BENTUK URAIAN
PENDEKATAN METODOLOGI DAN
PROGRAM KERJA
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Kuasa karena atas
perkenan-Nya, kami dapat menyelesaikan Proposal ini. Kami juga berterimakasih
kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam proses penyusunan
Proposal Teknis ini. Semoga dengan disusunnya proposal teknis ini diharapkan
pekerjaan nantinya dapat diselesaikan secara baik, tepat waktu dan biaya yang
sesuai seperti yang direncanakan (on time and on budget).
Yogyakarta, 2017
BAB 6 KOMPOSISI TIM DAN PENUGASAN PERSONIL.......... ERROR! BOOKMARK NOT DEFINED.
Gambar 6.1 Struktur Organisasi Personil .................... Error! Bookmark not defined.
Penataan ritme lalu lintas akan lebih baik apabila pemerintah kota menerapkan teknologi
Area Traffic Control System (ATCS) pada semua persimpangan lalu lintas yang ada di kota
tersebut. ATCS adalah sebuah sistem pengaturan lalu lintas bersinyal terkoordinasi yang
diatur mencakup satu wilayah secara terpusat. Dengan ATCS maka dapat dilakukan upaya
manajemen rekayasa lalu lintas yang mengkoordinasikan semua titik-titik persimpangan
bersinyal melalui pusat kontrol ATCS, sehingga diperoleh suatu kondisi pergerakan lalu
lintas secara efisien. Teknologi ATCS sendiri telah banyak diterapkan di berbagai kota-kota
System).
7
1.3. Sasaran
Sasaran yang akan dicapai dalam penyusunan DED ATCS (Area Traffic Control System) di
Kabupaten Magelang adalah :
a. Tersusunnya struktur sistem ATCS (vehicle detector, traffic signal controller,
comunication network, controll center dan aplication software);
b. Tersusunnya sistem pengelolaan ATCS (SDM dan pendanaan, struktur organisasi/
kelembagaan, operasional dan pemeliharaan).
1.4. Lokasi Pekerjaan
Wilayah studi meliputi wilayah administrasi Kabupaten Magelang
1.5. Referensi Hukum
a. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah
Kota Kecil dalam Lingkungan Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat;
b. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional;
c. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
d. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah;
e. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan;
f. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
g. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
h. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1992 tentang Perubahan Batas Wilayah
Kotamadya Daerah Tingkat II Salatiga dan Kabupaten Daerah Tingkat II Salatiga;
i. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2011 tentang Manajemen dan
Rekayasa, Analisis Dampak serta Analisis Kebutuhan Lalu Lintas;
j. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2011 tentang Forum Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan;
k. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan;
l. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2013 tentang Jaringan Lalu Lintas
Angkutan Jalan;
m. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2012 tentang
Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang
Pengadaan Barang/Jasa
b) Pemerintah;
8
a. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 tentang Pedoman,
Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah serta
Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Pelaksanaan
Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja
Daerah;
b. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM. 96 Tahun 2015 tentang Pedoman
Pelaksanaan Kegiatan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas;
c. Peraturan Daerah Kabupaten Magelang Nomor 15 Tahun 2013 tentang
2. Rencana Anggaran Biaya (RAB) dan arahan pembiayaan berdasarkan prioritas dan
sumber pendanaan; dan
9
BAB 2
KAJIAN TEORI
1. Permasalahan Tranportasi
Ruang lingkup permasalahan transportasi telah bertambah luas dan permasalahannya itu
sendiri bertambah parah, baik di negara maju (industri) maupun di negara sedang
berkembang. Terbatasnya bahan bakar secara temporer bukanlah permasalahan yang
parah; akan tetapi, peningkatan arus lalulintas serta kebutuhan akan transportasi telah
menghasilkan kemacetan, tundaan, kecelakaan,dan permasalahan lingkungan yang sudah
Permasalahan ini tidak hanya terbatas pada jalan raya saja. Pertumbuhan ekonomi
menyebabkan mobilitas seseorang meningkat sehingga kebutuhan pergerakannya pun
meningkat melebihi kapasitas sistem prasarana transportasi yang ada.Kurangnya investasi
pada suatu sistem jaringan dalam waktu yang cukup lamadapat mengakibatkan sistem
prasarana transportasi tersebut menjadi sangat rentanterhadap kemacetan yang terjadi
apabila volume arus lalulintas meningkat lebih darirata-rata.
