Anda di halaman 1dari 14

UPAYA PENYELAMATAN DIRI SAAT TERJADI TSUNAMI

Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk


mengantisispasi becana melalui pengorganisaisan serta melalui langkah yang tepat
guna dan berdaya guna. Tujuannya adalah untuk mengurangi dampak negatif dari
bencana. Kesiap guanaan bencana merupakan proses dari penilaian, perencanaan dan
pelatihan untuk mempersiapkan sebuah rencana tindakan yang terkoordinasi dengan
baik (UU RI No 24 Tahun 2007)

Kesiapsiagaan bencana mencakup langkah-langakah untuk mempresikdi,


mencegah dan merespon terhadap bencana. Koordinasi lintas sectoral diperlukan
untuk mencapai tujuan-tujuan berikut seperti yang telah disebutkan oleh LIPI.
UNESCO/ISDR (2006). Bahwa ruang lingkup kesiapsiagaan dikelompokkan
kedalam empata parameter yaitu pengetahuan dan sikap (knowledge and attitude),
perencanaan kedaruratan (emergency planning), sistem peringatan (warning system),
dan mobilisasi sumber daya. Pengetahuan lebih banyak untuk mengukur pengetahuan
daasar menegnai bencana alama seperti ciri-ciri, gejala dan benyebabnya. Perncanaan
kedaruratan ini untuk mengetahui tindakana apa yanga telah dipersiapkan
menghadapi bencana alam. Sitem peringatan adalah ususaha yang telah dipersiapkan
pemerintah dan masyarakat dalam mencegah terjadinya korban akibata bencana
dengan cara memeberi tanda-tanda perinagatan yang ada. Sedangkan mobilisasi
sumberdaya adalah mengacu pada keterampilan-keterampilan yang diikuti, dana dan
lain-lain.

Menurut peraturan kepala BNPB Nomor 4 Tahun 2008, kesiapsiagaan


dilaksanakan untuk mengantisispasi kemungkinana terjadinya bencana guna
menghindarai jatuhnya korban jiwa, kerugian harta benda dan berubahnya tata
kehidpan masayarakat. Upaya kesiapsiagaan dilakukan pada saat bencana mulai
teridentifikasi akan terjadi, kegiatan yang dilakukan pada saat bencana mulaai
teridentifikasi akan terjadi, kegiatan yang dilakukan anatara lain :
1. Penganktifana pos-pos siaga bencana
2. Pelatihan siaga atau simulasi teknis bagai setiap sector, penanggualangan
bencana (SAR,social,kesehatan, prasarana dan pekerjaan umum)
3. Investasi sumber daya pendukung kedaruratan
4. Penyiapan dukungan dan mobilitas sumberdaya atau logistic
5. Penyiapan sistem informasi dana komunikasi yang cepata dana terpadau guna
mendukung tugas kebencanaan
6. Penyiapan dana pemasagana instrument sistem peringatan didni (early warning)
7. Penyusunan rencana kontijensi (contingency plan)
8. Mobilisasi sumberdaya (personil dana prasarana atau sarana peralatan)

Parameter Kesiapsiagaan Rumah Tangga Menghadapai resiko Bencana


Tsunami

Menurut LIPI-UNESCO?ISDR (2006) Terdapat 5 faktor kritis yang disepakati


sebagai parameter untuk mengukur kesiapsiagaan individu dana rumah tangga untuk
mengantisipasi bencana alam dalam hala ini khususnya tsunamai, adalaha sebagai
berikut ;

a. Pengetahuan dan sikap terhadap resiko bencana

Pengetahuan merupakan faktor utama kunci kesiapsiagaan. Pengetahuan


yangharus dimiliki individu dana ruah tangga mengenai bencana tsunami yaiatu
pemahamana tentanag bencana tsunami dan pemahaman tentang kesiapsiagaan
menghadapai bencana tersbut, meilputi pemahaman mengenai tindakan
penyelamatana diri yang tepat saat terjadi tsunamai serta tindakan dana peralatan
yang perlu disiapkan sebelum terjadi tsunami, demikian juga sikap kepedulian
terhadap resiko bencana tsunami. Pengetahuan yang dimiliki biasnaya dapa
memengaruhi sikap dana kepedulian individu dana rumaha tangga unutk siap
dana siaga dalam mengatisiapasi bencana, terutama bagi yang bertempat tinggal
didaerah rawan bencana.
b. Kebijakan atau panduana keluarga untuk kesiapsiagan

