Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam prakteknya di Indonesia secara kualitatif permohonan paten
hanya sedikit yang berasal dari dalam negeri. Hal ini menunjukan bahwa
kemampuan orang Indonesia untuk menghasilkan invensi baru yang dapat
memperoleh hak paten belum memperlihatkan angka yang menggembirakan.
Dalam keadaan seperti ini, untuk menunjang dan mempercepat laju
industrialisasi, perjanjian lisensi memegang peranan sangat penting.
Masuknya paten dan lahirnya berbagai perjanjian lisensi merupakan
konsekuensi logis dari diundangkannya Undang-undang Paten. Lebih dari itu
hal ini merupakan bagian dari globalisasi perekonomian dunia, Negara
Indonesia yang telah mencanangkan dirinya sebagai negara industri sudah
seharusnya melakukan perjanjian lisensi ini semaksimal mungkin.1
Saat ini pengaturan mengenai paten dan lisensi paten di Indonesia
termuat dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten. Dimana
pada Pasal 72 ayat (1) dan (2) menyatakan bahwa suatu perjanjian lisensi
harus dicatat dan diumumkan dengan dikenkan biaya. Dalam hal perjanjian
lisensi tidak dicatat di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual,
perjanjian lisensi tersebut tidak mempunyai akibat hukum terhadap pihak
ketiga.
Sebagaimana diatur dalam Undang-undang Paten tersebut, hal yang
penting juga untuk menjadi perhatian adalah bahwa dalam hal suatu
perjanjian lisensi dilarang memuat ketentuan yang dapat menimbulkan akibat
yang merugikan perekonomian Indonesia atau memuat ketentuan yang dapat
menimbulkan akibat yang merugikan perekonomian Indonesia atau memuat
ketentuan yang mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat sebagaimana
diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

1
O.K. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2013, Hal.
192.

1
Pada Pasal selanjutnya Undang-undang Paten menyebutkan perihal
pencatatan perjanjian lisensi ini kemudian akan diatur dengan Peraturan
Pemerintah. Namun hingga saat ini Peraturan Pemerintah dimaksud belum
tersedia, sehingga pada prakteknya pencatatan perjanjian lisensi tidak
dilakukan.
Belum tersedianya Peraturan Pemerintah yang dimaksud dalam
Undang-undang Paten tersebut dapat tentunya berakibat kepada kurang atau
bahkan tidak adanya pengawasan dari pemerintah mengenai perjanjian lisensi
yang memuat klausul yang dapat merugikan perekonomian negara, anti
persaingan usaha tidak sehat, dan upaya menghambat atau membatasi
terjadinya alih teknologi.
Sementara pada prakteknya banyak sekali perjanjian lisensi maupun
waralaba yang di dalamnya terdapat kalusul-kalusul yang mengindikasikan
adanya upaya penghambatan alih teknologi dan persaingan usaha tidak sehat.
Dalam makalah ini penulis memberikan contoh perjanjian lisensi software
SAP dan meneliti apakah di dalamnya terdapat klausul-klausul dimaksud.
Berdasarkan latar belakang itulah, penulis menulis makalah ini dengan
mengemukakan judul Alih Teknologi dalam Perjanjian Lisensi SAP
B. Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat dirumuskan
permasalahan yaitu:
a. Bagaimana pelaksanaan alih teknologi melalui lisensi paten di Indonesia?
b. Apakah pada Perjanjian Lisensi SAP terjadi alih teknologi?
C. Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan penulisan makalah ini adalah:
a. Untuk mengetahui bagaimana proses pelaksanaan alih teknologi melalui
perjanjian lisensi yang terjadi di Indonesia.
b. Untuk mengetahui apakah pada perjanjian lisensi SAP terdapat klausul
yang berupaya menghambat alih teknologi?
D. Kerangka Konsep
Adapun yang menjadi kerangka konsep dalam makalah ini adalah
yaitu penulis ingin membahas mengenai alih teknologi yang pada masa

2
sekarang sudah menjadi kebutuhan negara berkembang, salah satu cara alih
teknologi itu adalah melalui lisensi paten. Alih teknologi mellui lisensi paten
inilah yang akan dibahas secara lebih lanjut dalam makalah ini.
Berbagai peraturan yang tersedia di Indonesia mengenai alih
teknologi, namun tidak terdapat pengaturan khusus mengenai hal tersebut.
Pengaturan mengenai alih teknologi tersebar dalam berbgai peraturan
perundang-undangan. Salah satunya yang mengatur mengenai alih teknologi
khususnya melalui lisensi paten terdapat dalam Undang-Undang Nomor 14
Tahun 2001 tentang Paten.
Salah satu amanat Undang-undang Paten tersebut adalah, perjanjian
lisensi paten dilarang memuat ketentuan yang dapat merugikan perekonomian
negara, menghambat atau menghalangi terjadinya alih tenologi. Pengawasan
akan klausul dalan perjanjian lisensi yang mengandung indikasi demikian
dilakukan melalui kewajiban pencatatan perjanjian lisensi agar perjanjian
lisensi tersebut mempunyai akibat hukum bagi pihak ketiga.
Namun Peraturan Pemerintah yang seharusnya mengatur lebih
lanjut mengenai pencatatan perjanjian lisensi paten ini hingga kini belum
terrealisasi. Sehingga pengawasan terhadap perjanjian lisensi yang
berindikasi memuat ketentuan yang mungkin merugikan kepentingan negara
dan menghambat terjadinya alih teknologi tidak dapat dilakukan.
Berikut kerangka konsep makalah ini saya sajikan dalam bentuk
diagram sebagai berikut:

3
PMA
Penanaman Modal Asing

Franchise/
Waralaba

Joint Venture

Turn Key Project

Alih Teknologi

Undang-Undang Nomor 14
Importasi Barang
Tahun 2001 tentang Paten

Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 tentang Larangan
Lisensi Paten
Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha tidak Sehat

Peraturan Komisi Pengawas


Kerjasama Konsultasi dan
Persaingan Usaha Nomor 2
Pelatihan
Tahun 2009

dan lain-lain

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Lisensi Paten
A.1. Pengertian Lisensi Paten
Sebelum memahami pengertian lisensi, perlu kiranya kita
mengetahui apa itu yang dimaksud Paten. Istilah paten bermula dari
bahasa Latin dari kata auctor yang berarti dibuka, bahwa sauatu
penemuan yang mendapatkan paten menjadi terbuka untuk diketahui oleh
umum. Dengan terbuka tersebut tidak berarti setiap orang bisa
mempraktikan penemuan tersebut untuk diketahui oleh umum. Dengan
terbuka tersebut tidak berarti setiap orang bisa mempraktikan penemuan
bisa didayagunakan oleh orang lain. Baru setelah habis masa
perlindungan patennya penemuan tersebut menjadi milik umum (public
domain), pada saat inilah benar-benar terbuka. Dengan terbukanya suatu
penemuan yang baru, memberi informasi yang diperlukan bagi
pengembangan teknologi selanjutnya berdasarkan penemuan tersebut dan
untuk memberi petunjuk kepada mereka yang berminat dalam
mengeksploitasi penemuan itu.2
Pemilik paten mempunyai hak eksklusif untuk mengeksploitasi
patennya secara komersial selama jangka waktu tertentu dan juga
mempunyai hak untuk melisensikan patennya kepada orang lain, jika
penemuannya sudah didaftarkan dan memperoleh sertifikat paten.
Demikian pula menurut Wiryono Prodjodikoro mengatakan bahwa hak
paten dapat dialihkan, selain itu ada aturan bahwa pemegang paten
dapat memberi lisensi tersebut baik seluruhnya atau sebagian.3
Pengalihan paten melalui perjanjian dapat berbentuk perjanjian
lisensi (Lisencing Agreement). Perjanjian ini berisi bahwa pemegang

2
Muhammad Djumhana dan R Djubaedillah, Hak Kekayaan Intelektual, Jakarta, Citra Aditya
Abadi. Hal. 34.
3
Wiryono Prodjodikoro, Hukum Perdata tentang Hak-hak Atas Benda, Pembimbing mass,
Jakarta, Hal. 212.