10
2. Kebutuhan Akan Transportasi
Kebutuhan akan pelayanan transportasi bersifat sangat kualitatif dan mempunyai ciri yang
berbeda-beda sebagai fungsi dari waktu, tujuan perjalanan, frekuensi, jenis kargo yang
diangkut, dan lain-lain. Pelayanan transportasi yang tidak sesuai dengan kebutuhan akan
pergerakan menyebabkan sistem transportasi tersebut tidak berguna. (mubazir).
Ciri ini membuat analisis dan peramalan kebutuhan akan pergerakan menjadi semakin sulit.
Kebutuhan akan pergerakan bersifat sebagai kebutuhan turunan. Hal ini dapat dijelaskan
sebagai berikut. Seperti kita ketahui, pergerakan terjadi karena adanya proses pemenuhan
kebutuhan. Pemenuhan kebutuhan merupakan kegiatan yang biasanya harus dilakukan
setiap hari, misalnya pemenuhan kebutuhan akan pekerjaan, pendidikan, kesehatan, dan
olahraga. Kita sebenarnya tidak perlu bergerak kalau semua kebutuhan tersebut tersedia di
tempat kita berada (tempat tinggal).
Akan tetapi, dalam ilmu perencanaan wilayah dan perkotaan, setiap tata guna lahan
mempunyai beberapa ciri dan persyaratan teknis yang harus dipenuhi dalam perencanaan
dan perancangannya.
Daerah permukiman, industri, pertokoan, perkantoran, fasilitas hiburan, dan fasilitas sosial,
semuanya mempunyai beberapa persyaratan teknis dan non-teknis yang harus dipenuhi
dalam menentukan lokasinya. Setiap lahan atau tata guna lahan mempunyai ciri teknis
tersendiri yang dapat menentukan jenis kegiatan yang cocok di lokasi tersebut. Beberapa
ciri teknis yang sering dipakai adalah kondisi topografi (datar, bukit, pegunungan),
Dengan demikian, fasilitas sosial, fasilitas hiburan, pusat perbelanjaan, dan perkantoran
yang merupakan tempat pemenuhan kebutuhan harian harus disebar secara merata dalam
suatu daerah perkotaan sehingga jarak dari perumahan ke berbagai lokasi tersebut menjadi
lebih pendek. Semakin jauh kita bergerak, semakin tinggi peluang kita memberikan
Kebutuhan akan pergerakan itu sendiri mempunyai ciri yang berbeda-beda, seperti
perbedaan tujuan perjalanan, moda transportasi yang digunakan, dan waktu terjadinya
11
sistem prasarana (penunjang), misalnya sistem jaringan jalan raya atau jalan rel
termasuk terminal;
sistem manajemen transportasi, misalnya undang-undang, peraturan, dan
kebijakan;
3. Penerapan ATCS
Sistem Pengaturan Lampu Lalulintas Terkoordinasi (Area Traffic Control System/ATCS) yang
telah dioperasikan pada beberapa kota di Indonesia (Jakarta, Bandung, dan Surabaya) telah
memungkinkan kita mendapatkan informasi arus lalulintas secara otomatis dan waktu-
nyata. DGLT (1996) menyebutkan bahwa ATCS sudah beroperasi di Kotamadya Bandung
sejak tahun 1997. Fasilitas teknologi transfer informasi internet memungkinkan kita
mendapatkan informasi tersebut langsung dari lapangan secara waktu-nyata dengan biaya
yang sangat murah.
Pada dasarnya sasaran penerapan ATCS adalah untuk mencapai kinerja lalulintas yang
optimal dengan meminimumkan tundaan di persimpangan dengan menciptakan
pergerakan lalulintas yang relatif kontinu dengan menggunakan konsep gelombang hijau
pada setiap persimpangan yang dikoordinasikan. Agar tercapai kondisi di atas maka pada
setiap lengan persimpangan yang berada di bawah kordinasi ATCS dilengkapi dengan alat
detektor lingkaran yang akan merekam data arus kendaraan yang melewati detektor
tersebut. Data arus lalulintas tersebut digunakan sebagai data masukan bagi pengaturan
sinyal lampu lalulintas secara interaktif.
