Anda di halaman 1dari 54

LAPORAN AKHIR

PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

PELATIHAN INTENSIVE AND CHILDREN CARE


PARENTING BAGI MASYARAKAT PINGGIRAN
KOTA LAMA SEMARANG

Oleh:
Noviani Achmad Putri S.Pd., M.Pd., 199011112013032093 Ketua
Didi Pramono, S. Pd., M.P.d., 198812012013031074 Anggota

Dibiayai Oleh:

DANA DIPA UNNES


Nomor: 749/UN37.3.1/PM/2016

FAKULTAS ILMU SOSIAL


UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
NOVEMBER, 2016

i
ii
RINGKASAN

Putri, Noviani Achmad Putri dan Pramono, Didi. 2016. Pelatihan Intensive and
Children Care Parenting bagi Masyarakat Pinggiran Kota Lama Semarang. Pengabdian
Kepada Masyarakat. Universitas Negeri Semarang.

Kata Kunci: Intensive and Children Care Parenting, Masyarakat Pinggiran

Keluarga merupakan satuan terkecil dan juga institusi pertama yang


dimasuki seorang manusia ketika dilahirkan. Lembaga keluarga memiliki fungsi
pokok dalam memenuhi kebutuhan biologis, emosional, sosial ekonomi dan
pendidikan. Kondisi sekarang ini ternyata menunjukkan hal yang berkebalikan.
Situasi sosial sekarang ini justru menunjukkan adanya penurunan terhadap fungsi
dari lembaga keluarga itu sendiri. Oleh karena itu, perlu adanya solusi khusus baik
secara preventif maupun kuratif untuk mengatasi permasalahan yang berkenaan
dengan pola asuh orang tua, salah satunya yaitu dengan mengadakan Pelatihan
Intensive And Children Care Parenting Bagi Masyarakat Pinggiran Kota Lama
Semarang. Tujuan daripada kegiatan PPM ini adalah 1) mengetahui data terkait
dengan ke kendala-kendala yang dihadapi orang tua pada masyarakat pinggiran
Kota Lama Semarang dalam mengasuh anak; 2) mengetahui data terkait dengan
pola asuh terhadap anak yang selama ini sudah di terapkan oleh orang tua pada
masyarakat pinggiran Kota Lama Semarang; 3) memberikan Pelatihan Intensive
And Children Care Parenting Bagi Masyarakat Pinggiran Kota Lama Semarang.
Hasil pengabdian ini adalah 1) Kendala-kendala yang dihadapi orang tua
pada masyarakat pinggiran Kota Lama Semarang dalam mengasuh anak adalah
Faktor kedewasaan orang tua; Komunikasi dari orang tua dan anak masih sangat
rendah; Orang tua tidak mengenali diri sendiri; Kesibukan orang tua yang
mengakibatkan anak kurang mendapatkan perhatian dari orang tua; Orang tua
masih menjadi pendengar yang pasif bagi anak-anaknya; Nilai-nilai agama yang
dianut orang tua; dan Lingkungan tempat tinggal atau lingkungan sosial. 2) Pola
asuh terhadap anak yang selama ini di terapkan oleh orang tua pada masyarakat
pinggiran Kota Lama Semarang adalah Pola asuh demokratis, Pola asuh
Autokratis (otoriter), Pola asuh Permisif, dan Pola asuh Laissez faire (paling
banyak digunakan). 3) Pelaksanaan pelatihan Intensive And Children Care
Parenting Bagi Masyarakat Pinggiran Kota Lama Semarang, sangat berjalan
dengan baik dan lancar. Hal itu terbukti dari antusias ibu-ibu yang sangat aktif
dalan proses FGD. Materi yang diberikan meliputi: Fungsi keluarga; Bentuk-
bentuk pola asuh; Pola asuh berbasis Intensive; Pola asuh berbasis Children Care.
Saran yang dapat diberikan adalah: 1) Diharapkan orangtua dapat
memberikan perhatian dan kasih sayang sepenuhnya kepada anak. 2) Orang tua
harus kesempatan pada anak untuk belajar mengembangkan diri dan terus
memotivasinya serta memantau kegiatannya dan tetap berusaha memahami
perasaan anak. 3) Orang tua harapnya mencoba untuk selalu mempraktikkan dua
pendekatan baru dalam pola asuh orang tua yaitu Intensive and Children Care
Parenting agar masyarakat Pinggiran Kota Lama Semarang dapat memberikan
pola asuh yang baik terhadap putra putrinya.

iii
PRAKATA

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat-Nya. Berkat karunia-Nya, pengabdi dapat menyelesaikan laporan 100%
dengan judul Pelatihan Intensive and Children Care Parenting bagi Masyarakat
Pinggiran Kota Lama Semarang. Pengabdian ini disusun sebagai Laporan Akhir
pada Skim Pengabdian Kepada Masyarakat Dana DIPA Unnes.
Pengabdian ini dapat terlaksana berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, tim pengabdian menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan
setinggi-tingginya kepada pihak-pihak yang telah membantu penyelesaian
penelitian ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan pertama kali kepada
segenap masyarakat Kelurahan Kauman, Semarang Tengah. Ucapan terima kasih
penulis sampaikan juga kepada semua pihak yang telah membantu selama proses
penyelesaian pengabdian kepada masyarakat dan laporan ini, di antaranya:
1. Rektor Universitas Negeri Semarang.
2. Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat.
3. Bapak Ibu Pengurus Kelurahan Kauman Semarang Tengah
4. Seluruh warga Kelurahan Kauman Semarang Tengah
5. Teman-teman pengabdian kepada masyarakat, telah memberikan dukungan
selama melakukan penelitian ini.
6. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu.
Penulis sadar bahwa dalam laporan akhir ini mungkin masih terdapat
kekurangan, baik isi maupun tulisan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
bersifat membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan. Semoga hasil
pengabdian ini bermanfaat dan merupakan kontribusi bagi pengembangan ilmu
pengetahuan.

Semarang, November 2016


Penulis

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN .......................... ii
RINGKASAN ................................... iii
PRAKAT........................................................................................................ iv
DAFTAR ISI ................................................................................................. v

BAB I PENDAHULUAN ......................................... 1


1.1 Analisis Situasi ................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................. 6

BAB II TARGET DAN LUARAN......................................................


2.1 Target Kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat.......... 7
2.2 Luaran Kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat................. 7

BAB III METODE PELAKSANAAN.......................................................... 9


3.1 Persoalan Prioritas Mitra......................................................................... 9
3.2 Justifikasi Persoalan Mitra...................................................................... 10
3.3 Metode Pendekatan yang Ditawarkan untuk Menyelesaikan Persoalan 10
3.4 Prosedur Kerja Kegiatan Pengabdian Pada Masyarakat.......................... 11
3.5 Rencana Kegiatan dan Langkah-langkah Solusi...................................... 14
3.6 Partisipasi Mitra dalam Kegiatan Pengabdian Pada Masyarakat............. 15
3.7 Luaran Kegaiatan..................................................................................... 15

BAB IV KELAYAKAN PENGABDI................................................... 17


BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN................................................. 18
5.1 Kendala-kendala yangDihadapi Orang Tua pada Masyrakat Pinggiran 18
Kota Lama Semarang dalam Mengasuh Anak......................................... 18
5.2 Pola Asuh terhadap Anak yang Selama ini Diterapkan oleh Orang Tua
Pada Masyarakat Pinggiran Kota Lama Semarang.................................. 21
5.3 Pelaksanaan Pelatihan Intensive and Childen Parenting bagi Masyarakat
Pinggiran Kota Lama Semarang............................................................... 28

BAB VI RENCANA TAHAP BERIKUTNYA............................................. 39


6.1 Monitoring and Evaluation atau Pendampingan ...................................... 39
6.2 Evaluasi Program.................................................................................... 39

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN..................................................... 40


7.1 Kesimpulan.............................................................................................. 40
7.2 Saran......................................................................................................... 41

DAFTAR PUSTAKA ................................... 42


LAMPIRAN-LAMPIRAN

v
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Analisis Situasi
Keluarga merupakan satuan terkecil dan juga institusi pertama yang
dimasuki seorang manusia ketika dilahirkan. Lembaga keluarga terbentuk atas
dasar perkawinan dan hubungan darah. Lembaga keluarga memiliki fungsi pokok
dalam memenuhi kebutuhan biologis, emosional, sosial ekonomi dan pendidikan
(Horton, 1984). Pendidikan merupakan suatu usaha manusia untuk
membina kepribadiannya agar sesuai dengan norma-norma atau aturan di dalam
masyaratakat. Setiap orang dewasa di dalam masyarakat dapat menjadi pendidik,
sebab pendidik merupkan suatu perbuatan sosial yang mendasar untuk
petumbuhan atau perkembangan anak didik menjadi manusia yang mampu
berpikir dewasa dan bijak.
Kondisi sekarang ini ternyata menunjukkan hal yang berkebalikan. Situasi
sosial sekarang ini justru menunjukkan adanya penurunan terhadap fungsi dari
lembaga keluarga itu sendiri. Sebagai contoh menurut Komisi Nasional Anak
(Komnas Anak) mencatat 21.689.797 kasus kekerasan telah menimpa anak-anak
Indonesia dalam kurun empat tahun terakhir. Sebanyak 42 hingga 58 persen dari
pelanggaran hak anak tersebut merupakan kejahatan seksual, selebihnya
kekerasan fisik, penelantaran, penculikan, eksploitasi ekonomi, perdagangan anak
untuk eksploitasi seksual komersial serta kasus-kasus perebutan anak. Ketua
Umum Pergerakan Indonesia, Sereida Tambunan, juga mengatakan tidak ada
tempat aman untuk anak Indonesia. Selama 2015, korban kasus pelecehan seksual
didominasi anak berdasar data Komisi Nasional Perlindungan Anak sejak Januari
hingga Agustus. Setidaknya ada 1.726 kasus melibatkan anak-anak, dan 58 persen
di antaranya merupakan perkara pelecehan seksual. Hal tersebut berarti ada sekitar
1000 kasus yang menimpa anak dari Januari hingga Agustus 2015 adalah kasus
kekerasan seksual. Berdasarkan Laporan KPA 3.339 kasus kejahatan terhadap
anak yang terjadi pada 2014, pelecehan seksual mencapai 52 persen. Kondisi
inilah yang menunjukkan adanya penurunan fungsi lembaga keluarga.
Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang
menyebutkan: anak adalah potensi, dan generasi muda penerus cita-cita

1
perjuangan bangsa, memiliki peran yang strategis dan mempunyai ciri dan sifat
khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa
depan. Di samping itu, Undang-undang Dasar 1945 Amandemen Keempat
sebagai landasan konstitusional pun telah memberikan penegasan perlunya
diberikan perlindungan pada anak, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 28 B ayat
(2): bahwa Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang
serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Oleh arena itu
berdasarkan Undang-Undang tersebut maka perlindungan terhadap anak perlu
segera diperhatikan dengan fokus dan segera terutama orang tua meskipun
perlindungan anak sebenarnya adalah tanggungjawab semua pihak baik keluarga,
masyarakat mapun pemerintah. Namun dalam hal ini keberadaan paling sentris
yang terdekat dengan anak adalah orang tua, sehingga perhatian penuh perlu
ditumbuhkan dan ditanamkan oleh orang tua di dalam keluarga sedini mungkin.
Orang tua sebagai lingkungan pertama dan utama dimana anak
berinteraksi sebagai lembaga pendidikan yang tertua, artinya disinilah dimulai
suatu proses pendidikan. Sehingga orang tua berperan sebagai pendidik bagi
anak-anaknya. Lingkungan keluarga juga dikatakan lingkungan yang paling
utama, karena sebagian besar kehidupan anak di dalam keluarga, sehingga
pendidikan yang paling banyak diterima anak adalah dalam keluarga. Menurut
Hasbullah (1997), dalam tulisannya tentang dasar-dasar ilmu pendidikan, bahwa
keluarga sebagai lembaga pendidikan memiliki beberapa fungsi yaitu fungsi
dalam perkembangan kepribadian anak dan mendidik anak dirumah; fungsi
keluarga/orang tua dalam mendukung pendidikan di sekolah. Menurut Yatim
(1991) pola asuh berarti pendidikan, sedangkan pendidikan adalah bimbingan
secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik
menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Salah satu peran keluarga yaitu
menanamkan nilai-nilai moral untuk membentuk karakter anak, melalui pola asuh
yang diterapkan orang tua terhadap anak.
Perkembangan kepribadian anak tidak terlepas dari pola pengasuhan di
masa kanak-kanak, bahkan semenjak di dalam kandungan akan mempengaruhi
kepribadian di masa-masa berikutnya. Tahun-tahun pertama kehidupan anak