5
hak Paten memberi izin (lisensi) kepada pihak lain berdasarkan surat
perjanjian untuk melaksanakan perbuatan eksklusif dari pemilik hak
paten.
Menurut WIPO (World Intellectual Property Rights) license
agreement in general term is an agreement where by the licensor, for
an agreed upon remuneration grants to the licensee certain with
respect to the intellectual property. The license is a legal agreement
between two parties that sets out the previleges exchanged between the
parties and the limitations (acceptable under law placed on them the
exercise of these principles.4
Lisensi juga dapat diartikan sebagai suatu bentuk hak untuk
melakukan suatu atau serangkaian tindakan atau perbuatan, yang
diberikan oleh mereka yang berwenang dalam bentuk izin. Tanpa
adanya izin tersebut, maka tindakan atau perbuatan tersebut merupakan
sesuatu tindakan yang terlarang yang tidak sah, yang merupakan
perbuatan melawan hukum.5
Menurut Suyud Margono dan Amir Angkasa dalam bukunya
juga memberikan defenisi lisensi adalah pemberian oleh pemilik dari
penemuan paten kepada orang atau badan hukum dengan izin untuk
melakukan di suatu negara dan dalam batas waktu tertentu, satu atau
lebih suatu tindakan mencakup hak-hak eksklusif dari pemilik
penemuan paten di negara tersebut.6
Perjanjian lisensi wajib didaftarkan pada Direktorat Jenderal
HAKI agar dapat dicegah perjanjian yang mengandung persyaratan-
persyaratan yang tidak adil dan tidak wajar. Perjanjian Lisensi tidak
diperbolehkan menimbulkan akibat yang merugikan bagi perekonomian
Indonesia atau memuat pembatasan yang menghambat kemampuan
bangsa Indonesia dalam menguasai dan mengembangkan teknologi

4
WIPO Intellectual Property Reading Material. 1995, Hal 67.
5
Gunawan Widjaya, Seri Hukum Bisnis Lisensi. Rajawali Pers, 2001. Hal. 3.
6
Suyud Margono dan amir Angkasa, Komersialisasi Aset Intelektual aspek Hukum Bisnis,Grasindo,
Jakarta 2002. Hal. 121.

6
pada umumnya dan yang berkaitan dengan penemuan yang diberi paten
tersebut pada khususnya.
A.2. Jenis-jenis Lisensi
Ada tiga bentuk lisensi paten yang ditemui dalam prakteknya
yaitu :7
1. Lisensi eksklusif
Lisensi eksklusif, pemegang paten menyetujui untuk tidak
memberikan lisensi-lisensi kepada pihak lain /atau lisensi hanya
diberikan kepada 1(satu) pihak saja. Sehingga pemegang hak paten
tidak lagi berhak menjalankan invensinya (pasal 70).
2. lisensi non eksklusif
Lisensi ini pemegang hak paten mengalihkan kepada sejumlah pihak
dan juga tetap berhak manjalankan atau menggunakan patennya.
3. Lisensi Tunggal
Dalam Perjanjian ini pemegang paten mengalihkan patennya kepada
pihak lain, tetapi pemegang paten tetap boleh menjalankan haknya
sebagai pemegang paten. Perjanjian Lisensi hendaknya
mencantumkan hal-hal sebagai berikut :
a. Pihak yang akan membayar biaya tahunan untuk kelangsungan
paten;
b. Pihak yang akan menangani jika ada gugatan terhadap
pelanggaran paten ;
c. Adanya jaminan dari pemegang hak paten bahwa invensi yang
dipatenkan adalah baru;
d. Adanya jaminan dari pemberi lisensi bahwa patennya sah
menurut undang-undang paten.
Adapula yang disebut Lisensi Wajib disebutkan dalam Undang-
Undang Paten kita. Permintaan lisensi wajib dapat diajukan oleh setiap
pihak kepada Direktorat Jenderal HKI setelah jangka waktu 36 (tiga
puluh enam) bulan sejak tanggal pemberian paten. Permohonan lisensi
wajib dilakukan dengan alasan bahwa paten tersebut tidak dilaksanakan

7
Asian Law (AUSAID), Intellectual Property Rights (elemntary) IASTP II, Jakarta, Hal. 113.

7
atau dilaksankan tidak sepenuhnya di Indonesia. Hal ini dimaksudkan
agar penemuan tersebut tidak disimpan dan tidak dimanfaatkan dan
menjaga paten tidak didegenerasi hanya menjadi alat pengontrol impor
tanpa merangsang perkembangan ekonomi dan industri negara pemberi
paten. Lisensi wajib dapat terlaksana apabila memenuhi kondisi dan
syarat-syarat tertentu :
1. Paten tersebut dalam jangka waktu 3 tahun terhitung sejak
pemberian paten tidak dilaksanakan di Indonesia oleh pemegang
paten, padahal kesempatan untuk melaksankan sendiri secara
komersial sepatutnya ditempuh.
2. Pihak yang mengajukan permintaan tersebut dapat menunjukkan
bukti yang meyakinkan bahwa :
a. Kemampuan untuk melaksanakan sendiri paten yang
bersangkutan secara penuh;
b. Mempunyai fasilitas sendiri untuk melaksanakan paten yang
bersangkutan secepatnya;
c. Telah mengambil langkah-langkah dalam jangka waktu yang
cukup untuk mendapatkan lisensi dari pemegang paten atas dasar
persyaratan dan kondisi yang wajar tetapi tidak memperoleh hasil.
Menurut Pasal 82 Undang-undang nomor 14 Tahun 2001 tentang
paten, Permintaan lisensi wajib bisa dilakukan oleh pemegang paten itu
sendiri atas dasar alasan bahwa pelaksanaan patennya tidak mungkin
dapat dilakukan tanpa melanggar paten lainnya yang sudah ada.
Keputusan atas pemberian lisensi wajib dari Direktorat Jenderal HKI
memuat ketentuan ketentuan sebagai berikut :
1. lisensi wajib non eksklusif;
2. alasan pemeberian lisensi wajib;
3. bukti, termasuk keterangan atau penjelasan yang diyakini untuk
dijadikan pemberian lisensi wajib;
4. jangka waktu lisensi wajib;
5. besarnya biaya royalty yang harus dibayarkan penerima lisensi wajib
kepada pemegang hak paten dan cara pembayarannya;

8
6. syarat berakhirnya lisensi wajib dan hal yang dapat membatalkannya
7. lisensi wajib terutama digunakan untuk memenuhi kebutuhan pasar
di dalam negeri;
8. lain-lain yang diperlukan untuk menjaga kepentingan para pihak
yang bersangkutan secara adil
A.3. Pengaturan Lisensi Paten
Sebelum membahas mengenai perjanjian lisensi paten, patut
dipahami bahwa bentuk perjanjian lisensi paten itu adalah kontrak yang
artinya dibuat secara tertulis. Menurut Erman Radjagukguk, suatu
kontrak adalah suatu dokumen tertulis yang memuat keinginan para
pihak untuk mencapai tujuan-tujuan komersil, dan bagaimana pihaknya
diuntungkan, dilindungi atau dibatasi tanggung jawabnya dalam
mencapai tujuan-tujuan tersebut.8
Dalam membuat suatu perjanjian lisensi paten, maka kita harus
tunduk pada KUHPerdata Indonesia jika perjanjian itu dilakukan di
Indonesia atau atas asas kesepakatan para pihak sesuai dengan 1338
KUHPerdata. Namun suatu perjanjian lisensi paten syah apabila
memnuhi syarat-syarat yang telah ditentukan dalam:
1. Syarat sah umum
a. syarat sah umum berdasarkan pasal 1320 KUHPerdata yang
terdiri :
sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
kecakapan untuk membuat suatu perikatan
suatu hak tertentu
suatu sebab yang halal9
b. Syarat kesepakatan berdasarkan pasal 1338 dan 1339
KUHPerdata yang terdiri:
Syarat itikad baik
Syarat sesuai dengan kebiasaan

8
Etty Susilowati, Hak Kekayaan Intelektual dan Lisensi Pada HKI, Universitas
Diponegoro Press, Semarang, 2013. Hal. 153.
9
Purwahid Patrik, Hukum Kontrak Di Indonesia, Elips (Economic Law Improved,
Procurement Systems. Hal 145.

9
Syarat sesuai dengan kepatutan
2. Syarat sah khusus yang terdiri :
a. Syarat tertulis untuk kontra-kontrak tertentu.
b. Syarat akta notaris untuk kontrak-kontrak tertentu.
c. Syarat akta pejabat tertentu (yang bukan notaris).
d. Syarat izin orang yang berwenang.
Meskipun dalam hukum perjanjian kita mengenal adanya asas
kebebasan berkontrak namun, dalam perjanjian lisensi paten dan alih
teknologi, sebagaimana diatur dalam Konvensi Paris 1883 setiap negara
berserta diharapkan dapat saling secara respirokal melindungi hak atas
kekayaan industriawi asing dan mendukung gerakang pengalihan
teknologi kepada negara berkembang yang telah disepakati bersama.10
Selanjutnya sebuah perjanjian lisensi dalam Undang-undang
Nomor 14 tahun 2001 tentang Paten pada Pasal 72 ayat (1) dan (2)
menyatakan bahwa suatu perjanjian lisensi harus dicatat dan diumumkan
dengan dikenkan biaya. Dalam hal perjanjian lisensi tidak dicatat di
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, perjanjian lisensi tersebut
tidak mempunyai akibat hukum terhadap pihak ketiga.
Sebagaimana diatur dalam Undang-undang Paten tersebut, hal
yang penting juga untuk menjadi perhatian adalah bahwa dalam hal suatu
perjanjian lisensi yang memuat ketentuan yang dapat menimbulkan akibat
yang merugikan perekonomian Indonesia atau memuat ketentuan yang
dapat menimbulkan akibat yang merugikan perekonomian Indonesia atau
memuat ketentuan yang mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat
sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku,
maka Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang membawahi
pencatatan lisensi tersebut wajib menolak pencatatan perjanjian lisensi
yang memuat ketentuan tersebut.11
Pada Pasal selanjutnya Undang-undang Paten menyebutkan
perihal pencatatan perjanjian lisensi ini kemudian akan diatur dengan

10
Oentoeng Soerapati, Hukum Kekayaan Intelektual dan Alih Teknologi, Salatiga, FH, UNKRIS
Satya Wacana 1999. Hal 7.
11
Gunawan Widjaya, op. Cit. Hal. 46.

