Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas,
mudah dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat.
Mobilisasi diperlukan untuk meninngkatkan kesehatan, memperlambat proses
penyakit khususnya penyakit degeneratif dan untuk aktualisasi (Mubarak,
2008).
Transportasi pasien adalah sarana yang digunakan untuk mengangkut
penderita atau korban dari lokasi bencana ke sarana kesehatan yang memadai
dengan aman tanpa memperberat keadaan penderita ke sarana kesehatan yang
memadai.
Dewasa ini banyak pasien yang harus bisa kita ajarkan untuk dapat
melakukan aktivitas seperti biasanya, karena jika tidak, pasien-pasien itu
tidak akan bisa berjalan dengan mandiri.
Untuk itu kami menyusun makalah ini dengan tujuan berbagi
pengetahuan tentang bagaimana caranya memenuhi kebutuhan mobilisasi dan
transportasi pasien kepada masyarakat luas yang mana di negara Indonesia
masih kurang mengetahuinya.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa pengertian dari kebutuhan mobilisasi dan transportasi?
1.2.2 Apa saja teknik mobilisasi dan transportasi?
1.2.3 Apa faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan mobilisasi dan
transportasi?
1.2.4 Apa masalah pada kebutuhan mobilisasi dan transportasi?
1.2.5 Bagaimana asuhan keperawatan dalam lingkup kebutuhan mobilisasi
dan transportasi?
1.2.6 Apa saja tindakan dalam upaya pemenuhan kebutuhan mobilisasi dan
transportasi?

1
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian dari kebutuhan mobilisasi dan
transportasi.
1.3.2 Untuk mengetahui teknik mobilisasi dan transportasi.
1.3.3 Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan
mobilisasi dan transportasi.
1.3.4 Untuk mengetahui masalah pada kebutuhan mobilisasi dan
transportasi.
1.3.5 Untuk mengetahui asuhan keperawatan dalam lingkup kebutuhan
mobilisasi dan transportasi.
1.3.6 Untuk mengetahui tindakan dalam upaya pemenuhan kebutuhan
mobilisasi dan transportasi.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kebutuhan Mobilisasi dan Transportasi


Mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak secara
bebas, mudah, dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas
guna memprtahankan kesehatannya.
Transportasi pasien adalah sarana yang digunakan untuk mengangkut
penderita atau korban dari lokasi bencana ke sarana kesehatan yang memadai
dengan aman tanpa memperberat keadaan penderita ke sarana kesehatan yang
memadai.

2.2 Teknik Mobilisasi dan Transportasi


Teknik mobilisasi dan transportasi adalah teknik yang dapat digunakan
oleh perawat untuk memberi perawatan pada klien imobilisasi. Teknik ini
membutuhkan mekanika tubuh yang sesuai sehingga memungkinkan perawat
untuk menggerakan, mengangkat atau memindahkan klien dengan aman, dan
juga melindungi perawat dari cedera sistem musculoskeletal.

2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Mobilisasi dan Transportasi


2.3.1 Gaya Hidup
Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi kemampuan
mobilisasi seseorang karena gaya hidup berdampak oada perilaku atau
kebiasaan sehari-hari. Perokok berat akan cenderung mempunyai pola
pernapasan pendek. Anak-anak yang senang bermain akan
mengembangkan keterampilan aktivitas lebih cepat dibandingkan
anak-anak yang tidak senang bermain atau kurang aktif.
2.3.2 Proses Penyakit atau Cedera
Proses penyakit dapat mempengaruhi kemampuan mobilisasi
karena dapat mempengaruhi fungsi sistem tubuh. Sebagai contoh,
orang yang menderita fraktur femur akan mengalami keterbatasan
pergerakkan dalam ekstremitas bagian bawah, cedera pada urat saraf

3
tulang belakang, pasien pasca operasi atau yang mengalami nyeri
cenderung membatasi gerakan.
2.3.3 Kebudayaan
Kemampuan melakukan mobilisasi dapat juga dipengaruhi oleh
kebudayaan. Contoh, orang yang memiliki budaya sering berjalan jauh
memiliki kemampuan mobilisasi yang kuat; sebaliknya ada orang
yang memiliki budaya tertentu dilarang untuk beraktivitas, misalnya
40 hari sesudah melahirkan tidak boleh keluar rumah.
2.3.4 Tingkat Energi
Energi adalah sumber untuk melakukan mobilisasi. Agar
seseorang dapat melakukan mobilisasi dengan baik, dibutuhkan energi
yang cukup.
2.3.5 Usia dan Status Perkembangan
Terdapat perbedaan kemampuan mobilisasi pada tingkat usia
yang berbeda. Hal ini dikarenakan kemampuan atau kematangan
fungsi alat gerak sejalan dengan perkembangan usia. Misalnya orang
oada usia pertengahan cenderung mengalami penurunan aktivitas yang
berlanjut sampai usia tua.

