Anda di halaman 1dari 27

FILSAFAT ILMU

SUBSTANSI FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN TENTANG


KENYATAAN ATAU FAKTA, KEBENARAN, DAN KONFIRMASI

OLEH:
KELOMPOK VII
ANGGREINI : 14175003
REFNITA : 14175056
STAVINI BELIA : 14175034

DOSEN PEMBIMBING:
Prof. Dr. FESTIYED, MS
Dr. RATNA WULAN, M.Si

PENDIDIKAN FISIKA
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2015
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Substansi Filsafat Ilmu
Pengetahuan tentang Kenyataan atau Fakta, Kebenaran, dan Konfirmasi yang
dibimbing oleh Ibu Prof. Dr. Festiyed, M.S dan ibu Dr. Ratna Wulan, M.Si.
Makalah yang ditulis penulis ini berbicara mengenai konsep dasar substansi,
kenyataan, kebenaran, dan konfirmasi. Penulis menulis makalah ini dengan mengambil
dari berbagai sumber baik dari buku maupun dari internet dan membuat gagasan dari
beberapa sumber yang ada tersebut.
Penulis berterima kasih kepada beberapa pihak yang telah membantu penulis
dalam penyelesaian makalah ini. Hingga tersusunlah makalah yang sampai dihadapan
pembaca pada saat ini.
Penulis juga menyadari bahwa makalah yang penulis tulis ini masih terdapat
banyak kekurangan. Oleh karena itu sangat diharapkan bagi pembaca untuk
menyampaikan saran atau kritik yang membangun demi tercapainya makalah yang jauh
lebih baik.

Padang, November 2015

PENULIS

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ..................................................................................................... 2
D. Manfaat Penulisan ................................................................................................... 2
BAB II KAJIAN TEORI .................................................................................................. 3
A. Konsep Dasar Substansi .......................................................................................... 3
B. Substansi Filsafat Ilmu ............................................................................................ 3
1. Kenyataan atau Fakta ......................................................................................... 3
2. Kebenaran ........................................................................................................... 6
3. Konfirmasi ........................................................................................................ 17
BAB III PEMBAHASAN .............................................................................................. 20
A. Kesenjangan Antara Fakta dengan Kebenaran ..................................................... 20
B. Matriks Hubungan Antara Substansi dan Filsafat Limu ....................................... 20
C. Matriks Hubungan Antara Kebenaran Menurut Ilmu, Filsafat, dan Agama ......... 21
BAB IV PENUTUP ........................................................................................................ 23
A. Kesimpulan ........................................................................................................... 23
B. Saran ...................................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 24

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Filsafat ilmu secara umum dapat dipahami dari dua sisi, yaitu sebagai disiplin
ilmu dan sebagai landasan filosofis bagi proses keilmuan. Sebagai sebuah disiplin ilmu,
filsafat ilmu merupakan cabang dari ilmu filsafat yang membicarakan obyek khusus,
yaitu ilmu pengetahuan yang memiliki sifat dan karakteristik tertentu yang hampir
sama dengan filsafat pada umumnya. Sementara itu, filsafat ilmu sebagai landasan
filosofis bagi proses keilmuan, merupakan kerangka dasar dari proses keilmuan itu
sendiri.
Secara sederhana, filsafat dapat diartikan sebagai berfikir menurut tata tertib
dengan bebas dan sedalam-dalamnya, sehingga sampai ke dasar suatu persoalan, yakni
berfikir yang mempunyai ciri-ciri khusus, seperti analitis, pemahaman deskriptif,
evaluatif, interpretatif dan spekulatif. Filsafat sebagai proses berfikir yang sistematis
juga memiliki obyek pembahasan, yaitu obyek material dan obyek formal. Obyek
material filsafat adalah segala yang ada, baik mencakup ada yang tampak maupun ada
yang tidak tampak. Ada yang tampak adalah dunia empiris, sedangkan ada yang tidak
tampak adalah alam metafisika. Sebagian filosuf membagi obyek material filsafat atas
tiga bagian, yaitu: yang ada dalam alam empiris, yang ada dalam alam pikiran, dan
yang ada dalam kemungkinan. Obyek formal filsafat adalah sudut pandang yang
menyeluruh, radikal, dan rasional tentang segala yang ada.
Dalam perspektif ini dapat dipahami bahwa filsafat ilmu pada prinsipnya juga
memiliki obyek pembahasan tersendiri, yang mana para ahli filsafat ilmu telah
membaginya menjadi dua obyek, yakni obyek substantif dan obyek instrumentatif.
Obyek subtantif terbagi menjadi dua, yaitu fakta dan kebenaran. Sedangkan obyek
Instrumentatif terbagi menjadi dua, yaitu konfirmasi dan logika Inferensi. Berdasarkan
uraian diatas, maka disini kami akan membahas tentang fakta atau kenyataan,
kebenaran, dan konfirmasi.

