OLEH:
KELOMPOK VII
ANGGREINI : 14175003
REFNITA : 14175056
STAVINI BELIA : 14175034
DOSEN PEMBIMBING:
Prof. Dr. FESTIYED, MS
Dr. RATNA WULAN, M.Si
PENDIDIKAN FISIKA
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Substansi Filsafat Ilmu
Pengetahuan tentang Kenyataan atau Fakta, Kebenaran, dan Konfirmasi yang
dibimbing oleh Ibu Prof. Dr. Festiyed, M.S dan ibu Dr. Ratna Wulan, M.Si.
Makalah yang ditulis penulis ini berbicara mengenai konsep dasar substansi,
kenyataan, kebenaran, dan konfirmasi. Penulis menulis makalah ini dengan mengambil
dari berbagai sumber baik dari buku maupun dari internet dan membuat gagasan dari
beberapa sumber yang ada tersebut.
Penulis berterima kasih kepada beberapa pihak yang telah membantu penulis
dalam penyelesaian makalah ini. Hingga tersusunlah makalah yang sampai dihadapan
pembaca pada saat ini.
Penulis juga menyadari bahwa makalah yang penulis tulis ini masih terdapat
banyak kekurangan. Oleh karena itu sangat diharapkan bagi pembaca untuk
menyampaikan saran atau kritik yang membangun demi tercapainya makalah yang jauh
lebih baik.
PENULIS
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ..................................................................................................... 2
D. Manfaat Penulisan ................................................................................................... 2
BAB II KAJIAN TEORI .................................................................................................. 3
A. Konsep Dasar Substansi .......................................................................................... 3
B. Substansi Filsafat Ilmu ............................................................................................ 3
1. Kenyataan atau Fakta ......................................................................................... 3
2. Kebenaran ........................................................................................................... 6
3. Konfirmasi ........................................................................................................ 17
BAB III PEMBAHASAN .............................................................................................. 20
A. Kesenjangan Antara Fakta dengan Kebenaran ..................................................... 20
B. Matriks Hubungan Antara Substansi dan Filsafat Limu ....................................... 20
C. Matriks Hubungan Antara Kebenaran Menurut Ilmu, Filsafat, dan Agama ......... 21
BAB IV PENUTUP ........................................................................................................ 23
A. Kesimpulan ........................................................................................................... 23
B. Saran ...................................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 24
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Filsafat ilmu secara umum dapat dipahami dari dua sisi, yaitu sebagai disiplin
ilmu dan sebagai landasan filosofis bagi proses keilmuan. Sebagai sebuah disiplin ilmu,
filsafat ilmu merupakan cabang dari ilmu filsafat yang membicarakan obyek khusus,
yaitu ilmu pengetahuan yang memiliki sifat dan karakteristik tertentu yang hampir
sama dengan filsafat pada umumnya. Sementara itu, filsafat ilmu sebagai landasan
filosofis bagi proses keilmuan, merupakan kerangka dasar dari proses keilmuan itu
sendiri.
Secara sederhana, filsafat dapat diartikan sebagai berfikir menurut tata tertib
dengan bebas dan sedalam-dalamnya, sehingga sampai ke dasar suatu persoalan, yakni
berfikir yang mempunyai ciri-ciri khusus, seperti analitis, pemahaman deskriptif,
evaluatif, interpretatif dan spekulatif. Filsafat sebagai proses berfikir yang sistematis
juga memiliki obyek pembahasan, yaitu obyek material dan obyek formal. Obyek
material filsafat adalah segala yang ada, baik mencakup ada yang tampak maupun ada
yang tidak tampak. Ada yang tampak adalah dunia empiris, sedangkan ada yang tidak
tampak adalah alam metafisika. Sebagian filosuf membagi obyek material filsafat atas
tiga bagian, yaitu: yang ada dalam alam empiris, yang ada dalam alam pikiran, dan
yang ada dalam kemungkinan. Obyek formal filsafat adalah sudut pandang yang
menyeluruh, radikal, dan rasional tentang segala yang ada.