2
merupakan masa yang paling potensial untuk menanamkan dasar-dasar
kepribadian untuk di masa-masa berikutnya. Sebagaimana di jelaskan oleh
Gunarsa dan Yulia (2008) bahwa masa perkembangan pada tahun-tahun pertama
dari kehidupannya adalah masa-masa yang penting untuk bentukan dasar-dasar
kepribadian seorang anak. Pada teori Psikoanalisa, baik S. Freud maupun E.
Erikson mengemukakan (dengan orientasinya yang patologis) pentingnya anak
memperoleh dasar-dasar yang baik pada masa-masa permulaan dari kehidupan
anak, agar kelak setelah dewasa tidak mengalami gangguan-gangguan emosi atau
gangguan kepribadian yang berarti. Freud mengemukakan bahwa proses
perkembangan emosi pada tahun-tahun pertama kehidupan anak harus
berlangsung dengan baik, agar setelah dewasa tidak mengalami kesulitan dengan
keadaan emosinya
Prinsip pengasuhan oleh keluarga sebagai prinsip pengasuhan anak terbaik
perlu dipahamkan ulang di masyarakat. Selain itu, hubungan orang tua dan anak
tidak dapat dipisahkan karena keadaan apapun. Hal ini telah dijamin dalam UU
Perlindungan Anak pasal 7 ayat 1. Di Indonesia praktik panti asuhan masih
populer sebagai alternatif tempat pengasuhan pengganti ketika orang tua tidak lagi
mampu. Hubungan orang tua dan anak juga seringkali tidak lancar ketika anak di
panti asuhan. Seharusnya panti asuhan menjadi alternatif terakhir ketika orang tua
tidak dapat mengasuh sendiri dan harus dimbangi dengan hubungan yang baik
antara orang tua dan anak. Target waktu pembinaan orang tua hingga mampu
mengasuh anaknya kembali dan merekondisikan anak kembali pada orang tua
harus tetap dipenuhi.
Pola asuh mempunyai peran yang sangat penting bagi perkembangan
perilaku moral pada anak, karena dasar perilaku moral pertama di peroleh anak
dari dalam rumah yaitu dari orang tuanya. Proses pengembangan melalui
pendidikan disekolah tinggal hanya melanjutkan perkembangan yang sudah ada.
Dalam menanamkan perilaku moral orang tua mempunyai peran yang sangat
penting. Orang tua yang baik seharusnya mampu memilih dan menggunakan pola
asuh yang tepat. Pola asuh yang dapat mencakup segala aspek yang dapat

3
mengembangkan perilaku moral yang baik bagi anak, seperti menerapkan aturan
tetapi aturan itu dibuat melalui diskusi dan masih banyak yang lainnya.
Iklim pola asuh tersebutlah yang seharusnya terbentuk di tengah-tengah
lembaga sosial terkecil di masyarakat yaitu keluarga. Namun sayangnya kondisi
pola asuh orang tua yang ideal tersebut sangat jauh terlihat terutama pada keluarga
masyarakat pinggiran khususnya di daerah Kota Lama Semarang. Masyarakat
pinggiran disini bukan pinggiran secara geografi, melainkan pinggiran secara
sosial dan ekonomi. Kondisi masyarakat pinggiran Kota Lama Semarang sangat
jauh dari sejahtera dan berkependidikan. Sehingga hal ini yang membuat tumbuh
kembang anak tidak optimal. Kondisi pola asuh orang tua yang ada di masyarakat
kota pinggiran masih sangat kurang dan jauh dari kata ideal, hal tersebut dapat
dilihat dari out put perilaku anak-anaknya. Mulai dari segi bicara dan komunikasi
yang tata bahasanya masih kasar, banyak anak-anak yang masih di bawah umur
sudah disuruh bekerja keras seperti berdagang, jual koran ataupun kerja serabutan
dan hal tersebut faktanya banyak yang justru atas dasar dorongan dari orang tua.
Dimana orang tua yang seharusnya mengasuh, melindungi dan secara ekonomi
menjamin kehidupan bagi anak-anaknya justru malah mendorong anaknya untuk
bekerja sebelum usianya matang.
Kondisi lain yang menggambarkan pola asuh keluarga di daerah pinggiran
masih jauh dari konsep ideal, masih banyak ditemukan di daerah Kota Lama yang
notabennya pinggiran banyak ditemukan anak-anak yang masih hidup di jalanan.
Selain itu juga kesehatan anak masih banyak yang belum terjamin, lingkungan
yang tidak ramah terhadap anak sehingga mengganggu tumbuh kembang anak,
banyak anak-anak di bawah umur yang merokok, mengalami tindakan kekerasan,
waktu bermain terampas serta yang paling penting lagi adalah pendidikan anak
yang sampai sekarang ini masih banyak yang tidak diperhatikan. Berdasarkan
kondisi masyarakat pinggiran Kota Lama yang terkait dengan pola asuh keluarga
yang masih sangat kurang maka perlu diadakan kegiatan pengabdian kepada
masyarakat yang terkait dengan perbaikan pola asuh khususnya kepada orang tua
masyarakat pinggiran Kota Lama.

4
Berdasarkan identifikasi beberapa masalah di atas yang terkait dengan
masalah pola asuh orang tua di masyarakat pinggiran Kota Lama, maka perlu
sekali dibutuhkan pola asuh yang intensif. Intensif sendiri menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (2012) intensif mempunyai arti secara sungguh-sungguh dan
terus menerus dalam mengerjakan sesuatu hingga memperoleh hasil yang optimal.
Namun apabila intensif ini dikaitkan dengan pola asuh maka, pola asuh yang
intensif adalah adalah pola asuh yang mengedepankan interkasi yang terus
menerus, berkelanjutan dan berkesinambungan antara orang tua dan anak. Hal ini
sesuai dengan pendapat Tarmudji (2001) mengatakan pola asuh orang tua adalah
interaksi antara orang tua dengan anaknya selama mengadakan pengasuhan. Pola
asuh orang tua ini dapat meliputi intensif dalam hal: memenuhi segala kebutuhan
anak-anaknya, mengasuh dan memelihara anak dari kecil baik dari segi biologi,
psikologi, ekonomi dan sosial, medidik dan mendampingi belajar anak, mengikuti
dan memantau perkembangan akademik anak, menyempatkan waktu untuk
menjemut anak di sekolah, memberikan keteladanan sikap yang baik kepada anak
agar dapat ditiru untuk bekal hidup kedepannya, dan lain sebagaianya.
Pola asuh selanjutnya adalah pola asuh yang berbasis pada perlindungan
anak. Pola asuh ini tidak lain adalah pola asuh yang mengedepankan perlindungan
anak, dan keaktifan anak. Hal ini sangat dibutuhkan karena pola asuh yang baik
adalah pola asuh yang tidak otoriter melainkan juga fokus dan mengedepankan
partisipasi anak. Hal ini sesuai dengan pendapat Baumrind (1971), para orang tua
tidak boleh menghukum dan mengucilkan anak, tetapi sebagai gantinya orang tua
harus mengembangkan aturan-aturan bagi anak dan mencurahkan kasih sayang
kepada mereka. pola asuh ini bertujuan untuk mendidik anak agar anak dapat
berkembang, bergerak, dan memproses dirinya untuk bertindak terhadap
lingkungannya. Selain itu juga pola asuh perlu dapat kembangkan sesuai zaman
namun tetap mematuhi aturan yang berlaku, agar anak dapat mengetahui batasan
dan memelihara emosionalnya yang dapat di terima oleh lingkungannya. Pola
asuh yang berbasis pada perlindungan anak ini dapat meliputi: memahami fitrah
(Sifat bawaan) anak, memberikan perhatian dan kasih sayang penuh terhadap anak
untuk tumbuh kembangnya, mendengar dan mengetahui permasalahan yang

5
dihadapi anak dan lain-lain, mengetahui siapa saja teman sepermainan anak,
melindungi anak dari berbagai macam ancaman dari luar dan lain sebagainya.
Pola asuh yang demikian bertujuan agar membantu tumbuh kembang anak
baik secara biologis, sosial dan psikologis dapat terjamin dengan baik. Sehingga
dalam hal ini penekanan pola asuh yang akan diterapkan adalah pola asuh orang
tua yang berbasis Intensive and Children Care. Selain itu juga model pola asuh ini
bertujuan agar terciptanya keseimbangan peran orang tua dan anak untuk
menciptakan keluarga yang kuat demi terwujudnya bangsa dan negara yang hebat.
Oleh karena itu, tim pengusul berencana akan mengadakan kegiatan pengabdian
kepada masyarakat dengan judul, Pelatihan Intensive and Children Care
Parenting Bagi Masyarakat Pinggiran Kota Lama Semarang.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan analisis situasi masalah di atas maka sangat perlu sekali
diadakan sebuah pelatihan bagi orang tua di daerah pinggiran Kota Lama terutama
masalah pola asuh yang diterapkan kepada anak-anaknya. Sehingga ruang lingkup
masalah dalam pengabdian ini adalah:
1. Apa kendala-kendala yang dihadapi orang tua pada masyarakat pinggiran
Kota Lama Semarang dalam mengasuh anak?
2. Bagaimana pola asuh terhadap anak yang selama ini di terapkan oleh orang
tua pada masyarakat pinggiran Kota Lama Semarang?
3. Bagaimana pelaksanaan pelatihan Intensive And Children Care Parenting
Bagi Masyarakat Pinggiran Kota Lama Semarang?

6
BAB II
TARGET DAN LUARAN

2.1 Target Kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat


Berdasarkan analisis situasi di atas, target daripada kegiatan pengabdian
pada masyarakat Pelatihan Intensive and Children Care Parenting Bagi
Masyarakat Pinggiran Kota Lama Semarang yaitu ada dua. Target kegiatan untuk
jangka pendek dan target untuk jangka panjang. Berikut ini target kegiatan
pengabdian kepada masyarakat, diantaranya:
2.1.1 Target Kegiatan Jangka Pendek
Target kegiatan pengabdian pada masyarakat untuk jangka waktu pendek
diantaranya:
1. Mengetahui data terkait dengan ke kendala-kendala yang dihadapi orang tua
pada masyarakat pinggiran Kota Lama Semarang dalam mengasuh anak.
2. Mengetahui data terkait dengan pola asuh terhadap anak yang selama ini
sudah di terapkan oleh orang tua pada masyarakat pinggiran Kota Lama
Semarang.
3. Memberikan Pelatihan Intensive and Children Care Parenting Bagi
Masyarakat Pinggiran Kota Lama Semarang.
2.1.2 Target Kegiatan Jangka Panjang
Target kegiatan pengabdian pada masyarakat untuk jangka waktu panjang
adalah orang tua dapat menerapkan pola asuh yang baik secara intensif dan fokus
terhadap perlindungan anak, serta sesuai dengan tingkat perkembangan dan
psikologi anak. Selain itu, kegiatan ini juga sebagai wujud partisipasi Unnes
dalam mendukung program pemerintah, utamanya dalam Pogram Keluarga
Harapan (PKH).

2.2 Luaran Kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat


Berdasarkan target kegiatan di atas, luaran dari kegiatan pengabdian pada
masyarakat Pelatihan Intensive and Children Care Parenting Bagi Masyarakat
Pinggiran Kota Lama Semarang, sebagai berikut: Model Pola Asuh Intensive
and Children Care Parenting. Model Pola Asuh Intensive and Children Care

7
Parenting merupakan suatu model penguatan kembali pola asuh orang tua
terhadap anaknya, yang menguatamakan kepada pola asuh intensif dan
pengarusutamaan perlindungan anak. Peran-peran keluarga ingin coba kami
hadirkan kembali di tengah anak-anak yang mungkin selama ini kehilangan sosok
panutan dalam pembentukan karakter pribadinya.
Model pola asuh ini bersifat intensif, karena kami menyadari betul bahwa
kehidupan masyarakat pinggiran sangat keras dan penuh dengan perjuangan untuk
bertahan hidup. Kondisi ini menjadikan anak tidak begitu merasakan hadirnya
peran orang tua dalam pengasuhan anak. Model ini mengusung tema intensif
karena kami ingin mencoba selalu menghadirkan peran orang tua bagi anak-anak
mereka. Model pola asuh ini juga bersifat mengutamakan perlindungan anak. Hal
yang melandasi ini tentu tidak jauh berbeda dengan di atas, bahwa kehidupan
masyarakat pinggiran yang keras menuntut adanya suatu tindak protektif yang
lebih agar anak-anak merasakan fungsi keluarga sebagai pelindung bagi anak-
anak mereka.

