Anda di halaman 1dari 27

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Sistem Instrumentasi


Secara terminologi instrumentasi dapat diartikan sebagai ilmu yang

mempelajari teknik penggunaan peralatan (instrument) untuk mengukur dan



mengatur harga dari suatu besaran fisis. Seiring dengan kemajuan teknologi dan
ilmu pengetahuan maka instrumentasi banyak digunakan dalam penelitian,
pengukuran, pengaturan otomatis dan pengolahan data.
Sistem instrumentasi sangat diperlukan dalam berbagai kegiatan dikarenakan
terbatasnya kemampuan indera manusia sebagai alat ukur. Parameter yang umum
dalam suatu sistem proses kendali diantaranya suhu (temperature), tekanan
(pressure), aliran dalam suatu pipa (flow) dan pengukuran tinggi permukaan zat
cair (level). Konfigurasi sistem instrumentasi dapat dilihat pada gambar 2.1.

Display/
Tampilan

Pengkondisi Recorder/
sensor
sinyal Rekaman
Input / masukan
yang diukur Control/
Kendali
Power supply

Gambar 2.1 Konfigurasi sistem instrumentasi


2.1.1 Karakteristik Sistem Instrumentasi

Dalam melakukan pengukuran harus sudah diketahui secara pasti parameter



apa yang akan diukur dan parameter yang akan dihasilkan. Performa dari suatu
instrumentasi ditentukan oleh 3 karakteristik, yaitu:
sistem
1) Karakteristik statik, adalah hubungan dalam keadaan steady state antara
besaran fisik input dan output elektrik. Karakteristik statik terdiri dari :

a) Akurasi dan error, akurasi adalah perluasan jangkauan dimana nilai yang

diindikasikan oleh sebuah sistem pengukuran atau elemen mungkin bernilai salah.

Istilah error digunakan untuk menyatakan selisih antara hasil pengukuran dan
nilai sebenarnya dari besaran yang diukur. jenis error yang sering terjadi dalam
sistem instrumentasi diantaranya error histerisis, error non linearitas, dan error
penyisipan,
b) Resolusi, adalah perubahan terkecil dari input yang masih dapat dideteksi oleh
transduser.
c) Jangkauan / Range, Jangkauan variabel dari sebuah sistem adalah batas
batas dimana nilai masukan dapat berubah ubah, misalnya sebuah sensor RTD
dapat dinyatakan memiliki jangkauan antara -200 C sampai +800 C. sedangkan
jangkauan variabel dari sebuah instrumen sering disebut dengan istilah kisaran
(span).
d) Presisi, repeatibility, dan reproduksibilitas, Istilah presisi digunakan untuk
menggambarkan derajat kebebasan suatu sistem pengukuran dari adanya error-
error acak. istilah repeatibility (kemampuan pengulangan) adalah kemampuan
sistem untul menghasilkan keluaran yang sama saat dilakukan pengukuran secara
berulang-ulang. Sedangkan reproduksibilitas merupakan kemampuan sistem
untuk menghasilkan keluaran yang sama saat sistem diputuskan dari masukan
kemudian dimasukan kembali.
e) Linearitas, ada banyak sensor yang menghasilkan sinyal keluaran yang
berubah secara kontinyu sebagai tanggapan terhadap masukan yang berubah
secara kontinyu, Linearity adalah lineritas output dari sensor.

1 1


Tegangan

Tegangan

0 0
100 100
temperatur temperatur

(a) (b)

Gambar 2.2 (a) Tangapan linier, (b) Tangapan non linier

f) Sensitivitas, sensitivitas sering juga dinyatakan dengan bilangan yang


menunjukan perubahan keluaran dibandingkan unit perubahan masukan.
Sensitivitas menunjukan berapa banyak keluaran dari suatu sistem instrumen atau
elemen sistem berubah ketika besaran yang sedang diukur berubah pada suatu
nilai yang ditetapkan, yaitu rasio antara keluaran dan masukan. Contohnya sebuah
thermocouple memiliki sensitivitas sebesar 20 V / C akan menghasilkan
tegangan sebesar 20 V untuk setiap perubahan temperatur 1 C. Sensitivitas akan
menunjukan seberapa jauh kepekaan sensor terhadap kuantitas yang diukur.
g) Stabilitas, stabilitas sebuah sistem merupakan kemampuan sistem untuk
menghasilkan ketika digunakan untuk mengukur suatu masukan yang konstan
dalam satu periode waktu tertentu.
h) Reliabilitas (keandalan), adalah persyaratan penting dalam sistem pengukuran,
reliabilitas suatu sistem pengukuran didefinisikan sebagai probabilitas bahwa
sistem akan beroperasi pada level unjuk kerja yang ditetapkan dalam suatu
periode waktu tertentu dan pada kondisi lingkungan tertentu.
2) Karakteristik dinamis, adalah seberapa cepat output berubah ketika menerima
perubahan dari input. Karakteristik dinamis terdiri dari:
a) delay time (td), yaitu waktu yang dibutuhkan utuk mencapai amplitudo sebesar
50% amplitudo input.
b) rise time (tr), yaitu waktu yang dibutuhkan sistem untuk kenaikan respon dari
(10% - 90%) amplitudo input.


