Anda di halaman 1dari 7

Asal kata Konstruktivisme yaitu to construct yang berarti membentuk.

(Benny A,Pribadi

:2009, hlm. 157) Seiring upaya perbaikan kualitas pembelajaran organis, filasafat

konstruktivisme kian populer di bidang pendidikan pada decade terakhir ini. Pemikiran filsafat

konstruktivisme mengenai hakikat pengetahuan memberi sumbangan terhadap usaha

mendekonstruksi pembelajaran mekanis.

Menurut paham konstruktivisme yang menyatakan bahwa pengetahuan dibentuk sendiri

oleh individu dan pengalaman merupakan kunci utama dari belajar bermakna. Belajar bermakna

tidak kan terwujud hanya dengan mendengarkan ceramah atau membaca buku tentang

pengalaman orang lain. Mengalami sendiri merupakan kunci untuk kebermaknaan. (Trianto,

:2009 hlm. 69)

Gagasan konstruktivisme mengenai pengetahuan dapat dirangkum sebagai berikut :

1. Pengetahuan bukanlah gambaran dunia kenyataan belaka, tetapi selalu merupakan konstruksi

kenyataan melalui kegiatan subjek.

2. Subjek membentuk skema kognitif, kategori, konsep, dan struktur yang perlu untuk

pengetahuan.

3. Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsep seseorang. Struktur konsep membentuk

pengetahuan jika konsep itu berlaku dalam berhadapan dengan pengalaman-pengalaman

seseorang.(Agus Suprijono :2011, hlm. 3)

Anita Woolfok mengemukakan defenisi pendekatan Konstruktivisme sebagai pembelajaran

yang menekankan pada peran aktif siswa dalam membangun pemahan dan memberi makna

terhadap informasi dan peristiwa yang dialami (Benny A,Pribadi :2009, hlm. 156)

Collay mengemukakan bahwa pendekatan konstruktivisme merujuk kepada assumsi bahwa

manusia mengembangkan dirinya dengan cara melibatkan dirinya baik dalam kegiatan cecara
personal maupun sosial dalam membangun ilmu pengetahuan (Benny A,Pribadi :2009, hlm. 156-

157)

Implementasi pendekatan konstruktivisme dalam kegiatan pembelajaran perlu

memperhatikan beberapa komponen penting sebagai berikut :

1. Belajar Aktif (Active Learning)

2. Siswa terlibat dalam aktivitas pembelajaran yang bersifat otentik dan situasional

3. Aktivitas belajar harus menarik dan menantang

4. Siswa haru dapat mengaitkan informasi baru dengan informasi yang telah dimiliki sebelumnya

dalam sebuah proses yang disebut bridging

5. Siswa harus mampu merefleksikan pengetahuan yang sedang dipelajari

6. Guru harus lebih banyak berperan sebagai fasilitator yang dapat membantu siswa dalam

melakukan konstruksi pengetahuan. Dalam hal ini, guru tidak lagi hanya sekedar berperan

sebagai penyaji informasi

7. Guru harus dapat memberi bantuan berupa scaffolding yang diperlukan oleh siswa dalam

menempuh proses belajar (Benny A,Pribadi :2009, hlm. 161)

Pelaksanaan pembembelajaran dengan menggunakan Pendekatan Konstruktivisme menurut

Hemat penulis dapat melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan dan dapat

pula mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi dan penemuan dengan

mengembangkan pemikiran melalui kemampuan individu dan mampu melatih pola pikir melalui

gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, catatan, grafik, peta, diagram dalam menjelaskan

gagasan. Tahap pelaksanaan Pendekatan Konsruktivisme dikelas dapat penulis gambarkan

sebagai berikut :

Tabel I : Langkah pendekatan Konstruktivisme dalam proses pembelajaran


Tahap Tingkah Laku Guru
Guru menyampaikan tujuan
Tahap 1 pembelajaran yang akan dicapai pada
Menyampaikan tujuan dan memotivasi kegiatan pelajaran dan menekankan
siswa pentingnya topik yang akan dipelajari
dan memotivasi siswa belajar
Guru menyampaikan informasi atau
materi terdahulu agar siswa dapat dan
Tahap 2
mampu menhubungkan pembelajaran
Apersesi
terdahulu terhadap materi yang akan
dbahas
Guru menyampaikan materi dan
menjelaskan materi yang akan
Tahap 3
dipelajari kemudia guru memberikan
Penyampaian Materi Pelajaran
Kepada setiap siswa materi yang harus
diselesaikan
Guru berberan sebagai fasilitator dalam
pembelajaran, dengan subjek siswa
Tahap 4 yang berperan aktif dalam proses
Pelaksanaan pemebelajran pemecahan permasalahan melalui ide
dan pikiran serta pengetahuan yang
telah dimiliki siswa
Guru mengevaluasi hasil belajar
Tahap 5 seluruh hasil belajar siswa terhadap
Evaluasi materi yang telah ditugaskan kepada
setiap siswa
Prinsip-prinsip yang sering diambil dari konstruktivisme menrut suparno antara lain:

1. Pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif

2. Tekanan dalam proses belajar terletak pada siswa

3. Mengajar adalah membantu siswa untuk belajar

4. Tekanan dalam proses belajar lebih pada proses bukan pada hasil akhir

5. Kurikulum menekankan partisipasi siswa, dan

Guru sebagai Fasilitator ( Trianto, :2009 hlm. 29)

