Anda di halaman 1dari 15

FORMULASI SEDIAAN ENEMA EKSTRAK ETANOL TANAMAN

LIDAH BUAYA (Aloe vera L.) SEBAGAI LAKSATIF DENGAN BASIS


HIDROKSIPROPIL METIL SELLULOSA (HPMC)

Maidilah, Yuni Fitriani

ABSTRAK

Tanaman lidah buayamemiliki banyak aktivitas salah satunya berupa


laksatif. Lidah buaya mengandung asam salisilat, sterol, antrakuinon, tannin, fenol
dan saponin.Lendirnya bersifat pahit dan mengandung laktasit, sehingga dapat
dimanfaatkan sebagai pencahar yang baik. Dalam hal ini senyawa yang diambil
berupa antrakuinon glikosida yang berkhasiat sebagai laksatif. Ekstraksi daun lidah
buaya dilakukan metode maserasi menggunakan penyari etanol 70% untuk
menyari antrakuinon tersebut. Dari hasil ekstraksi terhadap 4 kg daun lidah buaya,
diperoleh ekstrak kental lidah buaya sebanyak 40 gram.
Ekstrak lidah buaya diformulasikan dalam bentuk sediaan enema dengan
menggunakan tiga formulasi berbeda dengan variasi konsentrasi Hidroksipropil
metil sellulosa (HPMC). Formula 1 HPMC 5 gram dengan air 1:20, Formula 2
HPMC 4 gram dengan air 1:20, dan Formula 3 HPMC 2 gram dengan air 1:20
untuk sediaan 100 mL dan diambil masing-masing 5 mL. Penelitian ini bertujuan
untuk membuat sediaan yang simpel dan cocok sebagai laksansia ekstrak lidah
buaya sehingga akan memudahkan pasien dalam rute pemakaian obat dan dapat
tercapai efek yang cepat dan maksimal serta bertujuan untuk mengetahui berapa
konsentrasi HPMC yang dibutuhkan untuk menghasilkan sediaan yang baik dalam
hal organoleptis dan ekstrudabilitasnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada formula kedua didapat hasil
sediaan yang baik dimana HPMC yang digunakan 4 gram dengan 1:20 air dan
hasil uji organoleptis yang didapat berwarna jernih, pH 6, bobot yang tepat, daya
homogenitasnya baik, dan mudah dikeluarkan dari pengemas (ekstrudabilitasnya
baik).

Kata kunci: Antrakuinon glikosida,hidroksipropil metil sellulose, lidah buaya,


laksatif.

1
ABSTRACT

Aloe vera plant has many activities such as laksatif. Aloe vera contains
salicylic acid, sterols, anthraquinones, tannins, phenols and saponins. Mucus is
bitter and contains laktasit, so it can be used as a good laxative. In this case the
compound taken in the form of anthraquinone glycosides are efficacious as
laksatif. Aloe vera leaf extraction was done by maceration method using 70%
ethanol dancers to extract the anthraquinone. From the extraction of 4 kg of Aloe
vera leaves, obtained aloe vera extract as much as 40 grams.

Aloe vera extract is formulated in an enema dosage form using three


different formulations with concentration variation of Hydroxy propyl methyl
cellulose (HPMC). Formula 1 HPMC 5 grams with water 1:20, HPMC 4 gram
formula with 1:20 water, and 2 gram HPMC Formula 3 with water 1:20 for 100
mL preparation and taken each 5 mL. This study aims to make a simple and
suitable preparation as a laksansia aloe vera extract so that it will facilitate the
patient in the route of drug use and can be achieved rapid and maximum effect
and aims to find out how HPMC concentration is needed to produce a good
preparation in terms of organoleptis and its extrudability.

The results showed that in the second formula obtained a good dosage
result where HPMC used 4 grams with 1:20 water with organoleptis test obtained
clear color, pH 6, proper weight, good homogeneity, and easy removed from the
packaging (extrudability is good).