1
2

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada makalah ini adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan substansi?
2. Bagaimana substansi filsafat ilmu tentang fakta atau kenyataan?
3. Bagaimana substansi filsafat ilmu tentang kebenaran?
4. Bagaimana substansi filsafat ilmu tentang konfirmasi?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah
1. Untuk mengetahui pengertian dari substansi.
2. Untuk mengetahui substansi filsafat ilmu tentang fakta atau kenyataan.
3. Untuk mengetahui substansi filsafat ilmu tentang kebenaran.
4. Untuk mengetahui substansi filsafat ilmu tentang konfirmasi.

D. Manfaat Penulisan
Penulisan makalah diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca untuk:
1. Pedoman dalam memahami substansi filsafat ilmu.
2. Bahan referensi bagi penulis untuk substansi filsafat ilmu.
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Konsep Dasar Substansi


Substansi dipandang sebagai sesuatu yang adanya di dalam dirinya sendiri.
Substansi ialah sesuatu yang mendasari atau mengandung kualitas-kualitas serta sifat-
sifat kebetulan yang dipunyai barang sesuatu. Perhatikanlah secarik kertas. Kertas
tersebut mempunyai kualitas-kualitas tertentu namun kertas tadi tidak menampak
sebagai kualitas-kualitas itu. Jika bentuk kertas tersebut diubah, kertas tadi tetap
merupakan kertas. Karena itu yang dinamakan kertas bukanlah bentuknya atau
warnanya, atau sesuatu kualitasnya yang lain yang dapat ditangkap oleh indera, yang
dinamakan kertas ialah substansinya yaitu kertas.
Kualitas suatu obyek tergantung pada substansi, yakni sesuatu yang
mendasarinya. Menurut John Locke menunjukan bahwa kita tidak akan dapat
mengetahui suatu substansi secara langsung, melainkan secara tidak langsung. Karena
itu ia menamakan substansi terdalam itu sesuatu yang saya tidak tahu apa. Pengikut
monoisme berpendirian bahwa hanya ada satu substansi. Sedangkan pengikut dualisme
berpendirian bahwa ada dua substansi. Dan pengikut pluralisme beranggapan bahwa
ada banyak substansi. Aristoteles menunjukan bahwa jika yang ditunjuk merupakan
subjek-subjek, maka setiap subjek merupakan suatu substansi karena mengandung
kualitas-kualitas.

B. Substansi Filsafat Ilmu


Telaah tentang substansi filsafat ilmu, Ismaun (2001) memaparkannya dalam
empat bagian, yaitu substansi yang berkenaan dengan: (1) fakta atau kenyataan, (2)
kebenaran, (3) konfirmasi dan (4) logika inferensi. Kemudian ada tambahan yaitu
mengenai telaah konstruksi teori. Didalam makalah ini, penulis akan membahas tentang
fakta, kebenaran, dan konfirmasi.
1. Kenyataan atau Fakta
Kata Fakta berasal dari bahasa Latin factus yang berarti segala sesuatu yang
telah dilakukan atau dikerjakan. Fakta (fact) dan kebenaran (truth) sering kali
disamakan, tetapi terdapat perbedaan yang penting dan praktis di antara keduanya.

3
4

Kamus Oxford Dictionary mendefinisikan fakta sebagai sesuatu yang tidak dapat
dibantah atau disangkal dalam suatu kejadian. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), fakta merupakan hal (keadaan, peristiwa) yang merupakan kenyataan, sesuatu
yang benar-benar ada atau terjadi. Fakta adalah apa yang membuat pernyataan itu betul
atau salah. Fakta menurut Russel (dalam Sofyan, 2010) adalah sesuatu yang ada. Fakta
berbentuk konkret, dapat ditangkap pancaindera, dapat diketahui dan dapat diakui
kebenarannya.
Lorens Bagus (2005) memberikan penjelasan tentang fakta obyektif dan fakta
ilmiah. Fakta obyektif yaitu peristiwa, fenomena atau bagian realitas yang merupakan
obyek kegiatan atau pengetahuan praktis manusia. Sedangkan fakta ilmiah merupakan
refleksi terhadap fakta obyektif dalam kesadaran manusia. Refleksi adalah deskripsi
fakta obyektif dalam bahasa tertentu. Fakta ilmiah merupakan dasar bagi bangunan
teoritis. Tanpa fakta-fakta ini, bangunan teoritis itu mustahil terwujud. Fakta ilmiah
tidak terpisahkan dari bahasa yang diungkapkan dalam istilah-istilah dan kumpulan
fakta ilmiah membentuk suatu deskripsi ilmiah.
Fakta-fakta sebagai bukti penalaran ilmiah tidak dapat dipisahkan dari kata atau
bahasa yang digunakan untuk mengungkapkannya, seperti penggunaan istilah-istilah.
Didalam Al-Quran surat Al Baqarah ayat 31 secara eksplisit disebutkan bahwa setiap
sesuatu yang ada (fakta) di beri nama.

