Anda di halaman 1dari 7

Analisis Proses Pengolahan Produk Tepung Terigu dan

Fortifikasi Tepung Terigu

A. Pengolahan Tepung Terigu

1. Tepung terigu
Tepung terigu adalah tepung atau bubuk halus yang berasal dari penggilingan biji gandum.
Tepung terigu mengandung banyak banyak zat pati, yaitu karbohidrat kompleks yang tidak larut
dalam air. Tepung terigu juga mengandung protein dalam bentuk gluten, yang ber[eran dalam
menentukan kekenyalan makanan yang terbuat dari bahan tepung terigu.
Tepung terigu merupakan produk setenah jadi dari penggilingan biji gandum. Tepung terigu
dapat diolah menjadi berbagai macam produk makanan seperti roti, mie, pasta dan masih banyak
produk lainnya. Dalam proses produksi tepung terigu perlu diperhatikan syarat mutu yang harus
dipenuhi. Syarat mutu tepung terigu berdasarkan SNI 01-3571-2006 dapat dilihat pada tabel
berikut.
Komponen utama yang terkandung di dalam tepung terigu seperti protein, lemak, kalsium,
fosfor, besi dan vitamin A cukup tinggi. Banyaknya kandungan komponen utama dapat di lihat
pada Tabel.1. Komposisi kimia tepung terigu dalam 100 gram bahan sebagai berikut :

2. Proses Produksi Tepung Terigu

Proses pengolahan gandum menjadi tepung terigu dibagi dalam 2 proses, yakni proses
pembersihan (cleaning) dan penggilingan (milling). Pada proses cleaning, gandum dibersihkan
dari impurities seperti debu, biji-biji lain selain gandum (seperti biji jagung, kedelai), kulit
gandum, batang gandum, batu-batuan, kerikil, dan lain-lain

Setelah gandum dibersihkan dari impurities, proses penambahan air (dampening) agar gandum
memiliki kadar air yang diinginkan. Proses dampening tergantung pada beberapa faktor. Antara
lain kandungan air di awal biji gandum, jenis gandum, dan jenis serta mutu tepung yang
diharapkan. Selanjutnya gandum yang telah diberi air didiamkan selama waktu tertentu agar air
meresap ke dalam biji gandum. Tahap ini bertujuan untuk membuat kulit gandum menjadi liat
sehingga tidak mudah hancur saat digiling dan memudahkan endosperma terpisah dari kulit serta
melunakkan endosperm yang mengandung tepung.

Proses kedua adalah penggilingan (milling) yang meliputi proses breaking, reduction, sizing, dan
tailing. Prinsip proses penggilingan adalah memisahkan endosperm dari lapisan kulit. Diawali
dengan proses breaking yaitu pemisahan biji gandum untuk memisahkan kulit gandum dengan
endosperm. Tahap berikutnya adalah reduction, yaitu endosperma yang sudah dipisahkan
diperkecil lagi menjadi tepung terigu. Kulit gandum yang terpisah diproses kembali menjadi bran
dan pollard.

Selama proses penggilingan dihasilkan produk-produk samping seperti pollard, bran, dan tepung
industri. Tujuan dari tahap penggilingan ini untuk memperoleh hasil ekstraksi yang tinggi
dengan kualitas tepung yang baik.
3. Kandungan tepung terigu
Umumnya penggolongan tepung terigu berdasarkan kandungan proteinnya. Biasanya jenis yang
tersedia di pasar memiliki kandungan protein berkisar antara 8% – 9%, 10.5% – 11.5 % dan 12
% – 14 %.

Di dalam tepung terigu terdapat Gluten , yang secara khas membedakan tepung terigu dengan
tepung tepung lainnya. Gluten adalah suatu senyawa pada tepung terigu yang bersifat kenyal dan
elastis, yang diperlukan dalam pembuatan roti agar dapat mengembang dengan baik, yang dapat
menentukan kekenyalan mie serta berperan dalam pembuatan kulit martabak telur supaya tidak
mudah robek.

