Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI FARMASI

PEWARNAAN SPORA

Rabu, 11 Maret 2015


Kelompok II
Rabu, Pukul 10.00 13.00 WIB

Nama NPM
Iman Firmansyah 260110130044

LABORATORIUM MIKROBIOLOGI FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2015

Nilai TTD
PEWARNAAN SPORA

I. Tujuan
Mengamati endospora bakteri dengan menggunakan prosedur pewarnaan
spora (pewarnaan Klein). Memahami setiap langkah dan reaksi reaksi kimia
yang terjadi dalam prosedur tersebut.

II. Prinsip

1. Pewarnaan Spora
Pewarnaan khusus digunakan untuk mewarnai dan mengisolasi
bagian spesifik dari mikroorganisme, misalnya endospora, kapsul, dan
flagela (Pratiwi, 2008).
2. Teknik Aseptis
Cara kerja yang menjaga sterilitas ketika menangani pengkulturan
mikroorganisme untuk mencegah kontaminasi terhadap kultur
mikroorganisme yang diinginkan ( Siswaya, 2014 ).
3. Impermeabilitas dinding sel bakteri tahan asam
Bakteri tahan asam memiliki kandungan senyawa dari
peptidoglikan dan lipid kompleks (wax-D) yang disebut asam mycolat
yang membangun struktur dinding selnya, sehingga menjadi impermeabel
terhadap macam macam prosedur perwarnaan termasuk pewarnaan
Gram (Lay, 1994).
4. Penetrasi zat warna
Difusi zat warna dari lapisan permukaan ke pusat. Agar penetrasi
zatzat warna baik dan tahan cuci, maka gaya ikat antara zat warna dan
sampel harus lebih besar dari pada gaya gaya yang bekerja antara zat
warna dan air (Etsha, 2013).
III. Teori Dasar
Spora bakteri adalah bentuk bekteri yang sedang dalam usaha
mengamankan diri terhadap pengaruh buruk dari luar. Spora bakteri
mempunyai fungsi yang sama seperti kista amoeba, sebab bakteri dalam
bentuk spora dan amoeba dalam bentuk kista merupakan suatu fase dimana
kedua mikroorganisme itu berubah bentuk untuk melindungi diri terhadap
faktor luar yang tidak menguntungkan (Dwidjoseputro, 1989).

Jenis-jenis bakteri tertentu, terutama yang tergolong dalam genus


Bacillus dan Clostridium mampu membentuk spora. Spora yang dihasilkan di
luar sel vegetatif (eksospora) atau di dalam sel vegetatif (endospora). Bakteri
membentuk spora bila kondisilingkungan tidak optimum lagi untuk
pertumbuhan dan perkembangannya, misalnya: medium mengering,
kandungan nutrisi menyusut dan sebagainya (Hastuti, 2012).

Beberapa spesies bakteri menghasilkan spora eksternal.


Streptomyces misalnya, meghasilkan serantaian spora (disebut konidia), yang
disangga di ujung hifa, suatu filamen vegetatif. Proses ini serupa dengan
proses pembentukan spora pada beberapa cendawan(Irianto, 2006).

Spora pada bakteri adalah endospora, suatu badan yang refraktil


terdapat dalam induk sel danmerupakan suatu stadium isrtirahat dari sel
tersebut. Endospora memiliki tingkatme tabolisme yang sangat rendah
sehingga dapat hidup sampai bertahun-tahun tanpa memerlukan sumber
makanan dari luar (Irianto, 2006).

Pembentukan spora dapat dianggap sebagai suatu proses


diferensiasi dari suatu siklus hidup dalam keadaan-keadaan tertentu. Hal ini
berbeda dari peristiwa pembelahan sel karena tidak terjadi replikasi
kromosom (Pelczar, 1986).

Kemampuan menghasilkan spora memberi keuntungan ekologis


pada bakteri, karena memungkinkan bakteri itu bertahan dalam keadaan
buruk. Langkah-langkah utama di dalam proses pembentukan spora sebagai
berikut :

1. Penjajaran kembali bahan DNA menjadi filamen dan invaginasi membran


sel di dekatsatu ujung sel untuk membentuk suatu struktur yang disebut
bakal spora.
2. Pembentukan sederet lapisan yang menutupi bakal spora, yaitu korteks
spora diikuti dengan selubung spora berlapis banyak.
3. Pelepasan spora bebas seraya sel induk mengalami lisis (Pelczar, 1986).

Salah satu ciri endospora bakteri adalah susunan kimiawinya.


Semua endospora bakteri mengandung sejumlah besar asam dipikolinat yaitu
suatu substansi yang tidak terdeteksi pada sel vegetatif. Sesungguhnya, asam
tersebut merupakan 5-10 % berat kering endospora. Sejumlah besar kalsium
juga terdapat dalam endospora, dan diduga bahwa lapisan korteks terbuat dari
kompleks Ca2+ asam dipikolinat peptidoglikan (Pelczar, 1986).