Artinya: dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya,


kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah
kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!"
(QS. Al-Baqarah: 31).
Dengan nama itulah kita akan membedakan satu fakta dengan fakta yang lain. Dengan
menggunakan kata-kata tertentu kita akan dapat menunjukan proses identifikasi dan
interpretasi. Dengan bertitik tolak pada pemikiran tersebut dapat juga diambil sebuah
kesimpulan bahwa ilmu pengetahuan itu adalah akumulasi dari nama-nama yang telah
ditetapkan.
5

Fakta atau kenyataan memiliki pengertian yang beragam, bergantung dari sudut
pandang filosofis yang melandasinya. Berikut pandangan mengenai pengertian fakta
dari berbagai aliran, yaitu:
a. Positivistik berpandangan bahwa sesuatu yang nyata bila ada korespondensi antara
yang sensual satu dengan sensual lainnya.
b. Fenomenologik memiliki dua arah perkembangan mengenai pengertian kenyataan
ini. Pertama, menjurus ke arah teori korespondensi yaitu adanya korespondensi
antara ide dengan fenomena. Kedua, menjurus ke arah koherensi moralitas,
kesesuaian antara fenomena dengan sistem nilai.
c. Rasionalistik menganggap suatu sebagai nyata, bila ada koherensi antara empirik
dengan skema rasional.
d. Realisme-metafisik berpendapat bahwa sesuatu yang nyata bila ada koherensi
antara empiri dengan obyektif.
e. Pragmatisme memiliki pandangan bahwa yang ada itu yang berfungsi.
Fakta atau kenyataan dapat dibahas dari beberapa bidang kajian, yaitu bidang
kajian filsafat, bidang kajian ilmu pengetahuan.
a. Fakta dalam Kajian Filsafat
Dalam filsafat, konsep fakta dibahas dalam bidang epistemologi dan ontologi.
Pertanyaan mengenai objektivitas dan kebenaran amat terkait erat dengan pertanyaan
mengenai fakta. Sebuah "fakta" dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang terjadi yaitu,
keadaan tersebut. Fakta dapat dipahami sebagai informasi yang membuat kalimat benar
menjadi benar. Fakta juga dapat dipahami sebagai hal-hal yang menjadi acuan kalimat
yang benar. Pernyataan bahwa "Jupiter adalah planet terbesar di tata surya" adalah
tentang fakta bahwa Jupiter memang merupakan planet terbesar di tata surya.

b. Fakta dalam Kajian Ilmu Pengetahuan


Dalam ilmu, fakta adalah pengamatan atau pengukuran cermat yang dapat
diulang (melalui eksperimen atau cara lainnya), juga disebut sebagai bukti empiris.
Fakta adalah pusat untuk membangun teori-teori ilmiah. Berbagai bentuk pengamatan
dan pengukuran membawa kepada pertanyaan mendasar tentang metode ilmiah, serta
ruang lingkup dan validitas penalaran ilmiah. Pada dasarnya, fakta ilmiah adalah
6

sebuah observasi yang obyektif dan dapat diverifikasi, berbeda dengan hipotesis atau
teori, yang dimaksudkan untuk menjelaskan atau menafsirkan fakta.

c. Fakta dalam Kajian Sejarah


Fakta sejarah adalah data sejarah yang telah dikritik (diverifikasi) dan
diinterpretasikan (ditafsirkan) oleh sejarawan. Dimana hasilnya kemudian dijadikan
dalil, argumentasi atau dasar pemikiran dalam menulis karya sejarah. Fakta sejarah
adalah fakta-fakta yang berhubungan langsung dengan peristiwa sejarah yang kita teliti.
F. J. Tigger mendefinisikan fakta adalah sebagai hasil penyelidikan secara kritis yang
ditarik dari sumber-sumber dokumenter (Sidi Gazalba, 1973). Sementara Louis
Gottschalk mengartikan fakta sebagai suatu unsur yang dijabarkan secara langsung atau
tidak langsung dari sumber sejarah yang dipandang kredibel, setelah diuji secara
saksama dengan metode sejarah. Dari dua pandangan sejarah itu menunjukkan bahwa
fakta dalam sejarah adalah rumusan atau kesimpulan yang diambil dari sumber sejarah
atau dokumen.
Suatu peristiwa sejarah pasti akan meninggalkan bukti yang menunjukkan
kebenaran dari suatu peristiwa, bukti tersebut setelah dikritik dan ditafsirkan maka akan
menghasilkan fakta sejarah. Sehingga Fakta hanya merupakan sebagian dari kenyataan
atau kebenran sejarah sehingga fakta sejarah tidak sama dengan kenyataan atau
kebenaran sejarah. Dari fakta-fakta yang ada akan disusun dan dihubungkan untuk
selanjutnya dituliskan dan menghasilkan karya sejarah. Fakta tidak sama dengan
realitas atau kenyataan dan kejadian sehari-hari, yang bersifat pasti, tidak berubah.
Fakta adalah pernyataan, rumusan atau kesimpulan dari kejadian atau realitas sehari-
hari tersebut. Karena itu fakta bisa saja berubahkalau ditemukan data dan sumber yang
lebih kredibel. Karena itu Sidi Gazalba menegaskan bahwa fakta itu bersifat nisbi (bisa
berubah), sedang realitas atau kejadian bersifat absolut, objektif.