Umumnya kandungan gluten menentukan kadar protein tepung terigu, semakin tinggi kadar
gluten, semakin tinggi kadar protein tepung terigu tersebut. Kadar gluten pada tepung terigu,
yang menentukan kualitas pembuatan suatu makanan, sangat tergantung dari jenis gandumnya.

Dalam pembuatan makanan, hal yang harus diperhatikan ialah ketepatan penggunaan jenis
tepung terigu. Tepung terigu berprotein 12 %-14 % ideal untuk pembuatan roti dan mie, 10.5 %-
11.5 % untuk biskuit, pastry/pie dan donat. Sedangkan untuk gorengan, cake dan wafer gunakan
yang berprotein 8%-9%. Jadi suatu tepung terigu belum tentu sesuai dengan semua makanan.

Kualitas tepung terigu dipengaruhi juga oleh moisture (kadar air), ash (kadar abu), dan beberapa
parameter fisik lainnya, seperti water absorption, development time, stability, dan lain-lain.

Moisture adalah jumlah kadar air pada tepung terigu yang mempengaruhi kualitas tepung. Bila
jumlah moisture melebihi standar maksimum maka memungkinkan terjadinya penurunan daya
simpan tepung terigu karena akan semakin cepat rusak, berjamur dan bau apek.

Ash adalah kadar abu yang ada pada tepung terigu yang mempengaruhi proses dan hasil akhir
produk antara lain warna produk (warna crumb pada roti, warna mie) dan tingkat kestabilan
adonan. Semakin tinggi kadar ash semakin buruk kualitas tepung. Sebaliknya semakin rendah
kadar ash semakin baik kualitas tepung. Hal ini tidak berhubungan dengan jumlah dan kualitas
protein.

Kemampuan tepung terigu menyerap air disebut Water Absorption. Kemampuan daya serap air
pada tepung terigu berkurang bila kadar air dalam tepung (moisture) terlalu tinggi atau tempat
penyimpanan yang lembab. Water Absorption sangat bergantung dari produk yang akan
dihasilkan. Dalam pembuatan roti umumnya diperlukan water absorption yang lebih tinggi dari
pada pembuatan mie dan biskuit.

Kecepatan tepung terigu dalam pencapaian keadaan develop (kalis) disebut developing time. Bila
waktu pengadukan kurang disebut under mixing yang berakibat volume tidak maksimal,
serat/remah roti kasar, roti terlalu kenyal, aroma roti asam, roti cepat keras, permukaan kulit roti
pecah dan tebal. Sedangkan bila kelebihan pengadukan disebut over mixing yang berakibat
volume roti melebar/datar, roti kurang mengembang, serat/remah roti kasar, warna kulit roti
pucat, permukaan roti mengecil, permukaan kulit roti banyak gelembung dan roti tidak kenyal.
Proses terakhir adalah stability yaitu kemampuan tepung terigu untuk menahan stabilitas adonan
agar tetap sempurna meskipun telah melewati waktu develop (kalis). Stabilitas tepung pada
adonan dipengaruhi beberapa hal antara lain jumlah protein, kualitas protein dan zat
additive/tambahan.