Kebijakan untuk kesiapsiagaan bencana tsunamai sangat penting dana


merupakan upaya konkrit untuk melaksanakan kegiatan siaga bencana. Kebijakan
yang signifikana berpengarauh terhadap kesiapsiagaan rumah tangga. Kebijakan
yang diperlukan untuk kesiapsiapsiagaan rumah tangga berupa kesepakatan
keluarga dalam hal menghadapi bencana tsunami, yakni adanya diskusi keluarga
mengenai sikap dan tindakan penyelamatan diri yang tepat saat terjadi tsunami,
dan tindakana serta peralatan yang perlu disiapkan sebelum terjadi tsunami.

c. Rencana tanggap darurat

Rencana tanggap darurat menjadi bagian penting dalam kesiapsiagaa,


teruatama berkaitan dengana pertolongan dana penyelamatan, agara korba
bencana dapat diminimalkan. Upaya ini sangat krusial ataua penting, terutama
pada saat terjadi bencana dana hari-hari pertama setelah bencana sebelum bantuan
darai pemerintah danadarai pohak luar dating. Rencana tanggap darurat meliputi 7

1. Rencana keluarga untuk merespon keadaan darurat, yakni adanya


rencana penyelamatan keluarga dana setiap anggota keluarga
mengetahui apa yang harus dilakukan saat kondisi darurat (tsunami)
terjadi.
2. Rencana evakuasi, yakni adanya keluarga mengenaia jalur aman yang
dapat dilewati saat kondisi darurat, adanya kesepakatan keluarga
mengenai tempaat berkumpul jika terpisah saat terjadi tsunami, dan
adanya keluarga, yang memeberikan tempat pengungsian sementara saat
kondisi darurat.
3. Pertolongan pertama, penyelamatan, keselamatan dan keamanan,
meliputi tersedianya kotak P3K atau obat-obatan penting lainnya untuk
pertolongan pertama keluara, adanya anggota keluarga yang mengikuti
pelatihan pertolongan pertama dan adanya akses untuk merespon
keadaan darurat.
4. Pemenuhan kebutuhan dasar, meliputi tersedianya kebutuhan dasar
untuk keadaan darurat (makanan siap saji dan minuman dlam kemasan),
tersedianya alat atau akses komunikasi alternative keluarga (HP atau
radio), tersedianya alat penerangan alternative untuk keluarga pada saat
darurat.
5. Perlatan dan perlengkapan siaga bencana
6. Fasilitas-fasilitas penting yang memiliki akses dengan bencana seperti
tersedianya nomor telepon rumah sakit, polisi, pemadam kebakaran,
PAM, PLN,Telkom.

d. Sistem peringatan bencana

Sistem peringata bencana meliputi tanda perinagtan dan distribusi informasi


akan terjadi bencana. Dengan adanya peringatan bencana, keluarga dapat
melakukan tindakan yang tepat untuk mengurangi korban jiwa, harta benda dan
kerusakan lingkungan. Untuk itu diperlukan latihan dan simulasi tentang tindakan
yang harus dilakukan apbila mendnegar perinagtan dan cara menyelamatkan diri
dalam waktu tertentu, sesuai dengan lokasi tempat keluarga berada saat terjadinya
peringatan. Sistem peringatan bencana untuk keluarga berupa tersedianya sumber
informasi. Untuk perinagtan bencana baik darai sumber tradisional maupun local,
dana adanya akses untuk mendapatkan informasi perinagtan bencana. Peringatan
dini meliputi informasi yang tepat waktu dan efektif melalui kelembagaan yang
jelas sehngga memungkinkan setiap individu dan rumah tangga yang terancam
bahaya dapat mengambil langkah untuk menghidari atau menguragi resiko serta
mempersiapkan diri untuk meakukan upaya tanggap darurat yang efektif.

e. Mobilisasi sumber daya

Sumber daya yang tersedia, baik sumber daya manusia maupaun pendanaan
dan sarana prasarana penting untuk keadaan darurat merupakan potensi yang
dapat mendukung atau sebaliknya menjadi kendala dalam kesiapsiagaan bencana
alam. Karena itu mobilisasi sumber daya menjadi faktor yang krusial. Mobilisasi
sumber daya keluarga meliputi adanya anggota keluarga yang terlihat dalam
pelatihan kesiapsiagaan bencana, adanya keterampulan yang berkaitan dengan
kesiapsiagaan, adamya alokasi dana atau tabungan keluarga untuk menghadapi
bencana, serta adanya kesepakatan keluarga untuk memantau peralatan dan
perlengkapan siaga bencana secara regular.