4. ATCS
Informasi arus lalulintas secara waktu-nyata dapat diakses langsung dari pusat kontrol
proyek ATCS melalui fasilitas internet. Sebelum informasi tersebut digunakan dalam proses
12
penaksiran MAT, beberapa proses harus dilakukan agarinformasi arus lalulintas tersebut
dapat digunakan, misalnya penetapan format, pembuatan pangkalan data sistem zona dan
sistem jaringan dari daerah kajian, dan lain-lain.
Setelah proses tersebut dilalui, barulah informasi arus lalulintas dapat digunakan untuk
menghasilkan MAT. Keluaran MAT waktu-nyata harus diolah sesuai dengan kebutuhan
sehingga dapat bermanfaat bagi pengguna. Hasil pengolahan MAT tersebut beserta
beberapa aplikasinya akan disajikan dalam situs-web yang akan dirancang khusus dalam
penelitian ini sesuai dengan kebutuhan (baik dalam bentuk numerik maupun grafis).
Transfer informasi
melalui internet
Proses pengolahan
data
Proses pengolahan
keluaran (numerik/grafis)
melalui
internet
13
Pengguna (Instansi terkait, DLLAJ, DTK, DPU,
Polantas, Konsultan, Bappeda, dll.)
Area Traffic Control System (ATCS) adalah suatu sistem pengendalian simpang lalu lintas
jalan raya dengan menggunakan lampu lalu lintas (traffic light) dimana pengaturan lampu
14
lalu lintas pada masing-masing simpang saling terkoordinasi, sehingga pengguna jalan
Dengan penerapan ATCS atau lampu lalu lintas terkoordinasi maka akan terjadi efisiensi
pergerakan dan akan meningkatkan kapasitas simpang untuk melayani lalu lintas, waktu
perjalanan yang lebih pendek, penurunan tingkat resiko kecelakaan bagi pengendara dan
kesempatan juga keselamatan yang lebih tinggi bagi pejalan kaki/penyeberang jalan serta
kenyamanan pengguna jalan yang lebih baik. ATCS sangat baik diterapkan pada
persimpangan yang mempunyai banyak titik konflik pergerakan lalulintas dan volume lalu
Adapun manfaat yang diperoleh dengan pengembangan ATCS ini adalah sebagai berikut :
Area Traffic Control System atau yang dikenal dengan ATCS adalah suatu sistem
pengendalian lalu lintas secara terkoordinasi di suatu kawasan, wilayah, area, daerah.
Menurut Pedoman Highway Capacity Manual America 2000, ATCS dapat dibedakan
menjadi 3, yaitu:
1. ATCS yang tidak responsif Menggunakan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas (APILL) yang
dioperasikan secara fixed setting berdasarkan data survey tanpa ada sinkronisasi terhadap
Menggunakan detector kendaraan pada APILL dan melakukan sinkronisasi berdarkan trafik
aktual pada simpang yang bersangkutan saja, tetapi tidak ada pengelolaan lalu lintas secara
menyeluruh dan terkoordinasi di seluruh wilayah (region).
15
5. ATCS yang fully responsif
Memiliki pusat pengendalian APILL berhubungan dengan komputer dan dilengkapi dengan
alat pencatat pergerakkan arus lalu lintas berupa detektor sehngga program pengaturan
nyala lampu besarnya dapat berubah-ubah.
6. Simpang Bersinyal
16
Simpang bersinyal adalah simpang yang dikendalikan oleh sinyal . Sinyal adalah semua
peralatan pengatur yang menggunakan tenaga listrik, rambu dan marka jalan untuk
mengarahkan atau memperingatkan pengemudikendaraan bermotor, pengendara sepeda,
atau pejalan kaki. (Wishnukoro, 2008)
Penggunaan sinyal dengan lampu tiga warna pada traffic light (merah, kuning, hijau)
dilakukan untuk dapat memisahkan lintasan dari gerakan-gerakan lalu lintas yang saling
bertentangan dalam dimensi waktu yang terjadi bersamaan. Konflik-konflik gerakan lalu
lintas di persimpangan bersinyal dapat dibagi menjadi dua, yaitu konflik-konflik utama dan
konflik-konflik kedua, yang dapat dilihat pada Gambar 2. berikut
18
perintah misalnya perintah untuk berpindah lajur, perintah berhenti pada simpang
prioritas, dan sebagainya. Peraturan yang berisi pembatasan contohnya
pembatasan waktu akses, pembatasan jenis kendaraan (misal jalur khusus sepeda),
dan sebagainya.
2) Manajemen Kapasitas
Prinsip manajemen kapasitas adalah meningkatkan kapasitas ruas dan simpang
semaksimal mungkin dengan cara:
a) Perbaikan persimpangan baik dari segi kontrol maupun geometri sehingga
pertemuan tersebut dapat melewatkan arus lalulintas sebanyak-banyaknya.
b) Manajemen ruas jalan dengan melakukan pemisahan tipe kendaraan
(termasuk pejalan kaki), kontrol terhadap on-street parking (tempat, waktu)
dan bongkar muat, serta penyeberangan pelalan kaki.
c) Area traffic control, batasan tempat membelok, sistem jalan satu arah dan
koordinasi lampu lalulintas yang bertujuan agar kapasitas jaringan jalan dapat
meningkat.
d) Perbaikan akses ke pusat-pusat kegiatan agar tidak terjadi antrian di jalan oleh
kegiatan keluar/masuk
3) Manajemen Prioritas
Prioritas diberikan kepada kendaraan penumpang umum yang mempunyai jumlah
penumpang banyak dan kepada pejalan kaki serta lalulintas lain yang dianggap
penting untuk diberi kemudahan.
4) Manajemen Demand (Permintaan)
a) Merubah rute kendaraan pada jaringan dengan tujuan memindahkan
kendaraan dari daerah macet ke daerah tidak macet, ini merupakan
manajemen permintaan dalam lingkup kecil.
b) Merubah moda perjalanan dari angkutan pribadi ke angkutan umum.
c) Kontrol terhadap penggunaan tata guna lahan (untuk mengurangi kebutuhan
akan perjalanan).
19
b) Jalan kolektor, jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
pengumpul/pembagi dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-
rata sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi.
c) Jalan lokal, melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan jarak
dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
d) Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah.
2) Klasifikasi menurut kelas jalan
Klasifikasi ini berdasarkan atas kemampuan jalan unutk menerima beban lalulintas
yang dinyatakan dalam muatan sumbu terberat (MST) dalam satuan ton. Klasifikasi
dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 1 Klasifikasi Berdasarkan Kelas Jalan (UU 22 tahun 2009 tentang LLAJ)
Lebar Panjang Tinggi
Fungsi Kelas MST (ton)
(mm) (mm) (mm)
Arteri, Kolektor I 10 2.500 18.000 4.200
Arteri, Kolektor, Lokal dan Lingkungan II 8 2.500 12.000 4.200
Arteri, Kolektor, Lokal dan Lingkungan III 8 2.100 9.000 3.500
Arteri Khusus >10 >2.500 >18.000 4.200
a) Tipe I kelas 1 : jalan dengan standar tertinggi dalam melayani lalulintas cepat
antar regional atau antar kota dengan pengaturan jalan masuk secara penuh
b) Tipe I kelas 2 : jalan dengan standar tertinggi dalam melayani lalulintas cepat
antar regional atau didalam kota-kota metropolitan dengan sebagian atau
tanpa pengaturan jalan masuk
c) Tipe II kelas 1 : standar tertinggi bagi jalan-jalan dengan 4 lajur atau lebih,
memberikan pelayanann angkutan cepat bagi angkutan antar kota atau dalam
kota dengan kontrol
d) Tipe II kelas 2 : standar tertinggi bagi jalan-jalan dengan 2 atau 4 lajur dalam
melayani angkutan cepat antar kotadan dalam kota, terutama untuk
persimpangan tanpa lampu lalulintas
e) Tipe II kelas 3 : standar menengah bagi jalan dengan 2 lajur untuk melayani
angkutan dalam distrik dengan kecepatan sedang, untuk persimpangan tanpa
lalulintas
20
f) Tipe II kelas 4 : standar terendah bagi jalan satu arah yang melayani hubungan
dengan jalan-jalan lingkungan.