Letak spora di dalam sel serta ukurannya selama pembentukannya


tidaklah sama bagi semua spesies contoh, beberapa spora adalah sentral yaitu
dibentuk ditengah tengah sel yang lain terminal yaitu dibentuk di ujung dan
yang lain lagi lateral yaitu di bentuk di tepi sel (Pelczar, 1986).

Diameter spora dapat lebih besar atau lebih kecil dari diameter sel
vegetatifnya. Dibandingkan dengan sel vegetatif, spora sangat resisten
terhadap kondisi-kondisi fisik yang kurang menguntungkan seperti suhu
tinggi dan kekeringan serta bahan-bahan kimia seperti desinfektan. Ketahanan
tersebut disebabkan oleh adanya selubung spora yang tebal dan keras
(Hadioetomo, 1985).

Dalam pengamatan spora bakteri diperlukan pewarnaan tertentu


yang dapat menembus dinding tebal spora. Pewarnaan tersebut adalah dengan
penggunaan larutan hijau malakit 5%, dan untuk memperjelas pengamatan,
sel vegetative juga diwarnai dengan larutan safranin 0,5% sehingga sel
vegetative ini berwarna merah. Dengan demikian ada atau tidaknya spora
dapat teramati, bahkan posisi spora di dalam tubuh sel vegetative juga
dapat diidentifikasi.Namun ada juga zat warna khusus untuk mewarnai spora
dan di dalam proses pewarnaannya melibatkan treatment pemanasan, yaitu;
spora dipanaskan bersamaan dengan zat warna tersebu tsehingga
memudahkan zat warna tersebut untuk meresap ke dalam dinding pelindung
spora bakteri (Volk & Wheeler, 1988).

Beberapa bakteri mampu membentuk spora meskipun tidak dalam


keadaan ekstrem ataupun medium yang kurang nutrisi. Hal ini dimungkinkan
karena bakteri tersebut secara genetis, dalam tahapan pertumbuhan dan
perkembangannya memang memiliki satu fase sporulasi (Dwidjoseputro,
1989).

Jika medium selalu diadakan pembaruan dan kondisi lingkungan


disekitar bakteri selalu dijaga kondusif, beberapa jenis bakteri dapat
kehilangan kemampuannya dalam membentuk spora. Hal ini dimungkinkan
karena struktur bakteri yang sangat sederhana dan sifatnya yang sangat
mudah bermutasi, sehingga perlakuan pada lingkungan yang terus menerus
dapat mengakibatkan bakteri mengalami mutasi dan kehilangan
kemampuannya dalam membentuk spora (Dwidjoseputro, 1989).

Spora bakteri ini dapat bertahan sangat lama, ia dapat hidup


bertahun - tahun bahkan berabad - abad jika berada dalam kondisi lingkungan
yang normal. Kebanyakan sel vegetatif akan mati pada suhu 60-70oC, namun
spora tetap hidup, spora bakteri ini dapat bertahan dalam air mendidih bahkan
selama 1 jam lebih. Selama kondisi lingkungan tidak menguntungkan, spora
akan tetap menjadi spora, sampai kondisi lingkungan dianggap
menguntungkan, spora akan tumbuh menjadi satu sel bakteri yang baru dan
berkembangbiak secara normal (Volk & Wheeler, 1988).
IV. Alat dan Bahan

1. Alat :
a. Bak Pewarna.
b. Buku Gambar
c. Cawan Petri
d. Kaca Objek.
e. Kapas.
f. Kertas Saring.
g. Korek api
h. Mikroskop Majemuk.
i. Ose.
j. Pembakar Spirtus.
k. Pensil warna Merah, Biru, Ungu
l. Spidol
m. Tabung Reaksi
n. Water Bath
2. Bahan :
a. Air Suling dalam Botol Semprot.
b. Asam Sulfat 1%
c. Desinfektan.
d. Emersi Oil.
e. NaCl Fisiologis
f. Sampel Air Liur.
g. Suspensi Bakteri Bacillus subtilis.
h. Zat Warna Karbol Fuksin.
i. Zat Warna Metilen Biru.
3. Gambar Alat
V. Prosedur
Dibuat suspensi bakteri yang terdiri dari biakan bakteri dan NaCl
fisiologis di tabung reaksi. Ditambahkan karbol fuksin sebanyak 1:1 kedalam
suspensi tersebut. Campuran tersebut dipanaskan dalam pemanas air atau
water bath bersuhu 80oC selama 10 menit. Di jaga jangan sampai mendidih
atau kering.