c) peak time (tp), yaitu waktu yang dibutuhkan sistem untuk mencapai respon

sampai amplitudo maksimum/ maksimum overshoot pertama.



d) settling time (ts), yaitu waktu yang dibutuhkan untuk mencapai simpangan
amplitudo tidak lebih dari 5% pertama kali.

e) maximum percent over shoot (Mp), yaitu perbandingan diantara simpangan


tertinggi yang tercapai dengan amplitudo steady state (amplitudo input).

Gambar 2.3 Karakteristik dinamis

3) Karakteristik Lingkungan, yaitu performa dari suatu transduser baik ketika


beroperasi maupun tidak terhadap kondisi eksternal. Misalnya suhu, tekanan,
kecepatan dan sebagainya.

2.2 Sistem Kendali


Sistem Kendali adalah sistem yang bertujuan untuk mengendalikan suatu
proses agar keluaran yang dihasilkan dapat dilendalikan sehingga tidak terjadi
kesalahan, dalam hal ini yang dikendalikan adalah kestabilannya, ketelitian, dan
kedinamisannya. Secara umum sistem kendali dapat dibedakan menjadi dua jenis
yaitu sistem kendali loop terbuka dan sistem kendali loop tertutup.

2.2.1 Kendali Loop Terbuka


Yang dimaksud dengan sistem kendali loop terbuka adalah sistem kendali
yang keluarannya tidak mempengaruhi input. Atau dengan kata lain sistem
kendali loop terbuka keluarannya (output) tidak dapat digunakan sebagai


perbandingan umpan balik dengan inputnya. Akibatnya ketetapan dari sistem

tergantung dari kalibrasi.


masukan keluaran
Proses
pemanasan

Gambar 2.4 Kontrol loop terbuka pemanas listrik


Sistem Kendali Loop Tertutup


2.2.2

Sistem kendali loop tertutup seringkali disebut sistem kendali umpan balik.
Pada sistem kendali loop tertutup, sinyal kesalahan yang bekerja, yaitu perbedaan
antara sinyal input dan sinyal umpan balik diinputkan ke kontroler sedemikian
rupa untuk mengurangi kesalahan dan membawa keluaran sistem ke nilai yang
dikehendaki. Sebagai contoh, sistem kendali loop tertutup pada suatu pemanas
ruangan yang digambarkan pada gambar 2.5.

masukan keluaran
kontroler pemanas
error
dengan nilai Temperatur
yang telah yang diinginkan
diatur
pengukuran
temperatur
umpan balik informasi temperatur

Gambar 2.5 Kontrol loop tertutup pemanas listrik

2.3 Sensor dan Transduser


D Sharon, dkk (1982), mengatakan sensor adalah suatu peralatan yang
berfungsi untuk mendeteksi gejala-gejala atau sinyal-sinyal yang berasal dari
perubahan suatu energi seperti energi listrik, energi fisika, energi kimia, energi
biologi, energi mekanik dan sebagainya. Contohnya thermistor dan Resistance

10


Temperature Detector (RTD) sebagai sensor temperatur, LDR (light dependent

resistance) sebagai sensor cahaya, dan lainnya.



Transduser berasal dari kata traducere dalam bahasa Latin yang berarti

mengubah. Sehingga transduser dapat didefinisikan sebagai suatu peranti yang
dapat mengubah suatu energi ke bentuk energi yang lain. Bagian masukan dari
transduser disebut sensor, karena bagian ini dapat mengindera suatu kuantitas

fisik tertentu dan mengubahnya menjadi bentuk energi yang lain. Kita mengenal

ada enam macam energi, yaitu : radiasi, mekanik, panas, listrik, dan kimia.

Berdasarkan klasifikasinya, transduser dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
1) Transduser pasif, yaitu transduser yang dapat bekerja bila mendapat energi
tambahan dari luar. Contohnya IC LM35, untuk mengubah energi panas menjadi
energi listrik yaitu tegangan listrik, maka IC LM35 harus dialiri arus listrik,
ketika temperatur berubah, maka tegangan keluaran dari IC LM35 juga berubah.
2) Transduser aktif, yaitu transduser yang bekerja tanpa tambahan energi dari
luar, tetapi menggunakan energi yang akan diubah itu sendiri. Contohnya
Thermocouple, ketika menerima panas, thermocouple langsung menghasilkan
tegangan listrik tanpa membutuhkan energi dari luar.