Berikut ini disajikan tipe-tipe jalan secara lebih rinci sesuai dengan fungsi dan kelas
jalannya.
a) Jalan Nasional, merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem
jaringan jalan primer yang menghubungkan antar ibukota provinsi dan jalan
strategis nasional serta jalan tol.
b) Jalan Provinsi, merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer
yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota, atau
antar ibukota kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi.
c) Jalan kabupaten merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer
yang tidak termasuk sebagai jalan nasional dan jalan provinsi yang
menghubungkan ibukota kabupaten dan ibukota kecamatan, antar ibukota
kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antar pusat
kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam
wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten.
21
d) Jalan kota adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang
menghubungkan pusat pelayanan dalam kota, menghubngkan pusat
pelayanan dengan persil, menghubungkan antar persil, serta menghubungkan
antar pusat pemukiman yang berada dalam kota.
B. Ruas jalan
1) Jalur jalan
Jalur merupakan bagian jalan yang dipergunakan untuk lalulintas kendaraan yang
secara fisik berupa perkerasan jalan. Ditentukan oleh jumlah dan lebar lajur
peruntukannnya.
Tipe jalan menentukan jumlah jalur dan arah pada segmen jalan:
Jumlah lajur ditentukan dari marka lajur atau lebar efektif untuk segmen jalan,
seperti yang tertera dalam tabel berikut.
2) Lajur Jalan
Lajur merupakan bagian jalan yang dibatasi marka lajur jalan, memiliki lebar yang
cukup untuk dilewati suatu kendaraan bermotor sesuai kendaraan rencana. Lebar
lajur ditentukan dengan kecepatan dan kendaraan rencana, yang dalam hal ini
dinyatakan dengan fungsi dan kelas jalan. Sedangkan jumlah lajur ditetapkan
dengan mengacu kepada Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) berdasarkan
22
tingkat kinerja yang direncanakan, dimana untuk ruas jalan dinyatakan oleh nilai
rasio antara volume terhadap kapasitas yang nilainya tidak lebih dari 0,80.
3) Bahu/kerb
Merupakan bagian dari jalan yang terletak di tepi jalur lalulintas dan harus
diperkeras. Fungsinya sebagai lajur darurat, tempat berhenti sementara, ruang
bebas samping bagi lalulintas dan penyangga samping untuk kestabilan
perkerasan jalur lalulintas. Kemiringan bahu jalan normal antara 3 5 %.
4) Hambatan Samping
Penilaian mengenai hambatan yang ada sepanjang ruas jalan dapat disesuaikan
dengan tabel kelas hambatan dibawah ini.
23
Dengan berpedoman dari Manual Kapasitas Jalan Indonesia untuk mengetahui tingkat
kemacetan lalulintas perlu diketahui kapasitas jalan dan VCR jalan, dengan formula
sebagai berikut:
dimana:
Kualitas suatu ruas jalan dapat dinilai melalui 2 (dua) hal, yaitu:
1) Perbandingan antara volume lalulintas yang lewat pada ruas jalan tersebut
dibandingkan dengan kapasitas jalan atau yang lebih dikenal dengan V/C Ratio.
Komponen yang harus dihitung terlebih dahulu berupa volume lalulintas yang
terdiri atas 3 jenis, yaitu kendaraan ringan, kendaraan berat dan sepeda motor.
24
a) Lama perjalanan = waktu (terukur) yang dipakai untuk menempuh dari titik
awal ke titik akhir, termasuk waktu berhenti (journey time) = t1
c) Delay = t1 t2
e) Waktu berjalan = waktu (terukur) yang dipakai oleh kendaraan untuk berjalan
(running time) = tj = t1 tb
Prinsip umum perhitungan mengikuti kaidah-kaidah dalam MKJI tahun 1997. Hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam perhitungan simpang tanpa sinyal adalah:
1) Kapasitas
Kapasitas total untuk seluruh lengan simpang adalah hasil perkalian kapasitas
dasar dengan (Co) untuk kondisi tertentu (ideal) dan faktor-faktor koreksi (F),
dengan memperhitungkan pengaruh kondisi sesungguhnya terhadap kapasitas.