8
BAB III
METODE PELAKSANAAN

Metode pelaksanaan kegiatan pengabdian pada masyarakat ini meliputi


beberapa tahapan dan rincian kegiatan. Tahapan-tahapan pelaksanaan dan rincian
kegiatan tersebut penulis jelaskan secara rinci dan penulis tuangkan dalan sebuah
skema bagan pelaksanaan kegiatan pengabdian pada masyarakat. Tujuannya
adalah untuk mempermudah memahami bagaimana konsep kerja daripada
kegiatan pengabdian pada masyarakat. yang berjudul: Pelatihan Intensive and
Children Care Parenting Bagi Masyarakat Pinggiran Kota Lama Semarang.
Berikut adalah rincian dari metode pelaksanaan kegiatan pengabdian pada
masyarakat, yaitu:
3.1 Persoalan Prioritas Mitra
Berdasarkan hasil analisis situasi yang sudah di jelaskan pada bagian awal,
diperoleh beberapa persoalan yang dialami oleh mitra. Persoalan tersebut
diantaranya:
1. Rendahnya pola asuh yang dimiliki orang tua sehingga menimbulkan
beberapa masalah terkait dengan tumbuh kembang anak-anak masyarakat
pinggiran Kota Lama Semarang.
2. Kurangnya kebutuhan biologis anak, makan, minum dan tidur.
3. Komunikasi dan tata bahasa yang tata bahasanya masih kasar.
4. Banyak anak-anak yang masih di bawah umur sudah disuruh bekerja keras
seperti berdagang, jual koran ataupun kerja serabutan.
5. Banyak ditemukan anak-anak yang masih hidup di jalanan.
6. Kesehatan anak masih banyak yang belum terjamin.
7. Lingkungan yang tidak ramah terhadap anak sehingga mengganggu tumbuh
kembang anak.
8. Banyak anak-anak di bawah umur yang merokok.
9. Banyak anak-anak mengalami tindakan kekerasan, baik dari orang tua sendiri
atau orang lain.
10. Waktu bermain anak banyak yang terampas.

9
11. Banyak anak-anak yang masih terlibat dengan kasus hukum yaitu sampai ke
ranah tindakan kriminalitas.
12. Banyak anak-anak mengalami pelecehan seksual.
13. Pendidikan anak yang sampai sekarang ini masih sangat kurang, baik
pendidikan di keluarga, pendidikan akademik bahkan pendidikan agama juga
sangat kurang.

3.2 Justifikasi Persoalan Mitra


Berdasarkan hasil identifikasi persosalan mitra di atas maka tim PPM
beserta mitra bersepakat terkait dengan justifikasi persolaan mitra dalam program
PPM ini adalah terkait dengan pola asuh yang diterapkan orang tua selama ini
ternyata masih sangat jauh dari yang semestisanya diberikan. Oleh karena itu,
solusi untuk mengatasi persoalan mitra di atas yaitu dengan mengadakan
Pelatihan Intensive and Children Care Parenting Bagi Masyarakat Pinggiran
Kota Lama Semarang dengan tujuan agar persoalan terkait dengan implementasi
pola asuh pada masyarakat Kota Pinggiran dapat teratasi.

3.3 Metode Pendekatan yang Ditawarkan untuk Menyelesaikan Persoalan


Berdasarkan persoalan-persoalan yang dihadapi mitra, metode pendekatan
yang ditawarkan pada kegiatan pengabdian masyarakat ini meliputi dua
pendekatan yaitu pendekatan intensive dan children care. Kedua pendekatan
tersebut terkait dengan pendekatan pola asuh yang akan diberikan kepada orang
tua yang ada di masyarakat pinggiran Kota Lama Semarang. Adapun rincian
daripada kedua pendekatan tersebut diantaranya:

Tabel 3.1 Dua Pendekatan Pola Asuh Intensive and Children Care Parenting
Pendekatan Intensive Pendekatan Children Care
Memenuhi segala kebutuhan anak- Memahami fitrah (Sifat bawaan)
anaknya. anak.
Mengasuh dan memelihara anak Memberikan perhatian dan kasih
dari kecil baik dari segi biologi, sayang penuh terhadap anak untuk
psikologi, ekonomi dan sosial. tumbuh kembangnya.
Medidik dan mendampingi belajar Mendengar dan mengetahui

10
anak. permasalahan yang dihadapi anak
Mengikuti dan memantau dan lain-lain.
perkembangan akademik anak. Mengetahui siapa saja teman
Menyempatkan waktu untuk sepermainan anak.
menjemput anak di sekolah. Melindungi anak dari berbagai
Memberikan keteladanan sikap macam ancaman dari luar.
yang baik kepada anak agar dapat Menumbuhkembangkan anak sesuai
ditiru untuk bekal hidup dengan mint dan bakat si anak
kedepannya. tersebut.
Memberikan nasihat-nasihat yang Memberikan rasa aman baik di
bersifat baik dan membangun dalam lingkungan keluarga maupun
kepribadian anak. lingkungan sosial.
Membina mental atau moral anak- Memberikan kebutuhan akan rasa
anaknya secara terus menerus dan harga diri terhadap anak sehingga
berkesinambungan. anak merasa di hargai.
Menanamkan etika malu pada Memberikan kebutuhan akan rasa
tempatnya. bebas.
Memberikan pendidikan agama Memberikan rasa kepercayaan
yang kuat dan intensif sebagai penuh terhadap anak agar tertanam
benteng anak untuk berperilaku rasa tanggung jawab dalam diri
dalam kehidupan sehari-hari. anak.

3.4 Prosedur Kerja Kegiatan Pengabdian Pada Masyarakat


Prosedur kerja kegiatan PPM dilasanakan dengan menggunakan prosedur
pendekatan Participatory Rural Appraisal (PRA). Secara etimologis PRA berarti
pengkajian wilayah secara partisipatif. Adapun secara teori PRA (1996) adalah
sekumpulan pendekatan dan metode yang mendorong masyarakat desa/kelurahan
untuk berpartisipasi aktif dalam meningkatkan dan menganalisis pengetahuan
mereka mengenai kondisi kehidupan mereka sendiri agar mereka dapat membuat
rencana tindakan sesuai dengan permasalahan di wilayahnya.
Orang luar seperti fasilitator, pendamping atau petugas lapangan hanya
menganalisis kondisi kehidupan yang meliputi potensi dan permasalahan yang ada
di desa/kelurahannya, sedang pengambilan keputusan ada pada masyarakat itu
sendiri. Kemudian mereka difasilitasi untuk membuat rencana kegiatan sesuai
dengan potensi dan permasalahan yang ada di desa/kelurahan maupun di luar
lingkungannya.

11
Langkah-langkah operasional yang diperlukan untuk mengatasi
permasalahan yang dideskripsikan pada latar belakang meliputi tiga hal, yaitu: (1)
Exploratory yaitu untuk mengetahui segala sesuatu tentang lokasi wilayah tertentu
menurut masyarakat setempat. Exploratory ini digunakan pada saat akan mulai
menyusuri lokasi untuk membuat rencana kegiatan atau program, (2) Topical,
digunakan untuk memperoleh informasi tertentu secara mendalam disesuaiakan
dengan tujuan PRA, (3) Evaluation and Monitoring , PRA untuk mengevaluasi
dan memonitor perkembangan program dan instansi terkait. Dalam pelaksanaan
PRA, tim pengabdian kepada masyarakat akan memperhatikan unsur-unsur utama
yang terkandung dalam PRA yaitu proses belajar dengan saling tukar pengetahuan
dan pengalaman, alat belajar yang berupa teknik PRA dan hasil belajar yang
diharapkan.

Tabel 3.2 Prosedur Kerja Kegiatan Pengabdian Pada Masyarakat


Prosedur Pihak
Rincian Kegiatan yang
No Kerja Kegiatan yang
dilakukan
Kegiatan Terlibat
1. Exploratory Identifikasi Mengidentifikasi berbagai Tim PPM
Masalah masalah sosial yang muncul
di lapangan terkait dengan
pola asuh orang tua.
2. Topical Pemutaran Pemutaran film pendek Tim PPM
Video terkait dengan Kondisi
Fenomena Sosial Anak
Indonesia.
Sosialisasi Sosialisasi tentang Pola Pemateri
Pola Asuh Asuh Intensive And
Children Care Parenting,
materi sosialisai meliputi:
Fungsi keluarga
Bentuk-bentuk pola asuh
Pola asuh berbasis
Intensive
Pola asuh berbasis
Children Care
Forum Group Forum Group Discussion, Pemateri
Discussion yang akan dilaksanakan Tim PPM

12
(FGD) meliputi: Orang
Mengidentifikasi problem Tua
yang dihadapi orang tua
dalam menerapkan pola
asuh yang benar.
Kendala-kendala yang
sering dihadapi orang tua
dalam mendidik anak.
Melatih kepekaan
terhadap berbagai
masalah yang dihadapi
anak.
Trik-trik dan kiat-kiat
untuk menghadapi
berbagai problem anak.
Praktik langsung dalam
menghadapi tingkatlaku
anak yang mempunyai
banyak karakter.
3. Monitoring Pendampingan Pendampingan dilakukan Tim PPM
and setelah hasil kegiatan
Evaluation diperoleh. Pendampingan
yang akan dilakukan
meliputi:
Pendampingan Tahap 1
Pendampingan Tahap 2
Pendampingan Tahap 3
Evaluasi Evaluasi ini mencakup dua Tim PPM
Program hal yaitu:
Evaluasi hasil capaian
terkait dengan target
jangka pendek dan target
jangka panjang.
Evaluasi tentang
keberhasilan luaran
daripada kegiatan PPM
yang sudah dilaksanakan.

13
3.5 Rencana Kegiatan dan Langkah-langkah Solusi

Berikut adalah bagan rencana kegiatan dan langkah-langkah solusi


pelatihan intensive and children care parenting bagi masyarakat pinggiran Kota
Lama:

Koordinasi Tim PPM Analisis Situasi

Analisis Pendekatan

Analisis Sasaran Program

Model pola asuh orang tua melalui sinkronisasi dan harmonisasi


pendekatan Intensive Program dan Children Care Program

Intensive Program Children Care Program

Tahap Pertama

Tahap Kedua
Model: Intensive and Children Care
Parenting Bagi Masyarakat Pinggiran
Kota Lama Semarang

Tidak
Koordinasi Tim
PPM dan Pemateri

Ya

Tidak Implementasi Model


Intensive and Children Care Parenting

Tahap Ketiga
Hasil Kegiatan Pelatihan

Pendampingan 1

Pendampingan 2

Pendampingan 3

Evaluasi Program
14

Bagan 3.1. Rencana Kegiatan dan Langkah-langkah Solusi PPM


3.6 Partisipasi Mitra dalam Kegiatan Pengabdian Pada Masyarakat
Partisi mitra dalam kegiatan pengabdian pada masyarakat khususnya
dalam Pelatihan Intensive and Children Care Parenting Bagi Masyarakat
Pinggiran Kota Lama Semarang, sebagai berikut:
1. Aparat desa setempat membantu dalam proses analisis data yang dilakukan
oleh tim PPM.
2. Aparat desa membantu tim PPM dalam mengkoordinasikan masyarakat
setempat agar berpartisipasi dalam pelatihan Intensive and Children Care
Parenting Bagi Masyarakat Pinggiran Kota Lama Semarang.
3. Aparat desa membantu tim PPM dalam terselenggaranya acara yang ada
dalam kegiatan pelatihan Intensive and Children Care Parenting Bagi
Masyarakat Pinggiran Kota Lama Semarang.
4. Aparat desa membantu tim PPM dalam sosialisasi program yang ada di dalam
pelatihan.
5. Aparat desa membantu tim PPM dalam menyediakan tempat yang akan
digunakan untuk kegiatan pelatihan Intensive and Children Care Parenting
Bagi Masyarakat Pinggiran Kota Lama Semarang.
6. Orang tua berpartisipasi aktif dalam sosialisasi terkait dengan penyampaian
materi pola asuh oleh pemateri.
7. Orang tua berpartisipasi aktif dalam forum group discussion dengan para
peserta pelatihan lainnya, terkait berbagai kendala-kendala dalam mengasuh
dan mendidik anak, serta masalah-masalah yang dihadapi anak dengan
dipandu dan didampingi oleh pemateri dan tim PPM.
8. Orang tua berpartisipasi aktif dalam mempraktikkan beberapa pola asuh yang
sudah diberikan oleh pemateri sebagai solusi penanganan masalah anak.

3.7 Luaran Kegaiatan


Luaran kegiatan dari Pelatihan Intensive and Children Care Parenting Bagi
Masyarakat Pinggiran Kota Lama Semarang, diantaranya sebagai berikut:
1. Terwujudnya model pola asuh yang berbasis Intensive and Children Care,
sebagai wujud kepedulian terhadap pengentasan masalah-masalah pola asuh

15
yang selama ini dialami oleh orang tua yang tinggal di daerah pinggiran Kota
Lama Semarang.
2. Orang tua mendapatkan pengetahuan terkait dengan berbagai fungsi keluarga
dan berbagai macam pola asuh sehingga dapat dijadikan bekal dalam
mengasuh dan mendidik anak.
3. Orang tua mendapatkan skill atau keterampilan mengasuh anak baik secara
intensif dan fokus terhadap perlindungan anak sehingga anak dapat tumbuh
dan berkembang sesuai bakat yang dimilikinya.
4. Anak dapat memperoleh penghidupan yang layak baik secara sosial,
psikologis maupun ekonomis, selain itu aspek terpenting hak anak yaitu
pendidikan dapat terpenuhi sebagaimana mestinya.
5. Kegiatan ini juga sebagai wujud nyata partisipasi Unnes dalam mendukung
program pemerintah, utamanya dalam Pogram Keluarga Harapan (PKH).

16
BAB IV
KELAYAKAN PERGURUAN TINGGI

Unnes memiliki fasilitas dan sumber daya yang mendukung pelaksanaan


kegiatan ini. Berikut adalah ketersediaan fasilitas penunjang yang dimiliki oleh
Unnes terkait dengan kelayakan lembaga PPM, diantaranya:

Tabel 4.1 Kelayakan Lembaga Pengabdi Pada Masyarakat


Ketersediaan
No Fasilitas Penunjang Keterangan
Ada Tidak
1 Referensi tentang Pola Asuh Perpustakaan Unnes
Orang Tua Perpustakaan Sosant
2 Pemateri tentang Pola Asuh Fakultas Ilmu Sosial
Orang Tua
3 Pusat Kajian Wanita dan Anak Universitas Negeri
LP2M Unnes Semarang
4 Sarana dan Prasarana untuk Tim PPM
Pelatihan
5 Sarana dan Prasarana untuk Fakultas Ilmu Sosial
Pedampingan Tim PPM
6 Pendampingan Tim PPM
Pusat Studi Wanita
LP2M Unnes.

17
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Kendala-kendala yang Dihadapi Orang Tua pada Masyarakat Pinggiran


Kota Lama Semarang dalam Mengasuh Anak
Pelaksanaan pola asuh selama ini oleh masyarakat pinggiran khususnya
bagi para orang tua banyak sekali ditemukan berbagai kendala yang ada. Kendala
dalam pola asuh berdasarkan data yang telah diperoleh yaitu pertama, faktor
kedewasaan orang tua. Kedewasaan merupakan faktor pertama yang
mempengaruhi pola asuh orang tua terhadap anak. Kedewasaan yang dimaksud
tentu lebih tertuju pada kedewasaan psikis, artinya orang tua yang secara psikis
telah cukup dewasa atau matang untuk mendidik anak akan cenderung memiliki
pola asuh yang baik dan sebaliknya orang tua yang secara kejiwaan belum
matang, memiliki bekal yang tidak memadai untuk mengasuh anak dari segi psikis
dengan segala problematikanya, akan cenderung memiliki pola asuh yang kurang
baik. Kesiapan untuk menjadi ayah atau ibu merupakan modal awal orang tua
dalam mengasuh anak. Pada masyarakat kauman sendiri masih banyak orang tua
yang secara psikologis belum dapat dikatakan matang untuk menikah. Pernikahan
dini menjadi tanda jika tingkat kedewasaan orang tua masih rendah. Sebaliknya
jika keluarga yang telah terbentuk dari pasangan yang sudah dewasa akan dapat
menjadi keluarga seimbang, yaitu hubungan anggota keluarga ayah, ibu, dan anak
berjalan secara harmonis, disertai tanggung jawab dan keteladanan dari orang tua.
Kendala intern dalam pola asuh berdasarkan data yang telah diperoleh
yaitu kedua, komunikasi dari orang tua dan anak masih sangat rendah. Padahal
komunikasi menjadi hal yang sangat penting terutama dalam mengasuh anak,
karena melalui komunikasi orang tahu apa yang diinginkan anak serta anak juga
mengetahui apa yang diinginkan orang tua. Apabila komunikasi antara orang tua
dengan anak belum dalam kondisi baik maka apa yang menjadi tujuan orang tua
dalam mengasuh anak tidak akan tercapai, yang terjadi malah kondisi antara anak
dan orang tua saling bertolak belakang. Berdasarkan data yang ada tidak heran
jika orang tua dan anak sering bertengkar daripada bermusyawarah dengan cara
dialogis. Dalam kondisi yang demikian adanya maka diperlukan perbaikan dalam

18
pola komunikasi antara orang tua dan anak. Orang tua sebagai seseorang yang
lebih dewasa daripada anaknya mencoba membuka diri untuk lebih aktif
membangun komunikasi terhadap anaknya sendiri.
Kendala ketiga, adalah orang tua tidak mengenali diri sendiri. Tidak
mengenali diri sendiri maksudnya adalah orang tua belum mampu mengetahui
tentang kebutuhan apa yang harus dimiliki sebagai orang tua dalam mengasuh
anak. Hal tersebut bisa disebabkan oleh tingkat pendidikan orang tua yang masih
rendah atau juga disebabkan oleh ketidakpedulian orang sekitar dalam membantu
orang tua untuk mengenali diiri sendiri. Ketika orang tua gagal dalam mengenali
diri mereka maka yang terjadi adalah orang tua tidak paham akan kebutuhan
anaknya. Hal yang paling lebih mengkhawatirkan lagi dampak yang dapat terjadi
selanjutnya adalah orang tua belum menyadari bahwa pribadi anak mempunyai
keunikan tersendiri sehingga yang terjadi adalah orang tua kurang sabar dalam
meghadapai anaknya, sehingga yang terjadi bukan solusi yang didapat melainkan
bahkan munculya sikap membangkang, berontak dan lain-lain. Hal ini juga
disebabkan karena orang tua belum terampil membaca bahasa tubuh anak.
Kendala keempat, adalah kesibukan orang tua yang mengakibatkan anak
kurang mendapatkan perhatian dari orang tua. Hal ini sering terjadi hampir pada
semua orang tua, baik orang tua kelas menengah ke bawah dan kelas menengah ke
atas. Semua orang tua sekarang ini hampir banyak yang mengalami hal tersebut.
Berbagai varian pekerjaan yang ada dan berbagai profesi yang muncul maka hal
ini menyita banyak waktu orang tua yang harusnya bersama dengan anak tetapi
orang lebih banyak menghabiskan waktunya di dunia pekerjaan. Hal ini
menjadikan anak kurang mendapatkan perhatian sehingga anak banyak mencari
perhatian diluar keluarga mereka. Tak heran jika anak juga mencari perhatian
kearah hal-hal negatif terutama dengan teman sepermainannya. Hal ini disebabkan
oleh minimmya perhatian orang tua untuk mengarahkan anak kepada hal-hal yang
positif. Kondisi menjadi hal yang sangat dikhawatirkan jika orang tua hanya fokus
terhadap materi atau dunia kerja, tanpa memikirkan kondisi tumbuh kembang
anak mereka sendiri.

19
Kendala kelima, yaitu orang tua masih menjadi pendengar yang pasif bagi
anak-anaknya. Hal ini yang juga menjadi masalah besar terhadap pola asuh orang
tua saat ini. Orang tua seharusnya tidak hanya memberikan nasehat atau perintah
terhadap anak-anaknya secara satu arah, artinya adalah interaksi yang terjadi
hanya satu arah yaitu top-down. Hal ini sebaiknya harus dirubah, bagaiamana
caranya orang tua harus menjadi pendengar yang aktif. Aktif disini maksudnya
orang tua dapat memberikan respon balik terhadap pendapat-pendapat yang
dilontarkan oleh anak-anaknya. Sehingga dengan merespon apa yang dipikirkan
oleh anak, anak akan merasa bahwa dirinya dianggap ada dan dihargai.
Keterlibatan anak dalam pola orang tua menjadikan anak minimal terlibat dalam
berbagai keputusan yang menyangkut diri anak tersebut. Bagi orang tua ini
mungkin hal kecil namun sesungguhnya bagi anak menjadi hal yang sangat berarti
baginya, karena merasa dianggap ada oleh orang-orang terdekat.
Kendala keenam, adalah nilai-nilai agama yang dianut orang tua. Nilai-
nilai agama juga menjadi salah satu hal yang penting yang ditanamkan orang tua
pada anak dalam pengasuhan yang mereka lakukan sehingga lembaga keagamaan
juga turut berperan di dalamnya. Secara fitrah orang tua merupakan pendidikan
pertama dan utama bagi anak-anaknya, artinya secara kodrati orang tua harus
menempati posisi itu dalam keadaan bagaimanapun juga. Oleh karena itu mau
tidak mau orang tua adalah sebagai penanggung jawab pertama dan utama
pendidikan anak. Kaidah ini diyakini oleh semua agama dan semua sistem nilai
yang dikenal semua manusia. Untuk dapat mengasuh anak dengan baik, terutama
dalam hal keagamaan, maka sudah barang tentu orang tua harus memiliki
keberagamaan yang baik pula. Dengan keberagamaan yang baik, orang tua tidak
hanya akan menjadi teladan bagi anaknya, namun ia juga akan bersikap kasih
sayang, adil, sabar, dan bertanggung jawab. Sebagian besar masyarakat kauman
orang tuanya sudah mempunyai bekal agama yang sangat mumpuni. Namun
sebagian orang tua yang lain masih sangat perlu diperbanyak kaitannya dengan
ajaran agama, agar dalam mendidik anak mempunyai pondasi yang kuat untuk
kedepannya.

20
Kendala ketujuh, adalah lingkungan tempat tinggal atau lingkungan sosial.
Lingkungan sosial berkaitan dengan pola hubungan sosial atau pergaulan yang
dibentuk oleh orang tua maupun anak dengan lingkungan sekitarnya. Anak yang
sosial ekonaminya rendah cenderung tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang
yang lebih tinggi atau bahkan tidak pernah mengenal bangku pendidikan sama
sekali karena terkendala oleh status ekonomi. Kondisi ini juga dialami oleh
beberapa orang tua yang ada di daerah kauman. Dari sejumlah anak yang tinggal
di daerah kauman dan dari berbagai latar belakang sosial ekonomi antar satu anak
mempengaruhi anak yang lain. Sehingga tidak heran jika apabila ada anak dari
kelas sosial atas juga berperilaku yang terkadang tidak diiginkan oleh orang
tuanya. Hal ini menunjukkan bahwa lingkungan tempat tinggal dapat
mempengaruhi siapapun yang berada di lingkungan tersebut.

5.2 Pola Asuh terhadap Anak yang Selama ini Diterapkan oleh Orang Tua pada
Masyarakat Pinggiran Kota Lama Semarang
Pola asuh orang tua sangat berperan bagi anak usia dini, dimana orang tua
mendidik anaknya dengan sangat baik, orang tua mendidik anaknya terutama dari
lingkungan keluarga, dalam pola asuh orang tua dalam memberikan pelajaran
yang mengenali dirinya dalam keluarga sangat berperan bagi anak tersebut, dalam
diri anak untuk mengenal lingkungan keluarga yang membentuk karakter anak
pertama kali. Pola asuh orang tua juga membantu anak untuk mengetahui posisi
dani peranannya sesuai dengan jenis kelamin dalam lingkungan keluarga,
masyarakat, dan bangsa. Pola asuh orang tua membantu anak mengenal nilai-nilai
atau aturan yang ada agar anak mematuhi aturan tersebut dan anak bisa diterima
oleh lingkungannya. Pola asuh mendorong anak untuk memperoleh ilmu dunia
dan ilmu akhirat yang bermanfaat bagi hidupnya. Orang tua juga perlu mengawasi
pergaulan anak dengan teman maupun lingkungannya, karena dalam lingkungan
ada pengaruh yang baik dan yang buruk. Orang tua juga perlu memberikan kasih
sayang yang cukup bagi anak agar anak tidak merasa kesepian dan sendirian, serta
pola asuh yang diberikan sebaiknya sesuai dengan kemampuan anak agar anak

21
tersebut tidak merasa terpaksa dengan pola asuh tersebut. Oleh sebab itu pola
asuh orang tua memiliki peranan penting dalam mendidik anak.
Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan pola asuh yang selama ini
digunakan oleh orang tua khusunya yang berada di daerah Kauman bentuknya
sangat bervariatif. Pola asuh orang tua satu dengan pola asuh orang tua yang lain
beberapa menunjukkan hal yang beda. Hal ini karena dipengaruhi oleh latar
belakang orang tua yang berbeda-beda. Pola asuh yang diterpakan oleh orang tua
di daerah Kauman sebagian kecil sudah termasuk dalam kategori bagus. Namun
permasalahan yang selanjutnya muncul adalah sebagian besar masih banyak perlu
diarahkan atau diberikan pengetahuan bagaimana memberikan pola asuh terhadap
anak dapat tepat sasaran serta efektif. Berdasarkan dari hasil perolehan data di
lapangan orang tua di daerah kauman tipe pola asuh yang sudah mereka gunakan
ada tipe pola asuh demokratis, otoriter, permisif dan laissez faire.
Pola asuh demokratis, ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orang
tua dan anak. Pola asuh Demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan
kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka. Orang tua
dengan pola asuh ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio
atau pemikiran-pemikiran. Orang tua tipe ini juga bersikap realistis terhadap
kemampuan anak, tidak berharap yang berlebihan yang melampaui kemampuan
anak. Orang tua tipe ini juga memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih
dan melakukan suatu tindakan, dan pendekatannya kepada anak bersifat hangat.
Sehingga tanpa ada penekanan yang berlebihan anak tetap dapat diarahkan secara
baik selain itu tidak terlalu banyak penolakan dari anak karena anak sudah
diposisikan sebagai rekan oleh orang tuanya dalam menjalankan tujuan dalam
keluarga. Oleh karena itu sesungguhnya pola asuh ini dapat merupakan salah stau
pola asuh yang ideal karena melibatkan dua pihak yaitu orang tua dan anak.
Kedudukan antara orang tua dan anak sejajar. Suatu keputusan diambil
bersama dengan mempertimbangkan kedua belah pihak. Anak diberi kebebasan
yang bgertanggung jawab, artinya apa yang dilakukan oleh anak harus di bawah
pengawasan orang tua dan dapat dipertanggung jawabkan secara moral. Orang tua
dan anak tidak dapat berbuat semena-mena. Anak diberi kepercayaan dan dilatih

22
untuk mempertanggung jawabkan segala tindakannya. Akibat positif dari pola
asuh ini, anak akan menjadi seorang individu yang mempercayai orang lain,
bertanggung jawab atas segala tindakannya, tidak munafik, jujur. Namun akibat
negatifnya, anak akan cenderung merongrong kewibawaan otoritas orang tua,
kalau segala sesuatu harus dipertimbangkan antara anak-orang tua.
Pola asuh demokratis ini sebagian kecil telah dilaksanakan orang tua di
daerah Kauman salah satunya oleh ibu Chilia Fauzian. Ibu Chilia Fauzian beserta
beberapa orang tua lain yang telah melaksankan pola asuh tersebut terlihat dari
latar belakang orang tua yang sudah mempunyai pendidikan yang baik. Rat-rata
orang tua yang sudah melakukan pola asuh demokratis ini adalah mereka yang
lulusan sarjana. Sehingga pengambilan keputasan dalam memberikan pola asuh
terhadap anaknya tidak terlepas dari pengetahuan yang telah diperoleh orang tua
saat dibangku perkuliahan. Pola demokratis ini terbukti sangat efektif karena
beberapa orang tua yang menerapkan pola asuh ini anak-anaknya hampir sebagian
besar mengikuti jejak orang tua yaitu juga dapat bersekolah seperti orang tuanya
bahkan melebihi dari pendidikan orang tuanya.
Pola asuh demokratis juga akan menghasilkan karakteristik anak-anak
yang mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan teman-
temannya, mampu menghadapi stress, mempunyai minat terhadap hal-hal yang
baru dan kooperatif terhadap orang lain. Banyak anak yang dibesarkan dengan
cara otoriter menunjukkan tanda-tanda masalah psikologi seperti depresi, sering
merasa takut, dan pada kasus terberat keinginan nekat seperti bunuh diri karena
stres. Secara personal anak-anak yang didiknya terlihat lebih surfive di dalam
masyarakat atau dapat mandiri. Pola asuh inilah yang sebgaian besar orang tua
harapakan, namun di lapangan masih banyak ditemukan orang tua yang belum
dapat melaksanakan pola asuh ini dengan baik. Oleh karena itu perlu adanya
kerjasama dari berbagai pihak untuk saling membantu dalam mewujudkan
Keluarga Indonesia yang Sehat.
Pola asuh yang selanjutnya adalah pola asuh Autokratis (otoriter), pola
asuh ini ditandai dengan adanya aturan-aturan yang kaku dari orang tua dan
kebebasan anak sangat di batasi. Pola asuh otoriter sebaliknya cenderung

23
menetapkan standar yang mutlak harus dituruti, biasanya dibarengi dengan
ancaman-ancaman. Misalnya, kalau tidak mau makan, maka tidak akan diajak
bicara. Orang tua tipe ini juga cenderung memaksa, memerintah, menghukum.
Apabila anak tidak mau melakukan apa yang dikatakan oleh orang tua, maka
orang tua tipe ini tidak segan menghukum anak. Orang tua tipe ini juga tidak
mengenal kompromi, dan dalam komunikasi biasanya bersifat satu arah. Orang
tua tipe ini tidak memerlukan umpan balik dari anaknya untuk mengerti mengenai
anaknya. Pola asuh ini dapat dikatakan kebalikan dari pola asuh demokratis yang
sebelumnya sudah dibahas dibagian atas.
Pola asuh otoriter cenderung menetapkan standar yang mutlak harus
dituruti, biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman. Seperti anak harus
mematuhi peraturan-peraturan orangtua dan tidak boleh membantah, orangtua
cenderung mencari kesalahan-kesalahan anak dan kemudian menghukumnya, atau
jika terdapat perbedaan pendapat antara orangtua dan anak maka anak dianggap
pembangkang. Dampak pengasuhan otoriter pada anak adalah sebagai berikut:
Harga diri, kemungkinan besar yang terjadi pada anak adalah gagal mengakui
individualitas mereka. Akhirnya anak-anak menderita rendah harga diri karena
menganggap dirinya tidak berperan penting dan tidak cukup valid menentukan
keberadaan mereka di tengah masyarakat. Kepercayaan diri, anak-anak dengan
orangtua otoriter selalu mengambil keputusan sepihak tanpa kompromi dengan
anak. Anak pun akan gagal mengakui keinginan karena naluri mereka selalu
dikendalikan. Mereka juga tidak percaya akan kemampuan diri mengambil
keputusan penting.
Kepatuhan, karena cenderung dibatasi individualitasnya, anak-anak akan
selalu mengikuti perintah orangtua tanpa keraguan. Mereka tidak berani
bereksperimen dalam menangani situasi. Bahkan tidak mampu berhadapan
dengan situasi stres dan tidak bisa mengekspresikan diri. Menang sendiri, orang
tua otoriter selalu menetapkan aturan dan panduan agar anak mengikutinya tanpa
mempertanyakan baik dan buruknya. Bila mereka gagal melakukan sesuatu
biasanya dikenakan hukuman. Anak-anak pun terbiasa untuk harus unggul dalam
kegiatan di luar sekolah atau di lingkungan masyarakat. Kesepian, sementara

24
orangtua sibuk merumuskan pedoman, anak-anak mulai merasa kesepian dan
menarik diri. Kemudian menjadi pendiam dan menutup diri. Banyak kasus anak
menjadi depresi karena mereka tidak mendapatkan perhatian yang layak untuk
didengar dan dilihat sebagai individ.
Pola asuh otoriter ini juga dilakukan oleh sebagian orang tua yang di
daerah Kauman salah satunya ibu Erna Yulianti. Pola asuh ini dilakukan orang tua
tujuannya anak yang diasuh harapannya dapat mengikuti apa yang diinginkan oleh
orang tua. sebagian kecil memanag ada ynag berhasil dalam menerapkan pola
asuh ini, namun ternyata sebagian besar justru anak yang diasuh dengan pola
otoriter ini menunjukkan hasil diluar dugaan. Hal tersebut terjadi karena anak-
anak jaman sekarang semkin dikerasi justru semakin melonjak atau bahkan
melawan. Hal ini yang sering dirasakan oleh rang tua yang menggunakan pola
asuh tersebut. Selain itu pola asuh ini justru memberikan peran yang dominan
terhadap orang tua sehingga keterlibatan anak dalam mengutarakan apa yang anak
inginkan cenderung kurang banyak direspon. Sehingga yang terjadi sebagian
besar anak-anak lebih cenderung untuk menjadi pembangkang atau melakukan hal
yang berlawanan dengan apa yang menjadi tujuan orang tuanya.
Pola asuh selanjutnya adalah pola asuh Permisif. Pola asuh ini ditandai
dengan adanya kebebasan tanpa batas pada anak untuk berprilaku sesuai dengan
keinginannya sendiri. Pada pola asuh ini juga biasanya ditandai dengan orang tua
bersikap membiarkan atau mengizinkan setiap tingkah laku anak, dan tidak
pernah memberikan hukuman kepada anak. Pola ini ditandai oleh sikap orang tua
yang membiarkan anak mencari dan menemukan sendiri tata cara yang memberi
batasan-batasan dari tingkah lakunya. Pada saat terjadi hal yang berlebihan
barulah orang tua bertindak. Pada pola ini pengawasan menjadi sangat longgar.
Hal ini yang juga banyak ditemukan di daerah Kauman. Pola permisf ini sekilas
dipandang baik karena tidak banyak memberikan intervensi terhadap anak,
sehingga anak dapat dengan bebas melakukan apa yang diinginkan. Namun
ternyata kondisi semacam ini justru menjadi hal yang sangat membahayakan jika
anak dibiarkan begitu saja melakukan hal-hal yangterutama bersifat negatif.

25
Pola asuh permisif akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang
impulsif, agresif, tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau menang sendiri, kurang
matang secara sosial dan kurang percaya diri. Ada kelebihan dan kekurangan yang
dapat kita ambil dari pola asuh permisif ini. Kelebihan dari pola asuh ini adalah
anak yang dibesarkan dengan kultur permisif, tumbuh dengan kemampuan
berpikir secara kreatif dan bisa membuat banyak inovasi. Kebebasan untuk meraih
apa yang mereka inginkan membuatnya bisa berpikir out of the box. Selain itu
pola asuh ni juga cenderung lebih tegas dan agresif karena mereka tumbuh bukan
sebagai pengikut yang hanya menuruti jalan yang dibuat orang lain. Melainkan,
mereka tumbuh sebagai master dari masa depannya. Anak-anak yang dibesarkan
dengan pola asuk ini umumnya lebih gembira dan potensi terkena isu
psikologisnya lebih kecil. Sedangkan kekurangan dari pola asuh ini menghasilkan
anak yang tak terbiasa ditekan oleh orang tua untuk melakukan suatu hal
umumnya tumbuh sebagai sosok yang cukup puas dan tak berambisi tinggi. Sejak
kecil terbiasa untuk dimanja atau diberi kebebasan, dikhawatirkan ia mudah putus
asa ketika tumbuh besar. Ketika ia harus bekerja keras untuk bertahan, ia bisa saja
memilih jalan lain yang lebih mudah.
Pola asuh permisif ini dilakukan oleh salah satu orang tua yang bernama
ibu Suyanti. Pola asuh ini dilakukan karena tidak terlepas dari latar belakang
kondisi orang tuanya. Orang tuan ini cenderung membiarkan anaknya untuk
melakukan hal-hal yang diinginkan oleh anaknya. Hal itu tidak terlepas karena
orang tua yang bersangkutan telah disibukkan dengan urusan pekerjaan yang
cukup banyak yiatu menjadi pedagang. Sehingga dengan kesibukan pekerjaan
oran tua yang sudah sangat tinggi maka akibat yang ditimbulkan adalah anak
kurang mendapatkan perhatian dan pengarahan apa-apa saja yang boleh dan tidak
boleh dilakukan sebagai anak. Karena kesibukan orang tua yang lebih banyak
mengurusi pekerjaan dampaknya terhadap anak, anak dengan bebas melakukan
hal-hal yang dia inginkan tidak terlepas salah satunya ingin melakukan tindakan
yang dilarang seperti merokok, kumpul dengan geng-geng montor, dll.
Pola asuh selanjutnya adalah pola asuh Laissez faire. Pola asuh ini
ditandai dengan sikap acuh tak acuh orang tua terhadap anaknya. Pola asuh tipe

