KLINIK GIZI Pada bab ini terdiri dari tinjauan teori klinik, tinjauan teori gizi, dan pemahaman terhadap proyek sejenis. Pada tinjauan teori klinik terdapat uraian mengenai hal-hal yang berkaitan dengan klinik termasuk peraturan dari menteri kesehatan. Tinjauan teori gizi berisi tentang pemahaman gizi, sejarah gizi, ruang lingkup serta hal lainnya yang berkaitan langsung dengan kondisi gizi. Pemahaman terhadap proyek sejenis memuat bangunan dengan fungsi yang mirip atau sama dengan judul Seminar Tugas Akhir. 2.1 Tinjauan Teori Klinik 2.1.1 Pengertian Klinik Gizi Untuk memberikan gambaran umum mengenai judul Klinik Gizi maka dapat diuraikan sebagai berikut: - Klinik adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan yang menyediakan pelayanan medis dasar dan/atau spesialistik (Permenkes RI, 2014). Sementara pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan (Depkes RI, 2009). - Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, gizi memiliki arti yaitu zat makanan pokok yang diperlukan bagi pertumbuhan dan kesehatan badan. Jadi pengertian dari Klinik Gizi adalah suatu fasilitas pelayanan kesehatan untuk perseorangan khususnya pada bidang gizi yang akan memelihara dan meningkatkan kesehatan gizi baik dengan cara praktek dokter atau penyuluhan. 2.1.2 Jenis-jenis Pelayanan Kesehatan Menurut pendapat Hodgetts dan Casio, jenis pelayanan kesehatan secara umum dapat dibedakan atas dua, yaitu: 1. Pelayanan Kedokteran Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok pelayanan kedokteran (medical services) ditandai dengan cara pengorganisasian yang dapat bersifat sendiri (solo practice) atau secara bersama-sama dalam satu organisasi. Tujuan utamanya untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan, serta sasarannya terutama untuk perseorangan dan keluarga. 2. Pelayanan Kesehatan masyarakat Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok kesehatan masyarakat (public health service) ditandai dengan cara pengorganisasian yang umumnya secara bersama-sama dalam suatu organisasi. Tujuan utamanya untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit, serta sasarannya untuk kelompok dan masyarakat. Adapun jenis-jenis pelayanan kesehatan terdiri dari : (1989. Direktorat Rumah Khusus dan Swasta Direktorat Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI) a. Rawat Jalan Adalah pelayanan terhadap pasien yang membutuhkan pewaratan dalam tingkat perawatan biasa (tidak intensif). Sifat pelayanan dapat bersifat rutin, secara berkala atau berkunjung sekali tergantung dari berat ringannya penyakit yang diderita si pasien. b. Rawat Inap Merupakan perawatan pasien yang membutuhkan perawatan intensif dan perhatian khusus dari tenaga medik dan paramedic melalui pemeriksaan setiap saat untuk dapat deteksi perkembangannya. c. Pelayanan Gawat Darurat Merupakan pelayanan terhadap pasien yang membutuhkan perawatan khusus, yang bersifat pertolongan pertama untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Perawatan ini tidak bisa ditunda-tunda karena berkaitan dengan hidup matinya pasien. 2.1.3 Jenis-jenis Klinik Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 9 Tahun 2014 tentang Klinik, klinik dibagi menjadi 2 jenis berdasarkan jenis pelayanan, yaitu: a. Klinik pratama Merupakan klinik yang menyelenggarakan pelayanan medik dasar baik umum maupun khusus. b. Klinik utama Merupakan klinik yang menyelenggarakan pelayanan medik spesialistik atau pelayanan medik dasar dan spesialistik. Berdasarkan kepemilikkan, klinik dapat dibagi menjadi tiga antara lain: a. Klinik pemerintah Merupakan klinik yang dimiliki oleh pemerintah dan pemerintah daerah yang harus didirikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. b. Klinik pemerintah daerah Klinik yang dimiliki oleh masyarakat yang menyelenggarakan rawat jalan yang dapat didirikan oleh perorangan atau badan usaha. c. Klinik masyarakat Klinik yang dimiliki oleh masyarakat yang menyelenggarakan rawat inap dan harus didirikan oleh badan hukum. 2.1.4 Kebijakan Pemerintah Tentang Klinik Swasta Pemerintah memiliki kebijakan tersendiri di dalam mengembangkan klinik swasta sebagai bagian pelayanan kesehatan yang ada. Adapun kebijakan pemerintah tentang klinik swasta adalah (1986, Menteri Kesehatan RI): a. Seluruh pelayanan kesehatan klinik swasta merupakan bagian integral dari jaringan pelayanan medik yang diselenggarakan oleh perorangan, kelompok atau yayasan yang meliputi terutama upaya penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif). b. Upaya pelayanan kesehatan swasta di bidang medik diselenggarakan berdasarkan tujuan dan fungsi sosial dengan mempertimbangkan prinsip- prinsip kelayakan. c. Upaya pelayanan kesehatan swasta di bidang medik diselenggarakan berdasarkan tujuan dan fungsi sosial dengan memberikan pertolongan pertama kepada penderita gawat darurat dengan tanpa memungut uang muka terlebih dahulu. d. Upaya pelayanan kesehatan swasta di bidang medik wajib membantu program pemerintah di bidang pelayanan kesehatan kepada masyarakat, program kependudukan, dan keluarga berencana. 2.1.5 Tata Ruang Klinik Adapun persyaratan minimal terhadap tata ruang klinik yang telah tercantum adalah (Permenkes RI No. 920/MENKES/PER/XII/1986, Departemen Kesehatan RI) antara lain: a. Ruang periksa mempunyai luas minimal 2 x 3 meter. b. Setiap bangunan pelayanan minimal mempunyai 1 ruang periksa, 1 ruang administrasi, 1 ruang tunggu dan 1 kamar mandi/wc. c. Minimal memiliki 10 tempat tidur dilengkapi masing-masing dengan kamar mandi/wc. d. Memiliki spoel hoek (ruang pencucian alat medis dan tempat sterilisasi). e. Semua ruang memiliki syarat kebersihan, ventilasi yang baik dan penerangan/pencahayaan yang cukup. 