberikan tanpa surat
rujukan dari faskes tingkat pertama
c. Peserta melaporkan status kepersertaan BPJS kesehatannya kepada fasilitas
kesehatan dalam jangka waktu :
1) Pelayanan rawat jalan pada saat diberikan pelayanan gawat darurat
2) Pelayanan rawat inap; pada saat diberikan pelayanan gawat darurat atau
sebelum pasien dirujuk ke faskes yang bekerjasama dengan BPJS kesehatan
d. Peserta melaporkan status kepersertaan BPJS kesehatan dengan cara :
1) Faskes mengakses master file kepersertaan melalui :
(a) Website BPJS kesehatan yaitu www.bpjs-kesehatan.go.id
(b) Sms gateway; dan
(c) Media elektronik lainnya
2) Apabila poin (1) tidak dapat dilakukan maka faskes menghubungi petugas
BPJS kesehatan melalui telepon atau mendatangi kantor BPJS kesehatan
e. Jika kondisi kegawatdaruratn peserta telah teratasi dan dapat dipindahkan, maka
harus segera dirujuk ke fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS
kesehatan
f. Apabila kondisi kegawatdaruratan pasien sudah teratasi dan pasien dalam kondisi
dapat dipindahkan, tetapi pasien tidak bersedia untuk dirujuk ke fasilitas yang
bekerjasama dengan BPJS kesehatan, maka biaya pelayanan selanjutnya tidak
dijamin oleh BPJS kesehatan. Faskes harus menjelaskan hal ini kepada peserta
dan peserta harus menandatangani surat pernyataan bersedia menanggung biaya
pelayanan selanjutnya
g. Penanganan kondisi kegawatdaruratan di faskes yang tidak bekerjasama
ditanggung sebagai pelayanan rawat jalan kecuali kondisi tertentu yang
mengharuskan pasien dirawat inap
h. Kondisi tertentu yang dimaksud di atas adalah sebagai berikut :
1) Tidak ada sarana transportasi untuk evakuasi pasien
2) Sarana transportasi yang tersedia tidak memenuhi syarat medis untuk evakuasi
3) Kondisi pasien yang tidak memungkinkan secara medis untuk dievakuasi,
yang dibuktikan dengan surat keterangan medis dari dokter yang merawat
4. Bagi pasien dengan kondisi kegawatdaruratan sudah teratasi dan dapat dipindahkan
akan tetapi masih memerlukan perawatan lanjutan, maka pasien dapat dirujuk ke
faskes yang bekerjasama dengan BPJS kesehatan menggunakan ambulance yang
telah bekerjasama dengan BPJS kesehatan

Tabel 1. Delapan Sasaran Pokok Peta Jalan Jaminan Kesehatan Nasional Tahun 2012-
2019

SASARAN 1 JANUARI 2014 SASARAN 2019


1. BPJS kesehatan mulai beroperasi BPJS kesehatan mulai beroperasi dengan
baik
2. BPJS kesehatan mengelola jaminan Seluruh penduduk Indonesia (yang pada
kesehatan setidaknya bagi 121,6 juta 2019 diperkirakan sekitar 257,5 juta jiwa)
peserta (sekitar 50 juta masih mendapat jaminan kesehatan melalui BPJS
dikelola badan lain) kesehatan
3. Paket manfaat medis yang dijamin Paket manfaat medis dan non medis (kelas
adalah seluruh pengobatan untuk perawatan) sudah sama, tidak ada
seluruh penyakit. Namun, masih ada perbedaan, untuk mewujudkan keadilan
perbedaan kelas perawatan di Rumah sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Sakit bagi yang mengulur sendiri dan
bagi yang Penerima Bantuan Iuran
(PBI) yang iurannya dibayarkan oleh
Pemerintah
4. Rencana aksi pengembangan fasilitas Jumlah dan sebaran fasilitas layanan
kesehatan tersusun dan mulai kesehatan (termasuk tenaga dan alat-alat)
dilaksanakan sudah memadai untuk menjamin seluruh
penduduk memenuhi kebutuhan medis
5. Seluruh peraturan pelaksana (PP, Semua peraturan pelaksana telah
Perpres, Peraturan Menteri, dan disesuaikan secara berkala untuk menjamin
Peraturan BPJS) yang merupakan kualitas layanan yang memadai dengan
turunan UU SJSN dan UU BPJS harga keekonomian yang layak
telah diundangkan dan diterbitkan
6. Paling sedikit 75% peserta Paling sedikit 85% peserta menyatakan
menyatakan puas, baik dalam puas, baik dalam pelayanan BPJS maupun
pelayanan BPJS maupun dalam dalam pelayanan fasilitas kesehatan yang
pelayanan fasilitas kesehatan yang dikontrak BPJS
dikontrak BPJS
7. Paling sedikit 65% tenaga dan Paling sedikit 80% tenaga dan fasilitas
fasilitas kesehatan menyatakan puas kesehatan menyatakan puas atau mendapat
atau mendapat pembayaran yang pembayaran yang layak dari BPJS
layak dari BPJS
8. BPJS dikelola secara terbuka, efisien BPJS dikelola secara terbuka, efisien dan
dan akuntabel akuntabel