2. Kebenaran
Manusia selalu berusaha menemukan kebenaran. Beberapa cara ditempuh untuk
memperoleh kebenaran antara lain dengan menggunakan rasio seperti para rasionalis
dan melalui pengalaman atau secara empiris. Pengalaman-pengalaman yang diperoleh
manusia membuahkan prinsip-prinsip yang lewat penalaran rasional agar kejadian-
7

kejadian yang berlaku di alam itu dapat dimengerti. Struktur pengetahuan manusia
menunjukkan tingkatan-tingkatan dalam hal menangkap kebenaran.
Konsistensi seorang muslim terhadap Al-Quran dalam menjawab masalah-
masalah asasi tentang Tuhan, alam semesta, dan manusia didasarkan pada keyakinan
bahwa Al-Quran adalah sumber kebenaran. Keterangan bahwa Al-Quran sebagai
sumber kebenaran dijelaskan dalam beberapa ayatnya, antara lain seperti d dalam Q.S.
An-Nisa (4) ayat 105.

Artinya: Sungguh, Kami telah menurunkan Kitab (Al-Quran) kepadamu


(Muhammad) membawa kebenaran, agar engkau mengadili antara manusia dengan
apa yang telah diajarkan Allah kepadamu, dan janganlah engkau menjadi penentang
(orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang yang berkhianat (Q.S. An-
Nisa:105).
Kebenaran yang terdapat dalam Al-Quran terjamin dari kesalahan dan
kekeliruan, kebenarannya bersifat mutlak. Sebagaimana dalam Q.S Fussilat (41) ayat
41.

Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang mengingkari Al-Quran ketika (Al-Quran)


itu disampaikan kepada mereka (mereka itu pasti akan celaka), dan sesungguhnya (Al-
Quran) itu adalah Kitab yang mulia (Q.S Fussilat: 41).
Di dalam buku filsafat Islam, Abdullah Yusuf mengomentari ayat 41, bahwa
kebenaran Tuhan dalam Al-Quran semua seginya terpelihara, tak seorang pun yang
dapat menyerangnya atau mengkritik, baik dari depan maupun dari samping, baik
secara terbuka maupun tersembunyi, atau dengan cara apa pun (Djaelani: 1993).
Dengan keyakinan bahwa Al-Quran sebagai sumber kebenaran bersifat mutlak,
menjamin bagi setiap muslim dari kemungkinan salah dan keliru di dalam memecahkan
segala problem kehidupan. Apabila ia konsisten terhadapnya, Al-Quran mempunyai
otoritas yang begitu tinggi di kalangan kaum muslim.
8

Al-Quran sebagai landasan pemikiran para filsuf Islam dalam dalam


mengungkapkan suatu hal secara konskret. Sebagai contoh, bahwa penemuan hakikat
yang mutlak diarahkan pengamatan terhadap alam (matahari, bulan, siang, malam, dan
lain-lain). Kewajiban seseorang atas peristiwa tersebut dalah merenunkan tanda-
tandanya dan jangan melewati mereka seolah-olah ia peka dan buta. Hal ini karena
siapa saja yang tidak melihat tanda-tanda ini dalam kehidupan, ia akan tetap buta
terhadap kebenaran (Mustofa: 2007).
Kita manusia selalu ingin tahu kebenaran, karena hanya kebenaranlah yang bisa
memuaskan rasa ingin tahu kita, dengan kata lain tujuan pengetahuan ialah mengetahui
kebenaran. Tujuan ilmu juga mencapai kebenaran, dalam ilmu, kita manusia ingin
memperoleh pengetahuan yang benar, karena ilmu merupakan pengetahuan yang
sistematis, maka pengetahuan yang dituju ilmu adalah pengetahuan ilmiah.
Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al Anam 104:

Artinya: Sesungguhnya telah datang dari Tuhanmu bukti-bukti yang terang; Maka
Barangsiapa melihat (kebenaran itu), Maka (manfaatnya) bagi dirinya
sendiri; dan Barangsiapa buta (tidak melihat kebenaran itu), Maka
kemudharatannya kembali kepadanya. dan aku (Muhammad) sekali-kali
bukanlah pemelihara(mu) (QS. Al Anam: 104).
Maksud dari ayat diatas ialah jika seseorang mengetahui tentang kebenaran dan
mengerjakan amal saleh, serta memperoleh petunjuk, maka dia telah mencapai puncak
kebahagiaan.
a. Pengertian Kebenaran
Kebenaran adalah kenyataan yang benar-benar terjadi. Pernyataan yang pasti, dan
tidak dapat dipungkiri lagi. Kita manusia selalu ingin tahu kebenaran, karena hanya
kebenaranlah yang bisa memuaskan rasa ingin tahu kita, dengan kata lain tujuan
pengetahuan ialah mengetahui kebenaran. Tujuan ilmu juga mencapai kebenaran,
dalam ilmu, kita manusia ingin memperoleh pengetahuan yang benar, karena ilmu
merupakan pengetahuan yang sistematis, maka pengetahuan yang dituju ilmu adalah
pengetahuan ilmiah.
9