Bentuk mode kapasitas menjadi:
DS = QPCU / C
Dimana:
C : kapasitas (pcu/h)
3) Tundaan (D)
Tundaan rata-rata untuk jalan utama (DMA) ditentukan dengan bantuan Gambar 4
sebagai fungsi dari DS.
26
Gambar 2 Penetapan Tundaan Rata-rata Jalan Utama (sec/pcu)
Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997
Tundaan rata-rata untuk jalan simpang (DMI) ditentukan berdasarkan tundaan rata-rata
seluruh simpang dan tundaan rata-rata jalan utama.
4) Peluang antrian
Batas nilai peluang antrian QP% (%) ditentukan dari hubungn empiris antara peluang
antrian QP% dengan derajat kejenuhan DS. Perhitungan menggunakan gambar berikut.
27
BAB 3
METODOLOGI
Metodologi analisis yang dikembangkan adalah dengan mendasarkan diri pada maksud
dan tujuan Perencanaan ATCS Kabupaten Magelang. Konsep dasar pemikiran dalam
mengembangkan metodologi analisis tersebut adalah sebagai berikut :
Bahwa langkah awal yang perlu dilakukan dalam Perencanaan ATCS di Kota Batam ini
adalah persiapan rencana kerja, terutama dalam memperoleh data, baik yang dilakukan
dengan cara survey lapangan (primer) maupun review studi terkait atau data kepustakaan
(sekunder) ;
Data primer dilakukan dalam rangka mengidentifikasi kondisi fisik dan fasilitas yang dimiliki
oleh ruas jalan dan persimpangan pada koridor rencana ATCS saat ini, kondisi lalu lintas
gerakan membelok dipersimpangan, serta kondisi hambatan dan permasalahan lalu lintas
yang terjadi pada koridor rencana ATCS. Sedangkan data sekunder berisi tentang kebijakan
pengembangan wilayah, sistem transportasi dan manajemen lalu lintas yang akan
dikembangkan di masa yang akan datang ;
Pengembangan analisis dilakukan dengan melaksanakan analisis kondisi eksisting serta
anlisis data berkaitan dengan evaluasi kinerja lalu lintas pada koridor rencana
Pembangunan ATCS., terutama berkaitan dengan waktu Level Of Service (LOS), siklus
optimum dan hambatan lalu lintas ;
Berdasarkan pada analisis perencanaan yang telah dilakukan tersebut, maka pembangunan
ATCS sesuai dengan skenario optimasi, moderat dan maksimum dapat dilaksanakan ;
Hasil perencanaan pembangunan ATCS tersebut, selanjutnya dilakukan penetapan
rekomendasi teknis berkaitan dengan pilihan system pengendalian, tahapan implementasi
dan kebutuhan biaya ;
Penetapan rekomendasi teknis tersebut, untuk selanjutnya disusun dalam bentuk
Perencanaan detail design yang merupakan Dokumen Rencana Pembangunan ATCS di Kota
Batam.
1) Studi Literatur
Studi pendahuluan bertujuan untuk mencari sub tujuan yang akan digunakan dengan
melihat kenyataan yang ada di lapangan.
Pengumpulan Data
28
Data data yang diperlukan dalam penelitia ini berasal dari beberapa survei diantaranya
dat sekunder yaitu data dari instansi Seperti dat penduduk kota Pangkal Pinang, Kemudian
data prime yang meliputi data volume lalu lintas, tundaan dan panjang antrian, waktu
tempuh dan kecepatan rata - rata, dan geometri simpang.
