Anda di halaman 1dari 27

BAB II

PEMAHAMAN UMUM DAN KHUSUS TERDAHAP


KLINIK GIZI
Pada bab ini terdiri dari tinjauan teori klinik, tinjauan teori gizi, dan
pemahaman terhadap proyek sejenis. Pada tinjauan teori klinik terdapat uraian
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan klinik termasuk peraturan dari menteri
kesehatan. Tinjauan teori gizi berisi tentang pemahaman gizi, sejarah gizi, ruang
lingkup serta hal lainnya yang berkaitan langsung dengan kondisi gizi. Pemahaman
terhadap proyek sejenis memuat bangunan dengan fungsi yang mirip atau sama
dengan judul Seminar Tugas Akhir.
2.1 Tinjauan Teori Klinik
2.1.1 Pengertian Klinik Gizi
Untuk memberikan gambaran umum mengenai judul Klinik Gizi maka
dapat diuraikan sebagai berikut:
- Klinik adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan yang menyediakan pelayanan medis dasar dan/atau
spesialistik (Permenkes RI, 2014). Sementara pelayanan kesehatan adalah
setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam
suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan (Depkes RI,
2009).
- Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, gizi memiliki arti yaitu zat makanan
pokok yang diperlukan bagi pertumbuhan dan kesehatan badan.
Jadi pengertian dari Klinik Gizi adalah suatu fasilitas pelayanan kesehatan
untuk perseorangan khususnya pada bidang gizi yang akan memelihara dan
meningkatkan kesehatan gizi baik dengan cara praktek dokter atau penyuluhan.
2.1.2 Jenis-jenis Pelayanan Kesehatan
Menurut pendapat Hodgetts dan Casio, jenis pelayanan kesehatan secara
umum dapat dibedakan atas dua, yaitu:
1. Pelayanan Kedokteran
Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok pelayanan kedokteran
(medical services) ditandai dengan cara pengorganisasian yang dapat bersifat
sendiri (solo practice) atau secara bersama-sama dalam satu organisasi. Tujuan
utamanya untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan, serta
sasarannya terutama untuk perseorangan dan keluarga.
2. Pelayanan Kesehatan masyarakat
Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok kesehatan masyarakat
(public health service) ditandai dengan cara pengorganisasian yang umumnya
secara bersama-sama dalam suatu organisasi. Tujuan utamanya untuk memelihara
dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit, serta sasarannya untuk
kelompok dan masyarakat.
Adapun jenis-jenis pelayanan kesehatan terdiri dari : (1989. Direktorat
Rumah Khusus dan Swasta Direktorat Pelayanan Medik Departemen Kesehatan
RI)
a. Rawat Jalan
Adalah pelayanan terhadap pasien yang membutuhkan pewaratan dalam
tingkat perawatan biasa (tidak intensif). Sifat pelayanan dapat bersifat rutin, secara
berkala atau berkunjung sekali tergantung dari berat ringannya penyakit yang
diderita si pasien.
b. Rawat Inap
Merupakan perawatan pasien yang membutuhkan perawatan intensif dan
perhatian khusus dari tenaga medik dan paramedic melalui pemeriksaan setiap saat
untuk dapat deteksi perkembangannya.
c. Pelayanan Gawat Darurat
Merupakan pelayanan terhadap pasien yang membutuhkan perawatan
khusus, yang bersifat pertolongan pertama untuk mencegah hal-hal yang tidak
diinginkan. Perawatan ini tidak bisa ditunda-tunda karena berkaitan dengan hidup
matinya pasien.
2.1.3 Jenis-jenis Klinik
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 9 Tahun 2014 tentang
Klinik, klinik dibagi menjadi 2 jenis berdasarkan jenis pelayanan, yaitu:
a. Klinik pratama
Merupakan klinik yang menyelenggarakan pelayanan medik dasar baik
umum maupun khusus.
b. Klinik utama
Merupakan klinik yang menyelenggarakan pelayanan medik spesialistik
atau pelayanan medik dasar dan spesialistik.
Berdasarkan kepemilikkan, klinik dapat dibagi menjadi tiga antara lain:
a. Klinik pemerintah
Merupakan klinik yang dimiliki oleh pemerintah dan pemerintah daerah
yang harus didirikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. Klinik pemerintah daerah
Klinik yang dimiliki oleh masyarakat yang menyelenggarakan rawat jalan
yang dapat didirikan oleh perorangan atau badan usaha.
c. Klinik masyarakat
Klinik yang dimiliki oleh masyarakat yang menyelenggarakan rawat inap dan
harus didirikan oleh badan hukum.
2.1.4 Kebijakan Pemerintah Tentang Klinik Swasta
Pemerintah memiliki kebijakan tersendiri di dalam mengembangkan klinik
swasta sebagai bagian pelayanan kesehatan yang ada. Adapun kebijakan
pemerintah tentang klinik swasta adalah (1986, Menteri Kesehatan RI):
a. Seluruh pelayanan kesehatan klinik swasta merupakan bagian integral dari
jaringan pelayanan medik yang diselenggarakan oleh perorangan, kelompok
atau yayasan yang meliputi terutama upaya penyembuhan (kuratif) dan
pemulihan (rehabilitatif).
b. Upaya pelayanan kesehatan swasta di bidang medik diselenggarakan
berdasarkan tujuan dan fungsi sosial dengan mempertimbangkan prinsip-
prinsip kelayakan.
c. Upaya pelayanan kesehatan swasta di bidang medik diselenggarakan
berdasarkan tujuan dan fungsi sosial dengan memberikan pertolongan pertama
kepada penderita gawat darurat dengan tanpa memungut uang muka terlebih
dahulu.
d. Upaya pelayanan kesehatan swasta di bidang medik wajib membantu program
pemerintah di bidang pelayanan kesehatan kepada masyarakat, program
kependudukan, dan keluarga berencana.
2.1.5 Tata Ruang Klinik
Adapun persyaratan minimal terhadap tata ruang klinik yang telah
tercantum adalah (Permenkes RI No. 920/MENKES/PER/XII/1986, Departemen
Kesehatan RI) antara lain:
a. Ruang periksa mempunyai luas minimal 2 x 3 meter.
b. Setiap bangunan pelayanan minimal mempunyai 1 ruang periksa, 1 ruang
administrasi, 1 ruang tunggu dan 1 kamar mandi/wc.
c. Minimal memiliki 10 tempat tidur dilengkapi masing-masing dengan kamar
mandi/wc.
d. Memiliki spoel hoek (ruang pencucian alat medis dan tempat sterilisasi).
e. Semua ruang memiliki syarat kebersihan, ventilasi yang baik dan
penerangan/pencahayaan yang cukup.
