Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

ANEURISMA
DI RUANG 12 (ICU)
DEPARTEMEN SURGIKAL

Rumah Sakit Umum Daerah dr. Saiful Anwar Malang

Oleh:
ANDHIKA SUSILA WIDJAYA
NIM: 125070207111002

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. DEFINISI
Aneurisma adalah pelebaran atau menggelembungnya dinding pembuluh
darah, yang didasarkan atas hilangnya dua lapisan dinding pembuluh darah yang
bersangkutan. sehingga menyerupai tonjolan/ balon. Dinding pembuluh darah
pada aneurisma ini biasanya menjadi lebih tipis dan mudah pecah. Sebenarnya
aneurisma dapat terjadi di pembuluh darah mana saja di tubuh kita. Apabila
aneurisma terjadi pada pembuluh darah di dada, beberapa gejalanya adalah rasa
sakit di dada, batuk yang menetap, dan kesulitan untuk menelan. Pada perokok
sering terjadi aneurisma pada pembuluh darah di lutut, yang menimbulkan gejala
seperti tertusuk-tusuk di belakang lutut. Apabila aneurisma ini terjadi pada
pembuluh darah otak, gejalanya dapat berupa sakit kepala yang parah atau migren
yang sangat berat, sering disertai dengan sakit leher. Aneurisma pembuluh darah
di otak ini lama kelamaan dapat menyebabkan terjadinya pecahnya pembuluh
darah di otak tersebut, yang juga dikenal dengan stroke. Sayangnya, kasus ini
belum banyak diketahui di Indonesia dan data tentang penyakit itu masih begitu
minim.
Pelebaran ini dapat pula menekan dan mengikis jaringan di dekatnya. Bila
aneurisma itu berada dekat tulang, tulang tersebut akan menipis. Bila berdekatan
dengan tenggorok, maka bagian akan tertekan dan saluran napas tersumbat. Di
dalam rongga aneurisma, mudah terbentuk gumpalan darah yang disebut trombus.
Trombus ini sangat rapuh dan mudah menyerpih. Serpihan ini menimbulkan
sumbatan pembuluh darah di berbagai tempat.

Normalnya, pembuluh darah mempunyai tiga lapisan utama yaitu:


1. Lapisan pertama disebut lapisan intima yang terdiri dari satu lapis endotel.
2. Lapisan kedua adalah lapisan media yang terdiri dari lapisan otot yang
elastis.
3. Lapisan ketiga adalah lapisan adventisia yang terdiri dari jaringan ikat
longgar dan lemak.
85 - 90 % aneurisma berasal dari bagian depan atau pembuluh darah
karotis, dan sisanya berasal dari bagian belakang atau pembuluh vertebralis.
Aneurisma dikatakan hampir tidak pemah menimbulkan gejala kecuali
terjadi pembesaran dan menekan salah satu saraf otak sehingga memberikan
gejala sebagai kelainan saraf otak yang tertekan seperti pada trigeminal
neuralgia.
Aneurisma intrakranial sering ditemukan ketika terjadi ruptur yang dapat
menyebabkan perdarahan dalam otak atau pada ruang subarahnoid, sehingga
menyebabkan perdarahan subarahnoid. Perdarahan subarahnoid dari suatu
ruptur atau aneurisma otak dapat menyebabkan terjadinya stroke hemoragik,
kerusakan dan kematian otak.
Orang yang menderita aneurisma di otak, tidak diperbolehkan
berolahraga berat seperti angkat besi. Bahaya perdarahan otak mudah terjadi dan
bisa berakibat fatal. Aneurisma sering baru diketahui setelah dilakukan foto
rontgen angiografi untuk keperluan lain. Penyebab aneurisma ini bisa karena
infeksi, aterosklerosis, rudapaksa, atau kelemahan bawaan pada dinding
pembuluh darah.