Kaca objek di sterilisasi dengan cara dicuci, lalu dimasukkan


kedalam larutan desinfektan, kemudian dimasukkan kedalam larutan alkohol
70%. Setelah kaca objek disterilisasi, di lap menggunakan kapas sampai
mengeluarkan suara berdecit. Lingkari bagian bawah kaca objek dengan
spidol sebagai area untuk pengolesan sampel bakteri. Ose difiksasi dengan
cara dibakar dengan pembakar spirtus sampai ose berpijar. Ose di dinginkan
dengan cara didekatkan dengan pembakar spirtus.

Di buat olesan dari campuran suspensi. Olesan tersebut digenangi


dengan asam sulfat (H2SO4) 1% selama 2 detik, lalu dicuci atau dibilas
dengan aquades. Kemudian olesan tersebut digenangi dengan pewarna
tandingan biru metilen selama 5 menit, zat warna yang berlebih dibuang,
dibilas dengan air suling, lalu dikeringkan dengan kertas saring.

Kemudian olesan ditetesi minyak imersi, lalu diperiksa di bawah


mikroskop. Diamati dan di gambarkan hasilnya.
VI. Data Pengamatan

No Perlakuan Hasil

Olesan Sampel Bakteri +


Asam Sulfat 1% + Dibilas
dengan Aquades + Metilen
biru + Dibilas dengan
aquades + Dikeringkan
1 dengan kertas saring +
Ditetesi minyak imersi +
Diamati dengan mikroskop,
dengan pembesaran 100X

VII. Pembahasan

Pada praktikum kali ini dilakukan pewarnaan bakteri berupa


pewarnaan spora. Spora pada bakteri berbeda dengan spora pada jamur, pada
bakteri sporanya tidak mempunyai fungsi sebagai alat reproduksi tetapi
sebagai perlindungan dari kondisi yang tidak menguntungkan bagi bakteri
tersebut. Endospora bakteri tahan terhadap kondisi lingkungan ekstrim seperti
suhu yang tinggi, kekeringan, senyawa kimia beracun (desinfektan ,
antibiotik), dan radiasi sinar UV. Biasanya bakteri yang membentuk
endospora merupakan fase tidur dari bakteri. Endospora ini mampu bertahan
sampai kondisi lingkungan kembali menguntungkan bagi bakteri. Tetapi
setelah keadaan lingkungan menguntungkan bagi bakteri maka bungkus spora
akan pecah dan tumbuh bakteri.

Pewarnaan spora merupakan pewarnaan yang tidak dapat di warnai


dengan pewarnaan biasa, diperlukan tekhnik pewarnaan khusus. Endospora
tidak mudah diwarnai dengan zat pewarna pada umumnya, tetapi sekali
diwarnai, zat warna tersebut akan sulit hilang. Pewarnaan yang dilakukan
dalam praktikum ini dengan menggunakan pewarnaan Klein. Pewarnaan
Klein merupakan pewarnaan spora yang paling banyak digunakan. Spora
bakteri sangat sulit sekali bila diwarnai dengan pewarnaan gram. Untuk
pewarnaan spora, perlu dilakukan pemanasan supaya pewarna bisa masuk
kedalam spora, seperti pada pewarnaan tahan asam dimana pewarna karbol
fuksin harus dipanaskan untuk bisa menembus lapisan lilin asam Mycolic dari
Mycobacterium.

Pertama yang dilakukan adalah membuat suspensi bakteri bakteri


yang terdiri dari biakan bakteri dan NaCl fisiologis di tabung reaksi.
Ditambahkan karbol fuksin sebanyak 1:1 kedalam suspensi tersebut. Karbol
fuchsin merupakan pewarna dasar, yang mengandung fenol untuk membantu
melarutkan dinding sel. Campuran tersebut dipanaskan dalam pemanas air
atau water bath bersuhu 80oC selama 10 menit. Dilakukan pemanasan
dikarenakan spora merupakan mekanisme pertahanan dari bakteri dalam
lingkungan ekstrim (tidak memungkinkan bakteri hidup), sehingga ketika
dipanaskan lilin yang melapisi spora akan meleleh dan zat warna akan masuk,
tetapi ketika di dinginkan lilin kembali mengeras dan membeku, zat warna
akan terperangkap dalam lapisan tersebut sedangkan sel vegetatifnya
terwarnai oleh zat warna kedua. Dalam pembuatan suspensi digunakan NaCl
fisiologis. Penggunaan NaCl fisiologis ini berperan sebagai penyangga pH
agar sel bakteri tidak rusak akibat menurunnya pH lingkungan.

