Anda di halaman 1dari 6

1.

Derajat Anemia Aplastik Berdasarkan Gambaran Pungsi Sumsum Tulang (Bone


Marrow Puncture (BMP))

Anemia aplastik didiagnosis dengan menggunakan studi-studi darah serta sumsum tulang.
Kondisi ini didefinisikan oleh adanya sumsum tulang hipoplastik dengan pergantian sel-sel asal
dengan sel-sel lemak serta peningkatan unsur-unsur non-hematopoietik yang ada, misalnya
peningkatan kadar sel-sel mast. Pemeriksaan yang teliti dibutuhkan untuk melakukan eksklusi
fokus-fokus tumor metastatik pada biopsi, karena terkadang deposit-deposit tumor metastatik
dapat juga mengakibatkan pansitopenia. Adapun gambaran displasia perlu diperhatikan untuk
mempertimbangkan diagnosis banding sindrom myelodisplastik (myelodisplastic syndrome
(MDS)). Meskipun demikian, derajat tertentu dari displasia dapat ditemukan pada anemia
aplastik (Bakshi dan Besa, 2017).

Biopsi sumsum tulang dapat dilakukan sebagai penunjang aspirasi untuk menilai selularitas
jaringan secara kualitatif maupun kuantitatif. Pada anemia aplastik, spesimen-spesimen
memiliki gambaran hiposeluler. Sampel-sampel aspirasi itu sendiri dapat tampak hiposeluler
karena alasan teknis (misalnya karena dilusi dengan darah perifer), atau juga dapat tampak
hiperseluler karena area-area yang diperoleh berasal dari residual fokal hematopoiesis (Bakshi
dan Besa, 2017).

Sebagai perbandingan, biopsi inti (core biopsy) dapat menunjukkan selularitas dengan
lebih baik. Spesimen dipertimbangkan hiposeluler jika pada sampel ditemukan hanya 30%
komponen seluler pada individu yang lebih muda dari 60 tahun atau jika pada sampel
ditemukan hanya 20% komponen seluler pada individu yang lebih tua dari 60 tahun (lihat
gambar berikut). Beberapa gambaran diseritropoiesis dengan megaloblastosis dapat diamati
pada kondisi anemia aplastik (Bakshi dan Besa, 2017).

Penahapan derajat anemia aplastik didasarkan pada kriteria yang disusun oleh International
Aplastic Anemia Study Group (IAASG). Anemia aplastik berat (severe aplastic anemia (SAA))
didefinisikan sebagai selularitas sumsum <25% (atau 25-50% dengan <30% sel-sel
hematopoietik residual), ditambah dua dari hasil pemeriksaan darah tepi berikut (Bakshi dan
Besa, 2017) :

a. Neutrofil kurang dari 0,5 x 109/L


b. Trombosit kurang dari 20 x 109/L
c. Retikulosit kurang dari 20 x 109/L
Anemia aplastik yang sangat berat (very severe aplastic anemia (VSAA)) didefinisikan
sebagai selularitas sumsum <25% (atau 25-50% sel-sel hematopoietik residual), ditambah
paling tidak dua dari penemuan pemeriksaan darah tepi berikut (Bakshi dan Besa, 2017) :

a. Neutrofil kurang dari 0,2 x 109/L


b. Trombosit kurang dari 20 x 109/L
c. Retikulosit kurang dari 20 x 109/L

Gambar. Pengecatan dengan HE menunjukkan sumsum tulang hiposeluler dengan


peningkatan jaringan adiposa dan penurunan sel-sel hematopoietik (Bakshi dan Besa, 2017)

Kultur sumsum tulang dapat bermanfaat dalam mendiagnosis infeksi-infeksi viral maupun
mikobakterial. Namun, keuntungannya cenderung rendah. Saat ini, studi-studi alternatif
mencakup assay reaksi rantai polimerase (polymerase chain reaction (PCR)), namun nilai
teknik pemeriksaan ini secara klinis masih belum jelas. Adapun kanker-kanker leukemia serta
metastatik dapat juga didiagnosis dengan menggunakan pemeriksaan sumsum tulang (Bakshi
dan Besa, 2017).
2. Gambaran Bone Marrow Puncture (BMP) dari Sindrom Myelodisplastik
(Myelodisplastic Syndrome)

Anemia aplastik harus dibedakan dari sindrom myelodisplastik. Sumsum tulang pada
pasien-pasien dengan anemia aplastik dapat memiliki gambaran kantung-kantung hiperplastik,
di mana dapat dirancukan dengan MDS; lebih lanjut, hipoplasia sumsum tulang dapat juga
ditemukan pada beberapa kasus MDS. Poin pembeda yang penting adalah, pada anemia
aplastik, evaluasi CD34 selalu menunjukkan nilai yang rendah; selain itu, gambaran sel-sel
sideroblastik, myeloblastik serta megakaryosit displastik tidak pernah ditemukan pada kondisi
anemia aplastik namun seringkali ditemukan pada kasus MDS. Beberapa ciri khas abnormalitas
sumsum tulang yang seringkali ditemukan pada MDS mencakup (Bakshi dan Besa, 2017) :

a. Sel-sel darah merah diseritropoietik (dyserythropoietic red blood cells)


b. Gambaran neutrofil-neutrofil dengan hipogranulasi, hipolobulasi atau nuklei yang
apoptotik mendekati tepi dari sitoplasma
c. Peningkatan atau penurunan selularitas