26
yang terakhir adalah tipe Penelantar. Orang tua tipe ini pada umumnya
memberikan waktu dan biaya yang sangat minim pada anak-anaknya. Waktu
mereka banyak digunakan untuk keperluan pribadi mereka, seperti bekerja, dan
juga kadang kala biayapun dihemat-hemat untuk anak mereka. Termasuk dalam
tipe ini adalah perilaku penelantar secara fisik dan psikis pada ibu yang depresi.
Ibu yang depresi pada umumnya tidak mampu memberikan perhatian fisik
maupun psikis pada anak-anaknya. Pola asuh ini sesungguhnya pola asuh yang
paling membahayakan diantaranya semuanya, mengapa demikian karena pola
asuh ini sesungguh tidak memberika asuhan terhadap anak-anaknya melainkan
justru menelantarkan anak-anaknya.
Pola asuh Laissez faire ini justru banyak ditemukan di masyarakat
pinggiran kota Semarang. Dimana anak anak disana banyak ditelantarakan mereka
sering nongkrong tidak jelas, masih banyak anak yang tidak sekolah, merokok
bahasanya tidak tertata dengan baik dan lain sebagainya. Pola asuh Laissez faire
atau penelantar akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang moody,
impulsive, agresif, kurang bertanggung jawab, tidak mau mengalah, Self Esteem
(harga diri) yang rendah, sering bolos, dan bermasalah dengan teman. Pola asuh
seperti ini juga akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang agresif, kurang
bertanggung jawab, tidak mau mengalah, sering bolos, dan bermasalah dengan
teman. Oleh karena itu melihat kondisi tersebut maka perlu adanya sebuah
pelatihan pola asuh yang diberikan kepada orang tua agar anak-anaknya tidak
terlantar lagi serta adapat dibina dan diarahkan sebaik mungkin sehingga masa
depan anak dapat terjamin dengan baik.
Selain itu kegiatan ini tidak hanya untuk jangka pendek saja melainkan
juga untuk jangka panjang. Oleh karena itu jangka panjangdari kegiatan ini adalah
orang tua dapat menerapkan pola asuh yang baik secara intensif dan fokus
terhadap perlindungan anak, serta sesuai dengan tingkat perkembangan dan
psikologi anak. Selain itu, kegiatan ini juga sebagai wujud partisipasi Unnes
dalam mendukung program pemerintah, utamanya dalam Pogram Keluarga
Harapan (PKH).

27
5.3 Pelaksanaan Pelatihan Intensive and Children Care Parenting Bagi
Masyarakat Pinggiran Kota Lama Semarang
Berdasarkan dari data di lapangan meski banyak sekali beberapa pola asuh
yang sudah diterapkan oleh orang tua di Kauman, namun sebagian besar masih
perlu adanya pengarahan untuk bagaimana orang tua di daerah Kauman dapat
mempunyai bekal tentang pengetahuan pola asuh yang tepat untuk anak-anaknya.
Salah satu cara yang sudah tim PPM Unnes lakukan adalah memberikan Pelatihan
Intensive And Children Care Parenting Bagi Masyarakat Pinggiran Kota Lama
Semarang. Pelaksanaan kegiatan tersebut telah dilakukan pada Tanggal 18
Sepetember 2016, tepatnya di Kecamatan Semarang Tengah. Peserta dari elatihan
ini adalah ibu-ibu yang berada di kecamatan tersebut tepatnya di daerah Kauman.
Pelatihan tentang pola asuh ini berlancar dengan baik. Antusias para ibu-ibu
sangat bagus dan saling kooperatif. Berikut adalah pelaksanaan pelatihan yang
telah dilaksankan:
1) Sosialisasi Pola Asuh Intensive And Children Care Parenting
Pelaksanaan pelatihan pola asuh pertama diawali dengan kegiatan
penyampaian materi dengan metode sosialisai meliputi: Fungsi keluarga, Bentuk-
bentuk pola asuh,

Pola Asuh Anak Adalah Hal


Termudah Untuk
Diungkapkan di Dunia Ini,
Menjadi Orang Tua Berarti Mencintai Anak Lebih Tapi Hal Yang Paling Sulit
Dari Mencintai Diri Sendiri Untuk Dilakukan

Gambar 5.1. Sebagian Materi Pola Asuh Orang Tua terhadap Anak

28
TIPE POLA ASUH
ORANG TUA KEPADA ANAK

Gambar 5.2. Tipe-tipe Pola Asuh Orang Tua kepada Anak


Pola Asuh Penelantaran atau Penolakan, orang tua tipe ini pada
umumnya memberikan waktu dan biaya yang sangat minim pada anak-anaknya.
Waktu mereka banyak digunakan untuk keperluan pribadi mereka, seperti bekerja,
dan juga kadangkala biaya pun dihemat-hemat untuk anak mereka. Termasuk
dalam tipe ini adalah perilaku penelantar secara fisik dan psikis pada ibu yang
depresi. Tipe Permisif, jenis pola mengasuh anak yang cuek terhadap anak. Jadi
apa pun yang mau dilakukan anak diperbolehkan seperti tidak sekolah, bandel,
dan sebagainya. Biasanya diakibatkan oleh orangtua yang terlalu sibuk dengan
pekerjaan. Dengan begitu anak hanya diberi materi atau harta saja dan terserah
anak itu mau tumbuh dan berkembang menjadi apa. Anak nantinya bisa
berkembang menjadi anak yang kurang perhatian, merasa tidak berarti, rendah
diri, nakal, memiliki kemampuan sosialisasi yang buruk, kontrol diri buruk, salah
bergaul, kurang menghargai orang lain, dll baik ketika kecil maupun sudah
dewasa.
Tipe Otoriter, pola pengasuhan anak yang bersifat pemaksaan, keras dan
kaku di mana orangtua akan membuat berbagai aturan yang saklek harus dipatuhi
oleh anak-anaknya tanpa mau tahu perasaan sang anak. Orang tua akan emosi dan

29
marah jika anak melakukan hal yang tidak sesuai dengan yang diinginkan oleh
orang tuanya. Hukuman mental dan fisik akan sering diterima oleh anak-anak
dengan alasan agar anak terus tetap patuh dan disiplin. Anak seperti ini biasanya
tidak bahagia, paranoid (takut), mudah sedih dan tertekan, senang berada di luar
rumah, benci orangtua, dan lain-lain. Namun di balik itu biasanya anak lebih bisa
mandiri, bisa menjadi orang sesuai keinginan orang tua, lebih disiplin dan lebih
bertanggungjawab dalam menjalani hidup. Tipe Otoritatif, pola asuh orangtua
pada anak yang memberi kebebasan pada anak untuk berkreasi dan
mengeksplorasi berbagai hal sesuai dengan kemampuan anak dengan sensor
batasan dan pengawasan yang baik dari orangtua. Pola asuh ini adalah pola asuh
yang cocok dan baik untuk diterapkan para orangtua kepada anak-anaknya. Anak
yang diasuh dengan tehnik asuhan otoritatif akan hidup ceria, menyenangkan,
kreatif, cerdas, percaya diri, terbuka pada orangtua, menghargai dan menghormati
orang tua, tidak mudah stres dan depresi, berprestasi baik, disukai lingkungan dan
masyarakat dan lain-lain. Berikut adalah kegiatan sosialisai materi oleh tim PPM
Unnes:

Gambar 5.3. Pemateri menyampaikan materi dalam kegiatan PPM

30
Dalam kegiatan pelatihan ini pertama kali diberikan terlebih dahulu
tentang pengetahuan pola asuh dari pemateri. Tujuannya adalah sebagai gambaran
dan dasar bagi ibu-ibu untuk memperoleh keterampilan dalam mengasuh anak
dengan cara yang tepat. Berikut kegiatan sosialisasi materi oleh pemateri:

Gambar 5.4. Pemateri menyampaiakan materi dalam kegiatan PPM


Tips mendidik anak yang baik:
Baik ibu dan ayah harus kompak memilih pola asuh yang akan diterapkan
kepada anak. Jangan plin-plan dan berubah-ubah agar anak tidak menjadi
bingung.
Jadilah orangtua yang pantas diteladani anak dengan mencontohkan hal-hal
positif dalam kehidupan sehari-hari.
Sesuaikan pola asuh dengan situasi, kondisi, kemampuan dan kebutuhan
anak.
Pola asuh anak balita tentu akan berbeda dengan pola asuh anak remaja.
Jangan mendidik anak dengan biaya yang tidak mampu ditalangi
orangtuanya. Usahakan anak mudah paham dengan apa yang kita inginkan
tanpa merasa ada paksaan, namun atas dasar kesadaran diri sendiri.

31
Kedisiplinan tetap harus diutamakan dalam membimbing anak sejak mulai
kecil hingga dewasa agar anak dapat mandiri dan dihormati serta diharga
masyarakat.
Hal-hal kecil seperti bangun tidur tepat waktu, membantu pekerjaan rumah
tangga orangtua, belajar dengan rajin, merupakan salah satu bentuk
pengajaran kedisiplinan dan tanggungjawab pada anak.
Kedepankan dan tanamkan sejak dini agama dan moral yang baik pada anak
agar kedepannya dapat menjadi orang yang saleh dan memiliki sikap dan
perilaku yang baik dan agamis.
Anak yang shaleh akan selalu mendoakan orangtua yang telah melahirkan
dan membesarkannya walaupun orangtuanya telah meninggal dunia.
Komunikasi dilakukan secara terbuka dan menyenangkan dengan batasan-
batasan tertentu agar anak terbiasa terbuka pada orangtua ketika ada hal yang
ingin disampaikan atau hal yang mengganggu pikirannya.
Jika marah sebaiknya orangtua menggunakan ungkapan yang baik dan tidak
langsung yang dapat dipahami anak agar anak tidak lantas menjadi tertutup
dan menganggap orangtua tidak menyenangkan.
Hindari tindakan negatif pada anak seperti memarahi anak tanpa sebab,
menyuruh anak seenaknya seperti pembantu tanpa batas, menjatuhkan mental
anak, merokok, malas beribadah, menbodoh-bodohi anak, sering berbohong
pada anak, membawa pulang stres dari kantor, memberi makan dari uang
haram pada anak, enggan mengurus anak, terlalu sibuk dengan pekerjaan dan
lain sebagainya.
Selain itu materi yang paling khusus adalah materi tentang Pola asuh
berbasis Intensive dan Pola asuh berbasis Children Care, yaitu:
Tabel 5.1 Pola asuh berbasis Intensive and Children Care
Pendekatan Intensive Pendekatan Children Care
Memenuhi segala kebutuhan anak- Memahami fitrah (Sifat bawaan)
anaknya. anak.
Mengasuh dan memelihara anak Memberikan perhatian dan kasih
dari kecil baik dari segi biologi, sayang penuh terhadap anak untuk
psikologi, ekonomi dan sosial. tumbuh kembangnya.

32
Medidik dan mendampingi belajar Mendengar dan mengetahui
anak. permasalahan yang dihadapi anak
Mengikuti dan memantau dan lain-lain.
perkembangan akademik anak. Mengetahui siapa saja teman
Menyempatkan waktu untuk sepermainan anak.
menjemput anak di sekolah. Melindungi anak dari berbagai
Memberikan keteladanan sikap macam ancaman dari luar.
yang baik kepada anak agar dapat Menumbuhkembangkan anak sesuai
ditiru untuk bekal hidup dengan mint dan bakat si anak
kedepannya. tersebut.
Memberikan nasihat-nasihat yang Memberikan rasa aman baik di
bersifat baik dan membangun dalam lingkungan keluarga maupun
kepribadian anak. lingkungan sosial.
Membina mental atau moral anak- Memberikan kebutuhan akan rasa
anaknya secara terus menerus dan harga diri terhadap anak sehingga
berkesinambungan. anak merasa di hargai.
Menanamkan etika malu pada Memberikan kebutuhan akan rasa
tempatnya. bebas.
Memberikan pendidikan agama Memberikan rasa kepercayaan
yang kuat dan intensif sebagai penuh terhadap anak agar tertanam
benteng anak untuk berperilaku rasa tanggung jawab dalam diri
dalam kehidupan sehari-hari. anak.