Dalam perspektif ini dapat dipahami bahwa filsafat ilmu pada prinsipnya juga
memiliki obyek pembahasan tersendiri, yang mana para ahli filsafat ilmu telah
membaginya menjadi dua obyek, yakni obyek substantif dan obyek instrumentatif.
Obyek subtantif terbagi menjadi dua, yaitu fakta dan kebenaran. Sedangkan obyek
Instrumentatif terbagi menjadi dua, yaitu konfirmasi dan logika Inferensi. Berdasarkan
uraian diatas, maka disini kami akan membahas tentang fakta atau kenyataan,
kebenaran, dan konfirmasi.
1
2
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada makalah ini adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan substansi?
2. Bagaimana substansi filsafat ilmu tentang fakta atau kenyataan?
3. Bagaimana substansi filsafat ilmu tentang kebenaran?
4. Bagaimana substansi filsafat ilmu tentang konfirmasi?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah
1. Untuk mengetahui pengertian dari substansi.
2. Untuk mengetahui substansi filsafat ilmu tentang fakta atau kenyataan.
3. Untuk mengetahui substansi filsafat ilmu tentang kebenaran.
4. Untuk mengetahui substansi filsafat ilmu tentang konfirmasi.
D. Manfaat Penulisan
Penulisan makalah diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca untuk:
1. Pedoman dalam memahami substansi filsafat ilmu.
2. Bahan referensi bagi penulis untuk substansi filsafat ilmu.
BAB II
KAJIAN TEORI
3
4
Kamus Oxford Dictionary mendefinisikan fakta sebagai sesuatu yang tidak dapat
dibantah atau disangkal dalam suatu kejadian. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), fakta merupakan hal (keadaan, peristiwa) yang merupakan kenyataan, sesuatu
yang benar-benar ada atau terjadi. Fakta adalah apa yang membuat pernyataan itu betul
atau salah. Fakta menurut Russel (dalam Sofyan, 2010) adalah sesuatu yang ada. Fakta
berbentuk konkret, dapat ditangkap pancaindera, dapat diketahui dan dapat diakui
kebenarannya.
Lorens Bagus (2005) memberikan penjelasan tentang fakta obyektif dan fakta
ilmiah. Fakta obyektif yaitu peristiwa, fenomena atau bagian realitas yang merupakan
obyek kegiatan atau pengetahuan praktis manusia. Sedangkan fakta ilmiah merupakan
refleksi terhadap fakta obyektif dalam kesadaran manusia. Refleksi adalah deskripsi
fakta obyektif dalam bahasa tertentu. Fakta ilmiah merupakan dasar bagi bangunan
teoritis. Tanpa fakta-fakta ini, bangunan teoritis itu mustahil terwujud. Fakta ilmiah
tidak terpisahkan dari bahasa yang diungkapkan dalam istilah-istilah dan kumpulan
fakta ilmiah membentuk suatu deskripsi ilmiah.
Fakta-fakta sebagai bukti penalaran ilmiah tidak dapat dipisahkan dari kata atau
bahasa yang digunakan untuk mengungkapkannya, seperti penggunaan istilah-istilah.
Didalam Al-Quran surat Al Baqarah ayat 31 secara eksplisit disebutkan bahwa setiap
sesuatu yang ada (fakta) di beri nama.
Fakta atau kenyataan memiliki pengertian yang beragam, bergantung dari sudut
pandang filosofis yang melandasinya. Berikut pandangan mengenai pengertian fakta
dari berbagai aliran, yaitu:
a. Positivistik berpandangan bahwa sesuatu yang nyata bila ada korespondensi antara
yang sensual satu dengan sensual lainnya.
b. Fenomenologik memiliki dua arah perkembangan mengenai pengertian kenyataan
ini. Pertama, menjurus ke arah teori korespondensi yaitu adanya korespondensi
antara ide dengan fenomena. Kedua, menjurus ke arah koherensi moralitas,
kesesuaian antara fenomena dengan sistem nilai.
c. Rasionalistik menganggap suatu sebagai nyata, bila ada koherensi antara empirik
dengan skema rasional.
d. Realisme-metafisik berpendapat bahwa sesuatu yang nyata bila ada koherensi
antara empiri dengan obyektif.
e. Pragmatisme memiliki pandangan bahwa yang ada itu yang berfungsi.
