Anda di halaman 1dari 25

KEMITRAAN AGRIBISNIS ANTARA PETANI JERUK PAMELO

DENGAN PERUSAHAAN MITRA UNTUK MENINGKATKAN


PENDAPATAN PETANI

Oleh:
Azizah Rahmawati
125040100111125

ABSTRAK
Jeruk pamelo merupakan suatu komoditas pertanian yang memiliki
prospek cerah baik dalam pasar domestik maupun pasar ekspor. Tetapi petani
jeruk pamelo belum menyadari potensi ini. Oleh karena itu diperlukan suatu
sistem agar petani mengetahui tentang prospek jeruk pamelo tersebut sehingga
petani dapat ber-usaha tani jeruk pamelo dan berbisnis produk olahan jeruk
pamelo ataupun penjualan buah secara segar. Salah satu solusi yang ditawarkan
adalah kemitraan.
Kemitraan adalah suatu kerjasama antara usaha kecil/menengah dengan
usaha besar dengan tujuan mendapatkan keuntungan dan saling menguatkan
disertai pembinaan. Kemitraan yang akan dilakukan oleh petani jeruk pamelo
dengan perusahaan agribisnis jeruk pamelo dapat menggunakan berbagai bentuk
pola kemitraan yang telah dipaparkan sebelumnya, yaitu: inti-plasma, sub kontrak,
dagang umum, keagenan, KOA (Kerjasama Operasional Agribisnis), dan pola
kemitraan saham. Manfaat dari kemitraan antara petani jeruk pamelo dengan
perusahaan mitra adalah sebagai berikut: a. Manfaat ekonomi yang diperoleh
petani dari pola kemitraan adalah pendapatan yang lebih tinggi, harga yang lebih
pasti, produktivitas lahan lebih tinggi, penyerapan tenaga kerja dan modal yang
lebih tinggi, dan risiko usaha ditanggung bersama. b. Manfaat teknis yang
diperoleh petani yaitu penggunaan teknologi yang lebih baik sehingga mutu
produk menjadi lebih baik. c. Manfaat sosial yang diperoleh petani adalah ada
kesinambungan kerjasama antara petani dan perusahaan, koperasi maupun
pedagang pengumpul, serta pola kemitraan mempunyai kontribusi terhadap
kelestarian lingkungan.
Dalam menjalankan kemitraan tersebut diperlukan suatu manajemen yang
baik didalamnya karena masalah yang dihadap dalam menjalankan kemitraan
adalah masalah manajemennya. Petani mitra membentuk suatu kesepakatan
bersama untuk saling membantu apabila ada anggota kelompok tani yang
terlambat mengembalikan pinjaman beserta bunganya kepada perusahaan mitra
melalui perantara ketua kelompok tani. Kerjasama antara perusahaan mitra
dengan petugas penyuluh lapang sebagai jembatan informasi perlu ditingkatkan
dengan cara meningkatkan komunikasi yang intens dalam memberikan informasi
mengenai kemitraan, bimbingan teknis, dan pelatihan teknologi pertanian yang
baru kepada petani mitra. Selain itu penambahan jumlah petugas penyuluh lapang
juga diperlukan terkait dengan jumlah petani yang sangat banyak di Indonesia.

ABSTRACT
Pamelo is an agricultural commodity that has bright prospects in both
domestic and export markets. But farmers of pamelo not realize this potential.
Therefore we need a system that farmers know about the prospects pamelo these
areas so that farmers can farm and do business pamelo as pamelo processed
products or the sale of fresh fruit. One solution offered is a partnership.
Partnership is a collaboration between small / medium large businesses
with the aim to benefit and encourage one another along with coaching.
Partnership will be done by pamelo farmers with agribusiness companies of
pamelo .Pamelo farmers and agribusiness companies of pamelo can use various
forms of partnership which has been described previously, namely: core-plasma,
sub-contracts, general trading, agency, KOA (Operational Cooperation
Agribusiness), and a partnership stake. The benefits of a partnership between
farmers pamelo with partner companies is as follows: a. The economic benefits
derived from the partnership of farmers is higher income, more price certainty,
higher land productivity, absorption of labor and capital more higher and business
risks are shared b. The technical benefits that farmers gained is use of technology
so that the quality of the product is more better than did not use technology. c.
Social benefits derived from farmer is continuity of cooperation between farmers
and companies, cooperatives and traders and partnerships have contributed to
environmental sustainability.
In carrying out such partnerships need a good management in it because of
the problems faced in implementing the partnership is a management problem.
Farmers partners developed a mutual agreement to help each other if there are
members of farmer groups who are late to repay the loan with interest to the
company's head of intermediary partners through farmer groups. Cooperation
between companies partner with field extension workers as a bridge of
information needs to be improved by increasing the intense communication in
providing information on partnerships, technical assistance, and training of new
agricultural technologies to farmers partners. Besides increasing the number of
field extension workers are also needed related to the number of farmers who are
very much in Indonesia.

PENDAHULUAN
Menurut data BPS 2007 pertanian merupakan sektor yang menyumbang pada
PDB nasional sangat besar yaitu 87,03% dibandingkan dengan sektor lainnya.
Oleh sebab itu, pemerintah menetapkan kebijakan yang menjadikan sektor
pertanian sebagai bagian dari pembangunan nasional. Tujuan pembangunan
pertanian pada lima tahun mendatang (jangka menengah) adalah meningkatkan
produksi pangan bagi pemenuhan kebutuhan pangan dalam rangka mencapai
ketahanan dan keamanan pangan nasional. Kondisi pertanian Indonesia
dihadapkan pada permasalahan pengusahaan skala ekonomi kecil dengan
penguasaan lahan yang kecil dan teknologi budidaya yang sederhana, serta
permodalan yang terbatas. Pertanian dengan skala kecil masih dipengaruhi oleh
faktor alam dan dihadapkan pada permasalahan pasar yang tidak sempurna seperti
biaya transaksi yang tinggi dan ketidakjelasan informasi pasar. Selain itu,
pertanian skala kecil menghadapi masalah lain seperti ketersediaan bahan baku
pertanian (saprodi) seperti pupuk, benih, pestisida, dan obat-obatan.
Buah-buahan merupakan komoditas pertanian yang termasuk kedalam sasaran
RAKERNAS Departemen Pertanian tahun 2012 dengan sasaran sebesar 18,67 juta
ton. Tentu saja, data ini memperlihatkan bahwa buah-buahan merupakan
komoditas yang diperhitungkan dalam sektor pertanian Indonesia. Berdasarkan
data BPS tahun 2011 produksi jeruk pamelo masih berfluktuasi dari tahun 2004
sampai tahun 2009 dengan produksinya masing masing sebesar 76.324 ton,
63.801 ton, 85.691 ton, 74.249 ton, 76.621 ton dan 105.928 ton. Terjadinya
fluktuasi ini terkait dengan sifat jeruk pamelo yang berbuah musiman, dimana
berbuah banyak pada suatu musim dan akan berbuah sedikit pada musim
berikutnya. Maka dari itu diperlukan suatu solusi untuk mencapai target tersebut,
melihat bahwa prosentase produksi jeruk pamelo masih kecil sekali dibandingkan
dengan prosentase total sasaran DEPTAN pada komoditas buah-buahan yang
mencapi 18,67 ton.
Kemitraan antara petani jeruk pamelo dan perusahaan agribisnis jeruk pamelo
merupakan salah satu solusi untuk mengatasi masalah tersebut. Pada dasarnya
kemitraan merupakan suatu kerjasama antara usaha kecil/menengah dengan usaha
besar dengan tujuan mendapatkan keuntungan dan saling menguatkan disertai
pembinaan. Proses bermitra antara petani dengan petani, petani dengan tengkulak
dan petani dengan pedagang sprodi maupun petani dengan kios pedagang buah
merupakan hal yang sudah lazim. Tetapi, pola kemitraan masih jarang dilakukan
oleh petani-petani jeruk pamelo didaeraha karena kurangnya pengetahuan akan
hal tersebut. Maka dari itu diperlukan suatu arahan dari pemerintah melalui badan
penyuluh yang terdapat di masing-masing daerah untuk mensosialisasikan hal
tersebut dan juga mengarahakan para pengusaha agribisnis buah untuk
mengembangkan bisnisnya melalui beragribisnis jeruk pamelo.
Berdasarakan latar belakang yang telah dipaparkan maka tujuan dari artikel ini
adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui arti dan tujuan dari kemitraan.
2. Untuk mengetahui manfaat kemitraan antara petani jeruk pamelo dengan
perusahaan mitra.
3. Untuk mengetahui pola kemitraan yang sesuai (win-win solution) bagi
petani jeruk pamelo dan perusahaan mitra.
Berdasarkan tujuan yang telah dipaparkan maka diharapkan arikel ini dapat
berguna bagi:
1. Petani jeruk pamelo dan perusahaan mitra sebagai acuan untuk
mengadakan kemitraan agribisnis.
2. Pihak-pihak terkait seperti dinas pertanian dan atau pemerintah yang akan
melakukan penyuluhan, study ataupun pengembangan dalam rangka
meningkatkan pendapatan petani dan menjalankan program kemandirian
pangan.
3. Penulis sebgai sarana mengasah kemampuan dalam menganalisis berbagai
masalah pertanian dan mencarikan solusinya.
4. Masyarakat dan pembaca, dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk
penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan jeuruk pamelo dan proses
atau pola kemitraan yang terdapat di dalamnya.

METODOLOGI
Metode yang digunakan dalam pembuatan artikel ini adalah dengan study
pustaka atau study literature. Oleh karena itu maka analisis data yang digunakan
adalah ploratory dan metode confirmatory. Metode exploratory digunakan untuk
menentukan apakah data yang ada dapat disajikan melalui angka aritmetika
sederhana dan mudah dimuat dengan grafis sebagai ringkasan data. Metode
confirmatory memanfaatkan ide teori probabilitas sebagai upaya menjawab
pertanyaan-pertanyaan khusus diluar ringkasan yang mudah diperoleh.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Secara astronomis Indonesia terletak antara 6 0 LU sampai 110 LS dan 95
BT0 1410 BT dan secara geografis Indonesia terletak antara Samudra India dan
Samudra Indonesia merupakan sebuah negara tropis yang terletak di kawasan
equator atau khatulistiwa yang mengalami pergantian dua musim yaitu musim
hujan dan musim kemarau sepanjang tahun. Keadan ini mempunyai konsekuensi
yang mengantarkan Indonesia pada sebuah negara yang memilki sumber daya
alam yang banyak dan konsekuensi yang lain adalah negara Indonesia merupakan
negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai
petani. Sektor pertanian di negara Indonesia memegang peranan penting bagi
pendapatan negara karena sektor pertanian merupakan sektor yang
menyumbangkan bahan bakunya pada industri pengolahan hasil pertanian atau
industri makanan. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Mei 2012
tenaga kerja di sektor pertanian mencapai 41,20 Juta jiwa atau sekitar 43,4% dari
jumlah total penduduk Indonesia. Angka tersebut mengalami kenaikan sebesar
4,76% atau sebesar 1,9 juta dibandingkan Agustus 2011. Indonesia menempati
urutan ke 3 dunia setelah China (66% ) dan India (53,2%).
Sejalan dengan visi pemerintah utamanya Kementrian Pertanian sampai
pada tahun 2014 yaitu pembangunan pertanian yang akan dicapai adalah
terwujudnya pertanian industrial unggul berkelanjutan yang berbasis sumberdaya
lokal untuk meningkatkan kemandirian pangan, nilai tambah, ekspor, dan
kesejahteraan petani maka diperlukan suatu usaha untuk meningkatkan
produktivitas petani. Tujuan pembangunan pertanian pada lima tahun mendatang
(jangka menengah) adalah meningkatkan produksi pangan bagi pemenuhan
kebutuhan pangan dalam rangka mencapai ketahanan dan keamanan pangan
nasional. Kondisi pertanian Indonesia dihadapkan pada permasalahan
pengusahaan skala ekonomi kecil dengan penguasaan lahan yang kecil dan
teknologi budidaya yang sederhana, serta permodalan yang terbatas. Pertanian
dengan skala kecil masih dipengaruhi oleh faktor alam dan dihadapkan pada
permasalahan pasar yang tidak sempurna seperti biaya transaksi yang tinggi dan
ketidakjelasan informasi pasar. Selain itu, pertanian skala kecil menghadapi
masalah lain seperti ketersediaan bahan baku pertanian (saprodi) seperti pupuk,
benih, pestisida, dan obat-obatan.
Buah-buahan merupakan komoditas pertanian yang termasuk kedalam
sasaran RAKERNAS Departemen Pertanian tahun 2012 dengan sasaran sebesar
18,67 juta ton. Tentu saja, data ini memperlihatkan bahwa buah-buahan
merupakan komoditas yang diperhitungkan dalam sektor pertanian Indonesia.
Berdasarkan data BPS tahun 2011 produksi jeruk pamelo masih berfluktuasi dari
tahun 2004 sampai tahun 2009 dengan produksinya masing masing sebesar
76.324 ton, 63.801 ton, 85.691 ton, 74.249 ton, 76.621 ton dan 105.928 ton.
Terjadinya fluktuasi ini terkait dengan sifat jeruk pamelo yang berbuah musiman,
dimana berbuah banyak pada suatu musim dan akan berbuah sedikit pada musim
berikutnya. Maka dari itu diperlukan suatu solusi untuk mencapai target tersebut,
melihat bahwa prosentase produksi jeruk pamelo masih kecil sekali dibandingkan
dengan prosentase total sasaran DEPTAN pada komoditas buah-buahan yang
mencapi 18,67 ton.
Kemitraan antara petani jeruk pamelo dan perusahaan agribisnis jeruk
pamelo merupakan salah satu solusi untuk mengatasi masalah tersebut. Pada
dasarnya kemitraan merupakan suatu kerjasama antara usaha kecil/menengah
dengan usaha besar dengan tujuan mendapatkan keuntungan dan saling
menguatkan disertai pembinaan. Proses bermitra antara petani dengan petani,
petani dengan tengkulak dan petani dengan pedagang sprodi maupun petani
dengan kios pedagang buah merupakan hal yang sudah lazim. Tetapi, pola
kemitraan masih jarang dilakukan oleh petani-petani jeruk pamelo didaeraha
karena kurangnya pengetahuan akan hal tersebut. Maka dari itu diperlukan suatu
arahan dari pemerintah melalui badan penyuluh yang terdapat di masing-masing
daerah untuk mensosialisasikan hal tersebut dan juga mengarahakan para
pengusaha agribisnis buah untuk mengembangkan bisnisnya melalui beragribisnis
jeruk pamelo.

JERUK PAMELO
Jeruk bali, jeruk besar, atau pamelo (bahasa Inggris: pomelo,
ilmiah: Citrus grandis, C. maxima) merupakan jeruk penghasil buah terbesar.
Nama "pomelo" sekarang disarankan oleh Departemen Pertanian karena jeruk ini
tidak ada kaitannya dengan Bali. Jeruk ini termasuk jenis yang mampu
beradaptasi dengan baik pada daerah kering dan relatif tahan penyakit,
terutama CVPD yang pernah menghancurkan pertanaman jeruk di Indonesia.
Beberapa kultivar unggulan Indonesia: Nambangan, Srinyonya, Magetan,
Madu/Bageng (tanpa biji). Tiga kultivar yang pertama ditanam di sentra produksi
jeruk bali di daerah Kabupaten Magetan dan Kabupaten Madiun, sedangkan yang
terakhir ditanam di daerah Bageng, Kabupaten Pati. Perbanyakan jeruk pamelo
dapat dilakukan dengan biji (tidak dianjurkan untuk budidaya) atau
dengan pencangkokan.

PROSPEK
Pada tahun 1999 hingga tahun 2000 volume ekspor jeruk dalam bentuk
segar mengalami peningkatan cukup tajam yaitu sekitar 83 % dari 901.650 kg
menjadi 1.079.981 kg di tahun 2000. Pada tahun 2001 tetap mengalami penaikan
hanya saja tidak terlalu tajam di tahun sebelumnya, yaitu sekitar 56,3 %
(1.919.703 kg. Kondisi ini mengakibatkan para petani yang selama ini tidak
mengusahakan tanaman jeruk secara baik menjadi berminat memeliharanya.
Pemacu akan hal tersebut akarena adanya permintaan pasar yang cukup besar dan
harga yang memadai.
Buah jeruk merupakan salah satu jenis buah tropis yang masuk di pasaran
Jepang, dimana negara tersebut mempunyai persyaratan khusus dalam hal hama
penyakit dan residu pestisida. Buah jeruk yang berasal dari Inondesia juga
merupakan salah satu yang diawasi sangat ketat untuk masuk ke pasar Jepang.
Dalam mengahadapi pasar bebas (ekonomi pasar global) sesuai dengan
kesepakatan bersama dalam world trade organization (WTO) yang berlaku mulai
tahun 2003, maka otomatis buah-buahan Indonesai salah satunya jeruk juga akan
menghadapi banyak persaingan yang tidak ringan. Pasar ekspor menghendaki
buah dengan kriteria sebagai berikut :
a. Bermutu tinggi sesuai standar mutu dan bebas residu
pestisida,
b. Volume buah bermutu harus memenuhi kebutuhan pasar,
c. Buah yang dikirim harus tiba tetap waktunya,
d. Ketersediaan buah harus kontinyu.
Setiap ha kebun bisa ditanami 400 pohon jeruk dengan produksi rata-rata
100 buah per pohon. Dengan asumsi harga jeruk Rp 3.000 per buah, untuk hasil
panen 40.000 buah dihasilkan uang Rp 120 juta. Kadang harga jeruk bisa
menembus Rp 4.000 perbuah di tingkat petani dan Rp 10.000 perbuah di tingkat
konsumen.
Setelah dikurangi biaya perawatan tanaman sekitar Rp 25 juta per tahun
per hektar, penghasilan bersih yang diterima petani Rp 95 juta. Dengan asumsi
setahun ada 365 hari, petani jeruk Pamelo meraih pendapatan rata-rata Rp
260.273 per hari. Bandingkan dengan budidaya tanaman padi. Produksi padi di
Magetan rata-rata 6,4 ton per hektar. Dengan asumsi harga gabah kering panen Rp
4.000 per kilogram, petani mendapatkan hasil Rp 25,6 setiap kali panen. Setahun,
terkumpul Rp 76 juta dengan asumsi tiga kali panen.
Biaya produksi padi lebih besar karena petani harus menanam tanaman
baru setiap kali usai panen. Sementara usia produktif jeruk Pamelo bisa mencapai
60 tahun per pohon. Biaya produksi padi selama tiga kali musim tanam bisa
mencapai Rp 30 juta. Alhasil, ketika hasil panen dikurangi biaya produksi,
keuntungan petani tinggal Rp 46 juta. Dengan asumsi setahun 365 hari,
pendapatan petani padi hanya Rp 126.027 per hari atau Rp 36 juta per bulan.
Agribisnis jeruk masih memberikan peluang yang cukup cerah mengingat
jeruk merupakan komoditas unggulan. Selama ini investasi pada tanaman jeruk
masih relatif sedikit terbukti dari belum banyaknya investor investor yang
menanamkan modalnya pada komoditi ini. Demikian halnya dengan kebun jeruk
yang masih relatif sedikit di bandingkan dengan potensi wilayah yang ada di
Indonesia yang sesuia dengan agroklimat jeruk.
Disamping itu dalam hal pertanaman jeruk rakyat yang umumnya
dilakukan di lahan-lahan sempit dengan penanganan yang masih tradisional dan
belum menerapkan teknologi budidaya dari prapanen sampai pasca panen secara
optimum. Usaha ini belum bisa menghasilkan buah dengan kualitas yang baik
dengan kuantitas yang cukup banyak secara berkesinambungan. Dengan demikian
produksi jeruk petani kurang memiliki daya saing yang cukup kuat auntuk
agribisnis jeruk baik untuk pasar lokal maupun ekspor.
Untuk meningkatkan produksi dan mutu buah jeruk agar memiliki daya
saing yang cukup baik perlu masukan teknologi pada seluruh aspek mulai
prapanen sampai pasca panen untuk memperoleh produksi jeruk yang berkualitas
perlu diterapkan total quality control dan total quality management , sehingga
produksi jeruk dapat dievaluasi setiap tahapan kegiatan.

SEJARAH DAN DEFINISI KEMITRAAN


Secara formal kemitraan di bidang pertanian yang ditumbuhkembangkan
oleh pemerintah dimulai tahun 1970-an dengan model Perusahaan Inti Rakyat
Perkebunan (PIR-Bun) sebagai terjemahan dari Nucleus Estate Smallholder
Scheme (NESS). Konsep dari model PIR-Bun dibangun atas respon dari Bank
Dunia yang menghendaki percepatan pembangunan pada sub sektor perkebunan
terutama yang menyangkut komoditas ekspor, dan sekaligus dapat menciptakan
kesempatan kerja baru bagi petani yang menetap di sekitar perkebunan dan
mengelola kebun milik pribadi (Puspitawati, 2004). Pola kemitraan seperti PIR
tidak hanya dikembangkan pada tanaman perkebunan, tetapi juga diterapkan pada
komoditas lain seperti persawahan. Maka bermunculanlah Tebu Rakyat
Intensifikasi (TRI) yang menggunakan pola intiplasma. Tambak Inti Rakyat (TIR)
untuk komoditas pertambakan/udang, dan model-model kemitraan lain seperti
PIR-Susu, PIR-Unggas, Intensifikasi Kapas Rakyat (IKR), dan Intensifikasi
Tembakau Rakyat (ITR) yang tidak terlepas dari peran pemerintah untuk
mendorong penerapan model kemitraan usaha.
Pemerintah memperkenalkan model ini dengan macam-macam istilah
antara lain pola inti plasma, pola kemitraan, pola bapak angkat-anak angkat, dan
pola kerjasama. Kesemua istilah tersebut secara garis besar merupakan pola
kemitaan. Secara tradisional petani dan pengusaha di bidang pertanian juga sudah
banyak melaksanakan kemitraan usaha. Bentuk gaduhan ternak, sewa-sakap
lahan, sistem bagi hasil usaha tani tanaman semusim dan nelayan, serta
sistemyarnen merupakan contoh-contoh kemitraan tradisional yang banyak
dilaksanakan sampai saat ini.
Rustiani et. al (1997) dalam Puspitawati (2004) menyimpulkan bahwa
pemerintah Indonesia sangat terdorong untuk menerapkan model kemitraan
karena bebarapa alasan strategis. Pertama, model kemitraan dapat meningkatkan
kapasitas produksi pertanian Indonesia, terutama komoditas ekspor, sehingga
menunjang program pembangunan berorientasi ekspor. Kedua, model ini
dianggap sebagai koreksi terhadap sistem pengembangan pertanian yang
berorientasi perkebunan besar (estate) dan cenderung bersifat tertutup. Pada
kemitraan petani kecil dianggap memiliki peran aktif khususnya dalam produksi.
Ketiga, melalui model ini pemerintah menganggap telah melakukan landreform
yang mencoba menata kembali struktur pemilikan penguasaan, dan
pendistribusian tanah kepada penduduk yang memerlukan. Keempat, dalam hal
teknis produksi model kemitraan dapat menjadi perantara penyaluran kredit dan
alih teknologi, sehingga tercipta modernisasi di sektor pertanian.
Arahan pemerintah yang cukup disertai dengan fasilitas-fasilitas fisik
maupun kemudahan yang disediakan oleh pemerintah seperti kemudahan
mendapatkan kredit bank, telah merangsang swasta untuk mengembangkan usaha
melalui hubungan kemitraan atau kontrak. Faktor lain yang mendorong swasta
yaitu sulitnya memperoleh tanah untuk berproduksi, sehingga efisien untuk
mengontrak petani daripada harus menginvestasikan sejumlah dana untuk
penyediaan tanah.
Secara ekonomi, kemitraan dapat dijelaskan sebagai berikut (Haeruman,
2001):
1. Esensi kemitraan terletak pada kontribusi bersama, baik berupa tenaga
(labour) maupun benda (property) atau keduanya untuk tujuan
kegiatan ekonomi. Pengendalian kegiatan dilakukan bersama dan
pembagian keuntungan dan kerugian didistribusikan diantara mitra.
2. Partnership / alliance adalah suatu asosiasi yang terdiri dari dua
orang/usaha atau yang sama-sama memiliki sebuah peran dengan
tujuan untuk mencari laba.
3. Kemitraan adalah suatu persekutuan dari dua orang atau lebih sebagai
pemilik bersama yang menjalankan suatu bisnis mencari keuntungan.
4. Suatu kemitraan adalah suatu perusahaan dengan sejumlah pemilik
yang menikmati bersama keuntungan-keuntungan dari perusahaan dan
masing masing menanggung liabilitas yang tidak terbatas atas hutang-
hutang perusahaan.
Definisi dan kebijaksanaan kemitraan usaha resmi telah diatur dalam
Undang-undang No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, yang kemudian
dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 44 Tahun 1997 tentang
kemitraan. Menurut Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995, kemitraan adalah
kerjasama usaha kecil dengan usaha menengah atau dengan usaha besar disertai
pembinaan dan pengembangan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan
memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling
menguntungkan serta dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab dalam
kemitraan beberapa hal baik yang berkaitan dengan produksi maupun pemasaran
sudah ditentukan di depan.
Penentuan dalam aspek produksi serta penggunaan input produksi antara
lain terkait dengan jenis komoditas, kuantitas dan kualitas komoditas, teknologi
produksi, serta penggunaan input produksi. Pemasaran dalam lingkup kemitraan
menyangkut harga dan jaminan pihak perusahaan mitra dalam pembelian output
produksi yang dihasilkan kelompok mitra. Selain jaminan dibelinya produk yang
dihasilkan, pihak perusahaan mitra umumnya menyediakan fasilitas supervisi,
kredit, input produksi, peminjaman atau penyewaan mesin, dan bantuan/nasehat
teknis lainnya.

MANFAAT KEMITRAAN
Manfaat ekonomi yang diperoleh petani dari pola kemitraan adalah
pendapatan yang lebih tinggi, harga yang lebih pasti, produktivitas lahan lebih
tinggi, penyerapan tenaga kerja dan modal yang lebih tinggi, dan risiko usaha
ditanggung bersama. Manfaat teknis yang diperoleh petani yaitu penggunaan
teknologi yang lebih baik sehingga mutu produk menjadi lebih baik. Manfaat
sosial yang diperoleh petani adalah ada kesinambungan kerjasama antara petani
dan perusahaan, koperasi maupun pedagang pengumpul, serta pola kemitraan
mempunyai kontribusi terhadap kelestarian lingkungan.

PRINSIP KEMITRAAN
Prinsip kemitraan memerlukan syarat-syarat sebagai berikut :
a. Saling pengertian (common understanding)
Prinsip saling pengertian ini dikembangkan dengan cara
meningkatkan pemahaman yang sama mengenai lingkungan,
permasalahan lingkungan, serta peranan masing-masing komponen. Selain
aspek lingkungan yang mungkin sangat baru bagi para pelaku
pembangunan, juga pemahaman diri mengenai fungsi dan peranan masing-
masing aktor penting. Artinya masing-masing aktor harus dapat
memahami kondisi dan posisi komponen yang lain, baik pemerintah,
pengusaha, maupun masyarakat.
b. Kesepakatan bersama (mutual agreement)
Kesepakatan adalah aspek yang penting sebagai tahap awal dari
suatu kerjasama yang baik antara pihak-pihak yang bersangkutan.
Kesepakatan ini hanya dapat diraih dengan adanya saling pengertian
seperti yang disebutkan di atas. Hal ini merupakan dasar-dasar untuk dapat
saling mempercayai dan saling memberi diantara para pihak yang
bersangkutan.
c. Tindakan bersama (collective action)
Tindakan bersama ini adalah tekad bersama-sama untuk
mengembangkan kepedulian lingkungan. Cara yang dilakukan tentu
berbeda antara pihak yang satu dengan pihak yang lain tetapi tujuannya
sama yaitu melindungi lingkungan dari kerusakan. Hal ini merupakan
tujuan dari penggunaan prinsip-prinsip kemitraan.

TUJUAN KEMITRAAN
Pada dasarnya maksud dan tujuan kemitraan yaitu untuk membantu para
pelaku kemitraan dan pihak-pihak tertentu dalam mengadakan kerjasama
kemitraan yang saling menguntungkan (win-win solution1) dan bertanggung
jawab. Ciri dari kemitraan usaha terhadap hubungan timbal balik bukan sebagai
buruh-majikan atau atasan-bawahan sebagai adanya pembagian risiko dan
keuntungan yang proporsional, di sinilah kekuatan dan karakter kemitraan usaha.
Menurut Hafsah (1999), tujuan ideal kemitraan yang ingin dicapai dalam
pelaksanaan kemitraan secara lebih konkret yaitu (1) meningkatkan pendapatan
usaha kecil dan masyarakat, (2) meningkatkan perolehan nilai tambah bagi pelaku
kemitraan, (3) meningkatkan pemerataan dan pemberdayaan masyarakat dan
usaha kecil, (4) meningkatkan pertumbuhan ekonomi perdesaan, wilayah dan
nasional, (5) memperluas kesempatan kerja dan (6) meningkatkan ketahanan
ekonomi nasional.
3
Win-win solution (solusi menang-menang): Proses negosiasi yang mendorong
prospek keuntungan bagi kedua belah pihak; dikenal juga sebagai proses integratif
(Stoner et al., 1995).
KEBERHASILAN DAN KEGAGALAN KEMITRAAN AGRIBISNIS
Pada pelaksanaan kemitraan di bidang agribisnis terdapat banyak faktor-
faktor yang mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan pengembangan kemitraan
usaha. Faktor-faktor tersebut terkait dengan prinsip dasar pengembangan
etikabisnis, antara lain mencakup: sumberdaya manusia, manajemen dan teknis
pelaksanaan kemitraan, mental dan sikap pelaksana kemitraan, keterlibatan
pelaksana kemitraan, masalah lingkungan dan keamanan, fasilitas/sarana dan
prasarana, serta peraturan daerah dan pusat. Faktor keberhasilan dalam kemitraan
agribisnis diantaranya:
1. Masing-masing perusahaan mitra dapat berlaku sebagai mitra yang baik
sesuai dengan prinsip kemitraan yaitu saling menguntungkan, saling
memerlukan dan saling memperkuat dengan cara: (a) mengadakan
bimbingan teknis mengenai komoditi yang dimitrakan, (b) mengadakan
bimbingan manajerial kepada petani dan kelompok tani sebagai kelompok
mitra, (c) mengusahakan pendanaan dari lembaga pembiayaan bagi
kelompok mitra, (d) memenuhi komitmen sesuai dengan perjanjian
kerjasama seperti pembelian produksi dari kelompok mitra sekaligus
memasarkan hasil produksi.
2. Kelompok mitra melaksanakan poin-poin perjanjian secara disiplin serta
memenuhi kriteria kualitas dan kuantitas produk.
3. Mentaati asas kemitraan dan tidak menyalahi isi perjanjian walaupun ada
pihak lain yang berusaha menawarkan harga yang lebih baik. Faktor
kegagalan dalam kemitraan agribisnis diantaranya:
1. Adanya kesenjangan komunikasi antara kelompok mitra dengan
perusahaan mitra, seperti masalah harga komoditi /produk yang sedang
berlaku, informasi pasar, dan lain-lain.
2. Kelompok mitra tidak dapat memenuhi poin perjanjian seperti kualitas
dan kuantitas produksi.
3. Kelompok mitra tergoda oleh penawaran dari pihak lain untuk
membeli komoditi yang diusahakan petani, karena harga yang lebih
baik.
4. Salah satu pihak tidak dapat memenuhi perjanjian kemitraan usaha
karena beberapa sebab, antara lain: (a) Kelompok mitra tidak dapat
menjual hasil produksi sesuai dengan ketentuan karena kualitas tidak
sesuai dengan kualifikasi yang ditetapkan, hasil panen dijual kepada
pihak lain, atau kontinuitas tidak terpenuhi, (b) Perubahan manajemen
perusahaan mitra, (c) Suatu kejadian di luar kemampuan manusia
(force majeure) seperti kebakaran, banjir, gempa bumi, dan lain-lain.
5. Banyak perusahaan mitra yang menghindar dari kebijaksanaan
pemerintah. Program bantuan dari pemerintah yang kurang sinergis
dengan kondisi di lapangan sehingga penerima bantuan/pelaku
kemitraan tidak dapat memanfaatkan secara optimal.
Kemitraan bisnis merupakan suatu alternatif yang prospektif bagi
pengembangan bisnis di masa depan untuk menghubungkan kesenjangan antar
subsistem dalam sistem bisnis hulu-hilir (produsen-industri
pengolahanpemasaran) maupun hulu-hulu (sesama produsen). Pada masa lalu
kesenjangan dalam sistem bisnis hulu-hilir diantaranya berupa informasi tentang
mutu, harga, teknologi dan akses permodalan. Kondisi ini menyebabkan pemodal
kuat, yang umumnya lebih berwawasan luas, lebih berpendidikan dan telah
berperan di subsistem hilir menjadi lebih diuntungkan oleh berbagai kelemahan
yang ada pada usaha kecil yang berfungsi di pihak produsen atau hulu.
Pada tingkat makro peranan usaha kecil tersebut diantaranya: penyerapan
tenaga kerja, penyedia bahan baku bagi usaha besar, perolehan devisa,
pembangunan wilayah desentralisasi/otonomi, alat distribusi retail, mitra kerja
pelayanan bagi usaha besar, pereduksi tegangan dan kecemburuan sosial atas
kesenjangan usaha kecil-besar. Pada tingkat mikro usaha kecil berperan sebagai:
sumber penghasilan, wadah bagi bakat wirausaha, pengembangan daya saing
individu, dan tempat magang atau sosialisasi bagi kelangsungan usaha kecil dan
rumah tangga.
Pola kemitraan merupakan suatu benang penghubung antara usaha
ekonomi makro dengan usaha ekonomi mikro. Kemitraan agribisnis menurut
Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 dinyatakan bahwa bentuk kemitraan
yang ideal adalah saling memperkuat, saling menguntungkan dan saling
menghidupi. Pada konsepsi bentuk kemitraan tersebut, pengusaha
menengah/besar punya komitmen atau tanggung jawab moral membimbing dan
mengembangkan pengusaha kecil mitranya agar mampu mengembangkan
usahanya, sehingga dapat menjadi mitra yang handal untuk meraih keuntungan
bersama. Keuntungan yang dapat diperoleh dari kemitraan usaha kecil dengan
perusahaan menengah dan besar, dibanding dengan berusaha sendiri, antara lain
melalui (Haeruman, 2001):
1. Kerjasama pemasaran/penampungan produk usaha dapat lebih jelas, pasti,
dan periodik,
2. Kerjasama dalam bentuk bantuan dana, teknologi atau sarana lain dapat
disediakan oleh perusahaan besar,
3. Kerjasama untuk dapat menghindar dari proses persaingan terhadap
produk yang sama antara pengusaha kecil dan pengusaha menengah/besar,
dan
4. Kerjasama dengan berbagi tugas antara masing-masing pengusaha sesuai
dengan spesialisasi dan tugas masing-masing dalam sistem agribisnis yang
berkesinambungan.
Peluang pola kemitraan usaha antara pengusaha kecil (petani, nelayan,
koperasi) dan pengusaha menengah atau besar antara lain dapat berbentuk
Mangkuprawira et al (1996) dalam Zaelani (2008) :
1) Kontak bisnis. Interaksi pasif antara dua unit usaha tanpa harus ada
perjanjian formal yang mengikat, bebas tanpa sanksi hukum, misalnya
saling tukar informasi,
2) Kontrak bisnis. Hubungan usaha kecil bersifat aktif dan sudah mencirikan
adanya hubungan (transaksi dagang) antara dua mitra usaha,
3) Kerjasama bisnis. Hubungan bisnis di samping bersifat aktif juga
bervariasi sampai pada penanganan manajemen (pemasaran, keuangan,
produksi dan lain-lain), 4) Keterkaitan bisnis (linkages). Pihak bisnis yang
terlibat tetap memiliki kebebasan usaha, tetapi bersepakat untuk
melakukan engineering subcontract, bukan sub-kontrak yang bersifat
komersial dalam proses produksi.
Terdapat beberapa kelemahan dari pengembangan kemitraan agribisnis
apabila dikembangkan ke wilayah lainnya, antara lain:
1. Posisi petani yang lemah karena masih lemahnya kemampuan menajerial
dan wawasan serta kemampuan kewirausahaan telah menyebabkan petani
kurang mampu mengelola usahatani secara efisien dan komersial,
2. Keterbatasan petani dalam bidang permodalan, teknologi, informasi dan
akses pasar telah menyebabkan petani kurang mampu mengelola usahatani
secara mandiri sehingga mudah tersubordinasi oleh kepentingan pihak lain
yang lebih kuat dalam sistem agribisnis,
3. Kesadaran perusahaan (pihak pelaku agribisnis yang lebih kuat) untuk
mendukung permodalan petani yang lemah telah menyebabkan petani
mengalami kesulitan mengembangkan produk usahatani sesuai dengan
kebutuhan pasar,
4. Informasi tentang potensi pengembangan komoditi belum sampai pada
pengusaha untuk menanamkan investasinya di bidang agribisnis dan masih
lemahnya jaminan (insurance) atas tingginya risiko bila berusaha dalam
bidang agribisnis,
5. Masih belum berkembangnya etika bisnis pada sebagian besar investor
agribisnis di daerah yang sesuai dengan dunia agribisnis, yaitu kemitraan
bisnis yang berprinsip win-win solution,
6. Pada umumnya petani masih mempunyai kesadaran dan komitmen yang
lemah tentang pengendalian mutu yang sesuai dengan kebutuhan pasar.
Hal ini perlu menjadi perhatian yang serius dalam kesinambungan
hubungan kemitraan tersebut. Pengembangan pemberdayaan petani
melalui peningkatan kualitas SDM petani, yang ditempuh dengan
pendekatan konvergen antar berbagai pihak yang menjadi pelaku dalam
sistem agribisnis merupakan salah satu cara untuk mencegah terjadinya
sub-ordinasi pemodal kuat (pengusaha besar) terhadap petani (usaha kecil)
melalui lembaga arbitrasi yang efektif.

BENTUK-BENTUK POLA KEMITRAAN


Hubungan yang ingin dicapai dalam pembinaan kemitraan yakni: (1)
Saling membutuhkan dalam arti para pengusaha memerlukan pasokan bahan baku
dan petani memerlukan penampungan hasil dan bimbingan, (2) Saling
menguntungkan yaitu baik petani maupun pengusaha memperoleh peningkatan
pendapatan/keuntungan disamping adanya kesinambungan usaha, (3) Saling
memperkuat dalam arti baik petani maupun pengusaha sama-sama melaksanakan
etika bisnis, sama-sama mempunyai persamaan hak dan saling membina, sehingga
memperkuat kesinambungan bermitra. Bentuk-bentuk pola kemitraan yang
banyak dilaksanakan (Departemen Pertanian, 2002), yakni:
1. Inti-Plasma
Merupakan hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan
perusahaan mitra, yang di dalamnya perusahaan mitra bertindak sebagai
inti dan kelompok mitra sebagai plasma. Syarat-syarat untuk kelompok
mitra: (1) berperan sebagai plasma, (2) mengelola seluruh usaha budidaya
sampai dengan panen, (3) menjual hasil produksi kepada perusahaan
mitra, (4) memenuhi kebutuhan perusahan sesuai dengan persyaratan yang
telah disepakati. Di sisi lain syarat-syarat perusahaan mitra, yaitu: (1)
berperan sebagai perusahaan inti, (2) menampung hasil produksi, (3)
membeli hasil produksi, (4) memberi bimbingan teknis dan pembinaan
manajemen kepada kelompok mitra, (5) memberi pelayanan kepada
kelompok mitra berupa permodalan/kredit, saprodi, dan teknologi, (6)
mempunyai usaha budidaya pertanian/memproduksi kebutuhan
perusahaan, (7) menyediakan lahan.

2. Subkontrak
Merupakan hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan
perusahaan mitra, yang di dalamnya kelompok mitra memproduksi
komponen yang diperlukan perusahaan mitra sebagai bagian dari
prduksinya. Syarat-syarat kelompok mitra dintaranya: (1) memproduksi
kebutuhan yang diperlukan perusahaan mitra sebagai bagian dari
komponen produksinya, (2) menyediakan tenaga kerja, (3) membuat
kontrak bersama yang mencantumkan volume, harga, dan waktu. Di sisi
lain syarat-syarat perusahaan mitra yaitu: (1) menampung dan membeli
komponen produksi perusahaan yang dihasilkan oleh kelompok mitra, (2)
menyediakan bahan baku/modal kerja, (3) melakukan kontrol kualitas

produksi.

3. Dagang Umum
Merupakan hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan
perusahaan mitra dengan perusahaan mitra memasarkan hasil produksi
kelompok mitra atau kelompok mitra memasok kebutuhan yang
diperlukan perusahaan mitra. Syarat-syarat kelompok mitra yaitu
memasok kebutuhan yang diperlukan perusahaan mitra. Syarat-syarat
perusahaan mitra yakni memasarkan hasil produksi kelompok mitra.

4. Keagenan
Merupakan hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan
perusahaan mitra, yang di dalamnya kelompok mitra diberi hak khusus
untuk memasarkan barang atau jasa usaha perusahaan mitra. Syarat-syarat
kelompok mitra yaitu mendapatkan hak khusus untuk memasarkan barang

dan jasa usaha perusahaan mitra. Namun, perusahaan mitra tidak


mempunyai syarat.
5. Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA)
Merupakan hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan
perusahaan mitra, yang di dalamnya kelompok mitra menyediakan lahan,
sarana dan tenaga. Perusahaan mitra menyediakan biaya atau modal dan
atau sarana untuk mengusahakan atau membudidayakan suatu komoditi
pertanian. Syarat kelompok mitra pada pola ini yakni menyediakan lahan,
sarana dan tenaga kerja, sedangkan syarat perusahaan mitra yaitu
menyediakan biaya, modal, dan teknologi untuk
mengusahakan/membudidayakan pertanian.

6. Pola Lainnya Seperti Pola Kemitraan (Penyertaan) Saham


Merupakan kemitraan usaha agribisnis yang dilakukan dengan
penandatanganan perjanjian. Perjanjian kemitraan pola ini mencakup
jangka waktu, hak, dan kewajiban dalam melaporkan risiko pelaksanaan
kemitraan kepada Instansi Pembina Teknis di daerah, pembagian risiko
penyelesaian apabila terjadi perselisihan, serta klausul lainnya yang
memberikan kepastian hukum bagi kedua belah pihak. Hubungan
kemitraan antara usaha kecil dengan menengah dan usaha besar
dilaksanakan dengan disertai pembinaan dan pengembangan dalam salah
satu atau lebih bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, permodalan,
sumberdaya manusia, dan teknologi.
Dari uraian tentang berbagai pola kemitraan yang ditawarkan maka
penyuluh atau dinas pertanian setempat maupun petani jeruk pamelo dan
perusahaan agribisnis jeruk pamelo dapat menentukan bentuk apa saja yang akan
diadopsi sesuai dengan kondisi sosial, ekonomi dan budaya daerah masing-
masing. Program kemitraan yang akan dijalankan memiliki kelebihan dan
kekurangan masing-masing.

KESIMPULAN
Kemitraan adalah suatu kerjasama antara usaha kecil/menengah dengan
usaha besar dengan tujuan mendapatkan keuntungan dan saling menguatkan
disertai pembinaan. Kemitraan yang akan dilakukan oleh petani jeruk pamelo
dengan perusahaan agribisnis jeruk pamelo dapat menggunakan berbagai bentuk
pola kemitraan yang telah dipaparkan sebelumnya, yaitu: inti-plasma, sub kontrak,
dagang umum, keagenan, KOA (Kerjasama Operasional Agribisnis), dan pola
kemitraan saham. Manfaat yang dapat diambil dari kemitraan yang dilakukan
diantaranya adalah sebagai berikut: a. Manfaat ekonomi yang diperoleh petani
dari pola kemitraan adalah pendapatan yang lebih tinggi, harga yang lebih pasti,
produktivitas lahan lebih tinggi, penyerapan tenaga kerja dan modal yang lebih
tinggi, dan risiko usaha ditanggung bersama. b. Manfaat teknis yang diperoleh
petani yaitu penggunaan teknologi yang lebih baik sehingga mutu produk menjadi
lebih baik. c. Manfaat sosial yang diperoleh petani adalah ada kesinambungan
kerjasama antara petani dan perusahaan, koperasi maupun pedagang pengumpul,
serta pola kemitraan mempunyai kontribusi terhadap kelestarian lingkungan.

SARAN
Dalam menjalankan kemitraan tersebut diperlukan suatu manajemen yang
baik didalamnya karena masalah yang dihadap dalam menjalankan kemitraan
adalah masalah manajemennya. Petani mitra membentuk suatu kesepakatan
bersama untuk saling membantu apabila ada anggota kelompok tani yang
terlambat mengembalikan pinjaman beserta bunganya kepada perusahaan mitra
melalui perantara ketua kelompok tani. Kerjasama antara perusahaan mitra
dengan petugas penyuluh lapang sebagai jembatan informasi perlu ditingkatkan
dengan cara meningkatkan komunikasi yang intens dalam memberikan informasi
mengenai kemitraan, bimbingan teknis, dan pelatihan teknologi pertanian yang
baru kepada petani mitra. Selain itu penambahan jumlah petugas penyuluh lapang
juga diperlukan terkait dengan jumlah petani yang sangat banyak di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. . Analisis Data Untuk Riset dan Manajemen (Online).


http://usupress.usu.ac.id/files/Analisis%20Data%20untuk%20Riset%20d
an%20Manajemen%20-%20Final%20Cetak_bab%201.pdf. Diakses pada
tanggal 31 Maret 2013.

Anonymous. . Jeruk Bali (Online). http://id.wikipedia.org/wiki/Jeruk_bali.


Diakses pada tanggal 31 Maret 2013.

Anonymous. 2012. Laporan Kinerja KEMENTAN 2011 (Online).


http://www.deptan.go.id/pengumuman/berita/2012/Laporan-kinerja-
kementan2011.pdf. Diakses pada tanggal 31 Maret 2013.

Anonymous. .Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Jeruk


(Online). http://www.litbang.deptan.go.id/special/komoditas/b3jeruk.
Diakses pada tanggal 31 Maret 2013.

Astuti, Runik Sri. 2012. Jeruk Pamelo Pemutar Ekonomi Magetan (Online).
http://www.otonomidaerah.org/jeruk-pamelo-pemutar-ekonomi-
magetan/. Diakses pada tanggal 31 Maret 2013.

Haeruman, Herman. 2001. Kemitraan dalam Pengembangan Ekonomi lokal:


Bunga Rampai. Jakarta: Yayasan Mitra Pembangunan Desa-Kota.

Hafsah, Mohammad Jafar. 1999. Kemitraan Usaha: Konsepsi dan Strategi.


Jakarta: Departemen Pertanian.

Nugrayasa, Oktavio. 2013. Tantangan dan Peluang Pertanian 2013(Online)


.http://www.setkab.go.id/artikel-6907-.html. Diakses pada tanggal 31
Maret 2013.

Purnaningsih, Ninuk. 2007. Strategi Kemitraan Agribisnis Berkelanjutan. Jurnal


Transdisiplin, Sosiologi, Komunikasi dan Ekologi Manusia (Online).
http://journal.ipb.ac.id/index.php/sodality/article/viewArticle/5838.
Diakses pada tanggal 21 Maret 2013.

Puspitawati, Eka. 2004. Analisis Kemitraan Antara PT Pertani (Persero) dengan


Petani Penangkar Benih Padi di Kabupaten Karawang. Tesis. Bogor:
Institut Pertanian Bogor.

Rumusan Sementara Rapat Kerja Nasional Pembangunan Pertanian Tahun 2012


Jakarta, 11-12 Januari 2012 (Online).
http://www.deptan.go.id/Rakernas2012/RUMUSAN-
RAKERNAS2012.pdf . Diakses pada tanggal 31 Maret 2013.
Sungakawa, Dadang. . Iklim Indonesia (Online).
http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._GEOGRAFI/19550210
1980021-DADANG_SUNGKAWA/IKLIM_INDONESIA.pdf. Diakses
pada tanggal 31 Maret 2013.

Zaelani, Achmad. 2008. PROGRAM MANFAAT KEMITRAAN AGRIBISNIS


BAGI PETANI MITRA (Kasus: Kemitraan PT Pupuk Kujang dengan
Kelompok Tani Sri Mandiri Desa Majalaya Kecamatan Majalaya
Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat). Skripsi tidak diterbitkan.
Bogor: Program Studi Komunikasi Dan Pengembangan Masyarakat
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Program Studi Komunikasi
Dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Pertanian Institut Pertanian
Bogor.

Anda mungkin juga menyukai