BAB I
PENDAHULUAN
Melihat dari sisi historis pendidikan Islam di Indonesia, ada titik kelam
ilmu aqliyyah dari tradisi keilmuan dan pendidikan Islam yang cukup lama.
Ditambah dikotomi ilmu pengetahuan, pemisahan antara ilmu duniawi dan ukhrowi
mengalami kemajuan. Modernisasi dan globalisasi yang berkembang saat ini, selain
dan kemanusian.
1
2
bangsa (misalnya: toleransi, gotong-royong, menjunjung adat istiadat) serta
Pemberitaan dalam berbagai media massa tidak pernah luput dari kasus
kekerasan yang menyangkut SARA (suku, agama, ras dan antar golongan),
terlarang, dll), kasus-kasus asusila (antara remaja di bawah umur sampai kasus
asusila yang melibatkan guru dan murid), KKN (Korupsi, Kolusi dan, Nepotisme),
serta berbagai pemberitaan lainnya yang bersifat destruktif dan bukan sebaliknya,
yaitu pemberitaan mengenai berbagai prestasi yang telah diraih bangsa ini.
berbagai pihak, tidak hanya tokoh pendidikan Islam saja, tokoh agama dan
berikut:
solusi yang coba ditawarkan oleh Malik Fadjar dalam kutipan buku Holistika
3
Indonesia. al-Quran dan Sunah masih sangat general untuk dijadikan dasar filosofi
pendidikan Islam. Idealnya, dasar filosofi dan paradigma pendidikan Islam digali
dari al-Quran dan Sunah, setelah itu dirumuskan dalam sebuah redaksi yang lebih
teoretis-sistematis.
peradaban yang lebih baik, seolah-olah tidak berdaya dan belum mampu duduk
sejajar dengan pendidikan lainnya, bahkan dianggap sebagai pendidikan kelas dua.
Terbukti dengan belum adanya lembaga pendidikan Islam baik dari tingkat dasar
Islam, bahwa realitanya pendidikan Islam belum responsif terhadap tuntutan hidup
merupakan seorang pendidik, seorang aktivis organisasi keislaman, serta aktif pula
dalam diskusi dan dialog lintas agama. Pandangan filosofis mengenai pendidikan
manusia, bahwa manusia adalah makluk ciptaan Tuhan yang dibekali dengan ilmu
dan aql (intelek atau penalaran), manusia melalui kreatifitasnya dapat menemukan
yaitu:
hidupnya bagi pemenuhan ilmu pengetahuan tidak ada bedanya dengan makhluk
meningkatkan harkat dan martabat manusia selain ilmu diperlukan juga keimanan,
dimana iman inilah yang akan menuntun manusia dalam keyakinannya terhadap
Sang Maha Pencipta dan pergaulan sosialnya. Seorang yang beriman tidak mungkin
berikut:
Perpaduan antara dua aspek tersebut, yaitu aspek intektualitas dan akhlak
adalah apa yang dimaksud oleh Ahmad Syafii Maarif sebagai pendidikan
kehidupan bersama yang baik, beradab dan berkeadilan dalam suatu masyarakat
tidak hanya ditopang oleh kemampuan nalar melainkan dipandu oleh akhlak atau
seorang Prof. Ilmu Politik, The Ohio State University, Columbus Ohio Amerika
Syafii Maarif yaitu, Syafii baru, atau mungkin lebih tepat sisi lain Syafii yang
kurang saya kenali, melalui bukunya ingin membuktikan bahwa Islamnya Ahmad
melanda bangsa Indonesia. Baik konflik yang melibatkan SARA (suku, agama, ras
yang luas, baik pada tingkat lokal maupun internasional. Sebagai akademisi dan
6
seorang cendekiawan muslim, Syafii berinteraksi langsung dengan realita
bangsa Indonesia dan umat Islam merupakan hasil refleksi yang didasarkan pada
pedoman hidupnya sebagai seorang yang beragama, sebuah agama yang dijanjikan
sebagai rahmatan lil alamin (rahmat bagi seluruh alam), yaitu al-Quran kitab yang
mulia. Umat Islam tidak seharusnya menjadi umat yang terbelakang, mudah diadu
domba, dan tercerai berai. Umat yang kuat adalah umat yang unggul dalam
pengetahuan, juga karena semangat ilmu dan riset begitu hebatnya dalam al-Quran,
dengan bersikap zhalim terhadap kitab suci itu sendiri (Maarif, 2004:5).
B. Perumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Kegunaan Penelitian
E. Langkah-langkah Penelitian
1. Waktu Penelitian
bulan yaitu mulai dari 20 Oktober sampai dengan taggal 12 Desember 2016 dengan
Syafii Maarif dalam Pendidikan Islam adalah metode content analisys. Bogdan
menghasilkan data deskriptif, berupa kata-kata atau lisan dan perilaku teramati.
Metode ini melihat keseluruhan latar belakang subjek penelitian secara holistik
bersifat kualitatif. Sebagaimana yang sudah diketahui secara luas oleh para
akademisi, bahwa library research adalah penelitian yang dilakukan dengan cara
yang ditemukan.
Dengan demikian penyusunan karya ilmiah ini didasarkan pada hasil studi
Ahmad Syafii Maarif maupun bahan-bahan pustaka lain yang relevan dengan
Dalam penelitian ilmiah yang berbasis pada pustaka, sumber data adalah
bagian terpenting. Sumber data merupakan objek untuk menghasilkan data. Karena
sifatnya adalah kajian pustaka, maka objek yang dapat dijadikan sumber adalah
9
buku, jurnal, bulletin, artikel, dan karya-karya ilmiah lain yang relevan (Abdullah,
1990:29).
Adapun sumber data dalam penelitian ini dibagi menjadi sumber data
a) Sumber data primer yang menjadi kajian dalam skripsi ini adalah buku-buku
Politik (Teori Belah Bambu), Islam Kekuatan Doktrin dan Kegamangan Umat,
Masa Depan Bangsa dalam Taruhan, Islam dalam Bingkai Keindonesiaan dan
buku, jurnal, ebook, artikel yang sekiranya ada hubungannya dengan penelitian
menurut pemikiran Ahmad Syafii Maarif dengan cara bertahap melakukan cara-
cara berikut :
dengan masalah yang sedang dibahas dari berbagai sumber dan dipelajari secara
c. Penafsiran data yaitu setelah tersedia data-data dengan lengkap dan kategorisasi
telah dilakukan, maka dilakukan analisis atau penafsiran terhadap data yang
BAB II
LANDASAN TEORETIS DAN KERANGKA PEMIKIRAN
A. Tinjauan Pustaka
ini terlebih dahulu akan dikemukakan tentang hakekat pendidikan itu sendiri.
Karena melalui makna dari pendidikan dalam pengertian umum akan dapat
educer yang berarti memasukkan sesuatu istilah ini kemudian dipakai untuk
ahli itu, bukan berarti kata ini tidak dapat digeneralisasikan dan tidak dapat dicari
tranformasi ilmu dan budaya masyarakat dari satu generasi kepada generasi
11
12
berikutnya; 2) Adanya proses pengekalan atau pengabdian sebuah tata nilai yang
tak lain hanya terletak pada perbedaan sudut pandang, di antara mereka ada yang
ada juga yang melihat dari keberadaan dan hakekat kehidupan manusia di dunia,
dan ada pula yang melihat dari segi proses kegiatan yang dilakukan dalam
penyelenggaraan pendidikan.
Dalam hal ini ada tiga istilah yang umum digunakan dalam pendidikan
analisa konsep, ketiga istilah tersebut mempunyai konteks makna yang berbeda
bahkan untuk satu istilah saja. Akan tetapi kalau dikaji dari segi etimologi ketiga
kata tersebut mengandung kesamaan dalam segi esensi yaitu mengacu pada sebuah
mengacu pada sumber dan prinsip yang sama, yaitu pendidikan Islam bersumber
tepat dipakai untuk pendidikan Islam daripada talim atau tarbiyah yang dipakai
berupa tranformasi ilmu pengetahuan dan nilai kepada peserta didik secara
kehidupan sehari-hari.
ayat 151 :
Sebagaimana (kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu)
Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat
Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al-kitab dan
Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui. (QS.