2.4 Masalah Pada Kebutuhan Mobilisasi dan Transportasi


Masalah pada kebutuhan mobilisasi dan transportasi adalah imobilitas.
Imobilitas merupakan keadaan diamana seseorang tidak dapat bergerak secara
bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakkan (aktivitas), misalnya
mengalami trauma tulang belakang, cedera otak berat disertai fraktur pada
ekstremitas, dan sebagainya.
Pada keadaan lebih lanjut pasien mengalami perubahan konsep diri
serta memberikan reaksi emosi yang sering tidak sesuai dengan situasi.
2.4.1 Perubahan Metabolisme
Perubahan metabolisme imobilitas dapat mengakibatkan proses
anabolisme menurun dan katabolisme meningkat. Keadaan ini dapat
berisiko meningkatkan gangguan metabolisme. Beberapa dampak
perubahan metabolisme, diantaranya adalah pengurangan jumlah

4
metabolisme, atrofi kelenjar dan katabolisme protein,
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, demineralisasi tulang,
gangguan dalam mengubah zat gizi, dan gangguan gastrointestinal.
2.4.2 Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit
Terjadinya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sebagai
dampak dari imobilitas akan mengakibatkan persediaan protein
menurun dan konsentrasi protein serum berkurang sehingga dapat
mengganggu kebutuhan cairan tubuh. Di samping itu, berkurangnya
perpindahan cairan dari intravaskular ke interstisial dapat
menyebabkan edema, sehingga terjadi ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit. Imobilitas juga dapat menyebabkan demineralisasi tulang
akibat menurunnya aktivitas otot, sedangkan meningkatnya
demineralisasi tulang dapat mengakibatkan reabsorpso kalsium.
2.4.3 Gangguan Zat Gizi
Terjadinya gangguan zat gizi yang disebabkan oleh menurunnya
pemasukan protein dan kalori yang dapat mengakibatkan berubahnya
zat-zat makanan pada tingkat sel menurun, dimana sel tidak lagi
menerima glukosa, asam amino, lemak, dan oksigen dalam jumlah
yang cukup untuk melaksanakan aktivitas metabolisme.
2.4.4 Gangguan Fungsi Gastrointestinal
Imobilitas dapat menyebabkan gangguan fungsi gastrointestinal,
hal ini disebabkan karena imobilitas dapat menurunkan hasil makanan
yang dicerna, sehingga penurunan jumlah masukan yang cukup dapat
menyebabkan keluhan, seperti perut kembung, mual, dan nyeri
lambung yang dapat menyebabkan gangguan proses elimiansi.
2.4.5 Perubahan Sistem Pernapasan
Pasien dalam keadaan imobilitas cenderung mengalami
gangguan pernapasan, yaitu penurunan gerakan pernapasan yang
disebabkan oleh pembatasan gerakan, kehilangan koordinasi otot atau
mungkin akibat otot kurang digunakan, dapat juga akibat obat-obat
tertentu misalnya sedatif dan anestesik. Terakumulasinya sekret juga
dapat terjadi akibat pasien sulit batuk dan mengubah posisi.