Keywords: Aloe vera, anthraquinone glycoside, hydroxypropyl methyl cellulose,


laxative.

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak keanekaragaman hayati
terutama pada jenis berbagai tumbuhan yang diantaranya mempunyai potensi
sebagai tanaman obat namun belum banyak dikembangkan. Di Indonesia dikenal
lebih dari 20.000 jenis tumbuhan obat, namun baru 1000 jenis tanaman telah
terdata dan baru sekitar 300 jenis yang sudah dimanfaatkan untuk pengobatan
tradisional (Fatmawati, dkk., 2011).
Masyarakat Indonesia sudah sejak zaman dahulu mengenal dan
memanfaatkan tanaman berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam
penanggulangan masalah kesehatan yang dihadapi, jauh sebelum pelayanan
kesehatan formal dengan obat-obatan modern (Wijayakusuma, 1992). Salah satu
tanaman yang memiliki khasiat obat yaitu tanaman hias lidah buaya (Aloe vera
L.). Lidah buaya digunakan sebagai bahan obat sejak beberapa ribu tahun yang
lalu untuk mengobati antiinflamasi, antipiretik, luka bakar, antijamur, peradangan
sinus, rasa nyeri pada saluran cerna, antioksidan, antiseptik, antimikroba, serta
antivirus (Tjahajani A, Widurini, 2011).
Lidah buaya (Aloe vera L.) merupakan tanaman asli Afrika, tepatnya
Ethiopia, tanaman ini termasuk kedalam golongan Liliaceae (March, 2006).
Tanaman lidah buaya merupakan semak tahunan. Semak tahunan ini tumbuh
tegak, tinggi 30-50 cm. Batangnya bulat, warna putih, tidak berkayu. Daunnya
panjang 30-50 cm, lebar 3-5 cm, berdaging tebal, bergetah kuning, hijau. Bunga
majemuk, bentuk malai di ujung batang, daun pelindung panjang 8-15 mm,
benang sari enam, putik menyembul keluar atau melekat pada pangkal kepala sari,
tangkai putik bentuk benang, kepala putik kecil, ujung tajuk melebar berwarna
jingga atau merah. Buahnya kotak, panjang 14- 22 cm, berkatub, warna hijau
keputih-putihan. Bijinya kecil berwarna hitam. Akarnya serabut berwarna kuning
(Hutapea, 2000).

3
Lidah buaya mengandung beberapa senyawa bioaktif, diantaranya adalah:
gliko-protein (Yagi et al.,1997), senyawa-senyawa fenolik seperti aloe-emodin
(AE), aloin, barbaloin, suatu hydroxy-antrakinon (Susana et al., 2004), derivat-
sakarida (acetylated mannose atau acemannan) yang berfungsi sebagai antiviral,
prostaglandin dan asam-asam lemak (misalnya asam -linoleat) yang bersifat
sebagai antiinflamasi, antialergi, anti pembentukan gumpalan platelet dan
penyembuh luka serta enzim, asam amino, vitamin dan mineral. Senyawa bioaktif
seperti fenolik dan emodin biasanya bersifat sebagai antioksidan dan labil
sehingga mudah terurai atau kehilangan aktifitasnya.
Makanan yang masuk ke dalam tubuh akhirnya menuju usus besar (kolon).
Di dalam kolon inilah terjadi penyerapan cairan dan pembentukan massa feses.
Bila massa feses berada terlalu lama dalam kolon, jumlah cairan yang diserap juga
banyak, akibatnya konsistensi feses menjadi keras dan kering sehingga dapat
menyulitkan pada saat pengeluaran feses (konstipasi). Laksansia merupakan suatu
pencahar yang berkhasiat untuk mempermudah buang air besar (defekasi) dan
meredakan sembelit (konstipasi) dan bekerja dengan cara menstimulasi gerakan
peristaltik dinding usus. Lidah buaya mengandung turunan glikosida antrakuinon
yang berefek sebagai laksansia. Efek laksan ini diakibatkan oleh adanya pelepasan
elektrolit dan air ke dalam lumen dari usus yang menghambat reabsorbsi dalam
kolon sehingga adanya pertambahan volume dalam usus akan memacu terjadinya
peristaltik (Sudarsono, dkk., 1996).
Untuk mempermudah penggunanaan obat herbal tentunya harus dibuat
sistem penghantaran obat yang cocok dengan khasiat obat herbal tersebut. Dalam
hal ini peneliti membuat sediaan enema dimana sediaan enema ini berupa larutan
setengah padat (gel) yang dimasukkan kedalam rectum dan colon sigmoid dengan
menggunakan aplikator khusus untuk merangsang pengeluaran feses dan
memberikan efek sistemik ataupun local.
Keuntungan sediaan enema dibandingkan dengan laksatif oral yaitu
merangsang gerakan usus besar lebih cepat dibanding laksansia oral karena enema
diberikan langsung melalui rektum, dapat digunakan dengan waktu retensi yang
lama sehingga lebih efektif dalam melembutkan feses.Selain itu pemberian enema
juga sebagai jalan alternatif pemberian obat oral jika tidak memungkinkan seperti