Teori pembelajaran konstruktivisme merupakan teori pebelajaran kognitif yan baru dalam

psikologi pendidikan yang menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan

mentranspormasikan informasi kompleks, megecek informasi baru dengan aturan-aturan lama


dan mereverisinya apabila aturan-aturan itu tidak berlaku lagi. Bagi siswa benar-benar

memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah,

menemukan sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide ( Trianto, :2009

hlm. 74)

Menurut teori ini, satu prinsip paling pentung dalam psikologi pendidikan adalah bahwa

guru tidak dapat hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus

membangun sendiri pengetahuan dibenaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses

ini, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan ide-ide

mereka sendiri, dan membelajarkan siswa secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri

untuk belajar. Guru dapat memberi siswa anak tangga yang membawa siswa kepemahaman yang

lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri yang harus memanjatnya ( Trianto, :2009 hlm. 74)

Esensi dari teori Konstruktivisme adalah ide bahwa harus siswa sendiri yang menemukan

dan mentranspormasikan sendiri suatu informasi kompleks apabila mereke menginginkan

informasi itu menajadi miliknya. Konstruktivisme adalah suatu pendapat yang menyatakan

bahwa perkembangan kognitif merupakan suatu proses dimana anak secara aktif membangun

sistem arti dan pemahaman terhadap realita melaui pengalaman dari interaksi mereka. Menurut

pendapat konstruktivisme anak secara aktif membangun pengetahuan dengan cara terus menerus

mengasimilasi dan mengakomodasi informasi baru, dengan kata lain konstruktivisme adalah

terori perkembangan kognitif yang menekankan peran aktif siswa dalam membangun

pemahaman mereka tentang realita (Trianto, :2009 hlm. 74)

Konstruktivisme dikembangkan luaskan oleh Jean Pieget, ia dikenal sebagai psikolog, pada

akhirnya lebih tertarik pada filsafat konstruktivisme dalam proses belajar mengajar (Martinis

Yamin, :2008hlm 8)
Dalam konsep utama piaget proses pembelajaran kontruktivisme merupakan kelanjutan

dari pembelajaran kognitif yang dibangun dari hasil kerja piaget. Konsep-konsep penting dalam

pemikiran piaget tersebut adalah schemata, asimilasi, akomodasi, ekuilibrasi, serta interiorisasi

yaitu sebagai berikut :

1. Schemata merupaan sebuah potensi yang dimiliki oleh seseorang untuk bertindak dengan cara

tertentu dalam merespon lingkungan.

2. Asimilasi merupakan proses merespon lingkungan yang dilakukan seseorang sesuai dengan

struktur kognitif yang dimilikinya.

3. Akomodasi yaitu proses memodifikasi stuktur kognitifnya. Atau mengembangkan struktur

kognitif yang dimiliki oleh seseorang.

4. Ekuilibrasi yaitu pencapaian keseimbangan antara kognitif yang dimiliki dengan lingkungan

yang ada disekitarnya.merupakan tendensi bawaan yang dimiliki oleh seseorang untuk

mengorganisasikanpengalaman agar mendapatkan adaptasi yang optiml dengan lingkungannya.

5. Interiorisasi yaitu meningkatnya struktur kognitif dan menurunnya ketergantungan seseorang

terhadap lingkungan fisiknya.(http://www.vilila.com/2010/10/teori-belajarkonstruktivi

sme.html#ixzz1M982gRBc)

Pradigma kostruktivisme oleh pieget melandasi timbulnya strategi kognitif, disebut teori

meta cognition, meta cognition merupakan keterampilan yang dimiliki oleh siswa-siswa dalam

mengatur dan mengontrol proses berfikir. (Martinis Yamin, :2008 hlm 10)

Menurut Presseisen meta cognition meliputi 4 jenis keterampilan yaitu :

1. Keterampilan memecahkan masalah (Problem solving)


Keterampilan individu dalam menggunakan proses berfikir untuk memecahkan masalah

melalui pengumpulan fakta-fakta, analisis informasi, menyusun berbagai alternative pemecahan,

dan memilih pemecahan masalah yang paling efektif

2. Ketemapilan pengambilan keputusan (Decision making)

Keterampilan individu dalam menggunakan proses berfikir untuk memilih suatu keputusan

yang terbaik dari beberapa pilihan yang ada melalui pengumpulan informasi, perbandingan

kebaikan dan kekurangan dari setiap alternative, analisis informasi, dan pengambilan keputusan

yang terbaik berdasarkan alasan-alasan rasional.

3. Keterampilan berpikir kritis (Critical thingking)

Ketermampulan individu dalam menggunakan proses berfikir untuk menganalisa argument

dan memberikan interpretasi berdasarkan persepsi yang benar dan rasional, analisis asumsi dan

bias dari argument, dan interpretasi yang logis.

4. Keterampilan berpikir kreatif (Creative thingking)

Keterampilan individu dalam menggunakan proses berfikir untuk menganalisa gagasan

yang baru, konstruksi berdasarkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang rasional maupun

persepsi, dan interpretasi yang logis. (Martinis Yamin, :2008 hlm 10-11)

Adapun implikasi dari teori belajar konstruktivisme dalam pendidikan anak adalah sebagai

berikut:

1. Tujuan pendidikan menurut teori belajar konstruktivisme adalah menghasilkan individu atau

anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi

2. Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan pengetahuan

dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik. Selain itu, latihan memcahkan masalah
seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan

sehari-hari dan

3. Peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai bagi

dirinya. Guru hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitor, dan teman yang membuat situasi

yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik

Anda mungkin juga menyukai