10
Peraturan Pemerintah. Namun hingga saat ini Peraturan Pemerintah
dimaksud belum tersedia, sehingga pada prakteknya pencatatan perjanjian
lisensi tidak dilakukan.
B. Alih Teknologi
B.1. Pengertian Teknologi
Secara etimologis, kata teknologi berasal dari bahasa yunani yang
terdiri dari technologia, yang berasal dari kata techne dan logos. Dari
kata techne kemudian lahirlah perkataan technicis yang berarti seseorang
yang memiliki keterampilan tertentu, yang menjadi semakin mantab
karena menunjukan pola, langkah dan urusan yang pasti, keterampilan itu
lalu menjadi teknik (technique). Teknik sejak dulu kala sudah dibedakan
dari cara-cara manusia melakukan perbuatan yang lainnya, karena
bersifat puposive, rational, step by step way of doing things (cara
melakukan berbagai hal secara terarah rasional, langkah demi langkah).12
Tekhnologi menurut United Nations Conference on Transnational
Corporations (UNCTC) dapat diartikan secara sempit dan secara luas.
Dalam arti sempit, teknologi adalah technical knowledge or know-how
that is knowledge related service. Dalam pengertian ini keahlian manusia
yang diperlukan untuk penerapan teknik teknik itu dapat dianggap
sebagai teknologi.13 Sedangkan dalam arti luas, teknologi meliputi
barang-barang modal yaitu alat-alat, mesin-mesin, dan seluruh sistem
produksi yang boleh dikatakan sebagai teknologi berwujud.14
Teknologi yang disamakan dengan know how Amir Pamuntjak
memberikan defenisinya tersendiri yaitu, Know How atau trade secret
dapat dirumuskan sebagai kumpulan informasi tentang teknologi dari
proses pembuatan dan atau produk yang diperoleh seseorang dari
pengalaman kerja dalam pelaksanaan teknologi tersebut. Jika Know How
ini dianggap atau merupakan suatu pembaharuan atau penemuan baru
yang belum pernah dilaksanakan, maka penemu tersebut dapat
12
Ronny Hanitijo Soemitro, Hukum dan Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan teknologi dalam
Masyarakat, Pidato Pengukuhan Guru Besar, 1990. hlm 8
13
Dewi Astutty Mochar, Perjanjian Lisensi Alih Teknologi dalam Pengembangan Teknologi
Indonesia, Alumni, Bandung, 2001. Hal. 46.
14
Ibid.

11
mengajukan permohonan paten ke instansi paten di negara-negara yang
memiliki perundangan paten.15
UNIDO (United Nations Industrial Development Organization,
salah satu organ PBB, juga menyebutkan bahwa defenisi teknologi
adalah a composite of techniques, constituted of craft skills (welding,
shaping, assembling) requiring primarily the dexterity of hand and eye,
and conceptual skills (knowledge and information), such as operating
data, design engineering, construction, production, and maintanance16.
Dari pengertian-pengertian yang telah dikemukakan oleh organ-
organ PBB tersebut, Peter Mahmud Marzuki memandang bahwa
pengetahuan, keahlian dan pengalaman sebagai komponen yang paling
penting dalam teknologi. Atas dasar itu selanjutnya beliau menyatakan
bahwa, teknologi merupakan technical know-how yang berkaitan
dengan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa termasuk alat-alat.17
Sedangkan Tentang istilah alih atau pengalihan merupakan
terjemahan dari kata transfer. Sedang kata transfer berasal dari bahasa
latin transfere yang berarti jarak lintas (trans, accross) dan ferre yang
berarti memuat (besar). Kata alih atau pengalihan banyak dipakai para
ahli dalam berbagai tulisan, walaupun adapula yang menggunakan istilah
lain seperti pemindahan yang diartikan sebagai pemindahan sesuatu
dari satu tangan ke tangan yang lain, sama halnya dengan pengoperan
atau penyerahan. Pendapat inilah yang menekankan makna harfiahnya,
pendapat lain dengan istilah pelimpahan sedangkan para ahli
menghendaki makna esensinya dengan memperhatikan unsur adaptasi,
asimilasi, desiminasi atau difusikannya obyek yang ditransfer dalam hal
ini teknologi.
Kemudian mengenai Alih Teknologi dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia didefinisikan sebagai pengalihan pengetahuan dan

15
Amir Pamuntjak, Sistem Paten Pedoman Praktek Alih Teknologi, Jambatan, Jakarta, 1997. Hal.
7
16
Unido, Guidelines for evaluation of Transfer of Technology Agreements, Unido New York,
1979.
17
Ibid. Hal 47

12
keterampilan teknologi, terutama pemindahan materialnya, dari suku
cadang yg terkecil sampai ke pabrik yg paling lengkap.
Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2005 menyebutkan
pengertian Alih teknologi adalah pengalihan kemampuan memanfaatkan
dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi antar lembaga, badan
atau orang, baik yang berada dalam lingkungan dalam negeri maupun
yang berasal dari luar negeri ke dalam negeri atau sebaliknya.
B.2. Transfer atau Alih Teknologi
Transfer atau alih teknologi menurut UNIDO ialah mengizinkan
dua hal secara serentak yaitu mengizinkan masuknya secara langsung alat
produksi yang maju dan pengawasan atas penambahan barang (supply)
pengawsan tersebut tidak selalu berarti pengawasan atas teknologi.
Pengawsan atas teknologi terjadi jika keterampilan, informasi dan
keutamaan teknis yang membentuk teknologi itu dialihkan kepada
pemimpin perusahaan nasional, pengawas atau karyawan perusahaan.18
Sedangkan menurut WIPO dalam Licensing Guide for
Development Countries, dikatakan bahwa the licensing of industrial
property right and the supply of know how are two of the main methods
employed for the commercial transfer of technology to developing
countries. Bahwa WIPO menyebutkan perlu adanya transfer teknologi
dalam perjanjian lisensi untuk membantu negara berkembang.
Begitupun menurut Abdulkadir Muhammad yang memandang
pentingnya alih teknologi untuk menungjang kesejahteraan sosial yaitu
Perlindungan dan penegakan hukum HKI bertujuan untuk memacu
penemuan baru dibidang teknologi dan untuk memperlancar alih serta
penyebaran teknologi, dengan tetap memperhatikan kepentingan
produsen dan pengguna pengetahuan teknologi dan dilakukan dengan
cara yang menunjang kesejahteraan sosial dan ekonomi dan kesimbangan
antara hak dan kewajiban.19

18
UNINDO, op. Cit. Hal. 12.
19
Abdulkadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, Citra
Aditya Bakti, Bandung. Hal. 67.