4
pasien geriatri yang telah mengalami penurunan fungsi organ, pasien yang tidak
bisa menelan, serta pasien pediatri.
Untuk meningkatkan efektivitas penggunanaan ekstrak lidah buaya, maka
akan dilakukan formulasi menggunakan Hidroksipropil metil sellulosa (HPMC).
Suatu basis atau pembawa yang diperlukan di dalam pembuatan sediaan gelakan
mempengaruhi waktu kontak dan kecepatan pelepasan zat aktif untuk
dapatmemberikan efek. Idealnya, suatu basis gel harus dapat diaplikasikan dengan
mudah, tidak mengiritasi kulit dan nyaman saat digunakan, serta dapat
melepaskan zat aktif yang terkandung di dalamnya (Wyatt et al., 2001). Pemilihan
basis HPMC dikarenakan penampakan gel yang jernih dan kompatibel dengan
bahan lain serta dapat mengembang terbatas dalam air sehingga merupakan bahan
pembentuk hidrogel yang baik (Suardi et al., 2008).
Penggunaan obat pencahar sintetis yang kurangtepat dan penggunaan jangka
panjang dapat menyebabkan efek samping yang merugikan. Oleh karena itu
penelitian ini bertujuan untuk membuat obat herbal dari tanaman hias lidah buaya
sebagai laksatif alami dalam bentuk sediaan enema sebagai alternatif laksansia
oral dengan perbandingan basis gel HPMC.Selain itu, pembuatan sediaan enema
ekstrak lidah buaya ini dapat meningkatkan perekonomian masyarakat desa
terutama yang bermata pencaharian sebagai petani lidah buaya, juga untuk
mempopulerkan penggunaan ekstrak bahan alam sebagai sediaan obat modern
dalam mendukung trendback to nature.

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana pengaruh HPMC terhadap organoleptisserta ekstrudabilitas
sediaan enema yang dihasilkan?
2. Formulasi manakah yang menghasilkan sediaan enema dengan kualitas
terbaik?
3. Bagaimana homogenitas, pH, dan kestabilan sediaan enema yang
dihasilkan?

1.3. Tujuan Penelitian

5
1. Mengetahui pengaruh HPMC terhadap organoleptisserta ekstrudabilitas
sediaan enema yang dihasilkan.
2. Mengetahui formulasi yang menghasilkan sediaan enema dengan
kualitas terbaik.
3. Mengetahui homogenitas, pH, dan kestabilan sediaan enema yang
dihasilkan.

1.4. Manfaat Penelitian


Dari penelitian ini akan diperoleh informasi mengenai formulasi optimal
dari sediaan enema ektrak daun lidah buaya sehingga didapatkan kualitas dari
sediaan enema yang dapat memperbaiki tingkat akseptabilitas konsumen dan
menurukan resiko efek samping penggunaan sehingga nantinya diperoleh suatu
sediaan yang berkualitas dan memiliki manfaat bagi masyarakat.Selain itu,
pembuatan sediaan enema ekstrak lidah buaya ini dapat meningkatkan
perekonomian masyarakat desa terutama yang bermata pencaharian sebagai petani
lidah buaya, juga untuk mempopulerkan penggunaan ekstrak bahan alam sebagai
sediaan obat modern dalam mendukung trendback to nature.

6
BAB II
METODE PENELITIAN

2.1. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Farmasidan
Laboratorium Fitokimia Program Studi Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Sriwijaya. Penelitian berlangsung selama
3minggu, dari tanggal11 April 2017 hingga 2 Mei 2017.

2.2. Alat dan Bahan


2.2.1 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain daun lidah
buaya (Aloe vera (L.), etanol 70%, Hidroksipropil metil sellulosa, asam benzoat,
natrium benzoat, propilen glikol, dan aquadest.

2.2.2 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mortir dan stampfer,
timbangan analitik, kertas pH, penangas air, erlenmeyer, gelas beker, batang
pengaduk kaca, sudip, gelas ukur, toples besar, kertas whatmann, gelas objek,
kulkas, oven, kertas perkamen, kertas millimeter blok, pot salep,dan kemasan atau
aplikator enema.

2.3. Prosedur Pembuatan


2.3.1 Pembuatan ekstrak etanol 70% lidah buaya dengan metode maserasi
Maserasi dilakukan dengan memasukkan 4000 gram daun lidah buaya
(Aloevera L.) segar yang telah diblender dalam bejana, ditambahkan 1000 ml
etanol 70%dibiarkan selama 5 hari sambil diaduk secara berkala. Ekstrak disaring
dengan kertas saring whatmann dan diuapkan menggunakan waterbath pada suhu
60C sampai kandungan etanol hilang.

7
2.3.2 Pemeriksaan ekstrak kental lidah buaya (Aloe vera (L.)
Pemeriksaan ekstrak kental lidah buaya (Aloe vera (L.)dilakukan dengan
pemeriksaan organoleptis dengan caramendeskripsikan bentuk, warna, dan bau
ekstrak yang diperoleh.

2.3.3 Pembuatan Enema Ekstrak Daun Lidah Buaya (Aloe vera (L.)
Pembuatan enema ekstrak etanol daun lidah buaya (Aloe vera L.) dengan
basis Hidroksipropil metil sellulosa (Tabel 1).

Tabel 1. Formula sediaan enema ekstrak lidah buaya (Aloe vera L.)
Bahan Formula I Formula II Formula III
Ekstrak lidah buaya 40mg 40 mg 40 mg
HPMC 3g 4g 5g
Asam Benzoat 0,1 g 0,1 g 0,1 g
Natrium Benzoat 4,9 g 4,9 g 4,9 g
Propilen Glikol 40 mL 40 mL 40 mL
Aquadest Ad. 100 mL Ad. 100 mL Ad. 100 mL

Asam benzoat dan natrium benzoat dilarutkan dalam air secukupnya.


HPMC yang telah dikembangkan dalam 1:20 air hangat digerus homogen dan
ditambahkan ekstrak lidah buaya sebagai zat aktif. Campuran asam benzoat dan
natrium benzoat yang telah larut ditambahkan, kemudian diaduk kembali hingga
homogen.Agen pengental propilen glikol dimasukkan, kemudian aduk kembali
dan ditambahkan sisa air sambil diaduk sampai homogen. Sediaan dikemas dalam
aplikator enema dengan cara memasukkan sediaan menggunakan spuit injeksi
sebanyak 5 mL.