2) Metode Survey
i. Survei Volume Lalu Linta Survei volume Lalu Lintas dilakukan dengan cara
mencatat satu - persatu setiap kendaraan yang lewat dengan periode waktu
catatnya bisa dibagi permenit, maupu perjam dalam sehari,
ii. Survei Tundaan dan Panjang Antrian Untuk survei tundaan ini diperlukan surveyor
minimal dua orang (tergantung volume lalu lintas). Orang pertama bertugas
menghitung jumlah kendaraan yang antri atau menunggu pada saat lampu merah
tiap 20 detik sedangkan orang kedua bertugas menghitung jumlah kendaraan
yang keluar simpang pada saat lampu hijau yang diklasifikasi menjadi dua jenis,
yaitu kendaraan yang berhenti dan kendaraan yang tidak berhenti.
iii. Survei arus jenuh Survei ini dilakukan dengan cara mencatat kendaraan yang
berhenti terakhir pada setiap kelompok mobil yang datang pada saat lampu APILL
nenunjukkan warna merah.
iv. Survei Geometri Simpang Survei gemetrik simpang bisa dilakukan dengan cara
mengukur langsung kondisi simpang seperti lebar masuk, lebar keluar, jalur ada
atau tidaknya median dan lebarnya jarak antar simpang. Survei ini dilakukan pada
saat dini hari pada saat kendaraan sepi.
v. Survei Waktu Siklus Survei ini dilakukan dengan cara mencatat waktu lampu nyala
merah, hijau, kuning dengan menggunakan stopwatch pada setiap lengan
simpang, dilakukan berulang selama 5 siklus
3) Metode Analisis Data
Analisis simpangan bersinyal ini menggunakan metode MKJI 1997. adalah buku manual
atau panduan yang digunakan untuk menghitung kapasitas dan perilaku lalulintas di
segmen-segmen jalan (mikro) di Indonesia, sehingga tidak dapat digunakan untuk
melihat atau menganalisis kinerja jaringan jalan secara makro. Penggunaan MKJI 1997
biasanya digunakan untuk melihat kinerja simpang bersinyal dan tidak bersinyal, kinerja
ruas jalan, jalinan, dan lain - lain
yang terisolasi jadi sifatnya tertutup pada sebuah segmen. Data yang telah tersedia
akan olah dengan cara sebagai berikut :
29
Menghitung kondisi arus lalu lintas
1.1. Pelaporan
1. Laporan Pendahuluan
Sebagai tahap awal dalam pelaksanaan studi, maka laporan pendahuluan harus
mampu memberikan gambaran yang jelas kepada pemberi pekerjaan. Secara garis
besar laporan pendahuluan akan berisi hal-hal sebagai berikut :
o Pendahuluan
- Latar belakang
- Ruang lingkup
o Landasan teori
Laporan Pendahuluan ini diserahkan kepada pengguna jasa paling lambat pada akhir
bulan pertama atau hari ke 15 (lima belas hari) hari kalender sejak dikeluarkan Surat
Perintah Mulai Kerja (SPMK) setelah dilakukan pembahasan dengan PPK dan Tim
Teknis dengan Penyedia Jasa (Konsultan) dan telah diterima baik (dilakukan
perbaikan). Dalam bentuk buku sebanyak 5 (lima) eksemplar dengan ukuran A4.
2. Laporan Antara
Laporan antara berisi sebagian laporan pendahuluan ditambah dengan data hasil
survei yang disertai analisis awal.
o Pendahuluan yang berisi (Latar belakang, Maksud dan Tujuan, Ruang Lingkup)
o Landasan teori
31
Laporan Antara ini diserahkan kepada pengguna jasa paling lambat pada hari ke 60
(enam puluh) hari kalender sejak dikeluarkan Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK)
setelah dilakukan pembahasan dengan PPK dan Tim Teknis dengan
Penyedia Jasa (Konsultan) dan telah diterima baik (dilakukan perbaikan). Dalam
bentuk buku sebanyak 5 (lima) eksemplar dengan ukuran A4.
4. Laporan Akhir
Produk hasil studi yang akan disertakan diakhir kegiatan studi adalah:
o Buku Laporan Akhir (Final Report) sebanyak 10 (sepuluh) buku ukuran A-4
o Copy File yang memuat Laporan Pendahuluan, Laporan Antara, Laporan Akhir, dan
Buku Ringkasan dalam bentuk flashdisk.
32
BAB 4