B. Fortifikasi tepung terigu

1. Forfotifikasi
Menurut laporan UNICEF pada tahun 2010 yang berjudul “Kemajuan Dunia dalam hal Gizi bagi
Ibu Hamil dan Anak-Anak” yang diluncurkan di Jakarta mengidentifikasi bahwa Indonesia
sebagai Negara peringkat kelima di dunia dengan jumlah anak yang terlambat pertumbuhannya
atau anak-anak yang lebih pendek dibanding anak-anak seusianya.
Mengetahui hal tersebut, perlulah penanganan khusus agar masalah gizi buruk di Indonesia dapat
teratasi. Asia menjadi pasar yang berkembang pesat bagi terigu dunia. Salah satunya Indonesia
merupakan negara yang mengkonsumsi tepung terigu sebagai makanan pokok kedua setelah
beras. Sebagai makanan pokok, tepung terigu diolah menjadi mie, roti, kue dll. Sayangnya,
makanan-makanan tersebut mengandung sedikit gizi yang berarti. Sebagian besar kandungan
gizi dari terigu hilang ketika terigu tersebut digiling menjadi tepung. Solusinya adalah fortifikasi
tepung terigu. Fortifikasi merupakan penambahan satu atau lebih gizi (nutrien) pada makanan
yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas pangan sehingga meningkatnya status gizi
masyarakat.
Fortifikasi pertama kali diperkenalkan di Swiss pada tahun 1920 untuk mengendalikan
kekurangan zat gizi mikro iodium dengan menambahkan iodium pada garam. Pada tahun 1940
fortifikasi menjadi ketentuan umum industri pangan dengan penambahan thiamin, riboflavin, dan
niasin pada produk sereal yang bertujuan meningkatkan status gizi penduduk. Peraturan
fortifikasi pertama kali diterbitkan oleh Food And Drug Administration United States of America
(FDA USA) pada tahun 1960. Pada tahun 1992 diadakan konferensi International Conference on
Nurtrition (ICN) di Roma untuk menentukan kebijakan fortifikasi dalam menyikapi
permasalahan zat gizi mikro. Berdasarkan konferensi tersebut maka fortifikasi menjadi suatu
ketentuan di seluruh negara dan tahun 2006 ditetapkan standar penentuan zat gizi mikro yang
dapat difortifikasikan.
Mengapa tepung terigu yang dipilih sebagai bahan yang difortifikasi? Hal ini mengingat
masyarakat Indonesia yang menggunakan tepung terigu sebagai makanan pokoknya, karena
sasaran dalam fortifikasi adalah bahan pangan yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat
sehingga dapat enaikkan status gizi masyarakat. Adapun tujuan dari fortifikasi adalah 1)
Mengganti nutrisi yang hilang selama pembuatan produk. 2) intervensi kesehatan masyarakat 3)
memastikan kesesuaian nutrisi dari makanan pengganti. Misalnya : nutrisi pada mentega serupa
dengan susu. 4) memastikan komposisi nutrisi gizi dan mineral makanan yang sesuai untuk
tujuan tertentu.
Dalam keputusan mentri kesehatan tentang fortifikasi tepung terigu No.
1452/MENKES/SK/X/2003 Tepung terigu yang diproduksi, diimpor artau diedarkan di
Indonesia harus ditambahkan fortifikan sehingga mengandung zat besi minimal 50 ppm, seng
minimal 30 ppm, vitamin B1(tiamin) minimal 2,5 ppm, vitamin B2(riboflavin) minimal 4 ppm,
dan asam folat minimal 2 ppm. Zat besi sangat perlu ditambahkan dalam fortifikasi berupa
senyawa FeSO4.7H2O karena zat besi merupakan elemen penting yang diperlukan tubuh dalam
darah sebagai sumplai oksigen dalam sel tubuh. Apabila kekurangan zat besi dalam tubuh maka
dapat menyebabkan berbagai macam penyakit salah satunya penyakit anemia. Menurut Depkes
RI tahun 2007 anak-anak usia 1-14 tahun yang mengalami penyakit anemia sebesar 40% pada
tahun 2011 menjadi 17,6%. Penurunan ini menunjukkan angka keberhasilan program fortifikasi
yang telah dilakukan. Pada tahun 2010 tepung terigu telah difortifikasi dijual menyebar di pasar
tradisional NTT.
2. Metode dan Proses forfotifikasi tepung

Empat metode utama dalam fortifikasi pangan yaitu : 1) biofortifikasi atau membiakkan
tanaman untuk meningkatkan nilai nutrisinya, yang dapat mencakup pemuliaan selektif
konvensional, dan modifikasi genetik modern. 2) biologi sintetis atau penambahan bakteri
probiotik ke makanan. 3) Fortifikasi komersial dan industri 3) Fortifikasi rumah. Fortifikasi
tepung terigu merupakan fortifikasi komersial dan industri yang telah dicanangkan oleh
pemerintah.