13
Dalam Background Reading Material on Intellectual Property
disebutkan sekurangnya ada lima macam cara yang dapat dilakukan oleh
negara berkembang untuk melakukan alih teknologi yaitu:
1. melalui importasi barang-barang modal,
2. dengan waralaba (franchising) dan program distribusi
(distributorship),
3. perjanjian manajemen dan konsultasi (consultation agreement),
4. turn key project dalam bentuk kerja sama pabrikasi yang melibatkan
penyertaan modal yang cukup besar dengan satu sumber teknologi
yang bertanggungjawab sepenuhnya atas keberhasilan jalannya
proyek tersebut,
5. joint venture agreement, jika dalam consultation agreement negara
berkembang harus memainkan peran yang aktif agar mereka dapat
memperoleh secara optimum teknologi yang ingin diserap, dan turn
key project beban tersebut dialihkan pada pemilik teknologi, maka
dalam joint venture agreement diharapkan dapat terjadi
keseimbangan peran di antara keduanya hingga diperoleh jhasil yang
lebih optimum atas alih teknologi yang diharapkan.
Perjanjian lisensi paten adalah salah satu yang paling efektif
untuk terjadinya proses alih teknologi. Dengan demikian bahwa
besarnya pernana suatu lisensi paten bagi negara sedang berkembangn
dalam mengembangkan industrinya. Oleh karena itu adanya undang-
undang paten seperti yang teleh dikemukakan diatas dapat sangat
membantu dalam pengembangan industri, dan sekaligus akan
membantu menciptakan iklim yang kondusif bagi para penanam modal
atau pemilik modal dan teknologi untuk tidak saja menanam modalnya
tetapi tidak ragu membawa teknologinya untuk dipergunakan di negara
yang menerima lisensi teknologi.
B.3. Pengaturan Alih Teknologi
Teknologi dan alih teknologi mencakup permasalahan yang
sangat luas dan secara nasional belum ada pengaturannya tersendiri.
Namun dalam beberapa peraturan hal tersebut telah disebutkan, di

14
antaranya diatur pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 Penanaman
Modal Asing, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1968 tentang
Penanaman Modal Dalam Negeri, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984
tentang Perindustrian, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang
Paten.
Meskipun kita belum memiliki pengaturan mengenai alih
teknologi secara khusus, tetapi Sri Redjeki Hartono berpendapat bahwa
realisasi partisipasi hukum terhadap kemajuan dan perkembangan
teknologi antara lain sedikitnya harus mengatur tentang:20
a. Pengakuan dan pemberian hak terhadap penemuan., pemakaian dan
peredaran teknologi baru.
b. Melindungi terhadap yang berhak menggandakan dan mengedarkan
dan pemakai yang sah.
c. Mengatur tentang transaksi teknologi baru yang bersangkutan
dengan tujuan menjaga keseimbangan kepentingan yang mungkin
berbenturan dan pertentangan yang mungkin timbul.
Pengakuan, Perlindungan hak dan transaksi teknologi seperti
disebutkan diatas telah disinggung dalam Undang-undang Paten yaitu
pada Pasal 69 ayat (1) yaitu, Pemegang paten berhak memberi lisensi
kepada orang lain berdasarkan surat perjanjian lisensi untuk
melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16. Dan
pada ayat (2) yaitu, kecuali bila diperjanjikan lain, maka lingkup lisensi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi semua perbuatan
sebagaimana dimaksud Pasal 16, berlangsung selama jangka waktu
lisensi diberikan dan berlaku untuk seluruh wilayah Republik Indonesia.
Adapun menurut Pasal 72 Undang-Undang Paten, disebutkan
perjanjian lisensi paten wajib dicatatkan agar pemerintah dapat
mengawasi adalanya klausul yang mungkin dapat menimbulkan kerugian
pada perekonomian negara, upaya menghambat terjadinya alih teknologi
dan persaingan usaha tidak sehat.

20
Sri Redjeki Hartono, Persfektif Hukum Bisnis pada Era Teknologi, Pidato Pengukuhan Guru
Besar di Dalam Hukum Dagang pa FH Undip, Semarang. 1995, hal. 4.

15
Sementara pada Hukum Internasional hal-hal yang mengatur
tentang perjanjian bilateral atau multirateral belum diatur secara tegas
dalam konvensi-konvensi internasional, khususnya yang mengatur
tentang alih teknologi. Sampai saat ini perjanjian-perjanjian internasional
yang bersifat multilateral yang menyangkut alih teknologi diatur pada
konvensi Paris 20 Maret 1883.21
Organisai Pengembangan Industri PBB (UN Industrial
Development Organization/ UNIDO) telah mencapai hasil konkrit berupa
sebuah kode perilaku internasional tentang alih teknologi yaitu ICCT
(International code of Conduct on Transfer of Technology). ICCT
sebagai pedoman dalam pelaksanaan alih teknologi bersifat universal, di
dalamnya mencerminkan bagaimana pengalihan teknologi dari negara
maju ke negara berkembang atau sebaliknya, dalam rangka mencapai
tujuan yang lebih luas yaitu membentuk Tata Ekonomi Internasional
Baru.22
Adapun filosofi dari hal-hal pokok yang terdapat dalam preambul
Code of Conduct on the Transfer of Technology yaitu:23
- Bahwa teknologi memegang peranan fundamental dalam
pembangunan ekonomi dan sosial semua negara, terutama sekali
negara-negara yang sedang berkembang.
- Bahwa semua bangsa berhak untuk mendapatkan manfaat dari
kemajuan-kemajuan dan perkmbangan teknologi dan ilmu
pengetahuan.
- Bahwa alih teknologi dan pengembangannya yang memadai harus
diberikan kemudahan-kemudahan.
- Bahwa kerja sama teknologi dan ilmu pengetahuan internasional
harus didukung sepenuhnya.
- Bahwa alih teknologi internasional harus didukung dengan
memberikan kesempatan yang merata bagi semua negara untuk

21
Etty Susilowati, Kontrak Alih Teknologi pada Industri Manufaktur, Genta Press, Yogyakarta,
2007. Hal. 94.
22
Ibid. Hal. 97-98.
23
Ibid, Hal. 98.

16
berpartisipasi dengan tidak membeda-bedakan sistem sosial dan
ekonominya dan tingkat pembangunannya.
- Bahwa penyebaran informasi teknologi harus ditingkatkan.
- Bahwa Code of Conduct akan membantu negara-negara
berkembang dalam pemilihan, perolehan dan pemanfaatan efektif
dari teknologi yang sesuai dengan kepentingannya, dan
menciptakan kondisi yang bisa meningkatkan kegiatan alih
teknologi internasional dengan persyaratan yang saling
menguntungkan semua pihak.

17
BAB III
PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Alih Teknologi melalui Lisensi Paten di Indonesia


A.1. Sistem Pendaftaran Lisensi Paten
Pada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten
disebutkan dalam Pasal 71 ayat (1) bahwa Perjanjian Lisensi tidak
boleh memuat ketentuan, baik langsung maupun tidak langsung, yang
dapat merugikan perekonomian Indonesia atau memuat pembatasan
dalam menguasai dan mengembangkan teknologi pada umumnya dan
yang berkaitan dengan invensi yang diberi paten tersebut pada
khususnya.
Selanjutnya pada ayat (2) disebutkan bahwa permohonan
pencatatan perjanjian lisensi yang memuat ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus ditolah oleh Direktorat Jenderal.
Pada pasal selanjutnya yaitu Pasal 72 disebutkan bahwa
perjanjian lisensi harus dicatat dan diumumkan dengan dikenai biaya.
Dalam hal perjanjian lisensi tersebut tidak dicatatkan di Direktorat
Jenderal Hak Kekayaan Intelektual maka Perjanjian lisensi tersebut
tidak mempunyai akibat hukum terhadap pihak ketiga. Ketentuan lebih
lanjut mengenai hal ini akan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Adanya kewajiban pencatatan lisensi sebagaimana disebutkan
dalam Undang-Undang Paten tersebut dimaksudkan untuk melindungi
para pihak terhadap adanya wanprestasi yang mungkin bisa terjadi pada
masa berlakunya perjanjian. Negara Indonesia sendiri sebagai negara
berkembng yang lebih sering menjadi pihak penerima lisensi
mempunyai posisi bargaining yang lemah. Sehingga pencatatan lisensi
ini menjadi sangat penting bagi Indonesia.
Pencatatan lisensi juga dimaksudkan untuk mengawasi
berjalannya proses alih teknologi dalam perjanjian lisensi. Ini
merupakan satu bentuk campur tangan Pemerintah untuk mengawasi

18
klausul dalam perjanjian lisensi yang memuat hal-hal yang dapat
merugikan perekonomian Indonesia atau memuat pembtasan dalam
menguasai dan mengembangkan teknologi pada umumnya dan yang
berkaitan dengan invensi yang diberi paten pada khususnya.
Peraturan Pemerintah yang disebutkan dalam Undang-undang
akan mengatur lebih lanjut mengenai Pencatatan Lisensi Paten tersebut
dari masa berlakunya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang
Paten bahkan pada Undang-undang Paten sebelumnya yaitu Undang-
Undang Nomor Nomor 6 Tahun 1989 telah disebutkan kewajiban
pencatatan perjanjian lisensi ini, hingga saat ini, masih belum tersedia.
Pihak Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual pada
prakteknya pun tidak melakukan pencatatan lisensi paten dikarenakan
tidak adanya Peraturan Pemerintah yang dimaksud.
Hal ini tentu berakibat tidak efektifnya atau bahkan tidak adanya
pengawasan yang diamanatkan oleh Undang-Undang Paten, yaitu
klausula yang berpotensi merugikan perekonomian Negara Indonesia
dan membatasi terjadinya proses alih teknologi.
Perbandingan lain misalnya, Undang-Undang Paten Jepang
menyatakan bahwa perjanjian lisensi tidak akan berpengaruh terhadap
pihak ketiga kecuali jika perjanjian itu elah didaftarkan, akan tetapi
tidak kewajiban mendaftarkan untuk perjanjian lisensi non eksklusif.24
A.2. Larangan Praktek Monopoli pada Lisensi Paten
Paten mempunyai peranan penting dalam bidang kemajuan
teknologi setiap negara, oleh karenanya perlindungan hukum mengenai
paten dan alih teknologi melalui lisensi paten menjadi hal yang penting
bagi setiap negara. Pada negara maju, mereka cenderung ingin
melindungi dan menguasai teknologi yang mereka punya, sedangkan
bagi negara berkembang mereka memerlukan dan menginginkan
teknologi tersebut.