B. KLASIFIKASI
Pembagian aneurisma adalah sebagai berikut :
1. Kongenital (aneurisma sakuler) 4.9%
2. Aneurisma mikotik (septik) 2,6%
3. Aneurisma arteriosklerotik
4. Aneurisma traumatik 5--76,8%.
Laporan otopsi insidensi aneurisma kongenital sebesar 4.9%-20% yang
terdiri dari 15% multiple dan 85% soliter. Lokasi aneurisma kongenital
dilaporkan : 85-90% pada bagian depan sirkel WILLISI; 30--40% pada arteri
carotis interna; 30-40% di a. cerebri anterior/communicans anterior; 20-30% di
a. cerebri media; 10-15% di a. vertebro-basilaris.
Perdarahan Intrakranial adalah perdarahan di dalam tulang tengkorak.
Perdarahan bisa terjadi di dalam otak atau di sekeliling otak:
Perdarahan yang terjadi di dalam otak disebut perdarahan intraserebral.
Perdarahan diantara otak dan rongga subaraknoid disebut perdarahan
subaraknoid.
Perdarahan diantara lapisan selaput otak (meningen) disebut perdarahan
subdural.
Perdarahan diantara tulang tengkorak dan selaput otak disebut perdarahan
epidural.
Setiap perdarahan akan menimbulkan kerusakan pada sel-sel otak. Ruang di
dalam tulang tengkorak sangat terbatas, sehingga perdarahan dengan cepat akan
menyebabkan bertambahnya tekanan dan hal ini sangat berbahaya.
Berdasarkan bentuknya, aneurisma dapat dibedakan:
Aneurisma tipe fusiform. Penderita aneurisma ini mengalami kelemahan
dinding melingkari pembuluh darah setempat sehingga menyerupai badan
botol.
Aneurisma tipe sakuler atau aneurisma kantong. Pada aneurisma ini,
kelemahan hanya pada satu permukaan pembuluh darah sehingga dapat
berbentuk seperti kantong dan mempunyai tangkai atau leher. Dari seluruh
aneurisma dasar tengkorak, kurang lebih 90% merupakan aneurisma
sakuler. Berdasarkan diameterya aneurisma sakuler dapat dibedakan atas:

o Aneurisma sakuler kecil dengan diameter- < 1 cm.

o Aneurisma sakuler besar dengan diameter antara 1- 2.5 cm.

o Aneurisma sakuler raksasa dengan diameter- > 2.5 cm.

C. EPIDEMIOLOGI
Di banyak negara, prevalensi penyakit ini tergolong tinggi. Di Amerika
Serikat, misalnya, aneurisma mencapai rata-rata lima per 100.000 kasus,
tergolong paling tinggi dibandingkan dengan gangguan atau kelainan otak
lainnya. Kasus ini di banyak negara ditemui pada pasien berusia 3 - 50 tahun. 1
Insiden dari aneurisma baik yang pecah maupun yang utuh pada otopsi
ditemukan sebesar 5 % dari populasi umum. Insiden pada wanita ditemukan
lebih banyak dibandingkan pria, yaitu: 2 - 3 : 1, dan aneurisma multiple atau
lebih dari satu didapatkan antara 15 - 31%.

D. ETIOLOGI
Aneurisma dapat disebabkan oleh berbagai faktor.
Melemahnya struktur dinding pembuluh darah arteri. Merupakan kasus
yang paling sering terjadi. Kelemahan pada dinding pembuluh darah ini
menyebabkan bagian pembuluh yang tipis tidak mampu menahan
tekanan darah yang relatif tinggi sehingga akan menggelembung.
Hipertensi (tekanan darah tinggi)
Aterosklerosis (penumpukan lemak pada dinding pembuluh darah arteri)
dapat juga menyebabkan pertumbuhan dan pecahnya aneurisma.
Beberapa infeksi dalam darah
Bersifat genetik
Tidak dapat dijelaskan penyebabnya. Gelembung semula kecil, dengan
bertambahnya usia dan penurunan kekuatan pembuluh, dapat menjadi
semakin besar hingga akhirnya pecah.