2) Forum Group Discussion (FGD)


Sesi selanjutnya setelah pelaksanaan sosialisasi oleh pemateri yaitu Forum
Group Discussion. FGD kali ini dilaksanakan oleh tim PPM sebagai fasiltatornya.
Kegitan FGD ini bertujuan untuk membuka diskusi dengan ibu-ibu yang
mempunyai anak di daerah Kauman agar apapun permaslahan ibu yang dihadapi
dalam mengasuh anak dapat memeperoleh jalan keluar sehingga ibu-ibu tidak
kesusahan dalam mendidik putra-putrinya. Selain itu tujuan dari FGD ini adalah:
Mengidentifikasi problem yang dihadapi orang tua dalam menerapkan pola asuh
yang benar; Kendala-kendala yang sering dihadapi orang tua dalam mendidik
anak; Melatih kepekaan terhadap berbagai masalah yang dihadapi anak; Trik-trik
dan kiat-kiat untuk menghadapi berbagai problem anak; Praktik langsung dalam
menghadapi tingkahlaku anak yang mempunyai banyak karakter.

33
Dalam kegiatan FGD ini banyak sekali informasi yang di share baik dari
pemateri, tim PPM serta dari ibu-ibu setempat tentang pola asuh orang tua. Salah
satunya oleh ibu Chilia Fauzian. Beliau menyampaikan bahwa pola asuh yang
baik tidak hanya diawali pada seseorang yang sudah berkeluarga melainkan
sebelum menikah juga perlu akan pendidikan keluarga. Agar para pemuda yang
menikah mengetahui terlebih dahulu makna pernikahan. Oleh karena itu perlu
adanya sosialisai pendidikan nikah. Selain itu menurut ibu Chilia, beliau
mengatakan juga keberhasilan pola asuh juga tergantung pada tingkat pendidikan
orang tuanya. Apabila tingkat pendidikan orang tua baik maka pola asuh yang
digunakan akan tepat dan dapat dipertanggungjawabkan.
Pola asuh juga menurut ibu Chilia Fauzian beliau mengatakan bahwa
memberikan pengasuhan itu saat anak masih di dalam kandungan, misalnya diajak
untuk beribadah shalat lima waktu, dibacakan surat-surat Al-Quran dan sering
diajak komunikasi saat di dalam kandungan. Selain itu pada saat anak lahir
sebernarnya juga sudah diajarkan agama yaitu dengan diazani pada saat lahir.
Baru setelah tumbuh menjadi usia anak-anak dapat dikenalkan dengan lembaga
sekolah. Kemudian diskusi menjadi berkembang manakala pembahasan
menyangkut hal-hal yang menyebabkan pola asuh tidak maksimal yaitu karena
kurang kuatnya ekonomi keluarga dan pendidikan orang tua.

Gambar 5.5. Ibu Chilia Fauzian berdiskusi dengan tim PPM dan Pemateri

34
Selain itu ancaman terbesar dalam keberhasilan pola asuh orang tua adalah
dengan adanya IT atau internet maupun teknologi. Dengan adanya hal tersebut
maka pengaruh yang diberikan terhadap anak sangat besar. Sekarang ini misalnya
dengan adanya Face Book, WA, BBM semakin memperbesar wilayah pergaulan
mereka. Dari sekedar mebaca anak-anak kemudian mengamati dan selanjutnya
pasti anak-anak akan mencoba dan melakukan hal tersebut. Terkadang banyak
orang tua yang masih gaptek akan teknologi dapat menjadi kelemahan bagi pola
asuh yang diberikan. Namun ibu Chilia juga menekankan meskipun teknologi
menjadi ancaman terbesar sesungguhnya dapat diatasi yaitu dikembalikan lagi
terhadap keberadaan orang tuanya masing-masing. Kunci utama adalah orang tua
maka dari itu orang tua hendaknya selalu dekat dengan Allah SWT. Mengapa
demikian karena orang tua menyadari bahwa orang tua tidak dapat menjaga
anaknya selama 24 jam oleh karena itu orang tua harus memperbanyak doa
kepada Allah agar Allah juga menjaga anak-anak kita.
Selanjutnya diskusi yang dikemukakan oleh ibu lurah yaitu ibu Aminah.
Beliau memberikan informasi bahwa kaitannya dengan pola asuh orang tua
sesungguhnya di kelurahan Kauman ini sudah ada posko pengaduan tentang
masalah yang dialami oleh anak. Hal ini sesuai dengan tujuan kota Semarang
yaitu menjadi Kota Layak Anak. Berikut adalah kegiatan diskusi Ibu Aminah:

Gambar 5.6. Ibu Aminah sedang mensosialisasikan gerakan 18-21

35
Salah satu pengaruh terbesar dari pergaulan anak adalah gadget. Oleh karena itu
salah satu upaya yang sedang dilakukan adalah Gerakan 18-21, artinya adalah
jam 18.00 sampai 21.00 orang tua dan anak harus puasa gadget. Hal ini bertujuan
agar anak mempunyai waktu bersama dengan orang tua sehingga anak dapat
terpantau dengan baik oleh orang tua selain itu juga orang tua dapat mengawasi
putra-putrinya saat belajar malam.
Selanjutnya diskusi yang diajukan oleh ibu Suyanti. Ibu Suyanti
menginformasikan bahwa dalam mendidik anak orang tua harus mengetahui hal-
hal apa saja yang diharapkan oleh anak. Ternyata sampai saat ini banyak orang tua
yang belum tahu akan keinginan anaknya. Sesungguhnya ada 13 macam
permintaan anak yang patut orang tua ketahui:
1. Cintailah aku sepenuh hatimu.
2. Aku ingin jadi diri sendiri, maka hargailah aku.
3. Cobalah mengerti aku dan cara belajarku.
4. Jangan marahi aku di depan orang banyak.
5. Jangan bandingkan aku dengan Kakak atau adikku atau orang lain.
6. Bapak dan ibu jangan lupa, aku adalah fotocopy-mu.
7. Kian hari umurku kian bertambah, maka jangan selalu anggap aku anak kecil.
8. Biarkan aku mencoba, lalu beritahu aku bila salah.
9. Jangan membuat aku bingung, maka tegaslah padaku.
10. Jangan ungkit-ungkit kesalahanku.
11. Aku adalah ladang pahala bagimu.
12. Jangan memarahiku dengan mengatakan hal-hal buruk, bukankah apa yang
keluar dari mulutmu adalah doa bagiku?
13. Jangan melarangku hanya dengan mengatakan JANGAN tapi berilah
penjelasan kenapa aku tidak boleh melakukan sesuatu.
Selanjutnya adalah ibu Masturah selaku anggota pogja 4 dalam kelurahan
Kauman tersebut. Menyampaikan bahwa usia emas anak adalah 0-5 tahun. Orang
tua harus menyanyangi dan dekat dengan buah hati. Sedangkan 6 tahun ke atas,
orang tua kemandirian terhadap anak. Selain itu perlu mulai ada jadwal yang ketat
terhadap anak, misalnya adanya pembatasan waktu bermain. Selanjutnya jika usia

36
anak sudah memasuki usia remaja yang terjadi maka sebaiknya orang tua
memposisikan mereka sebagai seorang sahabt atau teman, bukan lagi orang tua
yang selalu mendominasi. Berikut adalah ibu Masturah dalam sesi FGD:

Gambar 5.7. Ibu Masturah dalam sesi Focus Group Discussion


Pada sesi terakhir ibu Erna juga menyampaikan tentang perihal hukuman
yang diberikan oleh anak. Hukuman yang diberikan kepada anak sebaiknya
adalah dapat mendidik. Misalnya apabila anak terlambat pulang sekolah maka
hukuman yang diberikan misalnya membaca berulang kali pelajar apa yang sudah
diperolehnya disekolah. Sebisa mungkin hukuman yang diberikan kepada anak
hendaknya jangan berupa hukuman fisik atau kekerasan. Apabila hukuman
kekerasan yang diberikan maka yang terjadi adalah sikap anak jadi pembangkang
terhadap orang tua. Hal itu yang nantinya juga akan menanamkan terhadap anak
apa yang telah dia lakukan maka harus dapat dipertanggungjawabkan. Selain itu
ibu Erna juga menambahkan apa yang selama ini sudah dilakukan terhadap
anaknya adalah selalu memberikan motovasi terhadap anak untuk mau sekolah
tinggi jangan bermain dengan teman yang nakal serta bekalilah anak-anak
sekarang dengan pendidikan agama yang sangat kuat.
Berdasarkan kegiatan FGD ini adalah saling tukar informasi antara orang
tua dengan pemateri khususnya terkait dengan pola asuh orang tua. Diskusi yang
sudah berlangsung memang didesain bagaimana caranya diskusi ini tidak satu

37
arah dari pemateri saja melainkan melibatkan langsung ibu-ibu agar dapat
menukar pengalamannya dalam mengasuh anak. Harapannya bagi ibu-ibu yang
masih belum mengetahui pola asuh yang baik bagaimana melalui kegitannya ini
dapat menjadi tahu. Selain itu bagi ibu-ibu yang sudah baik dalam memberikan
pola asuhnya maka dapat memperoleh tambahan pengetahuan baru yang mungkin
belum pernah di dapat. Sehingga sifat FGD ini saling melengkapi. Hal unik
lainnya sesungguhnya pelaksanaan pola asuh yang efektif terhadap anak
khususnya di kelurahanan Kauman dapat berjalan dengan baik karena di
kelurahan tersebut di dukung dengan adanya Posko Pengaduan dan Perlindungan
Anak. Posko tersebut nampak sebagai berikut:

Gambar 5.8. Posko Pangaduan dan Perlindungan Anak di Kelurahan Kauman


Posko pengaduang dan perlindungan anak ini harapannya dapat memfasilitasi
permasalahan orang tua terhadap anak sehingga dapat terselesaikan dengan baik.
Anak terjamin masa depannya serta orang tua terbantu dalam permasalahan anak.
Perlu peningkatan kesadaran masyrakat khususnya warga kelurahan kauman
untuk dapat saling mewujudkan keluarga yang sehat, serdas dan sejahtera.

38
BAB VI
RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA

7.3 Monitoring and Evaluation atau Pendampingan


Pendampingan dilakukan setelah hasil kegiatan diperoleh. Pendampingan yang
akan dilakukan meliputi:
1) Pendampingan Tahap 1
2) Pendampingan Tahap 2
3) Pendampingan Tahap 3

7.4 Evaluasi Program


Rencana selanjutnya yang akan dilakukan adalah melakukan evaluasi. Evaluasi
yang dilakukan ini mencakup dua hal yaitu:
1) Evaluasi hasil capaian terkait dengan target jangka pendek dan target jangka
panjang.
2) Evaluasi tentang keberhasilan luaran daripada kegiatan PPM yang sudah
dilaksanakan.

39
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, maka kesimpulan yang dapat diberikan
adalah:
1. Kendala-kendala yang dihadapi orang tua pada masyarakat pinggiran Kota
Lama Semarang dalam mengasuh anak adalah Faktor kedewasaan orang tua;
Komunikasi dari orang tua dan anak masih sangat rendah; Orang tua tidak
mengenali diri sendiri; Kesibukan orang tua yang mengakibatkan anak
kurang mendapatkan perhatian dari orang tua; Orang tua masih menjadi
pendengar yang pasif bagi anak-anaknya; Nilai-nilai agama yang dianut
orang tua; dan Lingkungan tempat tinggal atau lingkungan sosial.
2. Pola asuh terhadap anak yang selama ini di terapkan oleh orang tua pada
masyarakat pinggiran Kota Lama Semarang adalah Pola asuh demokratis,
ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orang tua dan anak; Pola asuh
Autokratis (otoriter), pola asuh ini ditandai dengan adanya aturan-aturan yang
kaku dari orang tua dan kebebasan anak sangat di batasi; Pola asuh Permisif,
pola asuh ini ditandai dengan adanya kebebasan tanpa batas pada anak untuk
berprilaku sesuai dengan keinginannya sendiri; Pola asuh Laissez faire, pola
asuh ini ditandai dengan sikap acuh tak acuh orang tua terhadap anaknya.
Pola asuh yang paling dominan digunakan orang tua di kelurahan Kauman
adalah pola asuh orang tua yang Laissez faire, dengan kondisi ini maka perlu
adanya pelatihan Intensive And Children Care Parenting Bagi Masyarakat
Pinggiran Kota Lama Semarang.
3. Pelaksanaan pelatihan Intensive And Children Care Parenting Bagi
Masyarakat Pinggiran Kota Lama Semarang, sangat berjalan dengan baik dan
lancar. Hal itu terbukti dari antusias ibu-ibu yang sangat aktif dalan proses
FGD. Materi yang diberikan meliputi: Fungsi keluarga; Bentuk-bentuk pola
asuh; Pola asuh berbasis Intensive; Pola asuh berbasis Children Care.
Tujuannya agar orang tua mempunyai bekal untuk mengasuh putra-putri

40
dengan pendekatan yang lebih humanis lagi serta mempertimbangkan aspek-
aspek penting dalam diri anak.

