ANEURISMA
DI RUANG 12 (ICU)
DEPARTEMEN SURGIKAL
Oleh:
ANDHIKA SUSILA WIDJAYA
NIM: 125070207111002
B. KLASIFIKASI
Pembagian aneurisma adalah sebagai berikut :
1. Kongenital (aneurisma sakuler) 4.9%
2. Aneurisma mikotik (septik) 2,6%
3. Aneurisma arteriosklerotik
4. Aneurisma traumatik 5--76,8%.
Laporan otopsi insidensi aneurisma kongenital sebesar 4.9%-20% yang
terdiri dari 15% multiple dan 85% soliter. Lokasi aneurisma kongenital
dilaporkan : 85-90% pada bagian depan sirkel WILLISI; 30--40% pada arteri
carotis interna; 30-40% di a. cerebri anterior/communicans anterior; 20-30% di
a. cerebri media; 10-15% di a. vertebro-basilaris.
Perdarahan Intrakranial adalah perdarahan di dalam tulang tengkorak.
Perdarahan bisa terjadi di dalam otak atau di sekeliling otak:
Perdarahan yang terjadi di dalam otak disebut perdarahan intraserebral.
Perdarahan diantara otak dan rongga subaraknoid disebut perdarahan
subaraknoid.
Perdarahan diantara lapisan selaput otak (meningen) disebut perdarahan
subdural.
Perdarahan diantara tulang tengkorak dan selaput otak disebut perdarahan
epidural.
Setiap perdarahan akan menimbulkan kerusakan pada sel-sel otak. Ruang di
dalam tulang tengkorak sangat terbatas, sehingga perdarahan dengan cepat akan
menyebabkan bertambahnya tekanan dan hal ini sangat berbahaya.
Berdasarkan bentuknya, aneurisma dapat dibedakan:
Aneurisma tipe fusiform. Penderita aneurisma ini mengalami kelemahan
dinding melingkari pembuluh darah setempat sehingga menyerupai badan
botol.
Aneurisma tipe sakuler atau aneurisma kantong. Pada aneurisma ini,
kelemahan hanya pada satu permukaan pembuluh darah sehingga dapat
berbentuk seperti kantong dan mempunyai tangkai atau leher. Dari seluruh
aneurisma dasar tengkorak, kurang lebih 90% merupakan aneurisma
sakuler. Berdasarkan diameterya aneurisma sakuler dapat dibedakan atas:
C. EPIDEMIOLOGI
Di banyak negara, prevalensi penyakit ini tergolong tinggi. Di Amerika
Serikat, misalnya, aneurisma mencapai rata-rata lima per 100.000 kasus,
tergolong paling tinggi dibandingkan dengan gangguan atau kelainan otak
lainnya. Kasus ini di banyak negara ditemui pada pasien berusia 3 - 50 tahun. 1
Insiden dari aneurisma baik yang pecah maupun yang utuh pada otopsi
ditemukan sebesar 5 % dari populasi umum. Insiden pada wanita ditemukan
lebih banyak dibandingkan pria, yaitu: 2 - 3 : 1, dan aneurisma multiple atau
lebih dari satu didapatkan antara 15 - 31%.
D. ETIOLOGI
Aneurisma dapat disebabkan oleh berbagai faktor.
Melemahnya struktur dinding pembuluh darah arteri. Merupakan kasus
yang paling sering terjadi. Kelemahan pada dinding pembuluh darah ini
menyebabkan bagian pembuluh yang tipis tidak mampu menahan
tekanan darah yang relatif tinggi sehingga akan menggelembung.
Hipertensi (tekanan darah tinggi)
Aterosklerosis (penumpukan lemak pada dinding pembuluh darah arteri)
dapat juga menyebabkan pertumbuhan dan pecahnya aneurisma.
Beberapa infeksi dalam darah
Bersifat genetik
Tidak dapat dijelaskan penyebabnya. Gelembung semula kecil, dengan
bertambahnya usia dan penurunan kekuatan pembuluh, dapat menjadi
semakin besar hingga akhirnya pecah.
E. PATOFISIOLOGI
Pada aneurisma ditemukan suatu kelainan pada lapisan pembuluh darah
yang terdiri dari tiga lapisan, yaitu lapisan tunika intima, media dan adventitia.
Pada aneurisma terdapat penipisan tunika media dan tunika intima menjadi lebih
elastis hal ini mengakibatkan kelemahan pada pembuluh darah di daerah
aneurisma sehingga pembuluh darah membentuk tonjolan akibat tekanan
pembuluh darah.
Aneurisme intrakranial diklasifikasikan atas sakular, fusiform atau
diseksi. Hampir 90 % adalah tipe sakular. (Berry Aneurisma).