Al-Baqarah : 151).
suatu transformasi ilmu yang terbatas pada domain kognitif, melainkan mencakup
juga domain konatif, psikomotor dan afektif. Sudah tentu untuk mencapainya tidak
mungkin hanya begitu saja melainkan atas usaha sungguh-sungguh dan mendalam,
tiga, yakni sedekah jariyah, atau ilmu yang diambil manfaatnya, atau anak saleh
yang dimaksud pendidikan Islam adalah suatu proses penggalian, pembentukan dan
oleh nilai-nilai ajaran Islam. Sehingga terbentuk pribadi muslim sejati yang mampu
ibadah kepada Allah SWT, guna mencapai kebahagiaan dan keselamatan hidup
ajaran Islam. Jika berbagai komponen tersebut satu dan lainnya membentuk suatu
sistem yang didasarkan pada nilai-nilai ajaran Islam, maka sistem tersebut
2. Komponen-komponen Pendidikan
setelah mengalami proses pendidikan, baik pada tingkah laku individu, kehidupan
tersebut tinggal. Tujuan pendidikan selain sebagai arah atau petunjuk dalam
16
pelaksanaan pendidikan, juga berfungsi sebagai pengontrol maupun mengevaluasi
paripurna yang bertujuan mendekatkan diri kepada Allah SWT, dan kedua, insan
dunia maupun diakhirat. Atas dasar itu, maka tujuan pendidikan Islam harus
memberikan pengertian yang sempurna dan memberikan faedah yang besar tentang
2005:32).
setelah suatu usaha atau kegiatan selesai (Daradjat, 2000:29). Senada dengan
pendapat tersebut, Zuhairini dkk., berpendapat bahwa tujuan adalah dunia cita,
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
kecerdasan kemampuan anak didik; ketiga memajukan IPTEK beserta manfaat dan
komponen itu secara terpadu dan harmoni. Dengan menggunakan kerangka berpikir
Empat kelompok tujuan pendidikan Islam itu adalah sebagai berikut (Zubaidi,
2012:36-37).
yang menafsirkan al-qawy sebagai kekuatan iman yang ditopang oleh kekuatan
pendidikan Islam bertujuan untuk meningkatkan jiwa dan kesetiaan yang hanya
kepada Allah semata dan melaksanakan moralitas Islami yang diteladani oleh
Nabi SAW dengan berdasarkan pada cita-cita ideal dalam al-Quran (Q.S. ali-
Imran, 3:19). Indikasi pendidikan rohani adalah tidak bermuka dua (Q.S. al-
pendidikan Islam bertujuan untuk membentuk kepribadian yang utuh baik roh,
tubuh dan akal. Identitas individu disini tercermin sebagai al-nas yang hidup
Islam akan bisa mengembangkan kepribadian peserta didik secara utuh, termasuk
mengembangkan keimanan, cipta, karya, karsa, rasa, dan hati nurani tiap manusia.
didik, baik potensi afektif, kognitif, maupun psikomotorik kearah yang lebih baik
didik. Pendidik juga diartikannya sebagai orang yang betanggung jawab dalam
memiliki pola pikir ilmiah dan pribadi yang sempurna (Syafaruddin et al, 2009:53).
Karena pendidik adalah aktor yang bertanggung jawab terhadap seluruh proses
yang terjadi di dalamnya. Atas dasar tersebut Abudin Nata dalam bukunya yang
bangsa sangat ditentukan oleh hasil kerja seorang guru dalam mengemas proses
dikutip oleh Abd. Rachman, guru atau pendidik adalah spiritual father atau bapak
rohani bagi murid. Gurulah yang memberi santapan jiwa dengan ilmu, pendidikan
SWT semata
2) Bersih tubuhnya, jauh dari dosa dan kesalahan, bersih jiwa, terhindar dari dosa
besar, sifat ria (mencari nama), dengki, permusuhan, perselisihan, dan lain-lain
5) Guru harus mengetahui tabiat murid dan guru harus menguasai pelajaran.
derajat yang lebih tinggi daripada orang-orang yang tidak berilmu dan orang-orang
atas PP. No. 19 Th. 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Peserta didik adalah
pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu
(Anonimous).
merupakan orang yang belum dewasa dan memiliki sejumlah potensi (kemampuan)
dasar yang masih perlu dikembangkan. Di sini, peserta didik merupakan makhluk
Allah yang memiliki fitrah jasmani maupun rohani. Dari segi jasmani, ia belum
kehendak, perasaan serta pikiran yang dinamis dan perlu untuk dikembangkan
(Agung, 1999:16).
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi (materi), dan bahan
tersebut, ada dua dimensi kurikulum, yang pertama adalah rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi (materi), dan bahan pelajaran, sedangkan yang kedua adalah
iman kepada Allah SWT. Mengenai hal ini, Abd. Rachman Assegaf mengutip
pendapat Hamid Hasan Bilgrami dan Ali Asyraf yang menerangkan bahwa, inti dari
kebenaran yang fundamental yang tidak dapat diubah, yaitu prinsip tauhid.
Syaebani terkesan luas karena pendidikan Islam itu sendiri mencakup dimensi
bahwasannya ada dua dimensi kurikulum, yang pertama adalah rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi (materi), dan bahan pelajaran, sedangkan yang
kedua adalah cara yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran. Metode/ model/
pendidikan Islam akan diuraikan dalam sub bab tersendiri secara terpisah.
Secara etimologi, istilah metode berasal dari bahasa Yunani, metodos. Kata
ini terdiri dua suku kata: yaitu metha yang berarti melalui atau melewati dan hados
yang berarti jalan atau cara. Metode berarti suatu jalan yang dilalui untuk mencapai
tujuan (Arifin, 1996:61). Dalam bahasa Arab metode disebut thariqat, dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, metode adalah cara yang teratur dan terpikir baik-
baik untuk mencapai maksud (KBBI, 1995:652). Sehingga dapat dipahami bahwa
metode berarti suatu cara yang harus dilalui untuk menyajikan materi pembelajaran
metode yang dapat dipakai dalam pembelajaran pendidikan Islam adalah sebagai
berikut :
2) Metode tarhib dan targhib, untuk mendorong minat belajar anak didik agar
4) Metode dialog, melahirkan sikap saling terbuka antara guru dan murid.
sekitar adalah meliputi semua kondisi dalam dunia ini yang dengan cara-cara
Islam adalah sesuatu yang ada di sekeliling tempat anak melakukan adaptasi,
danau, lautan, dsb. Kedua, Lingkungan sosial, seperti rumah tangga, sekolah, dan
simpel dan spesifik. Ia mangatakan bahwa apa yang dimaksud dengan lingkungan
1) Lingkungan keluarga
2) Lingkungan sekolah
3) Lingkungan organisasi pemuda atau kemasyarakatan.
24
Ki Hajar Dewantar berpendapat bahwa; lingkungan merupakan salah satu
faktor pendidikan yang ikut serta menentukan corak pendidikan, yang tidak sedikit
Arifin adalah; salah satu wadah/ tempat yang memungkinkan pendidikan Islam
peraturan yang bersifat mujarrad, suatu konsepsi yang terdiri dari kode-kode,
terdiri dari individu-individu yang dibentuk dengan sengaja atau tidak, untuk
(Lunggalung,1998:12-13).
Ciri yang menonjol dari seluruh lembaga pendidikan Islam adalah terletak
pada tujuan lembaga pendidikan Islam sendiri, yaitu mewarisi nilai-nilai ajaran
agama Islam. Adapun sifat dan karakter lembaga pendidikan Islam menurut
religius.
25
2009:278).
B. Kerangka Pemikiran
pustaka yang bertitik tolak dari konsep dan teori atau teori-teori yang dibutuhkan
bahwa kerangka berpikir itu berupa kerangka teori dan dapat berbentuk kerangka
penalaran logis.
eksistensi manusia dilihat secara integral dan harmonis. Kesatuan dimensi potensi
manusia menjadi mahluk yang mulia dan mampu melaksanakan amanat Allah
SWT. Dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi dalam penelitian ini maka
penulis menyusun kerangka pemikiran yang dapat dilihat pada skema berikut:
Pendidikan Islam
Non-Dikotomis
26
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Ahmad Syafii Maarif lahir dari pasangan Ma'rifah Rauf dan Fathiyah
pada hari Sabtu, 31 Mei 1935 di bumi Calau Sumpur Kudus "Makkah Darat",
Sumatera Barat. Sumpur Kudus "Makkah Darat" (Makkah Darek dalam bahasa
Minang). Ayah Syafii Maarif lahir pada tahun 1900, Ia adalah seorang terpandang
di kampung, saudagar gambir, jauh sebelum dia diangkat menjadi kepala nagari
ayahnya sebagai kepala suku Melayu dengan menyandang gelar Datuk Rajo
Malayu yang jabatannya sampai wafat. Secara ekonomi, ayahnya termasuk dalam
tidak saja menyangkut masalah ekonomi, juga masalah adat dan lembaga tingkat
menyaksikan betapa rasa hormat masyarakat kepada ayahnya, pasti datang dengan
sikap sopan sebagai pertanda bahwa yang ditemui itu memang layak untuk itu.
dimakamkan di Tapi Selo, tanah persukuan orang Melayu. Semula ayahnya sakit di
Tanjung Ampalu, di tempat ibu tirinya bernama Mak Maran, kemudian etek
Lamsiah, ibu tiri Maarif yang lain, memboyongnya ke Tapi Selo sampai ayahnya
26
27
Sementara ibu Maarif bernama Fathiyah lahir di Tepi Balai pada tahun
1905 dan meninggal dunia sewaktu Maarif berusia 18 bulan. Ibunya wafat pada
tahun 1937 dalam usia sekitar 32 tahun, sempat dua tahun menyusuinya. Maarif
tidak sempat merasakan betapa manis atau pahitnya hidup bersama ibunya, orang
mengatakan bahwa ibunya cukup cantik, tetapi Syafii Maarif tidak pernah
Muhammadiyah Sumpur Kudus hingga selesai pada tahun 1947. Setelah lulus dari
Mu'allimin Muhammadiyah di Balai Tengah Lintau dan selesai pada tahun 1953.
Namun baru satu tahun kuliah bantuan itu sempat terhenti karena
Ahmad Syafii Maarif menjadi guru di desa Baturetno, Wonogiri, Jawa Tengah
melanjutkan kuliah, karena sering tidak masuk kuliah -karna sering mengajar-
akibatnya Ahmad Syafii Maarif hanya tamat Sarjana Muda (BA) pada tahun
1964. Gelar Sarjana (Drs) diperolehnya di Yogyakarta dari FKIS IKIP Yogyakarta
Amerika, ia belajar sejarah pada Nothern Illinois University (1973) dan Ohio State
University (1980) hingga dapat gelar MA. Di Athens ia tinggal bersama teman-
temannya dari Malaysia yang juga aktivis MSA (Muslim Students Association)
yang masih serba belia, sementara usia Syafii Maarif sendiri sudah di atas 30
belum ada perkembangan yang berarti, Syafii Maarif masih terpasung dalam
status quo. Masih berkutat pada ajaran maududi, Maryam Jameelah, tokoh-tokoh
Ikhwan, Masyumi, dan gagasan tentang negara Islam. Iqbal, pemikir dan penyair
dari pakistan pun telah Syafii Maarif ikuti, tetapi ruh ijtihadanya belum singgah
secara mantap di otak Syafii Maarif yang masih bercorak aktivis, belum reflektif
dan kontemplatif. Apalagi Syafii Maarif aktif dalam MSA (Muslim Students
29
William H. Frederick, Ph.D, seorang ahli Indonesia dan sejarah Jepang yang
47 tahun (Maarif, 2004:i). Tidak mudah bagi Maarif untuk meneruskan belajar
bagi Maarif untuk bisa belajar Islam ke kampus orientalis itu. Professor
pihak, beasiswa itu bisa ia dapatkan. Pada saat-saat awal itu tidak terbayang dalam
tentang Islam dan kemanusiaan. Gelar Ph.D dalam bidang pemikiran Islam
diselesaikan pada tahun 1983 dengan disertasi Islam as the Basic of State; A Study
Maarif datang ke Lombok Timur pada 19 Agustus 1956 dan mengajar pada 21
kandung H. Harist yang juga sebagai kepala desa. Ia mengajar pada PGA
mengajar di kota Solo. Di Madrasah Mualimat NDM pimpinan pak Duhardi, SMA
MIS (Modern Islamic School) pimpinan pak Abdul Manna Kadim. Mata pelajaran
yang Maarif asuh umumnya sama dengan yang di Baturetno yaitu Bahasa Inggris
kereta api. Pada saat itu Maarif naik kereta api dari Pasar Pon terus melaju ke
Baturetno dengan jarak 52 km. Kereta api Solo-Baturetno adalah kendaraan para
pedagang kecil (bakul), anak sekolah, dan rakyat umumnya. Syafii Maarif
termasuk dalam katagori yang terakhir. Semua ini Syafii Maarif jalani tanpa
perasaan gelisah yang mengganggu, karena cara inilah satu-satunya jalan bagi
pegawai negeri dengan jabatan asisten perguruan tinggi. Sebagai asisten, Ahmad
Syafii Maarif diberi tugas mengajar sejarah Indonesia kuno pada FKIS IKIP
Yogyakarta, di samping juga menjadi asisten sejarah Islam pada Fakultas Syariah
31
dan Tarbiyah UII (Universitas Islam Indonesia) Pada tahun 1966 Ahmad Syafii
pimpinan alm. H.A. Basuni, B.A dan alm Mohammad Diponegoro. Di samping
masalah agama, sejarah, dan politik. Sewaktu bekerja pada Suara Muhammadiyah,
diberikan kepada Ahmad Syafii Maarif sampai ia berhenti bekerja di sana karena
pada jurusan sejarah FPIPS IKIP Yogyakarta (sekarang FIS Universitas Negeri
Yogyakarta). Pada tahun 1984 IAIN membuka program Pasca Sarjana. Maarif
diminta sebagai salah seorang tenaga pengajar. Tugas ini ia emban selama beberapa
tahun. Tahun 1986 selama 100 hari Maarif diminta untuk mengajar studi ke-
Islaman di Universitas OIWA. Saat itu Ahmad Syafii Maarif dan Prof. Barnadib,
tahun 1985 atas dorongan M.A. Rais, Maarif diminta aktif sebagai anggota Majelis
Muallimin, tentu tidak sulit bagi Maarif untuk menyesuaikan diri dengan
Dalam berkiprah pada Majelis Tabligh ini Maarif mulai berkunjung ke daerah-
daerah. Majelis pimpinan M. Amien Rais ini sangat aktif dalam menjalankan misi
dimulai dari informasi dari Dr. Ir. Imaduddin Abdul Rahim, tokoh pergerakan
bahwa pihak UKM memerlukan tenaga dosen dari Indonesia dengan kualifikasi
Ph.D dalam kajian Islam. Ijazah Maarif dari Chicago memang dalam bidang itu.
Di UKM Maarif diberi tugas untuk mengajar mata kuliah sejarah perang Salib,
Islam dan Perubahan Sosial di Asia Tenggara. Ia juga merupakan dosen tamu di
terkenal sebagai seorang pengajar, Ahmad Syafii Maarif juga dikenal sebagai
seorang penulis yang aktif. Tulisannya banyak dimuat di berbagai media masa baik
Ishlah dan Genta, Surat Kabar seperti Mercu Suar, Abadi, Adil dan kedaulatan
rakyat. Bentuk tulisannya yang lain dituangkan alam bentuk buku yang juga sudah
yang belum pernah dilakukan pada periode kepemimpinan sebelumnya. Jika pada
gerakan dakwah, pendidikan, dan amal usaha sosial, maka pada era Syafii Maarif,
33
perkembangan dunia.
jarak dari semua partai politik dan tidak terlibat pada politik praktis juga kembali
ditegaskan. Hal itu terumuskan lewat Tanwir Makassar pada Juni 2003 yang tidak
mendukung partai dan calon presiden tertentu. Bahkan, di saat tokoh-tokoh bangsa
dan ormas Islam lainnya larut dan tergoda pada perebutan kue kekuasaan, Syafii
Maarif justru tidak bergeming dan tetap konsisten dengan perannya sebagai
pemimpin umat dan guru bangsa. Hal ini tentu saja berangkat dari keyakinan beliau
sosial, dan dakwah. Jadi, Muhammadiyah bukan gerakan politik yang bisa
Humanity. Lembaga ini didirikan di Jakarta pada tahun 2002 dan secara resmi
berdiri pada tanggal 28 Februari 2003. Adapun salah satu misi Maarif Institute
dengan memperkuat peran dan fungsi civil society, legislative dan eksekutif serta
menjadi Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah lebih kurang tujuh tahun dan tidak
pernah terjun ke politik praktis, baik itu menjabat jabatan publik, mencalonkan
mereka menulis dalam konteks sebuah pergerakan sosial, keagamaan dan politik di
Indonesia dimana beliau terlibat secara intens dan serius sebagai pelaku utama yang
surat kabar (Mercu Suar, Abadi, Adil dan Kedaulatan Rakyat), majalah (Panji
Masyarakat, Suara Muhammadiyah, Dermaha, Islah, Gatra dan Genta) dan jurnal
(Informasi, Sigma Pi Gama dan Mizan) (Maarif, 2009:5). Beberapa bukunya telah
merupakan hasil dari sebuah proses yang panjang, berliku, bahkan penuh duri.
Kesulitan dan tantangan hidup telah dibacakan sebagai peluang untuk bergerak
terus tanpa henti. Puluhan buku telah lahir dari tangan seorang anak udik yang
semula tidak punya citacita besar dan muluk-muluk. Tugasnya sebagai ketua PP
dan internasional. Periode ini adalah titik-titik krusial dalam transformasi republik
35
ini, dan Ahmad Syafii Maarif di antara anak bangsa yang ikut mengambil peran.
Islam dan Politik Membingkai Peradaban (1999), Islam Kekuatan Doktrin dan
(Yogjakarta: Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Yogyakarta, 1997), Islam dan
Politik; Teori Belah Bambu Masa Demokrasi Terpimpin (Jakarta: Gema Insani
Mizan, 1994), Islam dan Politik di Indonesia (1988), al-Quran, Realitas Sosial
dan Limbo Sejarah (Bandung: Pustaka, 1985), Islam dan Masalah Kenegaraan;
1984), Islam, Politik dan Demokrasi di Indonesia dalam Aspirasi Umat Islam
yang dihadapi oleh pendidikan Islam, kemudian penulis sampaikan berbagai konsep
pendidikan Islam.
bagi manusia untuk menjalani kehidupan. Demikian pula halnya dengan pendidikan
Dalam hal ini, iman mengambil peran sebagi control yang mengendalikan
37
sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang
diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha
ini membawa manusia untuk senantiasa beritikad baik dalam mengembangkan ilmu
dirinya, pada Tuhannya, pada sesama makhluk dan lingkungan sebagai wujud
konkret sosok manusia beriman. Prinsip ini juga memerlukan upaya modifikasi diri
agar tidak tertinggal dari kemajuan yang dicapai bangsa-bangsa lain diberbagai
belahan bumi. Namun tentu saja, dengan tuntutan keharusan menjadi manusia
beriman, tidak berarti umat Islam harus terbelenggu dalam persoalan duniawi yang
Sebab keimanan tidak mesti harus statis oleh keterikatan, tetapi harus
sudah menjadi aspek wilayah yang ingin dicapai pendidikan Islam, yang bermaksud
Selain itu minimnya daya analisis dan daya mengkritik dari umat Islam
kesinambungan dalam diri setiap pribadi. Kemungkinan ini akan mengacu pada
satu asumsi bahwa keimanan akan selalu berorientasi pada ketaqwaan kepada Allah
SWT dan membawa manusia pada kebenaran dalam menerapkan misi pengemban
ilmu pengetahuan.
spiritual yang akhirnya dapat menjadi modal hidup dalam kehidupan kebudayaan
manusia. Dalam pengertian lain yang lebih luas, pendidikan Islam ingin berupaya
seluruh kehidupan dan penguasaan ilmu pengetahuan tersebut, tetap bersumber dan
bermuara pada pengharapan kepada Allah SWT sebagai yang maha pencipta dan
sistem pendidikan umat Islam sebagai akibat dari adanya dikotomi pendidikan
dalam Islam (Maarif, 1996:7). Sehingga dikenal dikenal adanya pendidikan umum
hanya sebagai pendidikan yang mengurusi urusan ritual dan spiritual semata, yang
warisan jaman penjajahan barat atas dunia Islam yang berlangsung cukup lama.
pendidikan pesantren (Islam) dengan sistem pendidikan sekuler. Hal ini merupakan
manusia kembali kepada kehidupan mulia dengan menjungjung tinggi budi pekerti
luhur.