Kita manusia bukan hanya sekedar ingin tahu, tetapi ingin mengetahui kebenaran.
Kita juga selalu ingin memiliki pengetahuan yang benar. Kebenaran ialah persesuaian
antara pengetahuan dan obyeknya. Pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang
sesuai dengan obyeknya. Berdasarkan skop potensi subjek, maka susunan tingkatan
kebenaran itu menjadi:
1) Tingkatan kebenaran indera adalah tingkatan yang paling sederhana dan pertama
yang dialami manusia.
2) Tingkatan ilmiah, pengalaman-pengalaman yang didasarkan disamping melalui
indara, diolah pula dengan rasio.
3) Tingkat filosofis, rasio dan instrumen murni, renungan yang mendalam mengolah
kebenaran itu semakin tinggi nilainya
4) Tingkatan instrumen, kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan yang Maha Esa
dan dihayati oleh kepribadian dengan integritas dengan iman dan kepercayaan.
Manusia selalu mencari kebenaran, jika manusia mengerti dan memahami
kebenaran, sifat asasinya terdorong pula untuk melaksankan kebenaran itu. Sebaliknya
pengetahuan dan pemahaman tentang kebenaran, tanpa melaksanakan konflik
kebenaran, manusia akan mengalami pertentangan batin, konflik psikologis. Karena di
dalam kehidupan manusia sesuatu yang dilakukan harus diiringi akan kebenaran dalam
jalan hidup yang dijalaninya dan manusia juga tidak akan bosan untuk mencari
kenyataan dalam hidupnya yang dimana selalu ditunjukan oleh kebenaran.

b. Pendekatan Dalam Mencari Kebenaran


Menurut Latif (2014) dalam mencari kebenaran terdapat beberapa pendekatan,
yaitu dengan pendekatan empiris, pendekatan rasional, pendekatan intuitif, pendekatan
religius, dan pendekatan otoritas.
1) Pendekatan Empiris
Manusia mempunyai seperangkat indera yang berfungsi sebagai penghubung
dirinya dengan dunia nyata, dengan inderanya manusia mampu mengenal berbagai hal
yang ada di sekitarnya. Kenyataan seperti ini menyebabkan timbulnya anggapan bahwa
kebenaran dapat diperoleh melalui penginderaan atau pengalaman. Bagi yang
mempercayai bahwa penginderaan merupakan satu-satunya cara untuk memperoleh
kebenaran disebut sebagai kaum empiris. Jadi, empiris itu artinya kelihatan jelas, ada
10

pembuktiannya, bias kitadengar, sentuh, berdasarkan pada hal-hal yang kelihatan dan
sudah diuji kebenarannya. Secara lebih jelas dengan contoh berikut ini: api itu panas, es
itu dingin, dan daun itu hijau.
2) Pendekatan Rasional
Cara lain untuk mendapatkan kebenaran adalah dengan mengandalkan rasio,
upaya ini sering disebut sebagai pendekatan rasional. Rasionalisme adalah pandangan
bahwa kita mengetahui apa yang kita pikirkan dan bahwa akal mempunyai kemampuan
untuk mengungkapkan kebenaran dengan diri sendiri, atau bahwa pengetahuan itu
diperoleh dengan cara membandingkan ide dengan ide Basman.
Manusia merupakan makhluk hidup yang dapat berpikir, sehingga
kemampuannya tersebut dapat menangkap ide atau prinsip tentang sesuatu yang pada
akhirnya sampai kepada kebenaran, yaitu kebenaran rasional. Sebagai contoh berikut:
ketika TV di rumah tidak berfungsi dengan baik maka dapat dipastikan komponen di
dalam TV yang rusak atau sudah perlu diganti. Pemikiran tentang ada sesuatu yang
tidak beres ini merupakan suatu hal rasional yang timbul dari fenomena dan dapat
dipastikan pikiran rasional ini benar.
3) Pendekatan Intuitif
Menurut Bergson intuitif merupakan suatu sarana untuk mengetahui secara
langsung dan seketika. Unsur utama bagi pengetahuan adalah kemukinan adanya
sesuatu bentuk penghayatan langsung (intuitif). Pendekatan ini merupakan pengetahuan
yang diperoleh tanpa melalui proses penalaran tertentu.
Intuisi bersifat personal dan tidak bisa diramalkan. Intuisi yang dialami oleh
seseorang bersifat khas, sulit atau tidak bisa dijelaskan, dan tidak bisa dipelajari atau
ditiru oleh orang lain. Bahkan seseorang yang pernah memperoleh intuisi sulit atau
bahkan tidak bias mengulang pengalaman yang sama. Misalnya, seorang yang sedang
menghadapi suatu masalah secara tiba-tiba menemukan jalan pemecahan dari masalah
yang dihadapi atau secara tiba-tiba seseorang memperoleh informasi mengenai
peristiwa yang akan terjadi.
4) Pendekatan Religius
Sebagai makhluk Tuhan yang diberi akal pikiran harus menyadari bahwa alam
semesta beserta isinya ini diciptakan dan dikendalikan oleh kekuatan Tuhan. Upaya
11