2.4 Sensor Temperatur


AC. Srivastava, (1987), mengatakan temperatur merupakan salah satu dari
empat besaran dasar yang diakui oleh Sistem Pengukuran Internasional (The
International Measuring System). Sensor temperatur banyak digunakan untuk
berbagai keperluan di industri, rumah tangga, kedokteran, dan lain-lain. Terdapat
4 jenis sensor temperatur yang umum digunakan, yaitu Thermocouple, Resistance
Temperature Detector (RTD), Thermistor dan IC sensor. Berikut adalah tabel
karakteristik dari beberapa jenis sensor temperatur.

11


Tabel 2.1 Karakteristik dari beberapa jenis sensor temperatur

Thermocouple RTD Thermistor(NTC) IC LM35


Simbol

Tegangan
Karakteristik

Tahanan

Tahanan
Tegangan

Temperatur Temperatur Temperatur Temperatur

Output berupa Paling stabil Sensitif Paling linear


tegangan Paling akurat Output tinggi Output paling
Sederhana Lebih linear Murah tinggi
Kelebihan

Murah dibanding Banyak jenisnya Sensitif


Banyak thermocouple Ukurannya kecil Murah
tipenya Range suhu
Range suhu luas
luas
Tegangan Mahal Tidak linear Memerlukan
kecil Memerlukan Range suhu suplai daya
Tidak linear suplai daya terbatas Range suhu
Kurang stabil Tahanan Memerlukan
Kekurangan

terbatas
Kurang absolut suplai daya Terjadi
sensitif rendah Terjadi pemanasan
Memerlukan Terjadi pemanasan sendiri
referensi pemanasan sendiri Konfigurasi
sendiri terbatas

12


2.4.1 Thermocouple

Thermocouple merupakan sensor yang mengubah besaran suhu menjadi



tegangan, dimana sensor ini dibuat dari sambungan dua bahan metallic yang

berlainan jenis. Sambungan ini dikomposisikan dengan campuran kimia tertentu,
sehingga dihasilkan beda potensial antar sambungan yang akan berubah terhadap
suhu yang dideteksi.

+
Ujung panas Arus elektron akan
e
mengalir dari ujung

panas ke ujung dingin

Ujung dingin

Gambar 2.6 Arah gerak elektron jika logam dipanaskan

Thermocouple terdiri dari beberapa tipe dimana setiap tipe terbuat dari
material yang berbeda dan memiliki jangkauan temperatur yang berbeda pula.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.2, sedangkan perubahan tegangan
terhadap perubahan temperatur pada thermocouple dapat dilihat pada gambar 2.7.

Tabel 2.2 Tipe dan material thermocouple

Tipe Material

J iron vs. copper nickel

K Nickel-Chromium vs. Nickel-Aluminium

T Copper vs. Copper-Nickel

E Nickel-Chromium vs. Copper-Nickel

R Platinum vs. Platinum-13% Rhodium

S Platinum vs. Platinum-10% Rhodium

13

Platinum-6% Rhodium vs. Platinum-10%


B
Rhodium

Tungsten-5% Rhenium vs. Tungsten-26%
C
Rhenium

Gambar 2.7 Perubahan tegangan terhadap perubahan temperatur thermocouple

2.4.2 Resistance Temperature Detector (RTD)


RTD adalah salah satu dari beberapa jenis sensor suhu yang sering
digunakan di industri. RTD dibuat dari bahan kawat tahan korosi, kawat tersebut
dililitkan pada bahan keramik isolator.
RTD merupakan sensor pasif, karena sensor ini membutuhkan energi dari
luar. Elemen yang umum digunakan pada tahanan resistansi adalah kawat nikel,
tembaga, dan platina murni yang dipasang dalam sebuah tabung guna untuk
memproteksi terhadap kerusakan mekanis.
Semakin tinggi suhu, maka semakin besar atau semakin tinggi nilai tahanan
RTD tersebut, begitu juga sebaliknya. PT100 merupakan tipe RTD yang paling
populer yang digunakan di industri, RTD PT100 digunakan pada kisaran -200 C
sampai dengan 650 C.