24
Insan Budi Maulana. Lisensi paten. Citra Aditya Bakti. Bandung : 1996. Hal 38.

19
Perlu diperhatikan pula Paten yang merupakan bagian dari Hak
Kekayaan Intelektual mempunyai sifat yaitu:25
1. Bernilai secara komersial.
2. HKI adalah hak-hak pribadi yang dapat dilisensikan kepada orang
lain.
3. HKI memberikan hak monopoli, yaitu hak untuk mencegah orang
lain mempergunakan haknya tanpa izin.
Hal tersebut dapat mengakibatkan para pelaku usaha maupun
pihak Government dari negara-negara yang mempunyai teknologi dan
mengadakan perjanjian lisensi paten dengan pihak pelaku usaha atau
pemerintah Indonesia dapat melakukan perilaku persaingan tidak sehat
dengan memonopoli teknologi paten tersebut dan mencegah atau
menghambat terjadinya alih teknologi.
Di Indonesia sendiri kita memiliki Undang-Undang Anti
monopoli yaitu Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999. Segala bentuk
perjanjian baik tertulis maupun tidak tertulis yang berindikasi terjadinya
persaingan usaha tidak sehat dilarang dalam Undang-Undang Anti
Monopoli ini. Namun pada Pasal 50 terdapat beberapa jenis perjanjian
yang dikecualikan dari jangkauan Undang-undang ini.
Pasal 50 disebutkan bahwa yang dikecualikan dari ketentuan
Undang-undang ini adalah pada huruf b yaitu perjanjian yang berkaitan
dengan hak atas kekayaan intelektual seperti lisensi, paten, merek
dagang, cipta, desain produk industri, rangkaian elektronik terpadu, dan
rahasia dagang, serta perjanjian yang berkaitan dengan waralaba.
Ketentuan pengecualian pada Pasal 50 hurub b Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1999 ini menurut M Pardede memiliki jangkauan yang
luas. Ketentuan ini selain mencakup perjanjian lisensi yang meliputi
Hak Kekayaan Intelektual yang klasik, juga meliputi perjanjian know-
how elektronik dan perjanjian yang berkaitan dengan waralaba.
Ketentuan pengecualian perjanjian yang berkaitan dengan Hak

25
Tim Lindsey, dkk, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Alumni, Bandung
2011. Hal. 283.

20
Kekayaan Intelektual ini harus dilihat dalam konteks perundang-
undangan HKI dan telah disesuaikan dengan TRIPs. Akan tetapi, dalam
perundang-undangan Hak Kekayaan Intelektual tidak dibahas kaitannya
dengan persaingan usaha.26
Sebagai pedoman dari adanya pengecualian penerapan
ketentuan dalam Pasal 50 huruf b Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999, Komisi Pengawas Persaingan Usaha telah menetapkan Peraturan
Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 2 Tahun 2009 tentang
Pedomn Pengecualian Penerapan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999
tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
terhadap perjanjian yang berkaitan dengan Hak Kekayaan Intelektual.
Agar ketentuan pengecualian tersebut selaras dengan asas dan
tujuan pembentukan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, setiap
orang hendaknya memandang ketentuan pengecualian tersebut tidak
secara harfiah, tetapi hendaknya memandang ketentuan pengecualian
tersebut dalam konteks sebagai berikut:
1. Bahwa perjanjian lisensi HKI tidak secara otomatis melahirkan
praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
2. Bahwa praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang
timbul akibat pelaksanaan perjanjian lisensi adalah kondisi yang
hendak dicegah melalui hukum persaingan usaha.
3. Bahwa untuk memberlakukan hukum persaingan usaha terhadap
pelaksanaan perjanjian lisensi HKI haruslah dibuktikan mengenai:
a. Perjanjian lisensi HKI tersebut telah sesuai dengan persyaratan
yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan HKI.
b. Adanya kondisi yang secara nyata menunjukan terjadinya
praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
4. Bahwa pengecualian dari ketentuan hukum persaingan usaha
terhadap perjanjian lisensi HKI hanya diberlakukan dalam

26
Rachmadi Usman. Hukum Persaingan Usaha di Indonesia. Sinar grafika. Jakarta :
2013. Hal 123.

21
perjanjian lisensi HKI yang bersangkutan tidak menampakkan
secara jelas sifat anti persaingan usaha.27
Dalam konteks tersebut, langkah-langkah yang dilakukan untuk
menganalisa apakah suatu perjanjian lisensi merupakan pengecualian
yang dikecualikan adalah sebagai berikut:28
Pertama, sebelum diperiksa lebih lanjut perlu diperjelas mengenai
hal yang akan dianalisa mengenai kemungkinan penerapan
pengecualian Pasal 50 huruf b Undang-undang Nomor 5 Tahun
1999. Apabila yang menjadi masalah itu mengenai penolakan
untuk memberikan lisensi dan bukan lisensi itu sendiri sehingga
perlu dianalisa HKI yang dimintakan lisensinya dapat
dikategorikan merupakan prasarana yang sangat penting (essential
facilities). Apabila tidak termasuk kategori essential facilities,
maka pengecualian dapat diberikan. Sebaliknya, apabila termasuk
essential facilities maka tidak dapat diberikan pengecualian
sehingga ditindaklanjuti mengenai kemungkinan pelanggaran
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.
Kedua, hal yang perlu diperiksa mengenai hal perjanjian yang
menjadi pokok permasalahan, yaitu perjanjian lisensi HKI. Apabila
perjanjian tersebut bukan perjanjian lisensi HKI maka pengecualian
tidak berlaku.
Ketiga, perlu diperiksa apakah perjanjian lisensi HKI tersebut telah
memenuhi persyaratan menurut undang-undang, yaitu berupa
pencatatan di Direktorat Jenderal HKI. Apaila perjanjian lisensi
HKI tersebut belum dicatatkan maka, pengecualian tidak berlaku.
Keempat, perlu diperiksa apakah dalam perjanjian lisensi HKI
tersebut terdapat klausul-klausul yang secara jelas mengandung
sifat anti persaingan. Apabila indikasi yang jelas tidak ditemukan
maka terhadap perjanjian lisensi HKI tersebut berlaku pengecualian
dari ketentuan-ketentuan hukum persaingan usaha.

27
Ibid. Hal 132.
28
Ibid. Hal 133.

22
Dalam Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 2
Taun 2009 ini, perjanjian lisensi Hak Kekayaan Intelektual yang
dipandang mengandung unsur kesepakatan eksklusif yang berkaitan
dengan sifat anti persaingan, maka perlu diperhatikan klausul-klausul
berikut ini:
1. Penghimpunan Lisensi (pooling licensing) dan lisensi silang (cross
licensing).
2. Pengikatan Produk (tying arrangement).
3. Pembatasan dalam bahan baku.
4. Pembatasan dalam produksi dan penjualan.
5. Pembatasan dalam harga penjualan dan harga jual kembali.
6. Lisensi kembali (grant back).29
Hal yang penting diperhatikan adalah bahwa adanya satu atau
lebih dari satu unsur di atas di dalam suatu perjanjian lisensi HKI
tidaklah menunjukan bahwa perjanjian lisensi HKI tersebut secara serta
merta memiliki sifat anti persaingan. Hal ini tentunya harus ada kondisi
yang diperiksa dari masing-masing klausul untuk menentukan bahwa
klausul tersebut mengandung sifat anti persaingan.
A.3. Hambatan Alih Teknologi melalui Lisensi Paten
Kewajiban pencatatan perjanjian lisensi yang diamanatkan
dalam Undang-Undang Paten dimaksudkan untuk agar Pemerintah
dapat mengawasi setiap isi dalam perjanjian lisensi yang mungkin
terdapat klausul klausul yang dapat merugikan perekonomian negara
dan menghabat atau mencegah terjadinya proses alih teknologi.
Pemberian Kembali (Grant Back)
Dalam perjanjian lisensi paten terkadang pemilik paten atau
pemberi lisensi memberlakukan ketentuan-ketentuan Grant Back.
Ketentuan ini bertujuan untuk memberikan kepada pemberi lisensi atau
pemilik paten sebagian atau semua hak atas setiap perbaikan atau
pengembangan terhadap penemuan yang dipatenkan oleh penerima
lisensi atas produk-produk atau proses-proses dari paten yang