Fitur-fitur myelodisplastik seringkali diamati pada prekursor-prekursor hematopoietik serta


progeninya. Gambaran pulau-pulau sel-sel imatur atau lokalisasi abnormal dari progenitor-
progenitor yang imatur (abnormal localization of immature progenitors (ALIP)) dapat
mengindikasikan kondisi MDS. Pasien-pasien dengan MDS dapat memiliki abnormalitas
megakaryositik (mikromegakaryosit, megakaryosit dengan dyskaryorhrexis), gambaran cincin
sideroblastik yang lebih besar dari 5% (tampak pada pengecatan besi) serta abnormalitas-
abnormalitas granulositik (sel-sel pseudo-Pelger-Huet), hipogranulasi, kelebihan sel-sel blast).
Terkadang, fibrosis sumsum dapat ditemukan. Sel-sel monosit juga tampak hipogranuler, dan
nuklei-nya dapat mengandung nukleoli (Bakshi dan Besa, 2017).

Penemuan adanya penyusunan ulang kromosomal dianggap sebagai baku diagnosis untuk
MDS, dengan trisomi kromosom 8 dan 21 serta delesi kromosom 5, 7 dan 20 adalah poin-poin
mutasi yang paling sering ditemukan. Namun, teknik karyotipe konvensional menunjukkan
abnormalitas hanya pada 50% dari keseluruhan pasien dengan MDS. Sebagai tambahan,
hibridisasi fluoresensi in situ (fluoresence in situ hybridization (FISH)) dapat pula digunakan
untuk memvisualisasikan abnormalitas kromosomal pada sel-sel interphase. Perlu dicatat
bahwa sumsum-sumsum yang hipoplastik, memperoleh sampel yang cukup untuk dilakukan
pemeriksaan karyotipe dapat sulit untuk dilakukan (Bakshi dan Besa, 2017).
Pada sebagian besar kasus, perubahan-perubahan sumsum tulang meliputi hiperselularitas
dengan perubahan-perubahan displastik triliniase (trilineage dysplastic changes). Sebagian
kecil pasien dapat memiliki sumsum yang hiposeluler. Hal ini dapat bertimpangan dengan
anemia aplastik. Peningkatan fibrosis sumsum tulang dapat pula rancu dengan gangguan-
gangguan myeloproliferatif lainnya. Perubahan-perubahan displastik pada lini sel darah merah
(dis-eritropoiesis) memiliki ciri khas tersendiri. Pada kondisi di mana terdapat defisiensi asam
folat ataupun vitamin B-12, sumsum tulang umumnya menunjukkan maturasi asinkronous dari
nuklei dan sitoplasma yang mirip seperti gambaran anemia megaloblastik (Besa dan Krishnan,
2016).

Perubahan-perubahan lainnya mencakup bi-nuklearitas atau multi-nuklearitas dari sel-sel


prekursor sel eritroid serta keberadaan cincin-cincin sideroblast (akumulasi zat besi dalam
mitokondria). Anemia yang refrakter dengan cincin sideroblast (refractory anemia with ringed
sideroblasts (RARS)) adalah salah satu dari jenis MDS dalam sistem klasifikasi French-
American-British (FAB) Cooperative Group (Besa dan Krishnan, 2016).

Gambar. Apusan sumsum tulang (perbesaran 1000x) menunjukkan cincin sideroblastik


dalam pengecatan Prussian blue pada anemia refrakter dengan kelebihan sel-sel blast
(refractory anemia with excess blasts (RAEB)) dalam transformasi (Besa dan Krishnan,
2016)

Perubahan-perubahan displastik dalam lini sel darah putih (dis-myelopoiesis) meliputi


hiperplasia myeloid dengan peningkatan jumlah sel-sel myeloblast dan perluasan populasi sel-
sel myelosit dan metamyelosit (disebut pula midstage bulge). Gambaran ini membedakannya
dengan leukemia akut. Dalam klasifikasi FAB< persentase sel-sel myeloblast membedakan
anemia refrakter (<5%), RAEB (5-20%), RAEB dalam transformasi (20-30%) serta leukemia
myeloid akut (>30%) (Besa dan Krishnan, 2016).

Abnormalitas morfologis dapat ditunjukkan dengan disosiasi sitoplasma-inti dalam


maturasi serta ketika bentuk-bentuk pseudo-Pelger juga tampak dalam sumsum tulang.
Distrombopoiesis dengan lobulasi nuklei yang buruk serta trombosit-trombosit yang besar
dapat lepas dari sitoplasma (Besa dan Krishnan, 2016).

Gambar. Apusan sumsum tulang (perbesaran 1000x) menunjukkan reaksi positif yang
granuler dan mirip gumpalan dalam pengecatan Schiff-asam pada RAEB dalam transformasi
(Besa dan Krishnan, 2016)

Sumber :

1. Bakshi S dan Besa EC (2017). Aplastic Anemia Workup. Hematology. Medscape


Reference; p2-3. Diperoleh dari http://emedicine.medscape.com/article/198759-
workup.
2. Besa EC dan Krishnan K (2016). Myelodisplastic Syndrome Workup. Hematology.
Medscape Reference; p1-2. Diperoleh dari
http://emedicine.medscape.com/article/207347-workup#c6.
3. Jenis-jenis MDS
https://www.cancer.org/cancer/myelodysplastic-syndrome/about/mds-types.html

Anda mungkin juga menyukai