14


Gambar 2.8 Konstruksi RTD

Tabel 2.3 Tipe Resistance Temperature Detector (RTD)

Lead
Tingkat Operating Temperature
Tipe R100/ R0 Kelas Wire
Arus Range
System
1 mA L -200 s/d 100 C 2 wire*
Kelas A
PT100 1,3850 2 mA M 0 s/d 350 C 3 wire
Kelas B
5mA* H 0 s/d 650 C 4 wire
1 mA L -200 s/d 100 C 2 wire*
Kelas A
JPT100 1,3916 2 mA M 0 s/d 350 C 3 wire
Kelas B
5mA* H 0 s/d 650 C 4 wire

Pada gambar 2.9 dapat dilihat salah satu aplikasi pemasangan RTD (PT100) untuk
pengukuran suhu minyak dan pengukuran suhu air pada tangki crystalizer.

Gambar 2.9 Pemasangan RTD (PT100) pada Tangki Crystalizer

RTD (PT100) memiliki keunggulan dibanding thermocouple yaitu:


1) Ketelitiannya lebih tinggi dari pada thermocouple.
2) Tahan terhadap temperatur yang tinggi.

15


3) Stabil pada temperatur yang tinggi, karena jenis logam platina lebih stabil dari

pada jenis logam yang lainnya.



4) Kemampuannya tidak akan terganggu pada kisaran suhu yang luas.

Kekurangan dari RTD (PT100) :
1) Lebih mahal dari pada thermocouple.
2) Terpengaruh terhadap goncangan dan getaran.
3) Respon waktu awal yang sedikit lama (0,5 s/d 5 detik, tergantung kondisi
penggunaannya).

4) Jangkauan suhunya lebih rendah dari pada termokopel. RTD (PT100)

mencapai suhu 650 C, sedangkan thermocouple mencapai suhu 1700 C.

2.4.3 Thermistor
Thermistor atau tahanan termal adalah komponen semikonduktor yang
bersifat sebagai tahanan dengan koefisien tahanan temperatur yang tinggi, yang
biasanya negatif. Umumnya tahanan thermistor pada temperatur ruang dapat
berkurang 6% untuk setiap kenaikan temperatur sebesar 1 oC. Kepekaan yang
tinggi terhadap perubahan temperatur ini membuat thermistor sangat sesuai untuk
pengukuran, pengontrolan dan kompensasi temperatur secara presisi. Thermistor
terbuat dari campuran oksida-oksida logam yang diendapkan seperti mangan
(Mn), nikel (Ni), cobalt (Co), tembaga (Cu), besi (Fe) dan uranium (U).
Secara umum, thermistor terdiri dari 2 jenis, yaitu :
1) Negative Temperature Coefficient (NTC)
Thermistor NTC mempunyai nilai tahanan semakin kecil dengan
bertambahnya suhu dan mempunyai koefisien temperatur negatif yang sangat
tinggi. NTC dibuat dari oksida logam yang terdapat dalam golongan transisi,
seperti misalnya, ZrOz - YzPt, NiAlzOr Mg(Al, Cr, Fe)2Oa, SiC, dan sebagainya.
Oksida-oksida ini sebenarnya mempunyai resistansi yang tinggi, tetapi dapat
diubah menjadi bahan semikonduktor yaitu dengan menambahkan beberapa ion
lain (sebagai doping) yang mempunyai valensi yang berbeda.

16


Contoh jenis jenis NTC dapat dilihat pada gambar 2.10. Sedangkan kurva

perubahan resistansi karena pengaruh perubahan temperatur dapat dilihat pada



gambar 2.11.

Gambar 2.10 Contoh jenis jenis NTC

Gambar 2.11 Kurva perubahan resistansi terhadap temperatur pada NTC

2) Positive Temperature Coefficient (PTC)


Thermistor PTC mempunyai nilai tahanan semakin besar dengan
bertambahnya suhu. termistor PTC merupakan resistor dengan koefisien
temperatur positip yang sangat tinggi. Thermistor PTC adalah semikonduktor
yang dibuat dari BaTiO3 dan ditambah dengan Y2O3 atau LaOl. Pada gambar
2.12 dapat dilihat contoh jenis jenis PTC.

17

Gambar 2.12 Contoh jenis jenis PTC

Dalam beberapa hal, PTC berbeda dengan NTC antara lain seperti yang dijelaskan

berikut ini:

a) Koefisien temperatur dari PTC benilai positif hanya dalam interval temperatur
tertentu, sehingga di luar interval tersebut, koefisien temperaturnya bisa
bernilai nol atau negatif.
b) Pada umumnya, harga mutlak dari koefisien temperatur PTC jauh lebih besar
dari pada NTC.