Fakta atau kenyataan dapat dibahas dari beberapa bidang kajian, yaitu bidang
kajian filsafat, bidang kajian ilmu pengetahuan.
a. Fakta dalam Kajian Filsafat
Dalam filsafat, konsep fakta dibahas dalam bidang epistemologi dan ontologi.
Pertanyaan mengenai objektivitas dan kebenaran amat terkait erat dengan pertanyaan
mengenai fakta. Sebuah "fakta" dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang terjadi yaitu,
keadaan tersebut. Fakta dapat dipahami sebagai informasi yang membuat kalimat benar
menjadi benar. Fakta juga dapat dipahami sebagai hal-hal yang menjadi acuan kalimat
yang benar. Pernyataan bahwa "Jupiter adalah planet terbesar di tata surya" adalah
tentang fakta bahwa Jupiter memang merupakan planet terbesar di tata surya.
sebuah observasi yang obyektif dan dapat diverifikasi, berbeda dengan hipotesis atau
teori, yang dimaksudkan untuk menjelaskan atau menafsirkan fakta.
2. Kebenaran
Manusia selalu berusaha menemukan kebenaran. Beberapa cara ditempuh untuk
memperoleh kebenaran antara lain dengan menggunakan rasio seperti para rasionalis
dan melalui pengalaman atau secara empiris. Pengalaman-pengalaman yang diperoleh
manusia membuahkan prinsip-prinsip yang lewat penalaran rasional agar kejadian-
7
kejadian yang berlaku di alam itu dapat dimengerti. Struktur pengetahuan manusia
menunjukkan tingkatan-tingkatan dalam hal menangkap kebenaran.
Konsistensi seorang muslim terhadap Al-Quran dalam menjawab masalah-
masalah asasi tentang Tuhan, alam semesta, dan manusia didasarkan pada keyakinan
bahwa Al-Quran adalah sumber kebenaran. Keterangan bahwa Al-Quran sebagai
sumber kebenaran dijelaskan dalam beberapa ayatnya, antara lain seperti d dalam Q.S.
An-Nisa (4) ayat 105.
Artinya: Sesungguhnya telah datang dari Tuhanmu bukti-bukti yang terang; Maka
Barangsiapa melihat (kebenaran itu), Maka (manfaatnya) bagi dirinya
sendiri; dan Barangsiapa buta (tidak melihat kebenaran itu), Maka
kemudharatannya kembali kepadanya. dan aku (Muhammad) sekali-kali
bukanlah pemelihara(mu) (QS. Al Anam: 104).
Maksud dari ayat diatas ialah jika seseorang mengetahui tentang kebenaran dan
mengerjakan amal saleh, serta memperoleh petunjuk, maka dia telah mencapai puncak
kebahagiaan.
a. Pengertian Kebenaran
Kebenaran adalah kenyataan yang benar-benar terjadi. Pernyataan yang pasti, dan
tidak dapat dipungkiri lagi. Kita manusia selalu ingin tahu kebenaran, karena hanya
kebenaranlah yang bisa memuaskan rasa ingin tahu kita, dengan kata lain tujuan
pengetahuan ialah mengetahui kebenaran. Tujuan ilmu juga mencapai kebenaran,
dalam ilmu, kita manusia ingin memperoleh pengetahuan yang benar, karena ilmu
merupakan pengetahuan yang sistematis, maka pengetahuan yang dituju ilmu adalah
pengetahuan ilmiah.
9
Kita manusia bukan hanya sekedar ingin tahu, tetapi ingin mengetahui kebenaran.
Kita juga selalu ingin memiliki pengetahuan yang benar. Kebenaran ialah persesuaian
antara pengetahuan dan obyeknya. Pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang
sesuai dengan obyeknya. Berdasarkan skop potensi subjek, maka susunan tingkatan
kebenaran itu menjadi:
1) Tingkatan kebenaran indera adalah tingkatan yang paling sederhana dan pertama
yang dialami manusia.