2.3.4 Pengujian Sifat Fisik Sediaan Enema


a. Pengujian organoleptis
Sediaan dikeluarkan diatas plat kaca kemudian diamati bentuk, warna, dan
baunya.

b. Pengujian homogenitas
Sediaan dioleskan pada objek glass dan diamati adakah partikel kasar atau
tidak.

8
c. Pengujian pH
Sediaan secukupnya dilarutkan dalam 2 mL aquadest dicelupkan kertas
indikator pH dilihat nilai pH.

d. Pengujian ekstrudabilitas
Disiapkan kertas grafik, beban 1,6 kg dan beban 1,7 kg. Letakkan sediaan
enema yang telah dikemas diatas kertas grafik dan buka tutupnya. Beri beban
masing-masing 1,6 kg, 1,7 kg, dan 1,7+1,6 kg diamati kemudahan sediaan keluar
dari wadahnya dengan melihat diameter sediaan yang keluar diatas kertas grafik.

e. Pengujian stabilitas dengan heating cooling


Sediaan dimasukkan kedalam freezer kulkas dengan suhu 0C selama 24
jam kemudian dikeluarkan lalu dimasukkan kedalam oven dengan suhu 40C
selama 24 jam. Diulangi siklus tersebut selama 3 siklus dan diamati stabilitas
sediaan apakah terdapat perubahan.

9
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian diawali dengan pembuatan ekstrak pandan wangi konsentrasi


100% di Laboratorium Fitokimia. Penyarian dilakukan dengan metode maserasi,
dengan etanol 70% sebagai bahan penyari. Tujuan penyarian adalah untuk
mengeluarkan zat aktif yang terkandung didalam daun lidah buaya. Cairan penyari
akan menembus dinding seldan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat
aktif sehingga zat aktif ikut larut dalam cairan penyari. Pada penyarian dengan
maserasi perlu dilakukanpengadukan untuk meratakan konsentrasi yang diluar
butir serbuk simplisia, sehingga tetap terjaga derajat perbedaan konsentrasi yang
sekecil-kecilnya antara larutan didalam sel dengan larutan diluar sel. Pada
penelitian ini, etanol digunakan sebagai cairn penyari karena zat aktif yang akan
diambil di dalam daun lidah buaya berupa glikosida antrakuinon yang bersifat
larut dalam alkohol encer.
Hasil maserasi diuapkan pelarutnya dengan menggunakan waterbath,
bertujuanagar larutan penyari tidak mempengaruhi aktivitas laksatif ekstrak yang
diperoleh, juga agar pelarut etanol 70% yang digunakan tidak mengiritasi kolon
pada saat sediaan diaplikasikan. Dilakukan remaserasi sebanyak 1 kali dengan
menggunakan pelarut yang sama. Hasil maserasi dan remaserasi satu kali ekstrak
lidah buaya denganmenggunakan 4 kg lidah buaya segar menghasilkan ekstrak
kental lidahbuaya sebanyak 40 gram dan didapatkan rendemen sebanyak 1%
ekstrak kentaldaun lidah buaya. Hasil ekstrak kental yang diperoleh berwarna
coklat tua segar, pahit dan berbau khas aromatik, liat dalam keadaan dingin dan
sulit untuk dituang.
Ekstrak kental lidah buaya yang diperoleh kemudian digunakan dalam
formulasi sediaan enema sebagai zat aktif yang mempunyai aktifitas laksatif
(pencahar). Pada penelitian ini, dibuat 3 formulasi yang didasarkan pada
perbedaan konsentrasi basis gelling agent HPMC tang digunakan. Variasi
konsentrasi HPMC ini dilakukan untuk mendapatkan formulasediaan enema yang
terbaik, serta untuk mengetahui seberapa berpengaruh konsentrasi HPMC yang
digunakan terhadap viskositas dan ekstrudabilitas sediaan enema yang dihasilkan.