2.4.4 IC LM35
IC LM35 adalah salah satu jenis sensor suhu. LM35 berfungsi untuk
mengkonversi besaran suhu yang ditangkap menjadi besaran tegangan. Sensor ini
memiliki presisi tinggi, sangat sederhana dengan hanya memiliki buah 3 kaki.
Kaki pertama IC LM35 dihubung ke sumber daya, kaki kedua sebagai output dan
kaki ketiga dihubung ke ground. Adapun gambar dari IC LM35 diperlihatkan
pada gambar 2.13.

Gambar 2.13 Salah satu model IC LM35

Karakteristik dari IC LM35 yaitu :


1) Dapat dikalibrasi langsung ke dalam besaran Celcius.
2) Faktor skala linier + 10mV/ C.

18


3) Tingkat akurasi 0,5C. saat suhu kamar (25C).

4) Jangkauan suhu antara -55C sampai 150C.



5) Bekerja pada tegangan 4 volt hingga 30 volt.
6) Arus kerja kurang dari 60A.
7) Impedansi keluaran rendah 0,1 untuk beban 1 mA.

2.5 Pemilihan Jenis Sensor Temperatur



Hal-hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan pemilihan jenis sensor

temperatur adalah: (Yayan I.B, 1998)
1. Level suhu maksimum dan minimum dari suatu substrat yang diukur.
2. Jangkauan (range) maksimum pengukuran.
3. Konduktivitas kalor dari substrat.
4. Respon waktu perubahan suhu dari substrat.
5. Linieritas sensor.
6. Jangkauan temperatur kerja.
Selain dari ketentuan diatas, perlu juga diperhatikan aspek fisik dan kimia dari
sensor seperti ketahanan terhadap korosi (karat), ketahanan terhadap guncangan,
pengkabelan (instalasi), keamanan dan lain-lain.

2.6 Aplikasi Sensor Temperatur


Setiap sensor suhu memiliki temperatur kerja yang berbeda, untuk pengukuran
suhu disekitar kamar yaitu antara -35oC sampai 150oC, dapat dipilih sensor NTC,
PTC, transistor, dan IC hibrid. Untuk suhu menengah yaitu antara 150oC sampai
700oC, dapat dipilih thermocouple dan RTD. Untuk suhu yang lebih tinggi sampai
1500oC, tidak memungkinkan lagi dipergunakan sensor-sensor kontak langsung,
maka teknis pengukurannya dilakukan menggunakan cara radiasi. Untuk
pengukuran suhu pada daerah sangat dingin dibawah 65oK = -208oC ( 0oC =
273,16oK ) dapat digunakan resistor karbon biasa karena pada suhu ini karbon
berlaku seperti semikonduktor. Untuk suhu antara 65 oK sampai -35oC dapat
digunakan kristal silikon dengan kemurnian tinggi sebagai sensor.

19


2.7 Pengkondisi Sinyal

Dalam suatu sistem pengukuran, sinyal keluaran dari sensor atau transduser

masih terlalu kecil sehingga harus diperkuat terlebih dahulu agar keluarannya

cocok untuk ditampilkan pada display atau digunakan untuk sistem
kontrol/kendali.
Pengkondisi sinyal adalah sistem elektronika yang berfungsi untuk

mengonversi, memanipulasi, mengompensasi atau memperbaiki sinyal dari sensor



atau transduser menjadi sinyal keluaran yang dibutuhkan untuk display

pengukuran, untuk recorder maupun untuk proses kontrol selanjutnya.
Sebagai contoh, keluaran dari thermocouple merupakan tegangan yang
sangat kecil yaitu dalam skala milivolt saja, untuk itu diperlukan pengkondisi
sinyal untuk menguatkan tegangan tersebut. Contoh lain yaitu keluaran dari NTC
atau RTD merupakan perubahan resistansi, sehingga diperlukan pengkondisi
sinyal yang berfungsi untuk mengonversi resistansi ke tegangan menggunakan
voltage devider atau jembatan wheatstone, namun ternyata keluaran dari jembatan
wheatstone juga masih kecil, sehingga diperlukan rangkaian penguat yang berupa
rangkaian op-amp.

display
Jembatan Penguat
Sensor operasional recorder
wheatstone
(op-amp)
control
Pengkondisi sinyal

Gambar 2.14 Diagram blok pengkondisi sinyal

2.8 Voltage Devider


Rangkaian Voltage Devider atau pembagi tegangan digunakan untuk
mengonversi perubahan resistansi menjadi perubahan tegangan.