5
Ketidakseimbangan oksigen dan karbondioksida akibat penurunan
gerakan pernapasan sehingga pemasukan oksigen dan pengeluaran
karbondikosida menurun.
2.4.6 Perubahan Kardiovaskuler
Imobilitas dapat menyebabkan masalah pada sistem
kardiovaskuler, yaitu hipotensi ortostatik yang disebabkan oleh sistem
saraf autonom tidak dapat menjaga keseimbangan suplai darah ke
tubuh sewaktu seseorang berbaring dalam waktu yang lama. Pada
posisi yang tetap dan lama, refleks neurovaskular akan menurun dan
mengakibatkan vasokontriksi, kemudian darah terkumpul pada vena
bagian bawah, sehingga aliran darah ke sistem sirkulasi pusat
terhambat. Meningkatnya kerja jantung dapat disebabkan karena
imobilitas dengan posisi horizontal. Dalam keadaan normal, darah
yang terkumpul pada ekstremitas bawah bergerak dan meningkatkan
aliran vena kembali ke jantung dan akhirnya jantung akan
meningkatkan kerjanya. Terjadinya trombus juga disebabkan oleh
meningkatnya statis vena yang merupakan hasil penurunan kontraksi
muskular sehingga meningkatkan arus balik vena.
2.4.7 Perubahan Sistem Muskuloskeletal
Masalah muskuloskeletal yang dapat terjadi adalah osteoporosis
(tulang menjadi rapuh dan mudah rusak), rasa sakit pada persendian
akibat terkumpulnya kalsium pada area persendian, atrofi otot karena
otot tidak dipergunakan dalam waktu yang lama, kontraktur (dimana
otot mengalami pemendekan atau kontraksi), ulkus dekubitus akibat
sirkulasi pada area tertentu tidak baik dan disertai dengan adanya
penekanan secara terus-menerus.
2.4.8 Perubahan Sistem Integumen
Perubahan sistem integumen yang terjadi berupa penurunan
elastisitas kulit karena menurunnya sirkulasi darah akibat imobilitas
dan terjadinya iskemia serta nekrosis jaringan superfisial dengan
adanya luka dekubitus sebagai akibat tekanan kulit yang kuat dan
sirkulasi yang menurun ke jaringan.

6
2.4.9 Perubahan Eliminasi
Mungkin dapat terjadi stasis urine yang disebabkan pasien pada
posisi berbaring tidak dapat mengosongkan kandung kemih secara
sempurna. Retensi urine dan inkontinesia dapat pula terjadi akibat
kurang aktivitas dan pengontrolan urinasi menurun.
2.4.10 Perubahan Perilaku
Perubahan perilaku akibat imobilitas, antara lain timbulnya rasa
bermusuhan, bingung, cemas, emosional tinggi, depresi, perubahan
siklus tidur, dan menurunnya mekanisme koping. Terjadinya
perubahan perilaku tersebut merupakan dampak imobilitas karena
selama proses imobilitas seseorang akan mengalami perubahan peran,
konsep diri, kecemasan, dan lain-lain.

2.5 Asuhan Keperawatan dalam Lingkup Kebutuhan Mobilisasi dan Transportasi


2.5.1 Pengkajian
2.5.1.1 Aktivitas / Istirahat
Tanda : Keterbatasan atau kehilangan fungsi pada
bagian yang terkena.
2.5.1.2 Sirkulasi
Tanda : Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai
respon terhadap nyeri) atau hipotensi
(kehilangan darah).
2.5.1.3 Neurosensori
Gejala : Hilang gerakan atau sensasi, spasme otot, dan
kesemutan (parestesis).
Tanda : Deformitas lokal angulasi abnormal,
pemendekan, rotasi, krepitasi (bunyi berderit),
spasme otot, terlihat kelemahan / hilang fungsi.
Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri /
ansietas atau trauma lain).

7
2.5.1.4 Nyeri atau Kenyamanan
Gejala : Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin
terlokalisasi pada area jaringan / kerusakan
tulang dapat berkurang pada imobilisasi), tak
ada nyeri akibat kerusakan saraf. Spasme / kram
otot (setelah imobilitasi).
2.5.1.5 Keamanan
Tanda : Laserasi kulit, avulse jaringan, perdarahan, dan
perubahan warm. Pembengkakan lokal (dapat
meningkat secara bertahap atau tiba-tiba).
2.5.2 Perumusan Masalah dan Tujuan
2.5.2.1 Intoleransi Aktivitas
Definisi : Kondisi dimana seseorang mengalami
penurunan energi fisiologis dan psikologis
untuk melakukan aktifitas sehari-hari.
Kemungkinan berhubungan dengan :
2.5.2.1.1 Kelemahan umum
2.5.2.1.2 Bedres yang lama (imobilisasi)
2.5.2.1.3 Motivasi yang kurang
2.5.2.1.4 Pembatasan pergerakan
2.5.2.1.5 Nyeri
2.5.2.2 Keletihan
Definisi : Kondisi dimana seseorang mengalami perasaan
letih yang berlebihan secara terus-menerus dan
penuruna kapasitas kerja fisik dan mental yang
tidak dapat hilang dengan istirahat.
Kemungkinan berhubungan dengan:
2.5.2.2.1 Menurunnya produksi metabolism
2.5.2.2.2 Pembatasan diet
2.5.2.2.3 Anemia
2.5.2.2.4 Ketidakseimbangan glukosa dan elektrolit