untuk memperoleh kebenaran dengan jalan seperti ini disebut sebagai pendekatan
religius. Contoh kebenaran religius adalah Alquran.
5) Pendekatan Otoritas
Pendekatan otoritas ini adalah seseorang yang memiliki kelebihan tertentu
dibandingkan dengan orang lain. Kelebihan-kelebihan tersebut bisa berupa kekuasaan,
kemampuan intelektual, keterampilan, pengalaman, dan sebagainya. Memiliki
kelebihan-kelebihan seperti itu disegani, ditakuti, ataupun dijadikan figur panutan. Apa
yang mereka nyatakan akan diterima sebagai suatu kebenaran.
6) Pendekatan Ilmiah
Pendekatan ilmuah bertumpu pada dua anggapan dasar, yaitu bahwa kebenaran
dapat diperoleh dari pengamatan, bahwa gejala itu timbul sesuai dengan hubungan
yang berlaku menurut hukum tertentu. Kebenaran ilmiah merupakan kebenaran yang
muncul dari hasil penelitian ilmiah dengan melalui prosedur baku berupa tahap-tahapan
untuk memperoleh pengetahuan ilmiah yang berupa metodologi ilmiah yang sesuai
dengan sifat dasar ilmu. Oleh karena itu, kebenaran ilmiah sering disebut sebagai
kebenaran nisbi atau relatif. Sifat kebenaran ini sesuai dengan sifat keilmuan itu sendiri
yang dapat berubah sesuai dengan perkembangan hasil penelitian, karena suatu teori
pada masa tertentu bisa jadi merupakan kebenaran, tetapi pada masa berikutnya bisa
jadi sebuah kesalahan besar. Contoh kebenaran ilmiah: bumi itu bulat dan tidak datar
dan air mendidih pada 100C.

c. Sifat-Sifat Kebenaran
Kebenaran tidak dapat begitu saja terlepas dari kualitas, sifat, hubungan, dan nilai
itu sendiri, maka setiap subjek yang memiliki pengetahuan akan memiliki persepsi dan
pengertian yang amat berbeda satu dengan yang lainnya, dan disitu terlihat sifat-sifat
dari kebenaran. Sifat kebenaran dapat dibedakan menjadi tiga hal, yaitu:
1) Kualitas pengetahuan. Artinya bahwa setiap pengetahuan dimiliki seseorang yang
mengetahui suatu obyek ditinjau dari pengetahuan yang dibangun. Pengetahuan
tersebut berupa: pengetahuan biasa yang sifatnya subyektif, pengetahuan ilmiah
yang bersifat instrument, pengetahuan filasafati yang sifatnya instrumen-
intersubyektif, pengetahuan agama yang bersifat instrument
12

2) Karakteristik cara membangun pengetahuan, meliputi: penginderaan/sense


experience, akal instrumen/ ratio/ intuisi, keyakinan
3) Ketergantungan terjadinya pengetahuan, yang artinya bagaimana hubungan subjek
dan objek. Bila yang dominan subjek maka sifatnya subjektif, sebaliknya bila yang
dominan objek maka sifatnya objektif.