20


R1

Vo
R2


Gambar 2.15 Voltage devider

................................................................................................(2.1)

Sebagai contoh, R1 adalah sebuah thermistor yang diseri dengan sebuah


resistor R2. Ketika terjadi perubahan temperatur, maka resistansi thermistor pun
akan berubah, sehingga tegangan keluaran Vo akan berubah pula. Jadi Voltage
Devider atau pembagi tegangan merupakan salah satu contoh sederhana konverter
resistansi ke tegangan.
Rangkaian Voltage Devider memiliki karakteristik sebagai berikut :
1) Perubahan Vout terhadap R1 maupun R2 tidaklah linier.
2) Impedansi keluaran efektif rangkaian adalah kombinasi paralel R 1 dan R2.
3) Karena arus mengalir melalui kedua resistor, maka rating daya resistor
maupun sensor harus diperhatikan.

2.9 Jembatan Wheatstone


Jembatan Wheatstone adalah salah satu metode pengukuran yang digunakan
untuk mengukur resistansi yang tidak diketahui dengan menyeimbangkan dua
kaki pada rangkaian jembatan, salah satu kaki tersebut terhubung ke komponen
yang tidak diketahui resistansinya. Jembatan Wheatstone merupakan salah satu
konverter resistansi ke tegangan selain voltage devider.
Kelebihan jembatan wheatstone dibandingkan voltage devider diantaranya :
1) Lebih mudah diseimbangkan untuk mendapatkan zero position.
2) Dapat mengompensasi panas.
3) Mempunyai sensitivitas dan akurasi yang tinggi.

21


Rangkaian jembatan wheatstone dapat dilihat pada gambar 2.16.

a
I1 I2
R1 R3

vs b d
Vo

R2 R4
c

Gambar 2.16 Jembatan Wheatstone

Ketika tegangan Vbd sama dengan nol, maka tidak ada beda potensial antara titik
b dan d, sehingga Vab haruslah sama dengan Vad, jadi :
I1.R1 = I2.R3 ......(2.2)

Begitu pula besarnya tegangan R2 yaitu Vbc harus sama dengan tegangan R4 yaitu
Vdc, jadi :

I1.R2 = I2.R4 .........(2.3)

Dengan membagi persamaan (2.2) dan (2.3), maka diperoleh :

....(2.4)

Dalam kondisi demikian ini, jembatan dikatakan dalam kondisi seimbang. Namun
jika elemen jembatan memiliki resistansi yang berubah nilainya dari kondisi
seimbang ini, maka :

...(2.5)

........(2.6)

Jadi tegangan antara b dan d yaitu tegangan keluaran Vo adalah :

22

( )
........(2.7)

2.10 Penguat Operasional / Operational Amplifier (Op-Amp)
Penguat Operasional atau yang sering disebut Op-Amp merupakan suatu

penguat diferensial yang mempunyai penguatan (gain) yang sangat tinggi dan

terkopel secara DC. Op-amp digunakan untuk membentuk fungsi-fungsi linier


bermacam-macam atau dapat juga digunakan untuk operasi-operasi tak
yang
linier,
dan seringkali disebut sebagai rangkaian terpadu linier dasar.

Gambar 2.17 Simbol IC Op-Amp

Parameter penguat operasi pada umumnya adalah :


1) Penguat tegangan terbuka sangat besar yaitu sekitar 100.000 kali.
2) Impedansi masukan yang cukup tinggi dengan nilai tipikal 1 M.
3) Impedansi keluaran yang sangat rendah, dengan nilai tipikal pada rentang
puluhan sampai ratusan Ohm.
4) Perbandingan penolakan terhadap sinyal mode bersama (CMRR) lebih dari 90
dB.

Penguat operasi yang sering dipakai dan telah banyak dikenal adalah tipe 741.
Op-Amp 741 atau lengkapnya uA-741 adalah nama jenis Op-Amp komersial
pertama yang terkenal, hasil rekayasa perusahaan Fairchild pada tahun 1968,
menjadi nama yang legendaris hingga hari ini. IC ini mempunyai delapan kaki,
dengan keterangan sebagai berikut :

23

Gambar 2.18 Konfigurasi dan bentuk IC Op-Amp 741


Keterangan
:
Kaki 1 & 5 : offset null

Kaki 2 : masukan membalik (inverting input)

Kaki 3 : masukan tak membalik (non inverting input)


Kaki 4 : catu tegangan negatif
Kaki 6 : keluaran
Kaki 7 : catu tegangan positif
Kaki 8 : tak digunakan

2.10.1 Penguat Inverting


Pada rangkaian penguat inverting, input non-inverting di-ground-kan
sedangkan input inverting sebagai masukan. Dengan mengasumsikan bahwa op-
amp mempunyai open loop gain yang tidak berhingga, maka perbedaan tegangan
antara input inverting dan input non-inverting sama dengan nol, pada kondisi ini
input inverting disebut virtual ground.