2.1.6 Standar Lahan Klinik
Lahan yang digunakan untuk kepentingan klinik harus mendukung
kelancaran proses pelayanan kesehatan itu sendiri. Lokasi pendirian klinik itu
sendiri harus sesuai dengan tata ruang daerah masing-masing. Dalam hal ini,
pemerintah daerah kabupaten/kota memiliki wewenang untuk mengatur persebaran
klinik yang diselenggarakan bagi masyarakat di wilayahnya. (Permenkes Nomor 28
tahun 2011)
2.1.7 Standar Bangunan Klinik
Berdasarkan Permenkes No. 28 tahun 2011 tentang Klinik, bangunan klinik
yang akan digunakan harus diselenggarakan pada bangunan yang permanen dan
tidak bergabung atau menjadi satu tempat dengan tempat tinggal atau unit kerja
lainnya. Bangunan klinik juga harus memenuhi persyaratan mengenai lingkungan
sehat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bangunan klinik harus memperhatikan fungsi, keamanan, kenyamanan dan
kemudahan dalam pemberian pelayanan serta perlindungan dan keselamatan bagi
semua orang terutama pada penyandang cacat, anak-anak, dan orang usia lanjut.
Kemudian, untuk tata bangunan klinik sendiri yang meliputi Koefisien Dasar
Bangunan, Koefisien Luas Bangunan, tinggi bangunan, batas garis sempadan
bangunan, batas garis sempadan jalan mengacu pada Peraturan Daerah yang
ditetapkan sesuai dengan wilayah klinik tersebut akan direncanakan.
2.1.8 Tenaga Gizi
Tenaga Gizi adalah setiap orang yang telah lulus pendidikan di bidang gizi
sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan. Berikut merupakan kualifikasi
tenaga gizi berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 26 Tahun 2013
tentang Penyelenggaraan Pekerjaan dan Praktik Tenaga Gizi, antara lain:
1. Kualifikasi Tenaga Gizi
Berdasarkan pendidikannya, Tenaga Gizi dikualifikasikan sebagai berikut:
a. Tenaga Gizi lulusan Diploma Tiga Gizi sebagai Ahli Madya Gizi.
Tenaga gizi ahli madya gizi yang dimaksud harus telah lulus uji kompetensi
dan teregistrasi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan merupakan
Tenaga Gizi Technical Registered Dietisien.
b. Tenaga Gizi lulusan Diploma Empat Gizi sebagai Sarjana Terapan Gizi.
Tenaga gizi sarjana terapan gizi yang dimaksud harus telah lulus uji
kompetensi dan teregistrasi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
merupakan Tenaga Gizi Nutrisionis Registered. Tenaga gizi sarjana terapan gizi
juga telah mengikuti pendidikan profesi dan telah lulus uji kompetensi serta
teregistrasi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan merupakan Tenaga
Gizi Registered Dietisien.
c. Tenaga Gizi lulusan Sarjana sebagai Sarjana Gizi.
Tenaga gizi sarjana gizi yang dimaksud harus telah lulus uji kompetensi dan
teregistrasi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan merupakan Tenaga
Gizi Nutrisionis Registered. Tenaga gizi sarjana gizi juga telah mengikuti
pendidikan profesi dan telah lulus uji kompetensi serta teregistrasi sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan merupakan Tenaga Gizi Registered Dietisien.
d. Tenaga Gizi lulusan pendidikan profesi sebagai Registered Dietisien.
Apabila dalam suatu fasilitas pelayanan kesehatan tidak terdapat Tenaga
Gizi Registered Dietisien, maka Tenaga Gizi Technical Registered Dietisien dan
Nutrisions Registered dapat melakukan pelayanan gizi secara mandiri.
Tenaga gizi yang memiliki SIKTGz dapat melakukan Pelayanan Gizi di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan berupa:
1. Puskesmas;
2. Klinik;
3. Rumah sakit;
4. Fasilitas Pelayanan Kesehatan lainnya; dan
5. Tenaga Gizi yang memiliki SIPTGz dapat melakukan praktik Pelayanan Gizi
secara mandiri.
2. Wewenang Tenaga Gizi
Tenaga Gizi dalam melaksanakan Pelayanan Gizi di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan, mempunyai kewenangan sebagai berikut:
a. Memberikan pelayanan konseling, edukasi gizi, dan dietetik;
b. Pengkajian gizi, diagnosis gizi, dan intervensi gizi meliputi perencanaan,
preskripsi diet, implementasi, konseling dan edukasi serta fortifikasi dan
suplementasi zat gizi mikro dan makro, pemantauan dan evaluasi gizi, merujuk
kasus gizi, dan dokumentasi pelayanan gizi;
c. Pendidikan, pelatihan, penelitian dan pengembangan pelayanan gizi; dan
d. Melaksanakan penyelenggaraan makanan untuk orang banyak atau kelompok
orang dalam jumlah besar.
Tenaga Gizi Technical Registered Dietisien dalam melaksanakan
kewenangan hanya terbatas pada pemberian Pelayanan Gizi untuk orang sehat dan
dalam kondisi tertentu yaitu ibu hamil, ibu menyusui, bayi, anak, dewasa, dan lanjut
usia serta pemberian pelayanan gizi untuk orang sakit tanpa komplikasi.
Tenaga Gizi Registered Dietisien dalam melaksanakan pelayananan gizi
juga memiliki kewenangan yang meliputi:
1. Penerimaan klien/pasien secara langsung atau menerima preskripsi diet dari
dokter;
2. Menangani kasus komplikasi dan non komplikasi;
3. Memberi masukan kepada dokter yang merujuk bila preskripsi diet tidak sesuai
dengan kondisi klien/pasien; dan
4. Merujuk pasien dengan kasus sulit/critical ill dalam hal preskripsi diet ke dokter
spesialis yang berkompeten.
3. Hak Tenaga Gizi
Dalam melaksanakan Pelayanan Gizi, Tenaga Gizi mempunyai hak:
a. Memperoleh perlindungan hukum selama menjalankan pekerjaannya sesuai
standar profesi Tenaga Gizi;
b. Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien/klien atau
keluarganya;
c. Melaksanakan pekerjaan sesuai dengan kompetensi;
d. Menerima imbalan jasa profesi; dan
e. Memperoleh jaminan perlindungan terhadap risiko kerja yang berkaitan dengan
tugasnya sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.
4. Kewajiban Tenaga Gizi
Dalam melaksanakan Pelayanan Gizi, Tenaga Gizi mempunyai kewajiban:
a. Menghormati hak pasien/klien;
b. Memberikan informasi tentang masalah gizi pasien/klien dan pelayanan yang
dibutuhkan dalam lingkup tindakan Pelayanan Gizi;
c. Merujuk kasus yang bukan kewenangannya atau tidak dapat ditangani;
d. Menyimpan rahasia pasien/klien sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan; dan
e. Mematuhi standar profesi, standar pelayanan, dan standar operasional prosedur.