Aneurisma sakular berkembang dari defek lapisan otot (tunika
muskularis) pada arteri. Perubahan elastisitas membran dalam (lamina elastika
interna) pada arteri cerebri dipercayai melemahkan dinding pembuluh darah dan
mengurangi kerentanan mereka untuk berubah pada tekanan intraluminal.
Perubahan ini banyak terjadi pada pertemuan pembuluh darah, dimana aliran
darah turbulen dan tahanan aliran darah pada dinding arteri paling besar.
Aneurisma sakular biasanya berbentuk first and second order arteries,
berasal dari siklus arteri serebral (siklus wllisi) pada dasar otak. Aneurisma
multipel bekembang pada 30% pasien.
Aneurisma fusiformis berkembang dari arteri serebri yang ektatik dan
berliku-liku yang biasanya berasal dari sistem vertebra basiler dan bisa sampai
beberapa sentimeter pada diameternya. Pasien aneurisme fisiformis berkarakter
dengan gejala kompresi sel induk otak atau nervus kranialis tapi gejala tidak
selalu disertai dengan perdarahan subarakhnoid.
Aneurisma yang disebabkan oleh diseksi terjadi karena adanya nekrosis
kista media atau trauma pada arteri.seperti aneurisma diseksi pada bagian tubuh
(contoh: aneurisma diseksi aorta), berbentuk seperti gumpalan darah sepanjang
lumen palsu, sedangkan lumen sebenarnya kolaps secara otomatis.
F. GEJALA KLINIS
Aneurisma yang belum pecah dapat diketahui apabila timbul gejala-
gejala gangguan saraf (tetapi ada juga yang tidak menimbulkan gejala). Gejala
apa yang timbul tergantung dari lokasi dan ukuran aneurisma tersebut. Beberapa
gejala yang dapat timbul adalah sakit kepala, penglihatan kabur/ ganda, mual,
kaku leher dan kesulitan berjalan. Tetapi beberapa gejala dapat menjadi
peringatan (warning sign) adanya aneurisma, yaitu: kelumpuhan sebelah
anggota gerak kaki dan tangan, gangguan penglihatan, kelopak mata tidak bisa
membuka secara tiba-tiba, nyeri pada daerah wajah, nyeri kepala sebelah
ataupun gejala menyerupai gejala stroke.
Gambaran klinik pecahnya aneurisma dibagi dalam 5 tingkat ialah:
Tingkat I : Sefalgia ringan dan sedikit tanda perangsangan selaput otak
atau tanpa gejala.
Tingkat II : Sefalgia agak hebat atau ditambah kelumpuhan saraf otak.
Tingkat III : Kesadaran somnolent, bingung atau adanya kelainan
neurologik fokal sedikit.
Tingkat IV : Stupor, hemiparese sampai berat, mungkin adanya
permulaan deserebrasi dan gangguan sistim saraf otonom.
Tingkat V : Koma dalam, tanda rigiditas desebrasi dan tanda stadium
paralisis cerebral vasomotor. 4, 8
PERDARAHAN INTRASEREBRAL
Perdarahan intraserebral merupakan salah satu jenis stroke, yang
disebabkan oleh adanya perdarahan ke dalam jaringan otak. Perdarahan
intraserebral terjadi secara tiba-tiba, dimulai dengan sakit kepala, yang diikuti
oleh tanda-tanda kelainan neurologis (misalnya kelemahan, kelumpuhan, mati
rasa, gangguan berbicara, gangguan penglihatan dan kebingungan). Sering terjadi
mual, muntah, kejang dan penurunan kesadaran, yang bisa timbul dalam waktu
beberapa menit. Perdarahan intraserebral ini menimbulkan berbagai gejala
tergantung banyaknya dan lokasi perdarahan. 1, 5
PERDARAHAN SUBARAKNOID
Perdarahan subaraknoid adalah perdarahan tiba-tiba ke dalam rongga
diantara otak dan selaput otak (rongga subaraknoid). Sumber dari perdarahan
adalah pecahnya dinding pembuluh darah yang lemah (apakah suatu malformasi
arteriovenosa ataupun suatu aneurisma) secara tiba-tiba. Kadang aterosklerosis
atau infeksi menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah sehingga pembuluh
darah pecah. Pecahnya pembuluh darah bisa terjadi pada usia berapa saja, tetapi
paling sering menyerang usia 25-50 tahun.
Perdarahan subaraknoid jarang terjadi setelah suatu cedera kepala.
Perdarahan subaraknoid karena aneurisma biasanya tidak menimbulkan gejala.
Kadang aneurisma menekan saraf atau mengalami kebocoran kecil sebelum
pecah, sehingga menimbulkan pertanda awal, seperti sakit kepala, nyeri wajah,
penglihatan ganda atau gangguan penglihatan lainnya. Pertanda awal bisa terjadi
dalam beberapa menit sampai beberapa minggu sebelum aneurisma pecah. Jika
timbul gejala-gejala tersebut harus segera dibawa ke dokter agar bisa diambil
tindakan untuk mencegah perdarahan yang hebat.