Rf

i
R1
Vi

i Vo

Gambar 2.19 Penguat Inverting

Dari gambar diatas dapat diturunkan persamaan sebagai berikut :

24

i= - i

......(2.8)


................(2.9)

Av =


Vo = Vi

2.10.2 Penguat Non Inverting


Penguat non-inverting adalah penguat yang keluarannya sefasa dengan
masukannya serta memenuhi hubungan Rf tertentu dengan R1. Diagram rangkaian
penguat non-inverting dapat dilihat pada gambar 2.20.

V1
Vi = 0 Vo

i=0

V1
Rf
R1

Gambar 2.20 Penguat Non Inverting

V1 = Vo ....(2.10)

..........(2.11)

Av = 1 +

Vo = (1 + V1

25


2.10.3 Penguat Buffer

Penguat buffer diperlihatkan pada gambar 2.21, dan mempunyai penguatan



(gain) sama dengan 1 dengan impedansi masukan yang tinggi sehingga cocok
penguat awal sensor atau lainnya.
untuk


Vo
Vi

Gambar 2.21 Penguat Buffer

Vo = Vi .....(2.12)

Av = = 1 ......(2.13)

2.10.4 Penguat Diferensial (Pengurang / substractor)


Penguat diferensial digunakan untuk memperkuat sinyal-sinyal kecil yang
teredam dalam sinyal-sinyal yang jauh lebih besar. Penguat ini dibangun oleh
empat tahanan presisi (1%) dan sebuah op-amp, seperti terlihat pada gambar 2.22,
pada penguat ini terdapat dua terminal, input (-) dan (+) yang dihubungkan ke
terminal op-amp terdekat.

R2

R1
V1
X
R1 Vo
V2

R2

Gambar 2.22 Penguat diferensial

26


Gambar 2.22 memperlihatkan bagaimana sebuah op-amp dapat digunakan

sebagai penguat diferensial, yang memperkuat selisih antara dua sinyal masukan.

Karena op-amp mempunyai impedansi yang tinggi diantara terminal-terminal

masukannya, maka secara virtual tidak ada arus yang mengalir diantara kedua
terminal masukannya. Jadi tidak ada beda potensial diantara kedua terminal
masukan, dan oleh karena itu keduanya berada pada potensial yang sama yaitu x.

Tegangan V2 adalah tegangan pada resistor R1 dan R2. Jadi terdapat sebuah

rangkaian pembagi tegangan dengan besar potensial pada masukan non inverting
sama dengan potensial pada titik x yaitu Vx sebagai :
yang

.(2.14)

Arus yang melewati resistor umpan balik pasti sama dengan arus yang mengalir
dari V1 melewati R1, jadi :

......(2.15)

Persamaan diatas dapat disusun ulang untuk menghasilkan :

( ) ....(2.16)

Dengan mensubstitusikan Vx dari persamaan sebelumnya, maka diperoleh :

Vo = (V2 V1)

2.11 Penguat Instrumentasi


Penguat instrumentasi adalah salah satu dari penguat-penguat yang paling
bermanfaat, cermat dan serbaguna yang ada pada saat ini. Fungsi utama penguat
instrumentasi adalah untuk memperkuat tegangan yang tepat berasal dari sensor
atau transduser secara akurat. Rangkaian penguat instrumentasi digunakan dimana
akurasi tinggi dan stabilitas sistem rangkaian diperlukan.

27

V1 R4 R5
A1

R3

Rg A3 Vo

R2
R6 R7
A2
V2

Gambar 2.23 Rangkaian penguat instrumentasi

Penguat diferensial merupakan bentuk paling sederhana dari apa yang kerap
disebut sebagai penguat instrumentasi. Bentuk lain yang lebih umum digunakan
terdiri dari tiga buah penguat operasional. Rangkaian semacam ini tersedia
sebagai IC tunggal. Rangkaian tingkat pertama melibatkan penguat A1 dan A2.
Tingkat rangkaian ini akan memperkuat kedua sinyal masukan tanpa
meningkatkan tegangan mode common-nya, sebelum penguat A3 digunakan
untuk memperkuat sinyal diferensialnya. Penguatan diferensial yang dihasilkan
oleh penguat A1 dan A2 adalah (Rg+R2+R3) / Rg, Sedangkan penguatan yang
dihasilkan penguat A3 adalah R5 / R4 Diasumsikan semua resistor mempunyai
nilai yang sama sebesar R kecuali Rg, maka :

....(2.17)

(V2 V1)...(2.18)

28


Karakteristik dari penguat instrumentasi ini diantaranya :

1) DC offset sangat rendah, low drift, low noise dan open loop gain yang

sangat tinggi.
2) Gain tegangannya, dari masukan diferensial (V1 - V2) ke keluaran

berujung tunggal, disetel oleh satu tahanan.