2.1.6 Standar Lahan Klinik Lahan yang digunakan untuk kepentingan klinik harus mendukung kelancaran proses pelayanan kesehatan itu sendiri. Lokasi pendirian klinik itu sendiri harus sesuai dengan tata ruang daerah masing-masing. Dalam hal ini, pemerintah daerah kabupaten/kota memiliki wewenang untuk mengatur persebaran klinik yang diselenggarakan bagi masyarakat di wilayahnya. (Permenkes Nomor 28 tahun 2011) 2.1.7 Standar Bangunan Klinik Berdasarkan Permenkes No. 28 tahun 2011 tentang Klinik, bangunan klinik yang akan digunakan harus diselenggarakan pada bangunan yang permanen dan tidak bergabung atau menjadi satu tempat dengan tempat tinggal atau unit kerja lainnya. Bangunan klinik juga harus memenuhi persyaratan mengenai lingkungan sehat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bangunan klinik harus memperhatikan fungsi, keamanan, kenyamanan dan kemudahan dalam pemberian pelayanan serta perlindungan dan keselamatan bagi semua orang terutama pada penyandang cacat, anak-anak, dan orang usia lanjut. Kemudian, untuk tata bangunan klinik sendiri yang meliputi Koefisien Dasar Bangunan, Koefisien Luas Bangunan, tinggi bangunan, batas garis sempadan bangunan, batas garis sempadan jalan mengacu pada Peraturan Daerah yang ditetapkan sesuai dengan wilayah klinik tersebut akan direncanakan. 2.1.8 Tenaga Gizi Tenaga Gizi adalah setiap orang yang telah lulus pendidikan di bidang gizi sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan. Berikut merupakan kualifikasi tenaga gizi berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 26 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pekerjaan dan Praktik Tenaga Gizi, antara lain: 1. Kualifikasi Tenaga Gizi Berdasarkan pendidikannya, Tenaga Gizi dikualifikasikan sebagai berikut: a. Tenaga Gizi lulusan Diploma Tiga Gizi sebagai Ahli Madya Gizi. Tenaga gizi ahli madya gizi yang dimaksud harus telah lulus uji kompetensi dan teregistrasi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan merupakan Tenaga Gizi Technical Registered Dietisien. b. Tenaga Gizi lulusan Diploma Empat Gizi sebagai Sarjana Terapan Gizi. Tenaga gizi sarjana terapan gizi yang dimaksud harus telah lulus uji kompetensi dan teregistrasi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan merupakan Tenaga Gizi Nutrisionis Registered. Tenaga gizi sarjana terapan gizi juga telah mengikuti pendidikan profesi dan telah lulus uji kompetensi serta teregistrasi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan merupakan Tenaga Gizi Registered Dietisien. c. Tenaga Gizi lulusan Sarjana sebagai Sarjana Gizi. Tenaga gizi sarjana gizi yang dimaksud harus telah lulus uji kompetensi dan teregistrasi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan merupakan Tenaga Gizi Nutrisionis Registered. Tenaga gizi sarjana gizi juga telah mengikuti pendidikan profesi dan telah lulus uji kompetensi serta teregistrasi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan merupakan Tenaga Gizi Registered Dietisien. d. Tenaga Gizi lulusan pendidikan profesi sebagai Registered Dietisien. Apabila dalam suatu fasilitas pelayanan kesehatan tidak terdapat Tenaga Gizi Registered Dietisien, maka Tenaga Gizi Technical Registered Dietisien dan Nutrisions Registered dapat melakukan pelayanan gizi secara mandiri. Tenaga gizi yang memiliki SIKTGz dapat melakukan Pelayanan Gizi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan berupa: 1. Puskesmas; 2. Klinik; 3. Rumah sakit; 4. Fasilitas Pelayanan Kesehatan lainnya; dan 5. Tenaga Gizi yang memiliki SIPTGz dapat melakukan praktik Pelayanan Gizi secara mandiri. 2. Wewenang Tenaga Gizi Tenaga Gizi dalam melaksanakan Pelayanan Gizi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, mempunyai kewenangan sebagai berikut: a. Memberikan pelayanan konseling, edukasi gizi, dan dietetik; b. Pengkajian gizi, diagnosis gizi, dan intervensi gizi meliputi perencanaan, preskripsi diet, implementasi, konseling dan edukasi serta fortifikasi dan suplementasi zat gizi mikro dan makro, pemantauan dan evaluasi gizi, merujuk kasus gizi, dan dokumentasi pelayanan gizi; c. Pendidikan, pelatihan, penelitian dan pengembangan pelayanan gizi; dan d. Melaksanakan penyelenggaraan makanan untuk orang banyak atau kelompok orang dalam jumlah besar. Tenaga Gizi Technical Registered Dietisien dalam melaksanakan kewenangan hanya terbatas pada pemberian Pelayanan Gizi untuk orang sehat dan dalam kondisi tertentu yaitu ibu hamil, ibu menyusui, bayi, anak, dewasa, dan lanjut usia serta pemberian pelayanan gizi untuk orang sakit tanpa komplikasi. Tenaga Gizi Registered Dietisien dalam melaksanakan pelayananan gizi juga memiliki kewenangan yang meliputi: 1. Penerimaan klien/pasien secara langsung atau menerima preskripsi diet dari dokter; 2. Menangani kasus komplikasi dan non komplikasi; 3. Memberi masukan kepada dokter yang merujuk bila preskripsi diet tidak sesuai dengan kondisi klien/pasien; dan 4. Merujuk pasien dengan kasus sulit/critical ill dalam hal preskripsi diet ke dokter spesialis yang berkompeten. 3. Hak Tenaga Gizi Dalam melaksanakan Pelayanan Gizi, Tenaga Gizi mempunyai hak: a. Memperoleh perlindungan hukum selama menjalankan pekerjaannya sesuai standar profesi Tenaga Gizi; b. Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien/klien atau keluarganya; c. Melaksanakan pekerjaan sesuai dengan kompetensi; d. Menerima imbalan jasa profesi; dan e. Memperoleh jaminan perlindungan terhadap risiko kerja yang berkaitan dengan tugasnya sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. 4. Kewajiban Tenaga Gizi Dalam melaksanakan Pelayanan Gizi, Tenaga Gizi mempunyai kewajiban: a. Menghormati hak pasien/klien; b. Memberikan informasi tentang masalah gizi pasien/klien dan pelayanan yang dibutuhkan dalam lingkup tindakan Pelayanan Gizi; c. Merujuk kasus yang bukan kewenangannya atau tidak dapat ditangani; d. Menyimpan rahasia pasien/klien sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan; dan e. Mematuhi standar profesi, standar pelayanan, dan standar operasional prosedur. 2.1.9 Peralatan Praktik Tenaga Gizi Dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 26 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pekerjaan dan Praktik Tenaga Gizi juga dijelaskan mengenai daftar peralatan praktik tenaga gizi, yaitu: 1. Food model Food models (replica makanan) adalah contoh bahan makanan yang dibutat sedemikian rupa sehingga menyerupai bahan makanan/makanan aslinya. Seiring dengan perkembangan zaman, kini makin banyak terdapat kegiatan penelitian dan pengembangan yang dilakukan puslitbang gizi yang berdampak pada penggunaan food models tersebut. Food models tidak hanya digunakan sebagai media dalam penyuluhan gizi, namun juga digunakan oleh petugas gizi di lapangan saat melakukan kunjungan rumah (sosialisasi). Petugas gizi dilapangan akan lebih mudah memprediksi besarnya konsumsi bahan makanan dan memudahkan dalam melakukan analisa terhadap konsumsi zat gizi serta perhitungan kebutuhan zat gizi responden. 2. Timbangan berat badan Terdapat dua jenis timbangan berat badan yaitu timbangan bayi dan timbangan injak dewasa. Timbangan bayi adalah alat yang digunakan untuk menimbang bayi dengan kapasitas timbangan tidak kurang dari 10 kilogram. Sedangkan timbangan injak dewasa adalah alat yang digunakan untuk menimbang orang dewasa dengan kapasitas sampai dengan 150 kilogram dan mengukur tinggi badan hingga 190 cm. 3. Skinfold calipper Skinfold caliper adalah alat yang digunakan oleh tenaga gizi untuk melakukan pengukuran lemak pada tubuh clien/pasien. Alat tersebut dijepitkan pada bagian tubuh clien/pasien yang telah ditentukan. Bentuk alat ini seperti penjepit tetapi di bagian bawah tempat menjepit terdapat angka-angka uang akan mengukur lemak di lipatan kulit clien/pasien. Pada umumnya, bagian tubuh yang digunakan antara lain bagian lengan atas (bisep, trisep), bagian punggung, bagian perut bawah, dada, paha dan betis. (Modul PSG, 2011) 4. Poster gizi seimbang Poster gizi seimbang merupakan karya seni atau desain grafis yang memuat komposisi gambar dan huruf di atas kertas berukuran besar (wikipedia). Dalam hal ini, poster tersebut berisi muatan tentang materi gizi seimbang seperti susunan makanan seharihari yang mengandung zat-zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan memerhatikan prinsip keanekaragaman atau variasi makanan, aktivitas fisik, kebersihan, dan berat badan ideal. 5. Buku penuntun/pedoman konseling gizi Menurut kamus bahasa indonesia, buka pedoman adalah buku yang digunakan sebagai acuan dalam melakukan sesuatu. Sedangkan konseling gizi adalah serangkaian kegiatan sebagai proses komunikasi dua arah yang dilaksanakan oleh ahli gizi/dietisien untuk menanamkan dan meningkatkan pengertian, sikap, dan perilaku pasien dalam mengenali dan mengatasi masalah gizi sehingga pasien dapat memutuskan apa yang akan dilakukannya (Kementrian Kesehatan, 2013). Maka buku pedoman konseling gizi merupakan buku yang digunakan sebagai acuan dalam melakukan proses komunikasi mengenai pengertian, sikap, perilaku pasien terhadap masalah gizi. 6. Leaflet gizi Leaflet adalah salah satu bentuk publikasi singkat yang umumnya berbentuk selebaran yang berisi keterangan atau informasi tentang sebuah perusahaan, produk, organisasi atau bentuk layanan lainnya yang perlu diketahui oleh khalayak umum. Leaflet gizi merupakan bentuk publikasi berupa selebaran yang memuat tentang kesehatan gizi seperti pemahaman terhadap gizi, makanan dengan gizi seimbang. 7. Lembar diagnosa gizi & riwayat makanan klien Diagnosis gizi sangat spesifik dan berbeda dengan diagnosis medis. Diagnosis gizi bersifat sementara sesuai dengan respon pasien. Diagnosis gizi adalah masalah gizi spesifik yang menjadi tanggung jawab dietisien untuk menanganinya (Pedoman Proses Asuhan Gizi Terstandar, 2014). Tujuan dari dilakukannya diagnosa gizi adalah untuk mengidentifikasi adanya problem gizi, faktor penyebab yang mendasarinya, dan menjelaskan tanda dan gejala yang melandasi adanya problem gizi. 8. Poster ASI dan MP-ASI Poster ASI dan MP-ASI merupakan karya seni atau desain grafis yang memuat komposisi gambar dan huruf di atas kertas berukuran besar (wikipedia). Dalam hal ini, poster tersebut berisi muatan tentang materi ASI (air susu ibu) dan MP-ASI (makanan pengganti air susu ibu). 2.1.10 Standarisasi Alat Medis Terdapat beberapa standarisasi alat medis yang digunakan pada klinik berdasarkan KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN RI Nomor 118/MENKES/SK/IV/2014 tentang Konpendium Alat Kesehatan, antara lain: 1. Stethoscope Manual Tujuan Penggunaan: Memproyeksikan detak jantung dan suara organ internal lain Deskripsi/Prinsip Pengoperasian: Adalah alat mekanis yang digunakan untuk memproyeksikan suara yang berhubungan dengan jantung, arteri dan vena serta organ internal lainnya Spesifikasi Alat: Jenis Paramenter Spesifikasi Material chest-piece Stainless steel, chromium-plated brass, anodized aluminium Dimensi - Diameter membrane 48 mm (atau sesuai spesifikasi pabrik) - Diameter bell 36 mm(atau sesuai spesifikasi pabrik) - Panjang keseluruhan 77 cm (atau sesuai spesifikasi pabrik) Persyaratan fisik Latex free 2. Timbangan Bayi Tujuan Penggunaan: Untuk mengukur berat badan bayi Deskripsi/Prinsip Pengoperasian: Adalah alat yang digunakan untuk menimbang bayi dengan kapasitas timbangan tidak kurang dari 10 kilogram Spesifikasi Alat: Jenis Parameter Spesifikasi Material Kuat, tahan karat Nampan - Panjang > 55 cm - Lebar > 30 cm - Kedalaman > 10 cm Kapasitas maksimum Tidak boleh kurang dari 10 kilogram Toleransi kesalahan Dicantumkan pada alat