29
Ibid. Hal 135.

23
dilisensikan.30 Ketentuan-ketentuan seperti itu jelas memberikan kepada
pemilik paten atau pemberi lisensi sejumlah hak terhadap penemuan-
penemuan dari penerima lisensi sehingga dapat memperluas monopoli
pemberi lisensi.
Dalam MEE (Masyarakat Ekonomi Eropa), Reg. No. 2349/84
mencantumkan ketentuan grant back pada daftar putih atau dibolehkan
(white list) jika ketentuan-ketentuan tersebut bersifat timbal balik dan
non-eksklusif. Tetapi, jika penerima lisensi diwajibkan untuk
menyerahkan kepada pemberi lisensi seluruh atau sebagian hak atas
paten yang merupakan peningkatan atau pengembangan dan aplikasi
baru dari paten yang dilisensikan, maka hal ini akan dikategorikan
dalam klausula daftar hitam atau klausula yang dilarang.31
Pembatasan yang pada prinsipnya dianggap tidak dapat
dimasukkan dalam praktek perdagangan yang tidak jujur, yaitu yang
dikenal sebagai klausila putih (white clause) diantaranya yaitu:32
1. Secara terpisah memberikan lisensi untuk membuat, menggunakan,
menjual dan lain-lain.
2. Memberikan lisensi untuk jangka waktu terbatas dalam masa
berlaku hak paten.
3. Memberikan lisensi untuk daerah terbatas dalam seluruh daerah
yang dilindungi hak paten.
4. Membatasi pemanfaatan hak-hak paten pada bidang teknologi
tertentu saja.
5. Mensyaratkan produksi minimun atau volume penjualan minimum
atas barang-barang dipatenkan, atau penggunaan minimum dari
proses yang dipatenkan.
6. Mewajibkan memberitahu pemberi lisensi pengetahuan atau
pengalaman yang baru yang didapat oleh penerima lisensi
mengenai paten yang dilisensikan, atau untuk memberikan pemberi
lisensi suatu lisensi non eksklusif yang berkenaan dengan
30
Insan Budi Maulana, op. cit. Hal. 39
31
Insan Budi Maulana, loc. cit.
32
Ibid. Hal. 58.

24
penemuan yang diperbaiki, dikembangkan atau diterapkan, dan
lain-lain oleh penerima lisensi, apabila pemberi lisensi
menanggung kewajiban yang sama dan substansi kewajiban kedua
belah pihak sehubungan dengan pemberitahuan pihak lain tau
pemberian lisensi non eksklusif yang kesemunya itu dilakukan
secara seimbang.
7. Mewajibkan penerima lisensi mempertahankan standard mutu
tertentu terhadap barang-barang, bahan baku, komponen, dan lain-
lain yang dipatenkan, sejauh kewajiban tersebut terbatas pada yang
diperlukan untuk menjamin keefektivan paten yang dilisensikan
(keadaan ini berlaku apabila pemberi lisensi secara khusus
memberikan jaminan kepada penerim lisensi akan efektivitas paten
yang dilisensikan), atau untuk mempertahankan nama baik
(goodwill) dari merek dagang, dan lain-lain (keadaan ini hanya
berlaku bila pemberi lisensi memberikan lisensi atas merek dagang
dan lain-lain kepada penerima lisensi, yang untuk selanjutnya
dilakukan secara sama dan seimbang).
8. Mengharuskan penerima lisensi membeli bahan baku, komponen
dan lain-lain dari pemberi lisensi atau orang-orang yang ditunjuk
oleh pemberi lisensi, sejauh pembatasan-pembatasan lain tidak
cukup untuk menjamin keefektivan paten yang dilisensikan atau
untuk mempertahankan nama baik dari merek dagang dan lain-lain,
dengan syarat bahwa kewajiban itu terbatas pada hal yang sangat
diperlukan untuk menjada standard.
9. Membatasi mengekspor barang-barang yang dipatenkan ke daerah
yang termasuk salah satu kategari dari berikut ini:
a. Pemberi lisensi telah mendaftarkan hak patennya atas barang-
barang yang dipatenkan di daerah tersebut.
b. Pemberi lisensi telah melaksanakan aktivitas pemasaran secara
bersinambungan atas barang yang telah dipatenkan.
c. Pemberi lisensi telah menyerahkan daerah tersebut sebagai
wilayah penjualan eksklusif kepada pihak ketiga.

25
10. Membatasi harga ekspor atau volume ekspor, atau mewajibkan
melakukan ekspor melalui pemberi lisensi ata orang yang ditunjuk
oleh pemberi lisensi, dg syarat pembatasan tersebut dibatasi sampai
batas-batas tertentu saja.
11. Menggunakan volume produksi atau volume penjualan atau harga
produk jadi sebagai royalti sejauh paten yang dilisensikan
digunakan untuk menghasilkan produk jadi atau berkaitan dengan
komponen paten yang dilisensikan.
12. Menerima lisensi lebih dari dua paten yang menjadi satu paket,
sejauh hal tersebut diperlukan.
13. Mencantumkan bahwa royalti akan terus dikenakan setelah
berakhir masa hak paten, sejauh hall tersebut adalah adalah
pembayaran angsuran royalti yang ditunda waktunya.
14. Mencantumkan mengakhiri perjanjian lisensi jika penerima lisensi
mempertanyakan kesahihan paten yang dilisensikan.
Adapun pembatasan-pembatasan yang mungkin dapat
digolongkan sebagai klausula kelabu (gray clause), misalnya:33
1. Mengharuskan tidak untuk menangani barang barang yang dapat
disubtitusikan atau barang-barang yang sama yang bersaing dengan
barang-barang yang dipatenkan, atau untuk menggunakan
teknologi subtitusi yang bersaing dengan teknologi paten yang
dilisensikan selama jangka waktu perjanjian lisensi.
- Pembatasan ini dapat dianggap menjadi praktek dagang tidak
jujur dalam kasus dimana perusahaan saingan dibuat sehingga
kehilangan konsumen yang penting atau kesempatan bisnis
degan mereka, atau penerima lisensi kehilangan kebebasan
memilih barang atau teknologi, sehingga dapat mengakbatkan
berkurangnya persaingan di pasar yang bersangkutan.
2. Mengharuskan untuk menjual barang-barang yang dipatenkan
melalui pemberi lisensi atau orang yang ditunjuk , atau tidak
menjual kepada orang yang ditunjuk.

33
Ibid. Hal. 61.

26
- Pembatasan ini dapat dimasukkan kelompok praktek dagang
yang tidak jujur dalam kasus-kasus dimana penerima lisensi
tidak lagi memiliki sarana persaingan yang penting, yaitu
kebebasan untu memilih saluran penjualan, dan dengan
demikian hal ini dapat menyebabkan berkurangnya persaingan.
3. Mengharuskan memberitahukan pengetahuan atau pengalaman
baru yang diperoleh, atau untuk memberikan lisensi non-eksklusif
mengenai penemuan yang diperbaiki, dikembangkan, digunakan
oleh penerima lisensi.
4. Dan klausul-klausul yang terdapat pada white clause namun dapat
menyebabkan terjadinya praktek dagang yang tidak jujur,
memonopoli pasar dan menghalangi penerima lisensi dalam
mendapatkan hak alih teknologi.
Selanjutnya hal-hal yang dapat dianggap dalam klausula hitam
(black clause) diantaranya yaitu:34
1. Mengharuskan penerima lisensi untuk tidak menangani barang-
barang yang bersaing, atau menggunakan teknologi bersaing
setelah berakhirnya masa perjanjian lisensi.
2. Membatasi penggunaan teknologi yang dilisensikan meskipun
masa hak paten telah berakhir, atau mengharuskan penerima lisensi
membayar royalti untuk penggunaan setelah berakhirnya masa hak
paten.
3. Membatasi kegiatan penilitian dan pengembangan oleh penerima
lisensi sendiri atau penelitian dan pengembangan bersama dengan
pihak ketiga mengenai paten yang dilisensikan atau teknologi
bersaingnya.
4. Mengharuskan penerima lisensi untuk menyerahkan kepada
pemberi lisensi hak atas temuan yang telah diperbaiki,
dikembangkan atau dipakai; untuk memberikan lisensi eksklusif.
B. Alih Teknologi dalam Kontrak Lisensi SAP
B.1. Jenis Perjanjian Lisensi SAP

