Anda di halaman 1dari 235

ANALISIS KEBIJAKAN CORPORATE SOCIAL

RESPONSIBILITY BERKELANJUTAN PADA


INDUSTRI OTOMOTIF DI INDOMOBIL GROUP

PARTOGI SAOLOAN SAMOSIR

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
ii

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI


DAN SUMBER INFORMASI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa disertasi yang berjudul :
Analisis Kebijakan Corporate Social Responsibility Berkelanjutan pada Industri
Otomotif di Indomobil Group adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi
pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi manapun. Sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi.

Demikian pernyataaan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Bogor, 24 Oktober 2010

Partogi Saoloan Samosir


NRP. P062059374
iii

ABSTRACT

Partogi Saoloan Samosir, 2010, Analysis of Sustainable Corporate Social Responsibility


Policy of Automotive Industry in Indomobil Group. Supervised by: Aida Vitayala S.
Hubeis as chairman, Musa Hubeis, and Gunadi Sindhuwinata as members.

The presence of the auto industry as part of a social system should have a positive
impact to the surrounding community. The company's efforts to remain sustainable in
its operations and provide positive impact to the surrounding community in the form
of Corporate Social Responsibility (CSR). The purpose of this study are:
to determine the attributes that play a role in sustainable CSR in the auto industry; to
determine the sustainability of CSR index, and to identify appropriate sustainable
CSR policies in the auto industry.
The research method is to use analysis of Multidimensional Scaling (MDS) to
determine the attributes which is the lever of the three-dimensional factors
sustainability (economic, social and environment). To know the effect of each
attribute of sustainable CSR, and to support the validity of MDS methods used
Friedman's test and then using the prospective analysis of scenario analysis to get a
key factor, and finally used the Analytical Hierarchy Process (AHP) to get the right
CSR policies implemented in the automotive industry. Sustainable CSR policy in the
automotive industry for each company are different from each other according to the
views of stakeholders (stakeholders) as well as in PT Indomobil Suzuki Motor CSR
policy is different from the existing CSR policies on PT. Nissan Motor Indonesia and
PT. Hino Motors Manufacturing Indonesia. But there is a red thread which is the main
priority that need attention in the automotive industry which is the creation of
business opportunities to the community. Sustainable CSR policy priority in the
automotive industry in increasing business opportunities for local communities which
is the policy of CSR performance improvement is by taking into account business
performance simultaneously. This means that in improving the local economy around
is done by considering a competitive advantage that is how the activity increased
business opportunities to actually improve the quality of input factors that will be used
by the company, activities that can provide a significant influence on the productive
system and transparent competition, an activity that can enlarge the market coverage
of products sold to get input on the feasibility of product standards and local
consumer intelligence, and creation of supporting industries in the location the
company operates.

Key word: CSR, sustainability, stakeholders, business opportunity, automotive industry


iv

RINGKASAN

Partogi Saoloan Samosir, 2010, Analisis Kebijakan Corporate Social Responsibility


Berkelanjutan Pada Industri Otomotif Di Indomobil Group. Di bawah Bimbingan
Aida Vitayala S. Hubeis sebagai ketua; Musa Hubeis dan Gunadi Sindhuwinata
sebagai anggota.

Kehadiran perusahaan sebagai bagian dari masyarakat seharusnya memberikan


manfaat bagi masyarakat sekitar dan dituntut untuk memberikan kontribusinya dalam
kehidupan komunitas lokal sebagai rekanan dalam kehidupan bermasyarakat, karena
kehadiran perusahaan dapat berakibat baik, maupun buruk terhadap masyarakat
sekitar. Untuk melaksanakan fungsinya, perusahaan tidak dapat lepas dari
kebergantungan pada pihak lain (stakeholders) yang dapat secara langsung maupun
tidak langsung akan terkena dampak dari aktivitas perusahaan, ataupun pihak lain
yang justru memiliki kepentingan ataupun pengaruh terhadap perusahaan. Kerjasama
untuk mencapai tujuan dari masing-masing stakeholders menjadi suatu hal penting
dari suatu sistem kemasyarakatan, disamping memenuhi kepentingan shareholders
(para pemegang saham). Aktivitas ini dikenal dengan istilah tanggungjawab sosial
perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR). Praktek CSR yang baik
mempunyai andil dalam: (1) meminimalkan dampak negatif atas risiko aktifitas
perusahaan terhadap masyarakat dan lingkungan; (2) meminimalkan biaya
operasional perusahaan; (3) meningkatkan kinerja keuangan dan citra perusahaan, dan
(4) pencapaian tujuan pembangunan kesejahteraan masyarakat dan lingkungan,
termasuk tujuan pembangunan millenium (Millenium Development Goals) di
Indonesia.
Indomobil adalah group perusahaan otomotif yang mengageni beragam jenis
kendaraan dan produknya memenuhi seluruh segmen jenis kendaraan yang berada di
Indonesia, serta salah satu group perusahaan otomotif terkemuka di Indonesia yang
menguasai 22% pangsa pasar mobil di Indonesia. Sebagai anak perusahaan dari
Indomobil Group, PT. SIM sebagai produsen mobil merek Suzuki berlokasi di
Kelurahan Jatimulya, Bekasi, sedangkan PT. NMI dan PT. HMMI sebagai produsen
mobil merek Nissan dan Hino berlokasi di kawasan industri Kota Bukit Indah Desa
Dangdeur, Purwakarta telah melaksanakan aktivitas CSR, baik dari segi kinerja
produk maupun terhadap pihak di luar perusahaan. Untuk mencapai kinerja CSR
berkelanjutan, diperlukan berbagai perbaikan dalam aktivitas perusahaan. Beberapa
hal yang dikemukakan tentang CSR menunjukkan: (1) pelaksanaan CSR masih belum
jelas atau terkadang samar dengan aktivitas promosi perusahaan, (2) tidak pernah
diidentifikasi tingkat keberlanjutannya, (3) aktivitasnya bersifat parsial dan bidang
yang dimasukinya sesuai selera perusahaan, (4) tidak pernah diukur tingkat
keberhasilannya, (5) kewajiban memperhatikan masalah sosial dan lingkungan masih
dipandang bukan menjadi tanggungjawab korporat, tetapi merupakan tanggungjawab
Pemerintah, dan (6) merasa tidak ada keharusan melaksanakan CSR.
Tujuan penelitian ini adalah (1) mengkaji atribut-atribut CSR apakah yang
berperan dalam industri otomotif terhadap masyarakat sekitar dan produk mobil yang
dihasilkan, (2) menentukan indeks keberlanjutan CSR dalam industri otomotif, (3)
merekomendasikan kebijakan CSR berkelanjutan yang tepat dilaksanakan
berdasarkan karakteristiknya terhadap masyarakat di sekitar perusahaan.
v

Analisis terhadap status keberlanjutan aktivitas CSR adalah mengkaji kondisi


tiga dimensi dalam CSR, yaitu ekonomi, sosial dan lingkungan dengan alat analisis
Multidimensional Scaling (MDS) dengan bantuan kuesioner sebagai alat pengumpul
data untuk memperoleh faktor pengungkit keberlanjutan kinerja aktivitas CSR
berkelanjutan pada setiap dimensi namun didahului dengan uji Friedman untuk
menguji kesahihan MDS, baru kemudian dilanjutkan dengan analisis prospektif untuk
menyusun skenario dan yang melibatkan pemangku kepentingan terkait. Teknik
perumusan skenario menggunakan pendekatan prospektif dan penetapan prioritas
skenario yang melibatkan stakeholders menggunakan metode analytical hierarchy
process (AHP). Pada tahap akhir, dirumuskan rekomendasi dan strategi
pengembangan kebijakan CSR berkelanjutan dalam industri otomotif di Indomobil
Group.
Berdasarkan tahapan yang dilalui dalam mendapatkan model kebijakan CSR
berkelanjutan yang tepat dilaksanakan oleh industri otomotif, diperoleh beberapa
fakta CSR berkelanjutan dalam industri otomotif berikut.
a. Hasil analisis pada PT. SIM menunjukkan bahwa program CSR yang paling
penting untuk diperhatikan adalah dimensi ekonomi dan dimensi lingkungan.
Faktor pengungkit merupakan atribut yang berperan dalam kebijakan CSR
berkelanjutan pada dimensi ekonomi adalah (1) kecenderungan konsumtif, (2)
peluang kerja di perusahaan, dan (3) peluang usaha. Untuk dimensi sosial yaitu
(1) kerenggangan sosial, (2) disintegrasi sosial dan (3) erosi nilai-nilai sosial.
Untuk dimensi lingkungan adalah (1) emisi gas buang mobil baru yang diproduksi,
(2) Rehabilitasi lingkungan, dan (3) konservasi lingkungan. Selanjutnya dilakukan
analisa prospektif yang menghasilkan faktor kunci, yaitu peluang kerja di
perusahaan dan faktor disintegrasi sosial.
b. Pada PT. NMI dan PT. HMMI hasil analisis menunjukkan bahwa program CSR
menghasilkan dimensi ekonomi belum berkelanjutan, dimensi sosial tergolong
belum berkelanjutan dan lingkungan berkelanjutan. Dimensi yang paling penting
untuk diperhatikan adalah dimensi ekonomi dan dimensi sosial. Analisis
keberlanjutan pada PT. NMI dan PT.HMMI dalam dimensi lingkungan
menghasilkan faktor pengungkit keberlanjutan CSR berkelanjutan seperti (1)
aktivitas penghijauan, (2) estetika lingkungan, (3) konservasi lingkungan. Ditinjau
dari dimensi Ekonomi faktor pengungkit yang diperoleh meliputi (1) peluang
usaha, (2) peningkatan harga, (3) peningkatan jumlah lembaga keuangan dan
ekonomi. Dari dimensi sosial meliputi (1) kondisi keamanan, (2) peningkatan
kerekatan sosial dan (3) disintegrasi sosial. Untuk memperoleh faktor kunci
dilakukan analisis Prospektif yang menghasilkan faktor yang perlu diperhatikan
seperti peningkatan harga-harga kebutuhan pokok masyarakat, aktivitas
penghijauan dan peningkatan jumlah lembaga ekonomi dan keuangan.
c. Setelah diperoleh faktor pengungkit dan faktor kunci, serta penetapan kemungkinan
di masa mendatang dan akhirnya dilakukan pengelompokkan sesuai skenario
kebijakan CSR maka dilakukanlah perbandingan berpasangan (pairwise
comparison) untuk menentukan prioritas dari setiap aktor, faktor, kriteria dan
alternatif yang berfokus pada kebijakan CSR berkelanjutan.
Pada PT. SIM, hasil olahan data kuesioner AHP menunjukkan bahwa
masyarakat sekitar menjadi aktor yang menjadi prioritas utama untuk mendapat
perhatian (fokus) untuk mencapai CSR berkelanjutan (skor 0,33). Untuk level
faktor yang menjadi prioritas utama mendapat perhatian adalah faktor ekonomi
vi

(skor 0,41). Untuk faktor mencapai pertumbuhan ekonomi, kriteria yang menjadi
prioritas utama mendapat perhatian adalah peluang usaha yang timbul bagi
masyarakat Kelurahan Jatimulya (skor 0,20). Untuk faktor sosial, kriteria yang
menjadi prioritas utama untuk mendapat perhatian adalah kerenggangan sosial dan
disintegrasi sosial yang sama-sama memperoleh skor 0,10. Untuk faktor
lingkungan kriteria yang menjadi prioritas utama adalah Rehabilitasi Lingkungan
(skor 0,17). Alternatif kebijakan yang diperoleh dari pendapat para pakar dan
tokoh masyarakat adalah perbaikan kinerja CSR dan kemajuan usaha secara
simultan dengan skor 0,56.
Pada PT. NMI dan PT.HMMI level aktor yang menjadi prioritas mendapat
perhatian adalah pengusaha (skor 0,42), karena berperan sentral untuk
menghasilkan kebijakan CSR berkelanjutan di PT. NMI dan PT. HMMI. Dari
level faktor, adalah lingkungan yang menjadi menjadi prioritas utama untuk
mendapatkan perhatian (skor 0,58). Level kriteria dari masing-masing faktor yang
berada di bawah faktor ekonomi menjadi prioritas utama adalah peluang usaha
(skor 0,10). Kriteria di bawah faktor sosial yang menjadi prioritas utama adalah
peningkatan kerekatan sosial (skor 0,17). Untuk faktor lingkungan kriteria
prioritas utama adalah konservasi lingkungan (skor 0,28). Alternatif kebijakan
yang direkomendasikan menjadi prioritas utama adalah perbaikan kinerja CSR dan
kemajuan usaha secara simultan (skor 0,67).
Sebagai dasar dari kebijakan CSR berkelanjutan dalam industri otomotif,
maka perbaikan kinerja CSR tetap memperhatikan kemajuan usaha secara simultan
sebagai dasar dari seluruh aktivitas CSR dalam industri otomotif. Kebijakan umum
CSR berkelanjutan dalam industri otomotif adalah sebagai berikut.
a. Masing-masing perusahaan memiliki karakteristik tersendiri yang dapat berbeda
dengan perusahaan lainnya, sehingga mengakibatkan atribut-atribut yang
berperan dalam CSR berkelanjutan menjadi berbeda-beda pula.
b. Dari hasil penelitian terdapat satu atribut dari keseluruhan atribut CSR
berkelanjutan dari masing-masing perusahaan yang mempunyai kesamaan, yaitu
peluang usaha. Dengan demikian, faktor peluang usaha menjadi atribut yang
penting untuk menjadi prioritas utama yang diperhatikan dalam industri
otomotif.
c. Kebijakan CSR berkelanjutan pada industri otomotif adalah perbaikan kinerja
CSR dan kemajuan usaha secara simultan.
Industri otomotif harus memperhatikan penciptaan peluang usaha bagi
masyarakat sekitar perusahaan dimana perusahaan berdomisili namun dengan
berfokus kepada penciptaan keunggulan kompetitif (competitive advantage) masing-
masing perusahaan di lokasi perusahaan, sehingga tujuan dari aktivitas CSR untuk
menciptakan keberlanjutan usaha disamping meningkatkan reputasi perusahaan
sebagai bagian dari corporate citizenships secara simultan tercapai.

Kata kunci: CSR, keberlanjutan, pemangku kepentingan, peluang usaha, industri otomotif
vii

Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2010


Hak Cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya
ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk laporan apapun tanpa seijin IPB
viii

ANALISIS KEBIJAKAN CORPORATE SOCIAL


RESPONSIBILITY BERKELANJUTAN PADA
INDUSTRI OTOMOTIF DI INDOMOBIL GROUP

PARTOGI SAOLOAN SAMOSIR

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
ix

Penguji Luar Ujian Tertutup : 20 September 2010


1. Prof.Dr.Ir Hardinsyah, MS
2. Dr.Ir. Siti Amanah

Penguji Luar Ujian Terbuka : 24 Nopember 2010


1. Prof Dr.H.Bomer Pasaribu, SH,SE,MS
2. Prof.Dr.Ir.Sjafri Mangkuprawira
x

Judul : Analisis Kebijakan Corporate Social Responsibility


Berkelanjutan Pada Industri Otomotif di Indomobil
Group
Nama : Partogi Saoloan Samosir
NRP : P062059374
Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL)

Disetujui,

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Hj.Aida Vitayala S. Hubeis


Ketua

Prof Dr.Ir.H.Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA Dr-Ing Gunadi Sindhuwinata


Anggota Anggota

Diketahui

Plh. Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pasca Sarjana IPB


Pengelolaan Sumber Daya Alam
dan Lingkungan

Dr.drh. Hasim, DEA Prof Dr.Ir.H.Khairil Anwar Notodipuro,MS

Tanggal ujian : 24 Nopember 2010 Tanggal lulus :


xi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas perkenanNya dapat
diselesaikan disertasi ini yang berjudul ANALISIS KEBIJAKAN CORPORATE
SOCIAL RESPONSIBILITY BERKELANJUTAN PADA INDUSTRI OTOMOTIF DI
INDOMOBIL GROUP sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar Doktor Ilmu
Pengetahuan Sumber Daya Alam dan Lingkungan (PSL), Sekolah Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Prof.Dr.Ir.Hj.Aida Vitayala S.
Hubeis sebagai ketua komisi pembimbing; Prof. Dr.Ir.H.Musa Hubeis, MS,Dipl.Ing,
DEA dan Dr-Ing Gunadi Sindhuwinata (Presiden Direktur Indomobil Group) masing-
masing sebagai anggota komisi pembimbing yang telah berkenan membimbing,
memberikan masukan kepada penulis, serta memberikan dorongan moril hingga
terselesaikannya disertasi ini. Semoga Tuhan membalas segala budi baik yang telah
diberikan kepada kami.
Penghargaan serta rasa terima kasih juga disampaikan kepada Prof.
Dr.Ir.Hardinsyah MS, sebagai penguji luar komisi pada saat prelim maupun ujian
tertutup yang memberikan banyak sekali masukan. Terima kasih kepada Prof.Dr.
Bomer Pasaribu, SH,SE,MS yang selain akademisi dan mantan Menteri juga anggota
DPR pusat dan Prof.Dr.Ir.Tb.Sjafri Mangkuprawira atas kesediaan dan koreksinya
saat menjadi penguji luar komisi pada ujian terbuka. Kritik dan masukan dari beliau-
beliau sebagai pakar amat luar biasa pada peningkatan mutu disertasi ini.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada PT. Suzuki Indomobil Motor, PT.
Nissan Motor Indonesia, dan PT. Hino Motor Manufacturing Indonesia yang telah
memberikan kesempatan meneliti di perusahaannya. Ucapan terimakasih kepada
Program Pascasarjana IPB, khususnya Program Studi PSL yang telah memberikan
kesempatan menimba ilmu. Kepada orangtua Dj.H. Samosir (alm) dan Ny.P.boru
Napitu, adik-adik, istri tercinta D.F.boru Siallagan dan kedua buah hati Anna M.L.
boru Samosir dan David B.S.Samosir, dukungan dan kasih sayang mereka luar biasa.
Terima kasih pula kepada semua kolega yaitu Dr.Thamrin, Dr.Nonon S.dan rekan-
rekan PSL. Semoga disertasi ini dapat bermanfaat bagi yang berkepentingan.
Bogor, Desember 2010

Peneliti
xii

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Jakarta, 2 Agustus 1965 sebagai anak pertama dari lima
bersaudara, pasangan Dj.Halomoan Samosir (Alm) dan Pintauli boru Napitu.
Pendidikan Sarjana ditempuh pada Program Studi Pendidikan Tata Niaga, tamat tahun
1990. Pendidikan Pascasarjana diselesaikan pada tahun 2003 pada Program Studi
Marketing Management. Pada tahun 2006 penulis terdaftar sebagai mahasiswa
Program Doktor pada Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan
Lingkungan Sekolah Pascasarjana IPB.
Penulis mulai bekerja di PT. Suzuki Indomobil Sales sejak tahun 1995 sampai
dengan sekarang.
Pada tahun 2000 penulis menikah dengan Denny boru Siallagan SE dan telah
dikaruniai dua orang anak yakni Anna Maria Lasma boru Samosir dan David Binsar
Samuelson Samosir.
xiii

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL.................................................................................. xv
DAFTAR GAMBAR.............................................................................. xvii
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................... xviii

I. PENDAHULUAN...................................................................... 1
1.1 Latar Belakang................................................................. 1
1.1.1 Industri Otomotif ........................................................... 3
1.1.2 Aktivitas CSR dalam industri otomotif .......................... 6
1.2 Identifikasi Masalah ....................................................... 12
1.3 Pembatasan Masalah........................................................ 13
1.4 Kerangka Pemikiran ........................................................ 14
1.5 Perumusan Masalah ......................................................... 16
1.6 Tujuan Penelitian ............................................................. 16
1.7 Manfaat Penelitian ........................................................... 17
1.8 Kebaruan (Novelty) ......................................................... 17

II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 19


2.1 CSR dan CSR Berkelanjutan ......................................... 19
2.2 Komitmen Terhadap CSR .............................................. 35
2.3 CSR, etika bisnis dan Good Corporate Governance (GCG) 35
2.4 Industri Otomotif ........................................................... 36
2.5 CSR Industri Otomotif ................................................... 42
2.6 Lokasi Pabrik dan dampaknya terhadap masyarakat...... 48
2.7 Produk Mobil ................................................................. 54
2.8 Persepsi Pemangku Kepentingan ................................... 59
2.9 Analisis Kebijakan .......................................................... 61
2.10 Kebijakan CSR berkelanjutan sebagai kebijakan publik. 63
2.11 Penelitian Terdahulu yang Relevan ................................ 71

III. METODOLOGI PENELITIAN ............................................. 75


3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................... 75
3.2 Pendekatan Penelitian .................................................... 75
3,3 Rancangan Penelitian ..................................................... 77
3.3.1 Jenis dan Sumber Data ................................................... 77
3.3.2 Penyusunan Atribut CSR Berkelanjutan
Dalam Industri Otomotif ................................................ 78
3.4. Metode Analisis Data ..................................................... 81
3.4.1 Analisis Keberlanjutan ................................................... 81
3.4.2 Uji Friedman .................................................................. 84
3.4.3 Analisis Prospektif ......................................................... 84
3.4.4 Pemodelan AHP ............................................................. 87
3.5 Pengumpulan Data ......................................................... 90

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN................................................. 95


4.1 Gambaran Umum Perusahaan........................................ 95
xiv

4.1.1 Indomobil Group........................................................... 95


4.1.2 PT. Suzuki Indomobil Motor......................................... 96
4.1.3 Proses Produksi................. ............................................ 99
4.2 Analisa Kawasan PT. SIM............................................. 101
4.2.1 Kondisi Geografis dan Keadaan Wlayah....................... 101
4.2.2 Keadaan Penduduk......................................................... 101
4.2.3 Penggunaan Lahan ....................................................... 103
4.2.4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur dan Gender........ 104
4.2.5 Data Tingkat Perkembangan ......................................... 105
4.2.6 PT. NMI ........................................................................ 109
4.2.7 PT. HMMI ..................................................................... 112
4.2.8 Analisa Kawasan PT. NMI dan PT. HMMI ................. 116
4.3 Implementasi CSR ........................................................ 123
4.3.1 PT. SIM ........................................................................ 123
4.3.2 PT. NMI ........................................................................ 125
4.3.3 PT. HMMI .................................................................... 125
4.4 Hasil Penelitian ............................................................. 126
4.4.1 Analisis Keberlanjutan .................................................. 126
4.4.2 Uji Friedman ................................................................. 150
4.4.3 Analisis Prospektif ........................................................ 153
4.4.4 Analisis dengan AHP .................................................... 163
4.4.5 Kebijakan umum CSR berkelanjutan dalam industri
otomotif.......................................................................... 169

V. KESIMPULAN DAN SARAN.................................................. 175


Kesimpulan ..................................................................... 175
Saran ............................................................................... 177

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 179


LAMPIRAN ........................................................................................... 189
xv

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Kategorisasi CSR......................................................................... 27
2. Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Type
Baru Katagori M dan N Berpenggerak Motor Bakar Cetus
Api Bebahan bakar Bensin ......................................................... 41
3. Tabel ambang batas emisi menurut Standar Euro
(gasoline)....................................................................................... 42
4. Skala RDAP ................................................................................. 47
5. Berbagai kemungkinan intervensi pemerintah dalam kebijakan
Publik ........................................................................................... 65
6. Type dari program kebijakan dan instrumen kebijakan................ 65
7. Daftar jenis dan jenis sumber data untuk analisa CSR
Berkelanjutan dalam industri otomotif ....................................... 77
8. Definisi atribut-atribut yang digunakan untuk menilai
Tingkat keberlanjutan kebijakan CSR berkelanjutan dalam
Industri otomotif di Indomobil Group.......................................... 78
9. Kriteria pembobotan atribut-atribut CSR berkelanjutan dalam
industri otomotif di Indomobil Group......................................... 80
10. Matriks analisa prospektif ........................................................... 86
11. Skala perbandingan berpasangan ................................................ 89
12. Tabel langkah-langkah penelitian ............................................... 93
13. Realisasi produksi mobil merek Suzuki ...................................... 97
14. Daftar produk suzuki ................................................................... 98
15. Batas wilayah kelurahan Jatimulya ............................................. 101
16. Struktur penduduk kelurahan Jatimulya ...................................... 102
17. Pembagian lahan di kelurahan Jatimulya .................................... 103
18. Jumlah penduduk menurut kelompok umur ............................... 104
19. Jumlah penduduk berdasarkan gender ........................................ 104
20. Jumlah penduduk sesuai tingkat pendidikan ............................... 105
21. Wajib belajar 9 tahun dan angka putus sekolah........................... 105
22. Prasarana pendidikan ................................................................... 106
23. Jumlah penduduk pengangguran .................................................. 106
24. Jenis mata pencaharian masyarakat ............................................ 107
25. Kelembagaan ekonomi ................................................................ 107
26. Tingkat kesejahteraan masyarakat .............................................. 108
27. Daftar produk PT. NMI (Nissan)................................................. 112
28. Jumlah tenaga kerja di PT.NMI ................................................ 112
29. Jumlah tenaga kerja di PT. HMMI ............................................. 113
30. Jenis produk PT.HMMI (Hino) ................................................. 115
31. Luas lahan di Desa Dangdeur.................................................... 116
32. Komposisi jumlah penduduk ..................................................... 117
33. Jumlah penduduk menurut kelompok umur ............................... 117
34. Jumlah Kepala Keluarga (KK) menurut tingkat pendidikan ...... 118
35. Jenis mata pencaharian penduduk ............................................. 118
36. Kelembagaan ekonomi yang ada di Desa Dangdeur .................. 119
xvi

37. Lembaga pendidikan yang ada .................................................. 120


38. Mutu jalan ................................................................................... 120
39. Jumlah pengangguran di desa Dangdeur .................................... 122
40. Tingkat kesejahteraan keluarga .................................................. 122
41. Hasil keberlanjutan CSR keseluruhan pada PT. SIM ................ 131
42. Tabel perbedaan MDS dan Monte Carlo pada PT SIM .............. 132
43. Hasil keberlanjutan keseluruhan pada PT. NMI dan PT.HMMI.. 146
44. Tabel perbedaan MDS dan Monte Carlo di PT. NMI dan
PT. HMMI .................................................................................. 147
45. Tabel Incompatibe antar keadaan di PT. SIM ............................ 159
46. Tabel Incomatible antar keadaan di PT. NMI dan PT. HMMI .. 160
xvii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Kerangka pemikiran penelitian................................................. 15


2. Diagram sistem teknologi otomotif........................................... 38
3. Kategorisasi CSR....................................................................... 43
4. Bagan keterkaitan instrumen antara program kebijakan publik
dengan kepentingan perusahaan................................................. 66
5. Tahapan penelitian..................................................................... 76
6. Proses aplikasi MDS ................................................................. 83
7. Tingkat pengaruh dan ketergantungan antar faktor dalam
sistem .......................................................................................... 86
8. Mapping hirarki model CSR berkelanjutan dalam industri
otomotif ...................................................................................... 90
9. Struktur organisasi PT. SIM ...................................................... 97
10. Diagram alur produksi PT. NMI................................................. 111
11. Alur produksi PT. HMMI ........................................................... 114
12. Diagram layang (kite diagram) nilai indeks keberlanjutan
Program CSR dalam industri otomotif di PT SIM ..................... 127
13. Hasil indeks keberlanjutan dimensi ekonomi di PT SIM .......... 127
14. Hasil MDS dimensi ekonomi di PT SIM ........ .......................... 128
15. Hasil indeks keberlanjutan dimensi sosial PT SIM ................. 129
16. Hasil MDS dimensi sosial di PT SIM ........................................ 129
17. Hasil indeks keberlanjutan dimensi lingkungan PT SIM ........ 130
18. Hasil MDS dimensi lingkungan PT SIM ................................. 131
19. Konsentrasi BOD dan COD air sungai Sasak Jarang .............. 133
20. Konsentrasi TDS dan TSS air sungan Sasak Jarang ................ 134
21. Diagram layang (Kite-Diagram) nilai indeks keberlanjutan
Program CSR di PT.NMI dan PT.HMMI ............................... 141
22. Hasil indeks keberlanjutan dimensi ekonomi di PT. NMI dan
PT. HMMI ............................................................................... 142
23. Hasil Rap-CSR dimensi ekonomi PT. NMI dan PT.HMMI ... 143
24. Hasil indeks keberlanjutan dimensi sosial PT. NMI dan
PT. HMMI .............................................................................. 144
25. Hasil Rap-CSR dimensi sosial PT. NMI dan PT. HMMI ....... 144
26. Hasil indeks keberlanjutan dimensi lingkungan PT. NMI dan
PT.HMMI .............................................................................. 145
27. Hasil Rap-CSR dimensi lingkungan PT. NMI dan PT.HMMI 145
28. Hasil analisis prospektif PT.SIM .......................................... 154
29. Hasil analisis prospektif PT. NMI dan PT. HMMI ............... 157
30. Hirarki AHP PT.SIM ............................................................. 163
31. Hasil AHP PT.NMI dan PT.HMMI ...................................... 167
xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman
1. Daftar Hasil Uji Emisi gas buang.................................................... 189
2. Hasil pengujian kualitas Udara PT. HMMI..................................... 196
- Udara Indoor (kualitas udara dalam ruangan)............................... 196
- Kualitas Udara Emisi Sumber Tidak Bergerak............................ 197
- Udara Ambien.............................................................................. 198
3. Hasil pengujian kualitas Air PT. HMMI......................................... 199
- Kualitas Air Limbah...................................................................... 199
4. Hasil pengujian kualitas Udara PT. NMI........................................ 201
- Udara Indoor (kualitas udara dalam ruangan)............................... 201
- Udara Emisi Sumber Bergerak...................................................... 202
- Udara Emisi Sumber Tidak Bergerak............................................ 203
5. Hasil Pengujian Kualitas Air Limbah PT. NMI.............................. 204
- Air Limbah.................................................................................... 204
- Udara Ambien............................................................................... 205
6. Hasil Pengujian Kualitas Air PT. SIM............................................ 206
- Kualitas Air Limbah (Air Limbah Effluent WWT-1).................. 206
- Kualitas Air Limbah (Air Limbah Inlet WWTP 4W)................... 207
- Kualitas Air Limbah (Air Limbah Outlet Sesudah Proses).......... 209
- Kualitas Air Limbah (Air Limbah Outlet WWTP 4W)............... 210
- Kualitas Air Limbah (Air Limbah Pinal PH Control WWT-1).... 212
7. Hasil Pengujian Kualitas Kebisingan Ruang Kerja........................ 213
- Kualitas Udara Kebisingan Ruang Kerja...................................... 213
- Udara Indoor (Kualitas Udara Dalam Ruangan)........................... 214
8. Hasil Pengujian Kualitas Kebauan Ruang Kerja............................ 215
- Area Painting................................................................................ 215
- Area Sandblasting dan Welding.................................................... 216
9. Hasil uji Friedman ......................................................................... 217
1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perusahaan sebagai suatu bagian atau entitas dalam sistem kemasyarakatan


memiliki peran penting terhadap entitas (komunitas) lainnya dalam masyarakat.
Dengan semakin berkembangnya komunitas dengan aktivitasnya yang semakin
mengglobal, maka semua bentuk komunitas yang terwakili sebagai bentuk sistem
kemasyarakatan akan semakin saling membutuhkan sebagai satu satuan sistem yang
fungsional (Rudito dan Femiola, 2007). Perusahaan termasuk dalam hal ini
dilingkungan Indomobil Group merupakan bagian dari sistem kemasyarakatan
(corporate citizenship) maka perusahaan yang baik tidak dapat tutup mata terhadap
kejadian-kejadian dalam masyarakat, khususnya di lingkungan dimana lokasi
perusahaan berada dan lingkungan yang lebih luas. Kehadiran perusahaan sebagai
bagian dari masyarakat seharusnya memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar dan
dituntut untuk memberikan kontribusinya dalam kehidupan komunitas lokal sebagai
rekanan dalam kehidupan bermasyarakat, karena kehadiran perusahaan dapat
berakibat baik maupun berakibat buruk terhadap masyarakat sekitar sesuai ISO 26000
tentang Social Responsibility (ISO, 2007).
Untuk melaksanakan fungsinya, perusahaan (korporat) tidak dapat lepas dari
kebergantungan pada pihak lain (stakeholders/pemangku kepentingan) yang dapat
secara langsung maupun tidak langsung akan terkena dampak dari aktivitas
perusahaan, ataupun pada pihak lain yang justru memiliki kepentingan ataupun
pengaruh terhadap korporat. Dalam hal ini, kerjasama untuk mencapai tujuan dari
masing-masing stakeholders menjadi suatu hal yang penting dari suatu sistem
kemasyarakatan, disamping memenuhi kepentingan shareholders (para pemegang
saham). Aktivitas ini dikenal dengan istilah tanggungjawab sosial perusahaan atau
Corporate Social Responsibility (CSR). CSR diperlukan untuk menciptakan
keseimbangan dan keberlanjutan hidup dan hubungan kemitraan dengan pemangku
kepentingan lainnya. Tanpa dukungan dan jalinan kemitraan dengan pemangku
2

kepentingan lainnya, bisa dipastikan dalam waktu dekat, mereka mengalami kerugian
secara sosial dan ekonomi, akibat berbagai tekanan dan klaim yang menyudutkan
keberadaan perusahaan mereka, bahkan keberlanjutan dan reputasinya (Rudito et al.,
2004). CSR kini tidak saja dihubungkan dengan peningkatan kualitas sumberdaya
semisal tenaga kerja atau pemberdayaan masyarakat setempat. Masyarakat
menganggap peran perusahaan dalam memperbaiki kualitas hidup mereka
menunjukkan bahwa perusahaan itu adalah bagian dari kehidupan komunitas mereka.
Di negara kita, banyak perusahaan dibangun diareal pemukiman penduduk, tetapi
tidak memiliki hubungan yang erat dengan masyarakat setempat. Sebagian besar dari
mereka merasa tidak ada kepentingan dengan masyarakat setempat, jadi tidak ada
perlunya kegiatan yang dapat mendekatkan antara keduanya. Akibatnya, kini banyak
dari perusahaan itu menghadapi masalah pelik dengan masyarakat setempat karena
kurangnya komunikasi, yang menyebabkan hubungan keduanya semakin buruk dari
hari ke hari (Kennedy, 2009).
CSR merupakan dampak positif dunia usaha terhadap masyarakat dan
lingkungan melalui kegiatan operasinya, produk maupun jasa yang dihasilkannya,
maupun melalui interaksinya dengan para pemangku kepentingan seperti
karyawan/pekerja, pelanggan, investor, masyarakat, dan pemasok. Artinya bahwa
kegiatan CSR memberikan dampak positif atas keberadaannya, baik aspek internal
perusahaan seperti karyawan maupun aspek eksternal perusahaan, yaitu konsumen
dan masyarakat.
Pelaksanaan CSR sebenarnya telah dilaksanakan oleh perusahaan di lingkungan
Indomobil Group yang pada dasarnya telah melaksanakan aktivitasnya dalam
membantu masyarakat baik dalam bentuk charity (amal) dan philanthropy (kontribusi
langsung). Mulai dari kegiatan mengirimkan sumbangan kepada korban bencana
alam, memberikan bantuan beasiswa, memberikan penyuluhan kesehatan kepada para
siswa sekolah, penyuluhan penghematan energi Bahan Bakar Minyak (BBM) bagi
pengendara mobil, melakukan inovasi teknologi ramah lingkungan, kegiatan
penanaman pohon dilahan kritis dan sebagainya. Kegiatan ini bahkan menjadi trend
akhir-akhir ini sebagaimana termuat di surat-surat kabar bahwa perusahaan
3

mengklaim telah melakukan CSR dengan berbagai cara dan cenderung di tonjolkan
sehingga menjadi sarana promosi perusahaan, agar dikenal sebagai perusahaan yang
socially responsible.

I.1.1 Industri Otomotif


Industri otomotif saat ini berkembang pesat. Otomotif atau dalam bahasa
Inggris: Automotive menurut kamus Bahasa Inggris-Indonesia berarti mengenai
permobilan (Echols and Sadily, 2002) Banyak industri otomotif baru bermunculan
di Indonesia dari sebelumnya hanya dikuasai oleh beberapa merek, seperti Toyota,
Honda, Mitsubishi, Suzuki yang berasal dari principal di Jepang, menjadi puluhan
merek mobil lain seperti Hyunday, Kia, Renault dan sebagainya dengan principal
dari negara Korea dan Eropa. Perkembangan industri tersebut bertujuan
menghasilkan/memproduksi mobil dengan tujuan utama untuk sarana mobilitas
masyarakat, kesempatan kerja, dan pertumbuhan ekonomi. Namun dilain pihak
terdapat juga eksternalitas yang muncul seperti kemacetan, polusi udara,
pencemaran lingkungan dan sebagainya, termasuk masalah-masalah sosial lainnya.
Permasalahan lainnya yang dapat muncul dari industri otomotif adalah dampak dari
keberadaan perusahaan dalam suatu wilayah terhadap masyarakat sekitar.
Kehadiran perusahaan sebagai bagian dari masyarakat seharusnya memberikan
manfaat bagi masyarakat sekitar dan dituntut untuk memberikan kontribusinya
dalam kehidupan komunitas lokal sebagai rekanan dalam kehidupan bermasyarakat
(Rudito et al., 2004).
Masalah-masalah yang timbul berkaitan dengan industri kendaraan bermotor
secara garis besar menurut Fahmi Idris, diacu dalam Hanum (2008) adalah yaitu
(1) Harga bahan bakar minyak (BBM) (2) Krisis Listrik dan (3) Lingkungan hidup.
Harga bahan bakar minyak akan selalu mengalami trend meningkat sepanjang
masih dominannya penggunaan BBM untuk industri otomotif dan produk mobil.
Akibat dari cadangannya yang semakin menipis dan sepanjang belum ditemukan
cadangan minyak lain dalam jumlah besar. Sedangkan krisis listrik menjadi masalah
dalam industri otomotif bila pasokannya selalu terganggu. Masalah lingkungan
4

hidup dapat mengakibatkan berbagai masalah, baik yang diakibatkan dari proses
pembuatan kendaraan maupun dari produk itu sendiri.
Menurut Global Reporting Initiative atau GRI (2004) terdapat sejumlah isu
dalam industri otomotif yang perlu mendapat perhatian berkaitan dengan aspek
mobilitas, yaitu (1) emisi gas rumah kaca/perubahan iklim (greenhouse gas
emissions/climate change), (2) kualitas udara (air quality), (3) kebisingan (noise),
(4) aspek keselamatan (safety aspects), (5) kemacetan (congestion), (6) infrastruktur
(infrastructure), (7) akses kepada mobilitas (access to mobility), (8) emerging
markets, (9) produk dan jasa (product & services) dan (10) kontribusi terhadap
kesejahteraan masyarakat sekitar (contribution to local welfare). Dampak negatif
dari kehadiran otomotif di jalan raya adalah adanya polusi yang cenderung
berakibat buruk kepada kesehatan masyarakat (Vasconcellos, 2001). Disamping itu
tentu saja adalah dapat menyebabkan kemacetan dan kerugian akibat pemborosan
pemakaian bahan bakar minyak (BBM).
Indomobil Group sebagai salah satu group perusahaan dalam bidang otomotif
memiliki pangsa pasar sekitar 22% penjualan mobil di Indonesia (Indomobil Group,
2008). Indomobil Group merupakan suatu holding company dari berbagai
perusahan dibawahnya yang memproduksi berbagai merek mobil yang memenuhi
seluruh klasifikasi mobil yang ada yang meliputi : Sedan, 4x2 MPV, 4x4 SUV, Pick
up dan Truk, Bus, dan Kabin Ganda sesuai oleh Standar Nasional Indonesia (SNI).
Indomobil Group tentu saja memiliki kontribusi yang besar dalam permasalahan
yang timbul akibat dari kehadiran industri otomotif bagi masyarakat sekitar lokasi
perusahaan maupun produk mobil yang dihasilkannya, terutama bagi masyarakat
perkotaan. Sebagai grup perusahaan yang memiliki komitmen untuk memberikan
kepuasan total kepada pelanggan dan memiliki mutu produk yang superior (to
deliver total customer satisfaction and superior quality products) jelas akan sangat
bertentangan bila membuang limbah produknya secara sembarangan tanpa suatu
pengolahan lebih dulu sehingga mencemari lingkungan sekitar. Hal ini jelas akan
berakibat kepada dapat munculnya gugatan dari masyarakat sekitar, sehingga proses
produksipun akan dapat terganggu dan hal ini berakibat kepada menurunnya nilai
5

dari kepuasan pelanggan akibat keterlambatan penyerahan barang ataupun mutu


produk yang dapat menurun.
Indomobil Group berkepentingan untuk memelihara agar udara dan
kebisingan dalam proses produksi terjaga agar tetap ramah lingkungan, sehingga
kerugian yang mungkin terjadi akibat pencemaran udara tersebut dapat dapat
dihindari dan seharusnya bahkan memberikan manfaat bagi masyarakat. Dalam
aspek produk jelas manfaat yang dihasilkan adalah tentu saja manfaat dari mobil itu
sendiri yang dapat menyediakan kebutuhan akan mobilitas pemakainya dan
masyarakat penggunanya. Namun kerugian masyarakat yang timbul akibat emisi
mobilpun harus sedapat mungkin dikurangi, karena dampaknya dapat merugikan
masyarakat, khususnya masalah kesehatan dan kemiskinan.
Keberadaan perusahaan di suatu daerah, akan mendorong bermunculannya
kegiatan-kegiatan sosial ekonomi masyarakat sekitarnya (Rudito et al., 2004). Hal
ini merupakan dampak positif yang mungkin timbul sebagaimana yang dialami oleh
perusahaan-perusahaan di bawah naungan Indomobil Group, khususnya dalam hal
ini di lokasi pabrik yang berada di Kelurahan Jatimulya, Bekasi untuk merek
Suzuki dan juga merek Hino dan Nissan yang berada dilokasi kawasan industri
Kota Bukit Indah, di wilayah Desa Dangdeur, Purwakarta, Jawa Barat Semakin
banyak keterlibatan masyarakat sekitar yang mendukung keberlanjutan operasi
perusahaan, tentu semakin baik bagi keberlanjutan perusahaan di tempat tersebut.
Eksklusifisme perusahaan terhadap masyarakat sekitar dapat berkibat konflik, maka
itu perlu upaya yang tepat dari perusahaan untuk melakukan tindakan tepat dalam
hubungannya dengan masyarakat sekitar, agar kehadirannya di daerah tersebut
justru menguntungkan masyarakat sekitar.
Kelurahan Jatimulya adalah daerah yang memiliki tingkat kepadatan tertinggi
di Bekasi, juga adalah daerah yang memiliki jumlah penduduk usia kerja yang tidak
bekerja mencapai 4.718 orang pada tahun 2009 (Kelurahan Jatimulya, 2009).
Demikian pula menurut Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten
Bekasi tahun 2009, kondisi lingkungan dari perairan atau sungai yang berada di
wilayah Jatimulya telah tercemar (Kabupaten Bekasi, 2009), Sedangkan Desa
6

Dangdeur di Kabupaten Purwakarta adalah daerah dimana aktivitas persawahan


yang dilakukan menerapkan sistem tadah hujan, karena tidak memiliki irigasi.
Tingkat pendidikan penduduk yang terbesar adalah setingkat Sekolah Lanjutan
Tingkat Pertama (SLTP). Lembaga pendidikan yang ada hanya setingkat Sekolah
Dasar (SD). Demikian pula kondisi jalan yang ada hanya jalan utama yang
melintasi desa beraspal sepanjuang 4,5 km dan sisanya adalah ruas-ruas jalan yang
menghubungkan antar pemukiman warga adalah jalan bebatuan dan jalan tanah
yang tidak nyaman dan cenderung sulit dilalui bila hujan deras turun. Dari jumlah
penduduk terdapat 308 orang yang merupakan angkatan kerja, namun menganggur
(Desa Dangdeur, 2009).
Salah satu jenis kendaraan yang termasuk dalam katagori otomotif adalah
sepeda motor. Sebagai salah satu isu utama di negara berkembang, keberlanjutan
dari sepeda motor menghadapi tiga masalah utama (Vasconcellos, 2001), yaitu
rentan terhadap kecelakaan yang tinggi, polusi udara dan transport
individualization. Ketiga masalah ini cenderung menimpa para rakyat miskin yang
justru menjadikan alat transportasi ini paling efisien menurut Gwilliam (2000),
diacu dalam Vasconcellos (2001). Berkaitan dengan kecelakaan, meskipun
dilakukan berbagai pendidikan dan psosialhan (diklat) dan enforcement terhadap
alat-alat keamanan berkendara, namun karena sifat alaminya, maka sepeda motor
tetap rentan terhadap kecelakaan (Vasconcellos, 2001), keputusan yang berkaitan
dengan pelarangan sepeda motor tidaklah realistik karena merupakan substitusi
akibat tidak efisiennya public transportation (Sindhuwinata, 2008).

I.1.2. Aktivitas CSR dalam Industri Otomotif


Di Indonesia sampai dengan saat ini, pelaksanaan CSR di kalangan swasta
terutama untuk perusahaan industri kendaraan bermotor diklaim telah dilaksanakan
baik melalui Charity maupun Philanthropy dan model kegiatan lainnya. Charity
adalah memberi bantuan untuk kebutuhan yang sifatnya sesaat sedang
Philanthropy adalah sumbangan yang ditujukan untuk kegiatan investasi sosial atau
kegiatan yang diarahkan pada penguatan kemandirian masyarakat (Saidi dan
7

Abidin, 2003) Namun dinilai kegiatannya masih bersifat parsial atau tidak bersifat
holistik dalam arti meliputi tiga aspek pembangunan berkelanjutan, yaitu ekonomi
sosial dan lingkungan. Bidang kegiatan CSR yang dimasuki beragam sesuai dengan
keinginan masing-masing yang terkadang tanpa tujuan dan maksud yang jelas.
Dalam penentuan besaran nilainya beragam antar sesama perusahaan dalam industri
otomotif, yaitu lebih kepada keinginan dan pemahaman terhadap CSR serta diduga
kepada orientasi bisnis.
Indomobil Group sebagai produsen mobil berbagai merek, yaitu Suzuki,
Nissan, Hino yang merupakan produk berasal dari Jepang, telah melakukan
aktivitas CSR (Indomobil Group, 2008) sebagaimana disebutkan di bawah ini :
1. Setiap tahun memberikan beasiswa kepada anak dari karyawan yang berprestasi
di sekolahnya.
2. Memberikan bantuan sarana rambu-rambu lalu lintas (seperti traffic cone) kepada
Pihak Kepolisian, bekerjasama dengan pihak dealer (penyalur).
3. Sejak 2008 meluncurkan produk mobil yang di klaim telah memenuhi kualifikasi
EURO III seperti pada mobil Suzuki Swift
4. Memperoleh sertifikat ISO 9000 dan ISO14000
5. Menanam pohon di daerah yang gersang
Industri otomotif sebagai pemangku utama dari pembangunan masyarakat perlu
melakukan tindakan positif untuk berperan dalam mengatasi masalah yang timbul
dalam masyarakat akibat dari proses produksi dan juga produk kendaraan bermotor
yang diproduksinya. Untuk itu, pelaksanaan CSR menjadi hal yang amat penting dan
menjadi alat utama penyaluran kontribusi perusahaan (korporat) terhadap komunitas,
baik di sekitar perusahaan maupun komunitas yang lebih luas lagi dan juga terhadap
lingkungan dalam mencapai upaya pembangunan berkelanjutan. Dalam hal ini, upaya
pemilihan skala prioritas yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi perusahaan
dalam pelaksanaan CSR menjadi penting, termasuk di dalamnya bidang yang
dimasuki oleh aktivitas CSR industri otomotif berkelanjutan dan juga pemilihan
bentuk kegiatan, serta strategi dan cara melaksanakannya. Namun perlu pula
8

diperhatikan apa yang menjadi ekspektasi stakeholders terhadap kebijakan CSR dari
Indomobil Group, sehingga terdapat titik temu antara kedua belah pihak.
Memang CSR bukanlah solusi satu-satunya dalam mengatasi permasalahan
yang timbul seperti kemacetan, polusi udara, kebisingan, kemiskinan dan masalah
sosial lainnya karena kondisi tersebut bukan hanya ditimbulkan dari industri
kendaraan bermotor, tetapi dilain pihak menganggap kondisi tersebut adalah
tanggungjawab Pemerintah juga kurang tepat, karena penyebabnya adalah kompleks
dan menyangkut berbagai pihak seperti masyarakat sebagai pelaku atau pengendara
mobil, pihak Pemerintah sebagai regulator dan industri otomotif sebagai produsen
mobil. Namun karena industri otomotif telah memperoleh manfaat dari keberadaan
sumber daya alam (SDA) dan komunitas sekitar industri otomotif atau lebih luas lagi,
maka perlu ada imbal balik. Pikiran untuk melakukan imbal balik ini sebenarnya
merefleksikan dimensi tanggungjawab secara sosial, yaitu perusahaan merasa punya
tanggungjawab atas dampak operasi yang ditimbulkannya, baik langsung ataupun
tidak langsung terhadap masyarakat (Nursahid, 2006). CSR pada dasarnya menuntut
adanya Good Corporate Governance (GCG) atau tata kelola perusahaan yang baik,
dimana untuk mencapai hal tersebut diperlukan prasyarat minimal, yaitu adanya
transparansi, akuntabilitas, partisipasi, pemberdayaan hukum, efektifitas, efisiensi,
dan keadilan (Rudito dan Femiola, 2007)
Dasar hukum yang melandasi pelaksanaan aktivitas CSR di Indonesia untuk
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tertuang dalam Keputusan Menteri BUMN
Nomor : KEP-236/MBU/2003 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik
Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan (PKBL) berikut :
a. Sumber dana berasal dari penyisihan laba setelah pajak maksimal 1% (Ps.8(2))
b. Besar dana ditetapkan melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk
Persero, dan oleh Menteri BUMN untuk Perum (Ps.8(3))
Kalangan swasta (private sector) berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas (PT)
telah disepakati mengenai UU Perseroan Terbatas No.4/2007, yaitu BAB V mengenai
tanggungjawab sosial dan lingkungan berisikan hal berikut :
9

a. Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan


dengan SDA wajib melaksanakan Tanggung jawab Sosial dan Lingkungan.
b. Tanggungjawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai
biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan
kepatutan dan kewajaran.
c. Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dikenai sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
d. Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggungjawab Sosial dan Limgkungan diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Dalam bagian penjelasan Undang-Undang ini terdapat penjelasan sebagai berikut :
.......Yang dimaksud dengan Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya yang
berkaitan dengan SDA adalah Perseroan yang tidak mengelola dan tidak
memanfaatkan SDA, tetapi kegiatan usahanya berdampak pada fungsi kemampuan
sumber daya alam.
Dari aturan Undang-Undang Perseroan Terbatas tersebut jelas mewajibkan
perusahaan yang berbadan hukum Perseroan Terbatas, termasuk industri otomotif
dalam lingkungan Indomobil Group untuk wajib melaksanakan tanggung jawab sosial
dan lingkungan (CSR). Industri otomotif baik dari segi proses produksi maupun
produk mobil berkaitan dengan SDA. Kewajiban melaksanakan CSR juga
diberlakukan bagi perusahaan yang melakukan penanaman modal di Indonesia
sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal yang tertuang dalam Pasal 15, Pasal 17 dan Pasal 34 (Solihin,
2008) berikut :
Pasal 15
Setiap penanam modal berkewajiban :
a. Menerapkan prinsip corporate governance yang baik.
b. Melaksanakan tanggungjawab sosial perusahaan.
c. Membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan menyampaikannya
kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal.
10

d. Menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan penanaman


modal.
e. Mematuhi semua ketentuan perundang-undangan.
Dalam penjelasan pasal demi pasal undang-undang ini, dijelaskan bahwa yang
dimaksud tanggungjawab sosial perusahaan sebagaimana pada pasal 15 huruf b
adalah tanggungjawab yang melekat pada setiap perusahaan penanaman modal untuk
tetap menciptakan hubungan serasi, seimbang dan sesuai dengan lingkungan, nilai,
norma dan budaya masyarakat setempat.
Pasal 17
Penanam modal yang mengusahakan SDA yang tidak terbarukan wajib
mengalokasikan dana secara bertahap untuk pemulihan lokasi yang memenuhi
standar kelayakan lingkungan hidup, yang pelaksanaannya diatur dengan ketentuan
perundang-undangan.
Pasal 34
Badan usaha atau usaha perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 yang
tidak memenuhi kewajiban sebagaimana ditentukan dalam Pasal 15 dapat dikenai
sanksi administratif berupa :
(a) Peringatan tertulis.
(b) Pembatasan kegiatan usaha.
(c) Pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal atau
(d) Pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal.
Industri otomotif sebagai perusahaan penanaman modal berbentuk
perseroan terbatas (PT) wajib untuk melaksanakan tanggungjawab sosial (CSR).
Karena CSR telah ditetapkan dalam undang-undang maka CSR telah menjadi
kebijakan publik. Salah satu keluaran dari kebijakan publik adalah undang-undang
(Suharto, 2010). Aturan untuk pelaksanaan aktivitas CSR secara spesifik sampai
saat ini belum di tetapkan oleh Pemerintah. Namun berbagai peraturan dan undang-
undang yang mendukung CSR seperti Undang-Undang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup no.32 tahun 2009, Undang-Undang no. 8 tahun 1999
tentang perlindungan konsumen merupakan aturan yang wajib dilakukan. Namun
11

karena belum ada petujuk pelaksanaan CSR, maka jenis perusahaan mana yang
terkena peraturan tersebut masih belum jelas. Demikian pula dampaknya terhadap
pelaksanaan CSR di Industri Otomotif diduga belum mengalami perubahan yang
nyata antara sebelum dan sesudah diberlakukannya UU PT yang baru tersebut.
Di tingkat global, CSR adalah suatu aktivitas yang secara sukarela wajib
dilaksanakan perusahaan (korporat). Berbagai perusahaan transnasional
(multinational corporation atau MNC) melaksanakan program CSR diberbagai
negara, dimana lokasi MNC tersebut berada seperti Wallmart, The Body Shop dan
sebagainya. Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) telah memformulasikan kegiatan
CSR dalam suatu kesepakatan global yang disebut Global Compact yang merupakan
kumpulan dari berbagai perusahaan besar di dunia yang berkomitmen untuk
berkontribusi kepada pembangunan berkelanjutan secara global.
Diduga kegiatan aktivitas CSR di Indonesia lebih bersifat Philanthropy, yaitu
usaha yang dilakukan perusahaan untuk memberikan dana kepada individu atau
sekelompok masyarakat, misalnya dalam bentuk beasiswa yang justru dapat
menimbulkan ketergantungan kepada perusahaan. Dalam hal ini belum terlihat
bentuk-bentuk lain dalam pelaksanaan CSR yang sifatnya justru mengembangkan
pemangku kepentingan (kemitraan) demi kesejahteraan bersama. Padahal menurut
hasil penelitian TNS Indonesia (2006), sebuah lembaga penelitian dalam bidang CSR
otomotif menunjukkan bahwa pasar-pasar otomotif di negara-negara berkembang,
termasuk Indonesia memberikan apresiasi yang tinggi terhadap aktivitas CSR di
bandingkan negara-negara Barat, karena sektor tersebut menciptakan lapangan kerja
dan meningkatkan mutu kehidupan. Maka dari itu pelaksanaan CSR oleh industri
otomotif di Indonesia menjadi penting, karena pelaksanaan CSR oleh industri
otomotif akan sangat berpengaruh terhadap apresiasi masyarakat, termasuk terhadap
produk mobil yang dihasilkan. Dengan kata lain, melaksanakan CSR yang tepat dan
strategik akan meningkatkan harapan masyarakat. Studi tersebut juga menyimpulkan
bahwa dibanding dengan Eropa dan Amerika, praktik-praktik CSR di Indonesia
benar-benar belum berkembang dan hal ini berarti konsumen mungkin memiliki
tingkat harapan lebih rendah. Namun demikian, harapan berkembang dan seiring
12

dengan perjalanan waktu, maka CSR akan menjadi semakin penting bagi perusahaan-
perusahaan yang berada di Indonesia.
TNS Indonesia (2006) menyimpulkan hasil penelitiannya bahwa nilai-nilai yang
terkait dengan CSR sangatlah penting bagi para konsumen di Indonesia dan kadang-
kadang mengubah bentuk perilaku pembelian. Dengan demikian, industri otomotif
yang melaksanakan CSR akan memperoleh manfaat yang besar dalam upaya
peningkatan penjualan. Studi yang dilakukan oleh TNS Indonesia (2006) juga
menunjukkan bahwa produk otomotif yang aman dan ramah lingkungan adalah
pendorong yang kuat untuk menciptakan public goodwill di Indonesia yang
merupakan benefit utama CSR di Indonesia. Sedangkan melakukan aktivitas CSR
lainnya seperti fair pricing, ethical production standards, dan respect for local
culture or customs adalah bersifat complimentary (Lindgren, 2006)

I.2. Identifikasi Masalah


Beberapa hal yang dikemukakan dalam latar belakang tentang CSR
menunjukkan masalah berikut :
1. Pelaksanaan CSR masih belum jelas atau terkadang samar dengan aktivitas
promosi perusahaan.
2. Tidak pernah diidentifikasi tingkat keberlanjutannya. Walaupun berbagai aktivitas
CSR telah dilakukan, namun belum pernah diukur tingkat keberlanjutan dari
kegiatan CSR tersebut didalam industri otomotif.
3. Aktivitasnya bersifat parsial dan bidang yang dimasukinya sesuai selera
perusahaan. Perusahaan otomotif, khususnya dalam hal ini Indomobil Group,
melaksanakan CSR masih belum secara utuh menurut konsep CSR yang
seharusnya, sehingga dikatakan melaksanakan CSR sesuai selera, dan diduga
tidak didasarkan sepenuhnya pada atribut-atribut CSR yang berperan dalam
kebijakan CSR berkelanjutan di Indomobil Group yang merupakan persepsi dan
ekspektasi dari pemangku kepentingan.
13

4. Tidak pernah diukur tingkat keberhasilannya.


Pelaksanaan CSR oleh industri otomotif, khususnya di lingkungan Indomobil
Group belum pernah diukur tingkat keberhasilan programnya, termasuk dalam
aspek lingkungan.
5. Kewajiban memperhatikan masalah sosial dan lingkungan diduga masih
dipandang bukan menjadi tanggungjawab korporat, tetapi merupakan
tanggungjawab Pemerintah. Pihak industri otomotif, termasuk Indomobil Group,
diduga cenderung menganggap bahwa urusan kesejahteraan masyarakat, termasuk
aspek kesehatan masyarakat lebih menjadi urusan Pemerintah ketimbang menjadi
tanggungjawab industri otomotif.
6. Merasa tidak ada keharusan untuk melaksanakan CSR.
Sesuai dengan konsepnya, CSR diduga disikapi sebagai bersifat voluntary atau
sukarela, sehingga tidak ada kewajiban perusahaan untuk melaksanakan CSR.

I.3. Pembatasan Masalah


Perusahaan otomotif yang diteliti aktivitas CSR-nya adalah perusahaan-
perusahaan yang berada di lingkungan Indomobil Group dan kegiatan yang diteliti
adalah kegiatan CSR terhadap pemangku kepentingan primer pada lingkungan
eksternal perusahaan, baik aspek kehadiran perusahaan PT. Suzuki Indomobil Motor
(PT. SIM) yang berlokasi di Tambun, Bekasi terhadap masyarakat sekitarnya, yaitu
Kelurahan Jatimulya, Bekasi maupun PT. Nissan Indonesia Manufacturing (PT. NMI)
dan PT. Hino Motors Manufacturing Indonesia (PT. HMMI) yang berlokasi di
kawasan industri Kota Bukit Indah, Purwakarta, Jawa Barat, terhadap masyarakat
sekitarnya, yaitu desa Dangdeur dan terhadap aspek produk mobil yang dihasilkan,
yaitu baik merek Suzuki yang diproduksi oleh PT. SIM, merek Nissan yang
diproduksi PT. NMI dan Hino yang diproduksi oleh PT. HMMI, yaitu dampaknya
terhadap lingkungan berupa emisi gas buang.
Dipilihnya Indomobil Group adalah karena merupakan group perusahaan
automotif yang mengageni beragam jenis kendaraan dan produknya memenuhi seluruh
segmen jenis kendaraan yang berada di Indonesia dan merupakan salah satu group
14

perusahaan otomotif terkemuka di Indonesia yang menguasai 22% pangsa pasar mobil
di Indonesia (Indomobil Group, 2008).

I.4. Kerangka Pemikiran Penelitian


Pelaksanaan CSR berkelanjutan pada saat ini pada perusahaan-perusahaan
dilingkungan Indomobil Group telah dilaksanakan dengan berbagai macam aktivitas.
Namun permasalahan yang muncul berhubungan dengan kondisi transportasi, sosial
ekonomi dan lingkungan yang terjadi amatlah besar. Ini dibuktikan dengan
permasalahan yang timbul sebagaimana diterangkan dalam latar belakang sebelum
ini. Untuk itu diperlukan pemikiran untuk memaksimalkan pelaksanaan CSR,
sehingga permasalahan yang timbul dapat teratasi dan masyarakat memperoleh
manfaat yang maksimal, maka disusunlah kerangka pemikiran penelitian seperti
dimuat pada Gambar 1.
Indomobil Group

Aspek Mobilitas Kualitas Lingkungan Kondisi Sosial/ Teknologi Karakteristik


Ekonomi masyarakat Otomotif Lokasi Pabrik

Mutu
Pembangunan Kebijakan CSR dalam
Berkelanjutan industri otomotif

Optimasi kinerja CSR Dimensi Keberlanjutan Faktor-faktor kunci


berkelanjutan - Ekonomi pengelolaan CSR
- Ekologi/Lingkungan berkelanjutan dalam
- Sosial industri otomotif

Prioritas CSR
Pengelolaan CSR berkelanjutan Model CSR
berkelanjutan dalam dalam industri berkelanjutan dalam
industri otomotif otomotif industri otomotif

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian


Pembangunan berkelanjutan memerlukan sarana transportasi kendaraan
bermotor (mobil) untuk mendukung, sehingga industri otomotif berperan sebagai
penyedia produk tersebut. Namun akibat dari keberadaan industri otomotif dan juga
dampak dari produk yang dihasilkannya menimbulkan berbagai masalah, baik dalam
aspek mobilitas, mutu lingkungan, kondisi sosial ekonomi masyarakat, teknologi
otomotif dan juga dampak keberadaan lokasi pabrik terhadap masyarakat sekitar,
sehingga diperlukan upaya kebijakan CSR berkelanjutan yang sesuai untuk
menyelesaikan masalah sebagaimana disebutkan dalam identifikasi masalah, untuk
itu dikaji bagaimana seharusnya CSR berkelanjutan sebagai perwujudan dari
komitmen industri otomotif untuk berperan dalam pembangunan berkelanjutan dapat
dilaksanakan dengan baik, yaitu memenuhi unsur-unsur keberlanjutan (ekonomi,
sosial dan lingkungan), dan menjadi model bagi industri otomotif dalam membangun
aktivitas CSR.

I.5. Perumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah dikemukakan,
maka dapat dirumuskan permasalahannya sebagai berikut :
1. Apakah konsep CSR berkelanjutan dalam industri otomotif
2. Sejauhmanakah tingkat keberlanjutan aktivitas CSR dalam industri otomotif pada
Indomobil Group dilihat dari indeks keberlanjutan ?
3. Analisis kebijakan CSR berkelanjutan bagaimanakah yang tepat dilaksanakan
oleh industri otomotif berdasarkan karakteristiknya ?

I.6. Tujuan Penelitian


Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan penelitian
adalah :
1. Mengkaji atribut-atribut CSR berkelanjutan yang berperan dalam industri otomotif.
2. Mengidentifikasi atribut CSR berkelanjutan dan menentukan indeks keberlanjutan
CSR dalam industri otomotif.
17

3. Merekomendasikan kebijakan CSR berkelanjutan yang tepat dilaksanakan oleh


industri otomotif menurut karakteristiknya

I.7. Manfaat Penelitian


Hasil penelitian memberi manfaat terhadap pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi (iptek), yaitu :
1. Bagi Regulator (Pemerintah) mampu menghasilkan peraturan-peraturan yang tidak
hanya memberikan tekanan, tetapi sekaligus insentif bagi perusahaan otomotif
untuk melaksanakan CSR, dan mampu melindungi kepentingan-kepentingan
pemangku kepentingan.
2. Dapat digunakan sebagai bahan perbandingan atau sebagai basis penelitian lebih
ekstensif, sehingga proses sosialisasi dan implementasi CSR terus diperbaiki dalam
industri otomotif.
3. Masalah-masalah yang timbul akibat dari kehadiran industri otomotif terhadap
masyarakat disekitarnya dan pemangku kepentingan lainnya dapat tertanggulangi
akibat dari pelaksanaan CSR oleh industri otomotif secara efektif.
.
1.8. Novelty (Kebaruan)
Kebijakan CSR dalam industri otomotif saat ini dinilai belum sepenuhnya
menerapkan konsep keberlanjutan. Hal ini ditunjukkan oleh semakin kompleksnya
masalah yang timbul berkaitan dengan industri otomotif dan dampak produk yang
ditimbulkannya, sehingga diperlukan penelitian tentang model CSR berkelanjutan
dalam industri otomotif yang menjawab persepsi dan ekspektasi pemangku
kepentingan, sehingga keberadaan industri otomotif dapat diterima dan kehadiran
produknya tidak justru mengurangi kesejahteraan dari pemangku kepentingan,
termasuk kerusakan lingkungan yang ditimbulkannya.
Novelty (kebaruan) dari penelitian ini adalah :
1. Menghasilkan kebijakan CSR berkelanjutan dalam industri otomotif di Indonesia,
khususnya di Indomobil group.
18

2. Hasil penelitian mengenai CSR ini memberikan persepsi dan ekspektasi kepada
pemangku kepentingan, sebagai bahan penyusunan kebijakan CSR.
19

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. CSR dan CSR Berkelanjutan


Menurut The World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) CSR
adalah komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan,
bekerja dengan para karyawan perusahaan, keluarga karyawan tersebut, berikut komuniti-
komuniti setempat (lokal) dan masyarakat secara keseluruhan, dalam rangka
meningkatkan mutu kehidupan (Rudito et al., 2004). Peningkatan mutu kehidupan
mempunyai arti adanya kemampuan manusia sebagai individu anggota masyarakat untuk
dapat menanggapi keadaan sosial yang ada dan dapat menikmati, serta memanfaatkan
lingkungan hidup, termasuk perubahan-perubahan yang ada dan sekaligus memelihara.
Atau dengan kata lain, CSR merupakan cara korporat mengatur proses usaha untuk
memproduksi dampak positif pada masyarakat (Rudito et al., 2004). CSR berarti
perusahaan harus bertanggungjawab atas operasinya yang berdampak buruk pada
masyarakat, komunitas dan lingkungannya. Namun sebaliknya juga harus memberikan
dampak positif terhadap masyarakat sekitar. Suatu perusahaan tidak akan dapat bertahan
lama apabila dia mengisolasikan dan membatasi dirinya dengan masyarakat sekitarnya
(Djajadiningrat dan Famiola, 2004).
Terkait dengan aspek hukum maka terdapat 4 jenis CSR (Fajar, 2010) yaitu :
1. Social responsibility theory, yaitu kewajiban direksi dan manajemen untuk menjaga
keharmonisan kepentingan pemegang saham (shareholders) dan pemangku
kepentingan (stakeholders). Dalam teori ini seakan tanggung jawab sosial hanya
menjadi kewajiban direksi dan manajemen saja atau menjadi terlalu sempit dari
hakekat CSR yang seutuhnya.
2. Hobbesian Leviatan theory, yang menghendaki kontrol yang ketat dari Pemerintah
serta meniadakan upaya-upaya lainnya. Teori ini menempatkan hanya Pemerintah
sebagai pihak yang berwenang dan menentukan terhadap aktivitas CSR perusahaan
dan menegasikan alternatif lainnya dalam pengaturan CSR.
20

3. Corporate governance theory, menghendaki adanya corporate accountability dari


direksi korporasi. Cenderung lebih mengamati hubungan pihak internal korporasi
yaitu antara pemilik dan manajemen korporasi.
4. Reflexive law theory, digunakan untuk mengatasi kebuntuan atas pendekatan formal
terhadap kewajiban perusahaan dalam sistem hukum. Hukum formal adalah bentuk
intervensi negara dalam mengatur persoalan privat melalui bentuk perundang-
undangan seperti Undang-Undang Perseoran Terbatas yang didalamnya juga
mengatur mengenai tanggungjawab sosial perusahaan. Reflexive law theory adalah
teori hukum yang menjelaskan adanya keterbatasan hukum (limit of law) dalam
masyarakat yang kompleks untuk mengarahkan perubahan sosial secara efektif.
Mengacu dari definisi CSR tersebut, ternyata pengaturan mengenai CSR tidak
cukup hanya dengan ke 3 pendekatan atau jenis pertama karena keterbatasan-keterbatasan
dari teori hukum sedangkan ruang lingkup CSR melebihi dari aturan yang berlaku.
Reflexive law theory paling tepat untuk menekan kerumitan dan keberagaman masyarakat
melalui peraturan perundang-undangan yang ekstensif. Reflexive law theory bertujuan
untuk mengarahkan pola tingkah laku dan mendorong pengaturan sendiri (self
regulation). Proses ini adalah regulated autonomy atau membiarkan private actors,
seperti korporasi untuk bebas mengatur dirinya sendiri. Masyarakat yang akan
memberikan penilaian maupun sanksi (markets reward punishment) terhadap aktivitas
CSR perusahaan. Disisi lain hukum reflexive mengintervensi proses sosial dengan
membuat prosedur acuan untuk perilaku korporasi (code of conduct). Dalam mengontrol
perilaku korporasi maka reflexive law theory menghendaki adanya social accounting,
auditing dan reporting, yang disebut social reporting (Fajar, 2010).
Pada dasarnya CSR memiliki berbagai aliran pemikiran yang dibagi menjadi
beberapa school of thought yaitu adalah :
1. CSR dibagi menjadi 3 school of thought menurut Achwan (2006) yaitu:
a. The business of business is business yang berpandangan bahwa perusahaan pada
hakekatnya merupakan institusi pencipta kesejahteraan masyarakat. Setiap
perusahaan memiliki tujuan tunggal yaitu memaksimalkan keuntungan untuk
pemiliknya dan dipercaya dapat menciptakan lapangan pekerjaan. Tangan-tangan
21

tak kentara (invisible hands), adalah naluri yang dimiliki setiap perusahaan. Dengan
kata lain, perusahaan adalah pencipta kekayaan (wealth), dalam masyarakat dan
patuh kepada rule of law. Semua kegiatan philanthropy-semacam ini pada dasarnya
adalah pencurian uang milik pemegang saham yang dilakukan oleh para direktur
perusahaan.
b. Corporate voluntarism yang lebih menekankan aspek kebajikan, virtue, dalam
mengejar keuntungan perusahaan. Asumsi dari alam pemikiran ini adalah sifat CSR
sukarela (voluntary) dan menolak campur tangan negara dalam mengatur CSR di
perusahaan, CSR mendorong keuntungan ekonomi perusahaan, lalu keberadaan
perusahaan tidak dapat lepas dari masyarakat tempat perusahaan beroperasi.
c. Corporate involuntarism berpendapat bahwa setiap perusahaan memiliki kewajiban
menjalankan tanggung jawab sosial. Kewajiban ini harus dituangkan dalam bentuk
undang-undang. Para penyokong aliran ini berpendapat bahwa dalam kondisi
sekarang ini, ketika multinational corporation (MNC) jauh lebih berpengaruh
dibandingkan negara bangsa, self regulation dan voluntarism tidaklah mencukupi.
Sehingga perlu campur tangan Pemerintah.
2. Pengelompokan lainnya tentang aliran pemikiran dari CSR juga membagi menjadi 3
school of thought menurut pandangan Michael (2010) yaitu :
a. Neo-liberal school atau markets provide CSR adalah kegiatan CSR dimana pasar
menjadi pendorong aktivitas CSR meliputi CSR product market demand atau CSR
pada produk yang didorong oleh permintaan pasar, labour market demand atau
CSR pada tenaga kerja yang didorong oleh permintaan pasar dan capital market
demand atau CSR atas modal yang didorong oleh permintaan pasar modal.
Aktivitas ini bersifat sukarela dengan mekanisme kegiatannya mengacu pada
triple bottom line (dampak environmental, social, financial), dan stakeholders
board.
b. State led school atau CSR as a public policy adalah kegiatan CSR yang diatur
oleh negara. Aktivitas CSR dalam hal ini sifatnya wajib dilaksanakan.
c. Third-sector school atau CSR as site of participation adalah aktivitas CSR yang
dilakukan dengan membentuk forum-forum kerjasama seperti gabungan
22

perusahaan-perusahaan, kerjasama perusahaan dengan lembaga swadaya


masyarakat (LSM).
3. Pemikiran lainnya atas school of thought dari CSR adalah sebagaimana yang
dikemukakan Fajar (2010) yaitu :
a. CSR yang bersifat sukarela (voluntary), adalah bentuk tanggung jawab sosial
perusahaan yang dilaksanakan secara sukarela dengan alasan: tujuan perusahaan
mencari keuntungan, CSR merupakan kewajiban moral sesuai pendapat Milton
Friedman, diacu dalam Fajar (2010), pelaksanaan CSR bertentangan dengan hak
kepemilikan privat, dan tidak sesuai dengan prinsip efisiensi dalam bisnis. Henry
Hansmann dan Reinier Kraakman mengatakan bahwa tujuan perusahaan dalam
jangka panjang adalah mencari keuntungan shareholders. Shareholders oriented
menjadi model standar untuk hukum perusahaan secara universal. Karena sifatnya
sukarela dan berada di wilayah etika maka CSR diatur dalam code of conduct
(softlaw) seperti Global Reporting Initiative (GRI) Sustainability Reporting
Guidelines, Organisation fot Economic Co-operation and Development (OECD)
Guidelines for Multinational Enterprises, dan lain sebagainya. Namun keberadaan
Corporate Code of Conduct tidak cukup mampu mengikat korporasi (Fajar,
2010).
b. Tanggung jawab sosial perusahaan atau CSR yang bersifar wajib (compulsory).
Alasan utama dari CSR yang diwajibkan ini adalah: korporasi harus
memperhatikan kepentingan sosial yaitu stakeholders sebagaimana dikemukakan
oleh E.Merric Dodd, diacu dalam Fajar (2010) yang melahirkan stakeholders
theory. Selanjutnya pendapat ini didukung oleh Henry Hansmann dan Reinier
Kraakman yang berpendapat bahwa keberadaan perusahaan adalah untuk melayani
kepentingan masyarakat secara keseluruhan. Terdapat 2 alasan mengapa CSR harus
diatur dalam hukum negara karena : 1). Tidak ada kekuatan memaksa dari hukum
kebiasaan dan prinsip sukaerela, tanpa diratifikasi dalam peraturan lokal sebuah
negara, 2). Prinsip sukarela yang tidak mengikat tidak akan memberikan efek
apapun secara jelas dan terukur (Fajar, 2010).
c. Tanggung jawab sosial perusahaan atau CSR yang tergantung situasi dan kondisi.
23

Kebijakan ini dipelopori oleh Jenkins, diacu dalam Fajar (2010) yang melihat dari
fungsi hukum untuk mengatur ketertiban masyarakat. Untuk itu perlu dipahami
ranah apa saja yang masuk wilayah hukum dan mana yang tidak, Jenkins
mengatakan bahwa wilayah hukum dapat dilihat dari dua rezim yaitu necessity
(kebutuhan) dan possibility (kemungkinan). Necessity adalah rezim yang digunakan
untuk mendukung pembangunan manusia (human development). Tanpa kondisi
yang aman dan stabil pembangunan manusia tidak bisa dilakukan. Sementara
possibility berfungsi menciptakan kebebasan, kesempatan dan kemajuan yang
diperlukan, untuk menciptakan kesempurnaan kebaikan (absolute good). Jika rezim
necessity dan possibility menghendaki aturan hukum maka akan melahirkan
tanggung jawab hukum. Kewajiban untuk CSR menjadi perlu ketika korporasi
cenderung menghalangi pembangunan manusia dan berpeluang memunculkan
eksploitasi, korupsi, kesewenang-wenangan dan ketidakpastian dalam masyarakat
(Fajar, 2010).
Dari berbagai school of thought tersebut tampaknya Indonesia menganut konsep
mandatory atau compulsory (wajib) sebagaimana yang diamanatkan oleh undang-undang
baik Undang-Undang Perseroan Terbatas nomor 4 tahun 2007 maupun Undang-Undang
Penanaman Modal nomor 25 tahun 2007. Kewajiban melaksanakan CSR pun diwujudkan
dalam Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup nomor 32 tahun 2009 untuk
aspek lingkungan, namun hingga kini belum ada peraturan organik yang merupakan
turunan dari berbagai undang-undang tersebut yang mengikat secara pasti dalam bentuk
peraturan pelaksanaan. Bila dilihat dari pada implementasinya cenderung dilakukan
sesuai dengan konsep self regulatory. Karena belum ada aturan pelaksanaan CSR
termasuk dalam sektor otomotif, sehingga setiap perusahaan menjalankan CSR sesuai
dengan konsepnya sendiri dan sesuai dengan pemahamannya masing-masing terhadap
CSR.
Menurut APCSRI (2009) praktek CSR yang baik mempunyai andil dalam :
(1) meminimalkan dampak negatif atas risiko aktifitas perusahaan terhadap masyarakat
dan lingkungan; (2) meminimalkan biaya operasional perusahaan, (3) meningkatkan
kinerja keuangan dan citra perusahaan, dan (4) pencapaian tujuan pembangunan
24

kesejahteraan masyarakat dan lingkungan, termasuk tujuan pembangunan millenium


(MDGs) di Indonesia. Lingkup dari CSR menurut Keraf (1998) dikatakan bahwa
perusahaan harus bertanggungjawab atas tindakan dan kegiatan bisnisnya yang
mempunyai pengaruh pada orang-orang tertentu, masyarakat, serta lingkungan dimana
perusahaan itu beroperasi. Maka, secara negatif itu berarti suatu perusahaan harus
menjalankan kegiatan bisnisnya sedemikian rupa, sehingga tidak sampai merugikan
fihak-fihak tertentu dalam masyarakat. Secara positif itu berarti suatu perusahaan harus
menjalankan kegiatan bisnisnya sedemikian rupa, sehingga pada akhirnya akan dapat ikut
menciptakan suatu masyarakat yang baik dan sejahtera. Bahkan secara positif perusahaan
diharapkan ikut melakukan kegiatan tertentu yang tidak semata-mata didasarkan kepada
perhitungan keuntungan kontan yang langsung, melainkan demi kemajuan dan
kesejahteraan masyarakat. Selanjutnya dikatakan bahwa sesungguhnya pada tingkat
operasional bukan hanya staf manajemen yang bertanggungjawab sosial dan moral, tetapi
juga seluruh karyawan (Keraf, 1998).
Alasan mengapa perusahaan melakukan CSR menurut Lampesis (2005) adalah :
1. Memberikan timbal balik kepada komunitas, masyarakat dan lingkungan yang telah
memberikan manfaat dan keuntungan bagi perusahaan.
2. Perusahaan memperoleh keuntungan kompetitif dan keuntungan reputasi dengan
mendemonstrasikan perhatian terbaik perusahaan kepada masyarakat luas sebagai
bagian integral dalam pembuatan kebijakan.
3. Penelitian Orlizty, Schmidt and Reynes (2003) telah menemukan bahwa terdapat
korelasi antara kinerja sosial/lingkungan dengan kinerja finansial.

Pendorong perusahaan untuk melakukan CSR :


1. CSR akan berjalan sebagai check on regulatory failures, artinya apa yang tidak diatur
oleh Pemerintah, namun tetap diperlukan untuk dilaksanakan, maka disitulah CSR
muncul.
2. CSR memberikan kesempatan kepada perusahaan akan suatu tingkat fleksibilitas dari
aturan yang berlaku. Artinya perusahaan melakukan CSR lepas dari aturan yang
berlaku.
25

Manfaat dari pelaksanaan CSR bagi masyarakat (Brew, 2008) adalah :


1. Aktivitas dan peluang ekonomi
2. Penyerapan tenaga kerja
3. Akses terhadap skill dan teknologi
4. Infrastruktur yang meningkat
5. Perlindungan terhadap lingkungan
6. Kesehatan
7. Investasi sosial

Dalam melaksanakan CSR ada tiga kriteria yang harus dipenuhi (Bronchain, 2003),
yaitu :
1. They are carried out on a voluntary basis, i.e. going beyond common regulatory
and conventional requirements; atau harus bersifat sukarela dan melebihi yang
telah dipersyaratkan. Artinya mendemonstrasikan komitmen tanggungjawab
sosial dan lingkungan lebih dari sekedar mematuhi hukum atau aturan yang
berlaku.
2. There is interaction with the stakeholders, atau terdapat interaksi dengan para
stakeholders. Artinya perlu dicari pola-pola kemitraan (partnership) dengan
seluruh stakeholders agar dapat berperan dalam pembangunan, sekaligus
meningkatkan kinerjanya agar tetap dapat bertahan dan bahkan berkembang
menjadi perusahaan yang mampu bersaing. Pengertian CSR dikaitkan dengan
pemangku kepentingan adalah :
CSR is the capacity of a company to listen to, to take care of, to understand and
to satisfy the legitimate expectations of the different actors who contribute to
their development (Olivera Neto, diacu dalam Sanchez, 2008)
Dikatakan bahwa CSR adalah kapasitas perusahaan dalam mendengarkan,
menjaga, mengerti dan memuaskan ekspektasi yang legitimate dari para
pemangku kepentingan. Selanjutnya dampak dari program tanggungjawab
sosialnya (CSR) akan sangat tergantung dari respons perusahaan terhadap
ekspektasi dari berbagai pemangku kepentingannya (Dawkins and Lewis,
2003), yaitu :
26

A companys balancing of these several priorities must therefore be informed


by its stakeholders of importance. The company must define, consult and engage
these stakeholders in its programme that its activity is seen as relevant both to
the business and to its stakeholders, and some companies are of course well
advanced in this process of dialogue (Dawkins and Lewis, 2003).
Perusahaan harus menyeimbangkan berbagai prioritas dalam CSR sesuai
dengan kepentingan pemangku kepentingan, sehingga perlu mendefinisikan,
konsultasi dan mengaitkan pemangku kepentingan dalam aktivitasnya, agar
terdapat relevansi antara bisnis dan pemangku kepentingan.
2. Social and environmental concerns are integrated into the business operations,
atau mengintegrasikan aspek sosial dan lingkungan kepada operasi perusahaan.
Tujuan akhir pelaksanaan CSR adalah menempatkan entitas bisnis dalam upaya
pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu, tanggungjawab sosial itu
seharusnya menginternalisasi pada semua bagian kerja pada suatu pekerjaan. CSR
harus merupakan keputusan strategik perusahaan sejak awal dari mendesain
produk yang ramah lingkungan, hingga pemasaran, dan pengolahan limbah.
Selain itu, secara eksternal CSR juga memastikan jangan sampai perusahaan
justru mengurangi kesejahteraan masyarakat di lingkungan sekitarnya (Nindita,
diacu dalam Tunggal, 2007). Tujuan dari pelaksanaan CSR dalam aspek
lingkungan didefinisikan sebagai :
As a result the environmental aspect of CSR is defined as the duty to cover the
environmental implications of the companys operations, products and
facilities; eliminate waste and emissions; maximize the efficiency and
productivity of its resources; and minimize practices that might adversely affect
the enjoyment of the countrys resources by future generations (Mazurkiewicz,
2008).
Artinya bahwa tujuan CSR dalam aspek lingkungan adalah bagaimana
mengurangi dampak lingkungan akibat operasi perusahaan, produk maupun
fasilitas perusahaan mengurangi limbah dan emisi, memaksimalkan tingkat
efisiensi dan produktivitas dari sumber daya, serta mengurangi praktek-praktek
27

yang dapat mempengaruhi keberadaan sumber daya untuk generasi mendatang.


Bila di rinci kegiatan tersebut adalah :
1.Adanya fasilitas perusahaan, baik plant, gudang penyimpanan dan segala
inventaris perusahaan yang tidak mencemari lingkungan.
2.Adanya produk perusahaan berupa mobil yang ramah lingkungan
3. Adanya efisiensi dan produktivitas dalam penggunaan sumber daya, termasuk
bahan baku
4.Aktivitas perusahaan yang tidak mengganggu ketersediaan sumber daya untuk
generasi mendatang (berkelanjutan).
Cara pandang perusahaan terhadap CSR amatlah beragam. Ada yang
memandang CSR sekedar memenuhi regulasi yang ditetapkan pemerintah,
sementara yang lain sudah mulai melihat CSR sebagai cara berpikir baru
dalam mengelola bisnis secara keseluruhan. Secara umum, kegiatan CSR
berdimensi lingkungan menurut Rewarding Upland Poor for Enviromental
Services (RUPES), diacu dalam Leimona dan Fauzi (2008) dapat
dikategorikan sebagaimana pada Tabel 1.
Tabel 1. Kategorisasi CSR
Type aktivitas CSR Isu Lingkungan Isu Utama Bisnis
Tipe CSR 1 Minimal dampak negatif Bisnis taat regulasi dan
Compliance to terhadap lingkungan akibat minimal konflik
environmental regulation proses produksi
Tipe CSR 2 Pendukung konservasi Peningkatan brand
Contribution to lingkungan image alat pemasaran
environmental dan periklanan serta
conservation perluasan jaringan
Tipe CSR 3 Peningkatan mutu Efisiensi proses
Conservation for lingkungan melalui proses produksi, pengurangan
additional income industri, dan melebihi baku biaya produksi dan
mutu yang ditetapkan penambahan benefit
regulasi
Tipe CSR 4 Peningkatan mutu Jaminan bagi
Conservation for direct lingkungan secara langsung kelangsungan sumber
production sustainability di kawasan sumber bahan produksi perusahaan
baku industry
28

Kategorisasi tersebut tidak dimaksudkan untuk memberikan peringkat baik


dan buruk, tetapi sebagai alat untuk melihat sejauhmana kegiatan CSR suatu jenis
industri dapat memberikan kontribusi terhadap lingkungan dan bisnisnya. CSR
berkaitan dengan konsep go green, menurut pandangan Howard Schultz,
pimpinan perusahaan Starbucks, CSR adalah trying to achieve a fragile balance of
creating the necessity of profitability and the balance of having a social
conscience(Leiu, 2010) atau mencapai keseimbangan antara kebutuhan akan
keuntungan perusahaan dan kepentingan sosial. Perusahaan semakin sadar terhadap
konsekwensi jejak lingkungan yang mereka tinggalkan dibelakangnya (ecological
footprints). Karena itu bersikap go green adalah langkah penerapan CSR dalam
aspek lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan. Konsep go green dalam bisnis
menjadi green business berarti konsep ramah lingkungan dalam segala aspek dalam
bisnis, dimana green business mencakup komitmen terhadap lingkungan dan
inisiatif terhadap keadilan sosial, termasuk dalam hal ini adalah mengurangi emisi
gas rumah kaca dan pencemar udara lainnya, penggunaan sumberdaya energi
terbarukan, efisiensi energi, pelestarian sumberdaya alam dan energi, minimalisasi
limbah dan penciptaan lapangan kerja didaerah yang dilayani. (Green For All,
2010). Dengan demikian green business berkaitan juga dengan penciptaan
kesejahteraan masyarakat. Dalam menyikapi kondisi lingkungan maka selain
bersifat reaktif atas apa yang diperbuat atas dampak operasi perusahaan, maka
green business adalah sikap menjaga lingkungan (environmental stewardship).
Dalam berbagai kasus, bisnis yang mengadopsi etika standar dalam menjaga
lingkungan (environmental stewardship) yang melebihi aturan yang berlaku akan
memperoleh keunggulan kompetitif (competitive advantage), mendapatkan
kesetiaan pelanggan (costumer loyalty) dan pangsa pasar (market share), dan juga
mengurangi resiko bisnis (Olson, 2010). Menjaga lingkungan (environmental
stewardship) adalah bagian dari CSR dalam aspek lingkungan (Olson, 2010)
Hubungan korporat dengan pemangku kepentingan sangat dipentingkan bagi
pelaksanaan CSR. Hubungan korporat dengan pemangku kepentingan tidak lagi
29

bersifat pengelolaan saja, tetapi sekaligus melakukan kolaborasi, yang dilakukan


secara terpadu dan berfokus pada pembangunan kemitraan. Kemitraan tidak lagi
bersifat penyangga organisasi, tetapi menciptakan kesempatan-kesempatan dan
keuntungan bersama, untuk tujuan jangka panjang dan pembangunan berkelanjutan
sesuai dengan tujuan, misi, nilai-nilai dan strategi-strategi tanggungjawab
perusahaan secara sosial yang pada dasarnya mendorong korporat untuk hidup
secara langgeng di dalam masyarakat. Kemitraan yang terwujud dalam interaksi
antar pemangku kepentingan ini pada dasarnya merupakan juga suatu bentuk
community development (CD) sebagai muara dari CSR (Rudito et al., 2004). Sarana
yang digunakan dalam rangka implementasi konsep CSR adalah program
community development (Rudito et al., 2004).
Salah satu yang menonjol dari praktik CSR di Indonesia adalah penekanan
pada aspek community development, karena paling sesuai kondisi dan kebutuhan
masyarakat Indonesia yang masih bergelut dengan kemiskinan dan pengangguran
(Ambadar, 2008). Bentuk dari community development terdiri dari community
relation atau pengembangan kesepahaman melalui komunikasi dan informasi
kepada para pihak yang terkait, seperti konsultasi publik, penyuluhan dan
sebagainya, community service merupakan pelayanan korporat untuk memenuhi
kepentingan masyarakat ataupun kepentingan umum, seperti pembangunan fasilitas
umum, antara lain pembangunan/peningkatan sarana transportasi/jalan, sarana
pendidikan, kesehatan dan lain sebagainya, dan community empowerment adalah
program-program berkaitan dengan memberikan akses lebih luas kepada
masyarakat untuk menunjang kemandiriannya. Berkaitan dengan program ini
adalah seperti pengembangan ataupun penguatan kelompok-kelompok swadaya
masyarakat, komuniti lokal, organisasi profesi serta peningkatan kapasitas usaha
masyarakat yang berbasiskan sumber daya setempat (Budimanta dan Rudito, 2008).
Bentuk-bentuk dari pelaksanaan CSR yang paling sering dilakukan oleh
perusahaan menurut Kotler and Lee (2005) terbagi dalam 6 bentuk meliputi :
30

1. Cause Promotion adalah kegiatan sosial yang dilakukan dengan tujuan untuk
meningkatkan kesadaran, partisipasi, maupun penyertaan dana terhadap suatu
isu tertentu yang dipilih.
2. Cause-Related Marketing, perusahaan berkomitmen untuk melakukan donasi
atau kontribusi atas suatu issue tertentu berdasarkan atas penjualan produk.
Perusahaan akan melakukan bantuan dana berupa persentase tertentu atas
pendapatan penjualan. Biasanya dilakukan dalam periode waktu tertentu atas
suatu produk tertentu dan dalam bentuk sumbangan tertentu. Program ini
memiliki dua sasaran, yaitu memperoleh sejumlah dana tertentu untuk
didonasikan, disamping itu meningkatkan penjualan produk. Jenis aktivitas ini
tujuannya sama dengan cause promotion, namun dikaitkan dengan respons
konsumen terhadap penjualan (misalnya, besarnya donasi penumpang dikaitkan
dengan jumlah mil perjalanan dengan pesawat perusahaan tertentu).
3. Corporate Social Marketing. Kampanye untuk mendukung suatu perubahan
tertentu yang diharapkan terjadi atas suatu isu. Perubahan perilaku adalah yang
diharapkan terjadi dari aktivitas ini. Saat ini Corporate Social Marketing
umumnya dibangun dan diimplementasikan para profesional di pemerintahan
pusat maupun daerah, local public sector agencies, seperti fasilitas umum,
departemen kesehatan, transportasi, ekologi dan dalam organisasi nonprofit
lainnya.
4. Corporate Philanthropy. Kegiatan ini melakukan aktivitas berupa kontribusi
langsung berupa amal atau terhadap suatu permasalahan (isu). Lebih sering
dalam bentuk sumbangan uang dan betuk sumbangan lainnya. Hal ini
merupakan bentuk yang paling tradisional dari berbagai aktivitas CSR yang ada.
Isu utama yang didukung meliputi kesehatan masyarakat, pelayanan publik,
pendidikan, seni dan demikian pula perlindungan lingkungan.
5. Community Volunteering. Kegiatan ini menyediakan pelayanan pekerja sukarela
dari perusahaan kepada masyarakat. Hal ini merupakan inisiatif dari perusahaan
untuk mendukung dan menganjurkan karyawan, retail partner dan atau anggota
franchise untuk mendukung organisasi organisasi masyarakat setempat ataupun
31

permasalahan yang dihadapi. Kegiatan sukarela ini termasuk menyediakan


tenaga ahli, ide dan tenaga kerja. Perusahaan mendukung dengan menyediakan
waktu kerja untuk keperluan membantu masyarakat, maupun membentuk tim
untuk membantu masyarakat.
6. Socially Responsible Business Practice. Kegiatan ini mengadopsi dan
berinisiatif melakukan praktek bisnis maupun investasi yang mendukung
kepada permasalahan sosial yang ada. Sifat dari kegiatan ini adalah melakukan
hal yang melebihi apa yang dipersyaratkan oleh hukum dan peraturan yang ada
dan melebihi apa yang diharapkan (discretionary) terhadap komunitas seperti
karyawan, distributor, pemasok, mitra nonprofit dan demikian juga sebagai
anggota dari masyarakat umum. Sedangkan bidang aktivitasnya meliputi
kesehatan dan keselamatan, demikian pula kebutuhan emosional dan psikologis.
Saat ini praktek penyelenggaraan perusahaan telah bergeser dari menanggulangi
keluhan pelanggan, menanggulangi tekanan dari group-group penekan, kepada
kegiatan yang sifatnya proaktif mencari solusi atas permasalahan sosial yang
ada. Pada umumnya aktivitas ini didominasi oleh kegiatan manufacturing,
teknologi dan industri pertanian, dimana keputusan dibuat berkaitan dengan
supply chain, bahan baku, prosedur operasional dan keamanan karyawan.
CSR adalah tanggungjawab dari pengusaha, para direktur maupun
manager disamping tugas untuk memenuhi keinginan pemilik atau pemegang
saham, yaitu keuntungan perusahaan tetapi juga melakukan hal yang serupa
terhadap pemangku kepentingan dari perusahaan (Sacconi, 2006). Selanjutnya
sebagai pola CSR yang konsisten, perusahaan harus melakukan lebih dari apa
yang dipersyaratkan/diatur dalam perundang-undangan maupun peraturan
Pemerintah mengenai penanganan aspek lingkungan, keselamatan dan
kesehatan pekerja, berinvestasi dalam komunitas dimana perusahaan beroperasi.
Dengan demikian, perusahaan harus secara konsisten mengurangi dampak
emisinya terhadap mutu udara maupun air dan secara rutin mengurangi resiko
terhadap kesehatan dan keselamatan para karyawannya, serta berinvestasi
kepada masyarakat disekitar lokasi perusahaan lebih dari yang dipersyaratkan
32

untuk memperoleh ijin operasi dari masyarakat sekitar dalam bentuk


pembangunan jalan, pembangunan sarana sekolah, pelayanan kesehatan atau
juga bantuan subsidi terhadap pengembangan seni masyarakat, (Portney, diacu
dalam Hay et al., 2005).
Istilah CSR dan Pembangunan Berkelanjutan adalah saling berkait, bahkan
istilah keduanya dapat dipertukarkan (Hay et al., 2005). Bahkan CSR dikatakan
sebagai suatu konsep pembangunan yang berkelanjutan atau sustainable
development (Permana, 2008)). Keberlanjutan disini didefinisikan sebagai kapasitas
penampung dari ekosistem untuk mengasimilasikan pemborosan agar tidak sampai
berkelebihan. Dan rataan hasil dari sumber daya yang terbaharui tidak akan
berlebihan pada rataan generasi (World Bank Group, diacu dalam Rudito et al.,
2004). Indikator keberlanjutan didefinisikan sebagai indikator yang memberikan
informasi secara langsung atau tidak langsung mengenai viabilitas di masa
mendatang dari berbagai level tujuan (sosial, ekonomi dan lingkungan)
(Senanayake, 1991). Sedangkan indikator untuk menilai keberlanjutan menurut
Walker and Reuter (1996) dibagi dalam dua tipe, yaitu : (1) indikator kondisi yang
mendefinisikan kondisi sistem relatif terhadap kondisi yang dapat digunakan untuk
menilai lingkungan; dan (2) indikator trend yang menggambarkan seluruh
kecenderungan linear dari suatu keadaan sumberdaya selama periode simulasi.
Partisipasi dunia usaha dalam pembangunan berkelanjutan (sustainable
development) adalah dengan mengembangkan program kepedulian perusahaan
kepada masyarakat disekitarnya (Ambadar, 2008). Berkesinambungan
(berkelanjutan) menurut pandangan Rasmussen (1996) juga adalah berarti berpikir
kesamping dan disekitar persimpangan-persimpangan, tidak hanya ke atas dan ke
bawah dalam hierarki, atau ke depan dan ke belakang dalam pengertian kita yang
biasa tentang waktu dan sejarah. Berarti berkelanjutan dalam konteks CSR
perusahaan harus memperhatikan masyarakat di sekitar perusahaan (disamping)
sebagai mitra yang berada di samping lokasi perusahaan, sebagai bagian dari
pemangku kepentingan perusahaan (stakeholders). Sebagaimana dikemukakan
CSR dari dunia usaha atau perusahaan memiliki ciri-ciri spesifik, sesuai dengan
33

jenis usaha (manufaktur, jasa, perkebunan, pertambangan dan energi), besarnya


perusahaan, financial performance, sensitivitas perusahaan, umur perusahaan, serta
luas cakupan wilayah operasinya. Ciri-ciri spesifik tersebut berpengaruh terhadap
klasifikasi tanggungjawab sosial, yang digambarkan dari jenis program, besaran
anggaran, serta luas cakupan wilayah tanggungjawab sosialnya, baik dalam
melayani kepentingan internal organisasi maupun kepentingan eksternal organisasi
yaitu publik atau masyarakat luas (Depsos, 2005).
Prinsip dasar dunia usaha dalam pelaksanaan CSR (Depsos, 2005) adalah :
1. Interdependensi antar pemangku kepentingan
2. Pemberdayaan
3. Partisipatif
4. Keswadayaan/kemandirian
5. Kepakaran
6. Prioritas
7. Menghargai keberagaman dan Hak Azasi Manusia atau HAM (diversity)
8. Good employee rsosialonship
9. Saling menguntungkan
10. Terpadu (peningkatan mutu lingkungan, sosial dan ekonomi masyarakat)
11. Good international rsosialonship
12. Praktek pasar yang terpercaya
13. Taat kepada peraturan yang berlaku terutama pajak (fiscal responsibility)
14. Akuntabilitas usaha (auditing, monitoring dan reporting)
15. Terukur (measurable)
16. Transparan

Dalam menjalankan aktivitas CSR, tidak ada standar atau praktek-praktek


tertentu yang dianggap terbaik. Setiap perusahaan memiliki karakteristik dan situasi
unik yang berpengaruh terhadap bagaimana memandang tanggungjawab sosial.
Implementasi CSR yang dilakukan oleh masing-masing perusahaan sangat
bergantung kepada misi, budaya, lingkungan dan profil risiko (Susanto, 2007).
Meskipun tidak terdapat standar atau praktek-praktek tertentu yang dianggap
terbaik dalam pelaksanaan aktivitas CSR, namun kerangka kerja (frame work) yang
luas dalam pengimplementasian CSR masih dapat dirumuskan, yang didasarkan
pada pengalaman dan juga pengetahuan dalam bidang-bidang seperti manajemen
lingkungan (Susanto, 2007).
34

Pada saat ini, CSR yang dilaksanakan umumnya masih merupakan kegiatan
bersifat pengabdian kepada masyarakat ataupun lingkungan yang berada tidak jauh
dari lokasi tempat dunia usaha melakukan kegiatannya, dan sering kali kegiatannya
belum dikaitkan dengan tiga elemen yang menjadi kunci dari pembangunan
berkelanjutan (triple bottom lines), yaitu aspek ekonomi, sosial dan lingkungan.
Kondisi utama yang harus ada dalam melaksanakan CSR berkelanjutan
adalah :
1. Perusahaan haruslah sehat dan tumbuh (Permana, 2008). Artinya perusahaan
harus dapat memliki profit yang cukup untuk melakukan CSR.
2. Program CSR baru dapat menjadi berkelanjutan apabila program yang dibuat
oleh suatu perusahaan benar-benar merupakan komitmen bersama dari segenap
unsur yang ada di dalam perusahaan itu sendiri (Lesmana, 2006). Dengan
demikian, perlu ada dialog dengan para stakeholders untuk memahami
kebutuhan dan keinginannya (Bronchain, 2003).
3. Outcome/result CSR yang terukur/measurable (The Chartered Quality Institute,
2008).
4. Harus memiliki sistem management yang dapat mampu mencakup (meng-
cover), sehingga CSR dapat mencapai tujuan yang diinginkan (The Chartered
Quality Institute, 2008)
5. Menerapkan prinsip triple bottom line (profit, people dan planet), sehingga
program CSR ada kaitannya dengan operasional dan tujuan perusahaan,
sehingga semuanya berjalan sustainable (Permana, 2008). Perusahaan harus
berorientasi untuk mencari keuntungan yang memungkinkan untuk terus
beroperasi dan berkembang (profit), perusahaan harus memiliki kepedulian
terhadap kesejahteraan manusia (People) dan perusahaan harus peduli terhadap
lingkungan hidup dan keberlanjutan keragaman hayati. (Suharto, 2006). Dalam
pandangan Asia, CSR adalah komitmen perusahaan untuk beroperasi dengan
mencapai keberlanjutan dalam aspek ekonomi, sosial dan lingkungan dan
mencapai keseimbangan kepentingan pemangku kepentingan (Fukukawa, 2010)
35

6. Memasukkan CSR dalam bisnis inti dan proses organisasi (Pratomo, 2008).
Dalam hal ini mengetahui indeks keberkelanjutan dalam aktivitas CSR perlu
melakukan penilaian terhadap aspek Ekonomi, Sosial dan Lingkungan
(Munasinghe, 1993), serta diidentifikasi atribut-atribut dari masing-masing
aspek atau dimensi.
2.2 Komitmen terhadap CSR
Komitmen terhadap CSR adalah instrumen-instrumen yang dibangun oleh
sebuah perusahaan yang mengindikasikan apa yang ingin dilakukan dalam rangka
memberi perhatian terhadap pengaruh sosial dan lingkungannya (Susanto, 2007).
Komitmen ini mengkomunikasikan sifat dan arah dari aktivitas sosial dan lingkungan,
sehingga membantu pihak lain memahami bagaimana perilaku perusahaan dalam
situasi-situasi tertentu. Dengan adanya komitmen CSR, menjadi jelas bagi pihak-
pihak lain mengenai apa yang bisa diharapkan dari perusahaan. Dengan
mengartikulasikan ekspektasi ini akan mengurangi kemungkinan terjadinya
kesalahpahaman.
Komitmen CSR dapat memperbaiki mutu keterlibatan perusahaan dengan
pihak-pihak dimana mereka melakukan interaksi (Susanto, 2007). Komitmen CSR
harus dituangkan ke dalam pernyataan dengan bahasa yang tegas dan harus berisi
kewajiban-kewajiban dengan kata-kata yang jelas dan ringkas (Susanto, 2007). CSR
harus dapat diimplementasikan. Implementasi mengacu kepada keputusan, proses,
praktek, dan aktivitas keseharian yang menjamin bahwa perusahaan memenuhi
semangat dan menjalankan rencana tertulis yang telah disusun.
2.3 CSR, Etika Bisnis dan Good Corporate Governance (GCG)
Pada dasarnya CSR, Etika bisnis, dan Tata Kelola Perusahaan yang Baik atau Good
Corporate Governance saling berkaitan satu sama lain. CSR berkaitan, namun tidak
identik dengan etika bisnis. CSR berkaitan dengan tanggungjawab ekonomi, legal,
ethical, dan discretionary, sedangkan etika bisnis fokus kepada pertimbangan
moralitas dan perilaku individu dan kelompok dalam organisasi. Sehingga etika
bisnis dipandang sebagai komponen dari studi yang lebih luas dari CSR. Sedangkan
36

Good Corporate Governance (GCG) adalah alat dalam melaksanakan etika bisnis
(Kurniaty, 2008).
2.4 Industri Otomotif
Indonesia saat ini sedang dalam proses pembangunan diberbagai sektor,
termasuk industri otomotif. Industri Otomotif memainkan peranan penting dalam
proses pembangunan berkelanjutan. Berbagai type kendaraan telah dihasilkan
meliputi jenis sedan, 4x2 (Multi Purpose Vehicle/MPV), 4x4 (Sport Utility
Vehicle/SUV), Bus, Pick Up/truck, dan Kabin Ganda (double cabin) 4x2/4x4 sesuai
dengan katagorisasi SNI 09-1825-2002 (Gaikindo, 2008).
Pengertian dari masing-masing jenis kendaraan tersebut adalah :
1. Sedan
Dalam bahasa Inggris versi American English disebut sedan, sedangkan dalam
bahasa Inggris versi British English: saloon, adalah salah satu dari body style yang
paling umum dari mobil modern. Pada dasarnya merupakan mobil penumpang
dengan dua baris tempat duduk dengan ruang penumpang yang cukup memadai
dibagian ruang belakang untuk penumpang dewasa. Umumnya memiliki ruangan
terpisah untuk bagasi. Beberapa produsen mobil membuat mobil yang penempatan
mesinnya dibagian belakang, seperti Volkswagen (VW) misalnya. Berbagai jenis
sedan yang dibuat adalah jenis model 4 pintu dan model 2 pintu. Jenis sedan dibagi
dalam beberapa kategori yaitu (a) Cylinder Capacity (CC) 1.500 baik berbahan
bakar bensin (Gasoline = G) ataupun Solar (Diesel = D), (b) CC 1.501 3.000 (G)
/ 2.500 (D) dan (c). CC > 3.001 (G) / 2.501 (D)
2. 4 x 2 Multi Purpose Vehicle/MPV
MPV dikenal sebagai mobil penumpang. Jenis kendaraan ini memiliki jarak tinggi
antara body dengan tanah. Suatu MPV yang besar dapat menampung lebih dari 8
penumpang. Jenis yang dikenal adalah minibus. Jenis ini dibagi menjadi beberapa
kategori yaitu (a) CC 1.500 (G/D) dan (b) CC 1.501 2500 (G/D)
3. 4 x 4 Sport Utility Vehicle/SUV
SUV merupakan kendaraan berkemampuan off-road dengan empat roda
penggerak kendaraan (four-wheel drive) dan mampu melintasi segala medan
37

dengan body yang tinggi dan boxy. Jenis ini dibagi menjadi (a) CC 1.500
(G/D), (b) CC 1.501 3.000 (G) / 2.500 (D) dan (c). CC > 3.001 (G) / 2.501 (D)
4. Bus
Bus adalah kendaraan besar beroda yang digunakan untuk membawa penumpang
dalam jumlah besar. Jenis ini dibagi menjadi (a). Gross Vehicle Weight (GVW) 5
10 Ton (G/D) dan (b). GVW 10 24 Ton (G/D)
5. Pick Up/Truck
Pick up adalah kendaraan bermotor jenis ringan (light) dengan memiliki bak
terbuka dibagian belakang yang terpisah dengan kabin penumpang dan mampu
mengangkat barang-barang. Truck adalah kendaraan yang digunakan untuk
mengangkut barang-barang dan material. Jenis ini dibagi menjadi (a). Gross
Vehicle Weight (GVW) < 5 (G/D), (b). GVW 5 10 Ton (G/D), (c) GVW 10
24 Ton (G/D) dan (d) GVW > 24 Ton (G/D)
6. Kabin Ganda (double cabin) 4 x 2/4 x 4
Kendaraan Double Cabin adalah kendaraan bermotor dengan kabin ganda dalam
bentuk kendaraan bak terbuka atau bak tertutup, dengan penumpang lebih dari 3
(tiga) orang (termasuk pengemudi), dengan massa total tidak lebih dari 5 ton.
Jenis ini meliputi GVW < 5 Ton (G/D) for all cc
Untuk mencapai industri otomotif berkelanjutan, maka aspek ekonomi, sosial
dan lingkungan perlu diperhatikan dan diseimbangkan. Tidak dapat industri otomotif
hanya memperhatikan sektor ekonomi dan sosial, karena aspek lingkungan menjadi
penentu pula dalam pembangunan industri otomotif berkelanjutan. Gambar 2
menjelaskan pengaruh otomotif terhadap lingkungan (Graedel et al., diacu dalam
Ayres and Ayres, 2002)
38

Social structure
(e.g. dispersed communities and
businesses, malls)

Infrastructure technologies
. built infrastructure (e.g. highway)
. supply infrastructure (e.g.
petroleum industri)

The automobile
. manufacture .use . recycle

Automobile
Subsystem
(e.g. the engine)

Gambar 2. Diagram sistem teknologi otomotif (Graedel et al., diacu dalam Ayres and
Ayres, 2001)

Gambar 2 menunjukkan pengaruh dari keberadaan otomotif yang diproduksi oleh


pabrikan yang berdampak terhadap phase proses produksi, penggunaan, proses daur
ulang sampai kepada phase ketersediaan infrastruktur jalan dan jembatan, hingga
kepada perubahan struktur sosial seperti persebaran komunitas, mal-mal, kegiatan
perekonomian dan sebagainya. Pengaruh terbesar dari otomotif terhadap lingkungan
bukannya pada lingkaran terkecil, yaitu mesin kendaraan maupun limbah yang
dikeluarkan oleh pabrik mobil, namun justru pada pengaruhnya terhadap penyebaran
masyarakat dalam skala wilayah maupun kegiatan usaha masyarakat, termasuk
didalamnya penyebaran pusat-pusat perbelanjaan atau mal-mal dan sebagainya.
Industri otomotif secara global amat beragam dan meliputi berbagai segmen
produk seperti engine parts, drive trasmission and steering parts, suspension & braking
parts, electrical parts dan komponen kendaraan lainnya. Industri otomotif meliputi
produsen dan dealer dari berbagai jenis kendaraan mulai dari luxury cars, passenger
39

cars, specialist vehicles, off-road vehicles, aksesories dan komponen kendaraan, produk
perlindungan kendaraan (car care products), environment and safety equipment, garage
and service equipment, moulds and dyes, oils and libricants, petrol vending machines,
tires, batteries and auto electrical, upholsteries dan banyak lagi.
Mobil itu sendiri juga membuat orang dapat bepergian dan mengangkut barang-
barang lebih jauh dan lebih cepat dan telah membuka pasar yang lebih besar untuk bisnis
dan komersial. Berbagai industri yang mendukung industri otomotif seperti perusahaan
asuransi, security, petroleum, industri disain dan konstruksi jalan raya. Selain itu dampak
yang timbul akibat mobilitas yang disediakan oleh mobil adalah seperti motels, drive-in
theathers dan fast-food restaurant. Sedemikian besar dampak yang ditimbulkan oleh
industri otomotif yang diestimasikan bahwa setiap pekerjaan yang tercipta di industri
perakitan mobil, tiga dari empat jenis pekerjaan tercipta dari industri komponen
kendaraan (Williams, 2010). Hal ini menunjukkan bahwa industri otomotif membuka
kesempatan besar bagi terciptanya peluang usaha dari industri komponen kendaraan.
Sehingga bentuk tanggungjawab industri otomotif dalam hal keterkaitan antara mobilitas
dengan ekonomi dan pembangunan sosial dapat diwujudkan dalam bentuk seberapa besar
teknologi maupun bahan baku yang dapat di pasok yang merupakan produk lokal, serta
berupaya menguak segala perbedaan antara standar lokal dan global serta kinerjanya, dan
semakin merekatkan diri dengan pemasok lokal. Adapun komitmen umum dari industri
otomotif adalah bertanggungjawab atas seluruh mutu kehidupan sosial di wilayah dimana
perusahaan beroperasi (UNEP, 2002).
Industri otomotif dapat memberikan kesempatan untuk memasok komponen
mobil kedalam industri otomotif kepada masyarakat agar dapat membuka lapangan kerja
yang banyak bagi masyarakat sekitar dan mampu meningkatkan pendapatan. Demikian
pula sektor-sektor pendukung industri otomotif berpeluang dapat menyertakan
masyarakat sekitar untuk mengelolanya dalam bentuk usaha-usaha kecil seperti catering,
pengelolaan limbah pabrik, usaha cleaning service dan sebagainya.
Industri otomotif pada dasarnya menempati posisi strategis dalam pembangunan
nasional. Dengan adanya globalisasi dan pertumbuhan ekonomi telah mendorong
meningkatnya mobilitas dan motorisasi. Mobilitas itu sendiri merupakan kebutuhan dasar
40

manusia dan merupakan fasilitator utama dari pembangunan ekonomi dan mutu
kehidupan. Akses terhadap mobilitas, khususnya di negara berkembang berarti akses
tehadap pekerjaan, pendidikan dan kesehatan. Demikian juga berarti akses kepada
pemenuhan kebutuhan barang dan jasa, kesenangan dan kesempatan terhadap aktivitas
ekonomi, sosial dan budaya (UNEP, 2002). Sedemikian penting posisi industri otomotif
sebagai penghasil kendaraan bermotor (mobil), sehingga pembangunan industri otomotif
berkelanjutan amat diperlukan. Dalam menjalankan aktivitasnya industri mobil sebagai
pemangku kepentingan dari pembangunan nasional berkelanjutan diperlukan peran aktif
dalam kegiatan lebih dari sekedar mencari keuntungan sebesar-besarnya untuk
kepentingan shareholders, artinya perusahaan perlu bertanggungjawab terhadap masalah-
masalah sosial yang timbul lebih daripada yang dipersyaratkan.
Aspek paling kritikal yang merupakan side effect atau efek samping dalam upaya
meningkatkan mobilitas adalah berkaitan dengan lingkungan (environment), dimana,
environmental performance is at the core of corporate best practice with regard to
sustainable development (UNEP, 2002), atau aspek lingkungan merupakan faktur
penentu dalam industri otomotif untuk mencapai pembangunan berkelanjutan. Meskipun
tidak mengurangi tingkat kepentingan dari kedua aspek lain (ekonomi dan sosial).
Saat ini kota Jakarta mendapat julukan sebagai kota nomor tiga terparah tingkat
polusi CO2-nya di dunia, hal ini diakibatkan sebagian besar oleh emisi gas buang
kendaraan bermotor. Hal ini amat merugikan bagi kesehatan masyarakat, khususnya kota
Jakarta. Menurut artikel di harian Kompas tanggal 30 November 2007 terdapat tulisan
yang merupakan hasil survei dari kerjasama Yayasan Pelangi, Organda DKI, ADB, Dinas
Perhubungan, DKI, BPS DKI ditemui kerugian akibat dari kemacetan di bulan Maret
2007 mencapai Rp. 43 triliun. Keadaan ini merupakan permasalahan yang timbul sebagai
fakta dari penggunaan kendaraan bermotor yang merupakan produk dari industri
otomotif. Tentu hal ini berakibat menjadikan industri otomotif menjadi tidak
berkelanjutan.
Upaya untuk mengurangi dampak emisi gas buang kendaraan bermotor adalah
dengan memberlakukan standar emisi gas buang sebagaimana yang telah diberlakukan
saat ini sebagaimana yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor
41

4 Tahun 2009 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru
berikut.
Tabel 2. Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori M
dan N Berpenggerak Motor Bakar Cetus Api Berbahan Bakar Bensin

No. Kategori (1) Parameter Nilai Ambang Batas


1. M1, GVW 2,5 ton, tempat duduk , CO 2,2 gram/km
tidak termasuk tempat duduk HC + Nox 0,5 gram/km
pengemudi

2. M1, Tempat duduki 6-8 tidak


termasuk tempat duduk pengemudi,
GVW > 2,5 ton atau N1, GVW 3,5
ton

a. Kelas 1, RM 1.250 kg CO 2,2 gram/km


HC + Nox 0,5 gram/km

b. Kelas II, 1250 kg < RM 1.700 kg CO 4,0 gram/km


HC + Nox 0,6 gram/km

c. Kelas III, RM > 1.700 kg CO 5,0 gram/km


HC + Nox 0,7 gram/km

Keterangan :
(1) : Dalam hal jumlah penumpang dan GVW tidak sesuai dengan pengkategorian
tabel di atas, maka nilai ambang batas mengacu kepada pengkatagorian GVW

GVM : Gross Vehicle Weight adalah jumlah berat yang diperbolehkan (JBB)

RM : Reference Mass adalah berat kosong kendaraan ditambah massa 100 kg


M1 : Kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan orang dan mempunyai
tidak lebih dari delapan tempat duduk (tidak termasuk tempat duduk
pengemudi).

N1 : Kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan barang dan mempunyai


jumlah berat yang diperbolehkan (GVW) tidak lebih dari 0,75 ton

N2 : Kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan barang dan mempunyai


jumlah berat yang diperbolehkan (GVW) lebih dari 3,5 tetapi tidak lebih dari
12 ton

N3 : Kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan barang dan mempunyai


jumlah berat yang diperbolehkan (GVW) lebih dari 12 ton.
42

Pada dasarnya untuk lingkup internasional, penetapan ambang batas yang


dijadikan standar international adalah mengacu pada standar Euro. Berikut adalah
standar uji emisi yang berlaku secara international yang diadopsi oleh Indonesia dan
telah diberlakukan di Eropa, dan masa diberlakukannya (Wikipedia, 2009) berikut.
Tabel 3. Tabel Ambang Batas Emisi menurut standar EURO (gasoline)

Tier Date CO HC NOx HC+NOx PM

Euro 1 July 1992 2,72 (3.16) - - 0,97 (1,13) -

Euro 2 January 1996 2,2 - - 0,5 -

Euro 3 January 2000 2,3 0,2 0,15 - -

Euro 4 January 2005 1,0 0,1 0,08 - -

Euro 5 September 2009 1,0 0,1 0,06 - 0,005**

Euro 6 (future) September 2014 1,0 0,1 0,06 - 0,005**

* Before Euro 5, passenger vehicles > 2.500 kg were type approved as light commercial
vehicle N1 I
** Applies only to vehicles with direct injection engines
Values in brackets are conformity of production (COP) limits

Dari Tabel 3 telihat bahwa Eropa telah menerapkan ketentuan mengenai ambang
batas emisi gas buang kendaraan bermotor lebih dulu dan jauh lebih ketat dari yang
diberlakukan di Indonesia. Saat ini Indonesia baru menerapkan aturan tersebut yang
sesuai dengan Euro 2 dalam ketentuan Eropa.
3. CSR Industri Otomotif
Sesuai dengan konsepnya CSR adalah kewajiban perusahaan memaksimalkan
dampak positif dan meminimalisasikan dampak negatif dalam berkontribusi kepada
masyarakat dengan memperhatikan kebutuhan jangka panjang masyarakat, serta
keinginannya. CSR berarti berperan dalam ekonomi masyarakat dan sumber daya
manusia atau SDM (Journal of Consumer Marketing (2001), diacu dalam Talaei and
43

Nejati, 2008). Kewajiban dari perusahaan adalah kepada pemangku kepentingan.


Kewajiban ini melampaui persyaratan legal dan tugas perusahaan kepada pemegang
saham. Pemenuhan kewajiban ini adalah dengan meminimalisasi dampak negatif,
serta segala bentuk kerugian dan memaksimalkan dampak menguntungkan secara
jangka panjang kepada masyarakat (Bloom and Gundlach (2001), diacu dalam Talaei
and Nejati, 2008).
Dalam CSR terdapat 4 dimensi yang diidentikkan dengan pembangunan
berkelanjutan, karena CSR berkaitan erat dengan prinsip-prinsip pembangunan
berkelanjutan (Talaei and Nejati, 2008). Bahkan CSR is the ultimate level toward
sustainable development. Unsur-unsur CSR yang dikemukakan Carroll (2000) adalah
dimensi Discretionary Responsibilities (tanggungjawab yang bersifat
kebijakan/sukarela), Ethical Responsibilities (tanggungjawab untuk berlaku etis
dalam berbisnis), Legal Responsibilities (tanggungjawab untuk mentaati segala
peraturan yang berlaku) , Economic Responsibilities (tanggung jawab ekonomi) telah
memenuhi aspek keberlanjutan (ekonomi, sosial dan lingkungan) dan identik dengan
prinsip keberlanjutan. Keempat unsur CSR ini harus merupakan sesuatu yang terpadu
tidak dapat terpisah-pisah. CSR harus memenuhi keempat unsur tersebut (Gambar 3).

Tanggungjawab Altruistik/discreation
Tanggungjawab Moral
Tanggungjawab Legal

Tanggungjawab ekonomi

Gambar 3. Kategorisasi CSR

Sejak tahun 1991 istilah kategori keempat yaitu Discretionary Responsibilities


diganti menjadi corporate citizenship (Solihin, 2009). Corporate citizenship yang
baik adalah dapat dirumuskan sebagai suatu pemahaman dan pengelolaan atas
pengaruh perusahaan secara luas terhadap masyarakat untuk kebaikan perusahaan dan
masyarakat secara keseluruhan (Marsden and Andrioff (1998), diacu dalam Solihin,
2009)
44

Atribut-atribut dari tiap-tiap dimensi tersebut dalam industri otomotif (Talaei


and Nejati, 2008) adalah :
1. Dimensi tanggungjawab Ekonomi (Novak (1996), diacu dalam Talaei and Nejati,
2008)
Hal ini adalah berupaya menguntungkan principals dengan cara memberikan
barang yang bermutu baik dengan harga fair kepada pelanggan, dengan tanggung
jawab ekonomi direalisasikan dalam bentuk :
a. Satisfying Customers (tingkat kepuasan pelanggan) adalah kepuasan pelanggan
terhadap produk (unit kendaraan) yang sesuai dengan nilainya.
b. Fair rate return (tingkat pengembalian yang fair)
Untuk memperoleh return yang fair atas dana-dana yang dipercayakan oleh
investor untuk ditanam di perusahaan.
c. Poverty eradication (pengentasan kemiskinan) menciptakan kesejahteraan yang
baru. Yaitu misalnya memperbesar jumlah saham yang ditanam di institusi non-
profit yang dimiliki oleh sosial, dan menolong mengangkat dari kemiskinan
dengan peningkatan upah.
d. Creating new jobs atau lapangan kerja yang tercipta.
e. Diversity citizens economic interests atau keragaman tingkat kepentingan
ekonomi dari masyarakat.
f. Generating upward mobility (tingkat mobilitas semakin meningkat) adalah
mengupayakan kepentingan umum demi mengedepankan mobilitas dan
memberikan perasaan kepada masyarakat bahwa kondisi ekonominya akan
membaik.
g. Promote innovation (pengembangan inovasi), yaitu frekuensi dalam
pengembangan model yang tercipta, perbaikan dalam metode produksi dan
besarnya saran-saran perbaikan metode kerja dari karyawan.
2. Dimensi tanggung jawab Legal
Aktivitas bisnis yang bermoral yaitu mentaati hukum dan perundang-undangan.
Namun hukum memiliki keterbatasan untuk meyakinkan perilaku yang
bertanggungjawab. Bisnis cenderung untuk reaktif terhadap adanya berbagai aturan-
45

aturan dalam hukum, bukannya proaktif untuk melakukan apa yang diinginkan
hukum, maka difokuskan bukan seberapa besar perusahaan mentaati aturan hukum
yang berlaku, namun seberapa tinggi tingkat pelanggaran terhadap hukum yang
dilakukan oleh perusahaan.
3.Dimensi tanggungjawab Ethical (Smith and Quelch (1993), diacu dalam Talaei and
Nejati, 2008). Dimensi ini melampaui hukum dan mencakup aspek moral,
melakukan hal yang benar, adil dan fair, menghormati hak-hak moral masyarakat,
menghindari kejahatan dan gangguan sosial, serta mencegah kejahatan akibat hal-
hal lain. Tanggungjawab etika ini lebih bersumber kepada agama dan kepercayaan,
tradisi moral, prinsip-prinsip kemanusiaan dan komitmen terhadap hak azasi
manusia (Novak (1996), diacu dalam Talaei and Nejati, 2008). Tanggungjawab
etika lebih merupakan tanggung jawab sosial.
4. Dimensi tanggungjawab Altruistik atau mementingkan kepentingan orang lain
adalah memberikan waktu dan dana untuk pelayanan sukarela, kumpulan sukarela
dan pemberian sukarela (discretionary). Dimensi ini lebih menekankan bahwa
tujuan perusahaan bukan hanya bertujuan kepentingan ekonomi dan kinerja
moralnya, tetapi juga kontribusi terhadap masyarakat (sosial). Sebagaimana
dikatakan oleh Henry Ford II yang mengatakan bahwa isi kontrak antara industri
dan masyarakat telah berubah bahwa industri juga memiliki kewajiban
berkontribusi kepada masyarakat tanpa transaksi komersial (Talaei and Nejati,
2008).
Indikator-indikator dari tiap-tiap dimensi tanggungjawab korporat dalam
industri otomotif merupakan indikator CSR untuk mengukur komitmen perusahaan
dalam industri otomotif terhadap tanggungjawab sosial. Indikator ini dapat diadaptasi
dengan modifikasi tertentu untuk memenuhi kebutuhan dan kondisi pada perusahaan
otomotif di tempat lain atau negara lain (Talaei and Nejati, 2008).
Pada dasarnya terdapat 4 macam pendekatan tentang tanggungjawab perusahaan
terhadap masyarakat atau CSR, yaitu :
1. Corporate Social Performance (CSP), sebuah teori berbasis sosiologi
46

2. Shareholder Value Theory atau Fiduciary Capitalism, yang lebih kepada teori
ekonomi
3. Stakeholders Theory, tinjauan dalam perspektif etika.
4. Corporate Citizenship Theory, sebuah tinjauan dalam studi politik
CSP adalah konfigurasi dalam organisasi bisnis terhadap prinsip-prinsip tanggung
jawab sosial, proses dari respons terhadap persyaratan sosial, dan kebijakan-
kebijakan, program-program dan hasil yang berwujud yang merefleksikan hubungan
atau relasi perusahaan kepada masyarakat (Wood (1991), diacu dalam Crane et al.,
2008). Dalam menentukan tanggungjawab secara spesifik dalam CSP maka perhatian
terhadap ekspektasi sosial berkaitan dengan kinerja perusahaan dan concern terhadap
kebutuhan sosial (Mele (2008), diacu dalam Crane et al., 2008). Bisnis memiliki
power dan power tersebut mempersyaratkan tanggungjawab. Masyarakat memberikan
lisensi kepada perusahaan dalam hal ini industri otomotif untuk beroperasi di
wilayahnya dan sebagai konsekuensinya, perusahaan harus melayani masyarakat
bukan hanya kepada penciptaan kemakmuran, tetapi juga kontribusi kepada
kebutuhan masyarakat dan memuaskan ekspektasi masyarakat terhadap bisnis (Mele
(2008), diacu dalam Crane et al., 2008).
Reputasi perusahaan adalah berkaitan dengan penerimaan dari masyarakat dimana
perusahaan beroperasi (Lewis (2003), diacu dalam Crane et al., 2008). Dalam
pendekatan CSP ini terdapat tiga tingkatan atau level dalam melaksanakan CSR,
meliputi level berikut,
1. Institutional
2. Organizational
3. Individual

Untuk melakukan evaluasi terhadap CSP dilakukan berdasarkan tingkatan Reactive,


Defensive, Accomodative, dan Proactive (RDAP) sebagaimana dikemukakan Wartick
and Cochran (1985), Carroll (1979), diacu dalam Clarkson (1995). Skala RDAP
tersebut adalah seperti dimuat pada tabel 4.
47

Tabel 4. Skala RDAP


No. Rating Posture or Strategy Performance
1 Reactive Deny Responsibility Doing less than required
2 Defensive Admit Responsibility but fight it Doing the least that is required
3 Accomodative Accept Responsibility Doing all that is required
4 Proactive Anticipate responsibility Doing more than is required

Carroll (1979), diacu dalam Clarkson (1995) merinci lagi atas hal berikut :
1. Fight all the way (Reactive)
2. Do only what is required (Defensive)
3. Be progressive (Accommodative)
4. Lead the industry (Proactive)

Pengertian masing-masing Rating adalah : Reactive yang bersifat menunggu dan tidak
melakukan apa-apa, kalau terdesak baru bertindak, merasa tidak betanggungjawab;
Defensive lebih mengarah ke diri sendiri, bertindak (melaksanakan tanggungjawab)
asal menguntungkan perusahaan dalam jangka pendek, sekedar memenuhi aturan
yang ada; Accomodative bersifat terbuka dan mulai mempertimbangkan masukan dari
luar tanpa tergantung lagi terhadap ada tidaknya keuntungan perusahaan dalam
jangka pendek, lebih bertanggungjawab terhadap masalah-masalah sosial yang ada.
Sedangkan Proactive justru menjadi pelopor dan pemimpin dalam melakukan
kegiatan sosial, peka terhadap masalah-masalah sosial yang ada.
Menurut pendapat Tunggal (2008), strategi reaktif adalah strategi kepekaan
sosial, yaitu perusahaan memilih untuk berbuat kurang dari apa yang diharapkan
masyarakat dan mengabaikan tanggungjawab atas masalah, Strategi defensif adalah
strategi kepekaan sosial, yaitu perusahaan memilih mengakui tanggungjawabnya atas
suatu masalah tetapi melakukan usaha terkecil untuk memenuhi harapan masyarakat,
strategi akomodatif adalah strategi kepekaan sosial, yaitu perusahaan memilih
menerima tanggungjawab atas masalah dan melakukan semua yang diharapkan
masyarakat untuk memecahkan persoalan dan strategi proaktif adalah strategi
kepekaan sosial, yaitu perusahaan akan mengantisipasi tanggungjawab atas masalah
48

sebelum terjadinya dan akan berusaha lebih dari apa yang diharapkan masyarakat
untuk menyelesaikan persoalan.
2.6. Lokasi pabrik dan dampaknya terhadap masyarakat
Praktek dalam melaksanakan CSR seiring dengan proses pengembangan
industri otomotif di Indonesia yang merupakan perusahaan multi nasional harus
diiringi kesadaran adanya kesempatan memeratakan kesejahteraan. Komitmen ini
selayaknya diterjemahkan dengan menempatkan perusahaan sebagai tetangga yang
baik dengan komitmen penuh pada upaya peningkatan kesejahteraan komunitas dan
pelestarian lingkungan (Amri dan Sarosa, 2008). Hal ini dapat dilihat dari lokasi
dimana perusahaan itu berada.
Lokasi pabrik otomotif dapat berlokasi di dalam suatu kawasan industri atau
diluar kawasan industri. Bila industri berada dilokasi diluar kawasan industri, maka
masalah tata ruang dan bangunan lain disekitarnya akan menjadi pertimbangan.
Kehadiran industri otomotif disuatu tempat yang bukan didalam suatu areal kawasan
industri akan mengakibatkan perubahan peruntukan lahan dan mempengaruhi pola
pemanfaatan lahan dan ruang sebelumnya (Kemeneg LH, 2007). Masalah tersebut
tidak akan muncul, bila pabrik terletak di kawasan industri yang disediakan oleh
pemerintah daerah sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Apabila lokasi
pabrik tidak terletak dikawasan industri, tetapi justru dikawasan padat penduduk,
maka pabrik berpotensi menggangu tingkat kenyamanan kawasan. Gangguan tersebut
khususnya diakibatkan oleh aktivitas pabrik dan lalu lalangnya kendaraan pabrik.
Juga adalah lalu lalang produk mobil jadi yang dikirim keluar pabrik ke daerah
pemasarannya.
Berbagai manfaat yang dapat dirasakan terhadap industri yang berada dalam
kawasan industri (BPPT, 2004) antara lain adalah :
1. Terdapat suatu sosial manajemen Badan Usaha Kawasan Industri atau KI yang
bertanggungjawab dalam pengelolaan lingkungan di Kawasan Industri tersebut.
2. KI dibangun pada lahan kritis yang telah terencana dengan baik dalam suatu master
plan yang dikaitkan dengan tata ruang wilayah setempat, sehingga tidak
menimbulkan konflik dengan lingkungan sekitar.
49

3. Setiap KI dilengkapi dengan fasilitas pengolahan air limbah (waste water


treatment plant), dimana semua air limbah pabrik dinetralisir terlebih dahulu,
sebelum dialirkan kembali ke sungai, sehingga tidak menimbulkan pencemaran
lingkungan.
4. Membuka kesempatan kerja sekitar
5. Masyarakat di sekitar tidak akan terganggu aktivitas pabrik karena dalam
AMDAL dan site plan telah menetapkan sistem buffer zone.
6. Masyarakat sekitar dapat memanfaatkan fasilitas sosial dan fasilitas umum
(masjid, lapangan olah raga dan sebagainya) yang dipersiapkan oleh pengelola KI.
Dampak kehadiran suatu industri terhadap masyarakat sekitar menurut Usman
(2006) adalah meliputi keresahan sosial, konflik (benturan), integrasi sosial dan
kelestarian nilai-nilai sosial. Keresahan sosial ditandai dengan protes yang dilakukan
oleh penduduk lokal (tertulis atau lisan), demonstrasi dan gerakan-gerakan politik
lainnya yang dilandasi oleh ketidakpuasan.
Konflik (benturan) dalam kajian dampak lingkungan meliputi hubungan di
antara penduduk lokal, antar penduduk lokal dan pendatang, serta antar pendatang.
Apabila konflik semacam itu sering terjadi, dampak suatu usaha atau kegiatan adalah
negatif. Sebaliknya, apabila jarang terjadi (bahkan hampir tidak pernah), dampaknya
adalah nol. Selanjutnya konflik dapat juga diidentifikasi dari keberadaan organisasi
kemasyarakatan (keagamaan, olah raga, kesenian, dan lain-lain). Apabila organisasi
kemasyarakatan tersebut hanya didominasi oleh pendatang, sedangkan penduduk
lokal berada dipinggiran atau bahkan tidak terlibat sama sekali, berarti dampaknya
adalah negatif. Dapat pula diidentifikasi dari keberadaan media (tradisional dan
modern) yang memungkinkan terjalinnya interaksi antara penduduk asli dan
pendatang. Apabila media semacam itu tidak berkembang, dampaknya adalah negatif.
Sedangkan kelestarian nilai-nilai kultural dapat diidentifikan dari keberadaan upacara
keagamaan, upacara adat dan upacara siklus kehidupan (berkaitan dengan
kelahiran, perkawinan dan kematian). Apabila upacara-upacara semacam itu
terganggu atau semakin terabaikan, dampaknya negatif apabila masih dapat
dilestarikan dampaknya nol (Usman, 2006).
50

Kerekatan sosial (social cohesion) menurut Council of Europe adalah


kemampuan masyarakat untuk menjamin kesejahteraan anggota-anggotanya dalam
jangka panjang, termasuk menjamin akses yang adil terhadap berbagai sumber daya
yang tersedia, dengan penghargaan terhadap kehormatan manusia dan perbedaan-
perbedaan yang ada, penghargaan terhadap otonomi individu dan kelompok, serta
partisipasi yang bertanggung jawab dalam urusan-urusan bersama (Amri dan Sarosa,
2008). Kehadiran industri otomotif dalam hal ini dapat mempengaruhi terhadap
kerekatan sosial (social kohesion) pada masyarakat disekitar lokasi perusahaan
berada. Indikator untuk mengukur kerekatan sosial tersebut menurut Amri dan
Sarosa (2008) adalah meliputi :
1. Apakah terjadi perasaan terkucil (isolation) atau perasaaan menjadi bagian dari
komunitas tersebut (belonging).
2. Apakah ada hak yang sama (inclusion) atau timpang (exclusion) terhadap masing-
masing anggota komunitas khususnya terhadap kesempatan dan akses terhadap
sumber daya, pekerjaan dan layanan sosial/publik.
3. Apakah terjadi partisipasi atau keengganan partisipasi.
4. Ada perasaan dihargai atau tidak dihargai.
5. Kehadirannya dirasakan sah atau tidak sah.
Budaya mempunyai dampak positif terhadap kerekatan sosial, dengan demikian
kelestarian budaya juga menjadi bagian dari pengembangan masyarakat (ISO, 2007).
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan keeratan sosial (social cohesion)
menurut International Business Leaders Forum (IBLF), diacu dalam Amri dan Sarosa
(2008) adalah :
1. Membantu mengurangi kemiskinan dan meningkatkan mutu hidup.
2. Membangun kepercayaan dan rasa saling menghormati.
3. Memperkecil konflik, khususnya yang diakibatkan oleh aktivitas perusahaan
4. Membantu mengatasi kriminalitas.
5. Mendukung social entrepreneurs (wirausaha sosial) lokal.
6. Penyediaan layanan sosial dalam situasi-situasi sulit-misalnya bencana dan
konflik.
51

7. Mendorong toleransi antar agama, entik, dan lain-lain.


8. Mendukung kegiatan budaya dan pemeliharaan warisan budaya.
Dampak ekonomi dari kehadiran suatu industri terhadap masyarakat sekitar
menurut Usman (2006) adalah pola usaha ekonomi, waktu kegiatan usaha ekonomi,
dan kesempatan kerja. Pola usaha ekonomi adalah bentuk mata pencaharian
penduduk lokal setelah kehadiran suatu usaha atau kegiatan. Apabila bentuk mata
pencaharian menjadi bervariasi, dampaknya dapat dikatakan positif. Sebaliknya,
apabila bentuk pencahariannya tidak berbeda dengan sebelumnya, dampaknya adalah
nol. Waktu kegiatan ekonomi adalah jumlah jam kerja yang dihabiskan penduduk
lokal untuk bekerja sesuai dengan mata pencahariannya. Apabila waktu yang
dihabiskan lebih sedikit (dalam arti lebih efisien dan efektif) keberadaan usaha
positif, bila lebih lama dampaknya negatif.
Kesempatan kerja adalah jumlah lowongan yang disediakan oleh suatu usaha
untuk penduduk lokal. Bila jumlah lowongan kerja (baik untuk tenaga kerja terlatih
maupun tidak terlatih) yang disediakan banyak, dampaknya positif, sebaliknya bila
sedikit dampaknya negatif. Pola pemanfaatan sumber daya alampun dapat dijadikan
indikator yaitu diidentifikasi melalui seberapa jauh SDA dapat dimanfaatkan oleh
penduduk lokal disekitar usaha atau kegiatan tersebut. Apabila dalam jangka waktu
tertentu penduduk lokal semakin sulit memanfaatkan SDA yang ada, dampaknya
adalah negatif.
Pada dasarnya, industri otomotif adalah industri yang banyak menyerap bahan
baku namun juga banyak menghasilkan eksternalitas berupa limbah yang dihasilkan,
baik itu limbah cair maupun padat, serta polusi udara dan kebisingan. Menurut
Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup
No.02/MENKLH/I/1998 yang dimaksud dengan polusi atau pencemaran air dan
udara adalah masuk dan dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan atau
komponen lain kedalam air/udara dan atau berubahnya tatanan (komposisi) air/udara
oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas air/udara turun sampai ke
tingkat tertentu yang menyebabkan air/udara menjadi kurang atau tidak berfungsi lagi
sesuai dengan peruntukannya. Pada proses produksi, disamping menghasilkan
52

produksi utama menimbulkan berbagai jenis limbah seperti limbah cair, limbah gas,
limbah padat dan kebisingan.
Proses produksi menghasilkan limbah yang mengandung bahan-bahan yang
dapat menimbulkan efek kerusakan pada lingkungan. Limbah cair dapat berfungsi
sebagai sumber pencemaran. Limbah cair mempunyai sifat fisik yang meliputi warna,
bau, suhu, padatan, minyak dan lemak. Sifat kimia air ditandai dengan adanya zat
anorganik dalam limbah dan ukuran yang paling sering digunakan adalah pengukuran
kandungan Biological Oxygen Demand (BOD), pH, Alkalinitas, Hardness, Logam-
logam berat, Nitrogen dan Phospor (Ginting, 2008). Kandungan organik dan
anorganik dalam limbah memberikan dampak pada badan penerima (sungai) bila
terdapat nilai-nilai diluar ukuran-ukuran yang ditetapkan (baku mutu limbah). Limbah
gas/udara dihasilkan dari pabrik dapat merubah komposisi udara disekitar lingkungan
pabrik. Pengukuran komposisi udara dilingkungan pabrik seperti SO2, CO, CO2,
NOX, H2S, debu sangat diperlukan untuk mengetahui sejauh mana kandungan gas
telah melampaui baku mutu emisi dan baku mutu ambien (Ginting, 2008). Disamping
pengukuran limbah gas juga diukur kebisingan pabrik yang dapat mengganggu
masyarakat sekitar. Pukulan-pukulan dalam pabrik, suara mesin, suara lalu lintas
kendaraan yang keluar masuk pabrik baik kendaraan jadi hasil produksi maupun yang
mengangkut bahan baku.
Ada 4 (empat) pendekatan dalam pengelolaan dampak lingkungan hidup
kegiatan industri, yaitu pendekatan penyesuaian lahan, pendekatan sosial, pengolahan
limbah dan pengaturan prosedur kerja (Kemeneg LH, 2007), yaitu :
4. Pendekatan Penyesuaian Lahan
Pendekatan ini dilakukan untuk pengelolaan dampak dari sumber dampak lokasi
pabrik ke luar kawasan industri. Pabrik yang berdiri di luar kawasan industri akan
mengakibatkan konflik pemanfaatan lahan dan ruang.
5. Pendekatan Sosial
Pendekatan ini dilakukan untuk upaya pengelolaan sumber dampak berkaitan
dengan aspek penerimaan dan pengupahan tenaga kerja.
6. Pengolahan Limbah
53

Pendekatan ini dilakukan terutama untuk mengelola sumber dampak dari


pemakaian air, pengelolaan limbah cair, pengelolaan limbah padat, pengelolaan
limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), dan aktivitas produksi. Pengelolaan
terhadap limbah B3 dilakukan dengan melakukan pemisahan berdasarkan jenis
dan karakteristik limbah yang kemudian didistribusikan ke pihak yang telah
ditunjuk untuk menangani limbah B3. Perbaikan design dapat berupa upaya untuk
mengurangi sumber pencemar, penggunaan kembali bahan kimia, atau mengganti
peralatan dan bahan yang lebih baik menurut standar yang diperbolehkan.
4. Pengaturan Prosedur Kerja
Upaya untuk mengelola sumber dampak dari pemakaian air, pengelolaan limbah
cair, pengelolaan limbah padat, pengelolaan limbah B3 dan aktivitas produksi,
dapat dilakukan dengan pengaturan prosedur kerja. Pendekatan ini setidaknya
akan dapat memperbesar dampak positif. Dalam hal ini, kesempatan kerja akan
bertambah, karena jam kerja yang sama dapat diisi oleh beberapa orang tenaga
kerja. Dengan demikian kesempatan penerimaan tenaga kerja dan upah tenaga
kerja yang disediakan akan lebih banyak. Dampak negatif berupa konflik
hubungan antar penduduk dapat diperkecil atau bahkan dihilangkan.
Pemukiman tenaga kerja menimbulkan rangsangan pada masyarakat untuk
diprioritaskan menjadi tenaga kerja. Masyarakat sekitar terdiri dari latar belakang
sosial dan budaya yang berbeda-beda dan tidak jarang menimbulkan ketegangan.
Adanya pabrik berdiri mendorong peningkatan jumlah penduduk di satu sisi, tetapi di
sisi lain dapat mengurangi jumlah penduduk karena mereka harus pindah. Perubahan
yang diakibatkan tenaga kerja adalah meningkatkan tingkat pendapatan masyarakat
dan perubahan sistem ekonomi masyarakat setempat. Pola kegiatan ekonomi sehari-
hari mengalami perubahan. Dengan beroperasinya perusahaan masyarakat sekitar
boleh jadi berhasil memanfaatkan kehadiran industri dengan memperoleh pendapatan
yang lebih baik. Warung-warung tumbuh, toko-toko bahan bangunan berdiri, rumah
pondokan berdiri, jumlah penduduk semakin meningkat (Ginting, 2008).
54

2.7. Produk Mobil


Standar lingkungan dari mobil yang diproduksi (Astra International Tbk,
2002) adalah meliputi :
1. Mengurangi sumber limbah.
2. Mengurangi penggunaan material berbahaya.
3. Mengurangi pengunaan energi termasuk adalah tingkat konsumsi bahan bakar
mobil yang diproduksi sesuai kelasnya.
4. Meningkatkan umur produk.
5. Meningkatkan potensi daur ulang (recycleablity).
6. Potensi untuk di proses ulang (remanufacture).
7. Ketaatan terhadap aturan emisi gas buang sesuai Kep Men LH no.141/2003.
8. Persyaratan dalam baku tingkat kebisingan sesuai Kep Men LH no.48/1996.
Pelaksanaan kegiatan CSR pada dasarnya telah memiliki suatu kerangka acuan
(frame work) yang dijadikan patokan secara global dalam melaksanakan aktivitas
CSR, yaitu Global Reporting Initiative (GRI). GRI adalah sistem pelaporan kinerja
CSR yang dikenal secara global paling komprehensif (Tanimoto and Suzuki, 2008).
Khusus dalam aspek otomotif isu-isu utama yang menjadi fokus dalam melaksanakan
CSR dalam aktivitas Sustainable Mobility (mobilitas berkelanjutan) (GRI, 2004) yaitu
perjalanan pribadi dan transportasi barang-barang dan orang (goods transport) masih
menjadi faktor dalam pencemaran (polusi) dan kemacetan di daerah perkotaan. Isu
keselamatan, termasuk keselamatan pejalan kaki (pedistrian) adalah isu yang semakin
meningkat, khususnya di negara-negara berkembang. Selanjutnya, emisi carbon
dioxide (CO2) yang berkorelasi langsung dengan tingkat konsumsi bahan bakar fosil,
kontribusi kepada efek gas rumah kaca dan dampaknya terhadap pemanasan global.
Produsen kendaraan bermotor akan sangat berkepentingan untuk memenuhi
permintaan konsumen global, serta mengurangi dampak lingkungan dan sosial
melalui upaya yang lebih lagi ( GRI, 2004).
Jenis-jenis isu dalam otomotif (GRI, 2004) adalah :
1. Emisi gas rumah kaca/perubahan iklim (Greenhouse Gas Emissions/Climate
change)
55

Gas-gas yang terperangkap di atmosfir sering disebut greenhouse gases (gas-gas


rumah kaca). Keberadaan gas-gas rumah kaca inilah yang menyebabkan
meningkatnya pemanasan global (US.EPA, 2008). Gas-gas yang masuk dalam
jenis ini adalah :
a. Carbon Dioxide (CO2).
Gas ini masuk ke atmosfir melalui pembakaran bahan bakar fosil (oil, natural
gas dan coal), limbah solid, produk kayu dan pohon, serta hasil reaksi kimia
lainnya seperti industri semen. CO2 dapat berpindah dari atmosfir
(sequestered) ketika diabsorbsi oleh tanaman (pohon) sebagai bagian dari
siklus karbon biologis.
b. Methane (CH4)
Methane diemisikan selama produksi dan transportasi coal, gas alam, dan oil.
c. Nitrous Oxide (N2O)
Diemisikan selama aktivitas pertanian dan industri, termasuk melalui
pembakaran bahan bakar fosil dan limbah solid.
d. Fluorinated Gases
Gas ini terdiri atas hydrofluorocarbons, perfluorocarbons, dan sulfur
hexafluoride, seperti CFCs, HCFCs, dan halons. Dalam kuantitas yang kecil,
namun sering disebut sebagai gas-gas berpontensi rumah kaca yang tinggi
(high global warming potential gases). Emisi kendaraan bermotor merupakan
penyumbang terbesar gas rumah kaca sebesar 60-70%, 10% oleh industri,
sisanya dari pembakaran sampah, asap dapur dan lainnya ( Harjono, 2008).
2. Mutu udara (Air quality)
Akibat polusi kendaraan bermotor di perkotaan dapat juga menimbulkan udara
yang tidak sehat. Seperti diketahui kendaraan bermotor mengeluarkan gas CO,
Nox, dan Sox, Pb, PM10 yang dapat merusak kesehatan. Menurut hasil penelitian
Indonesian Hazardous Materials and Waste Research atau IHWaR di tahun 2008,
secara umum satu kendaraan bermotor menghasilkan 8,22 kilogram (kg) karbon
dioksida per hari. Sementara sebuah pohon berdiameter tajuk 15 m mampu
menyerap karbon 28,224 kg per hari, yang digunakan untuk proses fotosintesis.
56

Untuk pertambahan kendaraan keluaran baru, dibutuhkan rataan minimal 5 pohon


untuk menyerap karbon secara optimal dengan kondisi fisik memiliki ukuran
tajuk rataan 1 m. Secara logika ukuran tajuk sangat menentukan dalam
penyerapan karbondioksida dalam fotosintesisnya. Artinya korporasi otomotif
dapat memulainya dengan lima pohon untuk setiap kendaraan bermotor yang
diproduksi.
3. Kebisingan (Noise).
Kebisingan adalah jenis polusi dijalan raya yang merupakan kolektifitas sosial
bunyi (suara) dari kendaraan bermotor. Suara tersebut berasal dari mesin, ban,
aerodynamic, dan sosial pengereman. Faktor yang mempengaruhi terhadap
bunyi adalah traffic operations (speed, truck mix, age of vehicle fleet), roadway
surface type, tire types, roadway geometrics, terrain, micrometeorology dan the
geometry of area structures.
4. Aspek keselamatan (Safety aspects)
Hal ini merupakan upaya menghindarkan kecelakaan berkendara atau efek
berbahaya yang dapat timbul dari kejadian kecelakaan dan secara khusus
merupakan upaya melindungi terhadap kehidupan manusia dan kesehatan. Safety
features atau fitur-fitur keselamatan terdiri dari 2 (dua) kelompok besar :
a. Active Safety
Hal ini berkaitan dengan sosial kendaraan yang menggunakan informasi
tentang lingkungan luar kendaraan untuk merubah respons dari kendaraan dan
memperbaiki keamanan berkendara dalam waktu sebelum kecelakaan terjadi
atau selama periode kecelakaan (crash) dengan tujuan menghindari
kecelakaan yang parah. Sistem tersebut merespon terhadap kendaraan lain
ataupun dari kendaraan terhadap infrastruktur jalan raya. Seperti RADAR-
based crash avoidance systems atau sistem radar anti kecelakaan, sosial
pengereman (antilock braking system/ABS).
b. Passive Safety
Hal ini adalah berkaitan dengan ketika sebuah kecelakaan berpotensi atau
benar-benar terjadi, berbagai sistem keselamatan pasif bekerja untuk
57

meminimalisasi dampak terhadap individu-individu yang terlibat. Contoh alat


yang digunakan adalah Safety Belt, Airbags, dan sebagainya.
5. Kemacetan (Congestion).
Kemacetan berkendara (traffic congestion) adalah ketika volume dari kendaraan
menghasilkan permintaan ruang yang lebih besar daripada kapasitas jalan yang
tersedia. Karakteristiknya adalah kecepatan kendaraan rendah, waktu tempuh
lama dan meningkatnya antrian. Ada berbagai penyebab terjadinya kemacetan
yaitu : bottlenecks, kecelakaan lalu lintas, cuaca buruk, zona pekerjaan, rambu
lalu lintas tidak tersedia, adanya event dijalan raya dan kapasitas kendaraan tidak
seimbang dengan jumlah penumpang yang akan diangkut.
6.Infrastruktur (Infrastructure)
Hal ini merupakan struktur teknik yang mendukung sebuah masyarakat, seperti
jalan, sarana air bersih, penjernihan air, sistem manajemen banjir, komunikasi
(internet, saluran telepon, broadcasting) dan sebagainya. Bentuk lain dari
infrastruktur adalah teknologi informasi, software development tools, jaringan
sosial dan politik dan sebagainya.
7. Akses kepada mobilitas (Access to mobility).
Mobilitas diukur dengan jumlah perjalanan per orang per hari. Mobilitas
meningkat sesuai dengan pendapatan, mobilitas bervariasi sesuai dengan
karakteristik sosial dan ekonomi, dan laki-laki cenderung lebih bepergian dari
pada perempuan (Vasconcellos, 2001). Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
mobilitas adalah income, gender, usia, kedudukan dan tingkat pendidikan
(Vasconcellos, 2001). Akses kepada mobilitas adalah akses kepada pekerjaan,
pasar dan tujuan lainnya.
8. Emerging markets (pasar yang baru tumbuh)
Hal ini adalah digunakan untuk menggambarkan mengenai keadaan sosial dari
suatu negara, atau aktivitas bisnis dalam proses industrialisasi yang cepat. Disebut
juga ekonomi yang bertumbuh cepat atau rapid growing economy. Memiliki 4
karakteristik adalah: (1) kekuatan ekonomi dengan populasi besar, sumber daya
yang besar dan pasar yang besar, (2) merupakan masyarakat yang transisi dalam
58

reformasi ekonomi dan politik, (3) memiliki pertumbuhan tercepat di dunia, (4)
merupakan masyarakat yang kritis dalam menanggapi isu (Li, 2008). Artinya
Indonesia sebagai salah satu emerging market memiliki tingkat pertumbuhan
dalam industri otomotif yang tinggi dengan sumber daya berlimpah ruah dan low
costs. Emerging Market yang merupakan tempat dimana industri otomotif
mencari pertumbuhan pendapatan yang tinggi (Deloitte and Touche, 2008).
Dalam Emerging Market terdapat jumlah angkatan kerja yang tersedia dalam
jumlah besar dan memerlukan penyaluran. Indonesiapun merupakan pasar bagi
produk otomotif yang amat besar, sehingga penyerapan produk, tetapi tinggi yang
tidak diimbangi dengan penyediaan infratsruktur pendukung akan menciptakan
permasalahan tersendiri.
9. Produk dan jasa (product and services)
Pada saat ini produk mobil yang dihasilkan oleh industri otomotif di Indonesia,
khususnya oleh Indomobil Group masih didominasi oleh pemakaian bahan bakar
fosil atau bensin dan solar. Masih belum ada produk yang dihasilkan yang
menggunakan energi alternatif seperti biofuel, tenaga listrik ataupun tenaga
matahari yang diproduksi secara massal. Berbagai isu dari produk otomotif dari
mulai bahan-bahan yang digunakan dalam membuat mobil, apakah menggunakan
bahan yang berbahaya atau tidak, konsumsi bahan bakar, jenis bahan bakar,
kelengkapan keselamatan kendaraan, dan sebagainya.
10. Kontribusi terhadap kesejahteraan masyarakat sekitar (Contribution to local
welfare).
Agar perusahaan dapat beroperasi dengan tenang disuatu tempat, maka
kehadiran perusahaan harus dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat
sekitar dan memberikan peningkatan pendapatan. Sebab perusahaan yang justru
menurunkan tingkat kesejahteraan masyarakat sekitar atau tidak berdampak apa-
apa terhadap kesejahteraan masyarakat maka kehadirannya ditempat itu tidak
akan bertahan lama, akan terusir. Demikian pula kehadiran dari kelompok
perusahaan di lingkungan Indomobil Group harus dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat sekitar perusahaan. Demikian pula produk berupa mobil
59

yang dihasilkan juga mendukung kepada kesejahteraan masyarakat. Mobil yang


dihasilkan harus mampu mengakomodasikan kepentingan masyarakat pemakai
terhadap kepentingan mobilitas.
Dalam aspek lingkungan khususnya di industri, apabila industri telah
memenuhi persyaratan ambang batas mutu lingkungan atau baku mutu limbah
sebagaimana yang dipersyaratkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH)
Republik Indonesia dengan program PROPER atau Program Penilaian Peringkat
Pengelolaan lingkungan pada perusahaan (Kemeneg LH, 2006), yaitu peringkat Biru
maka perusahaan telah dianggap taat (memenuhi persyaratan) dan bila mampu
melebihi yang dipersyaratkan (beyond compliance), perusahaan masuk katagori
socially responsible atau melaksanakan CSR.

2.8. Persepsi Pemangku kepentingan


Pengertian persepsi adalah proses dimana individu memilih,
mengorganisasikan dan mengartikan stimulus yang diterima melalui alat inderanya
menjadi suatu makna (Rangkuti, 2002) Persepsi pemangku kepentingan adalah
pemahaman atau pemberian makna dari pemangku kepentingan atas aktivitas CSR
oleh industri otomotif yaitu kinerja industri otomotif dan aktivitas CSR yang
dilakukannya yang didapat dari proses penginderaan. Konsep persepsi pada
dasarnya merupakan pandangan individu terhadap suatu obyek. Akibat adanya
stimulus, individu memberikan reaksi (respon) berupa penerimaan atau penolakan
terhadap stimulus tersebut (Sarwono, 1995). Merton (1982), diacu dalam Saribanon
(2007) menyatakan bahwa individu tidak hanya merespon situasi obyektif, tetapi juga
sosial makna situasi tersebut menurut kepentingannya. Persepsi pemangku
kepentingan terhadap apa yang sudah dilakukan oleh industri otomotif sebagai
aktivitas CSR ditanggapi.
Persepsi mengenai lingkungan yang mencakup harapan, aspirasi, ataupun
keinginan terhadap suatu mutu lingkungan tertentu sebaiknya dipahami secara
subyektif, yakni dikaitkan dengan aspek-aspek psikologis dan sosiokultural
masyarakat (Achda T, 2007). Karena itu mutu lingkungan harus didefinisikan secara
60

umum sebagai lingkungan yang memenuhi preferensi imajinasi ideal seseorang atau
sekelompok orang. Pandangan tersebut menyempurnakan pandangan sebelumnya
yang mengartikan mutu lingkungan hanya dari aspek fisik, biologi dan kimia
(Sarwono (1995) diacu dalam Achda T, 2007). Lingkungan adalah bagian dalam
aktivitas CSR, maka secara lebih luas dapat dikatakan bahwa persepsi mengenai CSR
mencakup didalamnya adalah harapan, aspirasi ataupun keinginan terhadap suatu
mutu aktivitas CSR tertentu yang dipahami secara subyektif yang terkait dengan
aspek-aspek psikologis dan sosiokultural masyarakat atau memenuhi preferensi
imajinasi ideal seseorang atau sekelompok orang. Persepsi ditentukan oleh faktor
personal dan faktor situasional (Rahmat, 2000).
Persepsi pada dasarnya timbul akibat dari tiga aktivitas yaitu adanya exposure,
attention dan interpretation (Hawkins et al., 2001), dimana exposure muncul bila ada
stimulus berupa aktivitas CSR dari industri otomotif. Exposure dapat tersusun dari
yang sifatnya acak (random) menjadi sesuatu yang sengaja dilakukan (deliberate).
Selanjutnya attention atau perhatian muncul bila aktivitas CSR sebagai stimulus
mengaktifkan syaraf-syaraf sensorik dari penerima dan menghasilkan sensasi menuju
ke otak untuk diproses. Attention bergerak dari low involvement menuju ke high
involvement atau dari keterlibatan yang rendah menuju ke yang tinggi. Sejumlah
karakteristik dari stimulus yang dapat menimbulkan attention dari si penerima
meliputi :
1. Stimulus factor meliputi ukuran dan intensitas, warna, pergerakan atau movement,
isolation, format, kontras, mutu informasi dan information overload atau begitu
banyaknya informasi, sehingga terpaksa harus menimbulkan perhatian.
2. Individual factor yang merupakan karaktersitik dari individu dimana kebutuhan
dan minat (interest) dari seseorang menjadi penentu dalam suatu stimulus akan
menjadi attention bagi seseorang.
3. Situational factor atau stimulus yang tidak dapat menarik perhatian (attention) dari
sipenerima akibat dari situasi yang tidak menyenangkan yang timbul pada saat itu.
Interpretation atau interpretasi muncul setelah berbagai attention muncul dan
diberi arti atau makna oleh si penerima. Sebagai contoh adalah our beliefs about a
61

new product are influenced by our beliefs about capabilities and social responsibility
of the company that produce it ((Hawkins, et al., 2001). Expectation atau ekspektasi
adalah bentuk dari interpretasi seseorang terhadap stimulus dan interpretasi seseorang
terhadap stimulus tersebut adalah konsisten dengan ekspektasinya (Hawkins et al.,
2001).
2.9 Analisis Kebijakan
Kebijakan adalah a means to an end atau alat untuk mencapai sebuah tujuan
(Suharto, 2010). Kebijakan publik merupakan studi yang berkaitan dengan problem
yang krusial di masyarakat. Adanya suatu kebijakan publik, pada gilirannya akan
menghasilkan peraturan perundang-undangan (rule) sebagai barang-barang publik
(public goods) (Nawawi, 2009). Analisis kebijakan adalah aktivitas menciptakan
pengetahuan tentang dan dalam proses pembuatan kebijakan (Dunn, 2003). Menurut
Majchrzak (1984), diacu dalam Danim (2005), penelitian kebijakan sebagai proses
penyelenggaraan penelitian untuk mendukung kebijakan atau analisis terhadap
masalah-masalah sosial yang bersifat fundamental secara teratur untuk membantu
pengambil kebijakan memecahkan masalah dengan jalan menyediakan rekomendasi
berorientasi pada tindakan atau tingkah laku pragmatik. Penelitian kebijakan
mempunyai berbagai metode penelitian yang relevan dengan penelitian kebijakan
diantaranya penelitian kasus (studi kasus). Metode ini dimaksudkan untuk
mempelajari secara intensif tentang latar belakang keadaan dan posisi saat ini serta
interaksi lingkungan unit sosial tertentu yang bersifat given: individu, kelompok,
institusi atau masyarakat. Penelitian kasus dilakukan secara mendalam terhadap unit
sosial tertentu, dimana hasil penelitian tersebut memberikan gambaran yang luas dan
mendalam mengenai unit sosial itu. Subyek atau unit yang diteliti relatif terbatas,
akan tetapi peubah dan kondisi yang diteliti sangat luas dimensinya (Danim, 2005).
Metodologi analisis kebijakan menggabungkan lima prosedur yang lazim
dipakai dalam pemecahan masalah manusia (Dunn, 2003) yaitu :
1. Definisi (perumusan masalah), yaitu menghasilkan informasi mengenai kondisi-
kondisi yang menimbulkan masalah kebijakan.
62

2. Prediksi (peramalan), menyediakan informasi mengenai konsekwensi dimasa


mendatang dari penerapan alternatif kebijakan, termasuk tidak melakukan
sesuatu.
3. Preskripsi (rekomendasi), menyediakan informasi mengenai nilai atau kegunaan
rsosialf dari konsekwensi dimasa depan dari suatu pemecahan masalah.
4. Deskripsi (pemantauan), menghasilkan informasi tentang konsekwensi sekarang
dan masa lalu dari diterapkannya alternatif kebijakan.
5. Evaluasi, menyediakan informasi mengenai nilai atau kegunaan dari konsekwensi
pemecahan atau pengatasan masalah.
Adapun bentuk-bentuk analisis kebijakan meliputi :
1. Analisis kebijakan prospektif, yaitu berupa produksi dan transformasi informasi
sebelum aksi kebijakan dimulai dan diimplementasikan. Atau apa yang akan
terjadi dan apa yang harus dilakukan.
2. Analisis retrospektif, yaitu penciptaan dan transformasi informasi sesudah aksi
kebijakan dilakukan.
3. Analisis kebijakan yang terintegrasi, merupakan bentuk analisis yang
mengkombinasikan gaya operasi yang menaruh perhatian pada penciptaan dan
transformasi informasi sebelum dan sesudah tindakan kebijakan diambil.
Pada penelitian ini model kebijakan adalah model normatif yaitu memberikan dalil
dan rekomendasi untuk mengoptimalkan pencapaian beberapa utilitas (nilai). Masalah-
masalah keputusan normatif biasanya dalam bentuk mencari nilai-nilai variabel yang
terkontrol (kebijakan) yang akan menghasilkan manfaat yang terbesar (nilai) (Dunn,
2003). Analisis yang dipilih merupakan gabungan antara analisis kebijakan prospektif
dan retrospektif dimana analisis yang yang dilakukan pada penciptaan dan
transformasi informasi, sesudah aksi kebijakan dilakukan, maupun sebelum
(terintegrasi).
Metodologi penelitian dalam kebijakan saat ini secara umum dicirikan oleh bentuk
multiplisisme kritis (Dunn, 2003). Multiplisisme kritis merupakan sintesis kreatif dari
beragam riset dan praktik analisis meliputi beberapa bidang analisis kebijakan penting
diantaranya adalah (1) operasionisme berganda yaitu penggunaan secara serempak
63

perbandingan berpasangan dan skala pilihan paksa, atau ukuran-ukuran biaya dan
manfaat didasarkan pada belanja konsumen (preferensi yang diungkapkan) dan
penyusunan skala atribut berganda, (2) penelitian multimetode yaitu penggunaan
berbagai metode secara bersama-sama untuk mengamati proses dan hasil kebijakan,
(3) sintesis analisis berganda, (4) analisa multivariat, (5) analisis pelaku berganda, (6)
analisis perspektif berganda, yaitu disertakannya berbagai perspektif seperti etis,
politis, organisasional, ekonomi, sosial, kultural, psikologis, (7) komunikasi
multimedia (Dunn, 2003). Sehingga desain penelitian ini akan mengacu pada konsep
multiplisisme kritis baik penggunaan perbandingan berpasangan dan skala pilihan
paksa.
2.10 Kebijakan CSR berkelanjutan sebagai kebijakan publik
Kebijakan CSR sebagai kebijakan publik sebagaimana telah diatur oleh
undang-undang adalah instrumen pemerintahan, bukan saja dalam arti government,
dalam arti hanya menyangkut aparatur negara, melainkan pula governance yang
menyentuh berbagai bentuk kelembagaan, baik swasta, dunia usaha maupun
masyarakat madani (civil society). (Suharto, 2010). Karena CSR telah diatur oleh
undang-undang yaitu Undang-Undang Perseoran Terbatas (UU PT) nomor 40 tahun
2007 dan Undang-Undang Penanaman Modal (UU PM) nomor 25 tahun 2007, maka
CSR telah menjadi kebijakan publik. Sebagai kebijakan publik maka CSR wajib
(compulsory) untuk dilaksanakan oleh perusahaan berbentuk Perseroan Terbatas (PT).
Terdapat beberapa pendekatan dalam analisis kebijakan publik (Nawawi, 2009) yaitu :
1. Teori Sistem, yaitu reaksi sistem politik untuk kebutuhan yang timbul dari
lingkungan sekitarnya.
2. Teori kelompok, yaitu keseimbangan yang dicapai oleh perjuangan kelompok
dalam suatu kejadian dan hal tersebut memberikan keseimbangan dimana
kelompok yang bertentangan berusaha memberikan bobot pada keinginannya.
3. Teori elite, adalah nilai atau pilihan elite pemerintah semata. Kebijakan publik
ditentukan tanpa melibatkan atau menyerap aspirasi publik tetapi sepenuhnya
diputuskan oleh elite yang mengatur.
64

4. Teori proses fungsional, pembentukan kebijakan publik dengan melihat pada


bermacam-macam aktivitas proses fungsional yang terjadi dalam proses
kebijakan.
5. Teori kelembagaan, analisis kebijakan tentang kelembagaan pemerintah
(institutionalism).
Dalam penelitian ini pendekatan dalam analisis kebijakan publik terhadap CSR
adalah lebih mengarah kepada teori fungsional yang melihat proses pembentukan
kebijakan CSR berkelanjutan sebagai kebijakan publik dengan melihat pada
bermacam-macam aktivitas proses fungsional yang terjadi dalam proses kebijakan.
Sebagai induk dari kebijakan CSR dalam industri otomotif maka UU PT dan
UU PM belum diikuti oleh aturan pelaksanaan (implementasi), seperti besarnya
anggaran untuk CSR, jenis-jenis kegiatan CSR, dan sebagainya, meskipun pada
beberapa bagian telah juga diatur seperti aspek lingkungan dalam Undang-Undang
Pengelolaan Lingkungan Hidup nomor 32 tahun 2009, masalah ketenagakerjaan
dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan. Terdapat beberapa kemungkinan intervensi
pemerintah terkait dengan CSR berikut (Petkoski and Twose, 2003) :
65

Tabel 5. Berbagai kemungkinan intervensi pemerintah dalam kebijakan publik


Public Sector Roles
Mandating Command Regulators and Legal and fiscal penalties
and control inspectorates and rewards
legislation
Enabling Creating incentives Capacity building
Facilitating legislation
Funding Raising awareness Stimulating markets
support
Partnering Combining Stakeholders Dialogue
resources engagement
Endorsing Political support Publicity and praise

Dari tabel 5 diatas adalah berbagai jenis intervensi pemerintah dalam kebijakan CSR
yang dapat dilakukan pada berbagai katagori. Artinya bahwa sebagai produk dari
kebijakan publik maka pengaturan CSR dalam bentuk undang-undang adalah salah satu
bentuk dari sejumlah bentuk intervensi pemerintah terhadap CSR perusahaan.
Tabel 6. Type dari program kebijakan dan instrumen kebijakan

Item Regulative programs Motivation Persuasion programs Public activity


programs programs
Dominant General rules Economic Communication Organisation
policy incentives
instrument
Positive Permission/Contract/ Subsidies/Grant Information/Encouragement Expansion of
motivation Rights /Appeals public service
Negative Prohibition/Command/ Tax/Dues/Fines Misinformation/Discourage- Reduction of
motivation Control ment/Threats public service

Means of Behavioural control Incentive control Attitudinal control Supply control


control
Implemen- Resistance from policy Uncertain Low efficiency and control Success depends
tation addresses and effects and on attractivity/
problems violation of norms coordination over or under
problems investment
possible/
exclusion of the
needy

Tabel 6 menunjukkan berbagai tipe dari program kebijakan dan instrumen kebijakan
yang menunjukkan kekuasaan dan kontrol untuk mengatur perilaku dari kelompok target
meliputi (1) regulative programs menggunakan pendekatan legal dan legitimasi untuk
66

memberi ijin atau melarang, (2) motivation programs menggunakan kebijakan moneter
sebagai hadiah (reward) maupun menahan (withhold), (3) persuasion programs adalah
untuk mendorong ataupun menghambat, (4) public policy programs berupa perluasan
maupun pengurangan pelayanan publik (Bredgaard, 2003). Dari berbagai instrumen
kebijakan Publik maka dapat dipilih jenis kegiatan yang dapat memenuhi kepentingan
masyarakat sekitar dan dan kepentingan bisnis (business interests).

Gambar 4. Bagan keterkaitan instrumen antara program kebijakan publik dengan


kepentingan perusahaan

Policy Program and Business Interests


P B
U Motivation Economic U
B program interests S
L Accept I
I N
C E
S
P Persussion S
O program
L I
I Behavioural N
Pressure interests
C T
Y E
Regulative
R
program
P E
R S
O T
G S
R
A Public activity Help Competencies
M program and resources
S

Dengan adanya masing-masing kepentingan baik Pemerintah dengan public policy


programs maupun terhadap korporat dengan business interests maka perlu ada jembatan
(bridging) untuk menyatukan keduanya demi kepentingan bersama (Bredgaard, 2003)
sebagaimana pada Gambar 4. Baik itu sikap penerimaan dalam menyikapi kebijakan
pemerintah karena adanya kepentingan ekonomi dari perusahaan (accept), adanya
67

penekanan (pressure) baik itu akibat dari aturan dan kehendak pemerintah maupun
tekanan dari internal organisasi, atau sikap membantu (help) yang diterima akibat dari
kebijakan pemerintah dengan memperhitungkan kompetensi dan sumberdaya yang
dimiliki perusahaan. Meskipun telah ada undang-undang perseroan terbatas maupun
undang-undang penanaman modal yang mewajibkan korporat untuk melakukan CSR dan
juga telah ada aturan aturan yang berkaitan dengan CSR seperti undang-undang
lingkungan hidup, undang-undang perlindungan konsumen dan sebagainya. Di Indonesia
ada sebagian kelompok yang menganut pandangan Reflexive Law Theory dengan self
regulation atau mengatur sendiri dimana pelaksanaan CSR adalah diatur sendiri-sendiri
oleh masing-masing perusahaan sedangkan evaluasi dari pelaksanaannya yang akan
menilai adalah masyarakat, dimana perusahaan membuat laporan aktivitas CSR masing-
masing. Di negara Indonesia lebih kepada pelaksanaan CSR dengan konsep hukum yang
berdasarkan necessity dan possibility. Artinya ada ranah yang perlu diatur dengan public
policy dan ada yang tidak seperti masalah pengelolaan lingkungan hidup,
ketenagakerjaan yang telah diatur dengan undang-undang. Namun tidak ada aturan yang
mengatur tentang besarnya sumbangan yang harus diberikan perusahaan kepada
masyarakat untuk membantu mengentaskan kemiskinan dan sebagainya
Jenis kebijakan dalam aktivitas CSR adalah mengikuti prinsip yang dianut masing-
masing perusahaan. Dalam memandang berbagai masalah yang timbul disekeliling
lingkungan perusahaan terdapat beberapa kebijakan yang dianut yaitu :
1. Perusahaan menganggap bahwa perusahaan dalam keadaan siap berkembang pesat
dengan memanfaatkan sumber daya secara optimal tanpa peningkatan CSR
berkelanjutan. Kondisi ini mengacu kepada pendapat dari Milton Friedman, diacu
dalam Solihin (2008) bahwa tanggungjawab sosial perusahaan (CSR) adalah
menjalankan bisnis sesuai dengan kehendak pemilik perusahaan (owners), biasanya
dalam bentuk menghasilkan uang sebanyak-banyaknya dengan senantiasa
mengindahkan aturan dasar yang digariskan dalam suatu masyarakat sebagaimana
diatur oleh hukum dan perundang-undangan, atau the social responsibility of
business is to increase its profits. Dengan demikian, tujuan perusahaan korporasi
adalah memaksimalisasi laba atau nilai pemegang saham (shareholders value).
68

Pengembangan usaha tanpa peningkatan kinerja CSR. Dalam hal ini, Perusahaan
bukanlah lembaga sosial yang harus memikirkan tingkat kesejahteraan masyarakat,
khususnya masyarakat sekitar. Aktivitas CSR dilakukan dalam kaitannya untuk
memaksimalkan laba perusahaan. Aktivitas CSR seperti ini dilakukan sebagaimana
yang ada sekarang (business as usual) dan apabila dilakukan lebih dari kondisi ini,
maka seluruhnya dilakukan dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap
maksimalisasi laba. Perusahaan lebih mempertimbangkan kepada private marginal
costs atau biaya persatuan barang/jasa yang dibuat dalam mempertimbangkan
keputusan dalam produksi dan akan beroperasi di bawah socially optimum market
equlibrium ketika social costs melampaui firms private costs (Redman, 2005).
Socially optimum market equilibrium adalah keadaan dimana terdapat keseimbangan
antara antara permintaan dan penawaran yang mengakomodir biaya-biaya sosial
(externalities). Berarti dalam hal ini, externalities yang muncul akibat aktivitas
perusahaan, baik dampak langsung maupun dampak tidak langsung akibat
keberadaan perusahaan seperti pencemaran udara, air, kerenggangan sosial dan
perilaku konsumtif tidak masuk dalam private marginal costs. Lebih jauh dikatakan
bahwa donasi waktu maupun uang kepada perbaikan lingkungan ataupun
penanggulangan kemiskinan masyarakat lebih kepada pencurian terhadap modal
pemilik. Cara pandang perusahaan lebih kepada cost dan benefit jangka pendek
(Redman, 2005). Perusahaan adalah pribadi artifisial dan memiliki tanggungjawab
artifisial pula, sehingga yang memiliki tanggungjawab yang sebenarnya adalah para
karyawan terhadap pemilik perusahaan, yaitu berupa keuntungan (Friedman, 1970).
Selanjutnya apabila ada penggunaan lain untuk melakukan CSR yang sifatnya bukan
profit oriented atau motif keuntungan finansial, tetapi socially oriented atau
environmentally oriented, maka harus dipisahkan pendanaannya dari aktivitas utama
perusahaan (Friedman, 1970). Dalam hal ini, manajer perusahaan telah memasuki
ranah politik dengan aktivitas pilantropis yang seharusnya menjadi tanggungjawab
Pemerintah dan juga sekaligus juga telah berlaku sebagai prinsipal (mewakili pemilik
perusahaan) dan bukan sebagai agen perusahaan yang menerima gaji dari pemilik
perusahaan (Solihin, 2009). Sebagai konsekuensi dari kebijakan seperti ini, berarti
69

apabila ada pengurangan produksi akibat adanya penurunan penjualan, maka sikap
perusahaan mengarah kepada pengurangan karyawan. Demikian pula dalam hal
adanya efisiensi, baik dalam prosedur kerja maupun penggunaan alat-alat kerja atau
rasionalisasi karyawan maka tindakan pengurangan karyawan adalah hal yang
lumrah dilakukan, termasuk komposisi antara karyawan yang berasal dari penduduk
lokal dan pendatang adalah lebih didasarkan pada profesionalisme, maupun selera
dari perusahaan, sepanjang tidak ada aturan yang mengatur hal tersebut. Bentuk
yayasan atau lembaga tersendiri adalah model yang paling tepat untuk bentuk
kebijakan CSR yang menganut kebijakan seperti ini karena sifatmya terpisah dari
aktivitas utama perusahaan (core business).
2. Strategi CSR yang dilakukan adalah mulai meningkatkan kinerja CSR semata-mata
karena memang saat ini sedang trend dimana-mana. Kata-kata CSR bergema
diberbagai tempat. Berbagai perusahaan atas nama CSR melakukan kegiatan amal
(charity) dan phylantrophis (kebajikan) mulai dari menyumbang untuk bencana
alam, penanaman pohon, pemberian beasiswa kepada pelajar berprestasi dan
sebagainya, tanpa perlu melihat relevansinya terhadap kinerja usaha. CSR seperti ini
dilakukan semata-mata hanya faktor ketulusan hati ataupun mengikuti trend. Dalam
strategi ini juga keterkaitan antara aktivitas CSR yang dilakukan dengan jenis usaha
yang dilakukan juga tidak diperhitungkan.
Pada dasarnya dalam kebijakan ini tidak seluruh aktivitas CSR harus
mempertimbangkan kinerja usaha seperti dalam program Community Development
yang merupakan aktivitas bagian dari CSR tidak dapat dipertahankan sebagai
kepentingan korporasi semata (keamanan perusahaan), tetapi benar-benar
menjalankan dalam konteks yang benar (Rochman, 2006). Dalam kebijakan ini
menganut bahwa idiology of firms that have made commitments to environmental
and social goals without evidence that corporate citizenship lead to tangible
financial gains (Redman, 2005). Artinya perusahaan tidak menyandarkan kepada
keuntungan finansial semata atas kebijakan CSR dari apa yang telah dilakukan
terhadap lingkungan dan sosial. Dengan demikian tidak tergantung kinerja usaha.
Selanjutnya dikatakan oleh Redman (2005) : this idiology functions on the idea that
70

the businesses, like people, have moral obligations and responsibilities that extend
beyond the financial world. Selanjutnya three is an expectation that a company will
do thew right thing, and there is no reason to advertise that we are filfilling this
obligation (Redman, 2005).
Artinya perusahaan memiliki kewajiban moral dan tanggungjawab melebihi
tanggung jawab finansial. Dan diharapkan dalam melaksanakan kewajiban dan
tanggung jawab ini (CSR) tidak signifikan untuk diiklankan sebagai promosi
perusahaan.
Berbagai aktivitas CSR dalam hal ini adalah seperti terciptanya kondisi keamanan
didesa atau kelurahan dimana perusahaan berlokasi, mengutamakan perekrutan
tenaga lokal sebagai tenaga kerja di perusahaan, keeratan hubungan antara
perusahaan dan para karyawan dengan masyarakat setempat, dimana perusahaan
berkedudukan adalah bentuk-bentuk kebijakan CSR yang sesuai dengan type ini.
3. Upaya integrasi aktivtas CSR dalam aktivitas utama perusahaan merupakan hal yang
utama dalam aktivitas peningkatan kinerja CSR dan kinerja usaha secara bersama-
sama. Mengintegrasikan CSR dalam strategi inti perusahaan berpengaruh kepada
peningkatan produktivitas dan sebagai katalis kepada proses keberlanjutan yang
kompetitif (Boulouta and Pitelis, 2011). Mc Williams and Siegel, diacu dalam
Venugopal (2010) mengemukakan konsep profit maximizing CSR dimana belanja
untuk CSR diperlakukan sebagai investasi sebagaimana investasi lainnya seperti pada
bagian Research and Development (R&D). Konsep ini melihat bahwa inovasi dan
kemakmuran masyarakat harus konsisten seiring dengan maksimisasi profit. Namun
bukan berarti profit jangka pendek sebagaimana halnya pada kebijakan yang pertama,
namun termasuk juga manfaat yang sifatnya intangible dan jangka panjang. Dalam hal
ini ternyata tidak mudah untuk melakukannya sebagaimana yang dikemukakan oleh
Redman (2005) : policymakers should consider current indexes for business success,
accounting practices, and valuation of intangible assets. Selanjutnya it require
transforming averages citizens understanding about value creation and expanding
definitions of success to include social and enviromental triumph. Kebijakan ini
memerlukan pertimbangan atas keberadaan/positioning perusahaan dalam mencapai
71

target yang diharapkan, kemampuan dalam penilaian dan pencatatan aktiva tidak
berwujud seperti goodwill dalam pembukuan perusahaan. Dan pemahaman terhadap
pengertian masyarakat akan penciptaan nilai dan perluasan pengertian sukses
mencakup sosial dan lingkungan.
Strategi yang dilakukan dengan perbaikan kinerja CSR namun dengan tetap
memperhitungkan pertumbuhan usaha. Artinya sama-sama meningkat. Kinerja
perusahaan semakin baik seiring dengan peningkatan kinerja CSR berkelanjutan dan
pertumbuhannya keduanya yang rsosialf stabil. Aktivitas CSR yang dilakukanpun
harus sejalan dengan jenis usaha, yang merupakan perpaduan dari kedua strategi
sebelumnya. Dalam jangka panjang kondisi yang demikian dapat menjamin
keberlanjutan aktivitias CSR dan pengembangan usaha.
2.11. Penelitian Terdahulu yang Relevan
Beberapa penelitian yang dilakukan tentang CSR adalah penelitian yang
dilakukan oleh Fendri dari Program Magister Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian
Bogor (SPS-IPB) berupa thesis tentang strategi program pemberdayaan masyarakat
dan implikasinya terhadap kebijakan Pemerintah studi kasus PT. RAPP, CECOM,
dan Pemerintah Kota Pekanbaru yang dilakukan pada periode November 2007 s/d
Januari 2008 yang melakukan metode penelitian dengan mengadakan studi komparasi
antara petani binaan CECOM (yayasan yang dibentuk oleh PT. RAPP untuk
melaksanakan pemberdayaan masyarakat) dengan yang diluar binaan CECOM
dengan analisis Strengths, Weakness, Opportunities and Threats (SWOT)
menunjukkan bahwa aktivitas tersebut dapat mengubah secara signifikan kondisi
sosial, ekonomi dan teknologi masyarakat meskipun ada peningkatan. Demikian pula
peran Pemerintah Kota Pekanbaru belum kelihatan. Penelitian yang dilakukan oleh
Sumaryo dari SPS-IPB dalam disertasi tentang implementasi CSR dalam
pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan studi kasus di
Provinsi Lampung yang melakukan penelitian pada Nopember 2007 s/d April 2008
yang mengkaji pengaruh pelaksanaan CSR terhadap peningkatan pengetahuan,
keterampilan dan sikap masyarakat sasaran dalam berusaha ekonomi produktif serta
meneliti pengaruh CSR terhadap tingkat keberdayaan ekonomi rumah tangga
72

masyarakat sekitar perusahaan menggunakan teknik analisis deskriptif eksplanasi


kausalitas historis, korelasional dan dilanjutkan dengan analisis Structural Equation
Modelling (SEM) menunjukkan bahwa masyarakat berpersepsi bahwa CSR
merupakan kegiatan perusahaan membantu masyarakat dalam bidang fisik, sosial,
budaya dan atau ekonomi agar masyarakat lebih berdaya dan mandiri, sehingga
terbantu dalam meningkatkan kesejahteraannya sementara manajemen perusahaan
memahami bahwa dengan memberikan bantuan fisik untuk pembangunan prasarana
pendidikan, ibadah dan sosial, bantuan pendidikan dan menjalin kemitraan dengan
masyarakat serta memenuhi aturan dalam pengolahan limbah cair perusahaan berarti
telah melaksanakan tanggungjawab sosialnya (CSR).
Karakter dan perilaku masyarakat tidak berubah akibat adanya program CSR
oleh perusahaan. Disebutkan juga bahwa model integratif dan partisispatif adalah
model yang paling tepat untuk dilaksanakan oleh perusahaan yang dapat
meminimalkan konflik antara perusahaan dengan masyarakat sekitarnya, serta dapat
menampung aspirasi dan kebutuhan dasar masyarakat yang diakomodasi dalam
program CSR yang akan dijalankan oleh perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh
Nani Julijanti dari SPS-IPB Program Magister Pengembangan masyarakat dalam
thesis tentang persepsi masyarakat terhadap program-program CSR PT. Aqua Golden
Mississippi (AGM), kasus di Kabupaten Sukabumi, bertujuan mengkaji keragaman
program CSR, mengetahui bagaimana persepsi masyarakat terhadap program-
program CSR dan mengetahui bagaimana rancangan perbaikan terhadap program-
program CSR dari PT. AGM. Penelitian dilakukan periode Desember 2006 s/d
Nopember 2007 dilakukan menggunakan metode penelitian analisis kualitatif dengan
triangulasi. Selanjutnya dilakukan Focus Group Discussion (FGD) atas dasar analisa
keadaaan dengan Rapid Rural Appraisal. Dari serangkaian program CSR yang
dilakukan oleh PT. AGM maka beberapa program yang dinilai bermanfaat adalah
penampungan air bersih terkait kemudahan mendapatkan air, penghijauan,
kesejahteraan sosial dan keagamaan. Namun dinilai kurang manfaatnya dalam
kaitannya dengan kesempatan kerja yang diterima masyarakat. Strategi yang harus
dilakukan adalah pembentukan forum rembug masyarakat, peningkatan program
73

keahlian masyarakat dalam pengolahan limbah dan pertanian, peningkatan ekonomi


masyarakat berupa bimbingan usaha dan peminjaman modal usaha serta
pembangunan fasilitas air bersih. Strategi tidak langsung adalah mendorong
pemerintah desa dan kecamatan untuk bersungguh-sungguh meningkatkan
komitmennya dalam pemberdayaan masyarakat serta membuat Peraturan Daerah
yang memiliki posisi tawar yang tinggi yang mewajibkan perusahaan untuk
melaksanakan CSR dan membentuk konsorsium perusahaan untuk menyamakan
persepsi tentang CSR.
Penelitian mengenai otomotif di Indonesia dilakukan oleh Centre for Strategic
and International Studies (CSIS), di Jakarta pada July 1999 mengenai Pembangunan
Industri Otomotif Indonesia (The Development of The Indonesian Automotive
Industry) tentang pembangunan industri otomotif Indonesia mulai 1980 1990an
meneliti perkembangan industri otomotif dalam tiga kelompok jenis otomotif, yaitu
sedan, kendaraan komersial dan komponen dengan metode diskriptif, disimpulkan
bahwa kelompok sedan memiliki pasar yang amat terbagi-bagi (fragmentation),
sehingga amat sulit meningkatkan local component dibandingkan dengan jenis
lainnya (kendaraan komersial) dan berdampak pada perkembangan indsutri
komponen yang menjadi kurang efisien untuk jenis sedan dibandingkan dengan jenis
lainnya.
Hasil penelitian khusus bidang otomotif yang meneliti masalah CSR dalam
industri otomotif dalam kaitannya dengan masyarakat sekitar belum ditemui, terutama
yang melihat secara konsep aspek-aspek apakah yang harus menjadi prioritas sesuai
kebutuhan dan harapan masyarakat sekitar.
75

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan di Indomobil Group di wilayah PT. Suzuki Indomobil
Motor (PT. SIM) yang berlokasi di Tambun, Bekasi untuk produk mobil merek
Suzuki, PT. Nissan Motor Indonesia (PT. NMI) untuk produk mobil merek Nissan
dan PT. Hino Motors Manufacturer Indonesia (PT. HMMI) untuk produk mobil
merek Hino yang keduanya berlokasi di Kawasan Industri Kota Bukit Indah,
Cikampek Waktu penelitian adalah bulan Juli 2009 sampai dengan Februari 2010.
3.2 Pendekatan Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dan
kuantitatif dengan menggunakan studi kasus di Indomobil Group. Pendekatan
kuantitatif digunakan dengan melihat indikator-indikator numerik dari data sekunder
yang diperoleh dari berbagai pemangku kepentingan, multi aspek dan lintas sektor.
Sedangkan pendekatan kualitatif adalah diperoleh dari penelitian yang mendalam
terhadap aspek yang diteliti, baik melalui wawancara terstruktur dengan kuesioner
maupun in-depth interview dengan para pakar terkait.
Penelitian dimulai dengan menganalisis kondisi dan mutu lingkungan dari PT.
SIM, PT. NMI dan PT. HMMI. Mutu lingkungan diperoleh berdasarkan laporan
instansi terkait. Analisis ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi lingkungan
perusahaan saat ini yang direpresentasikan dengan menganalisis mutu pengelolaan
limbah perusahaan dan perilaku penduduk di sekitar lokasi perusahaan. Analisa
selanjutnya mengumpulkan data terhadap aktivitas perusahaan terhadap masyarakat
sekitar lokasi perusahaan dan upaya tanggungjawab sosialnya.
Tahap selanjutnya melakukan analisis terhadap status keberlanjutan dari
aktivitas CSR di perusahaan. Analisis terhadap status keberlanjutan kinerja CSR
perusahaan dilakukan dengan mengkaji kondisi tiga dimensi dalam CSR, meliputi
ekonomi, sosial dan lingkungan. Dari hasil analisis ini diperoleh faktor pengungkit
keberlanjutan kinerja aktivitas CSR berkelanjutan untuk setiap dimensi. Faktor ini
penting diperhatikan dalam rangka mencapai kebijakan CSR berkelanjutan dalam
76

industri otomotif di Indomobil Group. Selanjutnya untuk memvalidasi atribut-atribut


dari dimensi CSR berkelanjutan dilakukan uji Friedman (Friedman test).
Analisis prospektif digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor kunci yang
berpengaruh pada kebijakan CSR berkelanjutan pada kondisi saat ini. Faktor-faktor
kunci hasil analisis tersebut dianalisis kembali tingkat pengaruh dan
kebergantungannya, yang selanjutnya dijadikan sebagai peubah untuk membangun
model CSR berkelanjutan. Model yang dibangun mengacu pada peubah kuantitatif
dan kualitatif. Analisis prospektif memberikan kombinasi faktor-faktor dominan dan
didefinisikan kemungkinan keadaannya di masa depan dan dirumuskan berbagai
skenario yang mungkin terjadi dalam pengembangan model. Skenario disusun dengan
melibatkan pemangku kepentingan terkait. Teknik perumusan skenario menggunakan
pendekatan prospektif dan wawancara langsung kepada para pakar. Prioritas skenario
dipilih dengan melibatkan stakeholders dengan metode Analytical Hierarchy Process
(AHP). Pada tahap akhir, dirumuskan rekomendasi dan strategi pengembangan
kebijakan CSR berkelanjutan dalam industri otomotif. Secara visual, tahapan
penelitian disajikan pada Gambar 5.
Karakteristik kondisi Industri Otomotif

Atribut CSR dimensi ekonomi, sosial dan lingkungan

Analisis Multidimensional Scaling dan uji Friedman

Status CSR berkelanjutan

Faktor Pengungkit

Analisis Prospektif

Skenario

Analytical Hierarchy Process

Prioritas Kebijakan dan Strategi Implementasi

Kebijakan CSR berkelanjutan dalam industri otomotif

Gambar 5. Tahapan penelitian


77

3.3. Rancangan Penelitian


Hal ini merupakan rencana bagaimana proses penelitian itu akan dijalankan
oleh peneliti dalam pelaksanaan penelitian.
3.3.1. Jenis dan Sumber Data
Tabel 7. Daftar jenis dan sumber data untuk analisa CSR berkelanjutan dalam
industri otomotif
No. Jenis Data Sumber Data
Data Sekunder
1. Keadaan sosial ekonomi penduduk Pemda Kelurahan
Jatimulya dan Desa
Dangdeur
2. Kebijakan-kebijakan CSR yang ada Indomobil Group
3. Data mengenai komitmen perusahaan dalam Indomobil Group
aspek lingkungan
4. Data hasil uji kebisingan di lokasi pabrik Indomobil Group
5. Data hasil uji kualitas air di lokasi pabrik Indomobil Group
6. Data hasil uji kualitas udara di lokasi pabrik Indomobil Group
7. Data hasil uji emisi Indomobil Group
Data Primer
1. Identifikasi atribut keberlanjutan Literatur/Pakar
2. Tingkat kepentingan faktor-faktor dalam sistem Responden
(Stakeholders)
3. Preferensi stakehoders tentang kebijakan Responden
(Pakar/stakeholders)

Penentuan responden dalam rangka menggali informasi dan pengetahuan


pakar dilakukan dengan metode expert judgement. Pakar ditentukan secara
tertentu (purposive sampling). Dasar pertimbangan penentuan pakar untuk
dijadikan responden menggunakan kriteria (1) keberadaan, keterjangkauan dan
kesediaan responden untuk diwawancarai; (2) mempunyai reputasi, kedudukan
dan telah menunjukkan kredibilitasnya sebagai pakar pada bidang yang diteliti;
dan (3) telah berpengalaman di bidangnya. Jumlah responden adalah 8 (delapan)
78

orang untuk tiap lokasi yang terdiri dari tokoh masyarakat setempat satu orang,
manajemen Indomobil Group dua orang untuk tiap lokasi, Pemerintah
Kelurahan/Desa setempat dua orang, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten dua
orang dan Kementerian Lingkungan Hidup satu orang.
3.3.2 Penyusunan Atribut CSR Berkelanjutan dalam Industri Otomotif

Penyusunan atribut CSR berkelanjutan dilakukan dengan konsep dasar


pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang menyatakan bahwa
pengelolaan suatu sumber daya dikatakan berkelanjutan, jika secara ekologi tidak
menyebabkan penurunan mutu lingkungan atau lingkungan tetap terjaga, secara
ekonomi layak dan menguntungkan, serta secara sosial berkeadilan. Penyusunan
tersebut mempertimbangkan selain berdasarkan konsep pembangunan berkelanjutan
juga memperhatikan pendapat para pakar terhadap pemahaman konsep CSR
berkelanjutan dari berbagai literatur. Atribut-atribut CSR berkelanjutan dalam
industri otomotif dimuat pada Tabel 8.

Tabel 8. Definisi atribut-atribut yang digunakan untuk menilai tingkat keberlanjutan


kebijakan CSR berkelanjutan dalam industri otomotif di Indomobil Group
No. Faktor Definisi

Dimensi Ekonomi
1. Peningkatan harga Tingkat kenaikan harga-harga kebutuhan pokok
masyarakat
2. Degradasi infrastruktur Tingkat kerusakan infrastruktur jalan, jembatan dan sarana
unum lainnya
3. Kecenderungan konsumtif Tingkat kecenderungan konsumtif masyarakat

4. Peluang kerja di Tingkat kesempatan kerja di perusahaan bagi masyarakat


perusahaan
5 Peningkatan jenis usaha Variasi jenis usaha dan jenis pekerjaan yang timbul akibat
dan pekerjaan kehadiran perusahaan (efek multiplier)

6 Peluang usaha Tingkat peluang usaha yang timbul sebagai akibat dari
kehadiran perusahaan
7 Peningkatan pendapatan Tingkat pendapatan masyarakat yang timbul akibat
keberadaan perusahaan
8 Peningkatan jumlah Jumlah lembaga ekonomi dan keuangan seperti pasar,
lembaga-lembaga bank dan koperasi simpan pinjam yang tumbuh
ekonomi dan keuangan
79

Lanjutan Tabel 8.
No. Faktor Definisi

Dimensi Sosial
1. Keresahan sosial Tingkat keresahan dalam bentuk protes yang dilakukan
warga terhadap keberadaan perusahaan baik yang
terpendam atau terbuka akibat dari ketidaksesuaian
harapan dan kenyataan
2. Konflik (benturan sosial) Banyaknya konflik yang terjadi diantara anggota
masyarakat, baik terpendam atau terbuka yang disebabkan
kehadiran perusahaan dan karyawannya
3. Disintegrasi sosial Dominasi jenis penduduk yang mengikuti perkumpulan
dan lembaga yang ada di lingkungan masyarakat

4. Erosi nilai-nilai sosial Penyebab penurunan nilai-nilai sosial seperti


kegotongroyongan, musyawarah mufakat yang terjadi
dalam masyarakat
5. Kerenggangan sosial Dampak kehadiran perusahaan ini semakin membuat
penduduk lokal merasa terkucil, kurang dihargai, merasa
hak-haknya terhadap kesempatan dan akses terhadap
sumber daya, pekerjaan dan layanan sosial terabaikan
6. Kondisi Tingkat kriminalitas yang terjadi dalam masyarakat
keamanan/kriminalitas
7. Peningkatan etos kerja Tingkat semangat, mutu kerja dan hasil kerja masyarakat

8. Kerekatan sosial (kohesi Kepekaan perusahaan terhadap kondisi warga sekitar yang
sosial) mengalami kesulitan
Dimensi Ekologi/Lingkungan
1. Tingkat pencemaran Persepsi masyarakat terhadap pencemaran udara akibat
udara kehadiran perusahaan
2. Tingkat kebisingan Persepsi masyarakat terhadap tingkat kebisingan akibat
lingkungan pabrik kehadiran perusahaan
3. Tingkat pencemaran air Persepsi masyarakat terhadap pencemaran air akibat
kehadiran perusahaan
4. Estetika Lingkungan Tingkat estetika atau keindahan lingkungan disekitar lokasi
perusahaan
5. Tingkat emisi mobil Tingkat emisi gas buang mobil yang diproduksi terhadap
yang diproduksi baku mutu emisi gas buang kendaraan baru
6. Aktivitas penghijauan Persepsi masyarakat terhadap upaya perusahaan dalam
aktivitas penghijauan di wilayah sekitar perusahaan
7. Rehabilitasi lingkungan Persepsi masyarakat terhadap upaya perusahaan dalam
memperbaiki kondisi lingkungan hidup di wilayah sekitar
seperti pembersihan kali dan penanaman pohon di lahan
kritis.
8. Upaya konservasi Persepsi masyarakat terhadap upaya perusahaan dalam
lingkungan alam sekitar menjaga kelestarian alam dengan menjaga kebersihan dan
keindahan di wilayah sekitar perusahaan
80

Atas dasar atribut-atribut yang telah disusun tersebut, maka dibuatlah kriteria
pembobotan untuk masing-masing atribut (Tabel 9)
Tabel 9. Kriteria pembobotan atribut-atribut CSR berkelanjutan dalam industri otomotif
Dimensi dan atribut Skor Baik Buruk Keterangan
Dimensi ekonomi
Peningkatan harga 0;1;2 2 0 (0) Sangat setuju, (1) Setuju,
(2) Tidak setuju
Degradasi infrastruktur 0;1;2 2 0 (0) Sangat setuju, (1) Setuju,
(2) Tidak setuju
Kecenderungan konsumtif 0;1 1 0 (0) Ya, (1) Tidak
Peluang kerja di perusahaan 0;1;2 2 0 (0) Tidak ada, (1) Sedikit,
(2) Banyak
Peningkatan jenis usaha dan 0;1;2 2 0 (0) Tidak ada, (1) Sedikit,
pekerjaan (2) Banyak
Peluang usaha 0;1;2 2 0 (0) Tidak ada, (1) Sedikit,
(2) Banyak
Peningkatan pendapatan 0;1;2 2 0 (0) Tidak ada, (1) Sedikit,
(2) Banyak
Peningkatan jumlah 0;1 1 0 (0) Tidak berdampak,
lembaga-lembaga ekonomi (1) Berdampak
dan keuangan
Dimensi Sosial
Keresahan sosial 0; 1; 2 2 0 (0) Sangat resah, (1) Resah,
(2) Tidak resah
Konflik (benturan sosial) 0; 1; 2 2 0 (0) Sering, (1) Jarang, (2) Tidak
pernah
Disintegrasi sosial 0; 1; 2 2 0 (0) Dominasi pendatang,
(1) Dominasi penduduk lokal,
(2) Seimbang antara lokal dan
pendatang
Erosi nilai-nilai sosial 0; 1; 2 2 0 (0) Sepenuhnya akibat kehadiran
perusahaan,
(1) Sebagian, akibat kehadiran
perusahaan
(2) Bukan akibat kehadiran
perusahaan
Kerenggangan sosial akibat 0; 1 1 0 (0) Setuju, (1) Tidak setuju
kehadiran perusahaan
Kondisi 0; 1; 2; 2 0 (0) Meningkat, (1) Tetap
keamanan/kriminalitas (2) Menurun
Peningkatan etos kerja 0; 1;2 2 0 (0) Menurun, (1) Tetap
(2) Meningkat
Kerekatan sosial (kohesi 0; 1;2 2 0 (0) Tidak setuju, (1) Ragu-ragu,
sosial) (2) Setuju sekali
81

Lanjutan Tabel 9
Dimensi dan atribut Skor Baik Buruk Keterangan
Dimensi Ekologi
Tingkat pencemaran udara 0; 1; 2 2 0 (0) Banyak, (1) Sedikit,
(2) Tidak ada
Tingkat kebisingan 0; 1; 2 2 0 (0) Banyak, (1) Sedikit,
lingkungan pabrik (2) Tidak ada
Tingkat pencemaran air 0; 1; 2 2 0 (0) Banyak, (1) Sedikit,
(2) Tidak ada
Estetika Lingkungan 0; 1; 2 2 0 (0) Banyak, (1) Sedikit,
(2) Tidak ada
Tingkat emisi mobil yang 0; 1 1 0 (0) Sama dengan baku mutu, (1)
diproduksi Dibawah baku mutu
Aktivitas penghijauan 0; 1; 2 2 0 (0) Tidak ada (1) Sedikit,
(2) Banyak
Rehabilitasi lingkungan 0; 1; 2 2 0 (0) Tidak ada (1) Sedikit,
(2) Banyak
Upaya konservasi 0; 1; 2 2 0 (0) Tidak ada (1) Sedikit,
lingkungan alam sekitar (2),Banyak

3.4 Metode Analisis Data


3.4.1 Analisis Keberlanjutan
Dalam menganalisa apakah suatu aktivitas CSR berkelanjutan atau tidak,
maka sesuai dengan sifatnya, dimana CSR adalah berkaitan erat dengan
pembangunan berkelanjutan dengan komponennya meliputi ekonomi, ekologi dan
sosial, maka ketiga aspek tersebut sudah termasuk dalam unsur-unsur CSR yang
dikemukakan oleh Carroll (2000), yaitu ekonomi, Legal, Ethical, dan Althruistic
dan indikator-indikatornya sebagaimana yang dikemukakan oleh Talaei and Nejati
(2008). Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk mengevaluasi status
keberlanjutan dari aktivitas CSR dalam industri otomotif adalah dengan
menggunakan teknik Multi Dimensional Scaling (MDS). MDS adalah suatu teknik
multi-diciplinary rapid appraisal untuk mengetahui tingkat keberlanjutan dari
aktivitas CSR berdasarkan sejumlah atribut yang mudah diskoring. Atribut dari
setiap dimensi ekonomi, sosial dan ekologi yang akan dievaluasi dapat dipilih untuk
merefleksikan keberlanjutan, serta dapat diperbaiki atau dapat diganti ketika
82

informasi terbaru diperoleh. Ordinasi dari setiap atribut digambarkan dengan


menggunakan MDS.
Dalam MDS, obyek atau titik yang diamati dipetakan dalam ruang dua atau tiga
dimensi, sehingga obyek atau titik tersebut diupayakan ada sedekat mungkin
terhadap titik asal. Dengan kata lain, dua titik atau obyek yang sama dipetakan
dalam satu titik yang saling berdekatan satu sama lain. Sebaliknya obyek atau titik
yang tidak sama digambarkan dengan titik yang berjauhan. Dalam analisis MDS,
sekaligus dilakukan Laverage, analisis Monte Carlo, penentuan nilai Stress dan
nilai Koefisien Determinasi (R2). Analisis Laverage digunakan untuk mengetahui
atribut yang sensitif, ataupun intervensi yang dapat dilakukan terhadap atribut yang
sensitif untuk meningkatkan status keberlanjutan. Analisis Monte Carlo digunakan
untuk menduga pengaruh galat dalam proses analisis yang dilakukan, pada selang
kepercayaan 95%. Nilai Stress dan koefisien determinasi (R2) berfungsi untuk
menentukan perlu tidaknya penambahan atribut untuk mencerminkan dimensi yang
dikaji secara akurat. Menurut Kavanagh and Pitcher (2004), model yang baik
ditunjukkan dengan nilai Stress di bawah nilai 0,25 dan nilai R2 di atas kepercayaan
95%, sehingga mutu dari analisis MDS dapat dipertanggungjawabkan (Fauzi dan
Anna, 2005).
Dimensi dalam MDS menyangkut berbagai aspek. Setiap dimensi memiliki
atribut atau indikator yang terkait dengan keberlanjutan kebijakan CSR dalam
industri otomotif. Berdasarkan indikator tersebut dilakukan analisis status masing-
masing dimensi kebijakan CSR dalam industri otomotif, terutama terhadap
masyarakat di sekitar kawasan lokasi pabrik. Penggunaan teknik MDS mempunyai
berbagai keunggulan, diantaranya sederhana, mudah dinilai, cepat dan biaya yang
diperlukan rsosialf murah. Selain itu, teknik ini dapat menjelaskan hubungan dari
berbagai aspek keberlanjutan dan juga mendefinisikan pembangunan kawasan yang
fleksibel. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan software pendukung
MDS, yaitu software Rapfish (rapid assesement techniques for fisheries) yang
dikembangkan oleh Fisheries Center University of British Columbia, Canada, yang
dimodifikasi. Dalam analisis MDS setiap data yang diperoleh diberi skor yang
83

menunjukkan status sumber daya tersebut. Ordinasi MDS dibentuk oleh aspek
ekologi, ekonomi dan sosial. Hasil statusnya menggambarkan keberlanjutan di
setiap aspek yang disajikan dalam skala 0100%. Manfaat dari teknik MDS ini
adalah dapat menggabungkan berbagai aspek untuk dievaluasi komponen
keberlanjutannya dan dampaknya terhadap kebijakan CSR berkelanjutan dalam
industri otomotif. Prosedur MDS dilihat pada Gambar 6.

MULAI

Review Atribut Identifikasi dan Pendefinisian


(berbagai kategori dan skoring Keberlanjutan (berdasar kriteria
kriteria) konsisten)

Scoring Kawasan (mengkonstruksi angka referensi


untuk good, bad dan anchor)

Multidimensional Scaling Ordination (untuk setiap atribut)

Simulasi Monte Carlo Leveraging Factor (Analisis


(Analisis Ketidakpastian) anomali)

Analisis Keberlanjutan (Assess


Sustainability)

Gambar 6. Proses aplikasi MDS

Output dari hasil analisis ini adalah berupa status keberlanjutan kebijakan CSR
dalam industri otomotif di Indomobil Group untuk tiga dimensi (ekonomi, ekologi
dan sosial), dalam bentuk skor dengan skala 0100. Kategori keberlanjutan adalah :
Skor <50 berarti tidak berkelanjutan; skor (50-75) berarti belum berkelanjutan; dan
84

Skor >75 berarti berkelanjutan. Kategori ini sesuai dengan standar Kavanagh
(2001).
Hasil lain yang diperoleh adalah penentuan faktor pengungkit (leverage
factors) untuk pengelolaan kawasan yang merupakan faktor-faktor strategik yang
harus diperhatikan dalam analissis kebijakan CSR berkelanjutan dalam industri
otomotif di Indomobil Group di masa mendatang. Kegunaan faktor pengungkit
adalah untuk mengetahui faktor sensitif atau intervensi yang dapat dilakukan
dengan mencari faktor sensitif untuk pengelolaan CSR berkelanjutan yang lebih
baik.
3.4.2 Uji Friedman
Uji Friedman (Friedman test) adalah bentuk uji statistik nonparametrik
sebagai alternatif dari teknik analisis varians dua arah. Uji Friedman tidak
memerlukan anggapan bahwa populasi berdistribusi normal dan mempunyai varians
yang homogen. Uji Friedman digunakan untuk menguji hipotesis komparatif k (k >
2) sampel yang berpasangan bila datanya ordinal (rangking). Bila datanya yang
terkumpul berbentuk interval atau rasio maka data tersebut diubah kedalam data
ordinal (Sugiyono dan Wibowo, 2001). Asumsi-asumsi yang mendasari Uji
Friedman adalah :
5. Setiap set dari k obsevasi harus dianggap mewakili populasi dan harus
independen dari setiap set k observasi.
6. Nilai Chi-Square dari Uji Friedman semakin akurat bila sampel semakin besar
( 30).
7. Distribusi dari perbedaan skor diantara berbagai tingkatan adalah continuous dan
simetris dalam populasi.
Uji Friedman ini dilakukan untuk menguji hipotesis nol yang menyatakan bahwa
median dari populasi adalah setara (equal) untuk sejumlah k levels dari suatu faktor,
dalam hal ini tidak ada perbedaan mutu dari setiap atribut.
3.4.3 Analisis Prospektif
Analisis ini merupakan suatu upaya untuk eksplorasi kemungkinan di masa
mendatang sesuai dengan kebutuhan dari pemangku kepentingan yang terlibat
85

dalam sistem ini. Tahap analisis prospektif dimulai dengan penentuan faktor kunci
dari pencapaian studi. Selanjutnya faktor kunci tersebut digunakan untuk
mendeskripsikan evolusi kemungkinan masa depan. Penentuan faktor kunci dan
tujuan strategi tersebut penting, dan sepenuhnya merupakan pendapat dari pihak
yang berkompeten sebagai pemangku kepentingan dalam pengelolaan CSR
berkelanjutan dalam industri otomotif.
Bourgeois and Yesus (2004) menjelaskan tahapan analisis prospektif, yaitu
(1) Mengidentifikasi faktor kunci penentu untuk masa depan dari sistem yang
dikaji. Pada tahap ini dilakukan identifikasi semua faktor penting dengan
menggunakan kriteria faktor peubah, menganalisis pengaruh timbal balik dengan
menggunakan matriks dan menggambarkan pengaruh dan kebergantungan dari
masing-masing faktor kedalam empat kuadran utama; (2) Menentukan tujuan
strategi dan kepentingan pelaku utama; (3) Mendefinisikan dan mendeskripsikan
evolusi kemungkinan masa depan. Pada tahap ini dilakukan identifikasi bagaimana
unsur kunci dapat berubah dengan menentukan keadaan (state) pada setiap faktor,
memeriksa perubahan mana yang dapat terjadi bersamaan serta menggambarkan
skenario dengan memasangkan perubahan yang akan terjadi dengan cara
mendiskusikan skenario dan implikasinya terhadap sistem.
Penentuan faktor kunci keberlanjutan kebijakan CSR dilakukan dengan
analisis prospektif. Pada tahap ini dilakukan pada seluruh faktor penting dengan
menggunakan kriteria faktor pengungkit berdasarkan hasil analisis MDS. Data yang
digunakan dalam analisis prospektif adalah pendapat pakar dan pemangku
kepentingan yang terlibat dalam aktivitas CSR di Indomobil Group. Pengumpulan
data dilakukan dengan kuesioner, wawancara dan melalui diskusi. Untuk melihat
pengaruh langsung antar faktor dalam sistem, pada tahap pertama digunakan
matriks seperti tercantum pada Tabel 10.
86

Tabel. 10. Matriks analisa prospektif


Dari
Terhadap A B C D E F G H I J

A
B
C
D
E
F
H
I
J
Sumber : Godet et al., 1999
Keterangan : A- J = Faktor penting dalam sistem

Analisis prospektif dilaksanakan dengan metode kuesioner melalui tahapan seperti


menjelaskan tujuan studi, identifikasi faktor-faktor, analisis pengaruh dan
ketergantungan antar faktor. Analisis pengaruh dan ketergantungan dari masing-
masing faktor pada empat kuadran utama. Tingkat pengaruh dan ketergantungan
antar faktor di dalam sistem disajikan pada Gambar 7.

P Faktor penentu Faktor penghubung


e INPUT STAKES
n
g
a
r
u
h
Faktor bebas Faktor terikat
UNUSED OUTPUT

Ketergantungan

Gambar 7. Tingkat pengaruh dan ketergantungan antar faktor dalam sistem (Godet
et al., 1999)
87

Pengaruh langsung antar faktor dalam sistem dilakukan pada tahapan ini yang
digunakan pada penelitian analisis prospektif dengan menggunakan matriks.
Pengaruh dan ketergantungan dari masing-masing faktor diisi teknik berikut :
1. Jika faktor tersebut tidak ada pengaruhnya terhadap faktor lain, diberi nilai 0
2. Jika faktor tersebut memiliki pengaruh sangat kuat, diberi nilai 3
3. Jika faktor tersebut memiliki pengaruh yang tidak kuat, maka diberi nilai 1untuk
pengaruh kecil, dan nilai 2 untuk pengaruh sedang.
Hasil analisis tersebut selanjutnya dikonfirmasi kepada semua pemangku
kepentingan terkait. Hal itu dilakukan guna memperkuat hasil analisis. Selain itu,
hasil kajian ini diharapkan dapat diimplementasikan oleh Manajemen Indomobil
Group. Jumlah responden adalah delapan orang untuk tiap lokasi yang terdiri dari
tokoh masyarakat setempat satu orang, manajemen Indomobil Group dua orang
untuk tiap lokasi, Pemerintah Kelurahan/Desa setempat dua orang, Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten dua orang dan Kementerian Lingkungan Hidup satu
orang.
3.4.4 Pemodelan AHP
AHP dikembangkan oleh Dr. Thomas L. Saaty dari Wharton School of
Business pada tahun 1970-an untuk mengorganisasikan informasi dan judgement
dalam memilih alternatif yang paling disukai. Prinsip kerja AHP adalah
penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, strategik dan
dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta menata dalam suatu hirarki. Kemudian
tingkat kepentingan setiap peubah diberi nilai numerik secara subyektif tentang arti
penting peubah tersebut secara rsosialf dibandingkan dengan peubah yang lain. Dari
berbagai pertimbangan tersebut dilakukan sintesis untuk menetapkan peubah yang
memiliki prioritas tinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem
tersebut.
AHP memungkinkan pengguna untuk memberikan nilai bobot rsosialf dari
suatu kriteria majemuk (atau alternatif majemuk terhadap suatu kriteria) secara
intuitif, yaitu dengan melakukan perbandingan berpasangan (pairwise
88

comparisons). Dr. Thomas L. Saaty, pembuat AHP, menentukan cara konsisten


untuk mengubah perbandingan berpasangan (pairwise), menjadi suatu himpunan
bilangan yang merepresentasikan prioritas rsosialf dari setiap kriteria dan alternatif
(Marimin, 2004).
Penentuan kebijakan CSR berkelanjutan di lingkungan Indomobil Group
dengan analisis multikriteria secara partisipatif. Analisis yang digunakan adalah
AHP. Penggunaan AHP dimaksudkan untuk penelusuran permasalahan secara
bertahap dan membantu pengambilan keputusan dalam memilih strategi terbaik
dengan cara : (1) mengamati secara sistematis dan meneliti ulang tujuan alternatif
kebijakan atau cara bertindak untuk mencapai tujuan, dalam hal ini kebijakan yang
baik, (2) membandingkan secara kuantitatif dari segi manfaat dan risiko tiap
alternatif; (3) memilih alternatif terbaik untuk diimplementasikan, dan (4) membuat
skenario kebijakan CSR berkelanjutan dengan cara menentukan prioritas kebijakan.
Penetapan prioritas kebijakan dalam AHP dilakukan dengan menangkap
secara rasional persepsi masyarakat, kemudian mengkonversi faktor-faktor yang
tidak terukur (intangible) kedalam aturan biasa, sehingga dapat dibandingkan.
Tahap terpenting dari AHP adalah penilaian perbandingan berpasangan, yang pada
dasarnya merupakan perbandingan tingkat kepentingan antar komponen dalam
suatu hirarki (Saaty, 1993). Dalam melakukan penghitungan matriks sangat rumit,
sehingga diperlukan paket komputer khusus mengenai AHP. Pengolahan data
berbasis komputer menggunakan perangkat lunak Criterium Decision Plus (CDP).
CDP merupakan perangkat lunak system pendukung keputusan yang didasarkan
atas metodologi pengambilan keputusan yaitu AHP.
Langkah-langkah dalam analisis data dengan AHP adalah :
1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi masalah.
2. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan fokus, dilanjutkan dengan faktor,
kriteria dan alternatif kebijakan pada tingkat level yang paling bawah.
3. Membuat matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan pengaruh
rsosialf atau pengaruh setiap unsur terhadap masing-masing tujuan yang
setingkat diatasnya, perbandingan berdasarkan judgement dari pemangku
89

kepentingan dengan menilai tingkat kepentingan satu unsur dibandingkan


dengan unsur lainnya.Untuk mengkuantifikasi data kualitatif pada materi
wawancara digunakan nilai skala 1-9 berdasarkan skala Saaty seperti tercantum
pada Tabel 11.
Tabel 11. Skala perbandingan berpasangan
Skala Definisi
1 Kedua unsur sama pentingnya (equally importance) terhadap tujuan
3 Unsur yang satu sedikit lebih penting dari pada unsur lainnya
(moderately importance)
5 Unsur satu lebih penting dari pada unsur lainnya (strongly
importance)
7 Satu unsur jelas lebih mutlak penting dari pada elemen lainnya (very
strongly importance)
9 Satu unsur mutlak penting dari pada unsur lainnya (extremely
importance)
2,4,6 dan 8 Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan yang berdekatan
(intermediate value)
Kebalikan Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka jika dibandingkan dengan
akivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya dibanding dengan i
Sumber : Saaty, 1993

4. Melakukan perbandingan berpasangan. Kegiatan ini dilakukan oleh pemangku


kepentingan yang berkompeten berdasarkan hasil identifikasi pemangku
kepentingan.
5. Menguji konsistensinya. Indeks konsistensi menyatakan penyimpangan
konsistensi dan menyatakan ukuran tentang konsisten tidaknya suatu penilaian
perbandingan berpasangan. Nilai pengukuran konsistensi diperlukan untuk
mengetahui konsistensi jawaban dari responden karena akan berpengaruh
terhadap keabsahan hasil.
90

Fokus Kebijakan CSR berkelanjutan


dalam industri otomotif

Men LH Msyarakat Pengusaha Pemda


Aktor Sekitar

Faktor
Ekonomi Ekologi Sosial

Kriteria
Faktor pengungkit Faktor pengungkit Faktor pengungkit

Alternatif Prioritas alternatif kebijakan CSR berkelanjutan dalam industri otomotif

Gambar 8. Mapping hirarki model CSR berkelanjutan dalam industri otomotif

Fokus dari pemodelan dengan AHP adalah membangun model kebijakan CSR
berkelanjutan dalam industri otomotif di Indomobil Group, dimana faktor-faktor
yang menentukan dalam keberlanjutannya adalah aspek ekonomi, sosial dan
ekologi, serta aktor (pelaku) dalam aktivitas CSR adalah Kementerian
Kependudukan dan Lingkungan Hidup (KLH), Pemerintah Daerah, Masyarakat
sekitar dan Pengusaha.
3.5. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka maupun survei lapangan. Studi
pustaka dilakukan untuk memperoleh data sekunder, baik data dari perusahaan-
perusahaan di bawah naungan Indomobil Group, dan dari instansi terkait lainnya.
Sedangkan survei lapangan dilakukan untuk memperoleh data primer, yaitu untuk
keperluan analisis Prospektif dan AHP.
91

a. Teknik pengambilan contoh


Penelitian terhadap aspek keberlanjutan dalam bidang ekonomi, sosial dan
ekologi tentang analisis kebijakan CSR berkelanjutan dalam industri otomotif di
Indomobil Group ditentukan berdasarkan hal-hal berikut :
1). Masyarakat sekitar
i. Lokasi penelitian yaitu Kelurahan Jatimulya, Kecamatan Tambun Selatan
Kabupaten Bekasi Jawa Barat untuk lokasi dari PT. Suzuki Indomobil Sales.
Berdasarkan data monografi tahun 2009, luas wilayah Desa Jatimulya
sekitar 568 ha, dan tingkat kepadatan penduduk desa mencapai 140 jiwa per
hektar. Jumlah penduduk tercatat sebanyak 37.373 orang laki-laki dan
42.324 orang perempuan (Kelurahan Jatimulya, 2009)
ii. Lokasi penelitian untuk PT. Hino Motors Manufacturing Indonesia dan PT.
Nissan Motor Indonesia adalah terhadap masyarakat sekitar lokasi kawasan
industri Kota Bukit Indah dimana kedua perusahaan berada, yaitu desa
Dangdeur Kecamatan Bungursari Kabupaten Purwakarta Jawa Barat,
dengan jumlah penduduk di desa Dangdeur saat ini adalah 1.665 yang terdiri
dari 814 laki-laki dan 851 wanita dengan luas area sekitar 875,89 ha atau
dengan kepadatan penduduk sekitar 2 orang setiap ha (Desa Dangdeur,
2009).
Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Isaac and Michael, diacu dalam
Powell (1998), maka jumlah contoh yang diambil dengan Margin Error
10% untuk masing-masing merek adalah :
1. Suzuki : 100 orang
2. Hino dan Nissan : 91 orang

Teknik pengambilan contoh dilakukan dengan cara purposive sampling


memanfaatkan pertemuan dari para tokoh masyarakat seperti para Ketua RT
dan RW yang mengadakan pertemuan di Kantor Kelurahan Jatimulya yang
dianggap dapat merepresentasikan masyarakat Kelurahan jatimulya,
sedangkan di Desa Dangdeur adalah dengan berdasarkan petunjuk dari para
aparat desa untuk memberikan kuesioner kepada orang-orang yang dianggap
92

mengetahui pokok permasalahan sehubungan dengan penelitian ini, dengan


memperhatikan keterwakilan dari tiap wilayah dalam Desa Dangdeur.
2) Kinerja produk otomotif, yaitu emisi gas buang mobil baru yang diproduksi
baik merek Suzuki yang diproduksi oleh PT. SIM, merek Nissan yang
diproduksi oleh PT. NMI, dan merek Hino yang diproduksi oleh PT. HMMI.

b. Langkah-langkah penelitian
Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini terangkum dalam Tabel 12.
Tabel 12. Langkah-langkah penelitian

No. Tujuan Metode Sumber data Parameter/peubah Analisis data Output yang
diinginkan
1 Menentukan nilai indeks Survai/kuantitatif Data Primer Atribut-atribut CSR MDS Indeks CSR
keberlanjutan CSR dalam industri dan sekunder berkelanjutan berkelanjutan dalam
otomotif (Ekonomi, Sosial Industri Otomotif
dan Ekologi)
2. Menvalidasi atribut-atribut CSR Kalkulasi Data primer Atribut-atribut CSR Uji Friedman Hasil uji hubungan
berkelanjutan berkelanjutan antar variabel dalam
(Ekonomi, Sosial atribut CSR
dan Ekologi) berkelanjutan
2. Menyaring data hasil indeks Survai/kuantitatif Data Primer Atribut-atribut Prospective Faktor-faktor
keberlanjutan dan sekunder keberlanjutan analysis pengungkit dari
indeks keberlajutan
3. Membangun model CSR Pairwise --Hasil analisa a. Atribut yang AHP -Model CSR dalam
berkelanjutan dalam industri comparisons keberlanjutan perlu diperbaiki industri otomotif
otomotif --Responden hasil analisis
(pakar) CSR
berkelanjutan
b. Jenis aktivitas
CSR
c. Pemangku
kepentingan
4. Merumuskan rekomendasi kebijakan Deskriptif Hasil AHP Deskriptif Terumuskannya
dan strategi pelaksanaan CSR rekomendasi
berkelanjutan dalam industri kebijakan CSR yang
otomotif berkelanjutan dalam
bidang otomotif
95

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Perusahaan


4.1.1 Indomobil Group
Indomobil Group adalah suatu grup perusahaan yang merupakan agen
tunggal pemegang merek (ATPM) dan distributor dari merek kendaraan yang
terkenal, yaitu Suzuki, Nissan, Hino, Audi, Volvo, Renault, Volkswagen dan
Cherry. Untuk merek Suzuki, Nissan dan Hino adalah merek yang diimpor
secara terurai dan sebagian komponennya dibuat di dalam negeri. Sedangkan
merek lainnya diimpor dalam keadaan utuh, kecuali merek Cherry yang masih
dalam skala kecil, dengan komponen dibuat di dalam negeri. Fokus dalam
penelitian ini adalah tiga merek pertama, yaitu Suzuki, Nissan dan Hino.
Perusahaan yang menaungi kendaraan merek Suzuki adalah PT. Suzuki
Indomobil Motor (PT. SIM), dan yang menaungi kendaraan merek Nissan
adalah PT. Nissan Motor Indonesia (PT. NMI), serta kendaraan merek Hino
adalah PT. Hino Motors Manufacturing Indonesia (PT. HMMI).
Secara umum, posisi produk Indomobil Group dalam pangsa pasar
(market share) mobil nasional, yaitu Suzuki 13% (58.095 unit), Nissan 4%
(19.040 unit), dan Hino jumlahnya kecil, namun merupakan produsen mobil
Truk dan Bus peringkat pertama untuk kelas jenis kendaraan niaga besar (truk
dan bus) di Indonesia per Agustus 2008 (Indomobil Group, 2008).
Visi dan misi dari Indomobil Group adalah :
Visi : Menjadi perusahaan otomotif terhandal dan terpercaya di dalam negeri
Misi : Mengembangkan seluruh sumberdaya yang dimiliki secara
berkesinambungan untuk meningkatkan profesionalisme bagi
kepuasan pelanggan.
Memberikan kontribusi dan berupaya sepenuhnya bagi pengembangan
usaha perseroan.
Memberikan komitmen dan nilai terbaik bagi seluruh pihak terkait
yang berkepentingan, dengan memperhatikan kepentingan masyarakat.
96

Dari visi dan misi tersebut tergambar secara jelas komitmen dan nilai terbaik
yang diberikan perusahaan terhadap pihak masyarakat di sekitar lokasi pabrik
dan juga pihak terkait lainnya yang berkepentingan (pemangku kepentingan).

4.1.2 PT. Suzuki Indomobil Motor (PT. SIM)


Perusahaan industri otomotif ini beroperasi di daerah Bekasi yang
berlokasi di jalan Jl Raya Diponegoro KM 38.2, Tambun, Bekasi semenjak Mei
1991. PT. SIM bergerak dalam bidang pembuatan komponen body dan
assembling mobil baru merek Suzuki. Perusahaan mempekerjakan 2.775 orang
karyawan, dengan perincian sebagai berikut :
Production
Press : 157 orang
Welding : 651 orang
Painting : 409 orang
Assembly : 521 orang
PMC : 223 orang
Final Inspection : 69 orang
PPIC : 29 orang
Subtotal 2.059 orang

Production support : 424 orang


Other : 292 orang

Total : 2.775 orang

Bentuk struktur organisasi pada perusahaan PT. Suzuki Indomobil Motor


sebagaimana dimuat pada Gambar 9.
97

Production

Pressing Welding Assembling Final Power Part


shop shop shop inspection Maint. insp

PPIC Design Tech. control Manufacture eng NA

Gambar 9
Struktur organisasi PT SIM ( PT. SIM, 2008)

Jumlah produksi mobil merek Suzuki yang telah diproduksi dan yang masih
diproyeksikan untuk masa mendatang dimuat pada Tabel 13.

Tabel 13. Realisasi produksi mobil merek Suzuki


Tahun Produksi Realisasi (unit) Proyeksi (unit)
2000 46568 -
2001 53226 -
2002 62955 -
2003 71295 -
2004 81813 -
2005 104099 -
2006 51902 -
2007 60012 -
2008 83042 -
2009 49747 -
2010 - 107.820
Sumber : Laporan Produksi PT SIM, 2000-2009
98

Produk dari PT. SIM adalah berbagai jenis kendaraan roda empat seperti dimuat
pada Tabel 14.

Tabel 14. Daftar produk Suzuki


No. Nama Jenis Cc Transmisi
1 Neo Baleno Sedan 1500 Manual
2. Neo Baleno Sedan 1500 Automatic
3. Carry SL410MB Minibus 1000 Manual
4. Carry SL410PU Pick Up 1000 Manual
5. Karimun Estillo Sedan kecil 1100 Manual
6. Futura SL415MB Minibus 1500 Manual
7. Futura SL415PU Pick Up 1500 Manual
8. APV GC415VMB Minibus 1500 Manual
9. APV GC415VMB Minibus 1500 Automatic
10. Swift STMT Sedan 1500 Manual
11. Swift STAT Sedan 1500 Automatic
12. SX-Over MT Sedan 1500 Manual
13. SX-Over AT Sedan 1500 Automatic
14. Grand Vitara 2.0 MT Jeep 2000 Manual
15. Grand Vitara 2.0 AT Jeep 2000 Automatic
16. Grand Vitara 2.4 MT Jeep 2400 Manual
17. Grand Vitara 2.4 AT Jeep 2400 Automatic
Sumber : UPL/UKL PT. SIM, 2008
99

4.1.3 Proses produksi


Proses pembuaatan komponen kendaraan bermotor roda empat dan
perakitannya bermula dari pengadaan material terurai atau completely knocked
down (CKD) yang terdiri dari CKD import dan CKD lokal. CKD impor
merupakan komponen jadi yang didatangkan dari beberapa negara produsen
CKD, seperti Jepang. Kondisi CKD impor merupakan komponen jadi yang
sudah siap pakai untuk melengkapi pembuatan sebuah kendaraan utuh atau
completely built up (CBU). Sedangkan CKD lokal merupakan komponen yang
di produksi sendiri di dalam negeri oleh PT Suzuki Indomobil Motor dari bahan
baku yang sebagian besar berbahan dasar logam jenis Fe3C (besi baja).
Sebagian besar bahan baku tersebut merupakan bahan baku lokal, namun
beberapa diantaranya masih merupakan bahan baku impor.
Bahan baku berbentuk steel plat dan steel pipe ini pertama kali diproses
pada shearing shop. Pada tahap ini dilakukan pemolaan berdasarkan spesifikasi
kendaraan yang akan diproduksi. Bahan baku kemudian dipotong pada cutting
shop berdasarkan pola yang ditentukan sebelumnya. Hasil pemotongan
merupakan raw parts yang sudah berbentuk sesuai peruntukannya. Proses ini
menggunakan cutter bertekanan hydraulic dengan variable tekanan 0-50
kg/cm2. Raw parts selanjutnya dicetak pada Stamping Press Shop membentuk
stamped parts yang sudah mulai berbentuk tiga dimensi. Proses ini
menggunakan stamper bertekanan hydraulic dengan variable tekanan antara 15
5.000 tom/m2. Stamped parts kemudian disambung antara satu dengan yang
lain dan atau dengan komponen non stamped parts pada bending shop
membentuk small parts dan big parts, seperti top roof, fuel tank, chasis.
Beberapa bagian small parts dan big parts yang terbentuk disambung lagi
melalui pengelasan pada welding shop sehingga membentuk komponen yang
lebih sempurna untuk dipakai pada proses perakitan CBU. Komponen ini
dikenal sebagai welded parts. Welded parts selanjutnya memasuki proses
surface treatment yang terdiri dari pemolesan, pembersihan, dan pengecatan.
Sebagian welded parts memang harus mengalami pemolesan dengan
menggunakan buffer dan grinder pada Buffing Shop guna meratakan bekas-
100

bekas pengelasan yang menebal. Namun sebagian lagi tidak memerlukan proses
pemolesan dan dapat langsung memasuki proses pengecatan.
Sebelum pengecatan welded parts (baik yang dipoles maupun tanpa
poles) terlebih dahulu dilakukan pretreatment guna membebaskan senyawa
lemak yang menempel pada permukaan komponen yang bersumber dari cairan
oli yang membasahi permukaan bahan baku sejak awal proses produksi, guna
menghindari overheating sekaligus gesekan yang dapat menimbulkan cacat
pada permukaan komponen, khususnya saat proses stamping press.
Komponen yang sudah bebas noda lemak diumpan ke Painting Shop
melalui overhead conveyor yang bergerak seperti ikan lumba-lumba.
Pengecatan dengan teknologi ramah lingkungan yang dikenal dengan cathodic
electro deposition. Teknologi yang menggunakan metode electroplating ini
memberikan muatan listrik negatif pada material cat (sebagai katode).
Timbulnya gaya listrik akibat perbedaan muatan mengakibatkan terjadinya
adhesi elektrokimia yang sangat kuat diantara ion berbeda, sehingga ikatan
permukaan antara material komponen dan material cat berada pada tingkat
kekuatan sangat tinggi. Komponen yang sudah di cat selanjutnya dikeringkan
dengan oven pada suhu 1700C. Pengecatan ini selain bertujuan untuk
memberikan nilai estetika, juga memberikan proteksi tehadap komponen yang
rawan oksidasi. Painted parts, CKD lokal dan CKD impor secara simultan
diumpan ke Assembling Shop guna perakitan CBU kendaraan bermotor roda
empat.
Produk CBU memasuki tahapan proses produksi akhir berupa test inspection,
yang dilakukan, terutama untuk menguji body performance, mechanical and
lighting performance, electrical and audio performance, kekedapan suara dan
air dalam kabin, serta performa kendaraan saat dipacu pada beberapa tingkat
kesulitan medan jalan. Sebagai rangkaian akhir manajemen mutu produksi
diterapkan secara cradle to grave dengan sistem manajemen mutu ISO 9001
(PT SIM, 2008).
101

4.2 Analisa Kawasan PT SIM


4.2.1 Kondisi Geografis dan Keadaan Wilayah
PT SIM berada di lokasi Kelurahan Jatimulya Kecamatan Tambun
Selatan Kabupaten Bekasi yang secara geografis kelurahan Jatimulya terletak
pada ketinggian 14 m di atas permukaan laut (dpl). Keadaan rataan suhu di
Kelurahan Jatimulya 320 - 400C dengan luas wilayah 567,321 ha, terdiri dari
18 wilayah rukun warga dan 168 wilayah rukun tetangga (RT).
Secara administratif wilayah Jatimulya berbatasan dengan daerah-
daerah seperti dimuat pada Tabel 15.
Tabel 15. Batas wilayah Kelurahan Jatimulya
Letak Batas Desa/Kelurahan Keterangan
Sebelah Utara Setiamekar Kecamatan Tambun Selatan Kabupaten
dan jalan protokol Diponegoro Bekasi
Sebelah Timur Setia Darma dan Lambang Sari Kabupaten
Kecamatan Tambun Selatan Bekasi
Sebelah Selatan Mustikajaya dan Mustika sari Kecamatan Kota Bekasi
Mustikajaya
Sebelah Barat Margahayu dan Pengasinan Kecamatan Kota Bekasi
Bekasi Timur dan Rawa Lumbu
Sumber : Kelurahan Jatimulya, 2009

4.2.2 Keadaan Penduduk


Kelurahan Jatimulya merupakan kelurahan terpadat se Kabupaten Bekasi
dengan jumlah penduduk 79.697 jiwa yang terdiri dari 37.373 jiwa laki-laki dan
42.324 jiwa perempuan dengan jumlah kepala keluarga 17.343, sesuai laporan
penyelenggaraan Pemerintahan Tahun 2009.
Dilihat dari mata pencahariannya, struktur penduduk kelurahan
Jatimulya, seperti dimuat pada Tabel 16.
102

Tabel 16. Struktur penduduk kelurahan Jatimulya


No. Jenis Pekerjaan Persentase
(%)
1 Bidang Pertanian 15,4
2 Bidang Peternakan 0,04
3 Bidang Jasa Pemerintahan/Non Pemerintahan 19,08
4 Biadang Perdagangan 34,84
5 Bidang Industri 12,41
6 Bidang Jasa Lembaga Keuangan 3,28
7 Bidang Jasa Komunikasi dan Angkutan 5,72
8 Bidang Jasa Lainnya 8,16
Sumber : Kelurahan Jatimulya, 2009

Dengan demikian mayoritas penduduk Kelurahan Jatimulya adalah bekerja di


sektor perdagangan, jasa dan industri. Sedangkan yang bekerja di sektor
pertanian hanya sebagian kecil saja. Mayoritas masyarakat Kelurahan Jatimulya
merupakan suku/etnis Betawi sebanyak 35,62%, suku/etnis Jawa sebanyak
14,43%, suku/etnis Sunda sebanyak 11,77%, suku/etnis Batak 5,76% dan
suku/etnis lainnya sebanyak 0,57%. Meskipun demikian, migrasi penduduk dari
berbagai etnis tersebut telah hidup berdampingan dan berkembang di wilayah
Kelurahan Jatimulya. Nilai-nilai, norma dan kaidah budaya Betawi tampak
melekat dan dominan dalam kehidupan masyarakat Kelurahan Jatimulya.
Selain dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya Betawi, pola kehidupan
masyarakat Kelurahan Jatimulya diwarnai oleh nilai-nilai agama, khususnya
agama Islam yang dianut oleh sebagian besar masyarakat. Dinamika religiusitas
masyarakat nampak dalam aktivitas sehari-hari dan pembinaan keagamaan,
seperti taman pendidikan agama Islam, organisasi massa ke-Islaman, yayasan,
masjid, madrasah, majlis talim, lembaga ekonomi Islam dan lain-lain.
103

4.2.3 Penggunaan Lahan


Mayoritas wilayah Kelurahan Jatimulya merupakan lahan permukiman dan
terdiri dari beberapa daerah industri baik itu industri rumahtangga sampai
kepada industri berat. Pembagian lahan secara terinci dimuat pada Tabel 17.
Tabel 17. Pembagian lahan di kelurahan Jatimulya
No. Penggunaan Luas (Ha)
1 Permukiman (61%)
a. Permukiman KPR-BTN 121.123
b. Permukiman umum 224.943
2 Untuk Bangunan (34%)
a. Perkantoran 3.075
b. Sekolah 6.319
c. Pertokoan/Perdagangan 2.826
d. Pasar 0.800
e. Tempat peribadatan (Masjid, Mushola) 56.575
f. Kuburan/makam 6.085
g. Jalan 109.970
h. Lain-lain 6.205
3. Pertanian sawah (3%)
a. Sawah Pertanian Teknis (irigasi) 5.673
b. Sawah Tadah Hujan 11.025
4. Rekreasi dan Olah Raga (2%)
a. Lapangan Sepak Bula 3.200
b. Lapangan Bola Volley/Basket 1.650
c. Lain-lain 5.830
Jumlah Luas Seluruhnya 567.321
Sumber : Kelurahan Jatimulya, 2009

Lokasi pusat Pemerintahan Kelurahan Jatimulya dekat dengan perbatasan


Kabupaten, sehingga jarak dari pusat pemerintahan Kelurahan Jatimulya ke
104

pusat pemerintahan Kabupaten bekasi tidak terlalu dan dapat dijangkau, yaitu
sekitar 15 km.

4.2.4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur dan Gender


Tabel 18. Jumlah penduduk menurut kelompok umur
No. Kelompok Umur (Tahun) Tahun 2008 (orang) Tahun 2009
(orang)
1 01 1.564 1,594
2 >1-<5 4,692 4.782
3 >5-<7 6,256 6.376
4 > 7 - < 15 7.820 7.970
5 > 15 - < 56 33.627 34.270
6 > 56 24.243 24.706
Sumber : Kelurahan Jatimulya, 2009

Dari Tabel 18 terlihat bahwa kelompok usia terbesar yang mendominasi dalam
struktur penduduk Kelurahan Jatimulya adalah kelompok produktif, yaitu usia
>15 tahun hingga 55 tahun. Sedangkan kelompok terkecil adalah usia 1 tahun ke
bawah. Ini berarti kelurahan Jatimulya sebagian besar adalah kelompok pekerja.
Jumlah penduduk perempun sedikit lebih banyak dari pada penduduk laki-laki
(Tabel 19).

Tabel 19. Jumlah penduduk berdasarkan gender (jenis kelamin)


No. Indikator Tahun 2008 (orang) Tahun 2009
(orang)
1 Jumlah penduduk 78.203 79.697
2 Jumlah laki-laki 36.703 37.373
3 Jumlah perempuan 41.501 42.324
4 Jumlah kepala keluarga 17.068 KK 17.343 KK
Sumber : Kelurahan Jatimulya, 2009
105

4.2.5 Data Tingkat Perkembangan


1.Pendidikan
a. Tingkat pendidikan
Tabel 20. Jumlah penduduk sesuai tingkat pendidikan
No. Tingkat pendidikan penduduk usia 15 tahun Tahun 2008 Tahun
keatas (orang) 2009
(orang)
1. Jumlah penduduk buta huruf 578 568
2. Jumlah penduduk tidak tamat SD/sederajat 1.736 1.769
3. Jumlah penduduk tamat SD/sederajat 4.051 4.128
4. Jumlah penduduk tamat SLTP/sederajat 9.838 10.026
5. Jumlah penduduk tamat SLTA/sederajat 29.514 30.078
6. Jumlah penduduk tamat D1-D3 8.681 8.846
7. Jumlah penduduk tamat S1-S3 3.483 3.551
Sumber: Kelurahan Jatimulya, 2009
Jumlah penduduk kelurahan Jatimulya adalah sebagian besar lulusan SLTA atau
sederajat, disamping jumlah penduduk lulusan perguruan tinggi yang jumlahnya
cukup memadai.

.b. Wajib belajar


Tabel 21. Wajar (Wajib Belajar) 9 tahun dan angka putus sekolah
No. Wajib Belajar 9 Tahun dan Angka Putus Tahun 2008 Tahun
Sekolah (orang) 2009
(orang)
1. Jumlah penduduk usia 7-15 tahun 7.820 7.970
2. Jumlah penduduk usia 7-15 tahun masih 7.780 7.935
sekolah
3. Jumlah penduduk usia 7-15 tahun putus 40 35
Sekolah
Sumber: Kelurahan Jatimulya, 2009
Dari angka di atas (Tabel 21), hanya sebagian kecil jumlah penduduk usia 7-15
tahun yang tidak dapat menyelesaikan sekolahnya atau putus sekolah.
106

. c. Prasarana pendidikan
Tabel 22. Prasarana pendidikan
No. Prasarana Pendidikan Tahun 2008 Tahun
(buah) 2009
(buah)
1. SLTA/sederajat 9 9
2. SLTP/sederajat 5 5
3. SD/sederajat 15 15
4. Jumlah lembaga pendidikan agama 47 51
5. Lembaga pendidikan lain (kursus/sejenis) 5 5
Sumber : Kelurahan Jatimulya, 2009

2. Kesehatan masyarakat
Pada umumnya kondisi kesehatan masyarakat Kelurahan Jatimulya
dalam kondisi baik, dimana angka kematian bayi adalah 0,1 % terhadap jumlah
bayi yang lahir. Selanjutnya, jumlah balita bergizi buruk adalah 0,3% dari
jumlah balita. Mayoritas masyarakat adalah pengguna air sumur pompa, dan
seluruh rumah tangga telah memiliki jamban/WC.

3. Ekonomi Masyarakat
3.a. Pengangguran
Tabel 23. Jumlah penduduk pengangguran
No. Pengangguran Tahun 2008 Tahun
(orang) 2009
(orang)
1. Jumlah penduduk usia kerja 15-56 tahun 33.627 34.270
2. Jumlah penduduk usia kerja 15-56 tahun 4.630 4.718
tidak kerja
3. Jumlah penduduk wanita usia 15-56 24.201 24.964
tahun menjadi ibu rumah tangga
4. Jumlah penduduk usia >15 tahun yang 7 7
cacat sehingga tidak dapat bekerja
Sumber : Kelurahan Jatimulya, 2009
Jumlah penduduk yang tidak bekerja pada usia 15-56 tahun mencapai kurang
lebih 13% dari jumlah penduduk usia kerja antara 15-56 tahun. Angka ini tidak
107

terlalu besar, atau tidak menjadi permasalahan bagi masyarakat Kelurahan


Jatimulya.
3.b Pendapatan
Tabel 24. Jenis mata pencaharian masyarakat
Tahun 2008 Tahun 2009
No. Sumber Pendapatan (orang) (orang)
1. Pertanian 9.694 9.879
2. Kehutanan - -
3. Perkebunan - -
4. Peternakan 25 25
5. Perikanan - -
6. Perdagangan 21.832 22.252
7. Jasa 22.648 23.083
8. Penginapan/hotel/sejenis 187 187
9. Pariwisata - -
10. Industri Rumah tangga 8.278 8.436
Sumber : Kelurahan Jatimulya, 2009

3.c. Kelembagaan ekonomi


Tabel 25. Kelembagaan ekonomi
No. Kelembagaan ekonomi Tahun 2008 Tahun 2009
(buah) (buah)
1. Pasar - -
2. Lembaga koperasi/sejenis 2 2
3. BUMDes - -
4. Warung makan 50 53
5. Angkutan R4 90 85
6. Toko/kios 212 256
7. Pangkalan ojek, becak, delman atau 10 17
sejenis
Sumber: Kelurahan Jatimulya, 2009
108

3.d. Tingkat kesejahteraan


Tabel 26. Tingkat kesejahteraan masyarakat
No. Tingkat kesejahteraan Tahun 2008 Tahun
(kel) 2009 (kel)
1. Jumlah keluarga 17.068 17.269
2. Jumlah keluarga prasejahtera 315 319
3. Jumlah keluarga sejahtera-1 3.474 3.513
4. Jumlah keluarga sejahtera-2 8.515 8.617
5. Jumlah keluarga sejahtera-3 2.858 2.892
6. Jumlah keluarga sejahtera-3 plus 1.906 1.928
Sumber : Kelurahan Jatimulya, 2009
Dari data pada Tabel 26 terlihat bahwa kelompok keluarga sejahtera-2 adalah
jumlah terbesar dalam struktur masyarakat ini. Keluarga sejahtera-2 adalah
keluarga yang dapat memenuhi indikator-indikator berikut :
1. Pada umumnya anggota keluarga makan dua kali sehari atau lebih.
2. Anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk di rumah,
bekerja/sekolah dan bepergian.
3. Rumah yang ditempati keluarga mempunyai atap, lantai dan dinding yang
baik.
4. Bila ada anggota keluarga sakit dibawa ke sarana kesehatan.
5. Bila pasangan usia subur ingin ber Keluarga Berencana (KB) pergi ke sarana
pelayanan kontrasepsi.
6. Semua anak umur 7-15 tahun dalam keluarga bersekolah.
7. Pada umumnya anggota keluarga melaksanakan ibadah sesuai dengan agama
dan kepercayaan masing-masing.
8. Paling kurang sekali seminggu seluruh anggota keluarga makan daging/ikan/
telur.
9. Seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu pasang pakaian
baru dalam setahun.
10. Luas lantai rumah paling kurang 8 m2 untuk setiap penghuni rumah.
109

11.Tiga bulan terakhir keluarga dalam keadaan sehat, sehingga dapat


melaksanakan tugas/fungsi masing-masing.
12. Ada seorang atau lebih anggota keluarga yang bekerja untuk memperoleh
penghasilan.
13. Seluruh anggota keluarga umur 10 60 tahun dapat baca tulisan latin.
14. Pasangan usia subur dengan anak dua atau lebih menggunakan alat/obat
kontrasepsi.
Atau secara umum dapat dikatakan bahwa keluarga sejahtera-2 adalah
keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan dasar dan
kebutuhan sosial psikologisnya, akan tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan
kebutuhan perkembangannya (developmental needs), seperti kebutuhan untuk
peningkatan pengetahuan agama, interaksi dengan anggota keluarga dan
lingkungannya, serta akses kebutuhan memperoleh informasi (BKKBN, 2008).

4. Keamanan dan ketertiban


Kondisi keamanan dan ketertiban di wilayah kelurahan Jatimulya pada
periode 2008 hingga 2009 rsosialf aman. Hal ini ditandai dengan hanya terjadi 1
kejadian pada tahun 2008 yang merupakan konflik antar-kelompok, kasus
perkelahian 2 orang, pencurian 3 kali di tahun 2008 dan 1 kali di tahun 2009. Hal
ini ditunjang dengan banyaknya jumlah personil pos keamanan lingkungan, yaitu
147 orang di tahun 2008 dan 150 orang di tahun 2009. Jumlah Hansip yang adalah
15 orang.

4.2.6 PT.NMI
a. Gambaran Umum
PT. Nissan Motor Indonesia adalah produsen mobil merek Nissan
berlokasi di dalam kawasan industri Kota Bukit Indah tepatnya di Blok A-III
Lot 1-14. Lokasi tersebut berada di wilayah Desa Dangdeur, Kecamatan
Bungursari, Kabupaten Purwakarta. Karakteristik dari Desa Dangdeur sebagai
kawasan industri yang dijadikan lokasi berdirinya pabrik ini, dikarenakan letak
geografisnya sebagai sarana kawasan bagi kegiatan industri dan komersial
110

lainnya berada dekat dengan kota Purwakarta, serta berada di tengah untuk jalur
ruas Jakarta-Bandung dan Cirebon dengan fasilitas yang sangat memadai untuk
mencapai ketiga kota utama tersebut. PT. Nissan Motor Indonesia atau PT NMI
memiliki luas areal seluas 211.636 m2 .
b. Proses Produksi
Proses produksi yang dilakukan adalah perakitan dari komponen-
komponen mobil yang dirakit di Body Shop. Kemudian setelah dirakit, Body
mobil dikirim ke Paint Shop untuk proses pengecatan. Dari Paint Shop ke Final
Assy untuk proses pemasangan spare parts dan terakhir ke Test Central. Limbah
cair dari Paint Shop diolah di instalasi pengolah air limbah (IPAL), sedangkan
limbah padat ditampung dan diambil oleh swasta. Rangkaian proses produksi itu
(Gambar 10) didahului oleh proses stamping, yaitu proses pembuatan
komponen body.
111

Logistic Palet kayu


Material Kertas
Plastik
Besi
Pembongkaran Bising
peti-peti CKD
Debu
(completely
knock down)

Metal Body Shop Paint Shop Trim & Test Centre


Stamping Chassis
ng Pengecatan
(Cetak Pengecatan Pengecatan Pengecatan
Body) Komponen- Komponen Komponen- Komponen-
komponen komponen komponen komponen
Body Part Body Part Body Part Body Part

Debu Sand Pretreatment Kertas Debu


Bising Blasting & E.D Plastik Bising
Bising Sisa
Debu pengolahan
limbah
Sludge
phospatic
Sludge E.D
Gas

Gambar 10. Diagram alur produksi (PT. NMI, 2008)

c. Produk PT. NMI


Produk dari mobil bermerek Nissan keluaran PT. Nissan Motor Indonesia cukup
beragam jenisnya, seperti dimuat pada Tabel 27.
112

Tabel 27. Daftar Produk PT. NMI (Nissan)

No. Nama Jenis Cc Transmisi


1. Grand Livina 1.5 MT Sedan 1.500 Manual
2. Grand Livina 1.5 AT Sedan 1.500 Automatic
3. Livina XR Sedan 1.500 Manual
4. Livina XR Sedan 1.500 Automatic
5. Livina X-Gear Sedan 1.500 Manual
6. Livina X-Gear Sedan 1.500 Automatic
7. Latio Sedan kecil 1.500 Automatic
8. Grand Livina 1.8 MT Sedan 1.800 Manual
9. Grand Livina 1.8 AT Sedan 1.800 Automatic
10. Serena CT Minibus Automatic
11. Serena Highway Star Minibus Automatic
12. X-Trail 2.0 Jeep 2.000 Manual
13. X-Trail 2.0 Jeep 2.000 Automatic
14. X-Trail 2.5 Jeep 2.500 Manual
15. X-Trail 2.5 Jeep 2.500 Automatic
16. Frontier Navara DC 4x4 Jeep Manual
17. Frontier Navara DC 4x4 Jeep Automatic
Sumber : PT.NMI, 2008

Jumlah tenaga kerja yang bekerja di PT. NMI dimuat pada Tabel 28.

Tabel 28. Jumlah tenaga kerja di PT. Nissan Motor Indonesia


Pendidikan
Klasifikasi Pekerja Jumlah Pendidikan Pendidikan Akademi/Perg.
SMP SMA Tinggi

1. Manajer ke atas 8 - - 8
2. Staff 54 - 7 47
3. Buruh/karyawan 443 - 423 10
Sumber : PT.NMI, 2008

4.2.7 PT.HMMI
a. Gambaran umum
PT. HMMI adalah perusahaan yang bergerak di dalam pebuatan
komponen dan perakitan kendaraan bermotor roda empat dan lebih yaitu jenis
truck dan bus. Perusahaan memiliki lokasi pabrik dalam Kawasan Industri Kota
Bukit Indah (KBI) terdapat di Blok D1 nomor 1, sebagaimana PT. Nissan
Motor Indonesia, terdapat di kawasan industri KBI berada di wilayah Desa
Dangdeur, Kecamatan Bungursari, Kabupaten Purwakarta.
113

PT. HMMI memiliki luas lahan 119.790 m2 dengan jumlah karyawan


588 orang (Tabel 29).

Tabel 29. Jumlah tenaga kerja di PT. HMMI


Pendidikan
Klasifikasi Jumlah Pend. Pend. Pend. Akademi/PT
Pekerja SD SMP SMA
1. Manajer keatas 57 - - 2 55
2. Staff
3. Buruh/karyawan 174 3 5 52 114
4. Lainnya(satpam, 346 - 4 342 -
office boy, dll)
11 - 5 6 -

Total 588 3 14 402 169


Sumber : UPL/UKL tahun 2008 (PT. HMMI, 2009)
b. Proses Produksi
Proses produksi yang dilakukan oleh PT. HMMI adalah sebagaiman yang
tergambar dalam proses alur produksi dimuat pada Gambar 11. Dari proses
produksi tersebut dihasilkan limbah baik padat, cair maupun polusi udara.
114

Raw material

Engine Suspensi Drive Transmisi Lain-lain Steering Chassis Cabin/


system Axle (Tire, body
spring
shock, dll)

1 Welding and
Assembling
Rinsing and Washing Cabin

Washing,
rinsing &
2 phospating

Assembling sub Painting


assy & pelumasan ED coat
3 Assembling sub
assy & pelumasan
Assembling Assembling Assembling Assembling Washing and
engine assy suspensi drive axl & transmisi & rinsing
& system & pelumasan pelumasan
pelumasan pelumasan

Painting
E/G
test
(kedap
suara)

4
Engine Suspensi Drive Transmisi Transmisi Chassis Cabin
assy system axle assy assy assy assy
assy
assy

Assembling Kendaran Bermotor

Keterangan: Final inspection.


1. Kayu, karton Cabin assy
2. Air cucian Warehouse/storage Sludge and
3. Pelumas dan oli waste water
4. Oli
Gambar 11. Alur proses produksi
c. Jenis Produk .
Jenis produk yang dikeluarkan oleh PT. HMMI bermerek Hino adalah produk
yang mengkhususkan diri pada jenis jenis kendaraan komersial besar baik truk
maupun bus, serta jenis chassis untuk berbagai keperluan modifikasi. Produk-
produk yang dimaksud dimuat pada Tabel 30.

Tabel. 30. Jenis produk PT HMMI (HINO)


No Nama Jenis GVW Transmisi
1. Dutro 110SDWU302 Pick Up/Truck 5.200 kg Manual
2. Dutro110LDWU342 Pick Up/Truck 7.500 kg Manual
3. Dutro 130MDWU342 Pick Up/Truck 8.000 kg Manual
4. Dutro 130HDWU342 Pick Up/Truck 8.750 kg Manual
5. FG235JJ Pick Up/Truck 15.100 kg Manual
6. FG235JK Pick Up/Truck 15.100 kg Manual
7. FG235JL Pick Up/Truck 15.100 kg Manual
8. FG235JP Pick Up/Truck 15.100 kg Manual
9. FG260JM Pick Up/Truck 15.100 kg Manual
10. SG260JT/H Pick Up/Truck 26.000 kg Manual
11. FL235JN Pick Up/Truck 26.000 kg Manual
12. FL235JW Pick Up/Truck 26.000 kg Manual
13. FL235JT Pick Up/Truck 26.000 kg Manual
14. FL260JT Pick Up/Truck 26.000 kg Manual
15. FL260JW Pick Up/Truck 26.000 kg Manual
16. FM260J Dump Pick Up/Truck 26.000 kg Manual
17. FM260J Mixer Pick Up/Truck 26.000 kg Manual
18. FM 320P T/H Pick Up/Truck 26.000 kg Manual

(PT.HMMI, 2009)
116

4.2.8 Analisa kawasan PT. NMI dan HMMI


PT. NMI dan HMMI sama-sama berlokasi di dalam Kawasan Industri Kota Bukit
Indah yang terletak di wilayah Desa Dangdeur, Kecamatan Bungursari, Kabupaten
Purwakarta. Profil Desa Dangdeur adalah :

a. Kondisi geografis dan keadaan wilayah


Luas wilayah Desa Dangdeur adalah 840 Ha dan menurut tipologinya adalah
merupakan Desa sekitar hutan, karena terdapat hutan jati di wilayah tersebut yang
dikuasai oleh negara. Penggunaan lahan di desa Dangdeur secara terinci di Tabel 31.

Tabel 31. Luas lahan di Desa Dangdeur


Jenis Tanah Luas (Ha)
Tanah sawah
- Sawah tadah hujan 119,910
Tanah kering
- Tegal/ladang 115,445
- Pemukiman 107
Tanah perkebunan
- Tanah perkebunan rakyat 86,0211
Tanah fasilitas umum
- Kas desa 1,4875
- Lapangan 0,0780
- Perkantoran Pemerintah 0,5307
- Lainnya 6,7482
Tanah hutan
- Hutan lindung (Jati) 414

Tanah sawah adalah berbentuk sawah tadah hujan, karena sampai saat ini
belum ada irigasi yang dibuat untuk mengairi sawah tersebut. Sedangkan hutan
117

lindung yang dimaksud adalah milik Perum Perhutani dan terdiri dari hutan Jati.
Dilihat dari lokasinya letak desa Dangdeur berada 3,5 km dari ibu kota kecamatan
terdekat (Bungursari), dengan bentangan wilayah desa Dangdeur berbentuk datar.

b. Potensi sumberdaya manusia


Komposisi jumlah penduduk di desa Dangdeur adalah seperti dimuat pada
Tabel 32.

Tabel 32. Komposisi jumlah penduduk

No. Komposisi Penduduk Jumlah (orang)


1 laki-laki 965
2 Perempuan 970
4 Total 1.935
(Kecamatan Bungursari, 2009)

Dari data tersebut, terlihat jumlah laki-laki dan perempuan di desa Dangdeur adalah
seimbang atau setara. Dibanding dengan luas lahan Desa Dangdeur jumlah penduduk
Desa Dangdeur tidak terlalu besar dengan komposisi penduduk menurut kelompok
umur seperti dimuat pada Tabel 33
Tabel 33. Jumlah penduduk menurut kelompok umur
No. Kelompok Umur (Tahun) Jumlah (orang)
1 56 58
2 7 12 234
3 13 15 68
4 16 21 135
5 22 59 1.169
6 > 60 116
(Kecamatan Bungursari, 2009)
Jumlah penduduk terbesar di Desa Dangdeur adalah kelompok usia 22 59 tahun
atau berada pada usia produktif. Tingkat pendidikan penduduk dimuat pada Tabel 34.
118

Tabel 34. Jumlah KK menurut tingkat pendidikan


No. Tingkat pendidikan Jumlah (orang)
1. Tidak tamat SD 133
2. Tamat SD SLTP 396
3. Tamat SLTA 89
4. Tamat Akademi/Perguruan Tinggi 13
Jumlah KK 631
Sumber: Rekapitulasi Hasil Pendataan Keluarga Kecamatan Bungursari 2009
Dilihat dari data pada Tabel 34 maka jumlah kepala keluarga penduduk desa
Dangdeur yang hanya tamat SD-SLTP cukup mendominasi, diikuti tamatan SLTP,
sehingga untuk usia produktif cukup sulit untuk bersaing memperebutkan lapangan
kerja di sektor formal karena kualifikasi pendidikan kurang memadai.
Mata pencaharian pokok penduduk desa Dangdeur adalah seperti dimuat pada
Tabel 35.
Tabel 35. Jenis mata pencaharian penduduk
No. Mata pencaharian Jumlah (orang)
1. Petani 282
2. Pedagang 67
3. Buruh 84
4. Pegawai swasta 63
5. Pegawai negeri 5
6. TNI/POLRI 4
7. Lain-lain 96
( Desa Dangdeur, 2009)

Mayoritas penduduk Desa Dangdeur bekerja di sektor pertanian, baik sebagai


petani dan buruh tani, diikuti buruh dan juga pedagang. Dengan total tenaga kerja
yang ada adalah 564 orang (jumlah penduduk usia 15-60 tahun dikurangi jumlah ibu
rumahtangga dan penduduk masih bersekolah). Di Desa Dangdeur terdapat organisasi
119

Ibu-Ibu PKK yang berjumlah 24 orang anggotanya dan juga organisasi kepemudaan
Karang Taruna dengan jumlah anggota berjumlah 15 orang. Kelompok gotongroyong
merupakan kelompok yang memiliki anggota terbesar, yaitu 900 orang.
c. Kelembagaan ekonomi
Di luar dari lokasi kawasan industri Kota Bukit Indah maka desa Dangdeur
memiliki kelembagaan ekonomi seperti dimuat pada Tabel 36.
Tabel 36. Kelembagaan ekonomi yang ada di desa Dangdeur
Jumlah
anggota/tenaga
No. Jenis Jumlah unit
kerja (orang)
1. Koperasi - -
2. Industri Kerajinan 2 4
3. Toko/swalayan 1 14
4. Industri rumah tangga - -
5. Warung kelontong 3 6
6. Angkutan 16 32
7. Pedagang pengumpul/tengkulak 2 -
8. Pasar - -
9. Kelompok simpan pinjam 1 3
(Desa Dangdeur, 2009)

Dilihat dari sedikitnya kelembagaan ekonomi seperti lembaga koperasi tidak ada,
pasar tidak ada, demikian pula lembaga perbankan tidak ada. Lembaga yang ada di
Desa Dangdeur hanya kelompok simpan pinjam informal, sehingga tingkat
perputaran ekonomi masyarakat di desa ini relatif rendah.
120

d. Lembaga Pendidikan
Lembaga pendidikan yang ada di Desa Dangdeur dimuat pada Tabel 37.
Tabel 37. Lembaga pendidikan yang ada
No. Jenjang pendidikan Jumlah unit Jumlah peserta
(orang)
1. TK 1 15 orang
2. SD/sederajat 2 426 orang
3. SLTP/sederajat - -
4. SLTA/sederajat - -
5. Lembaga pendidikan keagamaan 2 100 orang
(Desa Dangdeur, 2009)

Dari lembaga pendidikan yang ada masyarakat Desa Dangdeur yang akan
melanjutkan ke jenjang pendidikan SLTP sederajat dan selanjutnya harus mencari
sekolah ke desa lain yang berarti menempuh jarak yang cukup jauh.
e. Prasarana dan sarana
1) Prasarana dan sarana transportasi
Sarana transportasi memegang peranan penting dalam peningkatan
pertumbuhan bagi suatu wilayah, termasuk Desa Dangdeur. Kondisi jalan sebagai
prasarana transportasi yang ada di daerah desa Dangdeur dimuat pada Tabel 38.
Tabel 38. Mutu jalan
No. Jenis Panjang jalan (km)
1. Jalan aspal 4,5
2. Jalan makada 3
3. Jalan tanah 3
4. Jalan antar desa (aspal) 3
(Desa Dangdeur, 2009)

Dari kondisi jalan yang ada di Desa Dangdeur hanya jalan utama yang
melintasi Desa Dangdeur yang beraspal sepanjang 4,5 km dan sisanya adalah ruas-
121

ruas jalan yang menghubungkan antar-pemukiman warga adalah jalan bebatuan,


serta jalan tanah yang tentu saja tidak nyaman dan cenderung sulit dilalui bila
hujan deras turun. Di desa tersebut terdapat satu buah jembatan beton.
2). Prasarana komunikasi
Di Desa Dangdeur terdapat warung telepon atau wartel sebagai sarana
komunikasi lewat telepon bagi warga. Namun tidak terdapat kantor pos ataupun
kantorpos pembantu.
3). Prasarana air bersih
Mayoritas penduduk Desa Dangdeur menggunakan sumur gali sebagai sumber
air bersih yang digunakan warga dengan jumlah 250 buah sumur gali, sedangkan
sumur ponpa hanya 2 buah, mata air 2 buah dan sarana Mandi Cuci Kakus (MCK) 1
buah. Jumlah pengguna sumur gali adalah sebanyak 420 Kepala Keluarga (KK),
pengguna sumur pompa 21 KK, dan pengguna MCK 50 KK. Pengguna mata air
juga terdapat di desa ini dengan jumlah 100 KK. Ini menunjukkan bahwa kondisi
sarana air bersih tercukupi secara alamiah dengan sumur gali namun memang faktor
kebersihannya tidak terkontrol.
4). Energi
Pengguna prasarana energi yang menggunakan kayu bakar sebagai alat untuk
memasak mencapai 150 KK. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat masih
mengandalkan SDA kayu bakar yang jelas akan merugikan lingkungan.
5). Prasarana peribadatan
Mayoritas penduduk Desa Dangdeur adalah pemeluk agama Islam, atau tidak
ada pemeluk agama lain yang tercatat. Desa Dangdeur memiliki 5 buah mesjid dan
3 buah langgar/mushola.
6). Prasarana kesehatan
Di Desa Dangdeur terdapat 1 buah Puskesmas pembantu dan 3 buah
Posyandu, dengan jumlah dukun terlatih 1 orang dan bidan desa 1 orang.
f. Ekonomi Masyarakat
1). Pengangguran
122

Dilihat dari angka yang ada jumlah pengangguran yang tercatat di Desa
Dangdeur adalah seperti dimuat pada Tabel 39.
Tabel 39. Jumlah pengangguran di desa Dangdeur
No. Kategori pengangguran Jumlah
(orang)
1. Jumlah angkatan kerja (15-55 tahun) 200
2. Jumlah penduduk usia 15-55 tahun yang masih sekolah 150
3. Jumlah penduduk usia 15-55 tahun menjadi ibu rumah tangga 630
4. Jumlah penduduk usia 15-55 tahun yang bekerja penuh 153
5. Jumlah penduduk usia 15-55 tahun yang bekerja tidak tentu 308
(Desa Dangdeur, 2009)
Data pada Tabel 39 menunjukkan bahwa angka angkatan kerja yang
bekerja tidak tentu jumlahnya cukup tinggi (308 orang). Ini memerlukan perhatian
pihak-pihak terkait, agar tidak menimbulkan masalah, bahkan tindak kriminal.
2) Kemiskinan
Tabel 40. Tingkat kesejahteraan keluarga
Jumlah
No. Tingkat kemiskinan kel.
1. Kepala Keluarga 631 kel
2. Keluarga prasejahtera 124 kel
3. Keluarga sejahtera 1 193 kel
4. Keluarga sejahtera 2 133 kel
5. Keluarga sejahtera 3 162 kel
6. Keluarga sejahtera plus 19 kel
(Kecamatan Bungursari, 2009)

Dilihat dari komposisi tingkat kemiskinan penduduk (Tabel 40), ternyata


sebagian masyarakat desa Dangdeur berada pada kondisi keluarga sejahtera 1, yaitu
193 keluarga (30,6%) dari 631 keluarga yang ada. Ini berarti keluarga dapat
memenuhi kebutuhan dasar secara minimal, yaitu sesuai kebutuhan dasar pada
123

keluarga pra sejahtera, tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan sosial
psikologis keluarga seperti pendidikan, KB, interaksi dalam keluarga, dan interaksi
dengan lingkungan (BKKBN, 2008).

4.3 Implementasi CSR

Kinerja implementasi program tanggungjawab sosial perusahaan (CSR) di


perusahaan dalam lingkungan Indomobil Group baik oleh PT. Suzuki Indomobil
Motor terhadap masyarakA sekitar, yaitu Kelurahan Jatimulya dan PT. Hino Motors
Manufacturing Indonesia dan PT. Nissan Motors Indonesia terhadap masyarakat
sekitar yaitu Desa Dangdeur, dapat dilihat dari persepsi masyarakat terhadap kinerja
perusahaan dalam beraktivitas dan juga terhadap kinerja produk yang dihasilkannya
dalam hal ini adalah emisi gas buang. Hal tersebut dapat dilihat sebagai berikut.

4.3.1 PT. Suzuki Indomobil Motor (PT. SIM)


a. Program CSR perusahaan
Program CSR yang dilakukan PT SIM amat bervariasi baik yang khusus
terhadap masyarakat Kelurahan Jatimulya yang secara langsung dalam bentuk
donasi (charity) ataupun bantuan dalam bentuk non-tunai (philantrophy), maupun
kegiatan CSR yang dilakukan oleh PT SIM meliputi areal yang lebih luas yaitu :
1) Pada tanggal 19 Agustus 2008 PT SIM menyediakan psosialhan kepada 500
guru Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas
di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi yang dilakukan secara
gradual dalam 10 termin pada 10 sekolah di areal Jabodetabek.
2) PT SIM berkontribusi dalam penghijauan dengan melakukan penanaman 1.000
pohon di kaki gunung Merapi, Jawa Tengah yang dilanjutkan dengan
mengadakan pagelaran sendratari Hanoman Obong di areal Candi Prambanan,
Jawa Tengah sebagai bentuk upaya pelestarian budaya tradisional. Kegiatan ini
dilakukan pada 29 31 Agutus 2008.
3) Pada periode 18 Oktober 30 November 2008 dalam rangka mendukung
program Pemerintah dalam bidang kesehatan, khususnya posyandu PT SIM
124

berkontribusi dengan mengadakan psosialhan pengembangan keselamatan bayi,


perkembangan anak, sistem informasi bagi 500 kader Posyandu yang tersebar di
Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi.
4) Pada tanggal 20 Desember 2008 diadakan kegiatan sumbangan berupa lebih
dari 1000 pohon dari berbagai varitas untuk ditanam di Jakarta, Bogor,
Tangerang dan Bekasi.
5) CSR Suzuki Peduli Bencana Alam di Sumbar dan Tasikmalaya
6) CSR Suzuki Peduli Pendidikan di Yayasan Perguruan Islam TSAQOFAH
ISLAMIYYAH, Cipayung Jakarta Timur.
7) Suzuki Merah Putih Peduli Budaya dan Pendidikan
PT.SIM mengadakan kegiatan CSR melalui program SUZUKI MERAH
PUTIH PEDULI BUDAYA DAN PENDIDIKAN pada tanggal 25 Oktober
tahun 2009 dengan menyerahkan fasilitas perpustakaan di SD Negeri Kebon
Dalem Lor, Candi Prambanan. Acara diikuti oleh 550 orang, dengan konvoy
dari masing masing daerah (Yogja, Purwokerto, Solo dan Tegal) ke obyek
Wisata Candi Sewu di kawasan Prambanan.
8) Guna memulihkan dan membangun kembali sarana dan prasarana pasca-gempa
PT. SIM melakukan kegiatan CSR Suzuki Peduli; bantuan tersebut diserahkan
langsung oleh pihak PT.SIM kepada Walikota Pariaman, Drs. H. Mukhlis
Rahman, MM di Kantor Dinas Kesehatan, Kota Pariaman, Sumatera Barat
(15/12, 2009). Dan untuk wilayah Tasikmalaya, diserahkan langsung kepada
Walikota Tasikmalaya, H. Syarif Hidayat di Kantor Pemerintah Kota
Tasikmalaya, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat (21/12 2009). Bantuan disalurkan
kepada masingmasing wilayah berupa 2 unit mobil Ambulance berbasis Suzuki
APV bagi pelayanan kesehatan pada dua Puskesmas; di Kecamatan Pariaman
Selatan dan di Kecamatan Pariaman Utara, Kota Pariaman serta sarana
Pendidikan berupa pembangunan gedung Sekolah Dasar No.27 Kp. Baru
Padusunan Kecamatan Pariaman Utara, Kota Pariaman, Sumatera Barat senilai
Rp. 234.500.000,-. Sedangkan untuk wilayah Tasikmalaya, bantuan berupa 1
unit mobil Ambulance berbasis Suzuki APV kepada Sekretariat Satkorlak PBA
125

(Satuan Koordinasi Pelaksana Penanganan Bencana Alam) Pemerintah Kota


Tasikmalaya dan Sarana Pendidikan senilai Rp. 77,300.000,- kepada 7 Pondok
Pesantren (PP) di wilayah Kota Tasikmalaya.
9). Pada tanggal 13 April 2009 PT SIM berkontribusi dengan menyumbang 1 (satu)
unit mesin APV kepada Fakultas Teknik, Universitas Atma Jaya, Jakarta untuk
melengkapi laboratorium Fakultas dalam mendukung aktivitas belajar
mahasiswa.

4.3.2 PT Nissan Motors Indonesia


a. Program CSR perusahaan
Program CSR yang dilaksanakan pada PT. NMI adalah sebagai
berikut.
1) Berdasarkan hasil wawancara dengan Perangkat Desa, bentuk program CSR
perusahaan yang diberikan kepada masyarakat sekitar, khususnya Desa
Dangdeur adalah berupa sejumlah uang yang diberikan untuk membantu
memeriahkan HUT Kemerdekaan RI yang dirayakan di Desa tersebut.
2) PT Nissan Motor Indonesia (NMI) memberikan bantuan kepada SDN
Cijayanti 03, Bogor, dan SDN Babakan Madang 05, Bogor, berupa
perangkat komputer. Tak cuma itu, ada buku-buku ilmu pengetahuan untuk
keperluan perpustakaan, bola sepak dan kebutuhan belajar lainnya.
Pemberian bantuan ini merupakan bagian dari Nissan Sahabat Anak
Indonesia (NSAI), yaitu suatu kegiatan CSR Nissan dalam usaha membantu
pendidikan di Indonesia. Komitmen Nissan adalah melaksanakan kegiatan
CSR yang berkesinambungan di bidang pendidikan di Tanah Air. Kegiatan
ini dilakukan pada Desember tahun 2009

4.3.3 PT. Hino Motors Manufacturing Indonesia


Berbagai bentuk pelaksanaan CSR di PT. HMMI meliputi :
a. Penanaman pohon di lingkungan sekitar pabrik dalam bentuk hutan kota.
126

b. Penyerahan mobil Hino Dutro sebagai mobil perpusatakaan keliling kepada


yayasan Emmanuel yang akan dipergunakan di daerah Jakarta dan Bogor.

4.4 Hasil Penelitian


Berdasarkan hasil analisis existing condition program CSR berkelanjutan
dalam industri otomotif pada PT SIM di lokasi Kelurahan Jarimulya dan juga
kepada PT. NMI dan PT. HMMI didesa Dangdeur yang menggunakan aplikasi
Rapfish dengan metode Multi Dimensional Scaling, diperoleh status keberlanjutan
setiap dimensi (ekonomi, sosial dan lingkungan) dan status keberlanjutan
keterpaduan dimensi (multidimensi) program CSR.

4.4.1 Analisis Keberlanjutan


4 .4.1.1 PT.SIM
a. Status Keberlanjutan Program CSR untuk setiap dimensi
Hasil analisis menunjukkan bahwa program CSR dari tiga dimensi yang
dianalisis untuk menentukan status keberlanjutan Program CSR menghasilkan
dimensi ekonomi (48,66) tidak berkelanjutan (skor < 50), dimensi sosial (51,15)
tergolong belum berkelanjutan (skor 50 75) dan lingkungan (49,99) yang juga
tergolong tidak berkelanjutan (skor < 50). Dimensi yang paling penting untuk
diperhatikan adalah dimensi ekonomi dan dimensi lingkungan yang tergolong
rendah nilai indeks keberlanjutannya. Hal ini menunjukkan bahwa faktor-faktor
dalam dua dimensi tersebut belum mendapatkan perhatian sepenuhnya dalam
kegiatan CSR di Indomobil Group di PT. Suzuki Indomobil Motor. Dengan
demikian, di masa mendatang dimensi ini perlu mendapat perhatian. Hal ini dapat
dilihat pada Gambar 12.
127

Ekonomi (48.66)
52
51
50
49
48
47

Lingkungan (49.99) Sosial (51.15)

Gambar 12. Diagram Layang (Kite-Diagram) nilai indeks keberlanjutan program


CSR dalam Industri otomotif di PT SIM

b. Status keberlanjutan program CSR dimensi ekonomi


Terkait dengan dimensi ekonomi, analisis MDS mempertimbangkan
atribut-atribut yang menjadi unsur dalam CSR berkelanjutan yaitu faktor
pengungkit yang merupakan faktor yang sensitif mempengaruhi keberlanjutan
dimensi ekonomi, yaitu (1) kecenderungan konsumtif, (2) peluang kerja
diperusahaan dan (3) peluang usaha, sebagaimana terlihat pada Gambar 13,
dimana ketiganya memiliki nilai terbesar dibanding atribut-atribut yang lainnya.
Atribut-atribut lainnya yang bukan merupakan faktor pengungkit dapat diabaikan.
Leverage of Attributes

PENINGKATAN JUMLAH LEMBAGA


EKONOMI DAN KEUANGAN

PENINGKATAN PENDAPATAN

PELUANG USAHA

PENINGKATAN JENIS USAHA DAN JENIS


Attribute

KEGIATAN

PELUANG KERJA DIPERUSAHAAN

KECENDERUNGAN KONSUMTIF

DEGRADASI INFRASTRUKTUR

PENINGKATAN HARGA

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5


Root Me a n Squa re Cha nge in Ordina tion w he n Se le cte d Attribute
Re move d (on Susta ina bility sca le 0 to 100)

Gambar 13. Hasil indeks keberlanjutan dimensi ekonomi PT. SIM


128

Gambar 14. Hasil MDS dimensi ekonomi PT. SIM

Hasil uji MDS dimensi ekonomi pada PT SIM sebagaimana yang terlihat
pada Gambar 14 menunjukkan nilai 48,35. Nilai tersebut berada pada kategori
kurang berkelanjutan (standar 25 > nilai indeks 50). Aktivitas CSR dalam
dimensi ekonomi ini dinilai kurang memenuhi ekspektasi masyarakat.

c. Status keberlanjutan dimensi sosial

Untuk dimensi sosial, analisis keberlanjutan seperti pada Gambar 15


dengan menggunakan MDS terhadap atribut-atribut menghasilkan faktor
pengungkit yang sensitif terhadap CSR berkelanjutan dalam dimensi sosial,
seperti (1) kerenggangan sosial, (2) disintegrasi sosial, dan (3) erosi nilai-nilai
sosial. Tiga atribut ini merupakan atribut dengan nilai terbesar dari keseluruhan
atribut yang berpengaruh terhadap keberlanjutan dimensi sosial.
129

Leverage of Attributes

PENINGKATAN
KEREKATAN SOSIAL

PENINGKATAN ETOS
KERJA

KONDISI KEAMANAN

KERENGGANGAN
Attribute

SOSIAL

EROSI NILAI-NILAI
SOSIAL

DISINTEGRASI
SOSIAL

KONFLIK (BENTURAN
SOSIAL)

KERESAHAN SOSIAL

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5


Root Mean Square Change in Ordination w hen Selected Attribute
Removed (on Sustainability scale 0 to 100)

Gambar 15. Hasil Indeks keberlanjutan dimensi sosial PT. SIM

Gambar 16. Hasil MDS dimensi sosial pada PT. SIM

Hasil uji MDS dimensi sosial pada PT. SIM sebagaimana yang terlihat
pada Gambar 16 menunjukkan nilai 51,15. Nilai indeks tersebut tergolong belum
berkelanjutan (skor 50 75). Aktivitas CSR dalam dimensi sosial dinilai belum
memenuhi ekspektasi masyarakat.
130

d. Status keberlanjutan dimensi lingkungan

Untuk dimensi lingkungan, faktor pengungkit yang sensitif mempengaruhi


terhadap keberlanjutan dimensi lingkungan berdasarkan analisa MDS pada
Gambar 17 adalah (1) emisi gas buang mobil baru yang diproduksi, (2)
rehabilitasi lingkungan, dan (3) konservasi lingkungan. Semuanya merupakan
atribut-atribut dengan nilai terbesar dibanding atribut lainnya.

Leverage of Attributes

KONSERVASI LINGKUNGAN

REHABILITASI LINGKUNGAN

AKTIVITAS PENGHIJAUAN

EMISI GASBUANG MOBIL BARU YANG


Attribute

DIPRODUKSI

ESTETIKA LINGKUNGAM

PENCEMARAN AIR

KEBISINGAN

PENCEMARAN UDAHA

0 1 2 3 4 5 6 7 8
Root Mean Square Cha nge in Ordina tion w he n Selected Attribute
Removed (on Sustaina bility scale 0 to 100)

Gambar 17. Hasil indeks keberlanjutan dimensi lingkungan PT SIM


131

Gambar 18. Hasil MDS dimensi lingkungan PT SIM

Hasil analisis MDS dimensi lingkungan pada PT SIM (Gambar 18)


menunjukkan nilai 49,63. Nilai tersebut berada pada katagori kurang berkelanjutan
(standar 25 > nilai indeks 50). Aktivitas CSR dalam dimensi lingkungan dinilai
kurang memenuhi ekspektasi masyrakat.
Parameter statistik yang digunakan untuk menentukan kelayakan terhadap
hasil kajian yang dilakukan di PT. SIM adalah nilai stress dan koefisien determinasi
(r2). Dua parameter ini untuk setiap dimensi berfungsi untuk menentukan perlu
tidaknya penambahan atribut, sehingga dapat mencerminkan dimensi yang dikaji
mendekati kondisi sebenarnya. Nilai yang dihasilkan dari setiap dimensi dimuat
pada Tabel 41 memperlihatkan bahwa nilai stress berada di bawah 25% (Kavanagh,
2001). Artinya, hal ini sesuai dengan pendapat Fisheries (1999) yang menyatakan
bahwa hasil analisis cukup memadai apabila nilai stress lebih kecil dari nilai 0,25
(25%) dan nilai koefisien determinasi (R2) mendekati nilai 1,0.
Tabel 41. Hasil analisis MDS beberapa dimensi keberlanjutan Pada PT SIM
No. Dimensi Stress R2
1. Ekonomi 0,14 0,92
2. Sosial 0,14 0,92
3. Lingkungan 0,13 0,91
132

Dari analisis Monte Carlo terlihat nilai indeks keberlanjutan CSR dalam
industri otomotif pada PT. SIM pada taraf kepercayaan 95% untuk setiap dimensi,
menunjukkan hasil yang tidak banyak mengalami perbedaan dengan hasil analisis
MDS. Hal ini dapat dilihat dari Tabel 42, dimana perbedaan yang ada antara hasil
MDS dan hasil Monte Carlo, baik untuk dimensi ekonomi, sosial dan lingkungan
menunjukkan nilai yang sangat kecil (hampir mendekati nol), sehingga dapat
dianggap tidak ada perbedaan yang berarti diantara keduanya.

Tabel 42. Tabel perbedaan MDS dan Monte Carlo pada PT SIM
No. Dimensi Hasil MDS (a) Hasil Monte Perbedaan
Carlo (b) (a-b)
1 Ekonomi 48,66 48,35 0.31
2 Sosial 51,15 50,92 0.23
3 Lingkungan 49,63 49,63 0

Penjelasan dari masing-masing faktor pengungkit untuk setiap dimensi, baik


dimensi ekonomi, sosial dan lingkungan adalah sebagai berikut.
1) Dimensi Lingkungan
a. Emisi gas buang mobil yang dihasilkan
Emisi gas buang kendaraan bermotor produk Suzuki yang dihasilkan
sebagai mobil baru telah memenuhi baku mutu gas buang kendaraan bermotor
jenis mobil baru, sesuai standar yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan
Hidup No.141 tahun 2003 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan
Bermotor Tipe Baru dan Kendaraan Bermotor Yang Sedang Diproduksi
(Current Production). Bahkan diduga sebagian besar telah berada di bawah
baku mutu gas buang kendaraan yang disyaratkan.
Emisi gas buang sebagai atribut yang menjadi faktor pengungkit yang
perlu diperhatikan untuk mencapai kondisi keberlanjutan, sehingga atribut ini
harus dipertahankan bahkan dapat ditingkatkan mutunya untuk mencapai
kondisi yang lebih baik lagi. Aturan baku mutu seperti yang tercantum dalam
keputusan Menteri Lingkungan Hidup tersebut pada dasarnya setara dengan
133

Euro 2 dari yang tercantum dalam standar baku mutu emisi gas buang
kendaraan baru yang berlaku di Eropa dan tingkat internasional. Di negara-
negara Eropa standar yang telah diberlakukan adalah mencapai Euro 5. Acuan
Euro tersebut telah menjadi pedoman internasional dalam menentukan standar
baku mutu kendaraan baru, sehingga pencapaian sesuai standar yang
diberlakukan di Eropa menjadi standar yang ideal. Namun perlu dicatat pula
bahwa dampak pencemaran atau polusi dari emisi gas buang kendaraan
bermotor terhadap kesehatan tergantung dari berbagai faktor, bukan hanya emisi
gas buang mobil baru tetapi juga diantaranya adalah tingkat kepadatan
kendaraan di jalanan, kondisi emisi gas buang kendaraan yang ada di jalanan
termasuk mobil yang telah lama di produksi, dan bahan bakar yang digunakan.

b. Rehabilitasi lingkungan

Kondisi lingkungan di wilayah dimana perusahaan PT. SIM berlokasi pada


dasarnya adalah berada pada kondisi yang kurang baik, yaitu berada dekat
dengan beberapa sungai kecil atau kali, yaitu kali Sasak Jarang dan Kali Sasak
Dua Elok. Kali tersebut adalah anak dari kali Bekasi. Kondisi yang dialami
adalah secara kasat mata kotor. Rinciannya dapat dilihat pada Gambar 19 -20.

Kons e ntras i BOD dan COD


Kons e ntras i BOD dan COD
Air Sungai Sas ak Jarang
Air Sungai Sas ak Jarang
120
120
100
100
80
80
Mg/l
Mg/l

60
60
40
40
20 BO D
20 BO D
CO D
0 CO D
0
Hulu Tengah Hilir BML III
Hulu Tengah Hilir BML III

Gambar 19. Konsentrasi BOD dan COD air sungai Sasak Jarang
134

Konsentrasi TDS dan TSS


Konsentrasi TDS dan TSS
Air Sungai Sasak Jarang
Air Sungai Sasak Jarang
1200
1200

1000
1000

800
800
Mg/l

600
Mg/l

600

400
400

200 TD S
200 TD S
TS S
0 TS S
0

Hulu Tengah Hilir BML III


Hulu Tengah Hilir BML III

Sumber: Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Bekasi, 2009

Gambar 20. Konsentrasi TDS dan TSS air sungai Sasak Jarang

Menurut Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Bekasi


tahun 2009, hasil pengukuran mutu air memiliki kecenderungan konsentrasi
Biological Oxygen Demand (BOD) dan Chemical Oxygen Demand (COD) lebih
tinggi dari Baku Mutu Air, sebaliknya, Total Dissolved Solid (TDS) dan Total
Suspended Solid (TSS) cenderung di bawah Baku Mutu Air Gol III (untuk:
pertanian), berdasarkan PP No.82 tahun 2001 . Hal ini menunjukkan adanya
pencemaran organik yang disebabkan oleh aktivitas rumahtangga di sepanjang
bantaran sungai.
Dari hasil pengukuran mutu air sungai tersebut dapat disimpulkan hal-hal
berikut :
1. Pencemaran senyawa organik, yang ditunjukkan dengan parameter kunci BOD
dan COD melampaui Baku Mutu Air Golongan III (untuk pertanian), baik di
hulu, tengah maupun hilir sungai dengan kisaran 500-550 mg/l. Hal ini
menunjukkan adanya pencemaran limbah domestik yang disebabkan oleh
aktivitas mandi-cuci-kakus di sepanjang sungai, atau pembuangan limbah
domestik tanpa melalui pengolahan terlebih dahulu. Padatnya permukiman di
sepanjang sungai, merupakan salahsatu faktor tidak adanya tangki septik di tiap
rumah.
135

2. Mutu air dengan parameter kunci padatan terlarut (TDS), merupakan salahsatu
rujukan bagi penyebab kekeruhan yang ada di badan air yang disebabkan oleh
partikel yang terlarut di dalam air. Kualitas TDS di semuai titik suatu sungai
yang tidak melampaui baku mutu golongan III, terdapat pada sungai Sasak
Jarang.
3. Mutu air dengan parameter kunci padatan tersuspensi (TSS), merupakan salah
satu rujukan bagi penyebab kekeruhan yang ada di badan air yang disebabkan
oleh partikel yang tidak terlarut, tetapi mengendap, misalnya lumpur. Partikel
penyebab kekeruhan, karena TSS dapat dipisahkan melalui unit pengendapan
secara gravitasi. Mutu TSS di semua titik pantau sungai tidak melampaui baku
mutu golongan III. Hal ini menunjukkan pencemaran yang mengakibatkan
kekeruhan sungai pada umumnya bukan berasal dari lumpur atau erosi tanah.
Dugaan penyebab pencemaran air sungai yang didominasi oleh kegiatan
domestik berdasarkan Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Bekasi
(2009) menunjukkan fakta-fakta berikut:
1) Pembuangan air limbah domestik, terutama grey water secara langsung tanpa
pengolahan terlebih dahulu, sehingga Angka BOD dan COD air sungai masih
tinggi.
2) Adanya kegiatan domestik dari sebagian masyarakat yang tinggal di sepanjang
sungai telah mengakibatkan pencemaran sungai
3) Pengelolaan Daerah Aliran Sungai yang belum terintegrasi dan berwawasan
lingkungan
4) Perumahan kumuh di bantaran sungai, pengurugan badan air dan saluran
drainase, terutama setu /danau untuk keperluan perumahan dan permukiman
atau keperluan lainnya.
5) Pembuatan septik tank milik masyarakat yang kurang memenuhi syarat, baik
teknis maupun jumlahnya.
6) Sejumlah industri kecil dan rumah tangga yang tidak dilengkapi dengan
fasilitas pengolahan limbah di sepanjang sungai di Kabupaten Bekasi
136

mengakibatkan polusi organik di sungai seperti yang diindikasikan oleh


konsentrasi BOD yang tinggi.
7) Fasilitas pengolahan air limbah di rumah sakit yang berada di sekitar sungai
belum memenuhi standar baku mutu air.
8) Fasilitas pengolahan air limbah kegiatan industri kecil, pusat perdagangan dan
jasa perhotelan belum terpantau, sehingga diduga menjadi sumber pencemar
bagi air tanah dan permukaan
9) Kurangnya partisipasi masyarakat dalam memelihara dan mempertahankan
saluran-saluran drainase di lokasi genangan air dan kesadaran untuk tidak
membuang sampah ke sungai.
10) Pemahaman dan kepedulian masyarakat terhadap bahaya kesehatan akibat
penyakit bawaan air (water borne desease) termasuk genangan air yang
tercemar masih kurang.
11) Alih fungsi lahan dari lahan pertanian menjadi lahan budi daya mengurangi
daerah tangkapan air bagi aquifer dan meningkatkan resiko erosi dan
longsoran.
12) Upaya penegakan hukum yang masih kurang terhadap pelaku pencemaran atau
pelanggaran lingkungan.

Kali Bekasi telah tercemar akibat air yang mengaliri kali Bekasi di kota
Bekasi tercemar bahan berbahaya dan beracun (B3), yang disinyalir berasal dari
pembuangan limbah pabrik, industri, rumah sakit, dan industri rumahtangga yang
pengolahannya belum memenuhi standar. Kabupaten Bekasi adalah daerah perkotaan
dengan tingkat pencemaran yang cukup tinggi, terutama yang berasal dari sektor
transportasi dan industri, baik yang berasal dari Kabupaten Bekasi maupun dari Kota
di sekitarnya, serta pencemaran dari kegiatan domestik. Pencemaran udara di
Kabupaten Bekasi lebih dominan dalam skala mikro, tetapi tetap memiliki peran
mempengaruhi pada skala mikro maupun makro.
Upaya perbaikan atau rehabilitasi lingkungan baik yang diakibatkan oleh
aktivitas perusahaan maupun yang bukan diakibatkan perusahaan, menjadi penting
137

untuk dilakukan mengingat kondisi mutu air sungai yang berada di atas baku mutu.
Kondisi pemukiman yang padat disamping lokasi pabrik dan berdekatan dengan
pabrik, dapat menimbulkan kondisi yang kurang baik bagi kesehatan. Aktivitas
perusahaan dalam memperbaiki (rehabilitasi lingkungan) dinilai masyarakat, tidak
ada.

c. Konservasi lingkungan
Upaya konservasi lingkungan atau pengawetan lingkungan yang dilakukan oleh
PT SIM terhadap kondisi yang seharusnya dipertahankan tetap baik. Upaya tersebut
berupa kegiatan kebersihan dan keindahan di wilayah dimana perusahaan berada.
Pada dasarnya kondisi kebersihan dan keindahan diwilayah Kelurahan Jati Mulya
cenderung kurang baik dengan kerapatan penduduk yang tinggi (tertinggi se
kabupaten Bekasi) namun upaya menjaga kebersihan lingkungan dan keindahan
Kawasan Kelurahan Jatimulya oleh PT. SIM dinilai masyarakat, tidak ada.

2) Dimensi Ekonomi
a. Kecenderungan konsumtif
Salahsatu ciri dari perilaku konsumtif adalah kecenderungan masyarakat
tradisional Indonesia mengkonsumsi sesuatu, bukan karena betul-betul
membutuhkannya, tetapi lebih banyak merasa membutuhkannya. Barang yang
dikonsumsi bukan lagi dimiliki dari fungsi substansialnya, tetapi lebih ditekankan
hanya pada makna simbolis yang melekat pada benda itu. Di sini, fungsi benda telah
berubah menjadi sesuatu yang mempunyai makna simbolis, yang mungkin berkaitan
dengan status sosial, perasaan lebih berharga, atau sekedar terperangkap pada budaya
primer. Karena itu sering terlihat di masyarakat Indonesia yang menganggap bahwa
semakin langka dan terbatas produksi suatu benda, semakin tinggi pula makna
simbolis yang melekat padanya.
Masyarakat tradisional Indonesia kini terlihat kian sudah berpindah kepada
membeli barang untuk menjadikan simbol. Di luar sadar, masyarakat tradisional
Indonesia kini menjadi semakin terjajah oleh produk negara-negara maju dan
138

semakin teriring pada perilaku konsumtif dan tampaknya perubahan sosial budaya
masyarakat tradisional cenderung ke arah negatif. Adanya pembauran antara
penduduk pendatang (karyawan perusahaan) yang tinggal di sekitar lokasi pabrik di
kelurahan Jatimulya cenderung mengakibatkan masyarakat dapat menjadi lebih
konsumtif. Perbedaan budaya yang dibawa oleh pendatang dengan gaya hidup yang
berbeda (gaya hidup lebih moderen) mempunyai dampak positif dan negatif terhadap
masyarakat sekitar, meskipun dilihat dari nilai atribut tersebut sebenarnya kehadiran
perusahaan justru mengakibatkan kecenderungan konsumtif bagi kehidupan
penduduk sekitar perusahaan, dengan demikian perusahaan maupun karyawannya
diharapkan dapat menularkan pola kehidupan yang seimbang dan tidak terlalu secara
menyolok menunjukkan kelebihannya dibanding masyarakat sekitar, sehingga tidak
terjadi pola hidup yang tidak seimbang atau konsumtif.
b. Peluang kerja diperusahaan
Jenis pekerjaan yang ada di perusahaan otomotif seperti di PT. SIM
memerlukan kemampuan memadai untuk melakukannya, sehinga diperlukan lulusan
minimal setingkat SLTA sebagai tenaga kerja perusahaan. Disamping itu, industri
otomotif adalah industri yang menggunakan padat teknologi, sehingga jumlah
karyawan yang direkrut tidak terlalu banyak. Jumlah karyawan PT. SIM 2.775 orang,
sedangkan bila dilihat dari jumlah pengangguran yang ada di Kelurahan Jati Mulya
mencapai 4.718 (tahun 2009), maka meskipun perusahaan telah berusaha
menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat, khususnya kelurahan Jati Mulya jelas
belum mencukupi kebutuhan yang ada.
Saat ini, situasi pasar otomotif amat bersaing dan PT SIM yang mengeluarkan
produk mobil merek Suzuki masih berjuang keras untuk meraih tingkat penjualan
yang diharapkan. Konsekuensinya, perusahaan tidak hanya membuat produk sendiri,
seperti jenis produk APV, Futura dan lainnya, tetapi juga mengimpor mobil merek
Suzuki dari negara lain seperti Estillo dari India dan SX4 dari Jepang. Hal inilah yang
yang membuat perusahaan memutuskan untuk lebih memakai tenaga outsourcing dari
yayasan penyalur tenaga kerja dan menggunakan sistem kontrak, sehingga dapat
menggunakan tenaga kerja lebih fleksibel dari segi waktu atau sebagai tenaga kerja
139

yang tidak tetap dan dapat dipekerjakan pada saat-saat perusahaan membutuhkan
untuk memenuhi kapasitas produksi yang diperlukan sesuai dengan permintaan pasar.
Apalagi saat ini perusahaan PT SIM sahamnya sebagian besar dimiliki oleh pihak
principal, yaitu Jepang yang lebih menekankan profit orinted dan rationalitas. Hal
inilah yang membuat masyarakat kelurahan Jatimulya menilai perusahaan belum
mampu mengadopsi kebutuhan akan lapangan kerja yang besar di masyarakat secara
langsung.
c. Peluang usaha
Sebagai dampak dari keberadaan perusahaan di tengah-tengah masyarakat
kelurahan Jatimulya, maka sudah sewajarnya masyarakat turut memperoleh manfaat
dari kehadiran perusahaan, termasuk manfaat ekonomi. Masyarakat kelurahan
Jatimulya menilai bahwa perusahaan belum dapat memberikan peluang usaha bagi
masyarakat. Untuk menjaga ketertiban kerja karyawan maka perusahaan
menyediakan catering atau makanan bagi karyawannya, sehingga tingkat
pertumbuhan warung-warung makan di daerah itu cenderung kecil untuk melayani
kebutuhan karyawan PT SIM. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa tidak ada
pekerjaan yang diberikan kepada warga kelurahan Jatimulya berupa kemitraan
mengelola aktivitas perusahaan. Sedangkan masyarakat sendiri belum mampu
menciptakan peluang usaha baru berkaitan dengan keberadaan perusahaan, paling
yang terlihat adalah adanya beberapa pemuda yang menjadi tukang parkir liar (polisi
cepek) yang berada di pintu belakang perusahaan yang membantu menyeberangkan
mobil yang akan keluar pabrik.

3) Dimensi Sosial
a. Kerenggangan sosial
Masyarakat Kelurahan Jatimulya, khususnya penduduk lokal merasa bahwa
kehadiran perusahaan justru membuatnya menjadi merasa terkucil, kurang dihargai,
merasa hak-haknya terhadap kesepatan dan akses terhadap sumberdaya, pekerjaan
dan layanan sosial terabaikan. Hal ini dikarenakan belum ada upaya perusahaan untuk
menciptakan kohesi (kerekatan) sosial dengan melakukan hal-hal yang dapat
140

mempererat hubungan tersebut ataupun kalau ada intensitas dan jumlahnya masih
belum memenuhi harapan masyarakat. Kerekatan sosial dapat muncul, apabila
perusahaan membina hubungan baik dengan masyarakat sekitar (Kelurahan
Jatimulya), baik dalam upaya pengurangan kemiskinan dan meningkatkan mutu hidup
masyarakat, membangun kepercayaan dan rasa saling menghormati, memperkecil
konflik, khususnya yang diakibatkan oleh aktivitas perusahaan, membantu mengatasi
kriminalitas, mendukung wirausaha sosial lokal, penyediaan layanan sosial dalam
situasi sulit, mendorong toleransi antar agama, etnik, mendukung kegiatan budaya
dan pemeliharaan warisan budaya menurut International Business Leaders Forum
dalam Amri dan Sarosa (2008). Hal ini perlu mendapat perhatian perusahaan agar
tercipta kohesi sosial yang dapat menciptakan manfaat baik bagi masyarakat
Jatimulya maupun perusahaan. Manfaat bagi perusahaan adalah citra positif
perusahaan di mata masyarakat, terciptanya kondisi yang mendukung perusahaan
untuk melangsungkan aktivitas, dan terciptanya kondisi ekonomi yang lebih baik
dalam jangka panjang (Amri dan Sarosa 2008).
b. Disintegrasi sosial
Dari penelitian diperoleh bahwa integrasi antara perusahaan, termasuk
karyawan perusahaan, dan masyarakat sekitar sudah dalam kondisi baik, yaitu
berbaurnya masyarakat sekitar dengan penduduk pendatang yang merupakan
karyawan perusahaan dalam mengikuti berbagai perkumpulan dan lembaga yang ada
di lingkungan masyarakat kelurahan Jatimulya, sesuai penilaian masyarakat. Upaya
untuk mempertahankan situasi ini dan meningkatkan mutu integrasi menjadi faktor
kunci yang penting untuk diperhatikan dalam mencapai keberlanjutan dalan CSR.
c. Erosi nilai-nilai sosial
Kehadiran perusahaan di tengah-tengah masyarakat Kelurahan Jatimulya diduga
tampaknya telah turut menciptakan menurunnya nilai-nilai sosial, seperti
kegotongroyongan, dan keramahtamahan.. Hal ini terjadi karena memang
kecenderungan pola hidup masyarakat yang semakin individualistis dan mulai
meninggalkan kebiasaan gotong royong, serta keramahtamahan. Hal itu amat tidak
terelakkan. Apalagi bukan hanya faktor kehadiran perusahaan ditempat itu, tetapi juga
141

budaya baru yang datang baik melalui pengaruh televisi, internet dan sebagainya.
Dalam hal ini karyawan perusahaan yang merupakan pendatang tentu perlu
memperbaiki situasi ini agar nilai-nilai sosial yang ada dapat meningkat mutunya.

4.4.1.2 PT.NMI dan PT HMMI


a. Status Keberlanjutan Program CSR untuk setiap dimensi
Hasil analisis pada Gambar 21 menunjukkan bahwa program CSR dari tiga
dimensi yang dianalisis untuk menentukan status keberlanjutan Program CSR
menghasilkan dimensi ekonomi (68,46) belum berkelanjutan (skor 50 75), dimensi
sosial (74,65) tergolong belum berkelanjutan (skor 50 75) dan lingkungan (100)
berkelanjutan (skor >75) pada Gambar 21. Dimensi yang paling penting untuk
diperhatikan adalah dimensi ekonomi dan dimensi sosial yang tergolong rendah nilai
indeks keberlanjutannya. Hal ini menunjukkan bahwa faktor-faktor dalam dua dimensi
tersebut belum mendapatkan perhatian sepenuhnya dalam kegiatan CSR di Indomobil
Group, maka di masa mendatang dimensi ini perlu mendapat perhatian. Artinya
mendapat penilaian yang rendah dari stakeholders akibat aktivitas CSR perusahaan
berkaitan dengan dimensi ekonomi dan sosial belum memenuhi ekspektasi
stakeholders.

68,46

74,65
100

Gambar 21. Diagram layang nilai indeks keberlanjutan program CSR dalam industri
otomotif di PT NMI dan PT.HMMI
142

b. Status keberlanjutan dimensi ekonomi


Pada dimensi ekonomi ini, analisis MDS mempertimbangkan atribut yang
menjadi unsur dalam aspek CSR berkelanjutan (Gambar 22) atas tiga faktor
pengungkit yang merupakan faktor yang sensitif mempengaruhi terhadap
keberlanjutan dimensi ekonomi, meliputi (1) peluang usaha, (2) peningkatan harga
dan (3) peningkatan jumlah lembaga keuangan dan ekonomi adalah merupakan tiga
atribut dengan nilai terbesar dari hasil analisis MDS dibanding dengan atribut
lainnya. Dengan demikian atribut lainnya dapat diabaikan.

Leverage of Attributes

PENINGKATAN JUMLAH LEMBAGA


EKONOMI DAN KEUANGAN

PENINGKATAN PENDAPATAN

PELUANG USAHA

PENINGKATAN JENIS USAHA DAN JENIS


Attribute

KEGIATAN

PELUANG KERJA DIPERUSAHAAN

KECENDERUNGAN KONSUMTIF

DEGRADASI INFRASTRUKTUR

PENINGKATAN HARGA

0 1 2 3 4 5 6
Root Me a n Squa re Cha nge in Ordina tion w he n Se le cte d Attribute
Re move d (on Susta ina bility sca le 0 to 100)

Gambar 22. Hasil indeks keberlanjutan dimensi ekonomi PT NMI dan PT HMMI
143

Gambar 23. Hasil MDS dimensi ekonomi PT.NMI dan PT.HMMI

Hasil analisa MDS dimensi ekonomi pada PT.NMI dan PT.HMMI sebagaimana
yang terlihat pada Gambar 23 menunjukkan nilai 68,46. Nilai tersebut berada pada
katagori belum berkelanjutan (skor 50 75). Aktivitas CSR dimensi ekonomi ini
dinilai belum memenuhi ekspektasi stakeholders.

c. Status keberlanjutan dimensi sosial

Hasil analisis keberlanjutan dimensi sosial dengan menggunakan MDS


menghasilkan tiga faktor pengungkit yang merupakan faktor yang sensitif
mempengaruhi terhadap keberlanjutan dimensi sosial, yaitu (1) kondisi keamanan,
(2) peningkatan kerekatan sosial dan (3) disintegrasi sosial sebagaimana Gambar 24.
144

Leverage of Attributes

PENINGKATAN
KEREKATAN SOSIAL

PENINGKATAN ETOS
KERJA

KONDISI KEAMANAN

KERENGGANGAN
Attribute

SOSIAL

EROSI NILAI-NILAI
SOSIAL

DISINTEGRASI
SOSIAL

KONFLIK (BENTURAN
SOSIAL)

KERESAHAN SOSIAL

0 1 2 3 4 5 6 7 8
Root Me a n Squa re Cha nge in Ordina tion w he n Se le cte d Attribute
Re move d (on Susta ina bility sca le 0 to 100)

Gambar 24. Hasil indeks keberlanjutan dimensi sosial PT. NMI dan PT HMMI

Hasil analisis MDS dimensi sosial pada PT.NMI dan PT.HMMI pada Gambar 25
menunjukkan hasil perhitungan 74,65. Nilai tersebut berada pada kategori belum
berkelanjutan (skor 50 75). Ini menunjukkan bahwa aktivitas CSR dimensi sosial
dinilai belum memenuhi ekspektasi masyarakat Desa Dangdeur.

Gambar 25. Hasil MDS dimensi sosial PT. NMI dan PT HMMI
145

d. Status keberlanjutan dimensi lingkungan


Untuk dimensi lingkungan, analisis keberlanjutan dengan menggunakan
MDS menghasilkan faktor pengungkit sebagai faktor yang sensitif mempengaruhi
keberlanjutan dimensi lingkungan meliputi (1) aktivitas penghijauan, (2) estetika
lingkungan, dan (3) konservasi lingkungan, sebagaimana terlihat pada Gambar 26.
Leverage of Attributes

KONSERVASI LINGKUNGAN

REHABILITASI LINGKUNGAN

AKTIVITAS PENGHIJAUAN

EMISI GAS BUANG MOBIL BARU YANG


Attribute

DIPRODUKSI

ESTETIKA LINGKUNGAN

PENCEMARAN AIR

KEBISINGAN

PENCEMARAN UDARA

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Root Me a n Squa re Cha nge in Ordina tion w he n Se le cte d Attribute
Re move d (on Susta ina bility sca le 0 to 100)

Gambar 26. Hasil indeks keberlanjutan dimensi lingkungan PT. NMI dan PT HMMI

Gambar 27. Hasil analisis MDS dimensi lingkungan PT. NMI dan PT. HMMI
146

Hasil analisis MDS dimensi dimensi lingkungan pada PT.NMI dan PTT.HMMI
menunjukkan nilai sempurna 100 (Gambar 27). Dimana nilai tersebut berada pada
kategori berkelanjutan (skor 100). Hal ini karena masyarakat Desa dangdeur menilai
kondisi lingkungan di desanya masih terjaga dengan baik dan tidak ada pencemaran
lingkungan akibat dari aktivitas perusahaan.
Parameter statistik yang digunakan untuk menentukan kelayakan terhadap hasil
kajian yang dilakukan di PT. NMI dan PT. HMMI adalah nilai stress dan koefisien
determinasi (R2). Dua parameter ini untuk setiap dimensi berfungsi untuk menentukan
perlu tidaknya penambahan atribut, sehingga dapat mencerminkan dimensi yang dikaji
mendekati kondisi sebenarnya. Nilai yang dihasilkan dari setiap dimensi yang dimuat
pada Tabel 39 memperlihatkan bahwa nilai stress berada di bawah 25% (Kavanagh,
2001) artinya hal ini sesuai dengan pendapat Fisheries (1999) yang menyatakan bahwa
hasil analisis cukup memadai apabila nilai stress lebih kecil dari 0,25 (25%) dan nilai
keofisien determinasi (R2) mendekati nilai 1,0. Adapun nilai yang di hasilkan dari
setiap dimensi dimuat pada Tabel 43.

Tabel 43. Hasil keberlanjutan eseluruhan pada PT. NMI dan PT HMMI
No. Dimensi Stress R2
1. Ekonomi 0.14 0,92
2. Sosial 0.13 0,92
3. Lingkungan 0.13 0,93

Tabel 43 menunjukkan bahwa nilai stress berada di bawah 25% (Kavanagh,


2001). Artinya hal ini sesuai dengan pendapat Fisheries (1999) yang menyatakan
bahwa hasil analisis cukup memadai apabila nilai stress lebih kecil dari nilai 0,25
(25%) dan nilai keofisien determinasi (R2) mendekati nilai 1,0 sebagaimana terlihat di
Tabel 43.
Hasil analisis Monte Carlo menunjukkan bahwa nilai indeks keberlanjutan CSR
dalam industri otomotif di Indomobil Group pada PT. NMI dan PT. HMMI pada taraf
kepercayaan 95%, memperlihatkan hasil yang tidak banyak mengalami perbedaan
dengan hasil analisis MDS. Hal ini dapat dilihat dari Tabel 44, dimana perbedaan yang
ada antara hasil MDS dengan hasil Monte Carlo baik untuk dimensi ekonomi, sosial
147

dan lingkungan menunjukkan nilai sangat kecil (<5%), sehingga dapat dianggap tidak
ada perbedaan yang berarti diantara keduanya.
Tabel 44. Tabel Perbedaan MDS dan Monte Carlo pada PT NMI dan PT.HMMI
No. Dimensi MDS Monte Carlo Selisih
1 Ekonomi 68,46 66,57 1,89
2 Sosial 74,65 72,31 2,34
3 Lingkungan 100 96,12 3,88

1. Status keberlanjutan Program CSR Dimensi Lingkungan


a. Aktivitas Penghijauan
Pada dasarnya masyarakat menganggap perusahaan telah melakukan aktivitas
penghijauan yang sesuai dengan harapan masyarakat. Namun dalam proses
pengolahan data dengan MDS muncul sebagai faktor atribut yang harus mendapat
perhatian yang lebih. Oleh karena itu dibutuhkan upaya agar kondisi ini dapat
dipertahankan untuk mencapai tingkat kerberlanjutan yang lebih maksimal, sehingga
upaya melakukan aktivitas penghijauan adalah untuk dapat mempertahankan apa
yang sudah didapatkan yaitu kondisi wilayah yang hijau.
Meskipun demikian bukan berarti kondisi lahan di wilayah Desa Dangdeur
bukan tanpa masalah, dari informasi yang didapat sebagian lahan didaerah di Desa
Dangdeur khususnya lahan yang telah di plot oleh pengelola kawasan industri Kota
Bukit Indah untuk dijadikan areal pengembangan kawasan industri kondisinya telah
menjadi gundul akibat tidak adanya aktivitas yang dilakukan sementara lahan telah
dipersiapkan untuk menjadi kawasan pabrik. Menurut perangkat Desa Bapak Udin
dari bagian Tramtib Pemerintahan Desa Dangdeur (2010) tanah-tanah tersebut diduga
sebagian telah dikuasai oleh spekulan dan menunggu realisasi pembelian oleh
pengelola kawasan industri Kota Bukit Indah dan juga di beberapa tempat telah
digarap oleh masyarakat sekitar menjadi lahan pertanian, karena terlalu lama
dibiarkan kosong oleh pihak pemilik. Kondisi tanah yang gundul ini tentu kurang
baik terhadap kebersihan udara dan juga kurang baik terhadap kondisi lahan sebagai
daerah tangkapan air.
148

b. Estetika lingkungan
Hasil analisis keberlanjutan dengan MDS menunjukkan bahwa estetika atau
keindahan lingkungan telah dilakukan dengan baik di lokasi perusahaan maupun di
lingkungan sekitar. Hal ini karena perusahaan memang berada di lokasi kawasan
industri yang sudah tertata dengan baik dan amat memperhatikan aspek estetika ini,
seperti penataan bangunan yang sesuai dengan lingkungan. Namun karena faktor
estetika lingkungan ini menjadi faktor penting dalam CSR berkelanjutan dalam
dimensi lingkungan maka perusahaan harus dapat mempertahankan kondisi ini
untuk mempertahankan keberlajutan atau membuat lebih baik lagi.
c. Konservasi lingkungan
Upaya konservasi lingkungan berupa menjaga kelestarian lingkungan termasuk
kebersihan dan keindahan di wilayah Desa Dangdeur pada dasarnya tidak
membutuhkan kerja keras lagi karena pada dasarnya kebersihan dan keindahan di
lingkungan Desa Dangdeur telah tertata rapi dan aspek ekologis tetap terjaga baik,
karena di Desa Dangdeur terlihat pertanian seperti rambutan dan sawah tadah hujan
terkelola baik. Upaya yang dilakukan perusahaan adalah setidaknya dapat
mempertahankan kondisi yang ada agar dapat terjaga dengan baik. Upaya yang
dilakukan dalam konservasi lingkungan juga adalah bagaimana sumberdaya lainnya
seperti air dan udara tetap terjaga.
2. Status Keberlanjutan Program CSR Dimensi Ekonomi
a. Peluang usaha
Peluang usaha yang timbul akibat keberadaan perusahaan PT. NMI dan
PT.HMMI dan juga keberadaan kawasan industri kota Bukit Indah menurut
pandangan masyarakat di desa Dangdeur telah memenuhi harapan, artinya perusahaan
diharapkan dapat mempertahankan kondisi ini, dan lebih baik bila dapat ditingkatkan.
b.Peningkatan harga
Keberadaan perusahaan di daerah ini ternyata tidak terlalu berpengaruh terhadap
kenaikan harga-harga kebutuhan pokok sehari-hari bagi masyarakat desa Dangdeur,
kalaupun meningkat lebih disebabkan oleh faktor lain seperti inflasi.
149

c. Peningkatan jumlah lembaga keuangan dan ekonomi


Dampak dari kehadiran perusahaan PT.NMI dan PT.HMMI ternyata tidak
berdampak pada adanya pertumbuhan lembaga-lembaga keuangan dan ekonomi,
seperti adanya koperasi simpan pinjam, pasar, bank dan sebagainya. Hal ini
menunjukkan bahwa aktivitas ekonomi akibat keberadaan perusahaan di lokasi
kawasan Industri Kota Bukit Indah kurang memberikan dampak bagi masyarakat
sekitar perusahaan khususnya di desa Dangdeur. Dari kondisi yang ada, pasar di desa
Dangdeur tidak ada, demikian pula Bank, dan lembaga keuangan Lainnya.

3. Status keberlanjutan Program CSR Dimensi sosial

a. Kondisi keamanan
Kehadiran perusahaan di wilayah desa Dangdeur ternyata dinilai tidak
membuat kondisi keamanan desa menurun. Namun masyarakat menilai kondisi
keamanan berada pada keadaan yang tetap.
b.Peningkatan kerekatan sosial
Hal ini merupakan kondisi yang menunjukkan kepekaan perusahaan terhadap
kondisi warga sekitar yang mengalami kesulitan. Kinerja CSR perusahaan dalam
pandangan masyarakat desa Dangdeur adalah cukup atau agak setuju bahwa
kehadiran perusahaan meningkatkan kerekatan sosial, karena perusahaan telah
menjadi warga masyarakat yang peka terhadap kebutuhan-kebutuhan warga, sehingga
mau membantu dan tidak menjadi mercusuar sendiri di tengah kesulitan warga.
Kondisi ini amatlah baik bila dapat ditingkatkan agar perusahaan dapat menunjukkan
kepeduliannya yang lebih meningkat lagi terhadap masyarakat desa Dangdeur.
c.Disintegrasi sosial
Faktor lain yang menurut masyarakat sekitar kurang baik adalah kurang
berbaurnya karyawan perusahaan sekitar dengan penduduk lokal dalam berbagai
kelompok seperti karang taruna, pengajian, arisan warga. Hal ini dilihat dari pendapat
masyarakat bahwa warga lokal lebih banyak mengikuti kelompok-kelompok dalam
masyarakat Desa Dangdeur masyarakat dibanding penduduk pendatang.
150

4.4.2 Uji Friedman


Uji Friedman dilakukan untuk menguji hipotesis bahwa sampel telah diambil
dari populasi yang sama. Artinya apakah semua atribut dalam dimensi CSR berkelanjutan
sama-sama berpengaruh.
Hipotesis yang akan diuji adalah :
Ho : Tidak terdapat pengaruh yang sama dari setiap atribut yang digunakan secara
bersama-sama terhadap CSR berkelanjutan setiap dimensi
H 1 : Terdapat pengaruh yang sama dari setiap atribut yang digunakan secara bersama-
sama terhadap CSR berkelanjutan setiap dimensi
Adapun hipotesis yang diuji adalah terhadap atribut-atribut dari setiap dimensi
(ekonomi, sosial dan lingkungan) dari sumber data sebagaimana terlampir yang
dilakukan baik secara keseluruhan maupun secara parsial dengan hasil sebagai berikut:

a. PT. NMI dan PT. HMMI


1. Hasil uji gabungan atribut dari seluruh dimensi
Signifikansi hitung 0,00 < 0,05 berarti H0 ditolak atau H1 diterima
H hitung 588,453 > 35,17 (tabel) H1 diterima
2. Uji terhadap atribut dari keseluruhan dimensi yang berdampak positif
Signifikansi hitung 0,00 < 0,05 berarti H0 ditolak H1 diterima
H hitung 171,609 > 16,92 (tabel) H1 diterima

3. Uji terhadap atribut dari keseluruhan dimensi yang berdampak negatif

Signifikansi hitung 0,00 < 0,05 berarti H0 ditolak H1 diterima

H hitung 430,775 > 22,36 (tabel) H1 diterima


4. Uji terhadap atribut dari dimensi sosial
Signifikansi hitung 0,00 < 0,05 berarti H0 ditolak atau H1 diterima
H hitung 219,127 > 14,07 (tabel) H1 diterima
5. Uji terhadap atribut dari dimensi sosial yang berdampak negatif
Signifikansi hitung 0,00 < 0,05 berarti H0 ditolak H1 diterima
151

H hitung 176,129 > 11,07 (tabel) H1 diterima


6. Uji terhadap atribut dari dimensi sosial yang berdampak positif
Signifikansi hitung 0,00 < 0,05 berarti H0 ditolak H1 diterima
H hitung 31,041 > 3,84 (tabel) H1 diterima
7. Uji terhadap atribut dari dimensi ekonomi menghasilkan :

Signifikansi hitung 0,00 < 0,05 berarti H0 ditolak H1 diterima


H hitung 230,363 > 14,07 (tabel) H1 diterima
8. Uji terhadap atribut dari dimensi ekonomi yang berdampak positif
Signifikansi hitung 0,00 < 0,05 berarti H0 ditolak H1 diterima
H hitung 123,694 > 9,49 (tabel) H1 diterima
9. Uji terhadap atribut dari dimensi ekonomi yang berdampak negatif
Signifikansi hitung 0,00 < 0,05 berarti H0 ditolak H1 diterima
H hitung 101,054 > 5,99 (tabel) H1 diterima.
10. Uji terhadap atribut dari dimensi lingkungan
Signifikansi hitung 0,00 < 0,05 berarti H0 ditolak H1 diterima
H hitung 98,64 > 14,07 (tabel) H1 diterima.
11. Uji terhadap atribut dari dimensi lingkungan yang berdampak negatif
Signifikansi hitung 0,00 < 0,05 berarti H0 ditolak H1 diterima
H hitung 122,334 > 9,49 (tabel) H1 diterima
12. Uji terhadap atribut dari dimensi lingkungan yang berdampak positif
Signifikansi hitung 0,039 < 0,05 berarti H0 ditolak H1 diterima
H hitung 6,497 > 5,99 (tabel) H1 diterima

b. PT SIM
1. Hasil uji atribut dari keseluruhan dimensi (sosial, ekonomi, lingkungan)

Signifikansi hitung 0,00 < 0,05 berarti H0 ditolak atau H1 diterima


H hitung 430,431 > 35,17 (tabel) H1 diterima
2. Uji terhadap keseluruhan dimensi dari atribut yang berdampak positif
152

Signifikansi hitung 0,00 < 0,05 berarti H0 ditolak H1 diterima


H hitung 142,755 > 16,92 (tabel) H1 diterima
3. Uji terhadap keseluruhan dimensi dari atribut yang berdampak negatif

Signifikansi hitung 0,00 < 0,05 berarti H0 ditolak H1 diterima


H hitung 297,381 > 22,36 (tabel) H1 diterima
4. Uji terhadap atribut dari dimensi sosial
Signifikansi hitung 0,00 < 0,05 berarti H0 ditolak atau H1 diterima
H hitung 145,888 > 14,07 (tabel) H1 diterima
5. Uji terhadap atribut dari dimensi sosial yang berdampak negatif
Signifikansi hitung 0,00 < 0,05 berarti H0 ditolak H1 diterima
H hitung 120,097 > 11,07 (tabel) H1 diterima
6. Uji terhadap atribut dari dimensi sosial yang berdampak positif
Signifikansi hitung 0,00 < 0,05 berarti H0 ditolak H1 diterima
H hitung 15,868 > 3,84 (tabel) H1 diterima
7. Uji terhadap atribut dari dimensi ekonomi
Signifikansi hitung 0,00 < 0,05 berarti H0 ditolak H1 diterima
H hitung 132,641 > 14,07 (tabel) H1 diterima
7. Uji terhadap atribut dari dimensi ekonomi yang berdampak positif
Signifikansi hitung 0,00 < 0,05 berarti H0 ditolak H1 diterima
H hitung 34,158 > 9,49 (tabel) H1 diterima
8. Uji terhadap atribut dari dimensi ekonomi yang berdampak negatif
Signifikansi hitung 0,00 < 0,05 berarti H0 ditolak H1 diterima
H hitung 83,658 > 5,99 (tabel) H1 diterima.
10. Uji terhadap atribut dari dimensi lingkungan
Signifikansi hitung 0,00 < 0,05 berarti H0 ditolak H1 diterima
H hitung 95,301 > 14,07 (tabel) H1 diterima.
11. Uji terhadap atribut dari dimensi lingkungan yang berdampak negatif
Signifikansi hitung 0,00 < 0,05 berarti H0 ditolak H1 diterima
H hitung 60,156 > 9,49 (tabel) H1 diterima
153

12. Uji terhadap atribut dari dimensi lingkungan yang berdampak positif
Signifikansi hitung 0,039 < 0,05 berarti H0 ditolak H1 diterima
H hitung 30,865 > 5,99 (tabel) H1 diterima

Dari hasil perhitungan didapat bahwa secara keseluruhan maupun secara parsial dapat
disimpulkan bahwa hipotesis H1 diterima atau terdapat pengaruh yang sama dari setiap
atribut yang digunakan secara bersama-sama terhadap CSR berkelanjutan setiap dimensi..
Hasil ini digunakan untuk melihat apakah setiap atribut dalam setiap dimensi dari CSR
berkelanjutan memiliki pengaruh bila digunakan secara bersama-sama sehingga analisis
selanjutnya dapat dilakukan.

4.4.3 Hasil Analisis Prospektif


Berdasarkan hasil analisis MDS, diperoleh masing-masing 9 faktor
pengungkit keberlanjutan aktivitas CSR dalam industri otomotif di Indomobil
Group baik pada PT.SIM maupun PT.NMI, PT.HMMI. Dalam proses CSR semua
faktor-faktor ini harus diperhatikan agar diperoleh status keberlanjutan dalam
pelaksanaannya. Secara operasional, faktor-faktor ini memiliki keterkaitan dalam
bentuk pengaruh dan ketergantungan antar faktor. Hal ini perlu diperhatikan dalam
pelaksanaan kegiatan CSR berkelanjutan dalam industri otomotif di Indomobil
Group. Namun demikian dalam implementasinya, pemilihan faktor yang paling
berpengaruh dan memiliki keterkaitan yang tinggi dengan faktor lainnya, sehingga
kegiatan perusahaan dapat mencapai hasil akhir yang diharapkan (visi misi).
Penentuan faktor kunci dilakukan dengan melibatkan semua stakeholders
yang terkait dengan kegiatan pengelolaan CSR berkelanjutan di Indomobil Group.
Untuk mengetahui faktor kunci yang paling berpengaruh dalam proses CSR
berkelanjutan di Indomobil Group, dilakukan analisis yang efektif dan relevansinya
tinggi. Artinya bahwa faktor kunci yang dihasilkan sesuai dengan yang dibutuhkan
dan relevan untuk diterapkan, digunakan analisis prospektif yang dilakukan secara
partisipatif.
154

Faktor kunci merupakan faktor-faktor yang memiliki tingkat pengaruh lebih


tinggi daripada tingkat ketergantungannya terhadap faktor lain, sehingga faktor
tersebut menjadi penentu dalam kebijakan CSR berkelanjutan. Faktor penghubung
merupakan faktor-faktor yang memiliki tingkat pengaruh hampir sama dengan
tingkat ketergantungan terhadap faktor lain. Faktor terikat merupakan faktor yang
memiliki tingkat pengaruh lebih rendah daripada tingkat ketergantungan terhadap
faktor lainnya. Faktor bebas merupakan faktor-faktor yang memiliki tingkat
pengaruh hampir sama rendahnya dengan tingkat ketergantungan terhadap faktor
lainnya.
a. Analisis Prospektif PT.SIM
Berdasarkan hasil analisis prospektif diperoleh 2 (dua) faktor kunci meliputi
peluang kerja diperusahaan dan disintegrasi sosial sebagaimana pada tercantum pada
Gambar 28.

Gambaran Tingkat Kepentingan Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Sistem yang Dikaji
1.80
Rehabilitasi lingkungan

1.60 Diintegrasi sosial

1.40
Konservasi Lingkungan

1.20
Peluang kerja di
Pengaruh

perusahaan
1.00

0.80 Kerenggangan sosial

0.60
Erosi nilai2 sosial
0.40
Kecenderungan konsumtif

0.20
Peluang usaha
Emisi gas buang mobil baru
-
- 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60
Ketergantungan

Gambar 28. Hasil analisis prospektif PT. SIM

Hasil analisis tersebut sesuai dengan kondisi lapangan di lokasi penelitian. Ke


dua faktor kunci tersebut disepakati oleh stakeholders sebagai faktor utama yang harus
diperhatikan.
155

1) Peluang kerja diperusahaan


PT. SIM adalah perusahaan yang memiliki karyawan relatif cukup banyak.
Namun disamping itu juga menggunakan teknologi yang tinggi (padat teknologi).
Tenaga kerja yang dibutuhkan adalah tenaga kerja terlatih, sehingga dalam perekrutan
tidak merekrut tenaga tidak terlatih. Ketersediaan tenaga kerja yang dibutuhkan di
kelurahan Jatimulya menjadi problem, karena sistem perekrutan oleh PT SIM tidak
memiliki sistem yang mengutamakan perekrutan tenaga kerja dari wilayah kelurahan
Jatimulya (menurut Bapak Priyo Kurnianto dari bagian Human Resources
Development PT. SIM). Tenaga kerja usia produktif yang berada di desa ini juga
cukup banyak sehingga upaya perekrutan tenaga kerja dari desa akan sangat penting
dan merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan menurut pandangan
stakeholders.
2). Disintegrasi sosial
Proses pembauran antara penduduk lokal dengan karyawan perusahaan
merupakan proses penting untuk diperhatikan. Kondisi saat ini menurut hasil
penelitian menunjukkan bahwa kondisi disintegrasi sosial antara karyawan
perusahaan yang pendatang dan penduduk lokal merupakan faktor penting yang perlu
diperhatikan agar terdapat pembauran. Dalam hal ini membentuk kelompok sendiri
yang ekslusif akan membuat disintegrasi sosial dan justru merugikan bagi
perusahaan.

b. Kemungkinan CSR berkelanjutan dimasa yang akan datang


Terdapat dua faktor kunci keberhasilan kebijakan CSR berkelanjutan
berdasarkan aspirasi stakeholders dan pakar, yaitu peluang kerja di perusahaan dan
disintegrasi sosial. Deskripsi kemungkinan perubahan kondisi (state) masing-masing
faktor kunci yang berpengaruh terhadap kebijakan CSR berkelanjutan dalam aktivitas
perusahaan akibat kegiatan yang dilakukan PT.SIM di masa mendatang dapat berbeda
antara kondisi satu dengan kondisi lain. Masing-masing faktor kunci tersebut
memiliki kemungkinan perubahan kondisi di masa mendatang :
156

1) Peluang kerja di PT.SIM


Peluang kerja di PT. SIM di masa mendatang meliputi beberapa kemungkinan
berikut:
1) Peluang kerja di PT. SIM justru menurun, karena memang kebutuhan akan
tenaga kerja di PT SIM menurun akibat dari tingkat penjualan mobil menurun
(1A)
2) Peluang kerja di PT. SIM menurun karena adanya otomatisasi (1B)
3) Peluang kerja di perusahaan PT. SIM di masa mendatang adalah tetap seperti
keadaan sekarang, karena perusahaan tidak melakukan kegiatan apapun untuk
merubah kebijakan dalam perekrutan tenaga kerja, sementara tidak ada
perubahan berarti dari kondisi tingkat pendidikan dari tenaga kerja siap pakai
yang bermukim di Kelurahan Jatimulya dan juga tidak ada perubahan berarti
dari tingkat penjualan mobil (1C).
4) Peluang kerja di PT.SIM di masa mendatang adalah meningkat, karena
perusahaan tingkat penjualan mobil meningkat dan melakukan perubahan
dalam sistem perekrutan karyawan dengan lebih memperhatikan penerimaan
karyawan yang berdomisili di Kelurahan Jatimulya (1D)

2) Disintegrasi sosial
Disintegrasi sosial di masa mendatang memiliki beberapa kemungkinan berikut :
1) Disintegrasi menurun atau terjadi kecenderungan integrasi dalam hal ini terjadi
pembauran antara masyarakat sekitar perusahaan dengan karyawan PT SIM
sebagai pendatang (2A)
2) Tidak ada disintegrasi sosial yang terjadi atau keadaan tetap, karena tidak ada
perubahan dalam pola perilaku karyawan pendatang yang berdomisili di
kelurahan Jatimulya (2B)
3) Terjadi disintegrasi sosial yang meningkat, karena karyawan pendatang tidak
berusaha berbaur dengan masyarakat lokal disekitar dan lebih membentuk
kelompok sendiri, baik formal maupun informal (eksklusif) (2C)
157

c. Analisis Prospektif PT.NMI dan PT.HMMI


Berdasarkan hasil analisis prospektif diperoleh tiga faktor kunci meliputi
peningkatan harga kebutuhan pokok masyarakat, aktivitas penghijauan, dan
peningkatan jumlah lembaga ekonomi dan keuangan, sebagaimana pada kuadran
yang berada pada bagian kiri atas dari gambar tingkat kepentingan faktor-faktor yang
berpengaruh pada sistem yang dikaji seperti dimuat pada Gambar 29.
Gambaran Tingkat Kepentingan Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Sistem yang Dikaji

2.50

Aktivitas
Estetika Lingkungan
2.00 Penghijauan

1.50
Pengaruh

Peningkatan harga

Peningkatan jumlah
1.00 lemb eko & keu Konservasi
Kondisi Lingkungan
keamanan
Peningkatan kerekatan
sosial

0.50
Disintegrasi sosial

Peluang usaha
-
- 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60
Ketergantungan

Gambar 29. Hasil analisis prospektif PT.NMI dan PT.HMMI

Hasil analisis tersebut sesuai dengan kondisi lapangan di lokasi penelitian.


Ke-3 faktor kunci tersebut disepakati oleh stakeholders sebagai faktor utama yang
harus diperhatikan untuk memenuhi CSR berkelanjutan berikut :
1. Peningkatan harga kebutuhan pokok masyarakat
Para stakeholders menilai bahwa harga-harga kebutuhan pokok masyarakat yang
meningkat merupakan faktor penting yang perlu menjadi perhatian perusahaan.
Stakeholders berpendapat bahwa untuk mencapai CSR berkelanjutan pada PT. NMI
dan PT.HMMI, perlu memperhatikan faktor kenaikan harga barang-barang
kebutuhan pokok masyarakat yang berhubungan dengan daya beli masyarakat.
158

2. Aktivitas penghijauan
Faktor kunci selanjutnya yang menjadi pilihan stakeholders adalah aktivitas
penghijauan, yang muncul sebagai kondisi yang harus diperhatikan.
3. Peningkatan jumlah lembaga ekonomi dan keuangan
Keberadaan lembaga ekonomi dan keuangan seperti pasar, kantor pos, bank
ternyata memang tidak tumbuh secara nyata di Desa Dangdeur. Tujuan dari
keberadaan lembaga-lembaga ini adalah semakin meningkatnya pertumbuhan
ekonomi di Desa Dangdeur, sehingga atribut ini menjadi faktor kunci yang perlu
diperhatikan menurut pandangan stakeholders dalam mencapai CSR berkelanjutan.

d. Kemungkinan CSR berkelanjutan di masa mendatang


Deskripsi kemungkinan perubahan kondisi (state) masing-masing faktor kunci
yang berpengaruh terhadap kebijakan CSR berkelanjutan dalam aktivitas perusahaan
akibat kegiatan yang dilakukan PT. NMI dan PT. HMMI di masa mendatang dapat
berbeda antara kondisi satu dengan kondisi lain. Masing-masing faktor kunci tersebut
memiliki kemungkinan perubahan kondisi di masa mendatang sebagai berikut :

1) Peningkatan harga-harga kebutuhan pokok masyarakat, yaitu :


1. Harga kebutuhan pokok menurun, karena perusahaan mengadakan operasi pasar,
dengan mengadakan bazar murah dan sebagainya (IA).
2. Harga berfluktuasi sesuai harga pasar, sementara perusahan tidak berbuat apapun
untuk meningkatkan daya beli masyarakat desa Dangdeur (IB).
3. Harga kebutuhan pokok masyarakat desa Dangdeur meningkat, seiring terjadinya
inflasi ataupun terjadi kelangkaan barang di pasar (IC).

2) Aktivitas penghijauan
1. Kondisi lahan yang kritis menjadi hijau karena di lahan tersebut telah ditanami
pepohonan, sehingga upaya penghijauan menurun (2A).
2. Kondisi lahan yang kritis tetap tidak ada perubahan, akibat tidak ada usaha
penanaman pohon yang dilakukan (2B).
159

3. Aktivitas penghijauan mulai meningkat, karena upaya perusahaan mulai meningkat


(2C).
4. Kondisi lahan menghijau, meskipun perusahaan tidak melakukan apa-apa, karena
pemilik lahan melakukan penanaman pohon (2D).

3). Peningkatan jumlah lembaga ekonomi dan keuangan


1. Kondisi tetap seperti seadanya, karena tidak ada upaya perusahaan demi
tercapainya keberadaan lembaga ekonomi dan keuangan di Desa Dangdeur (3A).
2 Muncul lembaga ekonomi dan keuangan, seperti pasar dan lembaga simpan pinjam,
karena ada upaya perusahaan memfasilitasi (3B).
3. Muncul lembaga ekonomi dan keuangan di Desa Dangdeur, meskipun perusahaan
tidak melakukan atau memfasilitasi terbentuknya lembaga-lembaga tersebut, namun
pihak Pemerintah Daerah setempat maupun Pemerintah Pusat membangun dan
menyediakannya (3C)
Tabel 45. Incompatible antar keadaan dari ke dua faktor penting dalam kebijakan
CSR berkelanjutan pada PT. SIM

No. Faktor strategik Keadaan (state) masa depan


faktor
1. Peluang kerja di Menurun, Menurun, Tetap, tidak ada Meningkat,
perusahaan kapasitas karena perubahan kapasitas
produksi adanya kebijakan (1C) produksi
menurun otomatisasi meningkat
(1A) (1B) (1D)
2. Disintegrasi Menurun, Tetap, tidak Meningkat, -
sosial terjadi ada terjadi
pembauran perubahan pengelompokan
(2A) sikap (2B) secara eksklusif
(2C)
160

Tabel 46. Incompatible antar keadaan dari ke tiga faktor penting dalam kebijakan CSR
berkelanjutan pada PT. NMI dan PT. HMMI

No. Faktor strategik Keadaan (state) masa depan


faktor

1. Peningkatan harga- Menurun Tetap (1B) Meningkat -


harga kebutuhan (1A) (1C)
pokok masyarakat
2. Aktivitas Menurun, Tetap, tidak ada Meningkat Meningkat
penghijauan akibat upaya karena upaya karena
kondisi penanaman perusahaan upaya
lahan kritis pohon (2B) mulai terlihat pemilik
sudah di- (2C) lahan (2D)
tanami
pohon (2A)
3. Peningkatan Tetap, tidak Muncul karena Muncul -
jumlah lembaga ada perusahaan karena
ekonomi dan perubahan memfasilitasi Pemerintah
keuangan (3A) (3B) memfasilitasi
(3C)

Berdasarkan hasil identifikasi tentang bagaimana faktor kunci dapat berubah


dengan menentukan keadaan pada setiap faktor dan memeriksa perubahan mana yang
tidak dapat terjadi secara bersamaan (incompatible) disajikan pada Tabel 45 dan 46.
Perubahan faktor yang dapat terjadi bersamaan merupakan skenario-skenario
startegik yang mungkin terjadi pada kebijakan CSR berkelanjutan baik pada PT. SIM
maupun pada PT. NMI dan PT. HMMI.
e. Skenario alternatif kebijakan
Berdasarkan kerangka teori dan Tabel 45 dan 46 dirumuskan tiga skenario
alternatif kebijakan CSR berkelanjutan dalam industri otomotif di Indomobil Group
adalah :
1) Pengembangan usaha tanpa peningkatan kinerja CSR
Dalam kondisi ini perusahaan dalam keadaan siap berkembang pesat
dengan memanfaatkan sumberdaya secara optimal tanpa peningkatan CSR
berkelanjutan. Kondisi ini mengacu kepada pendapat dari Milton Friedman, diacu
161

dalam Solihin (2008) bahwa tanggungjawab sosial perusahaan (CSR) adalah


menjalankan bisnis sesuai dengan kehendak pemilik perusahaan (owners), biasanya
dalam bentuk menghasilkan uang sebanyak-banyaknya dengan senantiasa
mengindahkan aturan dasar yang digariskan dalam suatu masyarakat sebagaimana
diatur oleh hukum dan perundang-undangan. Dengan demikian, tujuan perusahaan
korporasi adalah memaksimalisasi laba atau nilai pemegang saham (shareholders
value). Perusahaan bukanlah lembaga sosial yang harus memikirkan tingkat
kesejahteraan masyarakat, khususnya masyarakat sekitar. Dalam hal ini aktivitas
CSR dilakukan dalam kaitannya untuk memaksimalkan laba perusahaan. Aktivitas
CSR seperti ini dilakukan sebagaimana yang ada sekarang (business as usual) dan
apabila dilakukan lebih dari kondisi ini, maka seluruhnya dilakukan dengan
mempertimbangkan dampaknya terhadap maksimalisasi laba.
2) Perbaikan kinerja CSR secara konsisten tanpa melihat kinerja usaha
Strategi CSR yang dilakukan adalah mulai meningkatkan kinerja CSR
semata-mata karena memang saat ini sedang trend dimana-mana. Kata-kata CSR
bergema diberbagai tempat. Berbagai perusahaan atas nama CSR melakukan
kegiatan amal (charity) dan phylanthropys (kebajikan) mulai dari menyumbang
untuk bencana alam, penanaman pohon, pemberian beasiswa kepada pelajar
berprestasi dan sebagainya, tanpa perlu melihat relevansinya terhadap kinerja
usaha. CSR seperti ini dilakukan semata-mata hanya faktor ketulusan hati ataupun
mengikuti trend. Hal ini bertolak belakang dengan prinsip Milton Friedman. Dalam
strategi ini keterkaitan antara aktivitas CSR yang dilakukan dengan jenis usaha
tidak diperhitungkan.
3) Perbaikan kinerja CSR dan kemajuan usaha secara simultan
Strategi yang dilakukan ini adalah melakukan perbaikan kinerja CSR
namun dengan tetap memperhitungkan pertumbuhan usaha. Artinya sama-sama
meningkat. Kinerja perusahaan semakin baik seiring dengan peningkatan kinerja
CSR berkelanjutan dan pertumbuhannya keduanya yang rsosialf stabil. Aktivitas
CSR yang dilakukan harus sejalan dengan jenis usaha. Dalam hal ini perpaduan
dari kedua strategi sebelumnya. Dalam jangka panjang kondisi yang demikian
162

dapat menjamin keberlanjutan aktivitas CSR dan pengembangan usaha di


Indomobil Group.
Dari tabel skenario faktor kunci dalam berbagai keadaan (Tabel 45 dan 46), maka
disusunlah pengelompokan untuk PT. SIM berikut:
1) Pengembangan usaha tanpa peningkatan kinerja CSR
(1A) Menurun, kapasitas produksi menurun; (1B) Menurun, adanya otomatisasi; (1C)
Tetap, tidak ada perubahan kebijakan; (2C) Meningkat, terjadi pengelompokan
secara eksklusif.
2) Perbaikan kinerja CSR secara konsisten tanpa melihat kinerja usaha
(1D) Meningkat, kapasitas produksi meningkat; (1C) Tetap, tidak ada perubahan
kebijakan; (2A) Menurun, terjadi pembauran; (2B) Tetap, tidak ada perubahan sikap.
3) Perbaikan kinerja CSR dan kemajuan usaha secara simultan
(1D) Meningkat, kapasitas produksi meningkat, (2A) Menurun, terjadi pembauran

Untuk PT. NMI dan PT. HMMI adalah sebagai berikut.


1) Pengembangan usaha tanpa peningkatan kinerja CSR
(1B) Tetap; (1C) Meningkat; (2B) Tetap, tidak ada upaya penanaman pohon; (2D)
Meningkat karena upaya pemilik lahan; (2D) Meningkat karena upaya pemilik lahan;
(3A) Tetap, tidak ada perubahan; (3C) Muncul karena Pemerintah memfasilitasi.
2) Perbaikan kinerja CSR secara konsisten tanpa melihat kinerja usaha
(1A) Menurun; (2A) Lahan sudah ditanami pohon, aktivitas penghijauan menurun;
(3B) Muncul karena perusahaan memfasilitasi.
3) Perbaikan kinerja CSR dan kemajuan usaha secara simultan
(1A) Menurun; (2C) Meningkat karena upaya perusahaan meningkat; (3B) Muncul
karena perusahaan memfasilitasi.
163

4.4.4 Analisis dengan AHP


a. Hasil AHP PT. Suzuki Indomobil Motor (PT.SIM)
Hasil analisis dari berbagai kelompok unsur dalam sistem kebijakan CSR
berkelanjutan berdasarkan hirarki dari masing-masing kelompok yang dibandingkan
secara berpasangan (pairwise comparison) dengan AHP untuk mendapatkan faktor-
faktor apakah yang menjadi prioritas dari setiap level hirarki yang perlu mendapat
perhatian dalam kebijakan CSR berkelanjutan pada PT. SIM sebagaimana dimuat pada
Gambar 30.

Fokus Kebijakan CSR Berkelanjutan Dalam


Industri Otomotif

Aktor
Masyarakat Pemerintah Pengusaha Pemerintah
sekitar (0,33) Daerah (0,31) (0,23) Pusat (0,13)

Faktor Ekonomi (0,41) Lingkungan Sosial (0,28)


(0,31)

Kriteria Peluang Peluang Kecen- Kereng- Disinte- Erosi Reha- Kon- Emisi
usaha kerja di derungan gangan grasi nilai2 bilitasi servasi gas
perusaha- konsum- sosial sosial sosial ling- ling- buang
(0,20)
an (0,18) tif (0,08) (0,10) (0,10) (0,07) kungan kungan mobil
(0,17) 0,09) baru
(0,05)

Alternatif

Perbaikan kinerja CSR Perbaikan kinerja CSR Pengembangan usaha


dan kemajuan usaha secara konsisten tanpa tanpa peningkatan
secara simultan (0,56) melihat kinerja usaha (0,26) kinerja CSR (0,19)

Gambar 30. Hirarki AHP PT.SIM


Dari hasil olah data kuesioner AHP dengan Software Criterium Decision Plus
(CDP) yang merupakan pendapat dari berbagai pakar dan tokoh yang merupakan
stakeholders dalam aktivitas CSR di PT. SIM diperoleh hasil bahwa masyarakat sekitar
menjadi aktor yang menjadi prioritas utama untuk mendapat perhatian untuk mencapai
CSR berkelanjutan (skor 0,33), diikuti dengan pemerintah daerah (skor 0,31), yaitu
164

pemerintahan kelurahan Jatimulya hingga pemerintah kabupaten Bekasi, Prioritas


selanjutnya adalah pihak pengusaha (0,23) yaitu PT SIM dan terakhir adalah pemerintah
pusat (skor 0,13). Untuk level Faktor yang menjadi prioritas utama untuk mendapat
perhatian adalah faktor ekonomi (skor 0,41) diikuti faktor lingkungan (0,31) dan faktor
sosial (0,28).
Ditel untuk faktor mencapai pertumbuhan ekonomi, yang menjadi prioritas utama
adalah peluang usaha yang timbul bagi masyarakat kelurahan Jatimulya (skor 0,20),
kemudian peluang kerja di perusahaan (skor 0,16) dan prioritas terakhir Adalah
kecenderungan konsumtif (skor 0,06). Untuk faktor sosial, kriteria yang menjadi prioritas
utama untuk mendapat perhatian adalah kerenggangan sosial dan disintegrasi sosial yang
sama-sama memperoleh skor 0,10. Kemudian prioritas selanjutnya adalah erosi nilai-nilai
sosial (skor 0,07). Untuk faktor lingkungan, maka kriteria yang menjadi prioritas utama
adalah rehabilitasi lingkungan (skor 0,17). Selanjutnya adalah konservasi lingkungan
(skor 0,09) dan prioritas terakhir emisi gas buang mobil baru (skor 0,05).
Alternatif kebijakan yang diperoleh dari pendapat para pakar dan tokoh
masyarakat adalah meliputi perbaikan kinerja CSR dan kemajuan usaha secara simultan
dengan skor 0,56. Prioritas selanjutnya perbaikan kinerja CSR secara konsisten tanpa
melihat kinerja usaha (0,26) dan prioritas terakhir adalah pengembangan usaha tanpa
peningkatan kinerja CSR dengan skor (0,19).

b. Implementasi hasil AHP di PT. SIM


Perbaikan kinerja CSR dan kemajuan usaha secara simultan merupakan hal
yang seharusnya menjadi dasar utama aktivitas CSR yang dilaksanakan oleh PT.SIM
sesuai dari hasil rangkuman dari pendapat para stakeholders. Selama ini memang
lebih banyak kepada pihak yang berada di luar Kelurahan Jatimulya, sementara
kehadiran perusahaan di kelurahan Jatimulya merupakan faktor utama dalam aktivitas
CSR perusahaan yang harus mengedepankan kepentingan masyarakat sekitar dahulu
baru kepada pihak lain yang lebih luas (APCSRI, 2009).
Dalam hal ini masyarakat sekitar adalah prioritas utama dalam aktivitas CSR
perlu berperan atau mendapat perhatian, terutama dalam aktivitas CSR PT SIM, untuk
165

itu perlu ditingkatkan peluang usahanya dari faktor ekonomi demi meningkatkan
kemakmuran masyarakat sekitar dan membuka lapangan usaha bagi para angkatan
kerja, sehingga ketergantungan akan lapangan pekerjaan sebagai karyawan dapat
dikurangi.
Peluang usaha ini perlu diciptakan oleh perusahaan, sehingga dari faktor ekonomi
kinerja CSR perusahaan dapat meningkat, dengan tetap memperhatikan kemajuan
usaha secara simultan. Aktivitas penciptaan peluang usaha oleh perusahaan perlu
dilakukan dengan tetap menjaga kemajuan usaha secara simultan. Artinya tanpa
kemajuan usaha, maka kinerja peningkatan peluang usaha sulit untuk dilaksanakan.
Dalam hal ini perusahaan harus profitable, agar dapat melaksanakan peningkatan
kesempatan peluang usaha. Untuk faktor sosial, kerenggangan sosial dan disintegrasi
sosial harus menjadi perhatian utama perusahaan, dengan memperhatikan kemajuan
usaha secara simultan, upaya-upaya dalam meningkatkan integrasi sosial antara
perusahaan dan masyarakat sekitar.
Perhatian yang lebih atas keadaan dan hal-hal yang menjadi kebutuhan
masyarakat Jatimulya dapat mempererat hubungan tersebut, misal memfasilitasi
penyediaan sarana ibadah, sarana olah raga, perhatian terhadap masalah-masalah yang
dihadapi oleh masyarakat, seperti adanya bahaya banjir, dan kebakaran akan dapat
mengurangi disintegrasi dan meningkatkan kerekatan sosial. Demikian pula dengan
para karyawan perusahaan, agar dapat lebih berbaur dengan masyarakat sekitar
perusahaan dan tidak membentuk kelompok-kelompok eksklusif tetapi ikut bergabung
dengan kelompok-kelompok yang ada dimasyarakat Kelurahan Jatimulya.Untuk aspek
lingkungan, perusahaan harus memperhatikan unsur perbaikan atau rehabilitasi
lingkungan sebagai prioritas utama untuk dilaksanakan. Program perbaikan ini perlu
dilakukan dengan tetap memperhatikan kemajuan usaha secara simultan, sehingga
upaya perbaikan lingkungan dapat dilaksanakan dengan maksimal. Sebab upaya
perbaikan lingkungan memerlukan pembiayaan yang cukup besar. Upaya perbaikan
lingkungan dapat dilakukan dengan melihat lingkungan seperti udara disekitar
Kelurahan Jatimulya, terutama di depan lokasi pabrik PT SIM yaitu di jalan
Diponegoro tingkat polusi cukup tinggi. Demikian pula dengan kondisi perairan sungai
166

atau kali di sekitar perusahaan, yaitu kali Sasak Jarang telah tercemar berat. Memang
kondisi kerusakan lingkungan ini bukan karena aktivitas perusahaan semata, karena
begitu banyak pabrik yang berada diwilayah aliran kali Sasak Jarang dan juga polusi
udara disekitar jalan Diponegoro disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya
kendaraan bermotor yang melintasi jalan tersebut. Namun upaya perusahaan dalam
mengupayakan rehabilitasi lingkungan ini sesuai dengan kemampuan perusahaan dan
dalam bentuk-bentuk yang sesuai akan dapat meningkatkan kinerja CSR berkelanjutan
di PT SIM.
Di lingkungan internal PT.SIM, di masa mendatang harus meningkatkan
kesempatan atau peluang kerja bagi masyarakat sekitar untuk bekerja diperusahaan
dengan tetap memperhatikan kinerja usaha secara simultan, yaitu merekrut karyawan
yang lebih banyak lagi dari masyarakat sekitar perusahaan, khususnya dari kelurahan
Jatimulya yang tentunya dihubungkan dengan kebutuhan pengembangan usaha dan
peningkatan kapasitas produksi. Hal ini penting, karena tanpa mempertimbangkan
kebutuhan yang ada akan terjadi over kapasitas tenaga kerja, disamping tenaga kerja
yang direkrut harus memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan.
Dalam hubungannya dengan masyarakat sekitar, di kalangan karyawan harus
mau minimal mempertahankan keeratan hubungan dengan masyarakat sekitar, dengan
tidak membentuk kelompok-kelompok yang eksklusif tanpa mau bergabung dengan
masyarakat sekitar. Sebab tanpa adanya keeratan hubungan dengan masyarakat sekitar
keberadaan perusahaan ditengah-tengah masyarakat menjadi terancam dan kurang
mendapat dukungan atau pembelaan dari masyarakat bila terjadi sesuatu yang
merugikan perusahaan. Perusahaan harus menggerakkan karyawannya untuk mencegah
disintegrasi sosial tetapi justru berbaur dengan masyarakat Kelurahan Jatimulya.

c. Hasil AHP PT.NMI dan PT HMMI


Hasil analisis dari berbagai kelompok unsur dalam sistem kebijakan CSR
berkelanjutan yang dianalisa berdasarkan hirarki dari masing-masing kelompok yang
dibandingkan secara berpasangan (pairwise comparison) dengan menggunakan AHP,
untuk mendapatkan faktor-faktor apakah yang menjadi prioritas dari setiap level hirarki
167

yang merlu mendapat perhatian dalam kebijakan CSR berkelanjutan pada PT. SIM
sebagaimana dimuat pada Gambar 31.

Fokus Kebijakan CSR Berkelanjutan Dalam


Industri Otomotif

Aktor
Pengusaha Masyarakat Pemerintah Pemerintah
(0,42) sekitar (0,24) Daerah (0,20) Pusat (0,13)

Sosial (0,28) Ekonomi (0,14)


Faktor Lingkungan
(0,58)

Kriteria Peluang Pening- Pening- Pening- Kon- Disin- Kon- Aktivi- Este-
usaha katan katan katan disi tegrasi servasi tas tika
(0,10) jumlah harga kereka- Kea- sosial Ling- peng- lingku-
lembaga kebutu- tan manan (0,03) kungan hijauan ngan
ekonomi han sosial (0,10) (0,28) (0,15) (0,12)
dan ke- pokok (0,17)
uangan masya-
(0,04) rakat
(0,01)

Perbaikan kinerja Perbaikan kinerja Pengembangan


Alternatif CSR dan CSR secara usaha tanpa
kemajuan usaha konsisten tanpa peningkatan
secara simultan melihat kinerja kinerja CSR
(0,67) usaha (0,17) (0,16)

Gambar 31. Hirarki AHP PT.NMI dan PT.HMMI

Untuk memilih kebijakan CSR yang berkelanjutan di PT.NMI dan PT.HMMI


maka disampaikan kuesioner kepada stakeholders yang terkait dan setelah diolah dengan
metode AHP dan dengan software Criterium Decision Plus diperoleh hasil berikut. Untuk
level aktor yang menjadi prioritas mendapat perhatian adalah aktor pengusaha (skor
0,42). Artinya, pengusaha harus berperan sentral menghasilkan kebijakan CSR
berkelanjutan di PT. NMI dan PT. HMMI. Prioritas kedua adalah masyarakat sekitar
(skor 0,24). Selanjutnya yang menjadi prioritas ketiga adalah pemerintah daerah (skor
0,20). Prioritas terakhir adalah pemerintah pusat (skor 0,13).
168

Dilihat dari level faktor, maka faktor lingkungan menjadi menjadi prioritas utama
untuk mendapat perhatian (skor 0,58). Hal ini berkaitan dengan bagaimana upaya
perusahaan untuk mempertahankan kondisi lingkungan agar tetap terjaga. Prioritas kedua
yang menjadi perhatian adalah faktor sosial (skor 0,28) dan terakhir adalah faktor
ekonomi (skor 0,14). Untuk level kriteria dari masing-masing faktor adalah di bawah
faktor ekonomi, yang menjadi prioritas utama adalah peluang usaha (skor 0,10), prioritas
kedua adalah peningkatan jumlah lembaga ekonomi dan keuangan (skor 0,04) dan
prioritas ketiga adalah peningkatan harga-harga kebutuhan pokok masyarakat (skor 0,01).
Untuk kriteria yang berada di bawah faktor sosial, yang menjadi prioritas dan
menjadi perhatian utama adalah peningkatan kerekatan sosial (skor 0,17) disusul prioritas
kedua adalah kondisi keamanan (skor 0,10) dan prioritas ketiga adalah kriteria
disintegrasi sosial (skor 0,03). Untuk faktor lingkungan kriteria yang menjadi prioritas
utama adalah Konservasi Lingkungan (skor 0,28) dan diikuti dengan prioritas kedua,
yaitu aktivitas penghijauan (skor 0,15) dan prioritas ketiga, yaitu estetika lingkungan
(skor 0,12).
Alternatif kebijakan yang direkomendasikan untuk menjadi prioritas utama adalah
Perbaikan kinerja CSR dan kemajuan usaha secara simultan (skor 0,67), disusul oleh
Perbaikan kinerja CSR secara konsisten tanpa melihat kinerja usaha (skor 0,17) dan
prioritas terakhir adalah Pengembangan usaha tanpa peningkatan kinerja CSR (skor
0,16).

d. Implementasi hasil AHP di PT NMI dan PT.HMMI


Implementasi kebijakan di PT NMI dan PT HMMI adalah dimulai dengan
memfokuskan prioritas utama pada pihak pengusaha sebagai aktor utama yang berperan
dalam aktivitas CSR berkelanjutan di PT NMI dan PT HMMI. Bentuknya adalah pihak
perusahaan perlu memberikan perhatian serius, baik dalam bentuk penyiapan bagian
atau departemen yang mengurus masalah CSR dengan orang-orang yang kompeten di
dalamnya, sampai kepada penyediaan anggaran untuk aktivitasnya. Kebijakan
perbaikan kinerja CSR dan kemajuan usaha secara simultan menjadi prioritas utama
hasil dari analisis sesuai pendapat para pakar dan stakeholders aktivitas CSR di PT.
169

NMI dan PT. HMMI. Oleh karena itu, pihak pengusaha selain melakukan aktivitas CSR
harus memperhatikan kemajuan secara simultan. Kebijakan upaya perbaikan kinerja
CSR dengan tetap memperhatikan kemajuan usaha juga menjadi dasar dalam
melakukan upaya CSR untuk meningkatkan daya beli masyarakat desa Dangdeur,
sehingga sekalipun ada kenaikan harga-harga kebutuhan masyarakat di desa Dangdeur
tidak mengurangi daya beli masyarakat. Disamping itu, aktivitas penghijauan mulai
terlihat seiring dengan tetap memperhatikan kemajuan usaha. Aktivitas penghijauan
lebih kepada mempertahankan kondisi yang lebih baik dan khusus untuk lahan yang
memang sudah gundul di sekitar lokasi perusahaan.
Kehadiran pasar dan lembaga keuangan di desa Dangdeur sudah amat diharapkan
oleh masyarakat tersebut, maka perusahaan perlu memfasilitasi pembentukan pasar
untuk memudahkan masyarakat membeli kebutuhan pokok sehari-hari dan koperasi
simpan pinjam sebagai wadah masyarakat untuk meminjam uang untuk berbagai
keperluan. Tentu saja fasilitasi yang diberikan oleh perusahaan PT.NMI dan PT.HMMI
adalah disesuaikan dengan kemampuan perusahaan dengan tetap memperhatikan
kemajuan usaha secara simultan.

4.4.5 Kebijakan umum CSR berkelanjutan dalam industri otomotif


Berdasarkan hasil analisis dari industri otomotif di bawah naungan
Indomobil Group tersebut baik PT. SIM maupun PT. NMI dan PT. HMMI dimana
masing-masing terdapat perbedaan karakteristik baik dari segi lokasi perusahaan
dan aktivitas CSR yang berbeda, dapat ditarik kesimpulan berikut :
1.Masing-masing perusahaan memiliki karakteristik tersendiri yang dapat berbeda
dengan perusahaan lainnya, sehingga mengakibatkan atribut-atribut CSR
berkelanjutannya menjadi berbeda-beda.
2.Dari hasil penelitian terdapat satu atribut dari keseluruhan atribut CSR
berkelanjutan dari masing-masing perusahaan yang mempunyai kesamaan, yaitu
peluang usaha. Dengan demikian faktor peluang usaha menjadi atribut yang
penting untuk menjadi prioritas utama untuk diperhatikan dalam industri otomotif.
170

a. Penciptaan peluang usaha


Peluang usaha yang timbul akibat adanya industri otomotif adalah amat
besar. Ini sesuai dengan karakteristiknya dimana industri otomotif menurut
Williams (2010) memberikan kontribusi utama terhadap perekonomian
dibandingkan jenis industri lainnya diseluruh dunia. Upaya peningkatan
peluang usaha yang berdasarkan pada pemberdayaan masyarakat adalah
bentuk pemberdayaan ekonomi lokal yang berarti memampukan masyarakat
sekitar agar dapat mandiri secara ekonomi atau setidak-tidaknya memberikan
pacu agar terjadi perkembangan ekonomi di daerah tersebut. Pemacu tersebut
dapat menjadi multiplier effect yang akan melipatgandakan dampak berupa
nilai tambah bagi masyarakat (Nindita 2008). Pada dasarnya terdapat enam
modal yang tidak dimiliki oleh masyarakat miskin (Sachs (2005), diacu
dalam Nindita 2008) yaitu: modal manusia, modal usaha, infrastruktur, modal
alam, modal institusi publik dan modal pengetahuan. Dalam aspek
pembangunan ekonomi lokal yang terpenting adalah modal manusia (human
capital), modal usaha (business capital) dan modal pengetahuan (knowledge
capital). Peningkatan peluang usaha oleh industri otomotif bagi masyarakat
sekitar dapat dilakukan melalui peningkatan modal manusia melalui
peningkatan keterampilan melalui psosialhan-psosialhan untuk dapat menjadi
produktif secara ekonomi, pemberian beasiswa, menjadi orang tua asuh bagi
pelajar kurang mampu dilingkungan masyarakat sekitar, dan sebagainya.
Peningkatan peluang usaha dalam bentuk modal usaha dapat diberikan dalam
bentuk pemberian bantuan mesin dan peralatan, sarana-sarana produksi dan
jasa termasuk akses pasar, sedangkan peningkatan modal pengetahuan
diberikan dalam bentuk psosialhan teknis untuk meningkatkan produktifitas
sesuai usaha yang digeluti atau akan digeluti masyarakat sehingga keluaran
yang dihasilkan baik dalam bentuk produk dan jasa dapat memenuhi standar
yang ditetapkan dan dibutuhkan oleh pasar, termasuk perusahaan.
171

Menurut Nindita (2008) berbagai aktivitas CSR perusahaan yang


berdampak pada peningkatan pemberdayaan ekonomi lokal termasuk
peningkatan peluang usaha masyarakat sekitar adalah :
1. Fasilities sitting and management adalah akibat keberadaan perusahaan
di suatu wilayah akan menyebabkan bermunculannya aktivitas-aktivitas
bisnis di sekitar lokasi perusahaan seperti warung-warung, penginapan,
kesempatan untuk menjadi pemasok bagi aktivitas perusahaan.
2. Employment, yaitu kesempatan terjadinya kontrak pembelian bahan baku
atau jasa baik yang sifatnya bahan baku seperti komponen dan jasa
produksi seperti pengerahan tenaga kerja maupun yang sifatnya
pendukung seperti kontrak katering, jasa angkutan karyawan dan
sebagainya dengan pemasok lokal.
3. Product and service development, use and delivery, melalui kebijakan
penetapan harga (pricing) dan penjualan (marketing), perusahaan dapat
mengelola permintaan atas produk dan jasa yang dijual. Saluran
distribusi yang dipergunakan dapat menciptakan dampak ekonomi secara
tidak langsung dengan memberdayakan masyarakat sekitar perusahaan.
4. Sourcing and Procurement, kegiatan perolehan dan pembelian
sumberdaya melalui pemasok lokal dapat memberikan manfaat secara
tidak langsung kepada masyarakat.
5. Financial Investment and Fiscal Contribution, investasi keuangan
perusahaan dapat dilakukan dalam bentuk modal yang ditanam untuk
pengembangan komunitas dan organisasi venture capital, atau untuk
membantu pembentukan koperasi. Kontribusi fiskal berupa pajak atau
subsidi yang dibayarkan kepada pemerintah oleh perusahaan akan dapat
memberikan sumbangan kepada pengembangan ekonomi masyarakat
sekitar
6. Philanthropy and Community Investment, berbagai aktivitas corporate
giving yang berdampak kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat
dan penciptaan peluang usaha.
172

b. Perbaikan kinerja CSR dan kemajuan usaha secara simultan


Upaya perbaikan kinerja CSR yang dilakukan adalah dengan
senantiasa memperhatikan kinerja usaha, karena akan sulit bagi perusahaan
untuk beraktivitas, termasuk aktivitas CSR tanpa memperhatikan kemajuan
usaha. Aktivitas CSR yang dilakukan dapat mengikuti competitive context-
focused philanthrophy atau CSR fokus kepada keunggulan kompetitif (Porter
and Kramer, diacu dalam Nindita, 2008) berikut :
1. Factor condition, yaitu aktivitas CSR yang dapat meningkatkan kualitas
input yang akan digunakan. Yaitu dengan melakukan aktivitas penyiapan
sumber daya manusia melalui kegiatan pemberian pelatihan teknis seperti
perbengkelan otomotif bagi masyarakat sekitar termasuk pelatihan
kewirausahaan dan bantuan permodalan, dimana aktivitas perbengkelan
otomotif justru menjadi sarana pendukung after sales service perusahaan.
Kegiatan yang berhubungan dengan penciptaan dan peningkatan peluang
usaha baik pemasaran mobil maupun usaha-usaha yang mendukung
pemasaran baik yang in-line pelatihan kewirausahaan maupun out-line
dengan usaha pokok seperti pelatihan tenaga koperasi katering karyawan
perusahaan merupakan bagian dari aktivitas ini. Kegiatan peningkatan
kualitas infrastruktur seperti pembersihan lingkungan seperti kali disekitar
perusahaan, penanaman pohon dengan melibatkan masyarakat dan
kontraktor lokal dapat menciptakan peluang usaha bagi masyarakat
sekitar. Dampak dari kegiatan ini selain lingkungan yang bersih, nyaman
dan meningkatkan kualitas kesehatan termasuk karyawan yang bermukim
di sekitar lokasi perusahaan, juga menguntungkan perusahaan menjadi
bebas banjir dan reputasi perusahaan meningkat.
2. Context for strategy and rivalry, aktivitas CSR berupa partisipasi secara
sukarela dalam kesepakatan-kesepakatan maupun gerakan-gerakan yang
mengarahkan pada iklim usaha yang lebih baik. Aktivitas ini dapat
diwujudkan dalam bentuk kerjasama antar perusahaan yang berada di
173

wilayah operasi perusahaan untuk membantu masyarakat menciptakan dan


meningkatkan peluang usaha bagi masyarakat sekitar, menciptakan
keterbukaan bagi pemasok lokal (local suppliers) untuk berkompetisi.
Aktivitas ini akan menguntungkan perusahaan dari segi biaya transport,
persediaan dan reputasi perusahaan.
3. Demand condition, adalah aktivitas CSR yang berfokus kepada konteks
aspek demand (kebutuhan) bertujuan untuk memperbesar cakupan pasar
produk yang dijual; mendapat masukan atas kelayakan standar produk;
dan kecerdasan dari konsumen lokal. Dengan meningkatkan kecerdasan
konsumen, maka perusahaan akan memperoleh masukan yang berguna
untuk mengetahui kebutuhan konsumen dan memaksa perusahaan untuk
melakukan inovasi perbaikan dan pengembangan produk. Aktivitas CSR
jenis ini adalah bagaimana peluang usaha dapat tercipta bagi masyarakat
sekitar yang juga adalah konsumen namun justru memberikan umpan
balik bagi perusahaan untuk perbaikan produk maupun pelayanan seperti
misalnya pemberikan pelatihan bagi pengemudi angkutan kota cara
mengemudi yang baik, cara merawat kendaran, dan juga manajemen
pengelolaan angutan kota dan diikuti berbagi pengalaman driving
experience yang dapat menjadi masukan bagi perusahaan untuk
pengembangan produk dan pelayanan.
4. Related and supporting industries, produktifitas perusahaan sangat
tergantung dengan adanya industri pendukung yang baik. Meski
perusahaan dapat saja melakukan outsourcing, akan tetapi dengan adanya
industri pendukung di lokasi tempat perusahaan beroperasi akan sangat
menghemat biaya transport dan persediaan dan tentu saja menciptakan
peluang usaha. Perusahan dapat mendukung pengembangan dari klaster
dan industri yang berhubungan dengan usahanya.
Keempat jenis aktivitas dalam konteks competitive context-focused
philanthrophy atau CSR berfokus pada keunggulan kompetitif menjadi
174

dasar dalam melakukan aktivitas CSR dengan tetap memperhatikan


kinerja usaha, bahkan mendukung kinerja usaha.
175

V. KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
1. Atribut-atribut dalam CSR berkelanjutan dalam industri otomotif yang merupakan
faktor pengungkit adalah sebagai berikut.
a. Terdapat 9 faktor atribut pada PT. SIM terkait dengan dimensi ekonomi, yang
merupakan faktor pengungkit adalah (1) kecenderungan konsumtif, (2) peluang
kerja diperusahaan, dan (3) perluang usaha. Untuk dimensi sosial yaitu (1)
kerenggangan sosial, (2) disintegrasi sosial, dan (3) erosi nilai-nilai sosial. Untuk
dimensi lingkungan adalah (1) emisi gas buang mobil baru yang diproduksi, (2)
rehabilitasi lingkungan, dan (3) konservasi lingkungan. Berdasarkan hasil analisis
prospektif diperoleh 2 (dua) faktor kunci meliputi peluang kerja di perusahaan dan
disintegrasi sosial
b. Pada PT. NMI/HMMI atribut yang berperan dalam CSR berkelanjutan dalam
dimensi lingkungan meliputi (1) aktivitas penghijauan, (2) estetika lingkungan,
dan (3) konservasi lingkungan. Ditinjau dari dimensi ekonomi faktor pengungkit
yang diperoleh meliputi (1) peluang usaha, (2) peningkatan harga, (3) peningkatan
jumlah lembaga keuangan dan ekonomi. Ditinjau dari dimensi sosial hasil yang
didapat meliputi (1) kondisi keamanan (2) peningkatan kerekatan sosial, dan (3)
disintegrasi sosial. Berdasarkan hasil analisis prospektif diperoleh 3 (tiga) faktor
kunci meliputi: (1) peningkatan harga kebutuhan pokok masyarakat, (2) aktivitas
penghijauan, dan (3) peningkatan jumlah lembaga ekonomi dan keuangan.
2. Dilihat dari atribut yang paling berperan dalam CSR berkelanjutan dalam industri
otomotif pada dua perusahaan, baik PT. SIM maupun PT. NMI dan PT. HMMI
adalah faktor peluang usaha yang tercipta sebagai akibat dari kehadiran perusahaan.
Upaya penciptaan peluang usaha dilakukan dengan memberdayakan masyarakat
sekitar. Sesuai dengan indeks keberlanjutan di dua lokasi perusahaan, aktivitas CSR
yang dilakukan sama-sama belum berkelanjutan pada dimensi sosial. Adapun
implementasinya adalah sebagai berikut.
a. Ditinjau dari komitmen Indomobil Group adalah bagaimana misi dan visi itu
mencerminkan kesungguhan perusahaan menjadi good corporate citizenship
176

yang berdampak positif bagi masyarakat dan mengurangi dampak negatif akibat
keberadaan perusahaan. Dari visi dan misi, Indomobil Group telah
menunjukkan komitmen perusahaan untuk memberikan nilai terbaik bagi
seluruh pihak terkait yang berkepentingan dengan memperhatikan kepentingan
masyarakat, sesuai dengan misi perusahaan.
b. Kondisi sosial masyarakat yang berbeda di dua wilayah penelitian menjadikan
penciptaan peluang usaha berbeda dalam implementasi untuk masing-masing
daerah sesuai karakteristiknya. Sehingga dapat berbeda dalam upaya
peningkatan modal manusia (human capital), modal usaha (business capital)
dan modal pengetahuan (knowledge capital) bagi masyarakat sekitar yang
merupakan aspek pembangunan ekonomi lokal terpenting.
c. Aktivitas CSR yang dilakukan perusahaan yang berpengaruh pada peningkatan
ekonomi masyarakat sekitar melalui peningkatan peluang usaha dapat dilakukan
dengan memperhatikan pengaruh positif akibat keberadaan perusahaan bagi
terciptanya peluang usaha bagi masyarakat sekitar (Fasilities sitting and
management), pembukaan lapangan kerja yang yang menciptakan peluang usaha
secara tidak langsung (Employment), melalui kebijakan penetapan harga
(pricing) dan penjualan (marketing) perusahaan dapat mengelola permintaan
atas produk yang dijual dan saluran distribusi yang digunakan dapat
menngakibatkan dampak ekonomi secara tidak langsung (Product and service
development, use and delivery), aktivitas pengadaan dan pembelian sumberdaya
kepada pemasok lokal (Sourcing and Procurement), investasi perusahaan dalam
lembaga atau organisasi kemasyarakatan maupun kontribusi fiskal berupa pajak
atau subsidi yang secara tidak langsung memberikan sumbangan kepada
pengembangan perekonomian (Financial Investment and Fiscal Contribution),
dan berbagai pemberian oleh perusahaan yang dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dan penciptaan lapangan kerja (Philanthropy and
Community Investment). Namun untuk implementasinya perlu penelitian lebih
lanjut.
177

3. Model kebijakan CSR berkelanjutan berdasarkan pilihan stakeholders dan pakar


adalah perbaikan kinerja CSR dan kemajuan usaha secara simultan. Strategi yang
dilakukan adalah melakukan perbaikan kinerja CSR namun dengan tetap
memperhitungkan pertumbuhan usaha. Artinya sama-sama meningkat. Dalam
jangka panjang kondisi yang demikian dapat menjamin keberlanjutan aktivitias
CSR dan pengembangan usaha. Kebijakan CSR ini berfokus pada peningkatan
peluang usaha yang sesuai dengan karakteristik lokasi industri otomotif, baik untuk
industri yang berada di kawasan industri maupun di tengah-tengah masyarakat
dengan kondisi sosial masyarakat masing-masing dengan melakukan aktivitas CSR
yang berfokus kepada keunggulan kompetitif (competitive advantage) masing-
masing lokasi perusahaan. Dimana dalam pelaksanaannya perlu penelitian lebih
lanjut mengenai jenis kegiatan yang sesuai.
Saran
1. Agar perusahaan memperhatikan unsur corporate citizenship sebagai bagian dari
kebijakan CSR dari industri otomotif terhadap masyarakat, terutama masyarakat
sekitar perusahaan yang meliputi :
a. Industri otomotif perlu melakukan aktivitas CSR dengan mengupayakan
penciptaan peluang usaha bagi masyarakat sekitar perusahaan agar diperoleh
peningkatan kinerja CSR berkelanjutan bagi industri otomotif dengan
memperhatikan peningkatan kepada modal manusia, modal usaha dan modal
pengetahuan.
b. Perhatian kepada aspek sosial berupa aktivitas CSR yang sifatnya
memberdayakan masyarakat sekitar untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dilakukan dengan menerapkan aktivitas CSR yang memiliki
keunggulan kompetitif bagi perusahaan.
c. Perlu disesuaikan antara misi sosial perusahaan dengan kondisi pertumbuhan
usaha agar terdapat sinkronisasi sehingga diperoleh manfaat yang maksimal untuk
keduanya.
d. Perlu penelitian lebih lanjut dengan menggunakan data time series agar dapat
diperoleh gambaran hasil penelitian yang lebih jelas. Dengan adanya data time
178

series dinamika dari masyarakat didaerah penelitian lebih tergambar dengan jelas,
dengan segala permasalahan yang dihadapinya, termasuk aktivitas CSR
perusahaan yang telah dilakukan pada kurun waktu tertentu yang cukup lama.
2. Perlu penelitian yang lebih ekstensif kepada permasalahan yang terjadi di masyarakat
yang saat ini lebih fundamental sebagai akibat dari kehadiran industri otomotif
maupun produk otomotif itu sendiri dengan mempertimbangkan pendapat berbagai
stakeholders terkait sehingga diperoleh hasil penelitian yang lebih komprehensif, dan
lebih luas. Permasalahan yang dihadapi industri otomotif lebih luas dari permasalahan
yang timbul dalam hubungannya dengan masyarakat sekitar. Disamping industri
otomotif yang memang jelas telah menyumbang kepada pertumbuhan ekonomi,
industri otomotif juga telah menimbulkan eksternalitas berupa kontribusi kepada
kemacetan yang saat ini ditimbulkan oleh kehadiran otomotif terutama di kota Jakarta
yang semakin banyak, yang telah menimbulkan berbagai problem diantaranya polusi,
pemborosan energi, bahkan dampak sosial seperti kriminalitas yang terjadi dijalan
raya yang memanfaatkan kemacetan lalu lintas. Untuk itu perlu penelitian lebih lanjut
upaya CSR dalam mengatasi problem yang terjadi di masyarakat terutama kota Jakarta
baik dalam bentuk CSR yang langsung mengupayakan perbaikan terhadap kondisi
yang sedang dihadapi masyarakat, maupun CSR berupa dukungan kepada lembaga-
lembaga riset untuk mencari solusi penyelesaian yang terbaik atas masalah sosial yang
dihadapi tersebut.
3. Perusahaan perlu membuat laporan kinerja CSR perusahaan sebagai laporan dari
pelaksanaan CSR yang diwajibkan sesuai UU PT namun sifatnya social report.
Upaya pembuatan laporan kinerja CSR penting dilakukan agar masyarakat lebih
mengenal perusahaan dan apa saja yang telah dilakukan untuk mendukung kepada
upaya pembangunan berkelanjutan. Upaya perusahaan dalam turut menciptakan
kesejahteraan masyarakat sekitar agar dapat diketahui oleh masyarakat luas sehingga
dapat meningkatkan nilai perusahaan dimata masyarakat.
179

DAFTAR PUSTAKA

Achda T, editor. 2007. Pengelolaan Hubungan Antar Pemangku Kepentingan di Kawasan


Delta Mahakam Kamimantan Timur, Sebuah Laporan Kajian. BP. MIGAS, Total
E & P dan Pusat Pemberdayaan Masyarakat (PPM) Universitas Nasional. Jakarta

Achwan R. 2006. Corporate Social Responsibility: Pertikaian Paradigma Kearah


Perkembangan. Jurnal Galang 1(2): 83-92.

Ambadar J. 2008. CSR Dalam Praktik di Indonesia. Elex Media Computindo.


Jakarta

Amri M dan Sarosa W. 2008. CSR untuk Penguatan Kohesi Sosial. Indonesia Business
Link, Jakarta.

APCSRI Asosiasi Profesi CSR Indonesia. 2009. Visi, Misi, Tujuan dan Program Kerja
Assosiasi Profesi CSR Indonesia, http://apcsri.blogspot.com. Diunduh: 4 Januari
2010.

Astra International PT. Tbk. 2002. Green Company. PT.Astra International Tbk. Jakarta

Ayres RU and Ayres LW. 2001. A Handbook of Industrial Ecology. Edward Elgar
Publishing Limited. Cheltenham UK Northampton MA

BSN Badan Standarisasi Nasional. 2008. Gaikindo Minta Klasifikasi Kendaraan Sesuai
Dengan SNI tahun 2002, www.bsn.or.id. Diunduh: 15 Desember 2008.

BPPT Badan Pengkajian Dan Penerapan Teknologi. 2004. Penyusunan Rencana


Pengembangan Kawasan Industri. BPPT Press, Jakarta

[BPLHD] Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Bekasi. 2010.


Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Bekasi, 2009

Boulouta I and Pitelis CN. 2011. Corporate Social Responsibility and Sustainable
Competitiveness: Linking The Micro, Macro and Institutional Environments,
UniversityofCambridge,UK
http://itemsweb.esade.es/wi/invierte/AbstractsEABIS/Boulotta_Pitelis.doc.
Diunduh 17 Januari 2011.

Bourgeois R and Jesus F. 2004. Participatory Prospective Analysis, Exploring and


Antipating Challenge With Stakeholders. UNESCAP-CAPSA. Bogor.
180

Bredgraard T. 2003. Corporate Social Responsibility Between Public Policy And


Enterprise Policy. Aalborg university http://www.samf.aau.dk/. Diunduh: 30
Nopember 2010

Brew P. 2007. bahan presentasi 2nd International Conference on CSR: Manfaat CSR bagi
Bisnis dan Masyarakat. Jakarta. Http://vibiznews.com. Diunduh: 24 Agustus 2007

Bronchain P. 2008. Toward a Sustainable Corporate Social Responsibility, European


Fondation For The Improvement of Living and Working Condiditon,
http://www.mtas.es/Empleo/economia-
soc/RespoSocEmpresas/Towardsasustainablecorporatesocialresponsibility.pdf.
Diunduh: 28 Maret 2008

Budiharsono S, Suaedi, Asbar. 2006. Sistem Perencanaan Pembangunan Perikanan dan


Kelautan. Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri Sekretariat Jenderal
Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta

Budimanta A dan Rudito B. 2008. Metode dan Teknik Pengelolaan Community


Development. Indonesia Center For Sustainable Development (ICSD). Jakarta

Caroll AB. 2000. A Three-Dimensional Conceptual Model of Corporate Performance,


Academy of Management, The Academy of Management Review, Vol.4.No.4,
497-505. Toronto Canada

Clarkson MBE. 1995. A Stakeholders Framework For Analyzing And Evaluating


Corporate Social Performance, Academy of Management Riview. 1995 Vol. 20.
No. 1. 92 117. Toronto, Canada.

Crane A, McWilliam A, Matten D, Moon J, and Siegel DS. 2008. The Oxford Handbook
of Corporate Social responsibility. Oxford University Press. USA

Danim S. 2005. Pengantar Studi Penelitian Kebijakan. Bumi Aksara. Jakarta

Dawkins J and Lewis S. 2003. CSR in Stakeholder Expectations: and Their Implication
for company Strategy, Jurnal of business ethics: May 2003, 44, 2/3:
ABI/INFORM global, p 185.

Deloitte and Touche. 2008. Automotive Manufacturer Seek Revenue Growth in


Emerging Markets,
www.deloitte.com/dtt/article/0,1002,cid%253D157468,00.html. Diunduh: 16
September 2008.

Depsos Departemen Sosial Ditjen Pemberdayaan Sosial. 2005. Acuan Klasifikasi


Tanggung Jawab Sosial Dunia Usaha. Jakarta
181

Desa Dangdeur. 2010. Data Umum Desa Dangdeur 2009. Purwakarta.

Djajadiningrat TS, Famiola M. 2004. Kawasan Industri Berwawasan Lingkungan.


Rekayasa Sains. Bandung.

Dunn WN. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Gajah mada University Press.
Yogyakarta

Echols JM and Sadily H. 2002. Kamus Inggris-Indonesia. Gramedia Pustaka Utama.


Jakarta.

Fauzi A dan Anna S. 2005. Pemodelan Sumberdaya Perikanan dan Kelautan Untuk
Analisis Kebijakan. Gramedia. Jakarta.

Fajar M. 2010. Penerapan Tanggung Jawab Sosial di Indonesia. Pustaka Pelajar.


Jogjakarta

Fendri. 2008. Strategi Program Pemberdayaan Masyarakat dan Implikasinya Terhadap


Kebijakan Pemerintah (studi kasus Program Pemberdayaan Masyarakat PT. RAPP,
CECOM dan Pemerintah Kota Pekanbaru). Thesis. Institut Pertanian Bogor.

Friedman M. 1970. The Social Responsibility Of Business is to Increase its Profit,


http://www.colorado.edu/studentgroups/libertarians/issues/friedman-soc-resp-
business.html. Diunduh: 11 Nopember 2010.

Fukukawa K. 2010. Corporate Social Responsibility in Asia: www.munich-business-


school.de/intercultural/index.php?title=Coprorate_Social_Resopnsibility:Concept
and Current Overview in Automotive Industry. Diunduh 5 Maret 2010.

[GAIKINDO] Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia, Laporan Data Bulan


Nopember periode 2008

Ginting P. 2008. Sistem Pengelolaan Lingkungan Dan Limbah Industri. Yrama Widya.
Bandung.

Godet M. 1999. Scenarios and Strategies, a Toolbox for Scenario Planning. Libraries des
Arts et Matiers. Paris France

Green For All. 2010. The Green Business Plan Guide, http://www.community-
wealth.org/_pdfs/news/recent-articles/07-10/report-warren-dubb.pdf. Diunduh 4
Desember 2010.
182

[GRI] Global Reporting Initiative. 2008. Sustainable Reporting Guidelines, GRI.2002


www.GRI.com. Diunduh: 3 Agustus 2009.

[GRI] Global Reporting Initiative. 2008. GRI Automotive Sector Supplement, pilot
version 1.0, GRI 2004 www.GRI.com. Diunduh: 3 Agustus 2009.

Hanum Z. 2008. Industri Otomotif Hadapi Tiga Masalah Utama,


http://mediaindonesia.com/index.php?ar_id=MTU2MTY=M. Diunduh: 30
Agustus 2008.

Harjono T. 2008. Transportasi Umum vs Global Waming, Makalah.


www.bappeda.jogjakarta.go.id. Diunduh: 16 September 2008.

Hawkins DI, Best RJ and Coney KA. 2008. Consumer Behavior. Mc Graw Hill. 2001

Hay BL, Stavins RN, Vietor RHK. 2005. Environmental Protection and The Social
Responsibility of Firms, Perspectives from Law, Economics, and Business.
Resources for the Futura. Washington, DC.

[HMMI, PT] Hino Motor Manufacturing Indonesia PT. 2008. Upaya Pemantauan
Lingkungan/Upaya Kelola Lingkungan tahun 2008.

Ife J and Tesoriero F. 2008 Community Development. Pustaka Pelajar. Jogjakarta

Indomobil Group. 2008. Company Profile Indomobil Group, Jakarta

[ISO] International Standard Organization 26000. 2007. Guide on Social Responsibility.

Julijanti N. 2008. Persepsi Masyarakat Terhadap Program-Program Corporate Social


Responsibility PT. Aqua Golden Mississippi, (studi kasus di Desa Babakanpari,
Kecamatan Dahu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat). Thesis. Institut
Pertanian Bogor.

[PEMKAB] Pemerintah Kabupaten Bekasi, 2009. Status Lingkungan Hidup Daerah


paten Bekasi, Bekasi: Pemkab Bekasi

Kavanagh P. 2001. Rapid appraisal of Fisheries (RAPFISH) Project: RAPFISH Software


Description (For Microsoft Excel). Fisheries Centre. University of British
Columbia.

Kecamatan Bungursari. 2009. Rekapitulasi Hasil Pendataan Keluarga Kecamatan


Bungursari 2009. Purwakarta
183

Kelurahan Jatimulya. 2010. Data monografi 2009. Bekasi

Kelurahan Jatimulya. 2009. Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Kelurahan


Jatimulya tahun 2009. Bekasi

[Kemeneg LH] Kementerian Negara Lingkungan Hidup-Deputi Bidang Tata


Lingkungan. 2007. Panduan Penyusunan dan Pemeriksaan Dokumen
UPL/UKLIndustri Elektroplating. Jakarta

[Kemeneg LH] Kementerian Negara Lingkungan Hidup. 2006. PROPER Sebagai


Instrumen Pengukuran Penerapan CSR Oleh Perusahaan

[Kemeneg LH] Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Peraturan N0.4/2009 tentang


Ambang Batas Emisi Gas Buang.

Kennedy JE. 2009. Era Bisnis Ramah Lingkungan. PT. Bhuana Ilmu Populer. Jakarta.

Keraf S. 1998. Etika Bisnis, Tuntutan dan Relevansinya. Kanisius. Yogyakarta.

Kurniaty D. 2008. Penerapan Etika Bisnis Melalui Prinsip-Prinsip Good Corporate


Governance, Jurnal Universitas Paramadina vol. 5 No. 3, desember 2008: 221-
231.

Kotler P and Lee N. 2005. Corporate Social Responsibility, Doing The Most Good For
Your Company and Your Cause. John Wiley & Sons, Inc. New Jersey

Lampesis P. Jr. 2005. Corporate Social Responsibility. USAID http://www.usaid.


Diunduh: 14 April 2008.

Leimona B dan Fauzi A. 2008. CSR dan Pelestarian Lingkungan Mengelola Dampak:
Positif dan Negatif. Indonesia Business Link. Jakarta.

Lesmana T. 2008. Menuju CSR berkelanjutan, http://goodcsr,wordpress.com. Diunduh:


24 Juli 2008.

Li C. 2008. What Are Emerging Markets? Makalah The University Of Iowa Center for
International Finance and Development,
http://www.uiowa.edu/ifdebook/faq/faq_does/emerging_markets.shtml. Diunduh:
15 September 2008.

Lindgren D. 2006. Developing a CSR Model for Indonesian Business


http://www.blognyanez.blogspot.com. Diunduh: 13 Maret 2008.

Marimin. 2004. Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Grasindo. Jakarta


184

Mazurkiewicz P. 2008. Corporate Environmental Responsibility : is a Common CSR


Framework Possible,
http://siteresources.worldbank.org/EXTDEVCOMSUSDEVT/Resources/csrframe
work.pdf . Diunduh: 30 Agustus 2008.

Hanum Z. 2008. Industri Otomotif Hadapi Tiga Masalah Utama,


http://mediaindonesia.com/index.php?ar_id=MTU2MTY=M. Diunduh: 30
Agustus 2008.

Michael B. 2010. Corporate Social Responsibility, An Overview and Critique, Oxford


University.
http://works.bepress.com/cgi/viewcontent.cgi?article=1020&context=bryane_mic
hael. Diunduh: 9 Desember 2010.

Munasinghe M. 1993, Environmental Economics and Sustainable Development, World


Bank Environment Paper Number 3. The World Bank, Washington, D.C

Nawawi I. 2009. Public Policy, Analisis Advokasi Teori dan Praktek, Penerbit Putra
Media Nusantara. Surabaya. 2009.

Nindita RM. 2008. CSR untuk Pemberdayaan Ekonomi Lokal. Indonesia Business Link.
Jakarta

[NMI.PT] Nissan Motor Indonesia. PT. 2008. Upaya Pemantauan Lingkungan/Upaya


Kelola Lingkungan.

Nursahid F. 2006. Praktik Kedermawanan Sosial BUMN, Analisis terhadap Model


Kedermawanan PT.Krakatau Steel, PT. Pertamina, dan PT Telekomunikasi
dalam Jurnal Filantropi dan masyarakat madani Galang, volume 1, No.2 Januari
2006

Olson EG. 2010. Better Green Business, Handbook for Environmentally Responsible
and Profitable Business Practice, Published by Pearson Education, Inc. As
Wharton School Publishing, Upper Saddle River, New Jersey 07458.

[PEMKAB] Pemerintah Kabupaten Bekasi, 2009. Status Lingkungan Hidup Daerah


paten Bekasi. Bekasi

[PEMKAB] Pemerintah Kelurahan Jatimulya. 2009. Data Monografi Kelurahan


Jatimulya tahun 2009. Bekasi

Desa Dangdeur. 2010. Data Umum Desa Dangdeur 2009. Purwakarta.


185

Kecamatan Bungursari. 2009. Rekapitulasi Hasil Pendataan Keluarga Kecamatan


Bungursari 2009. Purwakarta

Permana K. 2008. CSR Indocement, majalah Bisnis & CSR edisi Januari 2008. Latofi
Enterprise. Jakarta

Podnar K and Golob U. 2007. CSR expectation: the focus of corporate marketing.
Emerald Corporate Communication. An International Jurnal, vol 12 no.4

Powell EPT. 1998. Sampling. Coperative Extention University of Wisconsin. USA

Pratomo EP. 2008. Eksekutif Kaya Talenta yang Bersahaja, artikel dalam Majalah Bisnis
dan CSR vol.1 no.6 edisi September-Oktober 2008. La Tofi Enterprise. Jakarta

Rakhmat J. 2000. Psikologi Komunikasi. Remaja Rosdakarya. Bandung

Rangkuti F. 2002. Measuring Customer Satisfaction. Gramedia. Jakarta

Rasmussen LL. 2010. Komunitas Bumi: Etika Bumi. BPK Gunung Mulia. Jakarta.

Redman E. 2005. Three Models of Corporate Social Responsibility: Implications for


Public Policy, http://rooseveltinstitution.org/news-files/review/redman.pdf.
Diunduh: 27 Agustus 2007.

Rochman A. 2006. Corporate Social Responsibility : Pertikaian Paradigma dan Arah


Perkembangan. Jurnal Galang vol 1 no.2 Januari 2006

Rudito B, Budimanta A, Prasetijo A. 2004. Corporate Social Responsibility, Jawaban


Bagi Model Pembangunan Indonesia Masa Kini. ICSD. Jakarta.

Rudito B dan Famiola M. 2007. Etika Bisnis, dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di
Indonesia. Rekayasa Sains. Bandung.

Saaty TL. 1993. Pengambilan Keputusan bagi Para Pemimpin: Proses Hirarki Analitik
untuk Pengambilan Keputusan dalam Situasi yang Kompleks (terjemahan).
Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta

Sacconi L. 2006. Corporate Social Responsibility (CSR) as a Model of Extended


Corporate Governance. An Explanation Based on The Economic Theories of
Social Contract, Reputation and Reciprocal Conformism.
http://harvardbusinessonline.hbsp.harvard.edu/email/pdfs/Porter_Dec_2006.pdf.
Diunduh 2 Agustus 2008.
186

Sanchez AV. 2008. Corporate Social Responsibility and Its Measurement : a Proposal of
a Balance Scorecard.
http://ww2.unime.it/fac_economia/docenti_fac/rupo/vargas/csr_course.pdf).
Diunduh: 22 April 2008.

Saribanon N. 2007. Perencanaan Sosial Partisipatif Dalam Pengelolaan Sampah


Permukiman Berbasis Masyarakat (Kasus di Kotamadya Jakarta Timur).
Disertasi. Institut Pertanian Bogor

Saidi Z dan Abidin H. 2003. Sumbangan Sosial Perusahaan. Piramedia. Jakarta

Sarwono WS. 1995. Psikologi Lingkungan, PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta

Senanayake R. 1991. Sustainable Agriculture: Definition and Parameters for


Measurement. Journal of Sustainable Agriculture 1 Chapter 4

Sindhuwinata G. 2008. Pangkas Subsidi BBM dengan Membenahi Infrastruktur, majalah


Bisnis dan CSR vol.1 no.6 edisi September-Oktober 2008. La Tofi Enterprise.
Jakarta

Solihin I. 2009. Corporate Social Responsibility from charity to sustainability. Salemba


Empat. Jakarta

Sugiyono dan Wibowo E. 2001. Statistika Penelitian. Penerbit Alfabeta. Bandung.

Suharto E. 2010. Modal sosial dan kebijakan publik.


http://www.policy.hu/suharto/Naskah%20PDF/MODAL_SOSIAL_DAN
KEBIJAKAN_SOSIA.pdf. Diunduh: 6 Des 2010.

Sumaryo. 2009. Implementasi tanggungjawab Sosial Perusahaan (Corporate Social


Responsibility) Dalam Pemberdayaan Dan Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat
(kasus di Provinsi Lampung), Disertasi, Institut Pertanian Bogor.

Surat Keputusan Menteri BUMN Nomor : KEP-236/MBU/2003 tentang Program


Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina
Lingkungan (PKBL)

Susanto AB. 2007. Corporate Social Responsibility, a Strategic Management Approach.


Penerbit The Jakarta Consulting Group. Jakarta.

[SIM. PT] Suzuki Indomobil Motor, PT. 2008. Upaya Pemantauan Lingkungan/Upaya
Kelola Lingkungan.
187

[SIM. PT] Suzuki Indomobil Motor, PT. 2009, Laporan Produksi Mobil tahun 2000 -
2009.

Talaei G and Nejati M. 2008. Corporate Sosial Reponsibility in Auto Industry: An


Iranian Perpective, http://lexetscientia.univnt.ro/ufiles/10.%20Iran.pdf. Diunduh:
11 Juli 2008.

Tanomoto K and Suzuki K. 2008. Corporate Social Responsibility in Japan: Analyzing


the participating companies in Global Reporting Initiative,
http://swopec.hhs.se/eijswp/papers/eijswp0208.pdf. Diunduh: 12 June, 2008.

TNS Indonesia. 2006. TNS Reports: Automotive Companies Rated Highly for Corporate
Social Responsibility in Eemerging Markets, http://ameinfo.com. Diunduh: 24
Agustus, 2008.

The Chartered Quality Institute, 2008. Artikel: Quality World, http://thecqi.org/quality


world/c4-1-96.shtml. Diunduh: 5 September 2008.

Tunggal AW. 2007. Corporate Social Responsibility (CSR), konsep & kasus.
Havarindo. Jakarta

UNEP United Nation Environment Programme.2002. Industry as a Partner for


Sustainable Development, Automotive,
http://www.ineptie.org/Outreach/wssd/docs/sectors/final/automotive.pdf.
Diunduh: 24 Agustus 2007.

US EPA United States Environmental Protection Agency. 2008. Greenhouse Gas


Emmisions, http://www.epa.gov/climatechange/emmisions/index.html. Diunduh:
16 September 2008.

Usman S. 2006. Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat, Pustaka Pelajar.


Yogyakarta.

Vasconcellos EA. 2001. Urban Transport, Environment and Equity The Case for
Developing Country. Earthscan.

Venugopal R. 2008. Understanding CSR: A Typology of Approaches And Some


Evidence From The Indian Automobile industry, Gerpisa International
Colloquium,
http://www.gerpisa.univ.fr/rencontre/16.rencontre/GERPISAJune2008/Colloquiu
m/Papers/P_Venugopal.pdf. Diunduh : 03 Mei 2010.
188

Wikipedia. Car Classification, http://en.wikipedia.org/wiki/Car Classification. Diunduh :


16 Pebruari 2009.

Wikipedia. European Emmision Standard,


http://en.wikipedia.org/wiki/European_emission_standards. Diunduh : 16 Februari
2009.

Wikipedia. Expectation, http://en.wikipedia.org/wiki/Expectation. Diunduh : 4 September


2008
Daftar Hasil Uji Emisi gas buang mobil produksi Indomobil Group
BML
Jenis/ Brand Katagori Model/type Trans Kinerja emisi Men LH Sumber Data
misi Kep MenLH Keputusan Direktur
No.141/2003 Jenderal
Perhubungan Darat RI

Sedan/ Suzuki cc 1.500 Neo Baleno MT CO = 0 % CO = 4,5 % SK.4133/AJ.402/DRJD/2007


(G/D) HC = 1 ppm HC = 1.200 ppm Tanggal 19 Nopember 2007
CO=0,4 gr/km CO=2,2 gr/km
HC+NOx=0,09gr/km HC+NOx=0,50gr/km
Sedan/ Suzuki Sda Neo Baleno AT CO = 0,03 % CO = 4,5 % SK.4132/AJ.402/DRJD/2007
HC = 2 ppm HC = 1.200 ppm Tanggal 19 Nopember 2007
CO=0,39 gr/km CO=2,2 gr/km
HC+NOx=0,07gr/km HC+NOx=0,50gr/km
4x2/Nissan cc 1.500 Livina 1.5 SV MT CO = - % CO = 4,5 % SK.4037/AJ/402/DRJD/2007
(D/G) MT HC = - ppm HC = 1.20 ppm Tanggal 6 Nopember 2007
CO=0,31 gr/km CO=2,20 gr/km
HC+NOx=0,10gr/km HC+NOx=0,50gr/km
CO2 = 161,59 g/km
4x2/Nissan Sda Livina 1.5 AT AT CO = - % CO = 4,5 % SK.4050/AJ/402/DRJD/2007
HC = - ppm HC = 1.20 ppm Tanggal 7 Nopember 2007
CO=1,56 gr/km CO=2,20 gr/km
HC+NOx=0,04 HC+NOx=0,50gr/km
gr/km

4x2/Suzuki Sda Carry SL410 MT CO=0,45g/kWh CO=4,0g/kWh SK.3048/AJ.402/DRJD/2007


MB Euro2 HC=0,18 g/kWh HC=1,10 g/kWh Tanggal 1 Agustus 2007
(4x2) M/T NOx=6,11 g/kWh NOx=7,0 g/kWh
PM=0,065 g/kWh PM=0,15 g/kWh
4x2/Suzuki Sda Carry SL410 MT CO=0,10 % CO=4,5 % SK.3049/AJ.402/DRJD/2007
Euro2 (4x2) HC=10 ppm HC=1.20 ppm Tanggal 1 Agustus 2007
M/T CO = 0,31 g/km CO = 2.20 g/km
HC+Nox = 0,12 g/km HC+Nox = 0,50 g/km
CO2 = 161,95 g/km
190

Jenis/ Brand Katagori Model/type Trans Kinerja emisi BML Sumber Data
misi Men LH Keputusan Direktur
Kep MenLH Jenderal
No.141/2003 Perhubungan Darat RI

4x2/Suzuki Sda Futura SL415 MT CO=0,01 % CO=4,5 % SK.3020/AJ.402/DRJD/2006


PU HC = 5 ppm HC = 1.200 ppm Tanggal 18 Oktober 2006
CO = 0,16 gr/km CO = 2,20 gr/km
HC+NOx=0,46gr/km HC+NOx=0,50gr/km

4x2/Suzuki Sda Futura SL415 MT CO=0,02 % CO=4,5 % SK.3021/AJ.402/DRJD/2006


MB HC = 5 ppm HC = 1.200 ppm Tanggal 18 Oktober 2006
CO = 0,37 gr/km CO = 2,20 gr/km
HC+NOx=0,26gr/km HC+NOx=0,50gr/km

4x2/Suzuki Sda APV GC415V MT CO=0,35 % CO=4,5 % SK.3674/AJ.402/DRJD/2007


MT HC = 20 ppm HC = 1200 ppm Tanggal 20 September 2007
CO = 0,33 gr/km CO=4,00 gr/km
HC+NOx=0,50gr/km HC+NOx=0,60gr/km
CO = 221,14 gr/km
4x2/Suzuki Sda APV GC415V AT CO = 0,3 % CO = 4,5 % SK.3665/AJ.402/DRJD/2007
AT HC = 25 ppm HC = 1.200 ppm Tanggal 19 September 2007
CO=0,44 gr/km CO=4,00 gr/km
HC+NOx=0,53gr/km HC+NOx=0,60gr/km
4x2/Suzuki Sda Swift ST 1.5 MT CO=0,15 gr/km CO=4,5 gr/km SK.412/AJ.402/DRJD/2005
MT HC+NOx=90 gr/km HC+NOx=1.200 Tanggal 24 Maret 2005
gr/km
4x2/Suzuki Sda Swift ST 1.5 AT CO = 0,17 % CO = 4,5 % SK.987/AJ.402/DRJD/2005
AT HC = 22 ppm HC = 1.200 ppm Tanggal 13 Juli 2005
CO=0,13 gr/km CO=2.200 gr/km
HC+NOx=0,03 HC+NOx=0,500
gr/km gr/km
4x2/Suzuki Sda SX4 X-Over MT CO = 0,01 % CO = 4,5 % SK.893/AJ.402/DRJD/2008
1.5 HC = 20 ppm HC = 1.200 ppm 28 Maret 2008
CO=0,18 gr/km CO=2,2 gr/km
HC+NOx=0,01gr/km HC+NOx=0,50gr/km
191

Jenis/ Brand Katagori Model/type Trans Kinerja emisi BML Sumber Data
misi Men LH Keputusan Direktur
Kep MenLH Jenderal
No.141/2003 Perhubungan Darat RI

4x2/Suzuki Sda SX4 X-Over AT CO = 0,02 % CO = 4,5 % SK.156/AJ/402/DRJD/2007


1.5 AT HC = 6 ppm HC = 1.200 ppm Tanggal 22 Januari 2007
CO=0,21 gr/km CO=1,25 gr/km
HC+NOx=0,03gr/km HC+NOx=0,500gr/k
m
4x2/Suzuki 2000 SX4 X-Over AT CO=0,02 gr/km CO=4,5 gr/km SK.1717/AJ.402/DRJD/2007
2.0L AT HC =20 ppm HC =0,50 ppm Tanggal 4 Juni 2007
4x2/Nissan Sda Grand Livina AT CO = 0,01 % CO = 4,5 % SK.610/AJ/402/DRJD/2007
1.5 AT HC = 1 ppm HC = 1.20 ppm Tanggal 28 Februari 2007
CO=1,56 gr/km CO=2,20 gr/km
HC+NOx=0,02 HC+NOx=0,50gr/km
gr/km
4x2/Nissan Sda Grand Livina MT CO = 0,02 % CO = 4,5 % SK.613/AJ/402/DRJD/2007
1.5 MT HC = 2 ppm HC = 1.200 ppm Tanggal 28 Februari 2007
CO=1,20 gr/km CO=2,20 gr/km
HC+NOx=0,03 HC+NOx=0,50gr/km
gr/km
4x2/Nissan Sda Grand Livina MT CO = 0,02 % CO = 4,5 % SK.611/AJ.402/DRJD/2007
1.8 MT HC = 1 ppm HC = 1.200 ppm Tanggal 28 February 2007
CO = 0,07 g/km CO = 4,00 g/km
HC+NOx= 0,02 g/km HC+NOx= 0,60 g/km
4x2/Nissan Sda Grand Livina AT CO = 0,02 % CO = 4,5 % SK.608/AJ.402/DRJD/2007
1.8 AT HC = 2 ppm HC = 1.200 ppm Tanggal 28 February 2007
CO = 0,32 g/km CO = 4,00 g/km
HC+NOx= 0,00 g/km HC+NOx= 0,60 g/km
4x2/Nissan Sda Livina X-Gear MT CO = 0,05 % CO = 4,5 % SK.782/AJ.402/DRJD/2008
1.5 MT HC = 10 ppm HC = 1.20 ppm Tanggal 13 Maret 2008
CO = 0,61 g/km CO = 5,00 g/km
HC+NOx= 0,05 g/km HC+NOx= 0,70 g/km
CO2 = 163,77 g/km
192

BML
Jenis/ Brand Katagori Model/type Trans Kinerja emisi Men LH Sumber Data
misi Kep MenLH Keputusan Direktur
No.141/2003 Jenderal
Perhubungan Darat RI

4x2/Nissan Sda Livina X-Gear AT CO = 0,02 % CO = 4,5 % SK.846/AJ.402/DRJD/2008


1.5 AT HC = 4 ppm HC = 1.20 ppm Tanggal 26 Maret 2008
CO = 0,91 g/km CO = 2,20 g/km
HC+NOx= 0,11 g/km HC+NOx= 0,50 g/km
CO2 = 165,05 g/km
4x2/Nissan Sda X-Trail 2.0 AT CO = 0 % CO = 4,5 % SK.3053/AJ.402/DRJD/2008
CVT A/T HC = 5 ppm HC = 1.20 ppm Tanggal 13 Nopember 2008
CO = 0,286 g/km CO = 2,20 g/km
HC + NOx = 0,007 HC + NOx = 0,50
g/km g/km

4x2/Nissan Sda X-Trail 2.0 MT CO = 0 % CO = 4,5 % SK.1568/AJ.402/DRJD/2008


2WD M/T HC = 1 ppm HC = 1.20 ppm Tanggal 11 Juni 2008
CO = 0,28 g/km CO = 2,20 g/km
HC+NOx= 0,03 g/km HC+NOx= 0,50 g/km
4x2/Nissan Sda X-Trail 2.5 AT CO = 0 % CO = 4,5 % SK.1567/AJ.402/DRJD/2008
CVT-XT A/T HC = 1 ppm HC = 1.20 ppm Tanggal 11 Juni 2008
CO = 0,48 g/km CO = 4,00 g/km
HC+NOx= 0,04 g/km HC+NOx= 0,60 g/km
CO2 = 223,83 g/km
4x2/Suzuki Sda Grand MT CO = 0,02 % CO = 4,5 % SK.2644/AJ.402/DRJD/2008
VitaraJB420 HC = 67 ppm CO = 1.200 ppm Tanggal 19 September 2008
MT CO=0,57% CO=2,20%
HC+NOx=0,01 HC+NOx=0,50
gr/km gr/km
4x2/Suzuki Sda Grand AT CO = 0,03 % CO = 4,5 % SK.2662/AJ.402/DRJD/2008
VitaraJB420 HC = 37 ppm CO = 1.200 ppm Tanggal 19 September 2008
AT CO=0,40% CO=2,20%
HC+NOx=0,00 HC+NOx=0,50
gr/km gr/km
193

BML
Jenis/ Brand Katagori Model/type Trans Kinerja emisi Men LH Sumber Data
misi Kep MenLH Keputusan Direktur
No.141/2003 Jenderal
Perhubungan Darat RI

4x4/Nissan Sda Grand AT CO = 0,03 % CO = 4,5 % SK.2661/AJ.402/DRJD/2008


VitaraJB424 HC = 29 ppm CO = 1.200 ppm Tanggal 19 September 2008
AT CO=0,15% CO=2,20%
HC+NOx=0,00 HC+NOx=0,50
gr/km gr/km
CO2 = 205,49 gr/km
4x4/Nissan Sda Grand MT CO = 0 % CO = 4,5 % SK.2645/AJ.402/DRJD/2008
VitaraJB424 HC = 7 ppm CO = 1.200 ppm Tanggal 19 September 2008
MT CO=0,14% CO=2,20%
HC+NOx=0,01 HC+NOx=0,50
gr/km gr/km
CO2 = 205,89 gr/km
Pick Up/Truck GVW 5 Dutro 110SD MT CO=1,14g/kWh CO=4,0g/kWh SK.674/AJ/402/DRJD/20
Hino 10 ton WU302 HC =0,33g/kWh HC =1,10g/kWh 09
(G/D) NOx=6,46 g/kWh NOx=7,0 g/kWh
PM=0,14 q/kWh PM=0,15 q/kWh
Tanggal 27 Februari
2009
Pick Up/Truck Sda Dutro 110LD MT CO=1,14g/kWh CO=1,14g/kWh SK.479/AJ/402/DRJD/20
Hino WU342 HC =0,33g/kWh HC =0,33g/kWh 07
NOx=6,46 g/kWh NOx=6,46 g/kWh
PM=0,14 q/kWh PM=0,14 q/kWh
Tanggal 19 Februari
2007
Pick Up/Truck Sda Dutro 130MD MT CO=0,80g/kWh CO=4,00g/kWh SK.675/AJ/402/DRJD/20
Hino WU342 HC =0,27g/kWh HC =1,1g/kWh 09
NOx=6,38 g/kWh NOx=7,0 g/kWh
PM=0,12 q/kWh PM=0,15 q/kWh
Tanggal 27 Februari
2009
Pick Up/Truck Sda Dutro 130HD MT CO=0,80g/kWh CO=4,00g/kWh SK.549/AJ/402/DRJD/20
Hino WU342 HC =0,27g/kWh HC =1,1g/kWh 07
NOx=6,38 g/kWh NOx=7,0 g/kWh
PM=0,12 q/kWh PM=0,15 q/kWh
Tanggal 22 Februari.
2007
194

BML
Jenis/ Brand Katagori Model/type Trans Kinerja emisi Men LH Sumber Data
misi Kep MenLH Keputusan Direktur
No.141/2003 Jenderal
Perhubungan Darat RI

Pick Up/Truck GVW 10- FG235JJ MT CO=0,74g/kWh CO=4,00g/kWh SK.3078/AJ/402/DRJD/2


Hino 24 Ton HC =0,22g/kWh HC =1,1g/kWh 006
(G/D) NOx=5,82 g/kWh NOx=7,0 g/kWh
PM=0,08 q/kWh PM=0,15 q/kWh
Tanggal 1 November
2006
Pick Up/Truck Sda FG235JK MT CO=0,74g/kWh CO=4,00g/kWh SK.2901/AJ/402/DRJD/2
Hino HC =0,22g/kWh HC =1,1g/kWh 006
NOx=5,82 g/kWh NOx=7,0 g/kWh
PM=0,08 q/kWh PM=0,15 q/kWh
Tanggal 4 Oktober 2006
Pick Up/Truck Sda FG235JL MT CO=0,74g/kWh CO=4,00g/kWh SK.3242/AJ/402/DRJD/2
Hino HC =0,22g/kWh HC =1,1g/kWh 006
NOx=5,82 g/kWh NOx=7,0 g/kWh
PM=0,08 q/kWh PM=0,15 q/kWh
Tanggal 8 Desember
2006
Pick Up/Truck Sda FG235JP MT CO=0,74g/kWh CO=4,00g/kWh SK.3287/AJ/402/DRJD/2
Hino HC =0,22g/kWh HC =1,1g/kWh 006
NOx=5,82 g/kWh NOx=7,0 g/kWh
PM=0,08 q/kWh PM=0,15 q/kWh
Tanggal 11 Desember
2006
Pick Up/Truck Sda FG260JM MT CO=0,77g/kWh CO=4,00g/kWh SK.2900/AJ/402/DRJD/2
Hino HC =0,26g/kWh HC =1,1g/kWh 006
NOx=5,66 g/kWh NOx=7,0 g/kWh
PM=0,07 q/kWh PM=0,15 q/kWh
Tanggal 4 Oktober 2006
Pick Up/Truck GVW > SG260J T/H MT CO=0,77g/kWh CO=4,00g/kWh SK.2883/AJ/402/DRJD/2
Hino 24 Ton HC =0,26g/kWh HC =1,1g/kWh 006
(G/D) NOx=5,66 g/kWh NOx=7,0 g/kWh
PM=0,07 q/kWh PM=0,15 q/kWh
Tanggal 30 Oktober 2006
Pick Up/Truck Sda FL235JN MT CO=0,74g/kWh CO=4,00g/kWh SK.3077/AJ/402/DRJD/2006
HC =0,22g/kWh HC =1,1g/kWh Tanggal 1 Nov 2006
NOx=5,82 g/kWh NOx=7,0 g/kWh
PM=0,08 q/kWh PM=0,15 q/kWh
195

BML
Jenis/ Brand Katagori Model/type Trans Kinerja emisi Men LH Sumber Data
misi Kep MenLH Keputusan Direktur
No.141/2003 Jenderal
Perhubungan Darat RI

Pick Up/Truck Sda FL235JW MT CO=0,74g/kWh CO=4,0g/kWh SK.3087/AJ/402/DRJD/2007


Hino HC =0,22g/kWh HC =1,1g/kWh Tanggal 18 Agust 2007
NOx=5,82 g/kWh NOx=7,0 g/kWh
PM=0,08 q/kWh PM=0,15 q/kWh
Pick Up/Truck Sda FL260JW MT CO=0,77g/kWh CO=4,0g/kWh SK.3343/AJ/402/DRJD/2008
Hino HC =0,26g/kWh HC =1,1g/kWh Tanggal 11 Des. 2008
NOx=5,92 g/kWh NOx=7,0 g/kWh
PM=0,07 q/kWh PM=0,15 q/kWh
Pick Up/Truck Sda FM260J Dump MT CO=0,77g/kWh CO=4,0g/kWh
Hino HC =0,26g/kWh HC =1,1g/kWh
NOx=5,66 g/kWh NOx=7,0 g/kWh
PM=0,07 q/kWh PM=0,15 q/kWh
Pick Up/Truck Sda FM260J Mixer MT CO=0,77g/kWh CO=4,0g/kWh SK.636/AJ/402/DRJD/2009
Hino HC =0,26g/kWh HC =1,1g/kWh Tanggal 29 Feb. 2009
NOx=5,66 g/kWh NOx=7,0 g/kWh
PM=0,07 q/kWh PM=0,15 q/kWh
Pick Up/Truck Sda FM320P T/H MT CO=0,74g/kWh CO=4,0g/kWh SK.613/AJ/402/DRJD/2009
Hino HC =0,29g/kWh HC =1,1g/kWh Tanggal 20 Feb. 2009
NOx=6,10 g/kWh NOx=7,0 g/kWh
PM=0,10 q/kWh PM=0,15 q/kWh
Double Cabin GVW < 5 Frontier MT CO=0,11g/kWh CO=1,50g/kWh SK.609/AJ/402/DRJD/2009
4x2 / 4x4 Ton Navara 2.5 DC HC+NOx HC+NOx Tanggal 20 Feb. 2009
Nissan (G/D) for 4x4 =0,69g/kWh =1,60g/kWh
All cc PM=0,08 q/kWh PM=0,20 q/kWh
Double Cabin Sda Frontier AT CO=0,02g/kWh CO=1,50g/kWh SK.612/AJ/402/DRJD/2007
4x2 / 4x4 Navara 2.5 DC HC+NOx HC+NOx Tanggal 28 Februari 2007
Nissan AT 4x4 =0,56g/kWh =1,60g/kWh
PM=0,16 q/kWh PM=0,20 q/kWh
Sumber : SK Dirjen Hub Darat (tentang uji type)
Hasil Pengujian Kualitas Udara

Perusahaan : PT. Hino Motors Manufacturing Indonesia


Jenis contoh uji : Udara Indoor (Kualitas Udara Dalam Ruangan)
Tanggal Pengujian : 8-12 Januari 2009

Hasil Pengukuran Kualitas Udara

No Parameter Satuan
1 2 3 4 5 6 7 BML
0
1 Temperatur C 35,3 31,5 31,13 32,9 34,42 33,76 -
2 Kelembaban % 64 52 50,3 51,5 42,83 48 -
0
3 Arah Angin Brt laut Brt laut -
4 Kec.Angin m/det 0,65 0,47 -
5 Tekanan kPa 90 90 90 90 -
6 Kebisingan dB(A) 68,1- 61,4- 70,7- 70,7- 52,7- 50,3- 70**) 1) 85
70,4 66,5 77,5 78,3 60,2 58,7 2) ---
7 Gas:
O3 g/Nm3 235*) 200
SO2 g/Nm3 201,2 114,8 297 197,4 171,95 168 900*) 5200
CO g/Nm3 1.254 845 1.098 1.101 386,1 364,3 30000*) 29000
NOx g/Nm3 55,21 37,11 74,4 69,7 21,93 19,35 400*) 5600
CH g/Nm3 - - - - 160*) 29000
Nonmetana
Debu (TSP) g/Nm3 228,0 403,8 243 241,6 81,14 87,35 230*) 10000
0
3
Pb g/Nm 1,23 0,47 0,35 1,46 0,10 0,12 2*) 50
H2S g/Nm3 2,8 1,5 1,1 1,6 <0,005 <0,003 0,02 14000
ppm
***)
NH3 g/Nm3 81,5 <70,3 69,4 74,1 <0,3 <0,1 2 ppm 17000
***)
Sumber : UPL/UKL periode Juli-Desember 2008
Baku Mutu Lingkungan
Berdasarkan Kep.Menaker:
1. NO.SE-01/1997 *) PP No.41/1999
2. No.Kep-51/1999 **) No.48/MENLH/96
***) No.50/MENLH/96
Lokasi :
Dalam Ruangan Kerja
1. Painting
2. Warehouse
3. Unit (A/X & T/M)
4. Vehicle (Frame Area)
5. Halaman Depan
6. Halaman Belakang
Di halaman Pabrik
7. Pekarangan
197

Hasil Pengujian Kualitas Udara

Perusahaan : PT. Hino Motors Manufacturing Indonesia


Jenis contoh uji : Kualitas Udara Emisi Sumber Tidak Bergerak
Tanggal Pengujian : 8-12 Januari 2009

Hasil Pengukuran Kualitas Udara Emisi Sumber Tidak Bergerak


HASIL PENGUJIAN/LOKASI
No. Parameter Satuan
1 2 BML
A. Bukan Logam
1 Ammonia (NH3) mg/m3 0,3 0,04 0,5
2 Gas Klorin (Cl2) mg/m3 0,9 0,05 10
3 Hidrogen Klorida mg/m3 1,04 1,07 5
(HCL)
4 Hidrogen Fluorida mg/m3 0,03 1,01 10
(HF)
5 Nitrogen Oksida mg/m3 1,54 2,14 1000
(NO2)
6 Opasitas % 5 5 35
7 Partikel mg/m3 31,8 35,2 350
8 Sulfur Dioksida mg/m3 4,21 7,54 800
(SO2)
9 Total Sulfur mg/m3 0,10 0,07 35
Tereduksi (H2S)
B. Logam
10 Air Raksa (Hg) mg/m3 5
11 Arsen (As) mg/m3 8
12 Antimon (Sb) mg/m3 8
13 Kadmium (Cd) mg/m3 8
14 Seng (Za) mg/m3 50
15 Timah Hitam (Pb) mg/m3 12
Sumber : UPL/UKL periode Juli-Desember 2008

Baku Mutu Lingkungan


Berdasarkan :
Kep MenLH No.Kep-13/MENLH/3/1995

Lokasi :
1. Engine Washing
2. Axie Washing
198

Hasil Pengujian Kualitas Udara

Perusahaan : PT. Hino Motors Manufacturing Indonesia


Jenis contoh uji : Udara Ambien
Tanggal Pengujian : 8-12 Januari 2009

Hasil Pengukuran Kualitas Udara Ambien


HASIL PENGUJIAN/LOKASI
No. Parameter Satuan Baku Mutu
1 2
KIMIA
1 NO2 g/Nm3 25,74 42,55 400
2 SO2 g/Nm3 259 256,9 900
3 CO g/Nm3 412,7 446,4 30.000
FISIKA
1 Pb g/Nm3 2,04 1,6 2
2 Debu g/Nm3 97,58 104 230
KEBAUAN
1 H2S Ppm 0,045 <0,009 0,02
2 NH3 ppm <0,8 <0,7 2
KEBISINGAN
1 Kebisingan dBA 70 56,7-60,8 70
Sumber : UPL/UKL periode Juli-Desember 2008

Baku Mutu Lingkungan Pekarangan


Berdasarkan:
1.*) PP No.41/1999
2.**) No.48/MENLH/96
3. ***) No.50/MENLH/96

Lokasi :
1.Halaman Belakang
2.Halaman Depan
199

Hasil Pengujian Kualitas Air

Perusahaan : PT. Hino Motors Manufacturing Indonesia


Jenis pengujian : Kualitas Air Limbah
Jenis contoh uji : Air Limbah Inlet, Outlet WWT, dan Main Hole
Tanggal pengujian : 8 12 januari 2009

Hasil Pengukuran Kualitas Air Limbah

Baku Mutu
No. Parameter Satuan 1 2 3
FISIKA
0
1 Suhu C 29,2 28,5 28,1 30-35
2 Residu Terlarut mg/L 1,097 954 875 2000
3 Residu suspensi (TSS) mg/L 81 61 58 400
KIMIA
1 Amoniak (NH3-N) mg/L 3,14 1,23 1,07 50
2 Arsen (As)* mg/L 0,03 0,01 0,01 1
3 Barium (Ba) mg/L 15 0,9 0,6 20
4 Boron mg/L 0,5 0,3 0,2 2,5
5 Besi (Fe)* mg/L 0,42 0,31 0,24 100
6 BOD5 mg/L 487 247 1,32 600
7 COD mg/L 725 544 223 900
8 Deterjen (MBAS) mg/L 0,02 0,01 0,03 5
9 Fenol mg/L 0.064 0,012 0,09 10
10 Fluorida mg/L 2,06 1,3 0,8 20
11 Kadmium (Cd)* mg/L 0,006 0,003 0,002 5
12 Klorin (Cl2) mg/L 0,28 0,9 1,3 50
13 Klorida (Cl) mg/L 664 412 354 -
14 Cobalt (Co) mg/L 0,21 0,7 0,4 10
15 Krom Total (Cr) mg/L <0,01 Tt tt 10
16 Kromium Heksavalent (Cr6+) mg/L 0,01 0,01 tt -
17 Mangan (Mn)* mg/L 0,78 0,47 0,31 10
18 Magnesium (Mg) mg/L 2,84 1,12 0,28 10
19 Mercury (Hg)* mg/L tt Tt tt 0,05
20 Minyak/Lemak mg/L 1,03 0,7 0,9 50
21 Nitrat (NO3-N) mg/L 5,1 2,4 1,7 50
22 Nitrit (NO2-N) mg/L 0,063 0,06 0,03 50
23 Nikel (N)* mg/L 0,047 0,023 0,011 10
24 pH mg/L 7,05 7,14 7,56 6,0-10,0
25 Selenium (Se)* mg/L 0,5 0,3 5
0,2
26 Seng (Zn)* mg/L 0,02 0,01 0,03 5
27 Sianida (CN) mg/L 0,007 0,002 0,001 5
28 Sulfat (SO42-) mg/L 86 46 50 -
29 Sulfida (H2S) mg/L 0,214 0,135 0,145 5
30 Tembaga (Cu)* mg/L 2,11 1,7 1,9 5
31 Timbal (Pb)* mg/L <0,01 <0,01 0,03 10
Sumber : UPL/UKL periode Juli-Desember 2008
200

Keterangan :
*Nilai hasil uji parameter tersebut merupakan nilai total kandungan
** Standar Methode Edisi ke 21 tahun 2005
tt Tidak terdeteksi

1. Inlet WWT
2. Outlet WWT
3. Main Hole
201

Hasil Pengujian Kualitas Udara

Perusahaan : PT. Nissan Motor Indonesia


Jenis contoh uji : Udara Indoor (Kualitas Udara Dalam Ruangan)
Tanggal Pengujian : 25-29 Januari 2008

Hasil Pengukuran Kualitas Udara Didalam Ruangan


HASIL PENGUJIAN/LOKASI
No. Parameter Satuan Baku
Mutu 1 2 3 4 5 6 7
I. KIMIA
1 NO2 g/Nm3 5.600* 38.33 86,98 <4 18,2 23,92 49,65 57,33
2 SO2 g/Nm3 5.200* 119.91 122,9 204,82 403,09 179,98 106,26 285,6
3 CO g/Nm3 29.000* 1.310.4 1.170 889,2 1.158,5 1.029,6 1.503,4 1.041,3
5
4 Pb g/Nm3 50* 0.02 0.02 Tt 0.04 0.01 Tt 0.04
5 Sb g/Nm3 500* Tt tt tt tt tt tt Tt
6 Se g/Nm3 200* Tt tt tt 0,03 tt tt Tt
7 Mn g/Nm3 200* 0.03 0.05 tt 0.04 0.02 tt 0.03
8 Hg g/Nm3 25* Tt tt tt tt tt tt Tt
9 Debu(TSP) g/Nm3 - 131.69 33,83 54,38 95,34 33,38 121,67 18,09
10 H2S g/Nm3 14.000* <1.1 <1.1 <1.1 <1.1 <1.1 <1.1 <1.1
11 NH3 g/Nm3 17.000* <69.4 <69.4 <69.4 <69.4 <69.4 <69.4 <69.4
II. KEBISINGAN
1 Kebisingan3 dBA 85** 67,1-78 70,8-75,9 62,1-70,3 62,8-74,8 60,1-75,5 60,6-66,6 58,6-61,6
Sumber : UPL/UKL periode Juli-Desember 2007

Keterangan :
tt = Tidak Terdeteksi
Baku Mutu Berdasarkan :
* SE.MENAKER NO.SE-01/MEN/1997/Faktor Kimia di Lingkungan Kerja
** SK.MENAKER Kep-51/MEN/1997 NAB Faktor Fisika di Lingkungan Kerja

Lokasi 1. Body Shop (Jig & Melol Process)


2. Paint Shop (CED, Sealing, Sanding, Top Coat & Recliffaction).
3. Material Handling (Uploading & &Unpacking)
4. Plastic Part (Painting & Wipping)
5. Trim Chassis (Pemasangan Part)
6. QA Inspection (Roller Test)
7. PDC Activities (accessories Unit & Mobilisasi Unit)
202

Hasil Pengujian Kualitas Udara

Perusahaan : PT. Nissan Motor Indonesia


Jenis contoh uji : Udara Emisi
Tanggal Pengujian : 25-29 Januari 2008

Hasil Pengukuran Kualitas Udara Emisi Sumber Bergerak

Hasil Hasil Hasil


No Parameter Satuan Baku Pengujian/ Pengujian/ Pengujian/
Mutu* Lokasi Lokasi Lokasi
1 2 3
I. FISIKA
1 Opasitas % 50 10 10 5

II. KIMIA
1 Hidro Karbon (HC) Ppm 1.200 78,2 112,2 8,6
2 Karbon Monoksida g/Nm3 4,5 1,5 1,7 0,5
Sumber : UPL/UKL periode Juli-Desember 2007

Keterangan :
Tt = Tidak Terdeteksi
Baku Mutu Berdasarkan
* Kep-35/MENLH/10/1995 Tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang

Lokasi 1. Forklift Running No.11 Maintenance


2. Truck No.1
3. Unit Mobil Grand Livina
203

Hasil Pengujian Kualitas Udara

Perusahaan : PT. Nissan Motor Indonesia


Jenis contoh uji : Udara Emisi
Tanggal Pengujian : 25-29 Januari 2008

Hasil Pengukuran Kualitas Udara Emisi SumberTidak Bergerak

Hasil Hasil Hasil


No Parameter Satuan Baku Mutu Pengujian/ Pengujian/ Pengujian/
Lokasi Lokasi Lokasi
1 2 3
I. FISIKA
1 Opasitas % 35 5 5 5
2 Partikel g/Nm3 350 20,41 23,31 29,52

II. KIMIA
1 Ammonia (NH3) g/Nm3 0,5 0,4 - 0,39
2 Gas Klorin (CL2) g/Nm3 10 Tt - tt
3 Hidrogen Klorida HCL) g/Nm3 5 0,22 - 16,87
4 Hidrogen Florida (HF) g/Nm3 10 0,33 - tt
5 Nitrogen Oksida (NO2) g/Nm3 1000 5,2 0,01 12,2
6 Sulfur Dioksida (SO2) g/Nm3 800 Tt 5,3 11,2
7 Karbon Sulfida (H2S) g/Nm3 35 Tt - tt
8 Karbon Monoksida g/Nm3 - 0,89 - 1,2
(CO)
9 Timah Hitam (Pb) g/Nm3 12 Tt - 0,04
Sumber : UPL/UKL periode Juli-Desember 2007

Keterangan :
Tt = Tidak Terdeteksi
Baku Mutu Berdasarkan
* Kep-13/MENLH/3/1995

Lokasi 1. Cerobong Pemanasan Oven Exhaust No.3


2. Boiler Running
3. Genset Running No.3
204

Hasil Pengujian Kualitas Air Limbah

Perusahaan : PT. Nissan Motor Indonesia


Jenis contoh uji : Air Limbah
Tanggal Pengujian : 25-30 Januari 2008
Titik Sampling : Outlet IPAL
Baku mutu : stndar kawasan industri PT. Besland Pertiwi

Hasil Pengukuran Kualitas Air Limbah

Metode Acuan
No Parameter Satuan Baku Mutu* Hasil Pengujian
I. FISIKA
1 Total Larutan mg/l 300 836^ SNI-06-6989.3-2004
Tersuspensi (TTS)
II. KIMIA
1 PH - 6,0-10,0 6,78 SNI-06-6989.3-2004
2 BOD5 mg/l 600 180 SNI 06-2503-1991
3 COD mg/l 900 253,75 SNI 06-6989.2-2004
4 Minyak dan Lemak mg/l - SNI 06-2302-1991
Sumber : UPL/UKL periode Juli-Desember 2007

Keterangan :
^ Tidak memenuhi Baku Mutu yang dipersyaratkan
Baku mutu berdasarkan standar kawasan industri PT. Besland Pertiwi
205

Hasil Pengujian Kualitas Udara

Perusahaan : PT. Nissan Motor Indonesia


Jenis contoh uji : Udara Ambien
Tanggal Pengujian : 25-29 Januari 2008

Hasil Pengukuran Kualitas Udara Di Luar Ruangan


HASIL PENGUJIAN/LOKASI
No Parameter Satuan Baku
Mutu 1 2 3 4 5 6 7
I. Kimia
1 NO2 g/Nm3 400* 12,2 18,22 <4 8,06 51,18 11,54 25,14
3
2 SO2 g/Nm 900* 135,96 404,42 157,86 175,46 114,93 115,05 105,42
3 CO g/Nm3 30.000* 643,5 900,9 198,9 453,2 760,5 810,2 812,3
4 HC (Hidro g/Nm3 160* 4,3 5,5 1,2 2,5 2,2 3,5 4,6
Karbon
5 O3 g/Nm3 235* 80,7 145,94 55,16 23,1 122,12 100,76 178,5
II. Fisika
1 Pb g/Nm3 2* 0,02 0,02 0,02 0,1 0,10 0,04 0,04
8 Debu (TSP) g/Nm3 230* 46,12 112,05 68,13 76,2 72,19 68,14 76,3
III. Kebauan
10 H2S g/Nm3 0,02** <0,005 <0,005 <0,005 <0,005 <0,005 <0,005 <0,005
IV. Kebisingan
1 Kebisingan dBA 70*** 54,7- 52,1- 47,3- 45,9- 64,1- 53,6- 41,1-
63,9 53,7 69,7 58,6 66,3 56,6 62,4
Sumber : UPL/UKL periode Juli-Desermber 2007

Keterangan :
Baku Mutu Berdasarkan :
* PPRI No.41 th 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara
** Kep-50/MENLH/II/1996 Tentang Baku Mutu Kebauan
*** Kep-48/MENLH/II/1996 Tentang Baku Tingkat Kebisingan

Lokasi 1. Halaman Depan Area Office


2. Exhaust Fan Paint Shop
3. Unloading/Belakang Plant
4. Exhaust Fan Plastic Part
5. Depan Exhaust Fan Oven
6. Exhaust Fan Robot Spraying
7. PDC/Running Test & Mobilisasi Unit
206

Hasil Pengujian Kualitas Air

Perusahaan : PT. Suzuki Indomobil Motor 4W


Jenis pengujian : Kualitas Air Limbah
Jenis contoh uji : Air Limbah Effluent WWT-1

Hasil Pengukuran Kualitas Air Limbah


HASIL PENGUJIAN

Kadar
No. Parameter Satuan Hasil Maksimum
Pengujian berdasarkan
Baku Mutu
Limbah Cair
Gol. I *)
FISIKA
1 Zat Padat Terlarut mg/L 4,61 2000
2 Zat Padat mg/L <1,67 200
Tersuspensi
KIMIA
1 pH **) mg/L 7,27 6,0-9,0
2 Besi **) (Fe) mg/L 0,124 5
3 Mangan **) mg/L 0,166 2
(Mn)
4 Seng (Zn) mg/L 0,092 5
5 Khrom Total mg/L <0,041 0,5
6 BOD mg/L 20,6 50
7 COD mg/L 61,2 100
8 Kadmium (Cd) mg/L <0,003 0,05
9 Minyak & Lemak mg/L <0,167 -
10 Nikel (Ni) mg/L <0,05 0,2
11 Timbal (Pb) mg/L <0,012 0,1
12 Tembaga **) mg/L <0,02 2
(Cu)
13 Fluorida (F) mg/L 0,505 2
Sumber : UPL/UKL periode Januari-Juni 2008

Keterangan :
*) SK Gubernur Jawa Barat No.6 Tahun 1999 Lampiran III, Golongan I
**) Terakreditasi KAN dengan Nomor LP-346-IDN

Tanggal Pengujian :
1. 12-25 Agustus 2008
207

Hasil Pengujian Kualitas Air

Perusahaan : PT. Suzuki Indomobil Motor 4W


Jenis pengujian : Kualitas Air Limbah
Jenis contoh uji : Air Limbah Inlet WWT P 4 W

Hasil Pengukuran Kualitas Air Limbah


HASIL PENGUJIAN

Kadar
No. Parameter Satuan 1 2 3 4 5 6 Maksimum
berdasarkan
Baku Mutu
Limbah Cair
Gol. I *)
FISIKA
1 Zat Padat Terlarut mg/L 1341 1093 1218 1371 1405 612 2000
2 Zat Padat mg/L 26 75 59 106 128 18 200
Tersuspensi
KIMIA
1 pH **) mg/L 7,30 7,60 7,20 6,30 6,20 6,45 6,0-9,0
2 Besi **) (Fe) mg/L 1,60 3,35 1,91 <0,03 <0,03 <0,03 5
3 3 3
3 Mangan **) mg/L 0,811 1,41 0,800 <0,00 <0,00 <0,00 2
(Mn) 4 4 4
4 Seng (Zn) mg/L 2,77 3,06 2,25 <0,01 <0,01 <0,01 5
8 8 8
5 Khrom Total mg/L 0,63 0,399 0,264 <0,01 <0,04 <0,04 0,5
4 1 1
6 Amoniak Total mg/L 0,033 0,033 0,079 1
(NH3-N)
7 Nitrat (NO3-N) mg/L 6,39 4,24 2,81 20
8 Nitrit (NO2-N) mg/L 1,35 0,155 0,055 1
9 BOD mg/L 36,3 41,2 54,4 71,7 66,3 82 50
10 COD mg/L 82,5 96,0 121,0 165,2 170,4 185 100
11 Kadmium (Cd) mg/L 0,047 0,093 0,068 <0,00 <0,00 <0,00 0,05
3 3 3
12 Minyak & Lemak mg/L <0,2 <0,20 0,091 <0,00 <0,00 <0,00 -
1 1 1 1
13 Nikel (Ni) mg/L 1,08 4,04 0,620 <0,05 <0,05 <0,05 0,2
14 Timbal (Pb) mg/L <0,12 0,166 0,205 <0,12 <0,12 <0,12 0,1
9 9 9 9
15 Tembaga **) mg/L 0,013 0,022 0,882 <0,03 <0,03 <0,03 2
(Cu) 7 7 7
Sumber : UPL/UKL periode Januari-Juni 2008

Keterangan :
*) SK Gubernur Jawa Barat No.6 Tahun 1999 Lampiran III, Golongan I
**) Terakreditasi KAN dengan Nomor LP-346-IDN
208

Tanggal Pengujian :
1. 15-25 Januari 2008
2. 06-15 Pebruari 2008
3. 11-24 Maret 2008
4. 10-24 April 2008
5. 06-22 Mei 2008
6. 12-20 Juni 2008
209

Hasil Pengujian Kualitas Air

Perusahaan : PT. Suzuki Indomobil Motor 4W


Jenis pengujian : Kualitas Air Limbah
Jenis contoh uji : Air Limbah Outlet Sesudah Proses

Hasil Pengukuran Kualitas Air Limbah


HASIL PENGUJIAN

Kadar
No. Parameter Satuan Hasil Maksimum
Pengujian berdasarkan
Baku Mutu
Limbah Cair
Gol. I *)
FISIKA
1 Zat Padat Terlarut mg/L 421 2000
2 Zat Padat mg/L 13 200
Tersuspensi
KIMIA
1 pH **) mg/L 6,62 6,0-9,0
2 Besi **) (Fe) mg/L <0,033 5
3 Mangan **) mg/L <0,004 2
(Mn)
4 Seng (Zn) mg/L <0,018 5
5 Khrom Total mg/L <0,02 0,5
6 BOD mg/L 9,12 50
7 COD mg/L 30,3 100
8 Kadmium (Cd) mg/L <0,003 0,05
9 Minyak & Lemak mg/L <0,001 -
10 Nikel (Ni) mg/L <0,05 0,2
11 Timbal (Pb) mg/L <0,01 0,1
12 Tembaga **) mg/L <0,02 2
(Cu)
13 Amoniak Total mg/L 0,02 1
(NH3-N)
14 Nitrat (NO3-N) mg/L 5,94 20
15 Nitrit (NO2-N) mg/L <0,1 1

16 Fluorida (F) mg/L 0,166 2


Sumber : UPL/UK: periode Januari-Juni 2008

Keterangan :
*) SK Gubernur Jawa Barat No.6 Tahun 1999 Lampiran III, Golongan I
**) Terakreditasi KAN dengan Nomor LP-346-IDN

Tanggal Pengujian :
1. 12-25 Agustus 2008
210

Hasil Pengujian Kualitas Air

Perusahaan : PT. Suzuki Indomobil Motor 4W


Jenis pengujian : Kualitas Air Limbah
Jenis contoh uji : Air Limbah Outlet WWT P 4 W

Hasil Pengukuran Kualitas Air Limbah


HASIL PENGUJIAN

Kadar
No. Parameter Satuan 1 2 3 4 5 6 Maksimum
berdasarkan
Baku Mutu
Limbah Cair
Gol. I *)
FISIKA
1 Zat Padat Terlarut mg/L 204 133 144 904 252 2000
2 Zat Padat mg/L 11 20 27 20 9,4 200
Tersuspensi
KIMIA
1 pH **) mg/L 7,06 7,36 7,19 7,08 7,16 6,0-9,0
2 Besi **) (Fe) mg/L <0,03 <0,03 1,45 <0,03 <0,03 5
3 3 3 3
3 Mangan **) mg/L <0,00 <0,00 0,701 <0,00 <0,00 2
(Mn) 4 4 4 4
4 Seng (Zn) mg/L <0,01 <0,01 0,093 <0,01 <0,01 5
8 8 8 8
5 Khrom Total mg/L <0,04 <0,04 0,09 <0,04 <0,04 0,5
1 1 1 1
6 Amoniak Total mg/L <0,01 <0,01 1
(NH3-N)
7 Nitrat (NO3-N) mg/L 1,70 0,883 20
8 Nitrit (NO2-N) mg/L <0,1 <0,1 1
9 BOD mg/L 7,19 12,2 7,03 9 5,27 50
10 COD mg/L 21,3 29,4 21,6 26,8 19,5 100
11 Kadmium (Cd) mg/L <0,00 <0,00 <0,00 <0,00 <0,00 0,05
3 3 3 3 3
12 Minyak & Lemak mg/L <1,67 <1,67 <0,2 <0,2 <0,2 -
13 Nikel (Ni) mg/L <0,05 <0,05 <0,02 <0,05 <0,05 0,2
14 Timbal (Pb) mg/L <0,12 <0,12 <0,12 <0,12 <0,12 0,1
9 9 9 9 9
15 Tembaga **) mg/L <0,03 <0,03 <0,03 <0,03 <0,03 2
(Cu) 7 7 7 7 7
Sumber : UPL/UKL periode Januari-Juni 2008

Keterangan :
*) SK Gubernur Jawa Barat No.6 Tahun 1999 Lampiran III, Golongan I
**) Terakreditasi KAN dengan Nomor LP-346-IDN
211

Tanggal Pengujian :
1. 15-25 Januari 2008
2. 06-15 Pebruari 2008
3. 11-24 Maret 2008
4. 10-24 April 2008
5. 06-22 Mei 2008
6. 12-20 Juni 2008
212

Hasil Pengujian Kualitas Air

Perusahaan : PT. Suzuki Indomobil Motor 4W


Jenis pengujian : Kualitas Air Limbah
Jenis contoh uji : Air Limbah Pinal PH Control WWT-1

Hasil Pengukuran Kualitas Air Limbah


HASIL PENGUJIAN

Kadar
No. Parameter Satuan Hasil Maksimum
Pengujian berdasarkan
Baku Mutu
Limbah Cair
Gol. I *)
FISIKA
1 Zat Padat Terlarut mg/L 113 2000
2 Zat Padat mg/L 15 200
Tersuspensi
KIMIA
1 pH **) mg/L 6,09 6,0-9,0
2 Besi **) (Fe) mg/L <0,033 5
3 Mangan **) mg/L <0,04 2
(Mn)
4 Seng (Zn) mg/L <0,016 5
5 Khrom Total mg/L <0,041 0,5
6 BOD mg/L 12,0 50
7 COD mg/L 33,6 100
8 Kadmium (Cd) mg/L <0,016 0,05
9 Minyak & Lemak mg/L <1,67 -
10 Nikel (Ni) mg/L <0,05 0,2
11 Timbal (Pb) mg/L <0,129 0,1
12 Tembaga **) mg/L 0,037 2
(Cu)
13 Amoniak Total mg/L <0,01 1
(NH3-N)
14 Fluorida (F) mg/L 2,36 2
Sumber : UPL/UKL periode Januari-Juni 2008

Keterangan :
*) SK Gubernur Jawa Barat No.6 Tahun 1999 Lampiran III, Golongan I
**) Terakreditasi KAN dengan Nomor LP-346-IDN

Tanggal Pengujian :
1. 12-25 Agustus 2008
213

Hasil Pengujian Kualitas


Kebisingan Ruang Kerja

Perusahaan : PT. Suzuki Indomobil Motor 4W


Jenis contoh uji : Kualitas Udara Kebisingan Ruang Kerja
Tanggal Pengujian : 25 Juni 2008

Hasil Pengukuran Kualitas Kebisingan Ruangan Kerja

No. Lokasi Satuan Hasil NAB


Pengukuran
1 Ms.Press Komatsu dBA 92,3 85
500 ton K-2/K-3
2 Ms Press Komatsu dBA 94,8 85
2000 ton E4S800-
MB
3 Area Test dBA 89,9 85
Inspection
4 Area Assembling dBA 80,4 85
5 Area Welding dBA 81,5 85
6 Area Painting dBA 83,8 85
Metal/Body
7 Area Painting dBA 75,8 85
Plastik
8 Antara Area dBA 82,3 85
Painting Plastik &
Painting Metal
9 Area Sandblasitng dBA 79,3 85
Sumber : UPL/UKL periode Januari-Juni 2008

Baku Mutu Lingkungan


Nilai Ambang Batas untuk kebisingan (Leg) tempat kerja
Berdasarkan SK.Menteri Tenaga Kerja No.Kep-51/MEN/1999
(NAB:85 dBA)
214

Hasil Pengujian Kualitas Udara

Perusahaan : PT. Suzuki Indomobil Motor 4W


Jenis contoh uji : Udara Indoor (Kualitas Udara Dalam Ruangan)
Tanggal Pengujian : 25 Juni 2008

Hasil Pengukuran Kualitas Udara Didalam Ruangan Kerja


HASIL PENGUJIAN/LOKASI
No. Parameter Satuan
1 2 3 4 5 BML
1 Nitrogen Dioksida g/Nm3 31,58 74,97 39,59 30,52 51,07 5.600
(NO2)
2 Sulfur Dioksida g/Nm3 10,75 37,58 16,85 9,74 31,22 5.200
(SO2)
3 Karbon Monoksida g/Nm3 893,23 8.925,67 521,49 327,49 2.183,69 29.000
CO)
4 Amoniak (NH3) g/Nm3 34,96 28,91 47,87 37,18 23,61 17.000
5 Hidrogen Sulfida g/Nm3 2,60 3,60 3,80 2,40 4,10 14.000
(H2S)
6 Timah hitam (Pb) g/Nm3 0,24 0,40 0,33 0,26 0,91 50
7 Debu g/Nm3 287,52 314,86 326,82 288,42 713,54 10.000

Kondisi cuaca
0
1 Suhu C 32.8 32,8 30,8 32,4 32,4
2 Kelembaban (RH) % 50 58 60 61 52
3 Cuaca - Cerah Cerah Cerah Cerah Cerah

Baku Mutu Lingkungan


Berdasarkan Kep.Menaker:
NO.SE-01/1997

Lokasi :
1. Area Press
2.Area Test Inspection
3. Area Painting Metal
4. Area Assembling
5. Area Welding (Grand Vitara)
215

Hasil Pengujian Kualitas


Kebauan Ruang Kerja

Perusahaan : PT. Suzuki Indomobil Motor 4W


Jenis contoh uji : Kualitas Udara Kebauan Ruang Kerja
Tanggal Pengujian : 25 Juni 2008

Hasil Pengukuran Kualitas Udara Kebauan Ruangan Kerja


HASIL PENGUJIAN/LOKASI
No. Parameter Satuan
1 2 3 4 5 BML
1 Benzene (C6H6) ppm 1,95 0,82 1,63 0,68 1,30 10
2 Toluene (C7H8) ppm 2,20 1,12 2,19 0,29 1,81 50
3 Xylene (C8H10) ppm 2,11 0,42 1,14 0,65 0,86 100

Kondisi cuaca
0
1 Suhu C 34,3 33,8 34,6 30,8 31,9
2 Kelembaban (RH) % 54 56 52 60 55
3 Cuaca - Cerah Cerah Cerah Cerah Cerah
Sumber : UPK/UKL periode Januari-Juni 2008

Baku Mutu Lingkungan


Tingkat Gas Kebauan ditempat kerja berdasarkan Surat Edaran Menaker:
1. SE-01/MEN/1997

Lokasi :
1. Area Painting Plastik & Area Painting Metal
2. Area Painting Plastik sebelah Utara
3. Area Painting Plastik sebelah Selatan
4. Area Painting Metal/Body sebelah Utara
5. Area Painting Metal/Body sebelah Selatan
216

Hasil Pengujian Kualitas


Kebauan Ruang Kerja

Perusahaan : PT. Suzuki Indomobil Motor 4W


Jenis contoh uji : Kualitas Udara Kebauan Ruang Kerja
Tanggal Pengujian : 25 Juni 2008

Hasil Pengukuran Kualitas Udara Kebauan Ruangan Kerja


HASIL PENGUJIAN/LOKASI
No. Parameter Satuan
1 2 BML
1 Ammoniak (NH3) ppm 0,13 0,03 2.000
2 Hidrogen Sulfida ppm 0,004 0,003 0,020
(H2S)
3 Metil Mercaptan ppm Ttd Ttd 0,002
(CH3SH)
4 Metil Sulfida ppm Ttd Ttd 0,010
(CH3)2S
5 Stirene ppm 0,017 0,011 0,100
(C6H6CHCH2)

Kondisi cuaca
0
1 Suhu C 33.1 32,4
2 Kelembaban (RH) % 53 52
3 Cuaca - Cerah Cerah
Sumber : UPK/UKL periode Januari-Juni 2008

Baku Mutu Lingkungan


Tingkat Kebauan berdasarkan Surat Keputusan NenLH:
Kep-50/MENLH/11/1996

Lokasi :
1.Area Sandblesting
2. Area Welding (Grand Vitara)
217

Anda mungkin juga menyukai