3. Timbangan Injak Dewasa
Tujuan Penggunaan: Untuk mengukur berat badan dewasa Deskripsi/Prinsip Pengoperasian: Adalah alat yang digunakan untuk menimbang orang dewasa dengan kapasitas sampai dengan 150 kilogram dan mengukur tinggi badan hingga 190 cm Spesifikasi Alat: Jenis Parameter Spesifikasi Material Kuat, tahan karat Kapasitas maksimum 150 kilogram untuk berat badan dan 190 cm untuk tinggi badan Toleransi kesalahan Dicantumkan pada alat 4. Tempat Tidur Periksa Tujuan Penggunaan: Tempat tidur yang digunakan untuk pemeriksaan fisik pasien. Deskripsi/Prinsip Penggunaan: Adalah alat yang digunakan untuk menempatkan pasien pada saat pemeriksaan. Spesifikasi Alat: Jenis Parameter Spesifikasi Material Stainless steel, matras busa atau berlapis vinyl anti air Dimensi - Panjang +- 190 cm - Lebar +- 60 cm - Tinggi +- 80 cm Toleransi kesalahan Dicantumkan pada alat
2.2 Tinjauan Teori Gizi
Tinjauan mengenai beberapa pengertian yang berkaitan dengan gizi dan masalah gizi yang menyebabkan kesehata tubuh terganggu. 2.2.1 Pengertian Dalam Gizi Terdapat beberapa pengertian atau istilah dalam gizi (Moehji, S. 1982. Ilmu Gizi. Jilid I. Bhatara Karya Pustaka, Jakarta) a. Ilmu Gizi (Nutrience Science) adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang makanan dalam hubungannya dengan kesehatan optimal/tubuh. b. Zat gizi (Nutrients) adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan serta mengatur proses-proses kehidupan. c. Gizi (Nutrition) adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolism dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi. d. Pangan adalah istilah umum untuk semua bahan yang dapat dijadikan sebagai makanan. e. Makanan adalah bahan selain obat yang mengandung zat-zat gizi dan atau unsur-unsur/ikatan kimia yang dapat diubah menjadi zat gizi oleh tubuh, yang berguna bila dimasukkan ke dalam tubuh. f. Bahan makanan adalah makanan dalam keadaan mentah. g. Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. 2.2.2 Ruang Lingkup Ilmu Gizi Ruang lingkup ilmu gizi cukup luas, dimulai dari cara produksi pangan, perubahan pasca panen (penyediaan pangan, distribusi dan pengolahan pangan, konsumsi makanan serta cara pemanfaatan makanan oleh tubuh yang sehat dan sakit). Ilmu gizi berkaitan dengan ilmu agronomi, peternakan, ilmu pangan, mikrobiologi, biokimia, faal, biologi molekular dan kedokteran. Informasi gizi yang diberikan pada masyarakat, yang meliputi gizi individu, keluarga dan masyarakat; gizi institusi dan gizi olahraga (Moehji, S. 1982. Ilmu Gizi. Jilid I. Bhatara Karya Pustaka, Jakarta). Perkembangan gizi klinis: 1. Anamnesis dan pengkajian status nutrisi pasien. 2. Pemeriksaan fisik yang berkaitan dengan defisiensi zat besi. 3. Pemeriksaan antropometris dan tindak lanjut terhadap gangguannya. 4. Pemeriksaan radiologi dan tes laboraturium dengan status nutrisi pasien 5. Suplementasi oral, enteral dan perenteral. 6. Interaksi timbal balik antara nutrient dan obat-obatan. 7. Bahan tambahan makanan (pewarna, penyedap dan sejenis serta bahan-bahan kontaminan). Pengelompokkan Gizi menurut kebutuhan terbagi dalam dua golongan besar yaitu makronutrien dan mikronutrien. a. Makronutrien Komponen terbesar dari susunan diet, berfungsi untuk menyuplai energi dan zat-zat esensial (pertumbuhan sel/jaringan), pemeliharaan aktivitas tubuh, karbohidrat (hidrat arang), lemak, protein, makromineral dan air. b. Mikronutrien Golongan mikronutrien terdiri dari: 1. Karbohidrat Glukosa; serat 2. Lemak/lipida Asam linoleate (omega 6); asam linoleate (omega 3) 3. Protein Asam amino; leusin; isoleusin; lisin; metionin; fenilalanin; treonin; valin; histidin; nitrogen nonesensial. 4. Mineral Kalsium; fosfor; natrium; kalium; sulfur; klor; magnesium; zat besi; selenium; seng; mangan; tembaga; kobalt; iodium; krom fluor; timah; nikel; silicon; arsen. 5. Vitamin Vitamin A (retinol); vitamin D (kolekalsiferol); vitamin E (tokoferol); vitamin K; tiamin; vitamin B6, vitamin B12, vitamin C. 6. Air. 2.2.3 Fungsi Zat Gizi Terdapat beberapa fungsi zat gizi dalam tubuh (Supariasa, I. 2002. Penilaian Status Gizi. EGC, Jakarta), antara lain: a. Memberi energi (zat pembakar) Karbohidrat, lemak dan protein, merupakan ikatan organic yang mengandung karbon yang dapat dibakar dan dibutuhkan tubuh untuk melakukan kegiatan/aktivitas. b. Pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh (zat pembangun) Protein, mineral dan air, diperlukan untuk membentuk sel-sel baru, memelihara, dan mengganti sel yang rusak. c. Mengatur proses tubuh (zat pengatur) Protein, mineral, air dan vitamin. Protein bertujuan mengatur keseimbangan air di dalam sel, bertindak sebagai buffer dalam upaya memelihara netralitas tubuh dan membentuk antibody sebagai penangkal organisme yang bersifat infektil dan bahan-bahan asing yang dapat masuk ke dalam tubuh. Mineral dan vitamin sebagai pengatur dalam proses-proses oksidasi, fungsi normal saraf dan otot serta banyak proses lain yang terjadi dalam tubuh, seperti dalam darah, cairan pencernaan, jaringan, mengatur suhu tubuh, peredaran darah, pembuangan sisa-sisa/ekskresi dan lain- lain proses tubuh. 