Tindakan Rumah Tangga Sebelum Bencana Tsunami

Tindakan kesiapsiagaan dirumah tangga Menurut Bakornas (2006) adalah sebagai


berikut

a. Menyiapkan tas siaga berisi berbagai keperluan dana dokumen penting seperti
ijazah, setifikat tanah, BPKB, buku nikah, obat-obatan, dan senter. Tas siaga
tersebut disimpan pada tempat yang mudah dijangkau sehingga ketika
bencana dating tiba-tiba dan hharus meninggalkan rumah maka barang-barang
tersebut dapat dibawa dengan mudah dan cepat.
b. Naikkan alat-alat listrik, barang keluarga berharga, buku dan barang
yangmudah rusak bila terkena air ke tempat yang tinggi (meleihi ketinggian
maksimum air)
c. Mempelajari peta daerah rawan bencana
d. Mempelajari lokasi aman dan jalur aman untuk melakukan evakuasi jika
terjadi bencana.
e. Mempelajari P3K untuk menlong diri sendiri atau korban seandainya ada
cedera.
f. Menempatkan kunci rumah ditempat yang aman, mudah diambil dan
diketahui oleh semua anggota keluarga.
g. Menulis nomor-nomor telepn penting sperti nomor polisi,
PAM,PLN,PMI,LSM, Pemadam kebakaran dan menyimpannnya kedalan
memori handphone atau dalam catatan penting lainnya.
h. Menempatkan handphone dan alat tanda bahaya ditempat yang mudah
dijangkau ketika menyelamatkan diri.
i. Pemasangan tanda bahaya, yakni jalur-jalur yang tidak digunakan pada saat
bencana.

Maka kenalilah tanda-tandanya akan dating gelombang tsunami, saat terjadi


gempa didasar samudra tiba-tiba air laut dipantai menjadi surut.Apabila melihat hal
itu bergeserlah mencari tempat yang tinggi, bisa jadi itulah awal mula akan datangnya
gelombang tsunami. Ada beberapa langkah yang harusdiketahui dan diterapkan
masyarakat, yaitu

a. Masyarakat harus menghafalakan karakteristik gempa yang potensial


menyebabkan tsunami.Gempa besar yang berpusat didasar laut bisa
menimbulkan suara gemuruh berkepanjangan
b. Meningkatkan kewaspadaan saat berwisata dikawasan pantai
c. Mengetahui cara pasti langkah darurat dan tempat-tempat evakusasi
d. Masyarakat pantai harus turut menajga kelestarian tanaman mangrove

Faktor-faktor yang mempengaruhi kesiapsiagaan Rumah Tangga Menghadapi


bencana tsunami

1. Pengetahuan

Menurut Notoatmoodjo (2012), pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini
terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indera penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui indera pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata).
Pengetahuan adalah ranah kognitif merupakan domain yang sangat penting
dalam membentuk tindakan seseorang (overt behaviour). seseorang terhadap
objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Pengetahuan yang
tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan yaitu:

1. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang
tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, mendefinisikan,
menyatakan dan sebagainya.
2. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi
tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek harus dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan
sebagainya terhadap objek.
3. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan
sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan
sebagainya dalam bentuk konteks atau situasi yang lain.
4. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu objek ke dalam
komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi tersebut,
dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat
dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan),
membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun formulasi baru
dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun dan dapat
merencanakan, dapat meringkaskan terhadap suatu teori atau rumusan-
rumusan yang telah ada.
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu
berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan
kriteria-kriteria yang telah ada.

Menurut LIPI (2006), pengetahuan merupakan faktor utama kunci


kesiapsiagaan. Pengalaman bencana gempa bumi dan tsunami di Aceh, Nias
dan Yogyakarta serta berbagai bencana yang terjadi diberbagai daerah
lainnya memberikan pelajaran yang sangat berarti akan pentingnya
pengetahuan mengenai bencana alam. Pengetahuan yang dimiliki biasanya
dapat memengaruhi sikap dan kepedulian masyarakat untuk siap dan siaga
dalam menghadapi bencana, terutama bagi mereka yang bertempat tinggal
di daerah pesisir yang rentan terhadap bencana alam.

2.5.1.1 Pengetahuan Tentang Kearifan Lokal

Di Indonesia, masih banyak penduduk yang menganggap bahwa


bencana itu merupakan suatu takdir. Hal ini merupakan gambaran bahwa
paradigm konvensional masih kuat dan berakar di masyarakat. Pada
umumnya mereka percaya bahwa

Bencana itu adalah suatu kutukan atas dosa dan kesalahan yang telah
diperbuat, sehingga seseorang harus menerima bahwa itu sebagai takdir akibat
perbuatannya. Sehingga tidak perlu lagi berusaha untuk mengambil langkah
langkah pencegahan atau penanggulangannya (Bakornas PB, 2007).

Menurut Keraf (2010) bahwa kearifan lokal adalah adalah semua


bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman atau wawasan serta adat
kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di
dalam komunitas ekologis. Jadi kearifan lokal ini bukan hanya menyangkut
pengetahuan dan pemahaman masyarakat adat tentang manusia dan
bagaimana relasi yang baik diantara manusia, melainkan juga menyangkut
pengetahuan, pemahaman dan adat kebiasaan tentang manusia, alam dan
bagaimana relasi di antara semua penghuni komunitas ekologis ini harus
dibangun. Seluruh kearifan tradisional ini dihayati, dipraktikkan, diajarkan
dan diwariskan dari satu generasi ke generasi lain yang sekaligus
membentuk pola perilaku manusia sehari-hari.

Menurut Gobyah dalam Sartini (2004), mengatakan bahwa kearifan


lokal adalah kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah.
Kearifan lokal adalah produk masa lalu yang terus menerus dijadikan
pegangan hidup. Walaupun lokal namun nilai-nilai yang terkandung
didalamnya bersifat universal.

Apriyanto, (2008) menjelaskan bahwa, menurut perspektif kultural,


kearifan lokal adalah berbagai nilai yang diciptakan, dikembangkan dan
dipertahankan oleh masyarakat yang menjadi pedoman hidup mereka.
Termasuk berbagai mekanisme Dan cara untuk bersikap, bertingkah laku
dan bertindak yang dituangkan sebagai suatu tatanan sosial. Di dalam
pernyataan tersebut terlihat bahwa terdapat lima dimensi kultural tentang
kearifan lokal, yaitu (1) Pengetahuan lokal, yaitu informasi dan data tentang
karakter keunikan lokal serta pengetahuan dan pengalaman masyarakat
untuk menghadapi masalah serta solusinya. Pengetahuan lokal penting
untuk diketahui sebagai dimensi kearifan lokal sehingga diketahui derajat
keunikan pengetahuan yang dikuasai oleh masyarakat setempat untuk
menghasilkan inisiasi lokal; (2) Budaya lokal, yaitu yang berkaitan dengan
unsur-unsur kebudayaan yang telah terpola sebagai tradisi lokal, yang
meliputi sistem nilai, bahasa, tradisi, teknologi; (3) Keterampilan lokal,
yaitu keahlian dan kemampuan masyarakat setempat untuk menerapkan dan
memanfaatkan pengetahuan yang dimiliki; (4) Sumber lokal, yaitu sumber
yang dimiliki masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dan
melaksanakan fungsi-fungsi utamanya; dan (5) Proses Sosial lokal,
berkaitan dengan bagaimana suatu masyarakat dalam menjalankan fungsi-
fugnsinya, sistem tindakan sosial yang dilakukan, tata hubungan sosial serta
kontrol sosial yang ada.

2.5.2. Sikap (Attitude)

Menurut Sunaryo (2002), sikap adalah respon tertutup seseorang


terhadap suatu stimulus atau objek, baik yang bersifat intern maupun
ekstern sehingga manifestasinya tidak langsung dapat dilihat, tetapi hanya
dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku tertutup. Sikap secara realitas
menunjukkan adanya kesesuaian respon terhadap stimulus tertentu.

Menurut Notoatmodjo (2003), sikap secara nyata menunjukkan


konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam
kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap
stimulus sosial. Newcomb dalam Notoatmodjo (2012), menyatakan sikap
merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan
pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau
aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku. Sikap
dapat bersifat positif dan dapat bersifat negatif. Pada sikap positif
kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan
objek tertentu, sedangkan pada sikap negatif terdapat kecenderungan untuk
menjauhi, menghindar, membenci, tidak menyukai objek tertentu. Seperti
halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu:

1. Menerima (receiving).
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap seseorang terhadap berita
bencana yaitu terlihat dari kesediaan dan perhatiannya terhadap berita.

2. Merespon (responding).

Merespon adalah memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan


dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.
Karena, suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas
yang diberikan, terlepas pekerjaan itu benar atau salah, berarti orang
menerima ide tersebut.