8
2.5.2.3 Gangguan Mobilitas Fisik
Definisi : Kondisi dimana pasien tidak mampu melakukan
pergerakan secara mandiri.
Kemungkinan berhubungan dengan:
2.5.2.3.1 Gangguan persepsi kognitif
2.5.2.3.2 Imobilisasi
2.5.2.3.3 Gangguan neuro muskuler
2.5.2.3.4 Kelemahan
2.5.2.3.5 Pasien dengan traksi
2.5.2.4 Defisit Perawatan Diri
Definisi : Kondisi dimana pasien tidak dapat melakukan
sebagian atau seluruh aktivitas sehari-hari
seperti; makan, berpakaian dan mandi, dan lain-
lain.
Kemungkinan berhubungan dengan:
2.5.2.4.1 Gangguan neuromuskuler
2.5.2.4.2 Menurunnya kekuatan otot
2.5.2.4.3 Menurunnya control otot dan koordinasi
2.5.2.4.4 Kerusakan persepsi kognitif
2.5.2.4.5 Depresi
2.5.2.4.6 Gangguan fisik
2.5.3 Perencanaan
2.5.3.1 Intoleransi Aktivitas
Intervensi:
1. Monitor keterbatasan aktivitas, kelemahan saat aktivitas
2. Bantu pasien dalam melakukan aktivitas sendiri
3. Catat tanda vital
4. Kolaborasi dengan dokter
5. Lakukan aktivitas yang adekuat
Rasional:
1. Merencanakan intervensi dengan tepat
2. Pasien dapat memilih dan merencanakannya sendiri

9
3. Mengkaji sejauh mana perbedaan peningkatan selama
aktivitas
4. Mempercepat proses penyembuhan
5. Untuk mengoptimalkan pergerakan
2.5.3.2 Keletihan
Intervensi:
1. Monitor keterbatasan aktivitas
2. Bantu pasien dalam melakukan aktivitas sendiri
3. Catat tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas
4. Kolaborasi dengan dokter dalam latihan aktivitas
5. Berikan diet yang adekuat dengan kolaborasi ahli diet
6. Berikan pendidikan kesehatan
Rasional:
1. Merencanakan intervensi dengan tepat
2. Pasien dapat memilih dan merencanakannya sendiri
3. Mengkaji sejauh mana perbedaan peningkatan selama
aktivitas
4. Mempercepat proses penyembuhan
5. Diet adekuat dapat menambah energy untuk mencegah
keletihan
6. Menambah pengetahuan pasien
2.5.3.3 Gangguan mobilitas fisik
Intervensi:
1. Pertahanan body aligment dan posisi yang nyaman
2. Cegah pasien jatuh
3. Lakukan latihan aktif maupun pasif
4. Lakukan fisiotheraphy dada dan postural
5. Tingkatkan aktivitas sesuai batas toleransi
Rasional:
1. Mencegah iritasi dan komplikasi
2. Mempertahankan keamanan pasien
3. Meningkatkan sirkulasi dan mencegah kontraktur

10
4. Meningkatkan fungsi paru
5. Memaksimalkan mobilisasi
2.5.3.4 Defisit Perawatan Diri
Intervensi:
1. Lakukan kajian kemampuan pasien dalam perawatan diri
terutama ADL
2. Jadwalkan jam kegiatan tertentu untuk ADL
3. Jaga privasi dan keamanan pasien
4. Lakukan latihan aktif dan pasif
5. Monitor tanda vital, tekanan darah, sebelum dan sesudah
ADL
Rasional:
1. Memberikan informasi dasar dalam menentukan rencana
keperawatan
2. Perencanaan yang matang dalammelakukan kegiatan
sehari-hari
3. Memberikan keamanan
4. Meningkatkan sirkulasi darah
5. Mengkaji sejauh mana perbedaan peningkatan selama
aktivitas
2.5.4 Tindakan yang Berkaitan dengan Mobilisasi dan Transportasi
2.5.4.1 Mengkaji tingkat intensitas dan frekwensi nyeri dan observasi
TTV.
2.5.4.2 Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
analgesik.