2.2.4 Masalah Gizi Pada saat ini, provinsi Bali, khususnya Kota Denpasar menghadapi masalah gizi ganda, yaitu masalah gizi buruk, gizi kurang dan gizi lebih. Masalah gizi kurang pada umumnya disebabkan oleh kemiskinan, kurangnya pemahaman masyarakat mengenai pemberian ASI pada bayi, maupun asupan makanan bergizi bagi anak-anak, menu seimbang dan kesehatan, dan adanya daerah miskin gizi (iodium). Sebaliknya masalah gizi lebih disebabkan oleh kemajuan ekonomi pada lapisan masyarakat tertentu disertai dengan kurangnya pengetahuan tentang gizi, menu seimbang dan kesehatan. 1. Masalah Gizi Kurang Beberapa penyakit yang dikelompokkan ke dalam gizi kurang antara lain (PT. Gramedia Pustaka Utama. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi, Jakarta, hal. 300- 307): a. Kurang Energi Protein (KEP) Kurang Energi Protein (KEP) disebabkan oleh kekurangan makan sumber energi secara umum dan kekurangan sumber protein. Pada anak-anak, KEP dapat menghambat pertumbuhan, rentan terhadap penyakit infeksi dan mengakibatkan rendahnya tingkat kecerdasan. Pada orang dewasa KEP menurunkan produktivitas kerja dan derajat kesehatan sehingga menyebabkan rentan terhadap penyakit. KEP diklasifikasikan dalam gizi buruk, gizi kurang, dan gizi baik. KEP berat pada orang dewasa dikenal dengan bonger sedeem yang disebabkan oleh kelaparan. KEP pada saat ini terutama terdapat pada anak balita. b. Anemia Gizi Besi (AGB) Anemia gizi besi menyebabkan penuruan kemampuan fisik atau produktivitas kerja, penurunan kemampuan berpikir dan penurunan antibody sehingga mudah terserang infeksi. Penyebab masalah AGB adalah kurangnya daya beli masyarakat untuk mengkonsumsi makanan sumber zat besi, terutama dengan ketersediaan biologic tinggi (asal hewan) dan pada perempuan ditambah dengan kehilangan darah melalui haid atau pada persalinan. Penanggulangannya dilakukan melalui pemberian tablet atau sirup besi pada kelompok sasaran. c. Gangguan Akibat kekurangan Iodium (GAKI) Kekurangan iodium terutama terjadi di daerah pegunungan, dimana tubuh kurang mengandung iodium. GAKI menyebabkan pembesaran kelenjar gondok (tiroid). Pada anak-anak menyebabkan hambatan dalam pertumbuhan jasmani, maupun mental. Ini menampakkan diri berupa keadaan tubuh yang cebol, dungu, terbelakang atau bodoh. Penanggulangan masalah GAKI secara khusus dilakukan melalui pemberian kapsul minyak beriodium/iodiul oil capsule kepada semua wanita usia subur dan anak sekolah dasar di daerah endemik. Secara umum pencegahan GAKI dilakukan melalui iodisasi garam campur. d. Kurang Vitamin A (KVA) Kekurangan vitamin A dapat menyebabkan kebutaan, mengurangi daya tahan tubuh sehingga mudah terserang infeksi, yang sering menyebabkan kematian pada anak-anak. Penyebab masalah KVA adalah kemiskinan dan kurangnya pengetahuan tentang gizi. 2. Masalah Gizi Buruk Gizi buruk adalah suatu istilah teknis yang umumnya dipakai oleh kalangan gizim kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun (Nency, Y. 2005. Gizi Buruk. Ancaman Generasi Yang Hilang. Inovasi Edisi Vol. 5/XVII/November2005). Anak balita sehat atau kurang gizi seara sederhana daoat diketahui dengan membandingkan antara berat badan menurut umurnya dengan rujukan (standar) yang telah ditetapkan. Apabila berat badan menurut umur sesuai dengan standar, anak tersebut dikategorikan gizi baik. Kalau sedikit di bawah standar disebut gizi kurang. Apabila jauh di bawah standar dapat dikatakan sebagai gizi buruk. Gizi buruk yang disertai dengan tanda-tanda klinis disebut marasmus atau kwashiorkor. Sementara itu, pengertian di masyarakat tentang Busung Lapar adalah tidak tepat. Sebutan Busung Lapar yang sebenarnya adalah keadaan yang terjadi akibat kekurangan pangan dalam kurun waktu tertentu pada satu wilayah, sehingga mengakibatkan kurangnya asupan zat gizi yang diperlukan, yang pada akhirnya berdampak pada kondisi status gizi menjadi kurang atau buruk dan keadaan tersebut dapat terjadi pada semua golongan umur. Tanda-tanda klinis pada Busung Lapar pada umumnya sama dengan tanda-tanda pada marasmus dan kwashiorkor. A. Tipe-tipe Gizi Buruk 1. Kwasiorkor Memiliki ciri: 1. edema (pembengkakan), umumnya seluruh tubuh (terutama punggung kaki dan wajah); 2. pandangan mata sayu; 3. rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut tanpa rasa sakit dan mudah rontok; 4. terjadi perubahan status mental menjadi apatis dan rewel; 5. terjadi pembesaran hati; 6. otot mengecil (hipotrofi); 7. terdapat kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman lalu terkelupas (crazy pavement dermatosis); 8. sering disertai penyakit infeksi yang umumnya akut; dan 9. anemia dan diare. 2. Marasmus Memiliki ciri: 1. Badan Nampak sangat kurus seolah-olah tulang hanya terbungkus kulit; 2. Wajah seperti orang tua; 3. Mudah menangis/cengeng dan rewel; 4. Kulit menjadi keriput; 5. Jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (baggy pant/ menggunakan celana longgar); 6. Perut cekung dan iga ngambang; 7. Sering disertai penyakit infeksi (umumnya kronis berulang); dan 8. Diare kronik atau konstipasi (susah buang air). B. Penyebab Gizi Buruk Gizi buruk dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait. Secara langsung dipengaruhi oleh 3 hal, yaitu; anak tidak cukup mendapat makanan bergizi seimbang, anak tidak mendapat asuhan gizi yang memadai dan anak mungkin menderita penyakit infeksi. Ketiga penyebab langsung tersebut diuraikan sebagai berikut: 1. Anak tidak cukup mendapat makanan bergizi seimbang Bayi dan balita tidak mendapat makanan yang bergizi, dalam hal ini makanan alamiah terbaik bagi bayi yaitu air susu ibu dan sesudah usia 6 bulan anak tidak mendapat makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat, bak jumlah dan kualitasnya. MP-ASI yang baik tidak hanya cukup mengandung energi dan protein, tetapi juga mengandung zat besi, vitamin A, asam folat, vitamin B serta vitamin dan mineral lainnya. 