34
Ibid. Hal. 67

27
Perjanjian Lisensi software SAP termasuk perjanjian lisensi non
eksklusif. Adapun yang dimaksud perjanjian non eksklusif adalah
perjanjian yang mana pemilik hak Paten berhak untuk melakukan
sendiri hak patennya atau melisensikannya kepada pihak lain yang
mana boleh dilakukan kepada lebih dari satu pihak.
Jenis perjanjia lisensi non eksklusif disebutkan dengan jelas
dalam point 2.1.1 (lihat lampiran) yaitu Tunduk pada kepatuhan
Penerima Lisensi dengan semua persyaratan dan ketentuan perjanjian
ini, SAP memberikan kepada penerima lisensi sebuah lisensi yang non-
eksklusif, yang terus-menerus (kecuali untuk lisensi berbasis
langganan) untuk mempergunakan perangkat lunak, dokumentasi, dan
material SAP lainnya di lokasi (-lokasi) tertentu dalam wilayah untuk
menjalankan usaha operasi internal Penerima Lisensi dan Afilisinya
(termasuk cadangan pelanggan dan pemulihan bencana pasif) dan untuk
memberikan pelatihan internal dan pengujian untuk operasi usaha
internal tersebut dan sebagaimana lebih lanjut diatur dalam formulir
pemesanan perangkat lunak, kecuali diakhiri sesuai dengan Pasal 5
dalam perjanjian ini......
B.2. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Kontrak Lisensi SAP
Kewajiban pemberi lisensi meliputi:
a. memberikan segala macam informasi yang berhubungan dengan
hak paten yang dilisensikan, yang diperlukan oleh penerima lisensi
untuk melaksanakan lisensi yang diberikan tersebut,
b. Memberikan bantuan pada penerima lisensi cara pemanfaatan dan
atau penggunaan hak paten yang dilisensikan tersebut.
Hak Pemberi Lisensi, meliputi:
a. memperoleh pengawasan jalannya pelaksanaan dan penggunaan
atau pemanfaatan lisensi oleh penerima lisensi,
b. memperoleh laporan-laporan secara berkala atas jalannya kegiatan
usaha penerima lisensi yang mempergunakan hak paten yang
dilisensikan,

28
c. melaksanakan inspeksi pada daerah kerja penerima lisensi lisensi
guna memastikan bahwa hak paten yang dilisensikan telah
dilaksanakan sebagai mestinya sesuai dengan perjanjian,
d. mewajibkan penerima lisensi dalam hal tertentu, untuk membeli
barang-barang lainnya dari pemberi lisensi,
e. mewajibkan penerima lisensi untuk menjaga kerahasiaan hak paten
yang dilisensikan,
f. mewajibkan agar penerima lisensi tidak melakukan keguatan yang
sejenis, serupa ataupun yang secara langsung maupun tidak
langsung dapat menimbulkan persaingan tidak sehat dengan
kegiatan usaha yang mempergunakan hak paten yang dilisensikan,
g. menerima pembayaran royalti dalam bentuk, jenis dan jumlah yang
dianggap layak olehnya,
h. atas pengakhiran lisensi, meminta kepada penerima lisensi untuk
mengembalikan seluruh data, informasi maupun keterangan yang
diperoleh penerima lisensi selama masa pelaksanaan lisensi,
i. atas pengakhiran lisensi, melarang penerima lisensi untuk
memanfaatkan lebih lanjut seluruh data, informasi maupun
keterangan yang diperoleh penerima lisensi selama masa
pelaksanaan lisensi,
j. atas pengakiran lisensi, melarang penerima lisensi untuk tatap
melakukan kegiatan yang sejenis, serupa ataupun yang langsung
maupun tidak langsung dapat menimbulkan persaingan dengan
mempergunakan hak paten yang dilisensikan,
k. pemberi lisensi tidak menghapuskan hak pemberi lisensi untuk
tetap memanfaatkan , menggunakan atau melaksanakan sendiri hak
paten yang dilisensikan tersebut.
Kewajiban Penerima Lisensi Paten adalah:
a. melaksanakan seluruh instruksi yang diberikan oleh pemberi lisensi
paten guna melaksanakan hak paten yang dilisensikan,
b. memberikan keleluasaan bagi pemberi lisensi untuk melakukan
pengawasan maupun inspeksi berkala maupun secara tiba-tiba guna

29
memastikan bahwa penerima lisensi telah melaksanakan hak paten
yang dilisensikan dengan baik,
c. memberikan laporan-laporan baik secara berkala maupun atas
permintaan khusus dari pemberi lisensi,
d. menjaga kerahasiaan atas hak paten yang dilisensikan, baik selama
maupun setelah berakhirnya masa pemberian lisensi paten,
e. melaporkan segala pelanggaran hak paten yang ditemukan dalam
praktek,
f. tidak memanfaatkan hak paten yang dilisensikan selain untuk
tujuan melaksanakan lisensi paten yang diberikan,
g. melakukan pendaftaran lisensi bagi kepentingan pemberi lisensi
dan jalannya pemberian lisensi tersebut,
h. tidak melakukan kegiatan yang sejenis, serupa, ataupun yang secara
langsung maupun tidak langsung dapat menimbulkan persaingan
dengan kegiatan usaha yang mempergunakan hak paten yang
dilisensikan,
i. melakukan pembayaran royalti dalam bentuk jenis dan jumlah yang
telah disepakati secara bersama,
j. atas pengakiran lisensi tidak memanfaatkan lebih lanjut seluruh
data informasi maupun keterangan yang diperoleh oleh penerima
lisensi paten selama masa pelaksanaan lisensi.
Hak Penerima Lisensi.
a. Memperolah segala macam informasi yang berhubungan dengan
hak paten yang dilisensikan, yang diperlukan olehnya untuk
melaksanakan lisensi yang diberikan,
b. memperoleh bantuan dari pemberi lisensi atas segala macam cara
pemanfaatan dan atau penggunaan hak paten yang dilisensikan.
B.3. Klausula-Klausula yang Dilarang dalam Kontrak Lisensi SAP
Telah disebutkan sebelumnya di atas bahwa alih teknologi
merupakan perhatian penting berbagai negara terutama negara
berkembang. Bahwa alih teknologi kepada negara negara berkembang
itu harus didukung dan tidak dihalang-halangi. Namun beberapa klausul

30
yang dapat menghambat terjadinya proses terhambatnya alih teknologi
sering terdapat dalam kontrak perjanjian lisensi misalnya yang terjadi
pada perjanjian lisensi SAP ini.
Adapun dalam perjanjian lisensi SAP ini pihak penerima lisensi
tidak diperkenankan mengembangkan paten yang dilisensikan dan
terdapat klausul pembatasan alih teknologi yaitu:
- point 6.1 (lihat lampiran)
Material SAP, dan semua Hak Milik Intelektual yang terkandung
di dalamnya akan menjadi milik tunggal dan eksklusif dari SAP,
SAP AG (perusahaan induk SAP) atau pemberi lisensinya, tunduk
kepada hak apapun secara tegas diberikan kepada Penerima Lisensi
dalam Pasal 2 dan 6.3 di sini. Kecuali hak-hak yang ditetapkan
dalam Pasal 6.3 di sini, Penerima Lisensi tidak diperkenankan
untuk mengubah atau membuat kerja turunan dari Perangkat
Lunak. Setiap pekerjaan yang tidak sah tersebut yang
dikembangkan oleh penerima Lisensi, dan semua Hak Milik
Intelektual yang terkandung di dalamnya, akan menjadi milik
tunggal dan eksklusif dari SAP atau SAP AG.
Hal ini merupakan klausul Grant Back Black Area yang sangat
jelas tidak mendukung, menghambat terjadinya proses alih
teknologi, karena pihak penerima lisensi tidak diperkenankan
mengembangkan teknologi yang dilisensikan bahkan tindakan
tersebut berdasarkan perjanjian SAP disebut tindakan tidak sah
yang hasil kerja pengembangan itu bila dilakukan akan otomatis
segala Hak Milik Intelektual yang terkandung di dalamnya menjadi
milik tunggal dan eksklusif pemberi lisensi.
- Point 6.2 (lihat lampiran)
Penerima Lisensi tidak boleh menyalin, menerjemahkan,
membongkar, atau mendekompilasi, maupun menciptakan atau
mencoba untuk menciptakan kode sumber dari kode obyek
Perangkat Lunak dalam cara apapun. Rakayasa ulang Perangkat
lunak dan Material SAP lainnya dilarang. Penerima Lisensi