7.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka saran yang dapat diberikan adalah:
1. Diharapkan orangtua dapat memberikan perhatian dan kasih sayang
sepenuhnya kepada anak. Kualitas dan kuantitas pertemuan antar anggota
keluarga perlu ditingkatkan dengan tujuan untuk membangun keutuhan
hubungan orang tua dan anak.
2. Orang tua harus kesempatan pada anak untuk belajar mengembangkan diri
dan terus memotivasinya serta memantau kegiatannya dan tetap berusaha
memahami perasaan anak.
3. Orang tua harapnya mencoba untuk selalu mempraktikkan dua pendekatan
baru dalam pola asuh orang tua yaitu Intensive and Children Care Parenting
agar masyarakat Pinggiran Kota Lama Semarang dapat memberikan pola
asuh yang baik terhadap putra putrinya.

41
DAFTAR PUSTAKA

Aji, Wahyu. 2015. Indonesia Darurat Kekerasan Seksual terhadap Anak.


http://www.tribunnews.com/nasional/2015/10/09/indonesia-darurat-
kekerasan-seksual-terhadap-anak, (diunduh 18 Februari 2016).
Baumrind, D. 1971. Current Patterns of Parental Authority, Developmental
Psychology Monographs.
Chambers, Robert. 1996. Participatory Rural Appraisal Memahami Desa Secara
Partisipatif. Yogyakarta: Kanisius
Gunarsa, Singgih D dan Yulia. 2008. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.
Jakarta: Gunung Mulia.
Hasbullah. 1997. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada.
Horton, Paul B. dan Chester L. Hunt, 1984. Sociology, edisi kelapan. Michigan
McGraw-Hill. Terjemahannya dalam bahasa Indonesia, Paul B. Horton
dan Chester L. Hunt, 1993. Sosiologi. Terjemahan Aminuddin Ram dan
Tita Sobari. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Depdikbud Balai Pustaka, 2012.
Syafputri, Ella. 2014. 21 Juta Kasus Kekerasan Menimpa Anak Indonesia.
http://www.antaranews.com/berita/460296/21-juta-kasus-kekerasan-
menimpa-anak-indonesia, (diunduh 18 Februari 2016).
Tarmudji, T. 2001. Hubungan pola asuh orang tua dengan agresifitas remaja.
Editorial Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Edisi 36.
Undang-undang Dasar 1945 Amandemen Keempat dalam Pasal 28 B ayat
Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,
Undang-Undang Perlindungan Anak pasal 7 ayat 1.
Yatim, Irwanto. 1991. Kepribadian Keluarga Narkotika. Jakarta: Arcan.

42
LAMPIRAN
Lampiran 1. Instrumen
1. Bagaimana Anda melindungi anak saat berada diluar rumah?
2. Bagaimana cara Anda untuk menyayangi dan mendidik anak?
3. Apakah Anda mempekerjakan anak Anda? Mengapa hal tersebut bisa terjadi?
4. Bagaimana cara anda mendidik anak Anda jika anak Anda melakukan
kesalahan? Apakah Anda akan memukul anak jika dia nakal, bandel, atau
tidak mengikuti perintah orang tua!
5. Bagaimana cara Anda untuk selalu memeperhatikan kesehatan anak Anda?
6. Apakah Anda selalu mendampingi anak saat menonton televisi? Bagaimana
caranya?
7. Bagaimana cara Anda dalam memperhatikan perkembangan akademik anak
Anda?
8. Bagaimana cara Anda dalam memantau perkembangan pertemanan anak
Anda?
9. Apakah Anda tahu, siapa saja teman anak Anda? Darimana saja anada
mengetahui teman-teman anak Anda?
10. Apakah Anda tahu, apa hobi atau kesukaan anak Anda? Bagaimana cara
Anda untuk memfasilitasi hobi anak Anda?
11. Bagaimana cara Anda untuk mengetahui bakat anak Anda?
12. Apakah Anda tahu, apa makanan favorit anak Anda? Apa saja makan favorit
anak Anda? Berbahayakah makanan kesukaan anak Anda? Bagaimana cara
mengontrol makanan yang dimakan anak Anda sehat atau tidak?
13. Apakah Anda menceritakan dongeng sebelum tidur kepada anak Anda?
Cerita apa yang biasanya Anda sampaikan? Apabila Anda tidak melakukan
hal tersebut mengapa demikian?
14. Bagaimana cara Anda untuk mengetahui permasalahan yang sedang dihadapi
anak Anda?
15. Bagaimana cara Anda untuk menghindarkan anak Anda dari bahaya rokok
dan minuman keras?
16. Apakah Anda selalu mengajarkan anak Anda untuk bertutur kata dengan baik
(tidak berbicara kasar)? Bagaimana caranya?
17. Bagaimana cara Anda untuk selalu memenuhi kebutuhan anak Anda baik
jasmani maupun rokhani?
18. Apakah Anda selalu mendampingi anak dalam belajar? Bagaimana caranya?
19. Apakah Anda selalu menyempatkan waktu untuk mengantar dan menjemput
anak sekolah? Mengapa Anda perlu melakukan hal tersebut?
20. Apakah Anda selalu memberikan nasihat-nasihat yang baik dan membangun
kepribadian anak? Bagaimana cara Anda untuk melakukan hal tersebut?

43
21. Bagaimana cara Anda untuk memantau perkembangan mental dan moral
anak Anda?
22. Apakah Anda selalu menanamkan etika malu pada tempatnya terhadap anak
(misalkan malu untuk meminta-minta kepada orang)? Bagaimana cara yang
terbaik menurut Anda untuk melakukan hal tersebut?
23. Apakah Anda selalu memberikan pendidikan agama yang kuat dan intensif
terhadap anak dalam kehidupan sehari-hari? Bagaimana cara untuk
memberikan pendidikan Agama kepada anak Anda? Anda sendiri yang
melakukannya atau perlu menggunakan jasa orang lain seperti guru atau
ustad/ustadzah?
24. Bagaimana cara Anda untuk mengarahkan minat dan bakat anak Anda dari
sedini mungkin?
25. Apakah Anda tahu cita-cita anak Anda? Bagaimana cara mengetahui cita-cita
anak Anda?
26. Apakah Anda selalu menanamkan rasa percaya diri terhadap anak Anda?
Mengapa hal tersebut perlu Anda lakukan?
27. Bgaiamana cara Anda untuk selalu memberikan rasa kepercayaan penuh
terhadap anak agar tertanam rasa tanggung jawab dalam diri anak?
28. Bagaimana cara Anda dalam memberikan hukuman jika anak Anda
melakukan kesalahan?
29. Apakah Anda selalu memberikan hadiah jika anak meraih suatu prestasi atau
berbuat baik? Mengapa hal tersebut perlu Anda lakukan?
30. Apakah Anda selalu mengajarkan kepada anak Anda untuk saling tolong
menolong dan peduli? Bagaimana cara Anda untuk menanamkan nilai
tersebut terhadap anak Anda?
Pertanyaan jika Anak tidak Sekolah
1. Apakah anak Anda sekolah? Jika tidak sekolah mengapa hal tersebut bisa
terjadi?
2. Apa saja kendala yanh dihadapi anak Anda sehingga hal tersebut
menyebabkan anak Anda tidak bersekolah?
3. Apakah Anda tahu ada program beasiswa dari pemerintah? Bagaimana cara
Anda mengetahui program beasiswa tersebut?
4. Apakah Anda bisa mengakses informasi beasiswa tersebut? Adakah kendala
yang Anda temukan selama mengakses beasiswa tersebut?
5. Apakah selama ini pemerintah tidak memberikan bantuan biaya pendidikan?
Mengapa demikian?
6. Apakah ada relawan yang membantu pendidikan anak Anda?
7. Apa rencana Anda sebagai orang tua jika anak Anda terpaksa atau dibiarkan
tidak sekolah?

44
Lampiran 2. Personalia Tenaga Pelaksana Beserta Kualifikasinya
Kepakaran yang diperlukan dalam kegiatan PPM ini, diantaranya:
Kepakaran yang Diperlukan dalam Kegiatan PPM
No. Materi Pelatihan Nama Pakar Kepakaran
1. Fungsi Keluarga Fulia Aji Gustaman S.Pd. M.A Sosiologi
Keluarga
2. Bentuk-Bentuk Pola Fulia Aji Gustaman S.Pd. M.A Sosiologi
Asuh Keluarga
3. Intensive Parenting Didi Pramono S.Pd., M.Pd. Sosiologi dan
Tim PPM Antropologi
Pendidikan
4. Children Care Parenting Noviani Achmad Putri S.Pd., M.Pd Pendidikan
Tim PPM Ilmu
Pengetahuan
Sosial

45
Lampiran 3. Luaran PPM

LUARAN
PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

PELATIHAN INTENSIVE AND CHILDREN CARE


PARENTING BAGI MASYARAKAT PINGGIRAN
KOTA LAMA SEMARANG

Oleh:
Noviani Achmad Putri S.Pd., M.Pd., 199011112013032093 Ketua
Didi Pramono, S. Pd., M.P.d., 198812012013031074 Anggota

Dibiayai Oleh:

DANA DIPA UNNES


Nomor: 749/UN37.3.1/PM/2016

FAKULTAS ILMU SOSIAL


UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
NOVEMBER, 2016

46
MODEL POLA ASUH: INTENSIVE AND CHILDREN CARE
PARENTING BAGI MASYARAKAT PINGGIRAN
KOTA LAMA SEMARANG

Berdasarkan persoalan-persoalan yang dihadapi mitra, metode pendekatan


yang ditawarkan pada kegiatan pengabdian masyarakat ini meliputi dua
pendekatan yaitu pendekatan Intensive dan Children Care. Kedua pendekatan
tersebut terkait dengan pendekatan pola asuh yang akan diberikan kepada orang
tua yang ada di masyarakat pinggiran Kota Lama Semarang. Adapun rincian
daripada kedua pendekatan tersebut diantaranya:

Intensive

anak
Children
Care

Model Pola Asuh Intensive and Children Care Parenting

47
Tabel. Dua Pendekatan Pola Asuh Intensive and Children Care Parenting
Pendekatan Intensive Pendekatan Children Care
Memenuhi segala kebutuhan Memahami fitrah (Sifat bawaan)
anak-anaknya. anak.
Mengasuh dan memelihara anak Memberikan perhatian dan kasih
dari kecil baik dari segi biologi, sayang penuh terhadap anak untuk
psikologi, ekonomi dan sosial. tumbuh kembangnya.
Medidik dan mendampingi Mendengar dan mengetahui
belajar anak. permasalahan yang dihadapi anak
Mengikuti dan memantau dan lain-lain.
perkembangan akademik anak. Mengetahui siapa saja teman
Menyempatkan waktu untuk sepermainan anak.
menjemput anak di sekolah. Melindungi anak dari berbagai
Memberikan keteladanan sikap macam ancaman dari luar.
yang baik kepada anak agar dapat Menumbuhkembangkan anak
ditiru untuk bekal hidup sesuai dengan mint dan bakat si
kedepannya. anak tersebut.
Memberikan nasihat-nasihat yang Memberikan rasa aman baik di
bersifat baik dan membangun dalam lingkungan keluarga maupun
kepribadian anak. lingkungan sosial.
Membina mental atau moral Memberikan kebutuhan akan rasa
anak-anaknya secara terus harga diri terhadap anak sehingga
menerus dan berkesinambungan. anak merasa di hargai.
Menanamkan etika malu pada Memberikan kebutuhan akan rasa
tempatnya. bebas.
Memberikan pendidikan agama Memberikan rasa kepercayaan
yang kuat dan intensif sebagai penuh terhadap anak agar tertanam
benteng anak untuk berperilaku rasa tanggung jawab dalam diri
dalam kehidupan sehari-hari. anak.

48
Lampiran 4. Foto Kegiatan

49

Anda mungkin juga menyukai