Cedera kepala merupakan penyebab yang paling sering ditemukan pada


penderita perdarahan intrakranial yang berusia dibawah 50 tahun. Penyebab
lainnya adalah malformasi arteriovenosa, yaitu kelainan anatomis di dalam arteri
atau vena di dalam atau di sekitar otak. Malformasi arteriovenosa merupakan
kelainan bawaan, tetapi baru diketahui keberadaannya jika telah menimbulkan
gejala.
Perdarahan dari malformasi arteriovenosa bisa secara tiba-tiba
menyebabkan pingsan dan kematian, dan cenderung menyerang remaja dan
dewasa muda. Kadang dinding pembuluh darah menjadi lemah dan menonjol,
yang disebut dengan aneurisma. Dinding aneurisma yang tipis bisa pecah dan
menyebabkan perdarahan.
Aneurisma di dalam otak merupakan penyebab dari perdarahan
intrakranial, yang bisa menyebabkan stroke hemoragik (stroke karena
perdarahan).
Ada beberapa faktor resiko terjadinya aneurisma intrakranial dimana
terbagi 2 yaitu :
Faktor resiko yang diturunkan :
Penyakit ginjal polikistik autosoml dominan
Sindrom Ehlers-Danlos tipe IV
Telangiektasia hemoragik herediter
Neurofibromatosis tipe I
Sindrom Klinefelters
Defisien-alfa-glikosida

Faktor yang lain seperti :


Umur lebih dari 50 tahun
Wanita
Perokok
Pengguna kokain
Trauma kepala
Neoplasma intrakranial atau neoplastik emboli.

E. PATOFISIOLOGI
Pada aneurisma ditemukan suatu kelainan pada lapisan pembuluh darah
yang terdiri dari tiga lapisan, yaitu lapisan tunika intima, media dan adventitia.
Pada aneurisma terdapat penipisan tunika media dan tunika intima menjadi lebih
elastis hal ini mengakibatkan kelemahan pada pembuluh darah di daerah
aneurisma sehingga pembuluh darah membentuk tonjolan akibat tekanan
pembuluh darah.
Aneurisme intrakranial diklasifikasikan atas sakular, fusiform atau
diseksi. Hampir 90 % adalah tipe sakular. (Berry Aneurisma).
Aneurisma sakular berkembang dari defek lapisan otot (tunika
muskularis) pada arteri. Perubahan elastisitas membran dalam (lamina elastika
interna) pada arteri cerebri dipercayai melemahkan dinding pembuluh darah dan
mengurangi kerentanan mereka untuk berubah pada tekanan intraluminal.
Perubahan ini banyak terjadi pada pertemuan pembuluh darah, dimana aliran
darah turbulen dan tahanan aliran darah pada dinding arteri paling besar.
Aneurisma sakular biasanya berbentuk first and second order arteries,
berasal dari siklus arteri serebral (siklus wllisi) pada dasar otak. Aneurisma
multipel bekembang pada 30% pasien.
Aneurisma fusiformis berkembang dari arteri serebri yang ektatik dan
berliku-liku yang biasanya berasal dari sistem vertebra basiler dan bisa sampai
beberapa sentimeter pada diameternya. Pasien aneurisme fisiformis berkarakter
dengan gejala kompresi sel induk otak atau nervus kranialis tapi gejala tidak
selalu disertai dengan perdarahan subarakhnoid.
Aneurisma yang disebabkan oleh diseksi terjadi karena adanya nekrosis
kista media atau trauma pada arteri.seperti aneurisma diseksi pada bagian tubuh
(contoh: aneurisma diseksi aorta), berbentuk seperti gumpalan darah sepanjang
lumen palsu, sedangkan lumen sebenarnya kolaps secara otomatis.

F. GEJALA KLINIS
Aneurisma yang belum pecah dapat diketahui apabila timbul gejala-
gejala gangguan saraf (tetapi ada juga yang tidak menimbulkan gejala). Gejala
apa yang timbul tergantung dari lokasi dan ukuran aneurisma tersebut. Beberapa
gejala yang dapat timbul adalah sakit kepala, penglihatan kabur/ ganda, mual,
kaku leher dan kesulitan berjalan. Tetapi beberapa gejala dapat menjadi
peringatan (warning sign) adanya aneurisma, yaitu: kelumpuhan sebelah
anggota gerak kaki dan tangan, gangguan penglihatan, kelopak mata tidak bisa
membuka secara tiba-tiba, nyeri pada daerah wajah, nyeri kepala sebelah
ataupun gejala menyerupai gejala stroke.
Gambaran klinik pecahnya aneurisma dibagi dalam 5 tingkat ialah:
Tingkat I : Sefalgia ringan dan sedikit tanda perangsangan selaput otak
atau tanpa gejala.
Tingkat II : Sefalgia agak hebat atau ditambah kelumpuhan saraf otak.
Tingkat III : Kesadaran somnolent, bingung atau adanya kelainan
neurologik fokal sedikit.
Tingkat IV : Stupor, hemiparese sampai berat, mungkin adanya
permulaan deserebrasi dan gangguan sistim saraf otonom.
Tingkat V : Koma dalam, tanda rigiditas desebrasi dan tanda stadium
paralisis cerebral vasomotor. 4, 8