31
diijinkan untuk membuat cadangan data sesuai dengan praktek
teknologi informasi yang baik dan untuk tujuan ini membuat
salinan rekam cadang perangkat lunak yang diperlukan. Salinan
Rekam Cadang pada cakram yang dapat diangkut atau media data
lainnya harus ditandai sebagai salinan Rekam Cadang dan
menanggung hak cipta yang sama dan pemberitahuan kepenulisan
sebagai cakram asli atau data media lainnya. Penerima lisensi tidak
boleh mengubah atau menghapus hak cipta dan pemberitahuan
kepenulisan.
Adanya kalimat ..maupun menciptakan atau mencoba menciptakan
kode sumber dari kode obyek Perangkat Lunak dalam cara
apapun... kalimat ini menunjukan bahwa penerima lisensi dalam
perjanjian lisensi ini tidak dapat mengembangkan teknologi yang
didapatkannya. Penerima lisensi disini hanya diberi hak sebagai
pemakai tanpa bisa mengembangkan bahkan mempelajari paten
yang dilisensikan.
- Poin 6.3.1 yaitu:
Dikondisikan pada kepatuhan penerima lisensi terhadap syarat dan
ketentuan perjanjian ini, Penerima Lisensi dapat membuat
Modifikasi dan/atau Add-on atas perangkat lunak sebagai
kelanjutan atas ijin penggunaanya berdasarkan perjanjian ini, dan
akan diijinkan untuk menggunakan modifikasi atau add-on dengan
perangkat lunak sesuai dengan lisensi yang diberikan untuk
perangkat lunak sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 2.1.1 (a)
dalam perjanjian ini. Penerima lisensi harus mematuhi prosedur
pendaftaran SAP sebelum membuat Modifikasi atau Add-on.
Semua modifikasi dan hak yang terkait dengannya akan menjadi
milik eksklusif SAP dan SAP AG. Semua Add-on yang
dikembangkan oleh SAP (secara mandiri atau bersama dengan
penerima lisensi) dan semua hak yang terkait denggannya harus
menjadi milik eksklusif SAP dan SAP AG. Penerima lisensi
sepakat untuk melaksanakan dokumen yang sesuai yang diperlukan

32
untuk mengamankan hak SAP di atas. Semua Add-on yang
dikembangkan oleh atau atas nama penerima lisensi tanpa
partisipasi SAP (Add-on penerima lisensi), dan seluruh hak yang
terkait dengannya, akan menjadi milik eksklusif dari penerima
lisensi dan tunduk pada hak SAP dalam dan terhadap perangkat
lunak; asalkan penerima lisensi tidak mengkomersilkan,
memasarkan, mendistribusikan, melisensikan, mensublisensikan,
mentransfer, mengalihkan atau mengasingkan Add-on Penerima
Lisensi apapun tersebut. SAP tetap memiliki hak untuk secara
bebas mengembangkan secara mandiri Modifikasi atau Add-on atas
Perangkat Lunak, dan penerima Lisensi sepakat untuk tidak
mengambil tindakan apapun yang membatasi SAP dalam
penjualan, pengalihan, pemberian lisensi atau dalam penggunaan
sendiri atas Perangkat Lunak atau Modifikasi Perangkat Lunak atau
Add-on.
- Point 6.3.2 yaitu:
Setiap Modifikasi yang dikembangkan oleh atau atas nama
Penerima Lisensi tanpa partisipasi SAP atau Add-on Penerima
Lisensi wajib untuk tidak (dan tunduk terhadap batasan lain yang
diatur dalam perjanjian ini): membuatnya dapat melewati atau
menghindari batasan apapun yang diatur dalam perjanjian ini
dan/atau memberikan Penerima Lisensi akses terhadap Perangkat
Lunak dimana penerima lisensi tidak dilisensikan secara langsung,
atau mengizinkan ekstraksi data masal dari perangkat lunak ke
perangkat lunak bukan SAP apapun termasuk peggunaan,
penghematan modifikasi atau pemprosesan data lainnya pada
perangkat lunak bukan SAP atau pun merusak, menurunkan atau
mengurangi kinerja atau keamanan perangkat lunak secara tidak
wajar,; atau memberikan atau membuat informasi apapun mengenai
ketentuan lisensi perangkat lunak SAP, Perangkat Lunak, atau
informasi lainnya yang terkait dengan produk SAP.
- Point 6.3.3 yaitu:

33
Penerima Lisensi berjanji, atas nama dirinya sendiri dan
penerusnya serta penerima haknya, untuk tidak memaksakan
terhadap SAP atau perusahaan-perusahaan afiliasinya, atau kepada
penjual kembalinya, distributor, penyalur, mitra dan pelanggan
komersial mereka, hak apapun atas setiap modifikasi yang
dikembangkan oleh atau atas nama Penerima Lisensi tanpa
partisipasi SAP atau Add-on Penerima Lisensi, atau fungsi lain dari
Perangkat Lunak SAP yang diakses oleh Modifikasi yang
dikembangkan oleh atau atas nama Penerima Lisensi tanpa
partisipasi SAP atau Add-on penerima lisensi, atau fungsi lain dari
perangkat lunak SAP yang diakses oleh Modifikasi yang
dikembangkan oleh atas nama Penerima Lisensi tersebut tanpa
partisipasi SAP atau Add-on Penerima Lisensi.
Kesemua point di atas adalah klausula yang menghambat
terjadinya proses alih teknologi dan berindikasi terjadinya persaingan
usaha tidak sehat. Klausul-klausul ini termasuk grant back black area.
Pada prakteknya seharusnya perjanjian lisensi ini tidak
diperkenankan di laksanakan di Indonesia, adanya kewajiban
pendaftaran dan pencatatan perjanjian lisensi berdasarkan amanat
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten yang seharusnya
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah gagal dilaksanakan
karena Peraturan Pemerintah yang dimaksud hingga saat ini belum
tersedia. Sehingga pengawasan terhadap perjanjian lisensi yaang seperti
Perjanjian lisensi SAP yang mengangdung klausul grant back black
clause yang menghambat terjadinya alih teknologi ini dapat di hentikan
oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual.

34
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dalam penulisan makalah ini
yaitu:
1. Alih teknologi dapat dilakukan salah satunya melalui Lisensi Paten yang
di Indonesia diatur secara khusus diantara pada Undang-Undang Nomor
14 Tahun 2001 tentang Paten, dimana pada Pasal 72 daitur ketentuan
bahwa lisensi paten harus didaftarkan dan dicatatkan agar mempunyai
akibat hukum bagi pihak ketiga. Hal lain yang penting yang diatur dalam
Undang-Undang paten mengenai perjanjian lisensi paten ini adalah
bahwa lisensi paten tidak boleh mengandung klausul yang mungkin akan
merugikan perekonomian negara dan menghambat terjadinya alih
teknologi.
Namun pada kenyataannya tidak adanya Peraturan Pemerintah yang
mengatur tentang pencatatan perjanjian lisensi ini seperti yang
diamanatkan oleh Undang-undang Paten menyebabkan tidak
terlaksananya kegiatan pencatatan perjanjian lisensi dimaksud. Sehingga
tidak terdapat pengawasan oleh pemerintah terhadap perjanjian lisensi
yang mungkin di dalamnya terdapat klausul yang mungkin merugikan
perekonomian negara dan menghambat terjadinya alih teknologi.
2. Alih teknologi yang semestinya terjadi pada Perjanjian Lisensi Software
SAP tidak dapat terlaksana karena dalam perjanjian tersebut terdapat
klausul-klausul Grant back blakc clause yang membatasi penerima
lisensi untuk tidak dapat mengembangkan teknologi software yang
dilisensikan, tidak diperkenankan untuk membongkar, mempelajari
taknologi software yang dilisensikan. Adapun diperbolehkan untuk
mengembangkan Add-on sofware yang dilisensikan, namun hasil dari
pengembangan tersebut secara otomatis akan kembali kepada pemberi
lisensi dengan segala hak kekayaan intelektual yang terdapat di dalamnya

35
menjadi milik tunggal dan eksklusif dari pemilik lisensi/pemberi lisensi.
Pihak penerima lisensi meskipun mengembangkan hal tersebut dengan
kemampuan dan modal sendiri, hanya dapat mempergunakan
pengembangan paten tersebut tetapi tidak dapat didistribusikan,
dipasarkan, dialihkan, dikomersilkan, dilisensikan, atau disublisensikan
kepada pihak lain.
B. Saran
Adapun saran yang penulis berikan adalah:
1. Indonesia sebagai negara berkembang yang sangat membutuhkan
teknologi salah satunya dengan cara alih teknologi melalui lisensi paten
sangat memerlukan dengan segera Peraturan Pemerintah mengenai
pencatatan lisensi seperti yang diamanatkan oleh Undang-Undang Paten,
hal tersebut penting karena agar dapat mengawasi perjanjian lisensi yang
dilakukan dengan pihak Indonesia dan dalam wilayah hukum Indonesia
yang di dalamnya mungkin terdapat klausul yang merugikan
perekonomian negara dan menghambat terjadinya alih teknologi seperti
yang terdapat dalam Perjanjian Lisensi SAP.

36

Anda mungkin juga menyukai