2.1.9 Peralatan Praktik Tenaga Gizi
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 26 Tahun 2013 tentang
Penyelenggaraan Pekerjaan dan Praktik Tenaga Gizi juga dijelaskan mengenai
daftar peralatan praktik tenaga gizi, yaitu:
1. Food model
Food models (replica makanan) adalah contoh bahan makanan yang dibutat
sedemikian rupa sehingga menyerupai bahan makanan/makanan aslinya. Seiring
dengan perkembangan zaman, kini makin banyak terdapat kegiatan penelitian dan
pengembangan yang dilakukan puslitbang gizi yang berdampak pada penggunaan
food models tersebut. Food models tidak hanya digunakan sebagai media dalam
penyuluhan gizi, namun juga digunakan oleh petugas gizi di lapangan saat
melakukan kunjungan rumah (sosialisasi). Petugas gizi dilapangan akan lebih
mudah memprediksi besarnya konsumsi bahan makanan dan memudahkan dalam
melakukan analisa terhadap konsumsi zat gizi serta perhitungan kebutuhan zat gizi
responden.
2. Timbangan berat badan
Terdapat dua jenis timbangan berat badan yaitu timbangan bayi dan
timbangan injak dewasa. Timbangan bayi adalah alat yang digunakan untuk
menimbang bayi dengan kapasitas timbangan tidak kurang dari 10 kilogram.
Sedangkan timbangan injak dewasa adalah alat yang digunakan untuk menimbang
orang dewasa dengan kapasitas sampai dengan 150 kilogram dan mengukur tinggi
badan hingga 190 cm.
3. Skinfold calipper
Skinfold caliper adalah alat yang digunakan oleh tenaga gizi untuk
melakukan pengukuran lemak pada tubuh clien/pasien. Alat tersebut dijepitkan
pada bagian tubuh clien/pasien yang telah ditentukan. Bentuk alat ini seperti
penjepit tetapi di bagian bawah tempat menjepit terdapat angka-angka uang akan
mengukur lemak di lipatan kulit clien/pasien. Pada umumnya, bagian tubuh yang
digunakan antara lain bagian lengan atas (bisep, trisep), bagian punggung, bagian
perut bawah, dada, paha dan betis. (Modul PSG, 2011)
4. Poster gizi seimbang
Poster gizi seimbang merupakan karya seni atau desain grafis yang memuat
komposisi gambar dan huruf di atas kertas berukuran besar (wikipedia). Dalam hal
ini, poster tersebut berisi muatan tentang materi gizi seimbang seperti susunan
makanan seharihari yang mengandung zat-zat gizi dalam jenis dan jumlah yang
sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan memerhatikan prinsip keanekaragaman
atau variasi makanan, aktivitas fisik, kebersihan, dan berat badan ideal.
5. Buku penuntun/pedoman konseling gizi
Menurut kamus bahasa indonesia, buka pedoman adalah buku yang
digunakan sebagai acuan dalam melakukan sesuatu. Sedangkan konseling gizi
adalah serangkaian kegiatan sebagai proses komunikasi dua arah yang dilaksanakan
oleh ahli gizi/dietisien untuk menanamkan dan meningkatkan pengertian, sikap,
dan perilaku pasien dalam mengenali dan mengatasi masalah gizi sehingga pasien
dapat memutuskan apa yang akan dilakukannya (Kementrian Kesehatan, 2013).
Maka buku pedoman konseling gizi merupakan buku yang digunakan sebagai
acuan dalam melakukan proses komunikasi mengenai pengertian, sikap, perilaku
pasien terhadap masalah gizi.
6. Leaflet gizi
Leaflet adalah salah satu bentuk publikasi singkat yang umumnya berbentuk
selebaran yang berisi keterangan atau informasi tentang sebuah perusahaan,
produk, organisasi atau bentuk layanan lainnya yang perlu diketahui oleh khalayak
umum. Leaflet gizi merupakan bentuk publikasi berupa selebaran yang memuat
tentang kesehatan gizi seperti pemahaman terhadap gizi, makanan dengan gizi
seimbang.
7. Lembar diagnosa gizi & riwayat makanan klien
Diagnosis gizi sangat spesifik dan berbeda dengan diagnosis medis.
Diagnosis gizi bersifat sementara sesuai dengan respon pasien. Diagnosis gizi
adalah masalah gizi spesifik yang menjadi tanggung jawab dietisien untuk
menanganinya (Pedoman Proses Asuhan Gizi Terstandar, 2014). Tujuan dari
dilakukannya diagnosa gizi adalah untuk mengidentifikasi adanya problem gizi,
faktor penyebab yang mendasarinya, dan menjelaskan tanda dan gejala yang
melandasi adanya problem gizi.
8. Poster ASI dan MP-ASI
Poster ASI dan MP-ASI merupakan karya seni atau desain grafis yang
memuat komposisi gambar dan huruf di atas kertas berukuran besar (wikipedia).
Dalam hal ini, poster tersebut berisi muatan tentang materi ASI (air susu ibu) dan
MP-ASI (makanan pengganti air susu ibu).
2.1.10 Standarisasi Alat Medis
Terdapat beberapa standarisasi alat medis yang digunakan pada klinik
berdasarkan KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN RI Nomor
118/MENKES/SK/IV/2014 tentang Konpendium Alat Kesehatan, antara lain:
1. Stethoscope Manual
Tujuan Penggunaan:
Memproyeksikan detak jantung dan
suara organ internal lain
Deskripsi/Prinsip Pengoperasian:
Adalah alat mekanis yang digunakan untuk memproyeksikan suara yang
berhubungan dengan jantung, arteri dan vena serta organ internal lainnya
Spesifikasi Alat:
Jenis Paramenter Spesifikasi
Material chest-piece Stainless steel, chromium-plated brass,
anodized aluminium
Dimensi
- Diameter membrane 48 mm (atau sesuai spesifikasi pabrik)
- Diameter bell 36 mm(atau sesuai spesifikasi pabrik)
- Panjang keseluruhan 77 cm (atau sesuai spesifikasi pabrik)
Persyaratan fisik Latex free
2. Timbangan Bayi
Tujuan Penggunaan:
Untuk mengukur berat badan bayi
Deskripsi/Prinsip Pengoperasian:
Adalah alat yang digunakan untuk menimbang bayi dengan kapasitas timbangan
tidak kurang dari 10 kilogram
Spesifikasi Alat:
Jenis Parameter Spesifikasi
Material Kuat, tahan karat
Nampan
- Panjang > 55 cm
- Lebar > 30 cm
- Kedalaman > 10 cm
Kapasitas maksimum Tidak boleh kurang dari 10 kilogram
Toleransi kesalahan Dicantumkan pada alat

3. Timbangan Injak Dewasa


Tujuan Penggunaan:
Untuk mengukur berat badan dewasa
Deskripsi/Prinsip Pengoperasian:
Adalah alat yang digunakan untuk menimbang orang dewasa dengan kapasitas
sampai dengan 150 kilogram dan mengukur tinggi badan hingga 190 cm
Spesifikasi Alat:
Jenis Parameter Spesifikasi
Material Kuat, tahan karat
Kapasitas maksimum 150 kilogram untuk berat badan dan 190 cm
untuk tinggi badan
Toleransi kesalahan Dicantumkan pada alat
4. Tempat Tidur Periksa
Tujuan Penggunaan:
Tempat tidur yang digunakan untuk
pemeriksaan fisik pasien.