2) Tingkatan ilmiah, pengalaman-pengalaman yang didasarkan disamping melalui
indara, diolah pula dengan rasio.
3) Tingkat filosofis, rasio dan instrumen murni, renungan yang mendalam mengolah
kebenaran itu semakin tinggi nilainya
4) Tingkatan instrumen, kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan yang Maha Esa
dan dihayati oleh kepribadian dengan integritas dengan iman dan kepercayaan.
Manusia selalu mencari kebenaran, jika manusia mengerti dan memahami
kebenaran, sifat asasinya terdorong pula untuk melaksankan kebenaran itu. Sebaliknya
pengetahuan dan pemahaman tentang kebenaran, tanpa melaksanakan konflik
kebenaran, manusia akan mengalami pertentangan batin, konflik psikologis. Karena di
dalam kehidupan manusia sesuatu yang dilakukan harus diiringi akan kebenaran dalam
jalan hidup yang dijalaninya dan manusia juga tidak akan bosan untuk mencari
kenyataan dalam hidupnya yang dimana selalu ditunjukan oleh kebenaran.
pembuktiannya, bias kitadengar, sentuh, berdasarkan pada hal-hal yang kelihatan dan
sudah diuji kebenarannya. Secara lebih jelas dengan contoh berikut ini: api itu panas, es
itu dingin, dan daun itu hijau.
2) Pendekatan Rasional
Cara lain untuk mendapatkan kebenaran adalah dengan mengandalkan rasio,
upaya ini sering disebut sebagai pendekatan rasional. Rasionalisme adalah pandangan
bahwa kita mengetahui apa yang kita pikirkan dan bahwa akal mempunyai kemampuan
untuk mengungkapkan kebenaran dengan diri sendiri, atau bahwa pengetahuan itu
diperoleh dengan cara membandingkan ide dengan ide Basman.
Manusia merupakan makhluk hidup yang dapat berpikir, sehingga
kemampuannya tersebut dapat menangkap ide atau prinsip tentang sesuatu yang pada
akhirnya sampai kepada kebenaran, yaitu kebenaran rasional. Sebagai contoh berikut:
ketika TV di rumah tidak berfungsi dengan baik maka dapat dipastikan komponen di
dalam TV yang rusak atau sudah perlu diganti. Pemikiran tentang ada sesuatu yang
tidak beres ini merupakan suatu hal rasional yang timbul dari fenomena dan dapat
dipastikan pikiran rasional ini benar.
3) Pendekatan Intuitif
Menurut Bergson intuitif merupakan suatu sarana untuk mengetahui secara
langsung dan seketika. Unsur utama bagi pengetahuan adalah kemukinan adanya
sesuatu bentuk penghayatan langsung (intuitif). Pendekatan ini merupakan pengetahuan
yang diperoleh tanpa melalui proses penalaran tertentu.
Intuisi bersifat personal dan tidak bisa diramalkan. Intuisi yang dialami oleh
seseorang bersifat khas, sulit atau tidak bisa dijelaskan, dan tidak bisa dipelajari atau
ditiru oleh orang lain. Bahkan seseorang yang pernah memperoleh intuisi sulit atau
bahkan tidak bias mengulang pengalaman yang sama. Misalnya, seorang yang sedang
menghadapi suatu masalah secara tiba-tiba menemukan jalan pemecahan dari masalah
yang dihadapi atau secara tiba-tiba seseorang memperoleh informasi mengenai
peristiwa yang akan terjadi.
4) Pendekatan Religius
Sebagai makhluk Tuhan yang diberi akal pikiran harus menyadari bahwa alam
semesta beserta isinya ini diciptakan dan dikendalikan oleh kekuatan Tuhan. Upaya
11
untuk memperoleh kebenaran dengan jalan seperti ini disebut sebagai pendekatan
religius. Contoh kebenaran religius adalah Alquran.
5) Pendekatan Otoritas
Pendekatan otoritas ini adalah seseorang yang memiliki kelebihan tertentu
dibandingkan dengan orang lain. Kelebihan-kelebihan tersebut bisa berupa kekuasaan,
kemampuan intelektual, keterampilan, pengalaman, dan sebagainya. Memiliki
kelebihan-kelebihan seperti itu disegani, ditakuti, ataupun dijadikan figur panutan. Apa
yang mereka nyatakan akan diterima sebagai suatu kebenaran.