Kemudian sterilisasi kaca objek dengan cara di celupkan kedalam


larutan desinfektan kemudian dicelupkan kedalam alkohol 70%. Sterilisasi
bertujuan untuk memusnahkan atau mengeliminasi semua mikroorganisme
termasuk spora bakteri yang resisten dalam alat yang akan digunakan. Setelah
melakukan sterilisasi, kemudian melakukan olesan bakteri pada kaca objek,
tetapi sebelumnya ose di fiksasi di api pada pembakar spiritus yang bertujuan
untuk mematikan bakteri dengan cepat pada ose, supaya tidak tercampur
dengan bakteri yang akan di uji.
Sebelum melakukan pengolesan bakteri, kaca objek di beri tanda
lingkaran di bawahnya sebagai tanda area untuk melakukan pengolesan sel
bakteri dari suspensi. Pada percobaan kali ini pengolesan di lakukan dengan
sampel suspensi bakteri Bacillus subtilis. Lalu di fikasasi di atas api
pembakar spirtus api dengan cara di lewat lewatkan tidak terlalu dekat api
supaya bakteri tidak mati. Fiksasi dalam tahap ini bertujuan melekatkan sel
bakteri pada objek glass tanpa merusak struktur selnya, mempermudah
pengecetan,dan sediaan tahan untuk disimpan jika belum sempat dicat.

Setelah di buat olesan dari campuran suspensi. Olesan tersebut


digenangi dengan asam sulfat (H2SO4) 1% selama 2 detik. Penggunaan asam
sulafat disini bertujuan sebagai peluntur warna karbol fuksin yang tidak
masuk kedalam sel bakteri. Lalu dicuci atau dibilas dengan aquades.
Kemudian olesan tersebut digenangi dengan pewarna tandingan biru metilen
selama 5 menit. Metilen biru adalah pewarna yang biasa di pakai dalam
pewarnaan umum. Biasanya hanya untuk membedakan sel bakteri dengan
latar belakangnya, warna metilen biru ini akan menempel pada badan bakteri.
Zat warna yang berlebih dibuang, dibilas dengan air suling. Pembilasan ini
bertujuan untuk mengurangi kelebihan setiap zat warna yang sedang
diberikan.

Objek yang telah dibasuh aquades kemudian dikeringkan dengan


menggunakan kertas saring, tidak ditiup-tiup karena dikhawatirkan ada
kontaminasi bakteri lain yang menempel pada objek glass.

Kemudian olesan di tetesi emersi oil sebanyak satu tetes. Minyak


emersi adalah minyak yang di pakai untuk olesan pada mikroskop, yang
fungsinya untuk memperjelas objek, dan melindungi mikroskop. Minyak
emersi memiliki indeks refraksi yang tinggi dibandingkan dengan air,
sehingga objek yang kita amati dapat terlihat lebih jelas dibandingkan
dengan tanpa minyak emersi. Lalu diamati dengan mikroskop pada
pembesaran 100X.
Dari hasil pewarnaan spora terlihat bakteri berwarna ungu ada titik
merah, dengan bentuk basil. Letak sporanya berada pada subterminal. Letak
endospora berbeda dengan spesies bakteri yang lain. Tipenya ada yang
central yaitu lokasi dari sel vegetatifnya di tengah, terminal letak sel
vegetatifnya berada di ujung atau pinggir dan tipe subterminal berarti lokasi
endosporanya berada di antara tengah dan pinggir dari sel vegetatif. Bakteri
yang berbentuk basil memiliki endospora yang terletak di subterminal.

VIII. Simpulan

Dapat mengamati endospora bakteri dengan menggunakan


prosedur pewarnaan spora (pewarnaan Klein), dengan hasil endospora
terletak di subterminal.

Dapat memahami setiap langkah dan reaksi reaksi kimia yang


terjadi dalam prosedur dengan hasil bakteri berwarna biru pada bagian
sitoplasma dan di bagian subterminal berwarna merah.
DAFTAR PUSTAKA

Etsha. 2013. Makalah Celup. Tersedia di http://www.slideshare.net/Etsha/


makalah-celup-iii [Diakses pada 16 Maret 2015].

Hadioetomo, R.S. 1985.Mikrobiologi Dasar dalam Praktek.Jakarta :PT. Gramedia.

Hastuti, S.U. 2012. Petunjuk Praktikum Mikrobiologi . Malang : UMM Press.

Irianto, K. 2006. Mikrobiologi Jilid I. Bandung : Yrama Widya.

Lay, B. W. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. Jakarta : PT Raja Grafindo


Persada.

Pelczar, M.J. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi I. Jakarta: UI Press.

Pratiwi, T. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta : Erlangga

Siswaya,Yoanne.2014.Teknik Kultur Secara Aseptik. Tersedia online di


http://www.academia.edu/6138539/Praktikum_2 [Diakses pada tanggal 16
Maret 2015]

Volk dan Wheeler. 1988. Mikrobiologi Dasar Edisi Kelima. Jakarta : Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai