Anda di halaman 1dari 34

5

BENTUK URAIAN
PENDEKATAN METODOLOGI DAN
PROGRAM KERJA
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Kuasa karena atas
perkenan-Nya, kami dapat menyelesaikan Proposal ini. Kami juga berterimakasih
kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam proses penyusunan
Proposal Teknis ini. Semoga dengan disusunnya proposal teknis ini diharapkan
pekerjaan nantinya dapat diselesaikan secara baik, tepat waktu dan biaya yang
sesuai seperti yang direncanakan (on time and on budget).

Yogyakarta, 2017

Tim Konsultan ALMAS

BENTUK URAIAN PENDEKATAN METODOLOGI DAN PROGRAM KERJA ii


DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................................................................ 6

1.1. LATAR BELAKANG ............................................................................................................................................... 6


1.2. MAKSUD DAN TUJUAN ...................................................................................................................................... 7
1.3. LINGKUP PEKERJAAN DAN LINGKUP TUGAS.................................................................................................... 8
1.4. JANGKA WAKTU PELAKSANAAN ........................................................................................................................ 8
1.5. HASIL YANG DIHARAPKAN................................................................................................................................. 9

BAB 2 KAJIAN TEORI ......................................................................................................................... 10

BAB 3 METODOLOGI ......................................................................................................................... 28

BAB 4 RENCANA DAN JADWAL KERJA............................................................................................. 1

4.1. TAHAP PERSIAPAN ............................................................................................................................................. 1


4.2. TAHAP PENGAMBILAN DATA ............................................................................................................................ 1
4.3. TAHAP ANALISIS DATA DAN INFORMASI ........................................................................................................ 1
4.4. TAHAP PELAPORAN............................................................................................................................................ 1

BAB 5 JADWAL PELAKSANAAN RENCANA KERJA.......................................................................... 2

BAB 6 KOMPOSISI TIM DAN PENUGASAN PERSONIL.......... ERROR! BOOKMARK NOT DEFINED.

6.1. STRUKTUR ORGANISASI ........................................................................ ERROR! BOOKMARK NOT DEFINED.


6.2. KUALIFIKASI TENAGA AHLI DAN PENDUKUNG ................................... ERROR! BOOKMARK NOT DEFINED.

BAB 7 JADWAL PENUGASAN PERSONIL ................................ ERROR! BOOKMARK NOT DEFINED.

7.1. JADWAL PENUGASAN TENAGA AHLI................................................... ERROR! BOOKMARK NOT DEFINED.

BENTUK URAIAN PENDEKATAN METODOLOGI DAN PROGRAM KERJA iii


DAFTAR GAMBAR

Gambar 6.1 Struktur Organisasi Personil .................... Error! Bookmark not defined.

BENTUK URAIAN PENDEKATAN METODOLOGI DAN PROGRAM KERJA iv


DAFTAR TABEL

Tabel 5.1 Bar Chart Jadwal Pelaksanaan Kerja....................................................................... 2

BENTUK URAIAN PENDEKATAN METODOLOGI DAN PROGRAM KERJA v


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Setiap kota di Indonesia hampir dihadapkan pada banyak permasalahan transportasi, salah
satunya adalah kemacetan dan tundaan akibat ada persimpangan jalan. Kondisi semacam
itu berlangsung pada saat saat-saat jam sibuk (peak hour), baik itu pada jam keberangkatan
menuju tempat kerja dan sekolah (06.30-07.30 WIB), jam pulang sekolah (12.30 13.30 WIB)
maupun jam pulang kerja (16.00 - 17.00 WIB). Fenomena kemacetan lalu lintas di
persimpangan terutama pada saat-saat peak hour pasti akan dijumpai di kota-kota,

termasuk Kabupaten Magelang.

Manajemen transportasi untuk mengatasinya permasalahan tersebut diatas sudah banyak


dilakukan, akan tetapi hamper semua dari langkah bersifat parsial. Sebagai contoh untuk
mengatasi tundaan disebuah persimpangan maka dilakukan survei arus lalu lintas di sekitar
lokasi tersebut, yang hasilnya dipakai untuk menata ulang siklus lampu sinyal pesimpangan
supaya didapatkan level kinerja persimpangan yang lebih baik dengan indikator penurunan
panjang antrian dan tundaan pada persimpangan bersinyal tersebut. Dengan penataan
ulang pada satu persimpangan saja tentu saja akan merubah pola arus yang keluar dari
setiap kaki persimpangan, yang implikasinya tetap akan mempengaruhi ritme arus lalu
lintas pada ruas jalan lain. Pada titik tertentu, arus ini justru akan menyebabkan tundaan
pada persimpangan lain yang masih memiliki hubungan dengan persimpangan yang baru
saja ditata ulang siklus lampunya. Sederhananya, usaha tersebut berhasil melancarkan arus
di satu titik persimpangan, akan tetapi arus yang keluar dari titik tersebut justru membuat

kemacetan di titik persimpangan yang lain.

Penataan ritme lalu lintas akan lebih baik apabila pemerintah kota menerapkan teknologi
Area Traffic Control System (ATCS) pada semua persimpangan lalu lintas yang ada di kota
tersebut. ATCS adalah sebuah sistem pengaturan lalu lintas bersinyal terkoordinasi yang
diatur mencakup satu wilayah secara terpusat. Dengan ATCS maka dapat dilakukan upaya
manajemen rekayasa lalu lintas yang mengkoordinasikan semua titik-titik persimpangan
bersinyal melalui pusat kontrol ATCS, sehingga diperoleh suatu kondisi pergerakan lalu
lintas secara efisien. Teknologi ATCS sendiri telah banyak diterapkan di berbagai kota-kota

besar di negara-negara maju.


6
Penentuan waktu siklus lampu persimpangan dapat diubah berkali-kali dalam satu hari
sesuai kebutuhan lalu lintas paling efisien yang mencakup keseluruhan wilayah tersebut.
Kabupaten Magelang merupakan kota yang dilintasi kendaraan dari Salatiga ke Solo, dan
sebaliknya. Pada linasan jaringan jalan tersebut terdapat ruas jalan yang mempunyai
simpang secara berurutan yaitu Jalan Osamaliki, Jalan Veteran, Jalan Wahid Hasyim, Jalan
Diponegoro, dan Jalan Jend. Sudirman. Kondisi persimpangan di jalan-jalan tersebut belum
terintegrasi secara optimal sehingga perlu dikembangkan sistem pengendalian Lalu Lintas
secara terkoordinasi pada persimpangan-persimpngan yang dilengkapi dengan APILL pada
kawasan/koridor perkotaan (ATCS), yang dikendalikan secara terpusat dalam satu ruang
pusat pengendali (CC room). Dengan penerapan ATCS, penataan siklus lampu lalu lintas
dilakukan berdasar input data lalu lintas yang diperoleh secara real time melalui kamera
CCTV pemantau lalu lintas pada titik-titik persimpangan. Mengacu dari uraian latar
belakang di atas dan untuk mengaktualisasikan tugas pokok dan fungsi Dinas Perhubungan
Kabupaten Magelang serta sebagai dasar pelaksanaan pembangunan ATCS, pada tahun
2017 dilakukan penyusunan Desain Detail engineering (DED) ATCS (Area Traffic Control

System).

1.2. Maksud dan Tujuan


Maksud pelaksanaan Penyusunan DED ATCS (Area Traffic Control System) di Kabupaten
Magelang adalah menyediakan dokumen perencanaan sebagai dasar bagi Pemerintah
Kabupaten Magelang dalam mengembangkan skema ATCS (Area Traffic Control System)
sebagai bagian dari ITS (Intelligent Transport System) di Kabupaten Magelang.
Tujuan dilaksanakannya Penyusunan DED ATCS (Area Traffic Control System) di Kabupaten
Magelang adalah menyediakan dokumen perencanaan pembangunan ATCS di Kabupaten
Magelang.

7
1.3. Sasaran
Sasaran yang akan dicapai dalam penyusunan DED ATCS (Area Traffic Control System) di
Kabupaten Magelang adalah :
a. Tersusunnya struktur sistem ATCS (vehicle detector, traffic signal controller,
comunication network, controll center dan aplication software);
b. Tersusunnya sistem pengelolaan ATCS (SDM dan pendanaan, struktur organisasi/
kelembagaan, operasional dan pemeliharaan).
1.4. Lokasi Pekerjaan
Wilayah studi meliputi wilayah administrasi Kabupaten Magelang
1.5. Referensi Hukum
a. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah
Kota Kecil dalam Lingkungan Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat;
b. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional;
c. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
d. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah;
e. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan;
f. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
g. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
h. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1992 tentang Perubahan Batas Wilayah
Kotamadya Daerah Tingkat II Salatiga dan Kabupaten Daerah Tingkat II Salatiga;
i. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2011 tentang Manajemen dan
Rekayasa, Analisis Dampak serta Analisis Kebutuhan Lalu Lintas;
j. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2011 tentang Forum Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan;
k. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan;
l. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2013 tentang Jaringan Lalu Lintas
Angkutan Jalan;
m. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2012 tentang
Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang
Pengadaan Barang/Jasa
b) Pemerintah;
8
a. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 tentang Pedoman,
Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah serta
Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Pelaksanaan
Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja
Daerah;
b. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM. 96 Tahun 2015 tentang Pedoman
Pelaksanaan Kegiatan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas;
c. Peraturan Daerah Kabupaten Magelang Nomor 15 Tahun 2013 tentang

Penyelenggaraan Lalu Lintas Angkutan Jalan.

1.6. Ruang Lingkup Pekerjaan


Ruang lingkup pekerjaan Penyusunan DED ATCS, yaitu :

1. Menyusun DED ATCS meliputi:

a) Desain APILL ATCS secara menyeluruh;


b) Desain perangkat monitoring;
c) Desain jaringan komunikasi data dari setiap titik traffic light ATCS ke CC Room;

d) Desain pemasangan perangkat pusat kendali .

2. Rencana Anggaran Biaya (RAB) dan arahan pembiayaan berdasarkan prioritas dan
sumber pendanaan; dan

3. Konsep sistem pengelolaan ATCS.

1.7. Jangka waktu pelaksanaan


Jangka waktu pelaksanaan Pekerjaan adalah 90 (Sembilan Puluh Hari Kalender) Hari
Kalender sejak SPMK.

1.8. Hasil yang diharapkan


Indikator keluaran kegiatan ini adalah tersusunnya DED ATCS sebagai pedoman
pengembangan Intelligent Transport System (ITS) di Kabupaten Magelang. Keluaran
kegiatan adalah dokumen/laporan hasil penelitian, meliputi laporan pendahuluan, draft
laporan antara, laporan akhir, ringkasan eksekutif, Rencana Anggaran Biaya (RAB) dan Bill of

Quantity (BQ), Gambar Perencanaan A3 (CAD) dan Dokumen Pelelangan.

9
BAB 2
KAJIAN TEORI

1. Permasalahan Tranportasi

Ruang lingkup permasalahan transportasi telah bertambah luas dan permasalahannya itu
sendiri bertambah parah, baik di negara maju (industri) maupun di negara sedang
berkembang. Terbatasnya bahan bakar secara temporer bukanlah permasalahan yang
parah; akan tetapi, peningkatan arus lalulintas serta kebutuhan akan transportasi telah
menghasilkan kemacetan, tundaan, kecelakaan,dan permasalahan lingkungan yang sudah

berada di atas ambang batas.

Permasalahan ini tidak hanya terbatas pada jalan raya saja. Pertumbuhan ekonomi
menyebabkan mobilitas seseorang meningkat sehingga kebutuhan pergerakannya pun
meningkat melebihi kapasitas sistem prasarana transportasi yang ada.Kurangnya investasi
pada suatu sistem jaringan dalam waktu yang cukup lamadapat mengakibatkan sistem
prasarana transportasi tersebut menjadi sangat rentanterhadap kemacetan yang terjadi
apabila volume arus lalulintas meningkat lebih darirata-rata.

Permasalahan tersebut semakin bertambah parah melihat kenyataan bahwameskipun


sistem prasarana transportasi sudah sangat terbatas, akan tetapi banyak dari sistem
prasarana tersebut yang berfungsi secara tidak efisien (beroperasi di bawah kapasitas),
misalnya: adanya warung tegal yang menempati jalur pejalan kaki yang menyebabkan
pejalan kaki terpaksa harus menggunakan badan jalan yang tentunya akan mengurangi
kapasitas jalan tersebut. Contoh lainnya: parkir di badan jalan sudah barang tentu akan
mengurangi kapasitas jalan dan akan menyebabkan penurunan kecepatan bagi kendaraan
yang melaluinya. Hal yang perlu diperhatikan di sini adalah berapa besar keuntungan yang
dapat diterima dari retribusi parkir dibandingkan dengan besarnya biaya yang harus
dikeluarkan oleh setiap kendaraan yang melalui ruas jalan tersebut akibat menurunnya
kecepatan.

10
2. Kebutuhan Akan Transportasi

Kebutuhan akan pelayanan transportasi bersifat sangat kualitatif dan mempunyai ciri yang
berbeda-beda sebagai fungsi dari waktu, tujuan perjalanan, frekuensi, jenis kargo yang
diangkut, dan lain-lain. Pelayanan transportasi yang tidak sesuai dengan kebutuhan akan
pergerakan menyebabkan sistem transportasi tersebut tidak berguna. (mubazir).