6) Pendekatan Ilmiah
Pendekatan ilmuah bertumpu pada dua anggapan dasar, yaitu bahwa kebenaran
dapat diperoleh dari pengamatan, bahwa gejala itu timbul sesuai dengan hubungan
yang berlaku menurut hukum tertentu. Kebenaran ilmiah merupakan kebenaran yang
muncul dari hasil penelitian ilmiah dengan melalui prosedur baku berupa tahap-tahapan
untuk memperoleh pengetahuan ilmiah yang berupa metodologi ilmiah yang sesuai
dengan sifat dasar ilmu. Oleh karena itu, kebenaran ilmiah sering disebut sebagai
kebenaran nisbi atau relatif. Sifat kebenaran ini sesuai dengan sifat keilmuan itu sendiri
yang dapat berubah sesuai dengan perkembangan hasil penelitian, karena suatu teori
pada masa tertentu bisa jadi merupakan kebenaran, tetapi pada masa berikutnya bisa
jadi sebuah kesalahan besar. Contoh kebenaran ilmiah: bumi itu bulat dan tidak datar
dan air mendidih pada 100C.
c. Sifat-Sifat Kebenaran
Kebenaran tidak dapat begitu saja terlepas dari kualitas, sifat, hubungan, dan nilai
itu sendiri, maka setiap subjek yang memiliki pengetahuan akan memiliki persepsi dan
pengertian yang amat berbeda satu dengan yang lainnya, dan disitu terlihat sifat-sifat
dari kebenaran. Sifat kebenaran dapat dibedakan menjadi tiga hal, yaitu:
1) Kualitas pengetahuan. Artinya bahwa setiap pengetahuan dimiliki seseorang yang
mengetahui suatu obyek ditinjau dari pengetahuan yang dibangun. Pengetahuan
tersebut berupa: pengetahuan biasa yang sifatnya subyektif, pengetahuan ilmiah
yang bersifat instrument, pengetahuan filasafati yang sifatnya instrumen-
intersubyektif, pengetahuan agama yang bersifat instrument
12
pengetahuan itu. Oleh karena itu, bagi teori ini, mengungkapkan realitas adalah hal
yang pokok bagi kegiatan ilmiah.
2) Teori Koherensi (The Coherence Theory of Truth)
Menurut teori ini, kebenaran tidak ditemukan dalam kesesuaian antara proposisi
dengan kenyataan melainkan dalam relasi antara proposisi baru dengan proposisi yang
sudah ada. Maka suatu pengetahuan, teori, pernyataan, proposisi, atau hipotesis
dianggap benar jika proposisi itu konsisten dengan proposisi sebelumnya yang
dianggap benar. Menurut para penganut teori ini mengatakan bahwa proposisi berkaitan
dan meneguhkan proposisi atau pernyataan. Dengan kata lain, pernyataan itu benar jika
pernyataan itu cocok dengan instrumen pemikiran yang ada. Maka kebenaran
sesunguhnya hanya berkaitan dengan implikasi logis dari instrumen pemikiran yang
ada. Misalnya: a) Semua manusia pasti mati; b) Sokrates adalah manusia; c) Sokrates
pasti mati.
3) Teori Pragmatik (The Pragmatic Theory of Truth)
Teori kebenaran pragmatis adalah teori yang berpandangan bahwa arti dari ide
dibatasi oleh referensi pada konsekuensi ilmiah, personal atau sosial. Benar tidaknya
suatu dalil atau teori tergantung kepada berfaedah tidaknya dalil atau teori tersebut bagi
manusia untuk kehidupannya. Kebenaran suatu pernyataan harus bersifat fungsional
dalam kehidupan praktis. Teori Pragmatis memandang bahwa kebenaran suatu
pernyataan diukur dengan kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam
kehidupan praktis, dengan kata lain suatu pernyataan adalah benar jika pernyataan itu
mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan manusia.
Teori pragmatis tentang kebenaran ini dikembangkan dan dianut oleh para filosof
pragmatis dari Amerika seperti Charles Sanders Pierce dan William James. Bagikaum
pragmatis, kebenaran sama artinya dengan kegunaan. Jadi, ide, konsep, pernyataan, atau
hipotesis yang benar adalah ide yang berguna. Ide yang benar adalah ide yang paling
mampu memungkinkan seseorang berdasarkan ide itu melakukan sesuatu secara paling
berhasil dan tepat guna. Dengan kata lain, berhasil dan berguna adalah instrumen utama
untuk menentukan apakah suatu ide benar atau tidak. Contohnya, ide bahwa kemacetan
di jalan-jalan besar di Jakarta disebabkan terlalu banyak kendaraan pribadi yang
ditumpangi satu orang. Maka, konsep solusinya, wajibkan kendaraan pribadi
14
ditumpangi minimal oleh tiga penumpang. Ide tersebut benar jika ide itu berguna atau
berhasil memecahkan persoalan kemacetan.
Piecre mengatakan bahwa ide yang jelas dan benar mau tidak mau mempunyai
konsekuensi praktis pada tindakan tertentu. Artinya, jika ide itu benar, maka ketika
diterapkan akan berguna dan berhasil untuk memecahkan suatu persoalan dan
menentukan perilaku manusia. William James mengembangkan teori pragmatisnya
dengan berangkat dari pemikirannya tentang berpikir. Menurutnya, fungsi dari
berpikir bukan untuk menangkap kenyataan tertentu, melainkan untuk membentuk ide
tertentu demi memuaskan kebutuhan atau kepentingan manusia. Oleh karena itu,
pernyataan penting bagi James adalah jika suatu ide diangap benar, apa perbedaan
praktis yang akan timbul dari ide ini dibandingkan dengan ide yang tidak benar. Apa
konsekuensi praktis yang berbeda dari ide yang benar dibandingkan dengan ide yang
keliru. Menurut William James, instrumen teori yang benar adalah instrumen teori yang
berguna dan berfungsi memenuhi tuntutan dan kebutuhan kita. Sebaliknya, ide yang
salah, adalah ide yang tidak berguna atau tidak berfungsi membantu kita memenuhi
kebutuhan kita.
Ide yang benar adalah ide yang berfungsi dan berlaku membantu manusia
bertindak secara tertentu secara berhasil. Maka menurut Jhon Dewey dan William
James, ide yang benar sesungguhnya adalah instrumen untuk bertindak secara berhasil.
Kebenaran yang terutama ditekankan oleh kaum pragmatis ini adalah kebenaran yang
menyangkut pengetahuan bagaimana (know-how). Suatu ide yang benar adalah ide
yang memungkinkan saya berhasil memperbaiki atau menciptakan sesuatu. Dalam hal
ini, kaum pragmatis sesungguhnya tidak menolak teori kebenaran dari kaum rasionalis
maupun teori kebenaran kaum empiris. Hanya saja, bagi mereka suatu kebenaran apriori
hanya benar bila kalau kebenaran itu berguna dalam penerapannya yang memunginkan
manusia bertindak secara efektif. Demikian pula, tolok ukur kebenaran suatu ide
bukanlah realitas statis, melainkan realitas tindakan. Jadi, keseluruhan kenyataan yang
memperlihatkan kebergunaan ide tersebut.
4) Teori Performatif (The Performative Theory of Thruth)
Teori ini terutama dianut oleh filsuf seperti Frank Ramsey, Jhon Austin, dan Peter
Strawson. Filsuf-filsuf ini mau menentang teori klasik bahwa benar dan salah
adalah ungkapan yang hanya menyatakan sesuatu (deskriptif). Proposisi yang benar
15
berarti proposisi itu menyatakan sesuatu yang memang dianggap benar. Menurut teori
ini, suatu pernyataan dianggap benar jika ia menciptakan realitas. Jadi pernyataan yang
benar bukanlah pernyataan yang mengungkapkan realitas, melainkan pernyataan itu
tercipta realitas sebagaimana yang diungkapkan dalam pernyataan itu. Teori ini
menyatakan bahwa kebenaran diputuskan atau dikemukakan oleh pemegang otoritas
tertentu.
Dalam fase hidup, manusia kadang kala harus mengikuti kebenaran performatif.
Pemegang otoritas yang menjadi rujukan bisa pemerintah, pemimpin agama, pemimpin
adat, pemimpin masyarakat, dan sebagainya. Kebenaran performatif dapat membawa
kepada kehidupan sosial yang rukun, kehidupan beragama yang tertib, adat yang stabil
dan sebagainya. Masyarakat yang mengikuti kebenaran performatif tidak terbiasa
berpikir kritis dan rasional. Mereka kurang inisiatif dan inovatif, karena terbiasa
mengikuti kebenaran dari pemegang otoritas. Pada beberapa daerah yang
masyarakatnya masih sangat patuh pada adat, kebenaran ini seakan-akan kebenaran
mutlak. Mereka tidak berani melanggar keputusan pemimpin adat dan tidak terbiasa
menggunakan rasio untuk mencari kebenaran.
Kebenaran adalah kesan subjek tentang suatu realita, dan perbandingan antara
kesan dengan realita objek. Jika keduanya ada persesuaian, persamaan maka itu benar.
Kebenaran tak cukup hanya diukur dengan rasion dan kemauan individu. Kebenaran
bersifat objektif, universal, berlaku bagi seluruh umat manusia, karena kebenaran ini
bersumber dari Tuhan yang disampaikan melalui wahyu. Nilai kebenaran mutlak yang
bersumber dari Tuhan itu adalah objektif namun bersifat superrasional dan
superindividual. Bahkan bagi kaum instrumen kebenaran Illahi ini adalah kebenaran
tertinggi.
5) Teori Struktural Paradigmatik
Suatu teori dinyatakan benar jika teori itu berdasarkan pada paradigma atau
perspektif tertentu dan ada komunitas ilmuwan yang mengakui atau mendukung
paradigma tersebut. Banyak sejarawan dan filosof sains masa kini menekankan bahwa
serangkaian fenomena atau realitas yang dipilih untuk dipelajari oleh kelompok ilmiah
tertentu ditentukan oleh pandangan tertentu tentang realitas yang telah diterima secara
apriori oleh kelompok tersebut. Paradigma ialah apa yang dimiliki bersama oleh
16
anggota-anggota suatu masyarakat sains atau dengan kata lain masyarakat sains adalah
orang-orang yang memiliki suatu paradigma bersama.
Masyarakat sains bisa mencapai konsensus yang kokoh karena adanya
paradigma. Sebagai konstelasi komitmen kelompok, paradigma merupakan nilai-nilai
bersama yang bisa menjadi determinan penting dari perilaku kelompok meskipun tidak
semua anggota kelompok menerapkannya dengan cara yang sama. Paradigma juga
menunjukkan keanekaragaman individual dalam penerapan nilai-nilai bersama yang
bisa melayani fungsi-fungsi esensial ilmu pengetahuan. Paradigma berfungsi sebagai
keputusan yuridiktif yang diterima dalam hukum tak tertulis.
Pengujian suatu paradigma terjadi setelah adanya kegagalan berlarut-larut dalam
memecahkan masalah yang menimbulkan krisis. Pengujian ini adalah bagian dari
kompetisi di antara dua paradigma yang bersaingan dalam memperebutkan kesetiaan
masyarakat sains. Falsifikasi terhadap suatu paradigma akan menyebabkan suatu teori
yang telah mapan ditolak karena hasilnya negatif. Teori baru yang memenangkan
kompetisi akan mengalami verifikasi. Proses verifikasi-falsifikasi memiliki kebaikan
yang sangat mirip dengan kebenaran dan memungkinkan adanya penjelasan tentang
kesesuaian atau ketidaksesuaian antara fakta dan teori. Perubahan dari paradigma lama
ke paradigma baru adalah pengalaman konversi yang tidak dapat dipaksakan. Adanya
perdebatan antar paradigma bukan mengenai kemampuan relatif suatu paradigma
dalam memecahkan masalah, tetapi paradigma mana yang pada masa mendatang dapat
menjadi pedoman riset untuk memecahkan berbagai masalah secara tuntas. Adanya
jaringan yang kuat dari para ilmuwan sebagai peneliti konseptual, teori, instrumen, dan
metodologi merupakan sumber utama yang menghubungkan ilmu pengetahuan dengan
pemecahan berbagai masalah.