Sutrisno menjelaskan sebagai akibat wacana yang demikian itu, pada satu
sisi sistem pendidikann Islam, mulai dari Madrasah Ibtidaiyah (MI) sampai
40
Perguruang Tinggi Islam. Kebanyakan produk dari sistem ini tidak bisa mengikuti
perkembangan zaman. Pada sisi lain, ada sistem pendidikan modern atau umum
yang dilaksanakan mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi umum telah
berkembang tanpa menyentuh sama sekalai ideologi dan nilai-nilai Islam. Hasilnya
adalah sangat tragis, karena dasar minimal dari rasa jujur dan tanggung jawab pun
tidak muncul. Maka, kedua sistem pendidikan ini sama-sama tidak beresnya
(Sutrisno, 2006:207).
ditiadakan dan diganti dengan integrasi antara keduanya, yakni integrasi sistem
dikotomi yang mengakibatkan dualisme keilmuan , yakni ilmu agama dan ilmu
umum harus segera diselesaikan baik pada dataran filosofis atau pada teknis
departemental. Dengan demikian sekat antara ilmu agama dan ilmu umum dapat
dihilangkan. Lebih lanjut menurut Ahmad Syafii Maarif dari adanya sistem
menjelaskan bahwasanya;
belah pihak lembaga pendidikan umum dan lembaga pendidikan Islam menjadi
generasi dalam menyiasati masa depan, yakni generasi yang dapat menyatukan dan
mengintegrasikan fikr dan dzikr sehingga melahirkan suatu generasi yanga anggun
secara moral dan berwibawa secara intelektual sehingga disegani bangsa lain
(Maarif, 2009:27).
dapat membawa masyarakat secara bijak dan arif untuk menuju cita-cita yang
sepenuhnya manusiawi, tetapi dengan landasan etik transendental yang kokoh dan
aspek moralitas melalui proses pemberdayaan umat, sebagai manifestasi dari model
pendidikan yang integratif. Disinilah letak pentingnya pendidikan Islam yang jauh
dari buaian helenisme yang diberi jubah Islam dan harus kembali pada sumbu Islam.
al-Quran dan karir yang pernah diraih Muhammad, utusan Allah (Maarif,1996:6).
Sebelum lebih lanjut penulis uraikan pemikiran Ahmad Syafii Maarif tentang
definisi pemberdayaan.
dengan yang berkenaan dengan pembelaan atas diri dan hak-haknya (Machasin,
kualitas hidup seseorang atau kelompok orang untuk beranjak dari kualitas
untuk bisa dikaitkan dengan berbagai aspek kehidupan seperti bidang kebudayaan.
sehingga dapat mengfungsikan secara optimal potensi yang dimiliki menuju bentuk
kehidupan yang berdaya, baik dalam bidang ekonomi, sosial budaya, politik
mengatakan bahwa;
yang menjadi penolong dan panutan umat manusia dalam menjalani kehidupan,
alim (Maarif, 1996:7). Tanpa pendidikan, maka diyakini bahwa manusia sekarang
tidak berbeda dengan generasi manusia masa lampau, yang dibanding dengan
manusia sekarang, telah sangat tertinggal baik kualitas kehidupan maupun proses-
proses pemberdayaan. Secara ekstrim bahkan dapat dikatakan bahwa maju mundur
atau baik buruknya peradaban suatu masyarakat, suatu bangsa ditentukan oleh
memiliki posisi sangat urgen dalam pemberdayaan umat manusia. Pendidikan itu
baik dari segi intelektualitas, moral, nilai dan juga dalam hal ekonomi.
44
Menurut Ahmad Syafii Maarif, salah satu catatan penting yang harus kita
nasional, merupakan sisi lain yang bersumber sistem penyelengaraan Negara, yang
sesungguhnya juga sebagai bentuk modifikasi yang tidak sempurna atas warisan
sejarah masa lampau tentang sistem pendidikan modern yang kita anut. (Maarif,
1996:69).
penerapan birokrasi yang ketat. Sedangkan persoalan etos kerja dan moralitas,
secara bebas menurut keyakinan dan kebutuhan sendiri. Menurut Muslih Usa dalam
mekanis. Anak didiknya juga sangat terkait dengan segala bentuk formalitas
dan karenanya, al-Quran tidak mengenal perbedaan yang antagonis dengan istilah
sejarah, alam semesta, perjalanan siang dan malam, dan sebagainya, sebagai bagian
dari ayat-ayatnya. Untuk itu, dengan tetap menghormati kebesaran dan kecerdasan
Ismail Al-Faruqi, Syed Naquib Al-Attas , dan lain-lainnya, Ahmad Syafii Maarif
baik dalam rangka memajukan pendidikan Islam maupun untuk memperjelas proses
Kedua, demi masa depan umat manusia yang lebih baik dan aman, menurut
dari kehancuran fisikal maupun moral akibat ciptaannya sendiri. Tetapi persoalan
sebenarnya adalah apa sebenarnya yang dimaksud dengan islamisasi itu? Perlukah
orang, mengislamkan Paulo Fraire, Weber atau pemikiran siapapun yang dinilai
tidak Islami demi Islamisasi ilmu pengetahuan? Atau, di bidang ilmu eksakta
apakah fisika atau biologi perlu di-Islamkan demi menciptakan ilmu yang Islami?
dalam artikelnya menawarkan perspektif yang lain sama sekali. Pada bagian akhir
artikel itu, kepada sarjana dan penulis muslim, diimbau untuk menyediakan waktu,
energy, dan uang, dalam kerja menciptakan pusat kesadaran dan kekuatan
46
intelektual, manusia yang dicetak dan dibentuk menurut cita al-Quran. Dengan
kata lain, yang perlu diislamkan itu adalah pusat kesadaran dan kekuatan intelektual
Oleh sebab itu, bila Islam dipahami secara benar dan kreatif, ia tidak
diragukan lagi punya potensi dan peluang yang besar untuk ditawarkan sebagai
pilar-pilar peradaban alternatif bagi dunia yang akan datang. Acuhan tentang
peradaban, Ahmad Syafii Maarif mengambil definisi dari Malik Barnabi, seorang
dan ekonomi dari suatu bangsa harus mendapat perhatian yang sama dan seimbang.
Penekanan lebih terhadap salah satu terhadap keduanya pasti akan menciptakan
itu,sikap lantah dalam meniru model pembangunan bangsa lain bukanlah sikap
47
yang patutu dihormati, itu menunjukkan budaya kurang percaya diri (Maarif,
1997:51-59).
telah menduduki posisi yang sangat penting dan bukan hanya sekedar bentuk
beban pendidikan Islam, dipandang tidak hanya dari segi ekonomi saja, tetapi juga
aspek moralitas, sehingga kelak tidak terjadi kolusi-kolusi yang saling menjatuhkan
demi keuntungan pribadi. Ini merupakan bentuk bahaya paling besar yang bisa
muncul dalam kehidupan bangsa ini dan pendidikan Islam diharapkan dapat
kehidupan tidak semakin memberi kesulitan bagi kalangan bawah dan memperbaiki
kualitas hidupnya. Apalagi ada pandangan jelas bahwa ekonomi Indonesia hamper
berseberangan antara sesama muslim sendiri. Ini bagian terpenting dari aspek
pesantren yang telah berkembang di Indonesia dan kelebihannya. Juga tidak tampak
secara nyata disiapkan memproduk manusia yang berakses pada upaya membangun
peradaban. Ini sama halnya dengan sistem madrasah yang pernah berkembang pada
abad ke-9 dikalangan dunia muslim, yang lebih terarah terhadap tujuan merebut
kemengan akhirat, disamping wataknya yang anti penjajah dan cenderung melepas
khusunya Pendidikan Islam adalah harus memiliki kemandirian dalam segala aspek.
Hal ini melindungi pendidikan Islam dari berbagai intervensi yang akan
memperkosa untuk bersiteguh pada konsep yang murni dari al-Quran untuk
pendidikan Islam itu tidak mungkin dan bukan hanya karena jumlah Islam yang
besar, bahkan terbesar yang terhimpun dalam satu negara, tetapi karena ada
diisi secara maksimal disamping bahwa Ketuhanan Yang Maha Esa bagi umat
cenderung menjadi pendidikan kelas dua, dan akan semakin tergusur apabila tidak
segera dibenahi. Untuk itu menurut Ahmad Syafii Maarif Pendidikan Islam harus
filosofis yang jelas dan baku, yang kini belum terwujud. Integrasi yang dituju bukan
Pendidikan Islam belum memiliki contoh yang solid terhadap model pendidikan
Untuk mempersipakan hal tersebut, maka lebih dahulu yang harus tersedia
adalah sumber daya manusia yang jelas kemampuannya dan tidak hanya sekedar
juga diharapkan mampu menghadapi era kompetitif, yang tentunya secara solid
49
mengacu kepada pendidikan yang baik. Pada sisi lembaga pendidikan islam
mempunyai peran dan tanggung jawab yang sama dalam lembaga pendidikan Islam
Peserta didik bukan hanya yang beragama Islam, tetapi tahu isi Islam
bagian lain, juga terjauhkan dari pengaruh ajaran yang hanya berjubah pada
Helenisme atau generasi baru dan wilayah lainnya, yang melepaskan the care of
Islam, al-Quran dan prestasi pendidikan yang diterapkan Nabi Muhammad SAW.
Sebagai resiko ber-Pancasila dan dan arah perubahan masa depan, maka
menghindari diri dari institusi dan produk output yang ekslusif. Untuk masa datang,
bentuk ekslusifme tidak akan menguntungkan lagi bahkan justru menjadi hambatan
bermoral, saling tolong menolong (yang kuat membantu yang lemah dan tidak
berlangsung dengan terencana, baik tanpa henti dan dapat menyesuaikan diri
dengan zamannya, dalam lingkup bangsa juga demikian adanya, bahkan ukhuwah
besar merasa menang dan yang kecil merasa terjepit hingga perlu melawan. Dalam
pendidikan Islam yang meliputi konsep Ketuhanan, konsep manusia, konsep ilmu
Definisi agama secara lebih mudah dapat dilihat dari dua aspek, yaitu aspek
kebahasaan (etimologis) dan juga dari sudut istilah (terminologis). Secara bahasa
Sedangkan secara istilah setiap orang tentu memiliki definisi tersendiri, dengan kata
orang.
dan Sutan Muhammad Zain, Ahmad Syafii Maarif menyebutkan bahwa agama
berasal dari bahasa sansekerta yang diartikan sebagai kepercaryaan kepada tuhan
atau dewa dengan ajaran dan kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu.
Sedangkan dalam bahasa Inggris agama disebut religion, sedang dalam bahasa latin
disebut religio; asal kata dari re yang berarti kemabali dan ligare yang berarti
kekuatan yang melebihi kekuatan manusia untuk ditaati dan disembah sebagaimana
pencipta dan penguasa alam semesta yang diekspresikan dalam perbuatan dan ritual
(Maarif, 2004:24).
51
(Maarif, 2004:24). Dengan agama maka jalan kehidupan yang ditempuh manusia
tidak akan menyimpang ke jalan hidup yang sesat, tentunya agama yang dimaksud
Ahmad Syafii Maarif ini adalah agama Islam. Sebagai agama wahyu, (doktrin
langit), maka Islam datang sebagai rahmat dan petunjuk Tuhan semesta alam, untuk
mendorong manusia berbuat baik dan berlaku adil terhadap alam semesta, diri
sendiri dan sesama. Nilai-nilai filosofis ini tetap relevan sepanjang sejarah, tidak
Islam sebagai agama dari langit dengan sumber otentiknya al-Quran yang
kesetiap pada manusia , yang bisa membawa kebahagiaan di dunia dan akhirat. Oleh
karenanya Allah telah membawakan potensi dasar kepada umat manusia untuk
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah
atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada
peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia
dengan benar. Apabila dikaitkan dengan konsep fitrah, maka sebenarnya manusia
membawa potensi bertauhid kepada Allah SWT. Bahakan sebelum manusia lahir
telah melakukan perjanjian dengan Allah yaitu mengakui keesaan Tuhan (Q.S. Al-
52
Araf, 7:172), dengan kata lain seorang yang lahir kedunia pasti mengakui keesaan
Allah SWT. Keimanan terhadap Tuhan yang satu dan tiada yang lain (tauhid)
merupakan hal yang sangat inti dalam keseluruhan struktur spiritual Islam, yang
mana esensi dari tauhid ini akan diwujudkan dengan tindakan yang didasarkan pada
untuk mengembangkan potensi fitrah manusia untuk bertauhid dengan benar, guna
pengetahuan dan teknologi serta sekaligus menjadi daya tangkal terhadap dampak-
dampak negatif lingkungan yang ditimbulkan oleh kemajuan teknologi. Untuk itu
yang selalu seiring dengan aqliyah sehingga mampu melahirakan perilaku manusia
yang religius, memiliki kecerdasan sehingga dapat menjadi khalifah yang sebaik-
baiknya yang mewujudkan Islam yang benar-benar menjadi rahmatan lil alamin
(Sanaky, 2003:133).
Suatu proses pendidikan hanya terarah dengan baik dan mantap apabila
didasarkan dengan kerangka dasar filsafat dan teori pendidikan yang mantap.
53
dasar yang kokoh dan tegas tentang manusia, yaitu hakikat kejadiannya, potensi-
potensi bawaanya, tujuan hidup dan misinya di dunia, baik sebagai individu
makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna dan sebaik-baiknya penciptaan yang
dilengkapi dengan akal pikiran. Konsep dasar Islam tentang hakikat wujud manusia
dalam al-Quran banyak yang kita jumpai istilah basyar, insan, an-nas, dan bani
sesuatu yang baru, tanpa ada contoh terlebih dahulu (Asyarie, 1972:61). Dalam
proses tersebut manusia diberkahi dengan berbagai potensi dalam bahasa al-Quran
berbeda dengan makhluk lainnya (Achmadi, 1992:27), manusia diberi potensi fisik
yang menunjang kehidupannya, tetapi dari segi rohani perbedaan itu sangat jelas
sekali, hal ini telah dijelaskan dalam al-Quran. Penyebabnya adalah karena Tuhan
telah meniupkan ruh, dan memberikan jiwa (Nafs) dalam proses kejadian manusia
itu, yang dibungkus dengan raga atau jasmani. Sehingga manusia dikenal sebagai
makhluk jasmani dan rohani (Achmadi, 1992:30). Bersamaan dengan itu, manusia
kehidupan yang bermoral dimuka bumi. Akan tetapi dalam pelaksanaan amanah
54
tersebut manusia mengalami ketegangan moral yang hebat antara tariakan
duniawi.
akan tetapi mempunyai tujuan dan fungsi. Secara garis besar manusia diciptakan
sebagai seoranga khalifah dimuka bumi (Q.S. Ar-Rum, 33:72). Dengan berbagai
potensi yang dimilikinya (fitrah), ia bertugas untuk menjalankan amanat yang telah
kehidupan di muka bumi, sehingga manusia disebut makhluk paling mulia dan
diberi mandat untuk selalu taat beribadah kepada Allah SWT mengatur kehidupan
dibumi dengan segala isinya. Mengikuti bahasa Iqbal, Ahmad Syafii Maarif
umum yang diberikan Allah kepada manusia sebagai khalifah untuk memakmurkan
khalifah adalah kemampuannya untuk bisa mengerti alam semesta sebagai tempat
hidupnya dan juga menjalankan fungsinya sebagai seorang khalifah, Allah pun
dan pemanfaatan alam semesta beserta segenap isinya untuk memenuhi kebutuhhan
hal ini dikarenakan Allah telah memberikan aturan-aturan yang tidak boleh
Hal ini dimaksudkan sebagai upaya menciptakan kedekatan diri antara hamba
secara terus menerus, penuh keikhlasan, dalam rangka membentuk sikap rendah
hati, tidak sombong, kepasrahan, kebersihan hati. Akan tetapi karena manusia diberi
pilihan bebas untuk menjadi baik dan jahat dengan resikonya masing-masing,
persepsi moral manusia sering labil bila dihadapkan dengan godaan-godaan yang
hidupnya, yang mendorong manusia memeiliki dosa akumulatif akan tetapi agama
tidak pernah bosan untuk mengingatkan manusia tentang bahaya-bahaya dosa itu,
baik bagi dirinya maupun bagi masyarakat. Sesuai dengan firman Allah :
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
cobaan, juga sifat manusia yang berpandang singkat terhadap sebuah persoalan.
terjadi pada diri manusia, akibatnya adalah sifat-sifat buru manusia sebagai khalifah
dan juga sebagai hamba Allah, maka Allah telah memberikan potensi kepada setiap
manusia untuk beriman, bertauhid kepada Allah SWT. Tauhid menurut tinjauan al-
56
Quran merupakan kekuatan pembebasan manusia dari segala macam
bermodalkan iman dan tauhid yang benar, maka manusia harus berani
membebaskan diri dari segala rantai tawanan yang membelenggu kehidupan kepada
setiap kedzaliman. Menurut Ahmad Syafii Maarif orang yang bertauhid dengan
benar akan melahirkan ihsan yang akan memancar dari tauhid yang murni dan
manusia dengan Tuhannya dan juga dengan sesama manusia sebagai perwujudan
konsep manusia. Posisi manusia sebagai khalifah dan juga hamba Allah,
komponen manusia sebagai khalifah dan juga sebagai hamba Allah agar tercapai
mampu membentuk manusia yang unggul secara intelektual, kaya akan amal dan
anggun dalam moral dan kebajikan. Untuk meraih tujuan ini diperlukan suatu
tentang manusia. Oleh karena itu, pemikiran tentang pendidikan Islam di Indonesia
keadaan yang cukup rumit untuk menghadapi berbagai berbagai persoalan yang
terjadi. Di satu sisi kita melihat tingkah laku sebagian muslim merupakan iklan
buruk bagi Islam, Sedangkan di sisi lain al-Quran tampaknya membuka diri untuk
memberikan kata putus untuk menjawab tantangan yang bagaimana pun coraknya,
hingga dapat dipahami oleh manusia yang berpikiran sehat dalam kerangka
keilmuan.