2. Anak tidak mendapat asuhan gizi yang memadai Suatu studi positive deviance mempelajari mengapa dari sekian banyak bayi dan balita di suatu desa miskin hanya sebagian kecil yang gizi buruk, padahal orang tua mereka semuanya petani kurang mampu. Dari studi ini diketahui pola pengasuhan anak berpengaruh pada timbulnya gizi buruk. Anak yang diasuh ibunya sendiri dengan kasih sayang, apalagi ibunya berpendidikan, mengerti soal pentingnya ASI, manfaat posyandu dan kebersihan, meskipun dalam keadaan yang sama yaitu kurang mampu, ternyata anak tersebut lebih sehat. Unsur pendidikan perempuan berpengaruh pada kualitas pengasuhan anak. Sebaliknya sebagian anak yang gizi buruk ternyata diasuh oleh nenek atau pengasuh yang juga kurang mampu dan kurang memiliki pemahaman terhadap status gizi. 3. Anak menderita penyakit infeksi Terjadi hubungan timbal balik antara kejadian infeksi penyakit dan gizi buruk. Anak yang menderita gizi buruk akan mengalami penurunan daya tahan, sehingga anak rentan terhadap penyakit infeksi. Cakupan pelayanan kesehatan dasar terutama imunisasi, penanganan diare, tindakan cepat pada balita yang tidak naik berat badan, pendidikan, penyuluhan kesehatan dan gizi, dukungan pelayanan di posyandu, penyediaan air bersih, kebersihan lingkungan akan menentukan tingginya kejadian penyakit infeksi. Berbagai penelitian membuktikan lebih dari separuh kematian bayi dan balita disebabkan oleh keadaan gizi yang buruk. Risiko meninggal dari anak yang bergizi buruk 13 kali lebih besar dibandingkan anak yang normal. WHO memperkirakan bahwa 54% penyebab kematian bayi dan balita didasari oleh keadaan gizi anak yang buruk. 3. Masalah Gizi Lebih Masalah gizi lebih baru muncul di permukaan pada tahun-tahun terakhir PJP 1, yaitu awal tahun 1990-an. Peningkatan pendapatan pada kelompok masyarakat tertentu, terutama di perkotaan menyebabkan perubahan dalam gaya hidup, terutama pada pola makan. Pola makan tradisional dengan tinggi karbohidrat, tinggi serat kasar dan rendah lemak berubah ke pola makan baru yang rendah karbohidrat, rendah serat kasar dan tinggi lemak sehingga menggeser mutu makanan ke arah tidak seimbang. Perubahan pola makan ini dipercepat oleh makin kuatnya arus budaya makanan asing yang disebabkan oleh kemajuan teknologi informasi dan globalisasi ekonomi. Disamping itu perbaikan ekonomi menyebabkan berkurangnya aktifitas fisik masyarakat tertentu. Perubahan pola makan dan aktifiatas fisik ini berakibat semakin banyaknya penduduk golongan tertentu mengalami masalah gizi lebih berupa kegemukan dan obesitas. Makanan berlebihan dikaitkan pula dengan tekanan hidup atau stress. Dampak masalah gizi lebih pada orang dewasa tampak dengan semakin meningkatnya penyakit degeneratif, seperti jantung coroner, diabetes militus, hipertensi dan penyakit hati. Masalah gizi lebih disebabkan oleh kebanyakan masukan energi dibanding dengan keluaran energi. Penanggulangannya adalah dengan menyeimbangkan masukan dan keluaran energi melalui pengurangan makan (diet) dan melakukan konsultasi secara rutin pada dokter spesialis gizi dan penambahan latihan fisik atau olahraga. 2.2.5 Gizi Seimbang 1. Pengertian Gizi Seimbang Gizi seimbang adalah makanan yang dikonsumsi oleh individu sehari-hari yang beranekaragam dan memenuhi 5 kelompok zat gizi dalam jumlah yang cukup, tidak berlebihan dan tidak kekurangan (Dirjen BKM, 2002). Menu seimbang merupakan menu yang terdiri dari beranekaragam makanan dengan jumlah dan proporsi yang sesuai, sehingga memenuhi kebutuhan gizi seseorang guna pemeliharaan dan perbaikan sel-sel tubuh dan proses kehidupan serta pertumbuhan dan perkembangan (Almatsier, 2001). Peranan berbagai kelompok bahan makanan tergambar dalam piramida gizi seimbang yang berbentuk kerucut dan lebih populer dengan istilah Tri Guna Makanan. Pertama, sumber zat tenaga yaitu padi dan umbi serta tepung yang digambarkan di dasar kerucut. Kedua, sumber zat pengatur yaitu sayuran dan buah yang digambarkan bagian tengah kerucut. Ketiga, sumber zat pembangun berupa kacang, makanan hewani, dan hasil olahan yang digambarkan pada bagian atas kerucut. 2. Faktor yang Mempengaruhi Penyusunan Gizi Seimbang a. Ekonomi (terjangkau dengan keuangan keluarga); b. Sosial budaya (tidak bertentangan); c. Kondisi kesehatan; d. Umur; e. Berat badan; f. Aktivitas; g. Kebiasaan makan; h. Ketersediaan pangan setempat. 2.2.6 Kebutuhan Nutrien pada Bayi dan Anak 1. Air Pada masa bayi, terutama bayi muda, jumlah air yang dianjurkan untuk diberikan sangat penting, dibandingkan dengan bayi yang lebih tua dan golongan umur selanjutnya, karena air merupakan nutrient yang menjadi medium untuk nutrient lainnya. Oleh karena itu masukan dari nutrient tersebut ditentukan kadarnya dalam cairan dan jumlah cairan (termasuk air) yang diberikan. Umumnya dapat dikatakan bahwa kebutuhan air berhubungan erat dengan intake kalori dan berat jenis urin, yang bergantung kepada banyaknya zat yang larut didalam urin tersebut. Untuk bayi yang menyusu pada ibunya, masukan air rata-rata 175-200 ml/kgbb/hari dalam triwulan pertama, kemudian menurun menjadi 150-175 ml/kgbb/hari dan triwulan kedua, 130-140 ml/kgbb/hari dalam triwulan ketiga dan 120-140 ml/kgbb/hari dalam triwulan terakhir. 