PERDARAHAN INTRASEREBRAL
Perdarahan intraserebral merupakan salah satu jenis stroke, yang
disebabkan oleh adanya perdarahan ke dalam jaringan otak. Perdarahan
intraserebral terjadi secara tiba-tiba, dimulai dengan sakit kepala, yang diikuti
oleh tanda-tanda kelainan neurologis (misalnya kelemahan, kelumpuhan, mati
rasa, gangguan berbicara, gangguan penglihatan dan kebingungan). Sering terjadi
mual, muntah, kejang dan penurunan kesadaran, yang bisa timbul dalam waktu
beberapa menit. Perdarahan intraserebral ini menimbulkan berbagai gejala
tergantung banyaknya dan lokasi perdarahan. 1, 5
PERDARAHAN SUBARAKNOID
Perdarahan subaraknoid adalah perdarahan tiba-tiba ke dalam rongga
diantara otak dan selaput otak (rongga subaraknoid). Sumber dari perdarahan
adalah pecahnya dinding pembuluh darah yang lemah (apakah suatu malformasi
arteriovenosa ataupun suatu aneurisma) secara tiba-tiba. Kadang aterosklerosis
atau infeksi menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah sehingga pembuluh
darah pecah. Pecahnya pembuluh darah bisa terjadi pada usia berapa saja, tetapi
paling sering menyerang usia 25-50 tahun.
Perdarahan subaraknoid jarang terjadi setelah suatu cedera kepala.
Perdarahan subaraknoid karena aneurisma biasanya tidak menimbulkan gejala.
Kadang aneurisma menekan saraf atau mengalami kebocoran kecil sebelum
pecah, sehingga menimbulkan pertanda awal, seperti sakit kepala, nyeri wajah,
penglihatan ganda atau gangguan penglihatan lainnya. Pertanda awal bisa terjadi
dalam beberapa menit sampai beberapa minggu sebelum aneurisma pecah. Jika
timbul gejala-gejala tersebut harus segera dibawa ke dokter agar bisa diambil
tindakan untuk mencegah perdarahan yang hebat.
Pecahnya aneurisma biasanya menyebabkan sakit kepala mendadak yang
hebat, yang seringkali diikuti oleh penurunan kesadaran sesaat. Beberapa
penderita mengalami koma, tetapi sebagian besar terbangun kembali, dengan
perasaan bingung dan mengantuk. Darah dan cairan serebrospinal di sekitar otak
akan mengiritasi selaput otak (meningen), dan menyebabkan sakit kepala,
muntah dan pusing.
Denyut jantung dan laju pernafasan sering naik turun, kadang disertai
dengan kejang. Dalam beberapa jam bahkan dalam beberapa menit, penderita
kembali mengantuk dan linglung. Sekitar 25% penderita memiliki kelainan
neurologis, yang biasanya berupa kelumpuhan pada satu sisi badan.
Gejala lainnya adalah:
kekakuan leher
kejang
pada kasus yang tergolong berat, dapat terjadi koma atau kematian.
Perdarahan subaraknoid ini kemudian dapat berlanjut menjadi kondisi
''vasospasme'', yaitu penyempitan pembuluh darah arteri di otak, yang dapat
menyebabkan stroke atau kerusakan saraf yang lain. Perdarahan akibat pecahnya
aneurisma otak juga dapat menyebar ke dalam otak (perdarahan intraserebral)
walaupun lebih jarang dibandingkan penyebaran ke ruang subaraknoid. 1
Kebanyakan aneurisma intrakranial adalah asimptomatik dan jika
menetap, tidak terdeteksi sampai terjadi ruptur. Perdarahan subarahnoid
merupakan suatu keadaan darurat medis yang paling sering menimbulkan
manifestasi klinis. Adanya serangan sakit kepala yang berat dan atipikal
merupakan gejala khas dari perdarahan subarahnoid. sakit kepala boleh atau tidak
boleh dihubungkan dengan hilangnya kesadaran, mual dan muntah, defisit
neurologis fokal, atau meningismus.
Di negara maju, aneurisma pada stadium dini lebih banyak ditemukan.
Hal ini karena banyak orang yang menjalani pemeriksaan magnetic resonance
imaging (MRI) sehingga aneurisma pada tingkat awal dapat terlihat jelas.
Kadang-kadang aneurisma tidak sengaja ditemukan saat ''check up'' dengan
menggunakan alat canggih seperti CT scan, MRI atau angiogram. Diagnosis
pasti aneurisma pembuluh darah otak, beserta lokasi dan ukuran aneurisma
dapat ditetapkan dengan menggunakan pemeriksaan ''angiogram''.
Biasanya dilakukan pemeriksaan CT scan dan MRI untuk membedakan
stroke iskemik dengan stroke perdarahan. Pemeriksaan tersebut juga bisa
menunjukkan luasnya kerusakan otak dan peningkatan tekanan di dalam otak.
Pungsi lumbal biasanya tidak perlu dilakukan, kecuali jika diduga terdapat
meningitis atau infeksi lainnya. Jika diperlukan, bisa dilakukan pungsi lumbal
untuk melihat adanya darah di dalam cairan serebrospinal. Angiografi dilakukan
untuk memperkuat diagnosis dan sebagai panduan jika dilakukan pembedahan.
Kemungkinan juga bisa terjadi leukositosis yang tidak terlalu berarti.