Manusia tidak dapat menjalankan hidupnya tanpa ada ilmu tak seorangpun
yang dapat menafikannya. Dalam Islam, iman dan ilmu merupakan prasyarat untuk
meningkatkan harkat dan martabat manusia, agar tetap eksis di dunia manusia
melakukan banyak hal yang bermanfaat bagi dirinya. Bahkan bisa saja manusia
perilakunya melebihi makhluk lain: seperti binatang. Dengan ilmu manusia akan
menjadi makhluk yang kreatif dan konseptual hingga memepunyai kapasitas untuk
dan sebagainya. Menurut Ahmad Syafii Maarif ilmu atau pengetahuan dapat
58
diperoleh dengan berbagai cara, seperti eksperimen, pengamatan (Maarif,
ilmu atau pengetahuan memiliki sifat dinamis melalui proses kreatif, penuh
kearifan.
makhluk lain termasuk malaikat tidak mempunyai kemampuan untuk itu. Dengan
menggunakan ilmu, maka manusia menundukan alam untuk tujuan baik atau
sistematis.
Syafii Maarif harus ditelusuri di dalam al-Quran dan As-Sunah Nabi Muhammad
SAW sebagai sumber autentik agama Islam adalah hasil dedukasi para ulama dan
pemikir muslim masa lampau dalam kerja mereka secara sungguh-sungguh untuk
mengawal perubahan dan perkembangan zaman agar tetap mengacu pada pesan-
pesan agama. Kerja ini disebut ijtihad. Proses ini adalah merupakan jihad
adalah pengambilan suatu hukum dari suatu masalah apabila al-Qurandan Sunah
tidak menjelasakan secara gamblang mengenai suatu persoalan. Ijtihad ini tidak
mungkin dilakukan tanpa ilmu mendalam dan wawasan yang luas mengenai
berbagai aspek kehidupan manusia yang memang menjadi sasaran agama Islam
yang menantang, posisi muslim dalam kondisi dunia sekarang ini cukup rumit untuk
menghadapinya. Di satu sisi kita melihat tingkah laku sebagian muslim merupakan
iklan buruk bagi Islam, Sedangkan di sisi lain al-Quran tampaknya membuka diri
Quran itu hingga dapat dipahami oleh manusia yang berpikiran sehat dalam
Quran mendorong manusia untuk melakukannya, ada tiga sumber ilmu yang
yang ada pada dirinya dalam rangka memahami fenomena alam semesta, baik
Dalam hal ini, Ahmad Syafii Maarif menukilkan ayat al-Quran, yakni dalam surat
Katakanlah: "Perhatikanlah apa yaag ada di langit dan di bumi. Tidaklah
bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi
Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah
menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di
bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. Dan di
antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu
pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan
(Q.S. Luqman, 10:10).
Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu.
berbagai media, baik yang diperoleh melalui persepsi inderawi, akal, qalbu, wahyu,
ataupun ilham. Oleh karena itu, aktivitas pendidikan dalam Islam, harus berusaha
diorientasikan secara sadar ke langit. Tanpa orientasi yang semacam itu apapun
(Maarif, 1991:25).
61
Bangunan kedua dari ilmu menurut Ahmad Syafii Maarif dalam al-
Quran adalah manusia itu sendiri, sebagaimana dalam surat Adh -Dahariyat, 51:21
Allah berfirman:
Dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak
menilik dirinya:
Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka?
Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada diantara
keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan waktu yang
ditentukan. Dan sesungguhnya kebanyakan di antara manusia benar-benar
ingkar akan pertemuan dengan Tuhannya. (Q.S. Ar-Rum, 30:8)
dua sisi tugas diciptakannya manusia di muka bumi, yakni sebagai seorang hamba
Allah (abdiullah) dan (khalifah) di muka bumi (Maarif, 2004:28). Tugas manusia
sebagai hamba Allah meruapakan realisme dari mengemban amanah dalam arti
memelihara beban atau tugas-tugas kewajiban dari Allah SWT yang harus dipatuhi,
seluruh anggota badan, alat-alat potensial termasuk akal, pikiran, atau potensi-
dalam proses penciptaannya dikaruniai potensi (fitrah) ruh (al-ruuh) dan (al-aql),
dasar manusia sebagai subjek didik yang perlu dipelihara dan dikembangkan guna
(Muhaimin, 2004:18). Melalui penalaran dari potensi akal inilah maka manusia
kebesaran Allah yang ada di alam semesta, mampu menghadapi berbagai persoalan
Seluruh potensi (fitrah) itu harus benar-benar dijaga, baik fitrah materi
sesuai dengan kehendak Allah. Namun, apabila dikaitkan dengan keadaan sekarang
ini, ternyata peradaban modern telah jauh melangkahi konstitusi fitrah manusia.
Saat ini manusia telah berkubang dalam lumpur dosa kumulatif yang
menghancurkan fitrahnya. Oleh karena itu dalam rangka menjadikan fondasi yang
kokoh bagi peradaban yang akan datang, maka kita harus kembali pada konsep
agama yang benar, sepanjang agama itu sungguh-sungguh dalam menghargai fitrah
pelajaran moral bagi kepentingan hidupnya. Allah berfirman dalam surat Al-Hasyr,
(59):2,
..
kebenaran dan keadilan. Demikian tiga sumber ilmu menurut al-Quran, apabila
dikaji ulang bangunan keilmuan yang disampaikan Ahmad Syafii Maarif ini, sama
dengan apa yang disampaikan oleh Fazlur Rahman, yang membagi pengetahuan
telah ditetapkan, maka pendidikan Islam memerlukan dasar atau landasan yang
kurikulum pendidikan Islam. Dengan adanya dasar ini maka akan memberikan arah
Quran dan as-Sunah tidak perlu diragukan lagi, sebab selain sebagai dasar
keimanan umat Islam, al-Quran juga dapat diterima oleh nalar manusia dan dapat
dibuktikan dalam sejarah atau pengalaman manusia. Sebagai sebuah kitab suci al-
64
Quran tidak ada keraguan lagi didalamnya. Selain al-Quran mengandung
kehidupan manusia.
(Q.S. Al-Maidah, 5:15), sebagai sebuah penawar bagi penyakit dalam (Q.S.
meluruskan orientasi yang akan membawa umat Islam pada kebenaran. Kitab suci
Sunah biasanya didefinisikan sebagai segala sesuatu yang disandarkan kepada nabi
pengakuan, sesuatu yang disuka maupun yang dibenci, tindak-tanduk dan seluruh
dengan firman-firman Allah seperti antara lain dalam Q.S.Al-Hasr, 59:7, Q.S, As-
Sajdah, 33:21, Q.S, Al-Anam, 6:161. Keterkaitan Sunah dengan al-Quran sebagai
penjelasan terhadap apa yang terkandung dalam al-Quran dan juga sebagai
pembeda (Shihab, 1996:123). Didasarkan atas hal tersebut maka Sunah dan hadits
dan dapat menjadi contoh yang tepat dalam penentuan metode pendidikan.
65
Misalnya dengan meneladani kehidupan Rasulullah SAW, dan juga para sahabat
pendidikan Islam yang memberikan petunjuk kepada umat manusia agar bisa hidup
Tujuan merupakan sesuatu yang ingin dicapai, yakni sesuatu yang ideal
dan ingin direalisasikan dalam sebuah program. Biasanya tujuan ini dirumuskan
dalam susunan beberapa kata yang tergabung menjadi kalimat padat dan masih
bersifat umum.
"(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau
dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan
bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan
sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka". (Q.S. Al-
Imran, 3:191)
ini untuk tujuan yang serius, yaitu agar manusia mampu mengelola dan memelihara
alam semesta dengan baik. Karena itu al-Quran memanggil manusia sebagai
khalifah Allah dimuka bumi. Jabatan sebagai khalifah ini sebenarnya berkaitan
66
dengan pelaksanaan amanah manusia untuk memelihara dan mengelola alam
otomatis, seharusnya bertanggung jawab kepada Tuhan dunia ini dan juga diakhirat
nanti. Oleh karenanya al-Quran dengan tegas menekankan nilai tanggung jawab
Posisi manusia yang istimewa serta tanggung jawab yang diberikan inilah
yang mendorong manusia muslim menjadi saksi atas perjalanan sejarah manusia.
beriman. Iman memberikan dasar moral dan mendorong lahirnya amal shaleh yang
konkret. Dan sebagai konsekuensi manusia muslim yang beriman harus memiliki
visi moral yang tajam dalam memandang dunia (Ali, 1986:284). Hal ini diperkuat
lagi dengan penegasan al-Quran yang menyatakan bahwa yang paling berhak
untuk mendapatkan posisi terhormat adalah mereka yang beriman dan mereka yang
dikaruniai Allah ilmu. Dalam al-Quran kedudukan antara iman dan ilmu tidak
pernah dipertentangkan. Ilmu bertugas mencari ayat-ayat Allah pada kreasi alam
semesta ini, Sedangkan iman bertugas untuk menekankan ilmu bagi tegaknya amal
menciptakan alam semesta ini sangat bertalian dengan penciptaan manusia yaitu
sebagainya. Oleh karena itu dalam rangka menciptakan hubungan baik dengan
Allah, penuh keimanan kepada Allah disamping juga harus memiliki jasmani sehat
67
serta kuat. Konsepsi ini menjadikan bahwa tujuan pendidikan Islam menurut beliau
rangka menciptakan manusia yang unggul secara intelektual, kaya dalam amal,
Indonesia mempunyai peran yang mempunyai peran yang sangat signifikan dalam
bidang, sehingga akan tercipata peradaban asri yang berkualitas tinggi. Dengan
demikian Islam akan benar-benar menjadi rahmatan lil alamin, rahmat bagi
seluruh alam.
sekolah lemah dibidang ilmu-ilmu agama tetapi unggul dibidang ilmu-ilmu umum.