2.5.4.3 Mengajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat


bantu.
2.5.4.4 Mengajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif
dan pasif.

2.5.4.5 Memantau TTV


2.5.4.6 Melakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infus,
kateter, drainase luka, dll.

11
2.5.4.7 Melakukan kolaborasi untuk pemberian antibiotik.

2.5.5 Evaluasi
2.5.5.1 Nyeri dapat berkurang atau hilang setelah dilakukan tindakan
keperawatan.
2.5.5.2 Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
2.5.5.3 Infeksi tidak terjadi / terkontrol

2.6 Tindakan dalam Upaya Pemenuhan Kebutuhan Mobilisasi dan Transportasi


2.6.1 Mengatur Posisi
2.6.1.1 Posisi Semifowler

Posisi semifowler adalah posisi setengah duduk atau


duduk, dimana bagian kepala tempat tidur lebih tinggi atau
dinaikkan. Posisi ini dilakukan untuk mempertahankan
kenyamanan dan memfasilitasi fungsi pernapasan pasien.
Cara Kerja:
1. Baringkan pasien terlentang dengan kepalanya dekat
dengan papan kepala.
2. Tinggikan kepala tempat tidur 45o sampai 60o.
3. Letakkan kepala pasien di atas kasur atau bantal yang
kecil.
4. Gunakan bantal untuk menyangga tangan dan lengan
pasien bila pasien tidak mempunyai kontrol volunter atau
menggunakan lengan dan tangan.
5. Letakkan bantal pada punggung bawah.

12
6. Tempatkan bantal kecil atau gulungan handuk di bawah
paha dan pergelangan kaki.
2.6.1.2 Posisi Miring

Posisi miring adalah posisi miring ke kanan atau kiri.


Posisi ini dilakukan untuk memberi kenyamanan,
membersihkan punggun, dan memberi obat per anus
(supositoria).
Cara Kerja:
1. Baringkan pasien pada posisi terlentang di tengah tempat
tidur.
2. Gulingkan pasien hingga ke posisi miring.
3. Letakkan bantal di bawah kepala dan leher.
4. Arahkan bilah bahu ke depan.
5. Posisikan kedua lengan pada posisi fleksi: lengan atas
didukung dengan bantal setinggi bahu.
6. Letakkan gulungan bantal sejajar pada punggung pasien.
7. Letakkan satu atau dua bantal di bawah tungkai atas.
8. Letakkan penyangga seperti kantung pasir atau penghenti
foot-drop, pada kaki pasien.

13
2.6.1.3 Posisi Sim (Semi Prone)

Posisi sim adalah posisi miring setengah tengkurap ke


kanan atau ke kiri. Posisi ini dilakukan untuk memberi
kenyamanan dan memberi obat per anus (suspositoria).
Cara Kerja:
1. Baringkan pasien pada posisi terlentang di tengah tempat
tidur yang datar.
2. Baringkan pasien posisi lateral sebagian berbaring pada
abdomennya.
3. Letakkan bantal kecil di bawah kepala dan bantal besar
di bawah lengan pasien yang fleksi, tungkai yang fleksi
(dengan menyangga tungkai setinggi pinggul).
4. Tempatkan kantong pasir di atas kaki pasien.

14
2.6.1.4 Posisi Prone

Posisi prone adalah posisi tengkurap. Posisi ini


dilakukan untuk memberi kenyamanan dan untuk melakukan
tindakan tertentu seperti massage punggung.
Cara Kerja:
1. Baringkan pasien pada posisi terlentang di tengah tempat
tidur.
2. Posisikan tengkurap di atas tempat tidur yang datar.
3. Putar kepala pasien ke salah satu posisi dan sokong
dengan bantal kecil, sokong abdomen pasien di bawah
ketinggian diafragma.
4. Posisikan kaki pada sudut yang tepat, gunakan bantal
untuk meninggikan jari kaki.
2.6.1.5 Posisi Trendelenburg

Posisi ini pasien berbaring di tempat tidur dengan


bagian kepala lebih rendah dari pada bagian kaki. Posisi ini

15
dilakukan untuk melancarkan peredaran darah ke otak. Posisi
ini digunakan pada operasi abdomen bagian bawah atau
pelvis.
2.6.1.6 Posisi Anti Trendelenburg