Sejak pertama kali diberlakukan 1 Januari 2014 lalu, di Jakarta hanya 81 Rumah Sakit
swasta yang tergabung dengan asuransi kesehatan yang dikelola PT Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS). Sebab, dari total 152 RS yang bercokol di ibukota Jakarta, 71
diantaranya menolak kerjasama dengan alas an karena keberatan dengan premi yang ditawarkan
pemerintah. Mereka beranggapan, biaya yang diatur dalam system Indonesia Case-Base Groups
(INA-CBGs) terlalu rendah.
Untuk pembayaran klaim BPJS kesehatan kepada penyedia pelayanan kesehatan tingkat
lanjut yaitu RS, akan digunakan mekanisme INA-CBGs. sejak 3 bulan beroperasinya, paket
biaya yang terdapat dalam INA-CBGs sering dianggap terlalu kecil sehingga tidak
menguntungkan bagi RS, terutama yang dikelola swasta. Namun, ada sebagian RS swasta yang
melihat program BPJS sehingga mereka mampu memperoleh profit, caranya adalah bagaimana
mengendalikan biaya dan menjaga mutu pelayanan agar sesuai ddengan tarif yang dipaketkan
dalam INA-CBGs. sehingga tarif itu memberikan keuntungan bagi RS, dokter dan pasien. Untuk
itu RS membentuk tim internal yang bertugas mempersiapkan pelaksanaan program BPJS.
Sebelum melaksanakan program BPJS, RS melakukan simulasi pelayanan kesehatan dengan
menggunakan tarif INA-CBGs, kemudian tim melakukan pengendalian mutu dan biaya serta
evaluasi terhadap kegiatan simulasi yang dilakukan tersebut.

Selaras hal tersebut, pimpinan RS membentuk tim verifikator internal yang bertugas
mengawasi diagnosis penyakit yang diberikan dokter terhadap pasien. Lewat peran verifikator
internal inilah diharapkan diagnosis yang diberikan dokter efektif sesuai dengan tarif yang tertera
dalam paket INA-CBGs. Tapi tidak semua berjalan sempurna karena ada beberapa diagnosis
penyakit tertentu yang tarifnya sangat kecil dan kurang menguntungkan bagi RS. Tapi kerugian
yang kecil tersebut mungkin dapat ditutupi oleh keuntungan yang lebih besar yang diperoleh RS
dari tarif INA-CBGs, jadi intinya adalah manajerial RS, semakin efisien semakin besar
keuntungannya.

KONSEP INA-CBGs

1. Indonesia Case Base Group (INA-CBGs)


2. Nama khusus case mix Indonesia di dunia (Brand name)
3. INA-CBGs : system pengelompokan pasien berdasarkan kasus-kasus spesifik dan tidak
berdasarkan diagnose
- Karakteristik Klinis yang sama (Medically similar)
- Biaya Perawatan yang sama (Economically similar)
4. Berhubungan dengan biaya perawatan
5. Software grouper UNU-CBG : UNU IIGH dibawah PBB
6. Selain diagnose grouping ditentukan juga oleh : sub akut, kronik, prosedur-prosedur
pelayanan, obat-obatan, pemeriksaan penunjang, prosthesa, dan paket rawat jalan.
PERKEMBANGAN INA-CBGs DI INDONESIA SEJAK 2009

Jan 2009 Jun 2011 Jun 2013

Nov 2012
Okt 2010 Jan 2014

Implementasi INA-DRG Pembaharuan tarif Implementasi INA-CBGs


menggunakan INA-CBGs untuk skema cakupan
commercial grouper universal

Peluncuran tarif baru INA-CBGs

Implementasi INA-CBG
menggunakan UNU Peluncuran INA-CBGs versi
grouper 2.0 dengan 7 spesial CMGs

KOMPONEN UTAMA INA-CBGs

SPECIAL SPECIAL
PROCEDURES PROTHESIS
CHRONIC SPECIAL
DRUGS

SUB-ACUTE
SPECIAL
INVESTIGATIONS

ACUTE INA-CBGs
AMBULATORY
PACKAGE
KOMPONEN SISTEM

1. Klasifikasi penyakit
a. Kode diagnosis (ICD-X)
b. Kode prosedur tindakan (ICD-IX)
2. Analisis biaya
a. Top-down costing
b. Clinical Pathways

INPUT DATA GROUPING INA-CBGs

1. Data pasien
a. Identitas pasien (nama, nomor RM, nomor asuransi, suku, kelas perawatan,spesialis
perawatan)
b. Umur (Tahun)
c. Umur (Hari)
d. Jenis kelamin
e. Tanggal lahir
f. BB lahir (untuk neonatal) di bawah 28 hari
2. Data masuk dan keluar pasien
a. Tanggal masuk
b. Tanggal keluar
c. Lama hari dirawat (LOS)
d. Status kepulangan
3. Data klinis
a. Diagnosa utama
b. Diagnosa sekunder
c. Prosedur tindakan utama
d. Prosedur tindakan sekunder