2006:202).
68
Lebih dari itu, realitas menunjukkan bahwa ketiga jenis lembaga
dan sebagainya. Pendidikan Agama Islam di sekolah selalu kebanjiran kritik bahwa
gurunya mismatch (guru mengajar tidak sesuai dengan disiplin ilmunya, misalnnya
impian belaka. Pendidikan Islam dalam realitas, baru merupakan: (a) pendidikan
Islam yang disampaikan di perguruan tinggi, dan (c) perguruan tinggi yang
bertujuan menghasilkan sarjana dibidang ilmu agama Islam. Perguruan tinggi Islam
jumlahnya sangat banyak, tetapi dalam peta perguruan tinggi Islam di Indonesia,
dekadensi moral, gejala split personality atau kepribadian ganda yang terjadi pada
masyarakat muslim saat ini, hal tersebut harus dipahami sebagai konsekuensi logis
dari semakin jauhnya pembangunan intelektual dari arahan, binaan serta kontrol
nilai moral dan spiritual. Hal ini merupakan akibat dari dualisme yang terjadi pada
pendidikan Islam selama ini. Disinilah peran pendidikan yang dimaknai sebagai
69
sarana untuk mewujudkan peradaban asri yang berkualitas tinggi di muka bumi
pendidikan dengan dimensi ilmu yang melekat padanya dipisahkan dari konteks
nilai, maka penampilan peradaban yang akan muncul adalah peradaban atau budaya
yang bebas nilai. Padahal ilmu pengetahuan yang dikembangkan melalui proses
masyarakat itu sendiri. Sehingga pada batas ini agaknya sulit unutk menerima
pandangan bahwa ilmu itu bebas nilai. Bahwa ketinggian derajat dan marwah Islam
masyarakat pada waktu itu. Corak seperti itu karena dipengaruhi oleh sistem
pendidikan Islam yang integral dan holistik. Tetapi ironisnya adalah pendidikan
yang pernah unggul penerapannya pada masa kejayaan Islam klasik itu, ternyata
pendidikan Islam ini bukannya tidak ada, upaya tersebut telah banyak dilakukan
of Knowledge) sebagai gagasan awal dari usaha pengintegrasian ilmu dalam Islam.
Tokoh-tokohnya ialah Ismail Raji al-Faruqi, Ziauddin Sadar dan Naquib al-Attas
(Qomar, 2005:123).
juga menentang dari proyek Islamisasi Ilmu Pengetahuan tersebut. Karena menurut
beliau, jika kita masih juga mau bicara tentang Islamisasi, maka yang perlu
disadarkan adalah pusat kesadaran manusia yang terdapat di otak dan di hati
(Maarif, 2009:220).
70
Berbeda dengan konsep yang ditawarkan oleh Ismail Raji al-Faruqi,
Ziauddin Sadar dan Naquib al-Attas, Ahmad Syafii Maarif menawarkan konsep
sistem. Dalam konsep ini, apa yang dikenal dengan konsep pendidikan sekuler dan
dalam konsep ini bertujuan membawa manusia untuk mendekati Allah, sebagai
berbagai cabang ilmu pengetahuan tidak diperlukan lagi, seperti kedokteran Islam,
psikologi Islam dan sebagainya (Maarif, 2009:220). Karena pada prinsipnya ilmu
sebagian diwahyukan melalui ayat-ayat Quraniyah dan sebagian lagi melalui ayat-
menurut Ahmad Syafii Maarif, ingin menjadikan peserta didik sebagai orang
Islam yang berarti. Yaitu seorang yang berserah diri kepada Allah dengan penuh
hidupnya. lebih jauh Ahmad Syafii Maarif mendefinisikan peserta didik yang
berarti itu, ialah mereka yang bebas dari iklim pribadi yang terbelah dan terpecah.
Dia adalah manusia yang utuh dan baik, percaya diri, yang mampu berkarya di
muka bumi berdasarkan iman dan amal shaleh untuk kepentingan seluruh makhluk
(Maarif, 2009:228).
71
menurut Ahmad Syafii Maarif, dualisme sistem pendidikan yang hampir terdapat
di seluruh dunia Islam secara bertahap barangkali akan dapat dipecahkan jika
dengan dasar filosofis yang kuat akan memberikan keyakinan yang tegar kepada
umat Islam, bahwa tidak ada sama sekali dikotomi antara ilmu agama dengan ilmu
umum sesuai dengan amanat Islam yang tertuang dalam al-Quran dan Sunah.
Dalam amanat ini yang ada hanya kesatuan ilmu (unity of knowledge) dan
yang telah penulis tuturkan juga dalam bagian skripsi ini, bahkan beliau menolak
dai upaya islamisasi ilmu pengetahuan tersebut, karena baginya yang penting di
Islamkan adalah pusat saraf dan kesadaran yang ada di otak dan di hati. Kalau pusat
kesadaran itu sudah di Islamkan, sesungguhnya ilmu itu tidak ada yang sekuler,
semua ini ayat Allah, dipelajari dan dimanfaatkan bagi kepentingan manusia.
secara parsial dan terpisah-pisah tanpa adanya kordinasi yang jelas dari pemerintah.
Parsialisasi ini dapat dilihat dari kordinasi yang jelas dari pemerintah. Parsialisasi
ini dapat dilihat dari bayaknya lembaga pendidikan yang berlindung atau didirikan
tersebut di satu sisi adalah untuk pemberdayaan sumber daya manusia masing-
masing departemen, namun ada analisis lai yaitu sebagai lahan untuk mendapat
2004:5).
departemen. Kordinasi yang seharusnya menjadi salah satu strategi yang sangat
penting dan menjadi terpental dengan parsialisasi tersebut. Oleh karena itu, sejalan
dengan konsep Ahmad Syafii Maarif yaitu kesatuan ilmu (unity of knowledge)
harus dilakukan kesepakatan bersama secara mantap bahwa payung tersebut harus
pendidikan madrasah dan seterusnya sampai perguruan tinggi, cukup ditangani oleh
demikian dalam hal pengelolaan dan pengawasan (leading control) akan lebih
dibawah satu atap Kemendikbud kualitas pendidikan Islam akan lebih baik dan
membentuk perserta didik menjadi manusia seutuhnya (full human), yang memilki
pribadi yang utuh (full personality), tidak pribadi yang terbelah (split personality),
percaya diri dan mampu berkarya di muka bumi berdasarkan ilmu dan amal shaleh
untuk kepentingan semua makhluk. Kedua, ingin mewujudkan peserta didik yang
mampu menyatukan antara kekuatan fikr dan dzikir yang ujungnya akan melahirkan
kelompok ulul-albad, sosok manusia yang otak dan jantungnya hidup hidup
74
dinamis-kreatif dalam memahami dan merasakan kehadiran sumber segala yang
dan ilmu-ilmu umum modern, yang ditandai dengan adanya sifat kritis dan kreatif,
b. Materi
terdapat tiga macam. Yaitu (1) ilmu-ilmu kealaman atau ilmu-ilmu fisikal, (2) ilmu
sejarah dan geografi, dan (3) ilmu pengetahuan tentang diri manusia itu sendiri.
Akan tetapi, jika materinya disesuaikan dengan tujuan pendidikan yang ketiga,
maka materinya tentu saja terdiri dari ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum
modern.
al-Quran menjelaskan:
Pemisahan antara ilmu agama dengan ilmu umum sudah terjadi begitu
lama di sistem pendidikan di Indonesia. Pemisahan itu merupakan imbas dari sistem
pendidikan yang dibawa oleh bangsa kolonial Belanda saat penjajahan Indonesia.
Tokoh ulama saat masa penjajahan Belanda cenderung menghindari ilmu duniawi
masuk dalam pembelajaran pesantren atau madrasah saat itu. Hal ini terjadi
dikarenakan paradigma masyarakat pada saat itu menganggap ilmu duniawi yang
dibawa barat itu haram digunakan, bahkan segelintir tokoh ulama saat itu
75
Seharusnya ilmu duniawi dan ilmu agama harus mampu berdampingan dalam
Maarif
sempurna, karena kita mengenal dua sisi manusia, yaitu disamping harus
antara dimensi itulah baru tercapai manusia yang sempurna (Al-Insan, Al-Kamal).
Nilai-nilai religi dalam proses pendidikan akan membentuk watak seseorang yang
modern juga sangan dipengaruhi oleh proses pendidikan yang berlangsung. Dari
khazanah Islam sendiri al-Quran, kita mengetahui berbagi disiplin ilmiah yang
mendalam, sehingga kemajuan ilmu dan teknologi modern akan dapat tercapai,
akan menjadi amal shaleh di kehidupan akhirat nanti. Sehingga antara ilmu-ilmu
duniawi atau yang disebut istilah kental dengan ilmu umum memilki kedekatan,
pandangan Islam mampu untuk memupuk dan mempertebal keimanan. Iman tanpa
ilmu akan mengakibatkan kebodohan, Sedangkan ilmu tanpa iman akan membuat
manusia menjadi angkuh dan rakus. Islam merupakan agama yang memadukan
antara iman dan ilmu yang kemudian akan melahirkan perbuatan amal (Maarif,
2004:11).
c. Metode
77
1) Metode Diskusi
juga bijaksana dalam melakukan dan menyelesaikan aktifitas dengan berdiskusi dan
bermusyawarah, serta bertawakkal kepada-Nya. Hal ini dapat kita lihat dalam Q.S
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut
terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar,
tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah
mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan
mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan
tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.(Q.S. Al-Imran, 3:159)
"Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan
mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada
Prinsip persamaan ini tidak memberikan peluang kepada seorang manusia sebagai
subjek didik untuk mendapatkan perilaku yang berlebihan dalam hal apapun.