Proses fortifikasi pada pada tepung teriguyaitu tahap pertama tepung terigu ditambah air
demineralisasi 1:1 dan fortifikan (FeSO4.7H2 ZnO, asam folat, dan vitamin B1 & B2) sesuai
dengan kadar dari KEPMENKES, kemudian dimasukkan dalam tangki pengaduh hingga
membentuk slurry. Slurry tersebut kemudian dikeringkan dengan drumm drier. Hasil dari proses
pengeringan adalah berupa flake tepung terfortifikasi. Flake tersebut selanjutnya digiling dan
diayak dengan ukuran saringan 60 mesh, sehingga dihasilkan instant flour.

3. Kandungan hasil forfotifikasi tepung terigu

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia Institut
Pertanian Bogor Aldi El Gustian tahun 2013 diperoleh hasil :
No Merek produsen Presentase (%) AKG Perkiraan SNI
kandungan
1. Tali emas PT Sriboga Zat Besi Min 50 mg/kg
Raturaya Seng Min 30 mg/kg
Vitamin B1 Min 2.5
Vitamin B2 mg/kg
Asam Folat Min 4 mg/kg
Min 2 mg/kg
2. Segitiga biru Indofood Vitamin B1 80% AKG 0,8 mg Min 2.5
Vitamin B2 30% AKG 0,3 mg mg/kg
Asam Folat 60% AKG 240 mg Min 4 mg/kg
Besi 20% AKG 3 mg Min 2 mg/kg
Zinc 30% AKG 4,5 mg Min 50 mg/kg
Min 30 mg/kg
3. Kunci biru Indofood Vitamin B1 85% AKG 0,85 mg Min 2.5
Vitamin B2 35% AKG 0,35 mg mg/kg
Asam Folat 50% AKG 200 mg Min 4 mg/kg
Besi 20% AKG 3 mg Min 2 mg/kg
Zinc 30% AKG 4,5 mg Min 50 mg/kg
Min 30 mg/kg
4. Cakra Indofood Vitamin B1 75% AKG 0,75 mg Min 2.5
kembar Vitamin B2 35% AKG 0,35 mg mg/kg
Asam Folat 55% AKG 220 mg Min 4 mg/kg
Besi 20% AKG 3 mg Min 2 mg/kg
Zinc 30% AKG 4,5 mg Min 50 mg/kg
Min 30 mg/kg
5. Mila PT Pundi Zat Besi 25% AKG 3,75 mg Min 50 mg/kg
Kencana Seng 45% AKG 6,75 mg Min 30 mg/kg
Vitamin B1 10% AKG 0,1 mg Min 2.5
Vitamin B2 50% AKG 0,5 mg mg/kg
Asam Folat 130% AKG 520 mg Min 4 mg/kg
Min 2 mg/kg

4. Mikronutrien pada Fortifikasi Tepung Terigu


1. Vitamin B1 dan B2
Vitamin B1, yang dikenal juga dengan nama tiamin, merupakan salah satu jenis vitamin yang
memiliki peranan penting dalam menjaga kesehatan kulit dan membantu mengkonversi
karbohidrat menjadi energi yang diperlukan tubuh untuk rutinitas sehari-hari. Di samping itu,
vitamin B1 juga membantu proses metabolisme protein dan lemak. Vitamin B2 (riboflavin)
banyak berperan penting dalam metabolisme di tubuh manusia. Di dalam tubuh, vitamin B2
berperan sebagai salah satu kompenen koenzim flavin mononukleotida) dan flavin adenine
dinukleotida .
Bila terjadi defisiensi vitamin B1dan B2, kulit akan mengalami berbagai gangguan, seperti kulit
kering dan bersisik.Tubuh juga dapat mengalami gangguan saluran pencernaan, jantung, dan
sistem saraf. Di Indonesia, menurut peraturan menkes telah ditetapkan kandungan vitamin yang
harus ada pada tepung adalah B1 sebesar min 2,5 ppm dan B2 sebesar min 4 ppm.