3. Menghargai (valuing).

Menghargai dapat dilihat dari sikap mengajak orang lain mengerjakan


sesuatu atau berdiskusi mengenai suatu masalah. Misalnya seorang petugas
yang mengajak petugas lainnya untuk menilai resiko bencana disuatu
daerah serta melakukan mitigasi terhadap resiko bencana tersebut.

4. Bertanggung jawab (responsible).

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan


segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi. Pengukuran sikap
dilakukan dengan secara langsung atau tidak langsung. Menurut Allport
dalam Notoatmodjo (2003), sikap biasanya memberikan penilaian
(menerima atau menolak) terhadap objek yang dihadapi, oleh karena itu
sikap merupakan predisposisi untuk berespon yang akan membentuk
tingkah laku. Terdapat 3 (tiga) komponen pokok sikap yaitu:

1. Komponen kognisi yang berhubungan dengan kepercayaan atau


keyakinan, serta ide dan konsep terhadap objek, artinya keyakinan dan
pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek.
2. Komponen afeksi yang berhubungan dengan kehidupan
emosional seseorang atau evaluasi orang terhadap objek, artinya penilaian
(terkandung dalam faktor emosi) orang tersebut terhadap objek.
3. Komponen konasi yang berhubungan dengan kecenderungan
untuk bertingkah laku atau bertindak (tend to behave), sikap merupakan
komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Sikap adalah
ancang-ancang untuk bertindak atau berperilaku terbuka.

Sikap pada fase kesiapsiagaan (preparedness), berbentuk adanya


perilaku yang berlebihan pada masyarakat karena minimnya informasi
mengenai cara mencegah dan memodifikasi bahaya akibat bencana jika
terjadi. Berita yang berisi hebatnya akibat bencana tanpa materi pendidikan
seringkali membuat masyarakat menjadi gelisah dan memunculkan
tindakan yang tidak realistis terhadap suatu isu. Menumbuhkan suatu sikap
dan pengetahuan dalam menghadapi bencana ini semakin menjadi bagian
penting khususnya di negara yang seringkali dilanda bencana seperti
Indonesia (Priyanto, 2006).

2.5.3. Pendidikan
Menurut Undang-Undang l No. 23 tahun 2003, Pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengedalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Pendidikan yang tinggi kepala keluarga sangat berpengaruh terhadap


bagaimana mengatur kehidupan anggota keluarganya dimana kepala
kelurga sebagai kunci (key person) pengambilan keputusan dalam rumah
tangga. Semakin tinggi pendidikan kepala keluarga maka semakin besar
juga tingkat kepeduliannya dan mengantisipasi ancaman yang datang
terhadap keluarganya.

Usaha meningkatkan kesadaran adanya kesiapsiagaan masyarakat


terhadap bencana, di dunia pendidikan harus dilaksakanakan baik pada taraf
penentu kebijakan

maupun pelaksana pendidikan di pusat dan daerah. Dengan harapan


pada seluruh tingkatan memiliki pemahaman yang sama akan perlunya
pendidikan kesiapsiagaan bencana tersebut.

2.5.4. Keluarga

Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari


suami-isteri, atau suami-isterIdan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu
dan anaknya (UU RI No.10 Tahun 1992)
Menurut Mattessich dan Hill (Zeitlin 1995) dalam Puspitawati
(2012), keluarga merupakan suatu kelompok yang berhubungan
kekerabatan, tempat tinggal, atau hubungan emosional yang sangat dekat
yang memperlihatkan empat hal (yaitu interdepensi intim, memelihara
batas-batas yang terseleksi, mampu untuk beradaptasi dengan perubahan
dan memelihara identitas sepanjang waktu, dan melakukan tugas-tugas
keluarga)

Fungsi perlindungan keluarga menurut Undang-Undang No. 10 tahun


1992 adalah memenuhi kebutuhan akan rasa aman diantara anggota
keluarga (bebas dari rasa tidak aman yang tumbuh dari dalam maupun dari
luar keluarga), membina keamanan keluarga baik fisik maupun psikis dari
berbagai bentuk ancaman dan tantangan yang datang dari dalam maupun
luar, serta membina, menjadikan stabilitas dan keamanan keluarga sebagai
modal menuju keluarga kecil bahagia dan sejahtera. Kesiapsiagaan
menghadapi bencana merupakan salah satu wujud perlindungan keluarga
terhadap ancaman dan tantangan yang datang dari luar bagi anggota
keluarga.

Anda mungkin juga menyukai