10
Berikut ini adalah hasil pengujian sifat fisik sediaan enema dari ketiga
formula yang dibuat:

Uji Organoleptis
Uji organoleptis adalah cara yang digunakan untuk menilai mutu suatu
produk dengan menggunakan kepekaan alat indera manusia dengan tujuan untuk
mengukur tingkatkesukaan atau hedonik terhadap sediaan enema. Pada uji
organoleptis ini dinilai aroma, warna, bentuk gel, dan teksturketiga sediaan enema
yang dihasilkan. Tabel hasil ujiorganoleptis sediaan enema ekstrak etanol lidah
buaya dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Hasil uji organoleptis ketiga sediaan enema ekstrak lidah buaya
Karakteristik Formula I Formula II Formula III
Aroma Tidak beraroma Tidak beraroma Tidak beraroma
Bening Bening Bening
Warna
kekuningan kekuningan kekuningan
Kental, cenderung
Bentuk Gel Kental Kurang kental
padat
Tekstur Lembut Lembut Lembut

Dari data yang diperoleh seperti di atas, dapat dilihat bahwa ketiga sediaan
enema dengan variasi basis HPMC tersebut memiliki parameter organoleptis yang
hampir sama, yang membedakan adalah bentul gel enema yang dihasilkan. Dari
parameter tersebut dapat dilihat bahwa perbedaan konsentrasi HPMC
mempengaruhi bentuk kekentalan gel enema yang dihasilkan, semakin besar
konsentrasi HPMC yang digunakan, maka bentuk gel enema akan semakin kental.

Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah komponen-komponen
sediaan tercampur dengan baik dan tidak mengandung butiran-butiran atau
partikel-partikel kasar yang belum terlarut. Uji ini dilakukan dengan mengoleskan
sediaan enema pada gelas objek. Ketiga formula sediaan enema memiliki sifat
homogenitas yang baik, ditunjukkan dengan tidak adanya partikel kasar pada
sediaan, yang artinya ketiga sediaan enema yang dihasilkan telah homogen.

11
Uji pH
Pengujian terhadap pH perlu dilakukan untuk mengetahui keamanan
penggunaan enema pada rektum, apakah sediaan tersebut mengiritasi rectum atau
tidak. pH sediaan enema harus sesuai dengan pH rektum agar tidak terjadi iritasi,
yakni sekitar 6-8. pH ketiga sediaan enema yang dihasilkan yakni 6, dengan
demikian, pH sediaan enema tersebut telah sesuai dengan pH rectum dan
diharapkan tidak menyebabkan terjadinya iritasi ketika diaplikasikan.

Uji Ekstrudabilitas
Uji ini dilakukan untuk mengetahui seberapa mudah sediaan enema yang
dihasilkan untuk dikeluarkan dari kemasannya. Uji ini dilakukan dengan
memberikan beban pada kemasan enema sehingga sediaannya keluar, sediaan
yang keluar kemudian diukur diameternya menggunakan kertas grafik.Semakin
besar diameter sediaan yang keluar menunjukkan bahwa sediaan tersebut semakin
mudah untuk dikeluarkan. Dari tabel di bawah ini dapat dilihat bahwa konsentrasi
HPMC berpengaruh terhadap ekstrudabilitas sediaan, semakin tinggi konsentrasi
HPMC yang digunakan, maka semakin kental sediaan dan semakin sulit untuk
dikeluarkan dari kemasannya, begitupun sebaliknya.

Tabel 3. Hasil uji ekstrudabilitas ketiga sediaan enema ekstrak lidah buaya
Diameter Sediaan yang Keluar (cm)
Bobot
Formula I Formula II Formula III
1,6 kg 0,6 1 1,3
1,7 kg 1 1,3 1,6
1,6 + 1,7 kg 1,9 2,7 2,9

Uji Heating Cooling


Uji ini dilakukan untuk mengetahui kestabilan sediaan saat ditempatkan
pada suhu yang berbeda ekstrim. Suhu yang digunakan yakni suhu freezer kulkas
(0C) dan suhu oven 40C, masing-masing selama 24 jam, siklus ini diulangi
sebanyak 3 kali. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa ketiga sediaan enema
tidak mengalami perubahan setelah melewati 3 siklus tersebut, hal ini berarti
bahwa sediaan enema yang dihasilkan telah stabil pada perubahan suhu ekstrim.

12
BAB IV

KESIMPULAN

Kesimpulan dari penelitian ini antara lain:

1. Variasi konsentrasi HPMC berpengaruh terhadap organoleptis serta


ekstrudabilitas sediaan enema yang dihasilkan, dimana semakin besar
konsentrasi HPMC maka bentuk sediaan akan semakin kental dan
ekstrudabilitas sediaan semakin kecil (sediaan semakin sulit dikeluarkan dari
pengemasnya).
2. Formulasi yang menghasilkan sediaan enema dengan kualitas terbaik adalah
formula 2, dengan konsentrasi HPMC 4 gram, dimana sediaan tidak terlalu
kental dan tidak terlalu cair, serta memiliki ekstrudabilitas yang baik.
3. Ketiga sediaan enema yang dihasilkan memiliki homogenitas yang baik,
memiliki pH 6 yang telah memenuhi rentang yang diinginkan,serta memiliki
kestabilan kestabilan yang baik pada perbedaan suhu ekstrim.

13
DAFTAR PUSTAKA

Fatmawati, D., Puspitasari, P.K., & Yusuf, I. 2011, Efek Sitotoksik Ekstrak Etanol
Sarang Semut (Myrmecodia pendens) Pada Sel Line Kanker Serviks HeLa
Uji Eksperimental Secara In Vitro, Jurnal Sains Medika, 3(2):113.
Hutapea, J. R. 2000, Inventaris Tanaman Obat Indonesia, Edisi I, Bhakti Husada,
Jakarta, Indonesia.
March. 2006, Aloe the Health and Healing, 4th Edition. APB, Paris, Prancis.
Suardi, M., Armenia, & Maryawati, A. 2008, Formulasi dan Uji Klinik Gel Anti
Jerawat Benzoil-Peroksida HPMC, Thesis, M. Farm., Universitas, Andalas,
Padang, Indonesia.
Sudarsono, Pudjoanto, A., Gunawan, G., Wahyuono, S., Donatus, I. A., Drajad,
M., dkk. 1996, Tumbuhan Obat, Pusat Penelitian Obat Tradisional,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia.
Susana I.W., Rakhmani, S., Sitompul, J., Rosida, T., Purwadaria, & Sinurat, A.P.
2004. Profil Kandungan Total Fenol dan Emodin Gel Lidah Buaya yang
Diawetkan, JITV, 9(4): 227.
Tjahajani, A. W. 2011, Aloe vera Leaf Anti Inflamations Activity Speeds Up The
Healing Proccess of Oral Mucosa Ulceration, Journal of Dentistry,
18(1):17-20.
Wijayakusuma, H.M. 1992, Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia, Jilid I,
Pustaka Kartini, Jakarta, Indonesia.
Wyatt, E.L., Sutter, S.H., & Drake, L.A. 2001, Dermatological Pharmacology;
Incite: Hardman, J.G., Limbird, I.E., & Gilman. A. G. (eds.), Goodman &
Gilmans The Pharmacological Basis of Therapeutic, 10th Edition, McGraw
Hill, New York, America.
Yagi, A., et al. 1997, Isolation and Characterization of the Glycoprotein Fraction
with Aproliferationpromoting Activity on Human and Hamster Cells in vitro
from Aloe vera Gel, Planta Medica, 63: 18-21.

14
LAMPIRAN GAMBAR

15

Anda mungkin juga menyukai