2. Asam Folat
Asam folat (juga dikenal sebagai folat) berfungsi dalam mengurangi kadar homosistein darah,
membentuk sel darah merah, pertumbuhan dan pembagian sel yang tepat, dan mencegah cacat
tuba neural Di banyak negara industri, penambahan asam folat ke tepung telah mencegah secara
signifikan jumlah NTD pada bayi. Dua jenis NTD yang umum, spina bifida dan anencephaly,
mempengaruhi sekitar 2.500-3.000 bayi yang lahir di AS setiap tahunnya. Uji coba penelitian
telah menunjukkan kemampuan untuk mengurangi kejadian NTD sebesar 72%, dengan
melengkapi asupan ibu hamil dengan asam folat.
AKG untuk asam folat berkisar dari 150 μg/hari untuk anak usia 1-3 tahun, menjadi 400 μg/hari
untuk pria dan wanita di atas usia 19, dan 600 μg/hari selama masa kehamilan.Penyakit yang
terkait dengan defisiensi asam folat meliputi: anemia megaloblastik atau makrositik, penyakit
kardiovaskular, Beberapa jenis kanker, dan NTD pada janin. Di Indonesia penambahan asam
folat telah ditetapkan sebesar min 2 ppm.
3. Zat Besi
Zat besi berperan penting dalam membentuk hemoglobin. Zat besi merupakan komponen
pembentuk hemoglobin dan memberikan warna merah tua pada sel darah serta membantu
membawa oksigen ke sel-sel tubuh. Banyaknya masyarakat mengidap penyakit anemia membuat
pemerintah menambahkan besi pada proses fortifikasi khususnya tepung. Di Indonesia menkes
telah menetapkan kandungan besi pada tepung sebesar min 50 ppm

4. Seng
Seng (zinc) dalam tubuh kita pada dasarnya diperlukan untuk menjalankan fungsinya sebagai
antioksidan, ia dapat membantu mengurangi kerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas.
Sebagai mana kita ketahui bersama bahwa radikal bebas merupakan pemicu terjadinya kerusakan
pada sel yang berakibat pada timbulnya berbagai macam penyakit.
Seng merupakan salah satu jenis mineral esensial yang memiliki manfaat
dalam mempertahankan sistem kekebalan tubuh, menjaga kesehatan reproduksi, dan kesehatan
pencernaan. Seng juga dimanaafatkan oleh tubuh kita untuk menjaga kesehatan kulit, tulang,
rambut, kuku, dan mata. Dindonesia menkes telah menetapkan penambahan zink sebesar min 30
ppm pada tepung untuk mengurangi kekurangan zink dalam tubuh

5. Keuntugan Fortifikasi Tepung


Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan tahun 2003, setiap tepung yang diproduksi, diimpor,
atau diedarkan di Indonesia harus mengandung zat besi 60 ppm (Part Per Million), seng 30 ppm,
vitamin B1 (thiamine) 2,5 ppm, vitamin B2 (riboflavin) 4 ppm, dan asam folat 2 ppm. Tak heran
jika daftar komposisi gizi pada mi instan pun dilengkapi dengan deretan zat gizi.

Penambahan lima zat gizi pada tepung terigu hanya membutuhkan biaya sekitar Rp2 per
bungkusnya sehingga tidak membuat harga makanan menjadi mahal, tidak ada alasan bagi
produsen untuk tidak membubuhi zat fortifikan pada produk makanannya. Proses fortifikasi
dilakukan secara hati-hati. Jadi tidak usah khawatir anak akan mengalami keracunan akibat
kebanyakan mengonsumsi makanan berfortifikasi. Ini karena pemberiannya sudah
diperhitungkan tidak melampaui angka kecukupan gizi (AKG) seseorang. Pemberiannya sangat
sedikit tetapi cukup efektif bagi tubuh. Selain itu, fortifikasi juga tidak mengubah kondisi
makanan. Baik bentuk, warna, rasa, bau, kekentalan, dan lain-lain. Zat gizi (fortifikan) pun
diusahakan tetap stabil selama waktu penyimpanan makanan.
Fortifikasi cukup efektif mengatasi kekurangan zat gizi pada masyarakat karena fortifikasi
dilakukan pada setiap makanan yang bertujuan untuk mengembalikan zat gizi yang hilang pada
bahan makanan selama dalam pengolahan bahan makanan

Anda mungkin juga menyukai