G. PENATALAKSANAAN
Untuk aneurisma yang belum pecah, terapi ditujukan untuk mencegah
agar aneurisma tidak pecah, dan juga agar tidak terjadi penggelembungan lebih
lanjut dari aneurisma tersebut. Sedangkan untuk aneurisma yang sudah pecah,
tujuan terapi adalah untuk mencegah perdarahan lebih lanjut dan untuk
mencegah atau membatasi terjadinya ''vasospasme'' (kontraksi pembuluh darah
yang menyebabkan penyempitan diameter pembuluh darah). Aneurisma
biasanya diatasi dengan operasi, yang dilakukan dengan membedah otak,
memasang klip logam kecil di dasar aneurisma, sehingga bagian dari pembuluh
darah yang menggelembung itu tertutup dan tidak bisa dilalui oleh darah.
Dengan operasi ini diharapkan kemungkinan aneurisma tersebut untuk pecah
jauh berkurang. Terapi lain adalah dengan memasukkan kateter dari pembuluh
darah arteri di kaki, dimasukkan terus sampai ke pembuluh darah di otak yang
terkena aneurisma, dan dengan bantuan sinar X, dipasang koil logam di tempat
aneurisma pembuluh darah otak tersebut. Setelah itu dialirkan arus listrik ke koil
logam tersebut, dan diharapkan darah di tempat aneurisma itu akan membeku
dan menutupi seluruh aneurisma tersebut. Pembuluh yang menggelembung
dapat dioperasi dengan tingkat keberhasilan 99,9 persen. Bila telah pecah dan
koma, keberhasilan tinggal 50 : 50.
Penderita segera dirawat dan tidak boleh melakukan aktivitas berat.
Obat pereda nyeri diberikan untuk mengatasi sakit kepala hebat.
Kadang dipasang selang drainase di dalam otak untuk mengurangi tekanan.
Pembedahan bisa memperpanjang harapan hidup penderita, meskipun
meninggalkan kelainan neurologis yang berat. Tujuan pembedahan adalah untuk
membuang darah yang telah terkumpul di dalam otak dan untuk mengurangi
tekanan di dalam tengkorak. Pembedahan untuk menyumbat atau memperkuat
dinding arteri yang lemah, bisa mengurangi resiko perdarahan fatal di kemudian
hari.
Pembedahan ini sulit dan angka kematiannya sangat tinggi, terutama
pada penderita yang mengalami koma atau stupor. Sebagian besar ahli bedah
menganjurkan untuk melakukan pembedahan dalam waktu 3 hari setelah
timbulnya gejala. Menunda pembedahan sampai 10 hari atau lebih memang
mengurangi resiko pembedahan tetapi meningkatkan kemungkinan terjadinya
perdarahan kembali.
Pasien yang dicurigai atau datang dengan gejala asymptomatic atau
simptomatik aneurisma intrakrnial harus dilakukan tindakan bedah. Dua pilihan
untuk terapi invasif adalah kraniotomi terbuka dan terapi endovaskular.

H. KOMPLIKASI
Aneurisma yang pecah dapat mengakibatkan :
1. Perdarahan subarachnoid saja.
2. Perdarahan subarachnoid dan perdarahan intra serebral (60%).
3. Infark serebri (50%).
4. Perdarahan subarachnoid dan subdural.
5. Perdarahan subarachnoid dan hidrosephalus yang sebagian kecil menjadi
hidrosephalus normotensif (30%).
6. Aneurisma a. carotis interna dapat menjadi fistula caroticocavernosum.
7. Masuk ke sinus sphenoid bisa timbul epistaksis.
8. Perdarahan subdural saja.

Bahaya dari Aneurisma yang terbentuk, dapat menyebabkan terjadinya stroke


atau kematian, karena pecahnya Aneurisma tersebut.

I. PROGNOSIS
Prognosis pada aneurisma bergantung pada jenis aneurisma (rupture atau
unruptur), bentuk aneurisma, lokasi, waktu penanganan dan kondisi pasien saat
dilakukan pengobatan (usia, gejala klinis, kesadaran dan adanya penyakit lain
seperti jantung). Prinsipnya semakin cepat ditemukan aneurisma mempunyai
kemungkinan kesembuhan yang baik, oleh karena itu pemeriksaan medis rutin
sangat dianjurkan.
Aneurisma a. communicans posterior, dengan ligasi a.carotis communis
kematian sebesar 10%, sedangkan dengan bed rest kematian sebesar 42%.
Aneurisma a. cerebri media, dengan clipping langsung pada aneurismanya
mortalitas 11%, sedang dengan istirahat ditempat tidur mortalitas sebesar
36%.
Aneurisma a. communicans anterior tindakan bedah maupun konservatif angka
kematian sama.

Perdarahan intraserebral merupakan jenis stroke yang paling berbahaya.


Stroke biasanya luas, terutama pada penderita tekanan darah tinggi menahun.
Lebih dari separuh penderita yang memiliki perdarahan yang luas, meninggal
dalam beberapa hari. Penderita yang selamat biasanya kembali sadar dan
sebagian fungsi otaknya kembali, karena tubuh akan menyerap sisa-sisa darah.
Pada perdarahan subarahnoid, sekitar sepertiga penderita meninggal
pada episode pertama karena luasnya kerusakan otak. 15% penderita meninggal
dalam beberapa minggu setelah terjadi perdarahan berturut-turut. Penderita
aneurisma yang tidak menjalani pembedahan dan bertahan hidup, setelah 6
bulan memiliki resiko sebanyak 5% untuk terjadinya perdarahan. Banyak
penderita yang sebagian atau seluruh fungsi mental dan fisiknya kembali
normal, tetapi kelainan neurologis kadang tetap tidak ada.
BAB II
PROSES KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

Pengkajian neurologik yang lengkap dilakukan pada awal dan mencakup


evaluasi hal berikut : (1) tingkat kesadaran; (2) reaksi pupil; (3) fungsi sensori
dan motori; (4)deficit syaraf cranial (gerakan mata eksrtaokular, facial
droop,adanya ptosis); dan (5) kesukaran berbicara, gangguan penglihatan atau
penurunan neurologik dan sakit kepala.
Temuan pengkajian neurologik didokumentasikan dan dilaporkan sebagai
indikasi. Pengkajian ini sering berubah-ubah dan disesuiakan dengan keadaan
pasien. Berapa perubahan keadaan pasien membutuhkan pengkajian ulang dan
didokumentasikan dengan teliti, perubahan yang terjadi dilaporkan segera.
Perubahan tingkat kesadaran sering merupakan tanda-tanda paling awal dari
penyimpangan pasien aneurisma serebral. Karena perawat mempunyai kontak
yang paling sering dengan perawat, maka perawat sering menjadi orang pertama
yang mendeteksi perubahan yang halus sekali pun. Perasaan mengantuk sedang
dan bicara tidak jelas mungkin gejala awal tingkat kesadaran memburuk.
Pengkajian keperawatan perlu sering dilakukan pada pasien kritis yang diketahui
atau kemungkinan mengalami aneurisma serebral.

B. DIAKNOSIS

DIAGNOSA KEPERAWATAN

Berdasarkan data pengkajian, diaknosa keperawatan utama pasien meliputi


sebagai berikut :
1. Perubahan perkusi serebral yang berhubungan denganperdarahan di
aneurisma.
2. Perubahan sensori dan persepsi yang berhubungan dengan pembatasan
terhadap kewaspadaan subarakhnoid.
3. Ansietas yang berhubungan dengan penyakitnya atau hambatan pada
subarakhnoid.

MASALAH KOLABORATIF

Berdasarkan data pengkajian, komplikasi potensial yang dapat terjadi meliputi


hal berikut :
Kejang
Vasospasme

C. RENCANA DAN IMPLEMENTASI

Sasaran. Sasaran untuk pasien ini mencakup peningkatan perkusi jaringan,


berkurangnya gangguan sensori dan persepsi, ansietas berkurang, dan tidak ada
komplikasi.

INTERVENSI KEPERAWATAN

Memperbaiki perkusi jaringan serebral. Pasien dipantau secara kontinu


terhadap adanya penurunan neurologik yang terjadi akibat perdarahan ulang,
peningkatan TIK, vasosvasme.pertahankan catatan berkas neorologik. Periksa
setiap jam untuk tekanan darah, denyut nadi, tingkat responsif (sebagai indikator
perfusi serebral), respons pupil dan fungsi motorik. Status respiratori dipanntau
karena adanya penurunan PO2 pada daerah otak akibat peningkatan kerusakan
antoregulasi yang disebabkan oleh infark serebral. Adanya perubahan harus
dicatat segera.
Tindakan pencegahan pada subarakhnoid diimplementasikan untuk
memberikan lingkungan yang tidak menstimulasi dan mencegah peningkatan TIK
dan perdarahan hebat. Pasien daletakkan segera dan tirah baring pada lingkungan
sepi, tidak membentuk srtes, karena aktifitas, nyeri dan cemas menyebabkan
tekanan darah meninggi, yang dapat meningkatkan perdarahan. Batasi kunjungan
dan keculi untuk keluarga.
Tinggikan tempat tidur bagian kepala dengan ketinggian sedang untuk
memberikan aliran vena dan menurunkan TIK.beberapa ahli syaraf, mengatakan
walaupun demikian posisi pasien tetap dalam keadaan datar adlah untuk
meningkatkan perkusi serebral.
Beberapa aktivitas yang tiba-tiba dapat meningkatkan tekanan darah atau
obsruksi aliran darah balik vena, dengan demikian perlu dihindari. Aktifitas ini
mencakup mengejan (manuver Valsalva), ketegangan, bersih yang kuat,
mendorong tubuh untuk bangun dari tempat tidur, fleksi tiba-tiba atau memutar
kepala dan leher (yang mana dapat membahayakan vena jugularis) dan merokok.
Pasien dianjurkan untuk mengeluarkan nafas melalui mulut selama buang air kecil
atau besar, yang mana hal ini untuk menurunkan ketegangan. Enema tidak
diijinkan, tetapi dipertimbangkan penggunaan obat pelunak feses dan laksatif
sedang. Hindari konstifasi dan enema, karena akan menyebabkan peningkatan
TIK. Cahaya yang suram dapat membantu karena pasien mengalami fotofobia
(penglihatan yang tidak toleransi terhadap cahaya).kopi dan teh tidak menjadi
pantangan, tetapi biasanya dikurangi.
Semua pelayanan individu diberikan oleh perawat. Pasien dibantu dan
dimandikan untuk mencegah pengerahan tenaga yang dapat meninggikan tekanan
darah.stimulus internal dijaga agar tetap minimum,yang terdiri dari tidak ada
telavisi, tidak ada radio, tidak ada bacaan dan membatasi kunjungan. Pengunjung
dibatasi agar pasien tetap dalam keadaan yang sepi. Pencegahan ini harus
didasarkan pada keadaan pasien dan respon pengunjung. Tanda yang
menunjukkan pembatasan pengunjung harus diletakkan pada pintu kamar dan
pembatasan ini harus didiskusikan antara pasien dan keluarga.
Tujuan kewaspadaan subarakhnoid harus dijelaskan secara seksama baik pada
pasien (bila mungkin) dan keluarga.
Mengurangi gangguan sensori dan ansietas. Stimulus sensori dipertahankan
minimal. Untuk pasien terjaga, waspada, dan berorientasi, penjelasan tentang
pembatasan membantu mengurangi perasaan terisolasi. Orientasikan pada realitas
untuk membantu mempertahankan orientasi.
Mempertahankan pasien mendapat informasi tentang rencana keperawatan
memberikan ketenangan dan membantu meminimalkan ansietas. Keyakinan juga
membantu menghilangkan rasa takut dan ansietas pasien. Keluarga juga
memerlukan informasi dan dukungan.
MEMANTAU DAN MELAKSANAKAN

Komplikasi potencial
Kejang. Kewaspadaan kejang dipertahankan untuk setiap pasien yang
mungkin beresiko terhadap aktifitas kejang. Hal ini meliputi menyediakan alat
pengisap yang berfungsi penuh disamping tempat tidur, catter pengisap, spatel
lidah yang diberi bantalan. Bantalan tempat tidur diberi untuk melindungi pasien
dari kemungkinan cedera. Bila terjadi kejang, pertahankan jalan nafas pasien dan
pencegahan cedera merupakan tujuan utama.pemberian terapi obat dimulai saat
ini, jika tidak ada, siapkan obat-obatan itu segera.obat yang dipilih adalah fenitoin
(Dilantin), obat ini biasanya memberikan kerja antikejang adekuat, yang tidak
menyebabkan kantuk pada kadar terapeotik.
Vasospasme, pasien harus dikaji untuk adanya tanda kemungkinan
vasospasme: sakit kepala terus menurus, penurunan tingkat responsivitas (konfusi,
disorientasi, letargik), atau adanya afasia dan paralisis parsial. Tanda-tanda ini
dapat terjadi beberapa hari yang diikuti dengan tindakan pembedahan atau
dimulainya pengobatan harus segera dilaporkan.
Jika vasospasme telah didiaknosis, medikasi yang diresepkan meliputi terapi
penyekat-kalsium atau memberikan volume cairan eskpander.

D. EVALUASI

Hasil yang diharapkan


1. menujukkan status neurologik utuh, tanda vital dan pola pernafasan
normal.
Pasien sadar dan berorientasi terhadap waktu, tempat dan
orang.
Memperlihatkan pola bicara yang normal dan proses pikir
utuh.
Memperlihatkan kekuatan otot yang sama dan kyat pada
gerakan dan sensasi keempet ekstremitas.
Memperlihatkan refleks tendon yang dalam dan respon
pupil tetap normal.
2. menunjukkan persepsi sensori normal.
Menyatakan rasional kewaspadaan subarakhnoid.
Memerlihatkan proses berfikir yag bersih.
3. memberikan penurunan tingkat ansietas.
Kegelisahan berkurang.
Tidak menunjukkan indikator fisiologik ansietas (mis.
Tanda fital normal; frekuensi pernafasan normal; tidak ada
bicara cepet dan berlebihan)
4. bebas dari komplikasi
menunjukkan tanda fital normal dan aktifitas
neuromuskular tanpa kejang.
Mengungkapkan pemahaman tentang kewaspadaan kejang.
Menunjukkan tidak ada vasospasme.
Menunjukkan status mental normal, status sensori dan
motori normal.
Tidak ada keluhan perubahan penglihatan.

DAFTAR PUSTAKA

Irvan idris Fisiologi FK UNHAS.


Loraine m.wilson Patofisiologi vol.2 , EGC.
Lumbangtobing Neurologi klinik Fakultas kedokteran Indonesia.
Marilyn eduenges Rencana asuhan keperawatan Edisi 3,EGC.
Silvia A.Price Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit Edisi
6,EGC.

Anda mungkin juga menyukai