d. Teori Kebenaran Menurut Filsafat


Terdapat berbagai teori tentang rumusan kebenaran. Namun secara tradisional,
kita mengenal 3 teori kebenaran, yaitu koherensi, korespondensi dan pragmatik.
menurut Michael William mengenalkan 5 teori kebenaran dalam ilmu, yaitu: kebenaran
korespondensi, kebenaran koherensi, kebenaran pragmatik, kebenaran performatif dan
kebenaran proposisi. Bahkan, Noeng Muhadjir menambahkannya satu teori lagi yaitu
kebenaran struktural paradigmatik.
1) Teori Korespondensi (The Correspondence Theory of Truth)
Teori ini sampai tingkat tertentu sudah dimunculkan Aristoteles, mengatakan hal
yang ada sebagai tidak ada, atau yang tidak ada sebagai ada, adalah salah. Sebaliknya,
mengatakan yang ada sebagai ada, atau yang tidak ada sebagai tidak ada, adalah benar.
Dengan ini Aristoteles sudah meletakkan dasar bagi teori kebenaran sebagai
persesuaian bahwa kebenaran adalah persesuaian antara apa yang dikatakan dengan
kenyataan. Jadi suatu pernyataan dianggap benar jika apa yang dinyatakan memiliki
keterkaitan (corespondence) dengan kenyataan yang diungkapkan dalam pernyataan
itu.
Menurut teori ini, kebenaran adalah soal kesesuaian antara apa yang diklaim
sebagai diketahui dengan kenyataan yang sebenarnya. Benar dan salah adalah soal
sesuai tidaknya apa yang dikatakan dengan kenyataan sebagaimana adanya. Atau dapat
pula dikatakan bahwa kebenaran terletak pada kesesuaian antara subjek dan objek,
yaitu apa yang diketahui subjek dan realitas sebagaimana adanya. Kebenaran sebagai
persesuaian juga disebut sebagai kebenaran empiris, karena kebenaran suatu pernyataan
proposisi atau teori, ditentukan oleh apakah pernyataan, proposisi atau teori didukung
fakta atau tidak. Suatu ide, konsep, atau teori yang benar, harus mengungkapkan
relaitas yang sebenarnya. Kebenaran terjadi pada pengetahuan. Pengetahuan terbukti
benar dan menjadi benar oleh kenyataan yang sesuai dengan apa yang diungkapkan
13

pengetahuan itu. Oleh karena itu, bagi teori ini, mengungkapkan realitas adalah hal
yang pokok bagi kegiatan ilmiah.
2) Teori Koherensi (The Coherence Theory of Truth)
Menurut teori ini, kebenaran tidak ditemukan dalam kesesuaian antara proposisi
dengan kenyataan melainkan dalam relasi antara proposisi baru dengan proposisi yang
sudah ada. Maka suatu pengetahuan, teori, pernyataan, proposisi, atau hipotesis
dianggap benar jika proposisi itu konsisten dengan proposisi sebelumnya yang
dianggap benar. Menurut para penganut teori ini mengatakan bahwa proposisi berkaitan
dan meneguhkan proposisi atau pernyataan. Dengan kata lain, pernyataan itu benar jika
pernyataan itu cocok dengan instrumen pemikiran yang ada. Maka kebenaran
sesunguhnya hanya berkaitan dengan implikasi logis dari instrumen pemikiran yang
ada. Misalnya: a) Semua manusia pasti mati; b) Sokrates adalah manusia; c) Sokrates
pasti mati.
3) Teori Pragmatik (The Pragmatic Theory of Truth)
Teori kebenaran pragmatis adalah teori yang berpandangan bahwa arti dari ide
dibatasi oleh referensi pada konsekuensi ilmiah, personal atau sosial. Benar tidaknya
suatu dalil atau teori tergantung kepada berfaedah tidaknya dalil atau teori tersebut bagi
manusia untuk kehidupannya. Kebenaran suatu pernyataan harus bersifat fungsional
dalam kehidupan praktis. Teori Pragmatis memandang bahwa kebenaran suatu
pernyataan diukur dengan kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam
kehidupan praktis, dengan kata lain suatu pernyataan adalah benar jika pernyataan itu
mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan manusia.
Teori pragmatis tentang kebenaran ini dikembangkan dan dianut oleh para filosof
pragmatis dari Amerika seperti Charles Sanders Pierce dan William James. Bagikaum
pragmatis, kebenaran sama artinya dengan kegunaan. Jadi, ide, konsep, pernyataan, atau
hipotesis yang benar adalah ide yang berguna. Ide yang benar adalah ide yang paling
mampu memungkinkan seseorang berdasarkan ide itu melakukan sesuatu secara paling
berhasil dan tepat guna. Dengan kata lain, berhasil dan berguna adalah instrumen utama
untuk menentukan apakah suatu ide benar atau tidak. Contohnya, ide bahwa kemacetan
di jalan-jalan besar di Jakarta disebabkan terlalu banyak kendaraan pribadi yang
ditumpangi satu orang. Maka, konsep solusinya, wajibkan kendaraan pribadi
14