Aturan bagi dokter agar mendapat penggantian biaya yang tepat :

1. Menulis diagnosa utama (ICD X)


2. Menulis semua diagnosa sekunder (diagnosis tambahan dan komplikasi/penyulit)
3. Menulis prosedur utama dan lain-lain (ICD IX)
4. Resume pasien lengkap dan akurat
5. Melengkapi laporan operasi dan pemeriksaan diagnostic
6. Membantu koder dalam klarifikasi dan penetapan diagnosis/prosedur yang benar

Peran dokter dan Manajer Rumah sakit dalam mengoptimalkan pendapatan :

1. Mengurangi utilisasi RS dan pelayanan standar mutu minimal/cost efektif


2. Menghindari tes diagnosis tidak perlu/berlebihan
3. Tidak menerima pasien kecuali benar-benar ada indikasi rawat inap (pasien ringan
dipindahkan ke rawat jalan)
4. Memulangkan pasien sesegera mungkin jika sudah stabil secara medis
5. Perbaikan dokumentasi dokter (lengkap dan akurat) terutama diagnosis atau prosedur
tindakan dan system koding (sangat penting)
6. Memindahkan beberapa perawatan pasien rawat inap ke rawat jalan (pembedahan
sederhana)
7. Nursing care di luar RS (Home Setting)
8. Meningkatkan mutu dan outcome pelayanan RS
9. Membentuk suatu unit untuk memantau kualitas pelayanan RS khususnya masalah (Up
coding, tingkat dirawat kembali, health outcome on discharge da kematian setelah masuk)

Keberhasilan Rumah Sakit-Dokter di masa depan :

1. Penanganan pasien oleh Tim Dokter bukan lagi Pasien Pribadi


2. Membangun perilaku sadar biaya (cost effective) di kalangan dokter
3. Pemilihan pemeriksaan yang cost effective
4. Kurangi medical atau nursing error
5. Pembayaran kepada dokter, dokter gigi dan lain-lain melalui system gaji

Rumah Sakit yang mampu memberikan pelayanan yang tetap bermutu


namun dengan biaya yang efisien akan survive dengan kondisi ini

Harapan :

1. Premi yang dibayarkan harus wajar


2. Pembayaran premi harus disesuaikan dengan laju inflasi
3. Pola tarif yang mendatangkan win-win untuk seluruh stake holder
4. Verifikator harus bersifat independen

PERSIAPAN RS MENYONGSONG JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

1. Menyiapkan diri untuk bermitra dengan BPJS


2. Menyiapkan diri agar pelayanan makin bermutu dan meningkatkan keselamatan pasien
3. Susun standar pelayanan, standar profesi, kepatuhan mengikuti standar menyusun tim
RM dan tim tarif informasi unit cost pengendalian biaya dan pengendalian mutu
4. Susun system keuangan agar mampu menghasilkan informasi unit cost sebagai dasar
perbandingan dengan pola tarif BPJS untung ruginya RS tergantung dari informasi
unit cost
5. Mempersiapkan seluruh SDM agar biasa terbiasa dengan system BPJS

KESIMPULAN

1. Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional dapat menjadi ancaman sekaligus peluang bagi
dokter dan Rumah Sakit
2. Rumah Sakit harus solid dan bersatu mengajak seluruh stake holder untuk menciptakan
win-win solution dalam menghadapi pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional
3. Rumah Sakit yang suvive adalah :
a. RS yang mempersiapkan dengan baik dan menjadikan JKN sebagai peluang
b. RS yang menjaga standar mutu dan standar biaya
4. Coding berdampak kepada pergantian biaya
5. Kuncinya adalah coding yang tepat
6. Dokumentasi dokter sangat VITAL :
a. Dokumentasi RM harus komprehensif dan lengkap
b. Harus tepat waktu
c. Dapat dibaca (kecuali system IT)
7. Memberikan pelatihan dan pendidikan bagi coder/petugas RM
8. Kerjasama tim (Administrasi, Rekam Medis, Staf penagihan Keuangan)

DAFTAR PUSTAKA

1. www.kompasiana.com
2. Adriyanyusman.co.id.maret 2016
3. Direktorat Jendral Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI. Informasi Rumah Sakit,
edisi tahun 1997, Seri 1, Kegiatan Pelayanan. Jakarta, 1997
4. IDI Cilegon.com
5. Panduan Praktis Penjaminan Pelayanan Kesehatan Darurat Medis. Jakarta, 2014
6. Tjandra Yoga Aditama. Rumah Sakit Masa Datang. 10 Januari 1998
7. M.hukumonline.com
8. Fred R. David, Francis Marion University Florence, South Carolina. Strategic
Management, Thirteenth Edition
9. Tjandra Yoga Aditama. Manajemen Administrasi Rumah Sakit, Penerbit Universitas
Indonesia, 2015
10.

Anda mungkin juga menyukai