Posisi ini pasien berbaring di tengah tempat tidur


dengan bagian kepala lebih tinggi dari pada bagian kaki.
Posisi ini dilakukan untuk melancarkan peredaran darah,
mencegah edema pada otak, serta mencegah peningkatan
tekanan intrakrinial (TIK), dilakukan misalnya pada pasien
pasca operasi trepanasi, pasien stroke jika tidak ada kontra
indikasi. Digunakan pada bedah kandung empedu.
2.6.1.7 Posisi Dorsal Recumbent

Posisi ini pasien berbaring telentang dengan kedua lutut


fleksi (ditarik atau diregangkan) di atas tempat tidur. Posisi
ini dilakukan untuk merawat dan memeriksa genetalia,
memasang kateter, serta pada proses persalinan. Posisi ini
digunakan pada kebanyakan bedah abdomen, kecuali untuk
bedah kandung empedu dan pelvis.

16
2.6.1.8 Posisi Litotomi

Pada posisi ini pasien berbaring telentang dengan


mengangkat kedua kaki dan menariknya ke atas bagian perut.
Posisi ini dilakukan untuk memeriksa genetalia pada prose
persalinan, operasi TURP, dan memasang alat kontrasepsi.
Digunakan pada bedah parineal, rektal, dan vagina.
2.6.1.9 Posisi Genupektoral

Pada posisi ini pasien menungging dengan kedua kaki


ditekuk dan dada menempel pada bagian alas tempat tidur.
Posisi ini dilakukan untuk memeriksa daerah rektum dan
sigmoid.
2.6.2 Latihan Ambulasi
Ambulasi adalah latihan yang paling berat dimana pasien yang
dirawat di rumah sakit dapat berpartisipasi kecuali
dikontraindikasikan oleh kondisi pasien.

17
Latihan:
2.6.2.1 Duduk di Atas Tempat Tidur
Cara:
1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
2. Anjurkan pasien untuk meletakkan tangan di samping
badannya dengan telapak tangan menghadap ke bawah.
3. Berdirilah di samping tempat tidur kemudian letakkan
tangan pada bahu pasien.
4. Bantu pasien untuk duduk dan beri penopang atau bantal.
2.6.2.2 Turun dan Berdiri
Cara:
1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
2. Atur kursi roda dalam posisi terkunci.
3. Berdirilah menghadap pasien dengan kedua kaki
merenggang.
4. Fleksikan lutut dan pinggang Anda (pemeriksa).
5. Anjurkan pasien untuk meletakkan kedua tangannya di
bahu Anda dan letakkan kedua tangan Anda di samping
kanan dan kiri pinggang pasien.
6. Ketika pasien melangkah ke lantai, tahan lutut Anda pada
lutut pasien.
7. Bantu berdiri tegak dan jalan sampai ke kursi.
8. Bantu pasien duduk di kursi dan atur posisi agar
nyaman.
2.6.2.3 Membantu Berjalan
Cara:
1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
2. Anjurkan pasien untuk meletakkan tangan di samping
badan atau memegang telapak tangan Anda.
3. Berdiri di samping pasien dan pegang telapak dan lengan
bahu pasien.
4. Bantu pasien berjalan.

18
2.6.3 Teknik Pemindahan Klien dari Tempat Tidur ke Kursi Roda
Suatu kegiatan yang dilakuan pada klien dengan kelemahan
kemampuan fungsional untuk berpindah dari tempat tidur ke kursi.
2.6.3.1 Bantu pasien duduk di tepi tempat tidur.
2.6.3.2 Kaji postural hipotensi.
2.6.3.3 Intruksikan pasien untuk bergerak ke depan dan duduk di tepi
bed.
2.6.3.4 Intruksikan mencondongkan tubuh ke depan mulai dari
pinggul.
2.6.3.5 Intruksikan meletakkan kaki yang kuat di bawah tepi bed,
sedangkan kaki yang lemah berada di depannya.
2.6.3.6 Meletakkan tangan pasien di atas permukaan bed atau diatas
kedua bahu perawat.
2.6.3.7 Berdiri tepat di depan pasien, condogkan tubuh ke depan,
fleksikan pinggul, lutut, dan pergelangan kaki. Lebarkan kaki
dengan salah satu di depan dan yang lainnya di belakang.
2.6.3.8 Lingkari punggung pasien dengan kedua tangan perawat.
2.6.3.9 Tangan otot gluteal, abdominal, kaki dan otot lengan anda
siap untuk melakukan gerakan.
2.6.3.10 Bantu pasien untuk berdiri, kemudian bergerak-gerak
bersama menuju korsi roda.
2.6.3.11 Bantu pasien untuk duduk, minta pasien untuk membelakangi
kursi roda, meletakkan kedua tangan di atas lengan kursi roda
atau tetap pada bahu perawat.
2.6.3.12 Minta pasien untuk menggeser duduknya sampai pada posisi
yang paling aman.
2.6.3.13 Turunkan tatakan kaki, dan letakkan kedua kaki pasien di
atasnya.
2.6.3.14 Buka kunci roda pada kursi.