Ciri ini membuat analisis dan peramalan kebutuhan akan pergerakan menjadi semakin sulit.
Kebutuhan akan pergerakan bersifat sebagai kebutuhan turunan. Hal ini dapat dijelaskan
sebagai berikut. Seperti kita ketahui, pergerakan terjadi karena adanya proses pemenuhan
kebutuhan. Pemenuhan kebutuhan merupakan kegiatan yang biasanya harus dilakukan
setiap hari, misalnya pemenuhan kebutuhan akan pekerjaan, pendidikan, kesehatan, dan
olahraga. Kita sebenarnya tidak perlu bergerak kalau semua kebutuhan tersebut tersedia di
tempat kita berada (tempat tinggal).

Akan tetapi, dalam ilmu perencanaan wilayah dan perkotaan, setiap tata guna lahan
mempunyai beberapa ciri dan persyaratan teknis yang harus dipenuhi dalam perencanaan
dan perancangannya.

Daerah permukiman, industri, pertokoan, perkantoran, fasilitas hiburan, dan fasilitas sosial,
semuanya mempunyai beberapa persyaratan teknis dan non-teknis yang harus dipenuhi
dalam menentukan lokasinya. Setiap lahan atau tata guna lahan mempunyai ciri teknis
tersendiri yang dapat menentukan jenis kegiatan yang cocok di lokasi tersebut. Beberapa
ciri teknis yang sering dipakai adalah kondisi topografi (datar, bukit, pegunungan),

kesuburan tanah, dan geologi.

Dengan demikian, fasilitas sosial, fasilitas hiburan, pusat perbelanjaan, dan perkantoran
yang merupakan tempat pemenuhan kebutuhan harian harus disebar secara merata dalam
suatu daerah perkotaan sehingga jarak dari perumahan ke berbagai lokasi tersebut menjadi
lebih pendek. Semakin jauh kita bergerak, semakin tinggi peluang kita memberikan

kontribusi terhadap kemacetan di kota tersebut.

Kebutuhan akan pergerakan itu sendiri mempunyai ciri yang berbeda-beda, seperti
perbedaan tujuan perjalanan, moda transportasi yang digunakan, dan waktu terjadinya

pergerakan. Sistem prasarana transportasinya sendiri terbentuk dari:

11
sistem prasarana (penunjang), misalnya sistem jaringan jalan raya atau jalan rel
termasuk terminal;
sistem manajemen transportasi, misalnya undang-undang, peraturan, dan
kebijakan;

beberapa jenis moda transportasi dengan berbagai macam operatornya.

3. Penerapan ATCS

Sistem Pengaturan Lampu Lalulintas Terkoordinasi (Area Traffic Control System/ATCS) yang
telah dioperasikan pada beberapa kota di Indonesia (Jakarta, Bandung, dan Surabaya) telah
memungkinkan kita mendapatkan informasi arus lalulintas secara otomatis dan waktu-
nyata. DGLT (1996) menyebutkan bahwa ATCS sudah beroperasi di Kotamadya Bandung
sejak tahun 1997. Fasilitas teknologi transfer informasi internet memungkinkan kita
mendapatkan informasi tersebut langsung dari lapangan secara waktu-nyata dengan biaya
yang sangat murah.

Pada dasarnya sasaran penerapan ATCS adalah untuk mencapai kinerja lalulintas yang
optimal dengan meminimumkan tundaan di persimpangan dengan menciptakan
pergerakan lalulintas yang relatif kontinu dengan menggunakan konsep gelombang hijau
pada setiap persimpangan yang dikoordinasikan. Agar tercapai kondisi di atas maka pada
setiap lengan persimpangan yang berada di bawah kordinasi ATCS dilengkapi dengan alat
detektor lingkaran yang akan merekam data arus kendaraan yang melewati detektor
tersebut. Data arus lalulintas tersebut digunakan sebagai data masukan bagi pengaturan
sinyal lampu lalulintas secara interaktif.

4. ATCS

Informasi arus lalulintas secara waktu-nyata dapat diakses langsung dari pusat kontrol
proyek ATCS melalui fasilitas internet. Sebelum informasi tersebut digunakan dalam proses
12
penaksiran MAT, beberapa proses harus dilakukan agarinformasi arus lalulintas tersebut
dapat digunakan, misalnya penetapan format, pembuatan pangkalan data sistem zona dan
sistem jaringan dari daerah kajian, dan lain-lain.

Setelah proses tersebut dilalui, barulah informasi arus lalulintas dapat digunakan untuk
menghasilkan MAT. Keluaran MAT waktu-nyata harus diolah sesuai dengan kebutuhan
sehingga dapat bermanfaat bagi pengguna. Hasil pengolahan MAT tersebut beserta
beberapa aplikasinya akan disajikan dalam situs-web yang akan dirancang khusus dalam

penelitian ini sesuai dengan kebutuhan (baik dalam bentuk numerik maupun grafis).

Usulan pengembangan ini mempertimbangkan fenomena dinamis untuk mendapatkan


MAT dengan data arus lalulintas (waktu-nyata) sehingga dimungkinkan didapatkannya
informasi MAT secara waktu-nyata juga. Penelitian ini merupakan kelanjutan dari kajian
doktoral yang telah dilakukan pengusul (yang pada saat itu masih menggunakan data arus
lalulintas statis).

Pusat data dan pusat


kontrol ATCS Kotamadya
Bandung

Transfer informasi
melalui internet

Proses pengolahan
data

Pengumpulan data arus lalulintas


secara otomatis dan waktu-nyata

Proses pengolahan
keluaran (numerik/grafis)

Proses penaksiran MAT


secara dinamis dari
Transfer data arus lalulintas

melalui
internet

13
Pengguna (Instansi terkait, DLLAJ, DTK, DPU,
Polantas, Konsultan, Bappeda, dll.)

Untuk mencapai tujuan utama pengembangan model dinamis, pengembangan


diharapkan dapat dibagi menjadi beberapa tahap yang dijelaskan berikut ini.

a. Pengembangan proses pengumpulan data arus lalulintas waktu-nyata,


termasuk proses pengolahannya, sehingga siap untuk dipakai dalam proses
penaksiran MAT dinamis. Proses tersebut meliputi penetapan format data,
penyusunan pangkalan data, dan pengkodean sistem zona dan jaringan Kota ,
dan hal-hal lainnya.
b. Data arus lalulintas yang didapat dari ATCS adalah data arus di lengan
persimpangan, sedangkan data yang dibutuhkan untuk proses penaksiran
MAT adalah data pada ruas jalan. Jadi, harus dilakukan beberapa analisis
statistik untuk seluruh arus lalulintas, baik di ruas jalan maupun di
persimpangan yang ada di Kota. Hal ini ditujukan untuk mendapatkan Faktor
Konversi yang nantinya akan digunakan untuk mengkonversikan nilai arus

persimpangan menjadi nilai arus ruas jalan.

Pengembangan proses pengolahan keluaran (tampilan) MAT beserta beberapa


aplikasinya agar bersifat informatif (baik dalam bentuk numerik maupun grafis)
sehingga dapat langsung dipakai oleh para pengguna sesuai dengan kebutuhannya.
Keluaran MAT waktu-nyata tersebut akan disajikan dalam situs-web yang akan
dirancang khusus dalam penelitian ini sehingga dapat langsung diakses dan
digunakan oleh para pengguna

Area Traffic Control System

Area Traffic Control System (ATCS) adalah suatu sistem pengendalian simpang lalu lintas
jalan raya dengan menggunakan lampu lalu lintas (traffic light) dimana pengaturan lampu

14
lalu lintas pada masing-masing simpang saling terkoordinasi, sehingga pengguna jalan

mendapatkan tundaan yang minimum.

Dengan penerapan ATCS atau lampu lalu lintas terkoordinasi maka akan terjadi efisiensi
pergerakan dan akan meningkatkan kapasitas simpang untuk melayani lalu lintas, waktu
perjalanan yang lebih pendek, penurunan tingkat resiko kecelakaan bagi pengendara dan
kesempatan juga keselamatan yang lebih tinggi bagi pejalan kaki/penyeberang jalan serta
kenyamanan pengguna jalan yang lebih baik. ATCS sangat baik diterapkan pada
persimpangan yang mempunyai banyak titik konflik pergerakan lalulintas dan volume lalu

lintas yang cukup tinggi. (Wishnukoro, 2008)

Adapun manfaat yang diperoleh dengan pengembangan ATCS ini adalah sebagai berikut :

1. Meningkatkan keselamatan lalu lintas

2. Mengurangi tingkat pemakaian bahan bakar karena berkurangnya waktu perjalanan.

3. Secara tidak langsung mengurangi polusi udara dan kebisingan.

4. Meningkatkan kualitas kehidupan perkotaan

5. Memberikan kelancaran pelayanan bagi kendaraan darurat seperti pemadam kebakaran,


ambulan, dan lain- lain. (Mahyudi Noor, 2007)

Area Traffic Control System atau yang dikenal dengan ATCS adalah suatu sistem
pengendalian lalu lintas secara terkoordinasi di suatu kawasan, wilayah, area, daerah.
Menurut Pedoman Highway Capacity Manual America 2000, ATCS dapat dibedakan
menjadi 3, yaitu:

1. ATCS yang tidak responsif Menggunakan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas (APILL) yang
dioperasikan secara fixed setting berdasarkan data survey tanpa ada sinkronisasi terhadap

laju trafik aktual pada simpang.

2. ATCS yang semi responsif

Menggunakan detector kendaraan pada APILL dan melakukan sinkronisasi berdarkan trafik
aktual pada simpang yang bersangkutan saja, tetapi tidak ada pengelolaan lalu lintas secara
menyeluruh dan terkoordinasi di seluruh wilayah (region).

15
5. ATCS yang fully responsif

Memiliki pusat pengendalian APILL berhubungan dengan komputer dan dilengkapi dengan
alat pencatat pergerakkan arus lalu lintas berupa detektor sehngga program pengaturan
nyala lampu besarnya dapat berubah-ubah.

Fungsi dari Area traffic control ini adalah :

1. Dapat mengatur waktu sinyal di persimpangan sehingga penggunaan jalan


mendapatkan tundaan minimum.
2. Memberikan prioritas lampu hijau di persimpangan.
3. Dalam keadaan tertentu, memberikan lampu hijau pada kendaraan yang memiliki
prioritas seperti ambulan pemadam kebakaran dan lainnya.
4. Menyampaikan informasi kondisi lalu lintas dan alternatif lintasan.
5. Menyediakan rekaman data lalu lintas, kejadian kecelakaan, dan kejadian yang
lainnya di persimpangan.

6. Simpang Bersinyal

16
Simpang bersinyal adalah simpang yang dikendalikan oleh sinyal . Sinyal adalah semua
peralatan pengatur yang menggunakan tenaga listrik, rambu dan marka jalan untuk
mengarahkan atau memperingatkan pengemudikendaraan bermotor, pengendara sepeda,
atau pejalan kaki. (Wishnukoro, 2008)

Penggunaan sinyal dengan lampu tiga warna pada traffic light (merah, kuning, hijau)
dilakukan untuk dapat memisahkan lintasan dari gerakan-gerakan lalu lintas yang saling
bertentangan dalam dimensi waktu yang terjadi bersamaan. Konflik-konflik gerakan lalu
lintas di persimpangan bersinyal dapat dibagi menjadi dua, yaitu konflik-konflik utama dan
konflik-konflik kedua, yang dapat dilihat pada Gambar 2. berikut

A. Jumlah volume lalulintas


17
Volume lalulintas meruapakan angka yang menunjukkan jumlah kendaraan yang
melewati suatu titik tertentu pada suatu jalan dalam satu satuan waktu (detik, menit,
jam, hari). Dalam perhitungan volume lalulintas sering didapatkan:
LH : lalulintas harian
LHR : lalulintas harian raat-rata
ADT : average daily traffic
AADT : annual average daily traffic

1) Volume jam sibuk


Volume ini terjadi pada saat jam sibuk lalulintas (peak hour), yaitu umumnya pada
pagi hari maupun sore hari, kebalikannnya adalah off peak hour.
2) Volume jam perencanaan (VJP)
VJP adalah volume lalulintas dalam satu jam yang digunakan sebagai dasar untuk
perencanaan jalan.
VJR = VLHR X K/F
Dimana K : faktor volume lalulintas jam sibuk
F : faktor variasi tingkat lalulintas per seperempat jam dalam satu jam
Untuk menentukan VJP perlu dilakukan:
a) pencacahan kendaraan tiap jam yang lewat pada suatu jalan,
b) volume lalulintas tiap jam dinyatakan dalam % LHR
c) apabila pencacahan dilakukan selama satu tahun akan didapat data sebanyak
365 x 24 = 8760 jam
d) data diurutkan dari yang terbesar ke yang terkecil, selanjutnya urutan data
tersebut mulai dari data yang terbesar disebut dengan jam ke 1, jam ke 2 dan
seterusnya
e) gambar hubungan antara jam ke n dan volume lalulintas dalam % LHR, yang
selanjutnya akan didapat garis lengkung.
AASHTO menyatakan garis lengkung bentuknya tetap dari tahun ke tahun, VJP
diambil pada tumit (knee) garis lengkung yang terjadi pada volume jam ke 30
dengan volume lalulintas = 15 % LHR x VJP = 0,15 LHR
B. Manajemen lalulintas
Merupakan usaha untuk mengelola dan mengendalikan arus lalulintas dengan
melakukan optimasi penggunaan prasarana yang ada. Ada beberapa strategi yang
dapat digunakan dalam manajemen lalulintas:
1) Pemberlakuan Aturan Lalulintas
Beberapa bentuk pengaturan lalu lintas meliputi pelarangan, perintah dan
pembatasan. Bentuk pelarangan adalah pengaturan kendaraan untuk tidak
melakukan ketentuan yang dilarang, seperti pelarangan parkir, pelarangan belok
kiri jalan terus, pelarangan belok kanan dan sebagainya. Pengaturan dengan

18
perintah misalnya perintah untuk berpindah lajur, perintah berhenti pada simpang
prioritas, dan sebagainya. Peraturan yang berisi pembatasan contohnya
pembatasan waktu akses, pembatasan jenis kendaraan (misal jalur khusus sepeda),
dan sebagainya.
2) Manajemen Kapasitas
Prinsip manajemen kapasitas adalah meningkatkan kapasitas ruas dan simpang
semaksimal mungkin dengan cara:
a) Perbaikan persimpangan baik dari segi kontrol maupun geometri sehingga
pertemuan tersebut dapat melewatkan arus lalulintas sebanyak-banyaknya.
b) Manajemen ruas jalan dengan melakukan pemisahan tipe kendaraan
(termasuk pejalan kaki), kontrol terhadap on-street parking (tempat, waktu)
dan bongkar muat, serta penyeberangan pelalan kaki.
c) Area traffic control, batasan tempat membelok, sistem jalan satu arah dan
koordinasi lampu lalulintas yang bertujuan agar kapasitas jaringan jalan dapat
meningkat.
d) Perbaikan akses ke pusat-pusat kegiatan agar tidak terjadi antrian di jalan oleh
kegiatan keluar/masuk
3) Manajemen Prioritas
Prioritas diberikan kepada kendaraan penumpang umum yang mempunyai jumlah
penumpang banyak dan kepada pejalan kaki serta lalulintas lain yang dianggap
penting untuk diberi kemudahan.
4) Manajemen Demand (Permintaan)
a) Merubah rute kendaraan pada jaringan dengan tujuan memindahkan
kendaraan dari daerah macet ke daerah tidak macet, ini merupakan
manajemen permintaan dalam lingkup kecil.
b) Merubah moda perjalanan dari angkutan pribadi ke angkutan umum.
c) Kontrol terhadap penggunaan tata guna lahan (untuk mengurangi kebutuhan
akan perjalanan).

3.2.2. Karakteristik Jalan


Kajian ini memiliki lokasi pada kawasan perkotaan, sehingga dasar melakukan analisis dan
perencanaan adalah menggunakan dasar jalan perkotaan.
A. Geometri ruas jalan perkotaan
Dalam teknik jalan raya, jalan dapat diklasifikasikan dalam beberapa kriteria
pengklasifikasian. Klasifikasi ini akan berpengaruh terhadap standar perancangan
geometri jalan yang ada. Klasifikasi tersebut diantara yaitu :
1) Klasifikasi menurut fungsi jalan
Jalan menurut fungsinya dibagi atas 3 (tiga) :
a) Jalan arteri, jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri
perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk
dibatasi secara berdaya guna.

19
b) Jalan kolektor, jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
pengumpul/pembagi dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-
rata sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi.
c) Jalan lokal, melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan jarak
dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
d) Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah.
2) Klasifikasi menurut kelas jalan
Klasifikasi ini berdasarkan atas kemampuan jalan unutk menerima beban lalulintas
yang dinyatakan dalam muatan sumbu terberat (MST) dalam satuan ton. Klasifikasi
dapat dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 1 Klasifikasi Berdasarkan Kelas Jalan (UU 22 tahun 2009 tentang LLAJ)
Lebar Panjang Tinggi
Fungsi Kelas MST (ton)
(mm) (mm) (mm)
Arteri, Kolektor I 10 2.500 18.000 4.200
Arteri, Kolektor, Lokal dan Lingkungan II 8 2.500 12.000 4.200
Arteri, Kolektor, Lokal dan Lingkungan III 8 2.100 9.000 3.500
Arteri Khusus >10 >2.500 >18.000 4.200

3) Klasifikasi menurut perencanaan

Pengelompokan ini dengan mengingat karakteristik lalulintas dan volumenya, dan


dikelompokkan menurut tipe (I dan II) dan kelas (1,2,3 dan 4)

a) Tipe I kelas 1 : jalan dengan standar tertinggi dalam melayani lalulintas cepat
antar regional atau antar kota dengan pengaturan jalan masuk secara penuh

b) Tipe I kelas 2 : jalan dengan standar tertinggi dalam melayani lalulintas cepat
antar regional atau didalam kota-kota metropolitan dengan sebagian atau
tanpa pengaturan jalan masuk

c) Tipe II kelas 1 : standar tertinggi bagi jalan-jalan dengan 4 lajur atau lebih,
memberikan pelayanann angkutan cepat bagi angkutan antar kota atau dalam
kota dengan kontrol

d) Tipe II kelas 2 : standar tertinggi bagi jalan-jalan dengan 2 atau 4 lajur dalam
melayani angkutan cepat antar kotadan dalam kota, terutama untuk
persimpangan tanpa lampu lalulintas

e) Tipe II kelas 3 : standar menengah bagi jalan dengan 2 lajur untuk melayani
angkutan dalam distrik dengan kecepatan sedang, untuk persimpangan tanpa
lalulintas

20
f) Tipe II kelas 4 : standar terendah bagi jalan satu arah yang melayani hubungan
dengan jalan-jalan lingkungan.

Berikut ini disajikan tipe-tipe jalan secara lebih rinci sesuai dengan fungsi dan kelas
jalannya.

Tabel 2 Klasifikasi Jalan Tipe I


Fungsi Kelas Kecepatan Rencana (km/jam)
Primer, arteri 1 100, 80
Primer, kolektor 2 80,60
Sekunder, arteri 2
Tabel 3 Klasifikasi Jalan Tipe II
Fungsi Kelas Volume (smp) Kecepatan Rencana (km/jam)
Primer, arteri 1 - 60
Primer, 1 >10.000 60, 50
kolektor 2 <10.000
Sekunder, 1 >20.000 60, 50
arteri 2 <20.000
Sekunder, 2 >6.000 40, 30
kolektor 3 <8.000
Sekunder, 3 >500 30,20
lokal 4 <500

4) Klasifikasi menurut wewenang pembinaan jalan

Undang-Undang No 38 Tahun 2004 tentang jalan, menyebutkan 5 (lima)


pembagian jalan berdasarkan wewenang pembinaan, yaitu:

a) Jalan Nasional, merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem
jaringan jalan primer yang menghubungkan antar ibukota provinsi dan jalan
strategis nasional serta jalan tol.

b) Jalan Provinsi, merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer
yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota, atau
antar ibukota kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi.

c) Jalan kabupaten merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer
yang tidak termasuk sebagai jalan nasional dan jalan provinsi yang
menghubungkan ibukota kabupaten dan ibukota kecamatan, antar ibukota
kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antar pusat
kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam
wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten.

21
d) Jalan kota adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang
menghubungkan pusat pelayanan dalam kota, menghubngkan pusat
pelayanan dengan persil, menghubungkan antar persil, serta menghubungkan
antar pusat pemukiman yang berada dalam kota.

e) Jalan desa merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau


permukiman didalam desa, serta jalan lingkungan.

B. Ruas jalan

1) Jalur jalan

Jalur merupakan bagian jalan yang dipergunakan untuk lalulintas kendaraan yang
secara fisik berupa perkerasan jalan. Ditentukan oleh jumlah dan lebar lajur
peruntukannnya.

Tipe jalan menentukan jumlah jalur dan arah pada segmen jalan:

a) 2-lajur 1-arah (2/1)

b) 2-lajur 2-arah tak-terbagi (2/2 UD)

c) 4-lajur 2-arah tak-terbagi (4/2 UD)

d) 4-lajur 2-arah terbagi (4/2 D)

e) 6-lajur 2-arah terbagi (6/2D)

Jumlah lajur ditentukan dari marka lajur atau lebar efektif untuk segmen jalan,
seperti yang tertera dalam tabel berikut.

Tabel 4 Jumlah Lajur


Lebar jalur efektif (m) Jumlah lajur
5 10,5 2
10,5 - 16 4
Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997

2) Lajur Jalan

Lajur merupakan bagian jalan yang dibatasi marka lajur jalan, memiliki lebar yang
cukup untuk dilewati suatu kendaraan bermotor sesuai kendaraan rencana. Lebar
lajur ditentukan dengan kecepatan dan kendaraan rencana, yang dalam hal ini
dinyatakan dengan fungsi dan kelas jalan. Sedangkan jumlah lajur ditetapkan
dengan mengacu kepada Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) berdasarkan

22
tingkat kinerja yang direncanakan, dimana untuk ruas jalan dinyatakan oleh nilai
rasio antara volume terhadap kapasitas yang nilainya tidak lebih dari 0,80.

Tabel 5 Lebar Jalur Lalulintas Efektif


Tipe Jalan Lebar jalur lalu-lintas efektif (m)
Empat lajur terbagi atau jalan Per lajur
satu arah 3,00
3,25
3,50
3,75
4,00
Empat lajur tak terbgi Per lajur
3,00
3,25
3,50
3,75
4,00
Dua lajur tak terbagi Total
5
6
7
8
9
10
22
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997

3) Bahu/kerb

Merupakan bagian dari jalan yang terletak di tepi jalur lalulintas dan harus
diperkeras. Fungsinya sebagai lajur darurat, tempat berhenti sementara, ruang
bebas samping bagi lalulintas dan penyangga samping untuk kestabilan
perkerasan jalur lalulintas. Kemiringan bahu jalan normal antara 3 5 %.

4) Hambatan Samping

Penilaian mengenai hambatan yang ada sepanjang ruas jalan dapat disesuaikan
dengan tabel kelas hambatan dibawah ini.

Tabel 6 Kelas Hambatan Samping untuk Jalan Perkotaan


Kelas Hambatan Kode Jumlah berbobot kejadian Kondisi Khusus
Samping per 200 m per jam (dua sisi)
Sangat Rendah VL < 100 Daerah pemukiman :jalan dengan jalan samping
Rendah L 100 299 Daerah pemukiman; beberapa kendaraan umum
Sedang M 300 499 Daerah industri ; beberapa toko disisi jalan
Tinggi H 500 899 Daerah komersil; aktivitas sisi jalan tinggi
Sangat tinggi VH > 900 Daerah komersil dengan aktivitas pasar di samping jalan
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997

a. Kapasitas ruas jalan

23
Dengan berpedoman dari Manual Kapasitas Jalan Indonesia untuk mengetahui tingkat
kemacetan lalulintas perlu diketahui kapasitas jalan dan VCR jalan, dengan formula
sebagai berikut:

C = Co x FCw x FCsp x FCsf x FCcs

dimana:

C : Kapasitas sesungguhnya (smp/jam)

Co : Kapasitas Dasar (smp/jam)

FCw : Faktor penyesuaian lebar jalan

FCsp : Faktor Penyesuaian pemisah arah

FCsf : Faktor Penyesuaian hambatan samping

FCcs : Faktor penyesuaian ukuran kota

Kualitas suatu ruas jalan dapat dinilai melalui 2 (dua) hal, yaitu:

1) Perbandingan antara volume lalulintas yang lewat pada ruas jalan tersebut
dibandingkan dengan kapasitas jalan atau yang lebih dikenal dengan V/C Ratio.
Komponen yang harus dihitung terlebih dahulu berupa volume lalulintas yang
terdiri atas 3 jenis, yaitu kendaraan ringan, kendaraan berat dan sepeda motor.

2) Kecepatan perjalanan pada ruas jalan tersebut (travel speed)

Kecepatan perjalanan (travel speed) dihitung dengan metode floating vehicle,


dimana kendaraan dikemudikan secara mengambang atau mengikuti arus,
artinya kecepatannya diusahakan sama dengan kecepatan arus lalulintas rata-rata.
Data yang dicatat adalah jarak perjalanan, waktu keberangkatan dan waktu sampai
di tujuan dan durasi waktu kendaraan berhenti. Hasil analisis adalah lama
perjalanan yang diukur dari selisih waktu kedatangan dan waktu keberangkatan
(journey time), lama perjalanan dengan kecepatan bebas (hitungan), delay (selisih
antara journey time dan lama perjalanan dengan kecepatan bebas), waktu
berhenti, waktu berjalan, kecepatan rata-rata perjalanan dan kecepatan rata-rata
berjalan.

Hasil analisis kecepatan perjalanan adalah:

24
a) Lama perjalanan = waktu (terukur) yang dipakai untuk menempuh dari titik
awal ke titik akhir, termasuk waktu berhenti (journey time) = t1

b) Lama perjalanan dengan kecepatan bebas = waktu yang dipakai untuk


menempuh dari titik awal ke titik akhir dengan kecepatan bebas = t2

c) Delay = t1 t2

d) Waktu berhenti = waktu (terukur) yang dipakai kendaraan untuk berhenti = tb

e) Waktu berjalan = waktu (terukur) yang dipakai oleh kendaraan untuk berjalan
(running time) = tj = t1 tb

f) Kecepatan perjalanan = (Jarak Tempuh / t1)

g) Kecepatan berjalan = (Jarak Tempuh / tj)

b. Kinerja simpang tidak bersinyal

Prinsip umum perhitungan mengikuti kaidah-kaidah dalam MKJI tahun 1997. Hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam perhitungan simpang tanpa sinyal adalah:

1) Kapasitas

Kapasitas total untuk seluruh lengan simpang adalah hasil perkalian kapasitas
dasar dengan (Co) untuk kondisi tertentu (ideal) dan faktor-faktor koreksi (F),
dengan memperhitungkan pengaruh kondisi sesungguhnya terhadap kapasitas.
Bentuk mode kapasitas menjadi:

C = Co x FW x FM x FCS x FRSU x FLT x FRT x FMI

Variabel-variabel masukan untuk perkiraan kapasitas C (smp/jam) dengan


menggunakan model tersebut adalah sebagai berikut.

Tabel 7 Ringkasan Variabel Masukan Model Kapasitas


Tipe Variabel Uraian Variabel dan Nama Masukan Faktor Model
Geometri Tipe simpang IT
Lebar pendekat simpang rata-rata WI FW
Tipe median jalan utama M FM
Lingkungan Kelas ukuran kota CS FCS
Lingkungan jalan, tingkat hambatan samping dan kelas FRSU
kendaraan tak bermotor
Lalu Lintas Rasio belok kiri PLT FLT
Rasio belok kanan PRT FRT
Rasio pemisahan arus QMIN FMI
Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997
25
2) Derajat kejenuhan

Derajat kejenuhan untuk seluruh simpang dihitung sebagai berikut :

DS = QPCU / C

Dimana:

QPCU arus total sesungguhnya (pcu/h) dihitung sebagai berikut:

QPCU = QVEH x FPCU

dengan FPCU untuk LV = 1,0; HV = 1,3 dan MC = 0,5

C : kapasitas (pcu/h)

3) Tundaan (D)

Tundaan rata-rata (sec/pcu) dihitung dari hubungan empiris antara tundaan D


dengan derajat kejenuhan DS.

Gambar 1 Tundaan D (sec/pcu) terhadap Derajat Kejenuhan (DS)


Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997

Tundaan rata-rata untuk jalan utama (DMA) ditentukan dengan bantuan Gambar 4
sebagai fungsi dari DS.

26
Gambar 2 Penetapan Tundaan Rata-rata Jalan Utama (sec/pcu)
Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997
Tundaan rata-rata untuk jalan simpang (DMI) ditentukan berdasarkan tundaan rata-rata
seluruh simpang dan tundaan rata-rata jalan utama.

DMI = (QTOT x DTOT - QMA x DMA)/QMA (sec/pcu)

4) Peluang antrian

Batas nilai peluang antrian QP% (%) ditentukan dari hubungn empiris antara peluang
antrian QP% dengan derajat kejenuhan DS. Perhitungan menggunakan gambar berikut.

Gambar 3 Batas Nilai QP% (%) terhadap Derajat Kejenuhan DS


Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1996

27
BAB 3
METODOLOGI

Metodologi analisis yang dikembangkan adalah dengan mendasarkan diri pada maksud
dan tujuan Perencanaan ATCS Kabupaten Magelang. Konsep dasar pemikiran dalam
mengembangkan metodologi analisis tersebut adalah sebagai berikut :
Bahwa langkah awal yang perlu dilakukan dalam Perencanaan ATCS di Kota Batam ini
adalah persiapan rencana kerja, terutama dalam memperoleh data, baik yang dilakukan
dengan cara survey lapangan (primer) maupun review studi terkait atau data kepustakaan
(sekunder) ;
Data primer dilakukan dalam rangka mengidentifikasi kondisi fisik dan fasilitas yang dimiliki
oleh ruas jalan dan persimpangan pada koridor rencana ATCS saat ini, kondisi lalu lintas
gerakan membelok dipersimpangan, serta kondisi hambatan dan permasalahan lalu lintas
yang terjadi pada koridor rencana ATCS. Sedangkan data sekunder berisi tentang kebijakan
pengembangan wilayah, sistem transportasi dan manajemen lalu lintas yang akan
dikembangkan di masa yang akan datang ;
Pengembangan analisis dilakukan dengan melaksanakan analisis kondisi eksisting serta
anlisis data berkaitan dengan evaluasi kinerja lalu lintas pada koridor rencana
Pembangunan ATCS., terutama berkaitan dengan waktu Level Of Service (LOS), siklus
optimum dan hambatan lalu lintas ;
Berdasarkan pada analisis perencanaan yang telah dilakukan tersebut, maka pembangunan
ATCS sesuai dengan skenario optimasi, moderat dan maksimum dapat dilaksanakan ;
Hasil perencanaan pembangunan ATCS tersebut, selanjutnya dilakukan penetapan
rekomendasi teknis berkaitan dengan pilihan system pengendalian, tahapan implementasi
dan kebutuhan biaya ;
Penetapan rekomendasi teknis tersebut, untuk selanjutnya disusun dalam bentuk
Perencanaan detail design yang merupakan Dokumen Rencana Pembangunan ATCS di Kota
Batam.
1) Studi Literatur
Studi pendahuluan bertujuan untuk mencari sub tujuan yang akan digunakan dengan
melihat kenyataan yang ada di lapangan.
Pengumpulan Data

28
Data data yang diperlukan dalam penelitia ini berasal dari beberapa survei diantaranya
dat sekunder yaitu data dari instansi Seperti dat penduduk kota Pangkal Pinang, Kemudian
data prime yang meliputi data volume lalu lintas, tundaan dan panjang antrian, waktu
tempuh dan kecepatan rata - rata, dan geometri simpang.
2) Metode Survey
i. Survei Volume Lalu Linta Survei volume Lalu Lintas dilakukan dengan cara
mencatat satu - persatu setiap kendaraan yang lewat dengan periode waktu
catatnya bisa dibagi permenit, maupu perjam dalam sehari,
ii. Survei Tundaan dan Panjang Antrian Untuk survei tundaan ini diperlukan surveyor
minimal dua orang (tergantung volume lalu lintas). Orang pertama bertugas
menghitung jumlah kendaraan yang antri atau menunggu pada saat lampu merah
tiap 20 detik sedangkan orang kedua bertugas menghitung jumlah kendaraan
yang keluar simpang pada saat lampu hijau yang diklasifikasi menjadi dua jenis,
yaitu kendaraan yang berhenti dan kendaraan yang tidak berhenti.
iii. Survei arus jenuh Survei ini dilakukan dengan cara mencatat kendaraan yang
berhenti terakhir pada setiap kelompok mobil yang datang pada saat lampu APILL
nenunjukkan warna merah.
iv. Survei Geometri Simpang Survei gemetrik simpang bisa dilakukan dengan cara
mengukur langsung kondisi simpang seperti lebar masuk, lebar keluar, jalur ada
atau tidaknya median dan lebarnya jarak antar simpang. Survei ini dilakukan pada
saat dini hari pada saat kendaraan sepi.
v. Survei Waktu Siklus Survei ini dilakukan dengan cara mencatat waktu lampu nyala
merah, hijau, kuning dengan menggunakan stopwatch pada setiap lengan
simpang, dilakukan berulang selama 5 siklus
3) Metode Analisis Data
Analisis simpangan bersinyal ini menggunakan metode MKJI 1997. adalah buku manual
atau panduan yang digunakan untuk menghitung kapasitas dan perilaku lalulintas di
segmen-segmen jalan (mikro) di Indonesia, sehingga tidak dapat digunakan untuk
melihat atau menganalisis kinerja jaringan jalan secara makro. Penggunaan MKJI 1997
biasanya digunakan untuk melihat kinerja simpang bersinyal dan tidak bersinyal, kinerja
ruas jalan, jalinan, dan lain - lain
yang terisolasi jadi sifatnya tertutup pada sebuah segmen. Data yang telah tersedia
akan olah dengan cara sebagai berikut :
29
Menghitung kondisi arus lalu lintas

Perhitungan Penilaian Arus Jenuh (S)


Perhitungan ini dapat menggunakan Persamaan
dibawah ini :
S=SOxFSFxFGxFRTxFLT
......(4)
Pendekatan Terlindung arus jenuh dasar ditentukan
sebagai fungsi dari lebar efektif pendekatan (We)
dapat dihitung dengan berikut :
S=600 x
We.....(5)
Untuk perhitungan arus jenuh (S) maka diperlukan
beberapa tabel yang berisikan Faktor faktor koreksi
yang ada pada Tabel II.2. dibawah ini :
Tabel II.2.Faktor Ukuran Penyesuaian Kota Fcs.

Penduduk Kota Faktor Penyesuaian


(Juta Jiwa)
>3,0 Ukura Kota (FcS)
1,05
1,0 - 3,0 1,00
0,5 - 1,0 0,94
0,1 - 0,5 0,83
<0,1 0,82

PenentuanWaktu Sinyal Tetap (fix time)

Untuk menentukan waktu sinyal dibutuhka langkah langkah sebagai berikut:

a. Meghitung lebar efektif approach


b. Arus jenuh dasar
30
c. Pemilihan tipe approach
d. Faktor koreksi
e. Perbandingan arus dengan arus jenuh
f. Waktu siklus dan waktu hijau

1.1. Pelaporan
1. Laporan Pendahuluan

Sebagai tahap awal dalam pelaksanaan studi, maka laporan pendahuluan harus
mampu memberikan gambaran yang jelas kepada pemberi pekerjaan. Secara garis
besar laporan pendahuluan akan berisi hal-hal sebagai berikut :

o Pendahuluan

- Latar belakang

- Maksud dan tujuan

- Ruang lingkup

o Landasan teori

o Metode pelaksanaan pekerjaan

Laporan Pendahuluan ini diserahkan kepada pengguna jasa paling lambat pada akhir
bulan pertama atau hari ke 15 (lima belas hari) hari kalender sejak dikeluarkan Surat
Perintah Mulai Kerja (SPMK) setelah dilakukan pembahasan dengan PPK dan Tim
Teknis dengan Penyedia Jasa (Konsultan) dan telah diterima baik (dilakukan

perbaikan). Dalam bentuk buku sebanyak 5 (lima) eksemplar dengan ukuran A4.

2. Laporan Antara

Laporan antara berisi sebagian laporan pendahuluan ditambah dengan data hasil
survei yang disertai analisis awal.

Laporan Antara berisi antara lain :

o Pendahuluan yang berisi (Latar belakang, Maksud dan Tujuan, Ruang Lingkup)

o Landasan teori

o Gambaran Umum Wilayah

o Data dan Analisis Data

31
Laporan Antara ini diserahkan kepada pengguna jasa paling lambat pada hari ke 60
(enam puluh) hari kalender sejak dikeluarkan Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK)
setelah dilakukan pembahasan dengan PPK dan Tim Teknis dengan

Penyedia Jasa (Konsultan) dan telah diterima baik (dilakukan perbaikan). Dalam
bentuk buku sebanyak 5 (lima) eksemplar dengan ukuran A4.

3. Draft Laporan Akhir


Draft Studi Bentuk Kelembagaan dan Business Plan Penyelenggaraan Angkutan Umum
Kabupaten Magelang berisi antara lain tentang kompilasi data dan analisa data
meliputi kelembagaan penyelenggaran angkutan umum, kebutuhan sumberdaya
manusia (SDM) dan biaya penyelenggaraan angkutan umum di Kabupaten Magelang
meliputi biaya operasional armada bus, biaya operasional kegiatan pendukung dan
biaya operasional kantor. Draft laporan akhir yang berisi antara lain :
o Pendahuluan yang berisi (Latar belakang, Maksud dan Tujuan, Ruang Lingkup)
o Landasan teori
o Metode pelaksanaan pekerjaan
o Gambaran Umum Wilayah
o Data dan Analisis Data
o Kesimpulan dan Rekomendasi
Draft Laporan Akhir ini diserahkan kepada pengguna jasa sebanyak 10 (sepuluh) jilid
eksemplar, dalam kertas ukuran A4 selambat-lambatnya pada hari ke 75 (tujuh puluh
lima) hari kalender sejak dikeluarkan Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) setelah
dilakukan pembahasan dengan PPK dan Tim Teknis dengan Penyedia Jasa (Konsultan)
dan telah diterima baik (dilakukan perbaikan).

4. Laporan Akhir

Produk hasil studi yang akan disertakan diakhir kegiatan studi adalah:

o Buku Laporan Akhir (Final Report) sebanyak 10 (sepuluh) buku ukuran A-4

o Buku Ringkasan (Exsecutive Summary) sebanyak 10 (sepuluh) buku ukuran A-4

o Copy File yang memuat Laporan Pendahuluan, Laporan Antara, Laporan Akhir, dan
Buku Ringkasan dalam bentuk flashdisk.

32
BAB 4

RENCANA DAN JADWAL KERJA

Rencana kerja ini dibuat berdasarkan metodologi pelaksanaan pekerjaan selama 90


(Sembilan Puluh) hari kalender. Untuk dapat bekerja dengan koordinasi yang baik, konsultan
perencana membuat program kerja yang terdiri dari daftar pekerjaan yang tersusun sesuai
dengan waktu pengerj
aannya. Program kerja perencanaan ini terdiri dari 6 (Lima) tahap, yaitu tahap
persiapan, tahap pengambilan data, Tahap Analisis Data dan Informasi, dan Tahap Pelaporan
, yaitu tersebut diuraikan sebagai berikut:
4.1. Tahap Persiapan
1. Koordinasi Tenaga Ahli
2. Pengembangan Metode Penelitian
3. Penyiapan survey
4.2. Tahap Pengambilan Data
1. Pengambilan Data Sekunder
2. Pengambilan Data Primer
4.3. Tahap Analisis Data dan Informasi
4.4. Tahap Pelaporan
Dalam tahap ini rencana kerjanya meliputi:
1. Laporan Pendahuluan
2. Laporan Antara
3. Laporan Akhir
BAB 5

JADWAL PELAKSANAAN RENCANA KERJA


Tabel 5.1 Bar Chart Jadwal Pelaksanaan Kerja

Anda mungkin juga menyukai