Deskripsi/Prinsip Penggunaan:
Adalah alat yang digunakan untuk menempatkan pasien pada saat pemeriksaan.
Spesifikasi Alat:
Jenis Parameter Spesifikasi
Material Stainless steel, matras busa atau berlapis vinyl
anti air
Dimensi
- Panjang +- 190 cm
- Lebar +- 60 cm
- Tinggi +- 80 cm
Toleransi kesalahan Dicantumkan pada alat

2.2 Tinjauan Teori Gizi


Tinjauan mengenai beberapa pengertian yang berkaitan dengan gizi dan
masalah gizi yang menyebabkan kesehata tubuh terganggu.
2.2.1 Pengertian Dalam Gizi
Terdapat beberapa pengertian atau istilah dalam gizi (Moehji, S. 1982. Ilmu
Gizi. Jilid I. Bhatara Karya Pustaka, Jakarta)
a. Ilmu Gizi (Nutrience Science) adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu
tentang makanan dalam hubungannya dengan kesehatan optimal/tubuh.
b. Zat gizi (Nutrients) adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk
melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara
jaringan serta mengatur proses-proses kehidupan.
c. Gizi (Nutrition) adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang
dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,
penyimpanan, metabolism dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk
mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ,
serta menghasilkan energi.
d. Pangan adalah istilah umum untuk semua bahan yang dapat dijadikan sebagai
makanan.
e. Makanan adalah bahan selain obat yang mengandung zat-zat gizi dan atau
unsur-unsur/ikatan kimia yang dapat diubah menjadi zat gizi oleh tubuh, yang
berguna bila dimasukkan ke dalam tubuh.
f. Bahan makanan adalah makanan dalam keadaan mentah.
g. Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat-zat gizi.
2.2.2 Ruang Lingkup Ilmu Gizi
Ruang lingkup ilmu gizi cukup luas, dimulai dari cara produksi pangan,
perubahan pasca panen (penyediaan pangan, distribusi dan pengolahan pangan,
konsumsi makanan serta cara pemanfaatan makanan oleh tubuh yang sehat dan
sakit). Ilmu gizi berkaitan dengan ilmu agronomi, peternakan, ilmu pangan,
mikrobiologi, biokimia, faal, biologi molekular dan kedokteran. Informasi gizi
yang diberikan pada masyarakat, yang meliputi gizi individu, keluarga dan
masyarakat; gizi institusi dan gizi olahraga (Moehji, S. 1982. Ilmu Gizi. Jilid I.
Bhatara Karya Pustaka, Jakarta). Perkembangan gizi klinis:
1. Anamnesis dan pengkajian status nutrisi pasien.
2. Pemeriksaan fisik yang berkaitan dengan defisiensi zat besi.
3. Pemeriksaan antropometris dan tindak lanjut terhadap gangguannya.
4. Pemeriksaan radiologi dan tes laboraturium dengan status nutrisi pasien
5. Suplementasi oral, enteral dan perenteral.
6. Interaksi timbal balik antara nutrient dan obat-obatan.
7. Bahan tambahan makanan (pewarna, penyedap dan sejenis serta bahan-bahan
kontaminan).
Pengelompokkan Gizi menurut kebutuhan terbagi dalam dua golongan
besar yaitu makronutrien dan mikronutrien.
a. Makronutrien
Komponen terbesar dari susunan diet, berfungsi untuk menyuplai energi dan
zat-zat esensial (pertumbuhan sel/jaringan), pemeliharaan aktivitas tubuh,
karbohidrat (hidrat arang), lemak, protein, makromineral dan air.
b. Mikronutrien
Golongan mikronutrien terdiri dari:
1. Karbohidrat Glukosa; serat
2. Lemak/lipida Asam linoleate (omega 6); asam linoleate (omega 3)
3. Protein Asam amino; leusin; isoleusin; lisin; metionin; fenilalanin; treonin;
valin; histidin; nitrogen nonesensial.
4. Mineral Kalsium; fosfor; natrium; kalium; sulfur; klor; magnesium; zat besi;
selenium; seng; mangan; tembaga; kobalt; iodium; krom fluor; timah; nikel;
silicon; arsen.
5. Vitamin Vitamin A (retinol); vitamin D (kolekalsiferol); vitamin E
(tokoferol); vitamin K; tiamin; vitamin B6, vitamin B12, vitamin C.
6. Air.
2.2.3 Fungsi Zat Gizi
Terdapat beberapa fungsi zat gizi dalam tubuh (Supariasa, I. 2002.
Penilaian Status Gizi. EGC, Jakarta), antara lain:
a. Memberi energi (zat pembakar) Karbohidrat, lemak dan protein, merupakan
ikatan organic yang mengandung karbon yang dapat dibakar dan dibutuhkan
tubuh untuk melakukan kegiatan/aktivitas.
b. Pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh (zat pembangun) Protein,
mineral dan air, diperlukan untuk membentuk sel-sel baru, memelihara, dan
mengganti sel yang rusak.
c. Mengatur proses tubuh (zat pengatur) Protein, mineral, air dan vitamin.
Protein bertujuan mengatur keseimbangan air di dalam sel, bertindak sebagai
buffer dalam upaya memelihara netralitas tubuh dan membentuk antibody
sebagai penangkal organisme yang bersifat infektil dan bahan-bahan asing yang
dapat masuk ke dalam tubuh. Mineral dan vitamin sebagai pengatur dalam
proses-proses oksidasi, fungsi normal saraf dan otot serta banyak proses lain
yang terjadi dalam tubuh, seperti dalam darah, cairan pencernaan, jaringan,
mengatur suhu tubuh, peredaran darah, pembuangan sisa-sisa/ekskresi dan lain-
lain proses tubuh.
2.2.4 Masalah Gizi
Pada saat ini, provinsi Bali, khususnya Kota Denpasar menghadapi masalah
gizi ganda, yaitu masalah gizi buruk, gizi kurang dan gizi lebih. Masalah gizi
kurang pada umumnya disebabkan oleh kemiskinan, kurangnya pemahaman
masyarakat mengenai pemberian ASI pada bayi, maupun asupan makanan bergizi
bagi anak-anak, menu seimbang dan kesehatan, dan adanya daerah miskin gizi
(iodium). Sebaliknya masalah gizi lebih disebabkan oleh kemajuan ekonomi pada
lapisan masyarakat tertentu disertai dengan kurangnya pengetahuan tentang gizi,
menu seimbang dan kesehatan.
1. Masalah Gizi Kurang
Beberapa penyakit yang dikelompokkan ke dalam gizi kurang antara lain
(PT. Gramedia Pustaka Utama. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi, Jakarta, hal. 300-
307):
a. Kurang Energi Protein (KEP)
Kurang Energi Protein (KEP) disebabkan oleh kekurangan makan sumber
energi secara umum dan kekurangan sumber protein. Pada anak-anak, KEP dapat
menghambat pertumbuhan, rentan terhadap penyakit infeksi dan mengakibatkan
rendahnya tingkat kecerdasan. Pada orang dewasa KEP menurunkan produktivitas
kerja dan derajat kesehatan sehingga menyebabkan rentan terhadap penyakit. KEP
diklasifikasikan dalam gizi buruk, gizi kurang, dan gizi baik.
KEP berat pada orang dewasa dikenal dengan bonger sedeem yang
disebabkan oleh kelaparan. KEP pada saat ini terutama terdapat pada anak balita.
b. Anemia Gizi Besi (AGB)
Anemia gizi besi menyebabkan penuruan kemampuan fisik atau produktivitas
kerja, penurunan kemampuan berpikir dan penurunan antibody sehingga mudah
terserang infeksi. Penyebab masalah AGB adalah kurangnya daya beli masyarakat
untuk mengkonsumsi makanan sumber zat besi, terutama dengan ketersediaan
biologic tinggi (asal hewan) dan pada perempuan ditambah dengan kehilangan
darah melalui haid atau pada persalinan. Penanggulangannya dilakukan melalui
pemberian tablet atau sirup besi pada kelompok sasaran.
c. Gangguan Akibat kekurangan Iodium (GAKI)
Kekurangan iodium terutama terjadi di daerah pegunungan, dimana tubuh
kurang mengandung iodium. GAKI menyebabkan pembesaran kelenjar gondok
(tiroid). Pada anak-anak menyebabkan hambatan dalam pertumbuhan jasmani,
maupun mental. Ini menampakkan diri berupa keadaan tubuh yang cebol, dungu,
terbelakang atau bodoh. Penanggulangan masalah GAKI secara khusus dilakukan
melalui pemberian kapsul minyak beriodium/iodiul oil capsule kepada semua
wanita usia subur dan anak sekolah dasar di daerah endemik. Secara umum
pencegahan GAKI dilakukan melalui iodisasi garam campur.
d. Kurang Vitamin A (KVA)
Kekurangan vitamin A dapat menyebabkan kebutaan, mengurangi daya
tahan tubuh sehingga mudah terserang infeksi, yang sering menyebabkan kematian
pada anak-anak. Penyebab masalah KVA adalah kemiskinan dan kurangnya
pengetahuan tentang gizi.
2. Masalah Gizi Buruk
Gizi buruk adalah suatu istilah teknis yang umumnya dipakai oleh kalangan
gizim kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses
terjadinya kekurangan gizi menahun (Nency, Y. 2005. Gizi Buruk. Ancaman
Generasi Yang Hilang. Inovasi Edisi Vol. 5/XVII/November2005). Anak balita
sehat atau kurang gizi seara sederhana daoat diketahui dengan membandingkan
antara berat badan menurut umurnya dengan rujukan (standar) yang telah
ditetapkan. Apabila berat badan menurut umur sesuai dengan standar, anak tersebut
dikategorikan gizi baik. Kalau sedikit di bawah standar disebut gizi kurang. Apabila
jauh di bawah standar dapat dikatakan sebagai gizi buruk. Gizi buruk yang disertai
dengan tanda-tanda klinis disebut marasmus atau kwashiorkor.
Sementara itu, pengertian di masyarakat tentang Busung Lapar adalah
tidak tepat. Sebutan Busung Lapar yang sebenarnya adalah keadaan yang terjadi
akibat kekurangan pangan dalam kurun waktu tertentu pada satu wilayah, sehingga
mengakibatkan kurangnya asupan zat gizi yang diperlukan, yang pada akhirnya
berdampak pada kondisi status gizi menjadi kurang atau buruk dan keadaan tersebut
dapat terjadi pada semua golongan umur. Tanda-tanda klinis pada Busung Lapar
pada umumnya sama dengan tanda-tanda pada marasmus dan kwashiorkor.
A. Tipe-tipe Gizi Buruk
1. Kwasiorkor
Memiliki ciri:
1. edema (pembengkakan), umumnya seluruh tubuh (terutama punggung kaki dan
wajah);
2. pandangan mata sayu;
3. rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut tanpa
rasa sakit dan mudah rontok;
4. terjadi perubahan status mental menjadi apatis dan rewel;
5. terjadi pembesaran hati;
6. otot mengecil (hipotrofi);
7. terdapat kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah
warna menjadi coklat kehitaman lalu terkelupas (crazy pavement dermatosis);
8. sering disertai penyakit infeksi yang umumnya akut; dan
9. anemia dan diare.
2. Marasmus
Memiliki ciri:
1. Badan Nampak sangat kurus seolah-olah tulang hanya terbungkus kulit;
2. Wajah seperti orang tua;
3. Mudah menangis/cengeng dan rewel;
4. Kulit menjadi keriput;
5. Jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (baggy pant/
menggunakan celana longgar);
6. Perut cekung dan iga ngambang;
7. Sering disertai penyakit infeksi (umumnya kronis berulang); dan
8. Diare kronik atau konstipasi (susah buang air).
B. Penyebab Gizi Buruk
Gizi buruk dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait. Secara
langsung dipengaruhi oleh 3 hal, yaitu; anak tidak cukup mendapat makanan bergizi
seimbang, anak tidak mendapat asuhan gizi yang memadai dan anak mungkin
menderita penyakit infeksi. Ketiga penyebab langsung tersebut diuraikan sebagai
berikut:
1. Anak tidak cukup mendapat makanan bergizi seimbang
Bayi dan balita tidak mendapat makanan yang bergizi, dalam hal ini
makanan alamiah terbaik bagi bayi yaitu air susu ibu dan sesudah usia 6 bulan anak
tidak mendapat makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat, bak jumlah dan
kualitasnya. MP-ASI yang baik tidak hanya cukup mengandung energi dan protein,
tetapi juga mengandung zat besi, vitamin A, asam folat, vitamin B serta vitamin
dan mineral lainnya.
2. Anak tidak mendapat asuhan gizi yang memadai
Suatu studi positive deviance mempelajari mengapa dari sekian banyak
bayi dan balita di suatu desa miskin hanya sebagian kecil yang gizi buruk, padahal
orang tua mereka semuanya petani kurang mampu. Dari studi ini diketahui pola
pengasuhan anak berpengaruh pada timbulnya gizi buruk.
Anak yang diasuh ibunya sendiri dengan kasih sayang, apalagi ibunya
berpendidikan, mengerti soal pentingnya ASI, manfaat posyandu dan kebersihan,
meskipun dalam keadaan yang sama yaitu kurang mampu, ternyata anak tersebut
lebih sehat. Unsur pendidikan perempuan berpengaruh pada kualitas pengasuhan
anak. Sebaliknya sebagian anak yang gizi buruk ternyata diasuh oleh nenek atau
pengasuh yang juga kurang mampu dan kurang memiliki pemahaman terhadap
status gizi.
3. Anak menderita penyakit infeksi
Terjadi hubungan timbal balik antara kejadian infeksi penyakit dan gizi
buruk. Anak yang menderita gizi buruk akan mengalami penurunan daya tahan,
sehingga anak rentan terhadap penyakit infeksi. Cakupan pelayanan kesehatan
dasar terutama imunisasi, penanganan diare, tindakan cepat pada balita yang tidak
naik berat badan, pendidikan, penyuluhan kesehatan dan gizi, dukungan pelayanan
di posyandu, penyediaan air bersih, kebersihan lingkungan akan menentukan
tingginya kejadian penyakit infeksi.
Berbagai penelitian membuktikan lebih dari separuh kematian bayi dan
balita disebabkan oleh keadaan gizi yang buruk. Risiko meninggal dari anak yang
bergizi buruk 13 kali lebih besar dibandingkan anak yang normal. WHO
memperkirakan bahwa 54% penyebab kematian bayi dan balita didasari oleh
keadaan gizi anak yang buruk.
3. Masalah Gizi Lebih
Masalah gizi lebih baru muncul di permukaan pada tahun-tahun terakhir PJP
1, yaitu awal tahun 1990-an. Peningkatan pendapatan pada kelompok masyarakat
tertentu, terutama di perkotaan menyebabkan perubahan dalam gaya hidup,
terutama pada pola makan. Pola makan tradisional dengan tinggi karbohidrat, tinggi
serat kasar dan rendah lemak berubah ke pola makan baru yang rendah karbohidrat,
rendah serat kasar dan tinggi lemak sehingga menggeser mutu makanan ke arah
tidak seimbang. Perubahan pola makan ini dipercepat oleh makin kuatnya arus
budaya makanan asing yang disebabkan oleh kemajuan teknologi informasi dan
globalisasi ekonomi. Disamping itu perbaikan ekonomi menyebabkan
berkurangnya aktifitas fisik masyarakat tertentu. Perubahan pola makan dan
aktifiatas fisik ini berakibat semakin banyaknya penduduk golongan tertentu
mengalami masalah gizi lebih berupa kegemukan dan obesitas. Makanan
berlebihan dikaitkan pula dengan tekanan hidup atau stress.
Dampak masalah gizi lebih pada orang dewasa tampak dengan semakin
meningkatnya penyakit degeneratif, seperti jantung coroner, diabetes militus,
hipertensi dan penyakit hati. Masalah gizi lebih disebabkan oleh kebanyakan
masukan energi dibanding dengan keluaran energi. Penanggulangannya adalah
dengan menyeimbangkan masukan dan keluaran energi melalui pengurangan
makan (diet) dan melakukan konsultasi secara rutin pada dokter spesialis gizi dan
penambahan latihan fisik atau olahraga.
2.2.5 Gizi Seimbang
1. Pengertian Gizi Seimbang
Gizi seimbang adalah makanan yang dikonsumsi oleh individu sehari-hari
yang beranekaragam dan memenuhi 5 kelompok zat gizi dalam jumlah yang cukup,
tidak berlebihan dan tidak kekurangan (Dirjen BKM, 2002). Menu seimbang
merupakan menu yang terdiri dari beranekaragam makanan dengan jumlah dan
proporsi yang sesuai, sehingga memenuhi kebutuhan gizi seseorang guna
pemeliharaan dan perbaikan sel-sel tubuh dan proses kehidupan serta pertumbuhan
dan perkembangan (Almatsier, 2001).
Peranan berbagai kelompok bahan makanan tergambar dalam piramida gizi
seimbang yang berbentuk kerucut dan lebih populer dengan istilah Tri Guna
Makanan. Pertama, sumber zat tenaga yaitu padi dan umbi serta tepung yang
digambarkan di dasar kerucut. Kedua, sumber zat pengatur yaitu sayuran dan buah
yang digambarkan bagian tengah kerucut. Ketiga, sumber zat pembangun berupa
kacang, makanan hewani, dan hasil olahan yang digambarkan pada bagian atas
kerucut.
2. Faktor yang Mempengaruhi Penyusunan Gizi Seimbang
a. Ekonomi (terjangkau dengan keuangan keluarga);
b. Sosial budaya (tidak bertentangan);
c. Kondisi kesehatan;
d. Umur;
e. Berat badan;
f. Aktivitas;
g. Kebiasaan makan;
h. Ketersediaan pangan setempat.
2.2.6 Kebutuhan Nutrien pada Bayi dan Anak
1. Air
Pada masa bayi, terutama bayi muda, jumlah air yang dianjurkan untuk
diberikan sangat penting, dibandingkan dengan bayi yang lebih tua dan golongan
umur selanjutnya, karena air merupakan nutrient yang menjadi medium untuk
nutrient lainnya. Oleh karena itu masukan dari nutrient tersebut ditentukan
kadarnya dalam cairan dan jumlah cairan (termasuk air) yang diberikan. Umumnya
dapat dikatakan bahwa kebutuhan air berhubungan erat dengan intake kalori dan
berat jenis urin, yang bergantung kepada banyaknya zat yang larut didalam urin
tersebut.
Untuk bayi yang menyusu pada ibunya, masukan air rata-rata 175-200
ml/kgbb/hari dalam triwulan pertama, kemudian menurun menjadi 150-175
ml/kgbb/hari dan triwulan kedua, 130-140 ml/kgbb/hari dalam triwulan ketiga dan
120-140 ml/kgbb/hari dalam triwulan terakhir.
2. Energi
Komisi ahli FAO/WHO dalam tahun 1971 mengemukakan bahwa
rekuiremen dari kalori harus disesuaikan dengan berat badan selama masa
pertumbuhan. Dalam buku nelson dijelaskan tidak membedakan jenis kelamin
dalam masa remaja. Perbedaan tersebut sebenarnya diperlukan, mengingat dalam
masa remaha terdapat perbedaan dari permulaan pubertas dan juga perbedaan
rekuiremen dari nutrient lain. Kalori yang diberikan akan digunakan untuk:
a. Metabolism basal: bayi membutuhkan 55 kal/kgbb/hari, kemudian dalam usia
selanjutnya berkurang dan setelah dewasa menjadi 25-30 kal/kgbb/hari.
Metabolisme basal meningkat 10% untuk tiap kenaikan suhu 1 derajat C.
b. Specific Dynamic Action (SDA) ialah kenaikan kalori yang diperlukan di atas
keperluan metabolisme basal, yang disebabkan oleh peristiwa makan dan
mencerna makanan. Pada masa bayi rata-rata 7-8% dari seluruh masukan kalori,
sedangkan pada anak kira-kira 5% bila diberikan makanan yang biasa.
c. Perkembangan ekskreta (sisa yang tidak terpakai): biasanya tidak lebih dari
10%.
d. Aktifitas jasmani: 15-25 kal/kgbb/hari. Pada saat sangat efektif dapat mencapai
50-80 kal/kgbb/hari untuk waktu yang singkat, misalnya pada saat berolahraga
(atletik, berenang, dan sebagainya).
e. Pertumbuhan: merupakan jumlah kalori yang tidak digunakan untuk keperluan
tersebut diatas dan merupakan kalori yang disimpan.
Bergantung kepada fase pertumbuhan, pada akhir-akhir permulaan kira-kira
20-40 kal/kgbb/hari, kemudian berkurang sehingga pada akhir masa bayi menjadi
15-25 kal/kgbb/hari. Pada masa remaja kebutuhan kalori untuk pertumbuhan akan
meningkat lagi. Kalori dalam makanan berasal dari nutrient protein, lemak, dan
karbohidrat. Setiap gram protein menghasilkan 4 kalori, lemak 9 kalori dan
karbohidrat 4 kalori.
3. Protein
Nilai gizi protein ditentukan oleh kadar asam amino esensial. Akan tetapi
dalam praktek sehari-hari umumnya dapat ditentukan dari asalnya. Protein hewani
biasanya mempunyai nilai gizi yang lebih tinggi dibandingkan dengan protein
nabati. Protein telur dan protein susu biasanya dipakai sebagai standar untuk nilai
gizi protein.
Nilai gizi protein nabati ditentukan oleh asam amino yang kurang (asam
amino pembatas), misalnya protein kacang-kacangan kekurangan asam amino
sulfur mentionin sistin sedangkan protein bahan makanan tepung (cereal)
kekurangan lisin. Nilai protein dalam makanan orang Indonesia sehari-hari
umumnya diperkirakan 60% dari pada nilai gizi protein telur.
4. Lemak
Sampai sekarang lemak masih dianggap tidak perlu terdapat dalam jumlah
banyak, kecuali untuk asam lemak esensial (asam linoleate dan arakidonat). Untuk
masa pertumbuhan yang cepat, lemak dalam makanan mempunyai arti sebagai
berikut:
a. Bila lemak kurang dari 20% kalori, maka jumlah protein atau karbohidrat perlu
dinaikkan. Dengan demikian mungkin akan mengakibatkan kelebihan beban
ginjal dan juga menyebabkan kelebihan kemampuan enzim disakaridase dalam
usus, sehingga dapat mengakibatkan diare.
b. Lemak merupakan bahan makanan berkalori banyak yang diperlukan
memenuhi rekuiremen kalori bayi atau anak.
c. Lemak mengandung asam lemak esensial. Bila kurang dari 0,1% dapat
mengakibatkan gangguan seperti kulit bersisik, rambut mudah rontok,
hambatan petumbuhan.
d. Lemak merupakan sumber gliserida dan kolesterol yang tidak dapat dibuat dari
karbohidrat oleh bayi sekurang-kurangnya sampai 3 bulan.
e. Lemak merupakan zat yang memberikan rasa sedap pada makanan bahkan juga
bagi bayi.
f. Lemak mempermudah absorbs vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A,D,E
dan K).
5. Karbohidrat
Rekuiremen karbohidrat belum diketahui dengan pasti. Bayi yang menyusui
pada ibunya mendapat 40% kalori dari laktosa. Pada usia yang lebih tua, kalori dan
hidrat arang bertambah jika bayi telah diberi makanan lain, terutama yang
mengandung banyak tepung seperti misalnya bubur susu, nasi tim.
6. Rekuiremen vitamin dan mineral
Untuk memelihara kesehatan, rekuiremen bayi dan anak menurut
Recommended Dietary Allowance for Use in Indonesia yang dikeluarkan oleh
Departemen Kesehatan RI pada tahun 1968.
Merencanakan pengaturan makan untuk seorang bayi atau anak. Jika kita
hendak menentukan makanan yang tepat untuk seorang bayi atau anak, maka perlu
dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Menentukan jumlah kebutuhan dari nutrient dengan menentukan data tentang
kebutuhan nutrient.
b. Menentukan jenis bahan makanan yang dipilih untuk menterjemahkan nutrient
yang diperlukan dengan menggunakan daftar komposisi nutrient dari berbagai
bahan makanan.
c. Menentukan jenis makanan yang akan diolah sesuai dengan hidangan (menu)
yang dikehendaki.
d. Menentukan jadwal waktu makan dan menentukan hidangan. Perlu pula
ditentukan cara pemberian makanan, misalnya dengan cara makan biasa,
dengan pipa penduga (sonde) dan lain-lain.
e. Memperhatikan masukan yang terjadi pada hidangan tersebut, perlu
diperhatikan faktor kesukaan terhadap suatu makanan. Perhatikan pula bila
betul-betul terjadi keadaan anoreksia. Bila tidak terdapat sisa makanan,
mungkin makanan yang diberikan jumlahnya kurang atau berarti penentuan
rekuiremen terlalu rendah.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk pengaturan makan yang tepat adalah:
1. Umur,
2. Berat badan,
3. Diagnosis dari penyakit, tahap serta keadaan penyakit,
4. Keadaan mulut sebagai alat penerimaan makanan,
5. Kebiasaan makan, kesukaan dan ketidak-sukaan, aksptabilitas dari makanan
dan toleransi anak terhadap makanan yang diberikan.
2.3 Pemahaman Terhadap Proyek Sejenis
2.4 Potensi Kota Denpasar
Dalam konteks regional, fungsi dan peranan Kota Denpasar adalah sebagai
Ibu Kota Provinsi Bali. Kota Denpasar memegang peranan penting dalam
pengendalian arah dan kebijaksanaan pembangunan yang akan dilaksanakan.
Fungsi-fungsi utama Kota Denpasar yaitu: pusat pemerintah, pusat perdagangan
regional dan kota, pusat pendidikan dan kebudayaan, pusat trasnportasi dan
pariwisata (Bappeda Pemerintah Kota Denpasar, Rencana Detail Tata Ruang Pusat
Kota Denpasar Tahun 2007-2016).
2.4.1 Kondisi Fisik Kota Denpasar
Kondisi fisik Kota Denpasar dapat dilihat pada letak geografis dan wilayah
administrasi, morfologi dan topografi, serta hidrologi dan kondisi klimatologi.
1. Letak Geografis dan Wilayah Administrasi
Kota Denpasar memiliki luas wilayah 12.778 Ha atau sekitar 2,18% dari
luas keseluruhan Provinsi Bali. Secara geografis, Kota Denpasar terletak pada
83531- 84449 Lintang Selatan dan 1151023- 1151627 Bujur Timur.
Kecamatan Koordinat Astronomis Luas
Denpasar Selatan 84000- 84449 LS dan 1151123- 1151554 BT 49,99 km2
Denpasar Timur 83531- 84036 LS dan 1151229- 1151627 BT 22,54 km2
Denpasar Barat 83624- 84159 LS dan 1151023- 1151414 BT 24,13 km2
Denpasar Utama 83531- 83929 LS dan 1151209- 1151439 BT 31,12 km2

Secara administratif, Kota Denpasar terdiri dari 4 kecamatan yang


mewilayahi 43 desa dan kelurahan meliputi 396 banjar dinas. Batas-batas Kota
Denpasar adalah sebagai berikut:
a. Utara : Kecamatan Mengwi (Badung) dan Sukawati (Gianyar)
b. Timur : Kecamatan Sukawati (Gianyar) dan Selat Badung
c. Selatan : Selat Badung dan Kecamatan Kuta Selatan (Badung)
d. Barat : Kecamatan Mengwi dan Kuta (Badung)
2. Morfologi dan Topografi
Ditinjau dari segi topografi, keadaan Kota Denpasar secara umum sedikit
bergelombang pada bagian barat sedangkan pada bagian lainnya datar. Sebagian
besar wilayah Kota Denpasar merupakan dataran rendah dan berasa pada
ketinggian 0-25 meter diatas permukaan laut. Sedangkan ke arah selatan cenderung
miring dengan ketinggian berkisar antara 0-75 meter di atas permukaan laut.
Kondisi morfologi Kota Denpasar hampir seluruhnya landau dengan kemiringan
tanah sebagian besar berkirsar antara 0-5% namun dibagian tepi kemiringannya
bisa mencapai 15%.
3. Geologi
Keadaan geologi di Kota Denpasar sebagian merupakan tanah yang
bertekstur kasar, yang terdiri dari lumpur lempung, lempung pasiran, dan lempung
lanan. Secara umum kondisi ini cukup baik untuk keadaan fisik kota, karena jenis-
jenis tanah yang berasal dari batu vulkan merupakan jenis tanah yang cukup stabil.
4. Hidrologi
Kondisi hidrologi Kota Denpasar memiliki muka air tanah tinggi (3-10
meter) dengan rasa tawar. Pada umumnya sumber air bersih bagi kebutuhan
masyarakat adalah dengan memanfaatkan pelayanan air bersih dari PDAM Badung
di samping menggunakan air tanah melalui sumur bor maupun sumur gali dengan
kedalaman mencapai 10 meter. (Bappeda Pemerintah Kota Denpasar)
5. Klimatologi
Wilayah Kota Denpasar berada pada daerah tropis dengan keadaan
temperature rata-rata mencapai 24-34C dengan kelembaban udara rata-rata 80%.
Curah hujan rata-rata mencapai 1.829 mm/tahun dimana siklus hujan terbesar
terjadi pada bulan Oktober-April. Kecepatan angin rata-rata adalah sebesar 6,7 knot
dan rata-rata penyinaran matahari adalah 74,3%
6. Struktur Tata Ruang Wilayah
Struktur ruang Kota Denpasar sebagai Ibukota Provinsi Bali terdiri atas
pusat-pusat pembangkit pergerakkan wilayah adalah:
a. Kota Denpasar sebagai pusat aktivitas ekonomi dimana pengembangannya
sesuai dengan RTRWP Provinsi Bali meliputi:
Pengembangan pusat-pusat permukiman perkotaan (Denpasar, Tabanan,
Gianyar, Mengwi, Sukawati, Ubud dan sebagainya).
Pusat-pusat kegiatan/pariwisata (Nusa Dua, Kuta, Tanah Lot, Soka, Bedugul,
Sanur, Ubud dan Pantai Lebih).
b. Struktur jaringan transportasi regional yang meliputi:
Pengembangan terminal penumpang regional di Mengwi, Denpasar dan
Batubulan.
Pengembangan perhubungan prasarana laut di pelabuhan Laut Benoa.
Pengembangan prasarana perhubungan udara di Bandara Ngurah Rai Tuban.
Pengembangan fungsi-fungsi jaringan jalan regional (Beringkit-Batuan-
Purnama, Denpasar-Kuta-Tanah Lot-Soka, Tohpati-Kusamba, Denpasar-
Tabanan, Denpasar-Gianyar dan jaringan jalan arteri lainnya dalam Kota
Denpasar dan sekitarnya).
7. Pengelolaan Kawasan Perkotaan
Pengelolaan kawasan perkotaan di Kota Denpasar adalah sebagai berikut:
Penyusunan rencana tata ruang guna memudahkan dalam mengarahkan lokasi
investasi atau pembangunan di kawasan perkotaan.
Peningkatan pelayanan sistem prasarana wilayah di kawasan perkotaan dalam
rangka meningkatkan hubungan ekonomi yang kondusif bagi pertumbuhan dan
pemerataan ekonomi wilayah.
Pengembangan kawasan perkotaan diarahkan untuk memanfaatkan semaksimal
mungkin potensi sumber daya kawasan pedesaan sebagai daerah belakangnya
sesuai dengan fungsi dari kawasan pedesaan.
8. Pengembangan Kawasan Prioritas Kota
Konsep pengembangan kawasan prioritas di kawasan perkotaan adalah
untuk mengantisipasi dampak dari semakin pesatnya kegiatan perkotaan, industri
kecil dan pariwisata yang tingkat perkembangannya sangat tinggi, dengan kata lain
prioritas program adalah pengendalian kawasan yang cepat berkembang.
Pengembangan kawasan tersebut diarahkan dalam rangka memberikan fasilitas
yang memadai serta peningkatan aspek pengawasan dan pengelolaan tata ruang
yang lebih efektif dan efisien untuk mengantisipasi laju perkembangan agar
dampak negatif terhadap lingkungan.
9. Kawasan Terbangun
Kawasan pelayanan kesehatan terkonsentrasi di daerah Sanglah dan
sekitarnya. Adapun rencana dan kebijakan pengembangan kawasan pelayanan
kesehatan di Kawasan Perkotaan Denpasar, antara lain:
a. Mempertahankan fasilitas kesehatan yang telah dikembangkan oleh pemerintah
seperti RSUP Sanglah dengan skala pelayanan wilayah Provinsi Bali yang telah
dilengkapi dengan standar pelayanan internasional dan RSUD Wangaya dengan
skala pelayanan wilayah Kota Denpasar.
b. Mempertahankan rumah sakit swasta yang telah ada di beberapa lokasi sebagai
pusat pelayanan kesehatan skala wilayah dan kota atau kecamatan.
c. Seluruh lokasi fasilitas kesehatan yang berpotensi membangkitkan lalu lintas
secara bertahap harus dapat menyediakan lahan parkir yang memadai.
2.4.2 Data Non Fisik
2.5 Permasalahan Lokasi dan Pemecahannya
2.6 Spesifikasi Proyek

Anda mungkin juga menyukai