Karena usaha pendidikan digunakan untuk mencapai tujuan tertinggi yang kini
insan berakhlakul karimah. Melalui metode ini subjek didik diharapkan mampu
sesamanya denga menggunakan akal pikiran dan hati nurani untuk mendapatkan
2) Metode Induktif
materi yang bersifat khusus, kemudian diambil suatu kesimpulan yang bersifat
umum. Dengan demikian peserta didik dapat mengetahui kebenaran yang bersifat
3) Metode Deduktif
kaidah yang bersifat umum kemudian dijabarkan dengan hal-hal yang bersifat
khusus. Metode ini sangat penting dalam proses pendidikan, dimana para peserta
didik dituntut untuk mengenal prinsip-prinsip yang bersifat umum dari suatu
4) Metode Empiris
kehidupan sehari-hari. Metode ini dapat dikembangkan atas dasar al-Quran: Q.S
Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan)
Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka
bahwa Al Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh kepada yang maruf dan mencegah dari yang munkar;
5) Metode Keteladanan
sebab sesungguhnya pada diri Rasulullah itu terdapat teladan yang baik. Hal ini
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari
contoh. Hal ini disebabkan secara kodrati manusia memiliki potensi, kemampuan
dan mauizah, akan tetapi beliau hanya menyampaikan ayat-ayat yang berisi
tentang ibrah dan mauizah. Ahmad Tafsir menggunakan definisi dari An-Nahlawi
yang menjelaskan ibrah adalah suatu kondisi psikis yang menyampaikan manusia
kepada intisari sesuatu yang disaksikan, yang dihadapi dengan menggunakan nalar
lembut juga diterima oleh hati dengan cara menjelaskan pahala atau ancamannya
(Tafsir, 1992:145).
subjek didik) yakni dari kisah-kisah lampau yang mengandung pelajaran (ibrah)
yang utama. Sehingga perhatian kita pada pelajaran kisah-kisah yang terdapat
dalam al-Quran akan menimbulkan sikap diri seorang hamba (manusia sebagai
Maarif akan sangat terkait dengan potensi manusia berupa akal. Menurut dia akal
meiliki dua macam karakter, yakni akal yang berfungsi dan tidak berfungsi secara
81
wajar dalam kehidupan manusia. Pada akhirnya kualitas akal diri pribadi masing-
masing manusia akan ditentukan apakah nasehat yang disampaikan oleh seorang
pendidik, misalnya dapat diterima atau tidak, sebagaimana yang dicontohkan Allah
dalam Q.S. Huud ayat 51, dalam ayat ini menggambarkan dialog antara Nabi Allah
Hai kaumku, aku tidak meminta upah kepadamu bagi seruanku ini.
Upahku tidak lain hanyalah dari Allah yang telah menciptakanku. Maka tidakkah
Demikian pula dalam Q.S. Al-Ankabut (29) ayat 43 dijelaskan bahwa akal
Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat untuk manusia; dan tiada
Dalam ayat ini kita ketahui bahwa para ilmuwan yang beriman sungguh
mulia di sisi Allah menurut al-Quran karena akalnya difungsikan secara baik, benar
dan kreatif. Seperti yang diungkapakan Ahmad tafsir dalam buku Ilmu Pendidikan
jalan Allah dengan hikmah pengajaran yang baik dan argumentasi yang dapat
82
dipertanggung jawabkan, sebagaimana firman Allah dalam surah an-Nahl (16) ayat
25.
sepenuh-penuhnya pada hari kiamat, dan sebahagian dosa-dosa orang yang mereka
amat buruklah dosa yang mereka pikul itu. (Q.S. An Nahl, 16:25).
matang dalam kepribadian dan sikap, sehingga setiap perbuatan mencerminkan pola
eksistensi manusia, bermakna atau tanpa makna, akan sangat bergantung pada
munkar. Sebagaimana firman Allah dalam surah Al Imran (3) ayat 164 ().
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh kepada yang maruf dan mencegah dari yang munkar;
2004:62-63).
Bila kita perhatikan sejarah penyampaian firman Allah SWT yang evolutif
adalah dilakukan malalui pendidikan dan dakwah. Dari sana dapat disimpulkan
bahwa penanaman nilai-nilai Islam kepada umat manusia hingga tercapai tujuan
penjelasan yang begitu mendetail tentang definisi metode pendidikan itu sendiri,
metode pendidikan. Hal ini atas dasar alasan bahwa sasaran pendidikan itu adalh
manusia yang telah mengalami bimbingan dan memiliki kemampuan dasar untuk
dikembangkan.
kemampuan dasar yang telah dimiliki manusia (peserta didik) tidak berkembang
secara wajar atau pada tingkat yang fatal dapat menyalahi hukum-hukum dan arah
1995:141-142). Untuk itu sangat dibutuhkan pengetahuan yang utuh mengenai jati
diri manusia dalam rangka membawa dan mengarahkan untuk memahami realitas
diri, Tuhan dan semesta Alam, sehingga ia dapat menemukan esensi dirinya dalam
lingkaran realitas itu. Sebagai konsekuensinya dari adanya fitrah dalam diri
manusia sebagai kemampuan dasar yang dikaruniakan Allah dalam tiap diri
(Maarif, 1995:51).
dalam artian bisa membuka diri dan dapat menerima setiap perubahan sesuai
amnesia sebagai peserta didik dalam rangka menyeimabangkan antara teori dan
kapabilitas dalam urusan dunia maupun akhirat, berpegang teguh pada prinsip
moral yang diajarkan al-Quran. Pada akhirnya dari kumpulan intelektual Muslim
itu akan menciptakan peradaban yang tidak kehilangan orientasi tancendenta; yang
9) Evaluasi
ilmuwan yang kritis dan kreatif. Sosok manusia yang mampu menyatukan antara
umat Islam Indonesia terhadap pengembangan ilmu akan semakin kuat, dikotomi
ilmu di kalangan umat Islam Indonesia akan semakin terkikis, yang diikuti oleh
pudarnya dualisme dalam sistem pendidikan Islam di Indonesia. Jika hal ini dapat
berjalan dengan baik, tidak mustahil, suatu ketika nanti, pendidikan Islam di
Indonesia dapat melahirkan ilmuwan-ilmuwan Muslim yang kritis dan kreatif, serta
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
yang dapat diambil, khususnya terkait dengan dua permasalahan yang diajukan
pada bab pendahuluan yaitu; pertama, tentang pemikiran pendidikan Islam Ahmad
Islam yaitu pertama, hakikat manusia yaitu makluk yang seimbang dan
penalaran), kaya dalam amal (karya dan prestasi) serta anggun dalam moral
dan religius.
mengenai konsep pendidikan Islam yang humanis, kritis, ideal dan religius
B. Saran
yang dimiliki oleh setiap anak (peserta didik). Sebagai konsekuensinya usaha dan
potensi kemanusiaan saja jelas tidak relevan dengan hakikat pendidikan Islam itu
DAFTAR PUSTAKA
Bakry, Samaun. (2005). Menggagas Konsep Ilmu Pendidikan Islam. Pustaka Bani
Quraisy, Bandung.
Bawani & Anshori. (1991). Cendekiawan Muslim. PT. Bina Ilmu, Surabaya.
Daradjat, Zakiah (at all). (2000). Ilmu Pendidikan Islam. Bumi Aksara, Jakarta.
Ghazali, Abd. Rohim (2007). Refleksi 70 Tahun Ahmad Syafii Maarif. Maarif
Institute, Jakarta.
http//:www.kompasiana.com/20161025/ahmad-Syafii-Maarif-unity-of-
knowledge.html diakses tanggal 25 Oktober 2016.
http//:www.wikipedia.org/20161029/ahmad-Syafii-Maarif-Biografi.html diakses
tanggal 29 Oktober 2016.
89
Ilahi, MT. (2012) Pembelajaran Discovery Strtegi dan Mental Vocation Skill. Diva
Press, Yogyakarta.
Maarif, Usa, Ali, & Machasin (1996). Pendidikan Islam dan Proses
Pemberdayaan Umat, Jurnal Pendidikan Fakultas Tarbiyah UII,
Yogyakarta no.1 vol.III pp.18-22
Mulyanto. (1991). Islamisasi Ilmu Pengetahun, Jurnal Ulumul Quran, IAIN sunan
Kalijaga no.9 vol. II pp. 12-14.
Peraturan Pemerintah No. 32 Th 2013 tentang Perubahan atas PP. No. 19 Th. 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan, hlm. 5
Syafaruddin. (at all) (2009). Ilmu Pendidikan Islam. Hijri Pustaka Utama, Jakarta
Tafsir, Ahmad. (1992). Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. PT. Remaja Rosda
Karya, Bandung.
Usa, Muslih (2003). Pendidikan Islam di Indonesia Antara Cita dan Fakta. Tiara
Wacana, Yogyakarta.
Zubaedi, (2012). Isu-Isu Baru dalam Diskursus Filsafat Pendidikan Islam dan
Kapita Selekta Pendidikan Islam. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Zuhairini (at all). (1995). Filsafat Pendidikan Islam. Bumi Aksara, Yogyakarta.