19
2.6.4 Teknik Pemindahan Klien dari Tempat Tidur ke Brankar
Merupakan tindakan keperawatan dengan cara memindahkan
pasien yang tidak dapat atau tidak boleh berjalan sendiri dari tempat
tidur ke brankar.
2.6.4.1 Atur posisi brankar dalam posisi terkunci.
2.6.4.2 Bantu pasien dengan 2 3 perawat.
2.6.4.3 Berdiri menghadap pasien.
2.6.4.4 Silangkan tangan di depan dada.
2.6.4.5 Tekuk lutut anda, kemudian masukkan tangan ke bawah
tubuh pasien.
2.6.4.6 Perawat pertama meletakkan tangan di bawah leher atau bahu
dan bawah pinggang, perawat kedua meletakkan tangan di
bawah pinggang dan pinggul pasien, sedangkan perawat
ketiga meletakkan tangan di bawah pinggul dan kaki.
2.6.4.7 Angkat bersama-sama dan pindahkan ke brankar.
2.6.5 Melatih Pasien menggunakan Alat Bantu Jalan
Kruk dan tongkat sering diperlukan untuk meningkatkan
mobilitas pasien. Melatih berjalan dengan menggunakan alat bantu
jalan merupakan kewenangan team fioterapi. Namun perawat tetap
bertanggungjawab untuk menindaklanjuti dalam menjamin bahwa
perawatan yang tepat dan dokumentasi yang lengkap dilakukan.

20
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak secara
bebas, mudah, dan teratur. Transportasi pasien adalah sarana yang digunakan
untuk mengangkut penderita atau korban dari lokasi bencana ke sarana
kesehatan yang memadai.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan mobilisasi dan
transportasi, yaitu gaya hidup, proses penyakit atau cedera, kebudayaan,
tingkat energi, dan usia dan status perkembangan.
Masalah pada kebutuhan mobilisasi dan transportasi, yaitu perubahan
metabolisme, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, gangguan zat gizi,
gangguan fungsi gastrointestinal, perubahan sistem pernapasan, perubahan
kardiovaskular, perubahan sistem muskuloskeletal, perubahan sistem
integumen, perubahan eliminasi, dan perubahan perilaku.

3.2 Saran
Evaluasi keperawatan yang diharapkan dari hasil tindakan keperawatan
untuk mengatasi masalah mobilisasi dan transportasi adalah untuk menilai
kemampuan pasien dalam penggunaan tubuhnya dengan baik.

21
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2015. Pengertian Ambulasi Dini.


http://www.landasanteori.com/2015/07/pengertian-ambulasi-dini-
definisi.html, diakses tanggal 6 Februari 2017

Anonim. 2015. Macam-macam Posisi Pasien.


http://www.trendilmu.com/2015/04/macam-macam-posisi-pasien.html,
diakses tanggal 6 Februari 2017

Asmadi. 2008. Konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien. Jakarta: Salemba
Medika.

Heriana, P. 2014. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Tangerang: Binarupa


Aksara
Millati, A. N. Memindahkan Pasien dari Tempat Tidur ke Kursi Roda.
http://anni31.mahasiswa.unimus.ac.id/2015/10/19/memindahkan-pasien-
dari-tempat-tidur-ke-kursi-roda/, diakses tanggal 6 Februari 2017

Perry & Potter. 2006. Buku Ajar Fundalmental Keperawatan Konsep, Proses dan
Praktik. Edisi 4. Jakarta : EGC.

Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Dengan Intervensi


NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC.

22

Anda mungkin juga menyukai