3) Impedansi masukan dari kedua masukannya sangat tinggi dan tak berubah

jika gainnya berubah.



4) Tegangan keluaran VO tidak tergantung pada tegangan bersama V1
maupun V2 (CMRR tinggi).

2.12 Penyearah Satu Fasa Setengah Gelombang


Dioda semikonduktor banyak digunakan sebagai penyearah. Penyearah yang
paling sederhana adalah penyearah setengah gelombang, yaitu yang terdiri dari
sebuah dioda. Melihat dari namanya, maka hanya setengah gelombang saja yang
akan disearahkan. Gambar 2.24 menunjukkan rangkaian penyearah setengah
gelombang.

AC Vi IRL RL

Gambar 2.24 Penyearah satu fasa setengah gelombang

Prinsip kerja penyearah setengah gelombang adalah bahwa pada saat sinyal
input (Vi) pada setengah perioda positif, maka dioda mendapat bias maju
sehingga arus (IRL) mengalir ke beban (RL), dan sebaliknya bila sinyal input pada
setengah perioda negatif maka dioda mendapat bias mundur sehingga tidak arus
(IRL) yang mengalir ke beban (RL) dan berarti tegangan VRL sama dengan nol.
Bentuk tegangan masukan dan keluaran penyearah setengah gelombang
diperlihatkan pada gambar 2.25.

29


Vi

Vm

2 t

VRL
Vm


2 t

Gambar 2.25 Bentuk gelombang penyearah setengah gelombang

VRL,dc = VRL,eff =
=
=
= (- cos t)

= (- -1 - -1) =

= volt =

= = volt

2.13 Rangkaian Regulator


Regulator tegangan berfungsi untuk menstabilkan tegangan agar tegangan
yang ada selalu konstan. Hal ini dimaksudkan agar pasokan tegangan yang akan
digunakan selalu stabil, sehingga beban yang disuplai sistem kerjanya tidak
terganggu. Oleh karena itu biasanya dalam rangkaian power supply dipakai IC
Regulator tegangan agar tegangan outputnya stabil. IC yang biasa digunakan
adalah IC 78XX, dan IC 79XX.

31


Keluarga IC 78XX dan 79XX adalah pilihan utama bagi banyak sirkuit

elektronika yang memerlukan catu daya teregulasi karena mudah digunakan dan

harganya relatif murah. Untuk spesifikasi IC individual, XX digantikan dengan

angka dua digit yang mengindikasikan tegangan keluaran yang didesain,
contohnya 7805 mempunyai keluaran 5 volt dan 7812 memberikan 12 volt dan
seterusnya. Pada gambar 2.26 diperlihatkan bentuk dan konfigurasi IC 78XX dan

IC 79XX.

Gambar 2.26 Bentuk dan konfigurasi IC 78XX dan 79XX

Keluarga IC 78XX merupakan regulator tegangan positif, yaitu regulator yang


didesain untuk memberikan tegangan keluaran yang relatif positif terhadap
ground bersama. Sedangkan keluarga 79XX adalah peranti komplementer yang
didesain untuk catu negatif. IC 78xx dan 79xx dapat digunakan bersamaan untuk
memberikan regulasi tegangan terhadap pencatu daya simetris. Dibawah ini
adalah contoh aplikasi IC 78XX dan 79XX dalam power supply simetris 15 V.

Gambar 2.27 Aplikasi IC 78XX dan 79XX pada power supply simetris.

31


2.14 Regulator Variabel LM 317

LM 317 adalah sebuah IC regulator tegangan positif yang dapat disetel /



diseting yang memiliki 3 kaki dan mampu untuk mencatu lebih dari 1.5 A pada

tegangan keluaran dalam jangkauan antara 1.2V 37V. LM 317 mudah sekali
digunakan dan hanya memerlukan dua resistor eksternal guna menentukan
tegangan keluarannya. Selain itu, peregulasiannya lebih baik dari regulator-

regulator tetap yang standar.


Gambar 2.28 IC Regulator LM 317

Untuk mencari tegangan keluaran pada power supply yang menggunakan IC


regulator LM 317 dapat kita hitung menggunakan rumus sebagai berikut:
Vout = 1,25 ( R2 / R1 + 1 ).
Pada gambar berikut adalah contoh rangkaian regulator variabel
menggunakan IC LM 317.

Gambar 2.29 Rangkaian regulator variabel

Anda mungkin juga menyukai