Pecahnya aneurisma biasanya menyebabkan sakit kepala mendadak yang
hebat, yang seringkali diikuti oleh penurunan kesadaran sesaat. Beberapa
penderita mengalami koma, tetapi sebagian besar terbangun kembali, dengan
perasaan bingung dan mengantuk. Darah dan cairan serebrospinal di sekitar otak
akan mengiritasi selaput otak (meningen), dan menyebabkan sakit kepala,
muntah dan pusing.
Denyut jantung dan laju pernafasan sering naik turun, kadang disertai
dengan kejang. Dalam beberapa jam bahkan dalam beberapa menit, penderita
kembali mengantuk dan linglung. Sekitar 25% penderita memiliki kelainan
neurologis, yang biasanya berupa kelumpuhan pada satu sisi badan.
Gejala lainnya adalah:
kekakuan leher
kejang
pada kasus yang tergolong berat, dapat terjadi koma atau kematian.
Perdarahan subaraknoid ini kemudian dapat berlanjut menjadi kondisi
''vasospasme'', yaitu penyempitan pembuluh darah arteri di otak, yang dapat
menyebabkan stroke atau kerusakan saraf yang lain. Perdarahan akibat pecahnya
aneurisma otak juga dapat menyebar ke dalam otak (perdarahan intraserebral)
walaupun lebih jarang dibandingkan penyebaran ke ruang subaraknoid. 1
Kebanyakan aneurisma intrakranial adalah asimptomatik dan jika
menetap, tidak terdeteksi sampai terjadi ruptur. Perdarahan subarahnoid
merupakan suatu keadaan darurat medis yang paling sering menimbulkan
manifestasi klinis. Adanya serangan sakit kepala yang berat dan atipikal
merupakan gejala khas dari perdarahan subarahnoid. sakit kepala boleh atau tidak
boleh dihubungkan dengan hilangnya kesadaran, mual dan muntah, defisit
neurologis fokal, atau meningismus.
Di negara maju, aneurisma pada stadium dini lebih banyak ditemukan.
Hal ini karena banyak orang yang menjalani pemeriksaan magnetic resonance
imaging (MRI) sehingga aneurisma pada tingkat awal dapat terlihat jelas.
Kadang-kadang aneurisma tidak sengaja ditemukan saat ''check up'' dengan
menggunakan alat canggih seperti CT scan, MRI atau angiogram. Diagnosis
pasti aneurisma pembuluh darah otak, beserta lokasi dan ukuran aneurisma
dapat ditetapkan dengan menggunakan pemeriksaan ''angiogram''.
Biasanya dilakukan pemeriksaan CT scan dan MRI untuk membedakan
stroke iskemik dengan stroke perdarahan. Pemeriksaan tersebut juga bisa
menunjukkan luasnya kerusakan otak dan peningkatan tekanan di dalam otak.
Pungsi lumbal biasanya tidak perlu dilakukan, kecuali jika diduga terdapat
meningitis atau infeksi lainnya. Jika diperlukan, bisa dilakukan pungsi lumbal
untuk melihat adanya darah di dalam cairan serebrospinal. Angiografi dilakukan
untuk memperkuat diagnosis dan sebagai panduan jika dilakukan pembedahan.
Kemungkinan juga bisa terjadi leukositosis yang tidak terlalu berarti.
G. PENATALAKSANAAN
Untuk aneurisma yang belum pecah, terapi ditujukan untuk mencegah
agar aneurisma tidak pecah, dan juga agar tidak terjadi penggelembungan lebih
lanjut dari aneurisma tersebut. Sedangkan untuk aneurisma yang sudah pecah,
tujuan terapi adalah untuk mencegah perdarahan lebih lanjut dan untuk
mencegah atau membatasi terjadinya ''vasospasme'' (kontraksi pembuluh darah
yang menyebabkan penyempitan diameter pembuluh darah). Aneurisma
biasanya diatasi dengan operasi, yang dilakukan dengan membedah otak,
memasang klip logam kecil di dasar aneurisma, sehingga bagian dari pembuluh
darah yang menggelembung itu tertutup dan tidak bisa dilalui oleh darah.
Dengan operasi ini diharapkan kemungkinan aneurisma tersebut untuk pecah
jauh berkurang. Terapi lain adalah dengan memasukkan kateter dari pembuluh
darah arteri di kaki, dimasukkan terus sampai ke pembuluh darah di otak yang
terkena aneurisma, dan dengan bantuan sinar X, dipasang koil logam di tempat
aneurisma pembuluh darah otak tersebut. Setelah itu dialirkan arus listrik ke koil
logam tersebut, dan diharapkan darah di tempat aneurisma itu akan membeku
dan menutupi seluruh aneurisma tersebut. Pembuluh yang menggelembung
dapat dioperasi dengan tingkat keberhasilan 99,9 persen. Bila telah pecah dan
koma, keberhasilan tinggal 50 : 50.