Secara umum, kebenaran adalah kesesuaian antara apa yang dipikirkan dengan
kenyataannya. Oleh karena itu, kenyataan berperan sebagai tolak ukur dalam suatu
penilaian. Dalam bahasa Yunani, kebenaran disebut dengan altheia, yang artinya
adalah 'ketaktersembunyian'. Hal yang dinilai dalam kebenaran (apakah objek tersebut
benar atau salah) isi dan subjek dari sebuah konsep/persepsi, bukan konsep/persepsi itu
sendiri.
17
3. Konfirmasi
a. Pengertian Konfirmasi
Konfirmasi berasal dari bahasa Inggris Confirmation yang berarti penegasan,
pengesahan. Konfirmasi apabila dikaitkan dengan ilmu, maka fungsi ilmu adalah
menjelaskan, memprediksi, dan menghasilkan. Menjelaskan ataupun memprediksi,
tersebut lebih bersifat interpretasi untuk memberikan makna tentang sesuatu.
Fungsi ilmu adalah menjelaskan, memprediksi proses dan produk yang akan
datang, atau memberikan pemaknaan. Pemaknaan tersebut dapat ditampilkan sebagai
konfirmasi absolut atau probalistik. Menampilkan konfirmasi absolut biasanya
menggunakan asumsi, postulat, atau axsioma yang sudah dipastikan benar. Tetapi tidak
salah bila mengeksplisitkan asumsi dan postulatnya. Sedangkan untuk membuat
penjelasan, prediksi atau pemaknaan untuk mengejar kepastian probabilistik dapat
ditempuh secara induktif, deduktif, ataupun reflektif.
c. Teori Konfirmasi
Teori kepastian atau Confirmation Theory berupaya mencari deskripsi hubungan
normatif antara hipotesis dengan evidensi, hubungan tersebut berupaya mengukur atau
mengindikasikan apakah dan bagaimana suatu evidensi menjamin percaya kita pada
hipotesis. Sampai sekarang setidaknya ada tiga teori konfirmasi, yaitu: Decision
Theory, Estimation Theory, dan Reliability Analisys.
18
19
20
A. Kesimpulan
1. Substansi dipandang sebagai sesuatu yang adanya terdapat di dalam dirinya sendiri.
Substansi ialah sesuatu yang mendasari atau mengandung kualitas-kualitas serta
sifat-sifat kebetulan yang dipunyai barang sesuatu.
2. Fakta adalah apa yang membuat pernyataan itu betul atau salah. Fakta berbentuk
konkret dapat ditangkap pancaindera, dapat diketahui dan dapat diakui
kebenarannya. Fakta obyektif yaitu peristiwa, fenomena atau bagian realitas yang
merupakan obyek kegiatan atau pengetahuan praktis manusia. Sedangkan fakta
ilmiah merupakan refleksi terhadap fakta obyektif dalam kesadaran manusia
3. Kebenaran adalah kenyataan yang benar-benar terjadi. Pernyataan yang pasti, dan
tidak dapat dipungkiri lagi. Tujuan ilmu juga mencapai kebenaran, dalam ilmu, kita
manusia ingin memperoleh pengetahuan yang benar, karena ilmu merupakan
pengetahuan yang sistematis, maka pengetahuan yang dituju ilmu adalah
pengetahuan ilmiah.
4. Konfirmasi apabila dikaitkan dengan ilmu, maka fungsi ilmu adalah menjelaskan,
memprediksi, dan menghasilkan. Menjelaskan ataupun memprediksi, tersebut lebih
bersifat interpretasi untuk memberikan makna tentang sesuatu.
B. Saran
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, penyusun sangat mengharapkan kritik serta saran demi perbaikan makalah ini
sehingga dapat lebih disempurnakan dengan lebih baik lagi.
23
DAFTAR PUSTAKA
24