2. Energi Komisi ahli FAO/WHO dalam tahun 1971 mengemukakan bahwa rekuiremen dari kalori harus disesuaikan dengan berat badan selama masa pertumbuhan. Dalam buku nelson dijelaskan tidak membedakan jenis kelamin dalam masa remaja. Perbedaan tersebut sebenarnya diperlukan, mengingat dalam masa remaha terdapat perbedaan dari permulaan pubertas dan juga perbedaan rekuiremen dari nutrient lain. Kalori yang diberikan akan digunakan untuk: a. Metabolism basal: bayi membutuhkan 55 kal/kgbb/hari, kemudian dalam usia selanjutnya berkurang dan setelah dewasa menjadi 25-30 kal/kgbb/hari. Metabolisme basal meningkat 10% untuk tiap kenaikan suhu 1 derajat C. b. Specific Dynamic Action (SDA) ialah kenaikan kalori yang diperlukan di atas keperluan metabolisme basal, yang disebabkan oleh peristiwa makan dan mencerna makanan. Pada masa bayi rata-rata 7-8% dari seluruh masukan kalori, sedangkan pada anak kira-kira 5% bila diberikan makanan yang biasa. c. Perkembangan ekskreta (sisa yang tidak terpakai): biasanya tidak lebih dari 10%. d. Aktifitas jasmani: 15-25 kal/kgbb/hari. Pada saat sangat efektif dapat mencapai 50-80 kal/kgbb/hari untuk waktu yang singkat, misalnya pada saat berolahraga (atletik, berenang, dan sebagainya). e. Pertumbuhan: merupakan jumlah kalori yang tidak digunakan untuk keperluan tersebut diatas dan merupakan kalori yang disimpan. Bergantung kepada fase pertumbuhan, pada akhir-akhir permulaan kira-kira 20-40 kal/kgbb/hari, kemudian berkurang sehingga pada akhir masa bayi menjadi 15-25 kal/kgbb/hari. Pada masa remaja kebutuhan kalori untuk pertumbuhan akan meningkat lagi. Kalori dalam makanan berasal dari nutrient protein, lemak, dan karbohidrat. Setiap gram protein menghasilkan 4 kalori, lemak 9 kalori dan karbohidrat 4 kalori. 3. Protein Nilai gizi protein ditentukan oleh kadar asam amino esensial. Akan tetapi dalam praktek sehari-hari umumnya dapat ditentukan dari asalnya. Protein hewani biasanya mempunyai nilai gizi yang lebih tinggi dibandingkan dengan protein nabati. Protein telur dan protein susu biasanya dipakai sebagai standar untuk nilai gizi protein. Nilai gizi protein nabati ditentukan oleh asam amino yang kurang (asam amino pembatas), misalnya protein kacang-kacangan kekurangan asam amino sulfur mentionin sistin sedangkan protein bahan makanan tepung (cereal) kekurangan lisin. Nilai protein dalam makanan orang Indonesia sehari-hari umumnya diperkirakan 60% dari pada nilai gizi protein telur. 4. Lemak Sampai sekarang lemak masih dianggap tidak perlu terdapat dalam jumlah banyak, kecuali untuk asam lemak esensial (asam linoleate dan arakidonat). Untuk masa pertumbuhan yang cepat, lemak dalam makanan mempunyai arti sebagai berikut: a. Bila lemak kurang dari 20% kalori, maka jumlah protein atau karbohidrat perlu dinaikkan. Dengan demikian mungkin akan mengakibatkan kelebihan beban ginjal dan juga menyebabkan kelebihan kemampuan enzim disakaridase dalam usus, sehingga dapat mengakibatkan diare. b. Lemak merupakan bahan makanan berkalori banyak yang diperlukan memenuhi rekuiremen kalori bayi atau anak. c. Lemak mengandung asam lemak esensial. Bila kurang dari 0,1% dapat mengakibatkan gangguan seperti kulit bersisik, rambut mudah rontok, hambatan petumbuhan. d. Lemak merupakan sumber gliserida dan kolesterol yang tidak dapat dibuat dari karbohidrat oleh bayi sekurang-kurangnya sampai 3 bulan. e. Lemak merupakan zat yang memberikan rasa sedap pada makanan bahkan juga bagi bayi. f. Lemak mempermudah absorbs vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A,D,E dan K). 5. Karbohidrat Rekuiremen karbohidrat belum diketahui dengan pasti. Bayi yang menyusui pada ibunya mendapat 40% kalori dari laktosa. Pada usia yang lebih tua, kalori dan hidrat arang bertambah jika bayi telah diberi makanan lain, terutama yang mengandung banyak tepung seperti misalnya bubur susu, nasi tim. 6. Rekuiremen vitamin dan mineral Untuk memelihara kesehatan, rekuiremen bayi dan anak menurut Recommended Dietary Allowance for Use in Indonesia yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan RI pada tahun 1968. Merencanakan pengaturan makan untuk seorang bayi atau anak. Jika kita hendak menentukan makanan yang tepat untuk seorang bayi atau anak, maka perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: a. Menentukan jumlah kebutuhan dari nutrient dengan menentukan data tentang kebutuhan nutrient. b. Menentukan jenis bahan makanan yang dipilih untuk menterjemahkan nutrient yang diperlukan dengan menggunakan daftar komposisi nutrient dari berbagai bahan makanan. c. Menentukan jenis makanan yang akan diolah sesuai dengan hidangan (menu) yang dikehendaki. d. Menentukan jadwal waktu makan dan menentukan hidangan. Perlu pula ditentukan cara pemberian makanan, misalnya dengan cara makan biasa, dengan pipa penduga (sonde) dan lain-lain. e. Memperhatikan masukan yang terjadi pada hidangan tersebut, perlu diperhatikan faktor kesukaan terhadap suatu makanan. Perhatikan pula bila betul-betul terjadi keadaan anoreksia. Bila tidak terdapat sisa makanan, mungkin makanan yang diberikan jumlahnya kurang atau berarti penentuan rekuiremen terlalu rendah. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk pengaturan makan yang tepat adalah: 1. Umur, 2. Berat badan, 3. Diagnosis dari penyakit, tahap serta keadaan penyakit, 4. Keadaan mulut sebagai alat penerimaan makanan, 5. Kebiasaan makan, kesukaan dan ketidak-sukaan, aksptabilitas dari makanan dan toleransi anak terhadap makanan yang diberikan. 2.3 Pemahaman Terhadap Proyek Sejenis 2.4 Potensi Kota Denpasar Dalam konteks regional, fungsi dan peranan Kota Denpasar adalah sebagai Ibu Kota Provinsi Bali. Kota Denpasar memegang peranan penting dalam pengendalian arah dan kebijaksanaan pembangunan yang akan dilaksanakan. Fungsi-fungsi utama Kota Denpasar yaitu: pusat pemerintah, pusat perdagangan regional dan kota, pusat pendidikan dan kebudayaan, pusat trasnportasi dan pariwisata (Bappeda Pemerintah Kota Denpasar, Rencana Detail Tata Ruang Pusat Kota Denpasar Tahun 2007-2016). 2.4.1 Kondisi Fisik Kota Denpasar Kondisi fisik Kota Denpasar dapat dilihat pada letak geografis dan wilayah administrasi, morfologi dan topografi, serta hidrologi dan kondisi klimatologi. 1. Letak Geografis dan Wilayah Administrasi Kota Denpasar memiliki luas wilayah 12.778 Ha atau sekitar 2,18% dari luas keseluruhan Provinsi Bali. Secara geografis, Kota Denpasar terletak pada 83531- 84449 Lintang Selatan dan 1151023- 1151627 Bujur Timur. Kecamatan Koordinat Astronomis Luas Denpasar Selatan 84000- 84449 LS dan 1151123- 1151554 BT 49,99 km2 Denpasar Timur 83531- 84036 LS dan 1151229- 1151627 BT 22,54 km2 Denpasar Barat 83624- 84159 LS dan 1151023- 1151414 BT 24,13 km2 Denpasar Utama 83531- 83929 LS dan 1151209- 1151439 BT 31,12 km2
Secara administratif, Kota Denpasar terdiri dari 4 kecamatan yang
mewilayahi 43 desa dan kelurahan meliputi 396 banjar dinas. Batas-batas Kota Denpasar adalah sebagai berikut: a. Utara : Kecamatan Mengwi (Badung) dan Sukawati (Gianyar) b. Timur : Kecamatan Sukawati (Gianyar) dan Selat Badung c. Selatan : Selat Badung dan Kecamatan Kuta Selatan (Badung) d. Barat : Kecamatan Mengwi dan Kuta (Badung) 2. Morfologi dan Topografi Ditinjau dari segi topografi, keadaan Kota Denpasar secara umum sedikit bergelombang pada bagian barat sedangkan pada bagian lainnya datar. Sebagian besar wilayah Kota Denpasar merupakan dataran rendah dan berasa pada ketinggian 0-25 meter diatas permukaan laut. Sedangkan ke arah selatan cenderung miring dengan ketinggian berkisar antara 0-75 meter di atas permukaan laut. Kondisi morfologi Kota Denpasar hampir seluruhnya landau dengan kemiringan tanah sebagian besar berkirsar antara 0-5% namun dibagian tepi kemiringannya bisa mencapai 15%. 3. Geologi Keadaan geologi di Kota Denpasar sebagian merupakan tanah yang bertekstur kasar, yang terdiri dari lumpur lempung, lempung pasiran, dan lempung lanan. Secara umum kondisi ini cukup baik untuk keadaan fisik kota, karena jenis- jenis tanah yang berasal dari batu vulkan merupakan jenis tanah yang cukup stabil. 4. Hidrologi Kondisi hidrologi Kota Denpasar memiliki muka air tanah tinggi (3-10 meter) dengan rasa tawar. Pada umumnya sumber air bersih bagi kebutuhan masyarakat adalah dengan memanfaatkan pelayanan air bersih dari PDAM Badung di samping menggunakan air tanah melalui sumur bor maupun sumur gali dengan kedalaman mencapai 10 meter. (Bappeda Pemerintah Kota Denpasar) 5. Klimatologi Wilayah Kota Denpasar berada pada daerah tropis dengan keadaan temperature rata-rata mencapai 24-34C dengan kelembaban udara rata-rata 80%. Curah hujan rata-rata mencapai 1.829 mm/tahun dimana siklus hujan terbesar terjadi pada bulan Oktober-April. Kecepatan angin rata-rata adalah sebesar 6,7 knot dan rata-rata penyinaran matahari adalah 74,3% 6. Struktur Tata Ruang Wilayah Struktur ruang Kota Denpasar sebagai Ibukota Provinsi Bali terdiri atas pusat-pusat pembangkit pergerakkan wilayah adalah: a. Kota Denpasar sebagai pusat aktivitas ekonomi dimana pengembangannya sesuai dengan RTRWP Provinsi Bali meliputi: Pengembangan pusat-pusat permukiman perkotaan (Denpasar, Tabanan, Gianyar, Mengwi, Sukawati, Ubud dan sebagainya). Pusat-pusat kegiatan/pariwisata (Nusa Dua, Kuta, Tanah Lot, Soka, Bedugul, Sanur, Ubud dan Pantai Lebih). b. Struktur jaringan transportasi regional yang meliputi: Pengembangan terminal penumpang regional di Mengwi, Denpasar dan Batubulan. Pengembangan perhubungan prasarana laut di pelabuhan Laut Benoa. Pengembangan prasarana perhubungan udara di Bandara Ngurah Rai Tuban. Pengembangan fungsi-fungsi jaringan jalan regional (Beringkit-Batuan- Purnama, Denpasar-Kuta-Tanah Lot-Soka, Tohpati-Kusamba, Denpasar- Tabanan, Denpasar-Gianyar dan jaringan jalan arteri lainnya dalam Kota Denpasar dan sekitarnya). 7. Pengelolaan Kawasan Perkotaan Pengelolaan kawasan perkotaan di Kota Denpasar adalah sebagai berikut: Penyusunan rencana tata ruang guna memudahkan dalam mengarahkan lokasi investasi atau pembangunan di kawasan perkotaan. Peningkatan pelayanan sistem prasarana wilayah di kawasan perkotaan dalam rangka meningkatkan hubungan ekonomi yang kondusif bagi pertumbuhan dan pemerataan ekonomi wilayah. Pengembangan kawasan perkotaan diarahkan untuk memanfaatkan semaksimal mungkin potensi sumber daya kawasan pedesaan sebagai daerah belakangnya sesuai dengan fungsi dari kawasan pedesaan. 8. Pengembangan Kawasan Prioritas Kota Konsep pengembangan kawasan prioritas di kawasan perkotaan adalah untuk mengantisipasi dampak dari semakin pesatnya kegiatan perkotaan, industri kecil dan pariwisata yang tingkat perkembangannya sangat tinggi, dengan kata lain prioritas program adalah pengendalian kawasan yang cepat berkembang. Pengembangan kawasan tersebut diarahkan dalam rangka memberikan fasilitas yang memadai serta peningkatan aspek pengawasan dan pengelolaan tata ruang yang lebih efektif dan efisien untuk mengantisipasi laju perkembangan agar dampak negatif terhadap lingkungan. 9. Kawasan Terbangun Kawasan pelayanan kesehatan terkonsentrasi di daerah Sanglah dan sekitarnya. Adapun rencana dan kebijakan pengembangan kawasan pelayanan kesehatan di Kawasan Perkotaan Denpasar, antara lain: a. Mempertahankan fasilitas kesehatan yang telah dikembangkan oleh pemerintah seperti RSUP Sanglah dengan skala pelayanan wilayah Provinsi Bali yang telah dilengkapi dengan standar pelayanan internasional dan RSUD Wangaya dengan skala pelayanan wilayah Kota Denpasar. b. Mempertahankan rumah sakit swasta yang telah ada di beberapa lokasi sebagai pusat pelayanan kesehatan skala wilayah dan kota atau kecamatan. c. Seluruh lokasi fasilitas kesehatan yang berpotensi membangkitkan lalu lintas secara bertahap harus dapat menyediakan lahan parkir yang memadai. 2.4.2 Data Non Fisik 2.5 Permasalahan Lokasi dan Pemecahannya 2.6 Spesifikasi Proyek