Penderita segera dirawat dan tidak boleh melakukan aktivitas berat.
Obat pereda nyeri diberikan untuk mengatasi sakit kepala hebat.
Kadang dipasang selang drainase di dalam otak untuk mengurangi tekanan.
Pembedahan bisa memperpanjang harapan hidup penderita, meskipun
meninggalkan kelainan neurologis yang berat. Tujuan pembedahan adalah untuk
membuang darah yang telah terkumpul di dalam otak dan untuk mengurangi
tekanan di dalam tengkorak. Pembedahan untuk menyumbat atau memperkuat
dinding arteri yang lemah, bisa mengurangi resiko perdarahan fatal di kemudian
hari.
Pembedahan ini sulit dan angka kematiannya sangat tinggi, terutama
pada penderita yang mengalami koma atau stupor. Sebagian besar ahli bedah
menganjurkan untuk melakukan pembedahan dalam waktu 3 hari setelah
timbulnya gejala. Menunda pembedahan sampai 10 hari atau lebih memang
mengurangi resiko pembedahan tetapi meningkatkan kemungkinan terjadinya
perdarahan kembali.
Pasien yang dicurigai atau datang dengan gejala asymptomatic atau
simptomatik aneurisma intrakrnial harus dilakukan tindakan bedah. Dua pilihan
untuk terapi invasif adalah kraniotomi terbuka dan terapi endovaskular.
H. KOMPLIKASI
Aneurisma yang pecah dapat mengakibatkan :
1. Perdarahan subarachnoid saja.
2. Perdarahan subarachnoid dan perdarahan intra serebral (60%).
3. Infark serebri (50%).
4. Perdarahan subarachnoid dan subdural.
5. Perdarahan subarachnoid dan hidrosephalus yang sebagian kecil menjadi
hidrosephalus normotensif (30%).
6. Aneurisma a. carotis interna dapat menjadi fistula caroticocavernosum.
7. Masuk ke sinus sphenoid bisa timbul epistaksis.
8. Perdarahan subdural saja.
I. PROGNOSIS
Prognosis pada aneurisma bergantung pada jenis aneurisma (rupture atau
unruptur), bentuk aneurisma, lokasi, waktu penanganan dan kondisi pasien saat
dilakukan pengobatan (usia, gejala klinis, kesadaran dan adanya penyakit lain
seperti jantung). Prinsipnya semakin cepat ditemukan aneurisma mempunyai
kemungkinan kesembuhan yang baik, oleh karena itu pemeriksaan medis rutin
sangat dianjurkan.
Aneurisma a. communicans posterior, dengan ligasi a.carotis communis
kematian sebesar 10%, sedangkan dengan bed rest kematian sebesar 42%.
Aneurisma a. cerebri media, dengan clipping langsung pada aneurismanya
mortalitas 11%, sedang dengan istirahat ditempat tidur mortalitas sebesar
36%.
Aneurisma a. communicans anterior tindakan bedah maupun konservatif angka
kematian sama.
A. PENGKAJIAN
B. DIAKNOSIS
DIAGNOSA KEPERAWATAN
MASALAH KOLABORATIF
INTERVENSI KEPERAWATAN
Komplikasi potencial
Kejang. Kewaspadaan kejang dipertahankan untuk setiap pasien yang
mungkin beresiko terhadap aktifitas kejang. Hal ini meliputi menyediakan alat
pengisap yang berfungsi penuh disamping tempat tidur, catter pengisap, spatel
lidah yang diberi bantalan. Bantalan tempat tidur diberi untuk melindungi pasien
dari kemungkinan cedera. Bila terjadi kejang, pertahankan jalan nafas pasien dan
pencegahan cedera merupakan tujuan utama.pemberian terapi obat dimulai saat
ini, jika tidak ada, siapkan obat-obatan itu segera.obat yang dipilih adalah fenitoin
(Dilantin), obat ini biasanya memberikan kerja antikejang adekuat, yang tidak
menyebabkan kantuk pada kadar terapeotik.
Vasospasme, pasien harus dikaji untuk adanya tanda kemungkinan
vasospasme: sakit kepala terus menurus, penurunan tingkat responsivitas (konfusi,
disorientasi, letargik), atau adanya afasia dan paralisis parsial. Tanda-tanda ini
dapat terjadi beberapa hari yang diikuti dengan tindakan pembedahan atau
dimulainya pengobatan harus segera dilaporkan.
Jika vasospasme telah didiaknosis, medikasi yang diresepkan meliputi terapi
penyekat-kalsium atau memberikan volume cairan eskpander.
D. EVALUASI
DAFTAR PUSTAKA