ditumpangi minimal oleh tiga penumpang. Ide tersebut benar jika ide itu berguna atau
berhasil memecahkan persoalan kemacetan.
Piecre mengatakan bahwa ide yang jelas dan benar mau tidak mau mempunyai
konsekuensi praktis pada tindakan tertentu. Artinya, jika ide itu benar, maka ketika
diterapkan akan berguna dan berhasil untuk memecahkan suatu persoalan dan
menentukan perilaku manusia. William James mengembangkan teori pragmatisnya
dengan berangkat dari pemikirannya tentang berpikir. Menurutnya, fungsi dari
berpikir bukan untuk menangkap kenyataan tertentu, melainkan untuk membentuk ide
tertentu demi memuaskan kebutuhan atau kepentingan manusia. Oleh karena itu,
pernyataan penting bagi James adalah jika suatu ide diangap benar, apa perbedaan
praktis yang akan timbul dari ide ini dibandingkan dengan ide yang tidak benar. Apa
konsekuensi praktis yang berbeda dari ide yang benar dibandingkan dengan ide yang
keliru. Menurut William James, instrumen teori yang benar adalah instrumen teori yang
berguna dan berfungsi memenuhi tuntutan dan kebutuhan kita. Sebaliknya, ide yang
salah, adalah ide yang tidak berguna atau tidak berfungsi membantu kita memenuhi
kebutuhan kita.
Ide yang benar adalah ide yang berfungsi dan berlaku membantu manusia
bertindak secara tertentu secara berhasil. Maka menurut Jhon Dewey dan William
James, ide yang benar sesungguhnya adalah instrumen untuk bertindak secara berhasil.
Kebenaran yang terutama ditekankan oleh kaum pragmatis ini adalah kebenaran yang
menyangkut pengetahuan bagaimana (know-how). Suatu ide yang benar adalah ide
yang memungkinkan saya berhasil memperbaiki atau menciptakan sesuatu. Dalam hal
ini, kaum pragmatis sesungguhnya tidak menolak teori kebenaran dari kaum rasionalis
maupun teori kebenaran kaum empiris. Hanya saja, bagi mereka suatu kebenaran apriori
hanya benar bila kalau kebenaran itu berguna dalam penerapannya yang memunginkan
manusia bertindak secara efektif. Demikian pula, tolok ukur kebenaran suatu ide
bukanlah realitas statis, melainkan realitas tindakan. Jadi, keseluruhan kenyataan yang
memperlihatkan kebergunaan ide tersebut.
4) Teori Performatif (The Performative Theory of Thruth)
Teori ini terutama dianut oleh filsuf seperti Frank Ramsey, Jhon Austin, dan Peter
Strawson. Filsuf-filsuf ini mau menentang teori klasik bahwa benar dan salah
adalah ungkapan yang hanya menyatakan sesuatu (deskriptif). Proposisi yang benar
15

berarti proposisi itu menyatakan sesuatu yang memang dianggap benar. Menurut teori
ini, suatu pernyataan dianggap benar jika ia menciptakan realitas. Jadi pernyataan yang
benar bukanlah pernyataan yang mengungkapkan realitas, melainkan pernyataan itu
tercipta realitas sebagaimana yang diungkapkan dalam pernyataan itu. Teori ini
menyatakan bahwa kebenaran diputuskan atau dikemukakan oleh pemegang otoritas
tertentu.
Dalam fase hidup, manusia kadang kala harus mengikuti kebenaran performatif.
Pemegang otoritas yang menjadi rujukan bisa pemerintah, pemimpin agama, pemimpin
adat, pemimpin masyarakat, dan sebagainya. Kebenaran performatif dapat membawa
kepada kehidupan sosial yang rukun, kehidupan beragama yang tertib, adat yang stabil
dan sebagainya. Masyarakat yang mengikuti kebenaran performatif tidak terbiasa
berpikir kritis dan rasional. Mereka kurang inisiatif dan inovatif, karena terbiasa
mengikuti kebenaran dari pemegang otoritas. Pada beberapa daerah yang
masyarakatnya masih sangat patuh pada adat, kebenaran ini seakan-akan kebenaran
mutlak. Mereka tidak berani melanggar keputusan pemimpin adat dan tidak terbiasa
menggunakan rasio untuk mencari kebenaran.
Kebenaran adalah kesan subjek tentang suatu realita, dan perbandingan antara
kesan dengan realita objek. Jika keduanya ada persesuaian, persamaan maka itu benar.
Kebenaran tak cukup hanya diukur dengan rasion dan kemauan individu. Kebenaran
bersifat objektif, universal, berlaku bagi seluruh umat manusia, karena kebenaran ini
bersumber dari Tuhan yang disampaikan melalui wahyu. Nilai kebenaran mutlak yang
bersumber dari Tuhan itu adalah objektif namun bersifat superrasional dan
superindividual. Bahkan bagi kaum instrumen kebenaran Illahi ini adalah kebenaran
tertinggi.
5) Teori Struktural Paradigmatik
Suatu teori dinyatakan benar jika teori itu berdasarkan pada paradigma atau
perspektif tertentu dan ada komunitas ilmuwan yang mengakui atau mendukung
paradigma tersebut. Banyak sejarawan dan filosof sains masa kini menekankan bahwa
serangkaian fenomena atau realitas yang dipilih untuk dipelajari oleh kelompok ilmiah
tertentu ditentukan oleh pandangan tertentu tentang realitas yang telah diterima secara
apriori oleh kelompok tersebut. Paradigma ialah apa yang dimiliki bersama oleh
16

anggota-anggota suatu masyarakat sains atau dengan kata lain masyarakat sains adalah
orang-orang yang memiliki suatu paradigma bersama.
Masyarakat sains bisa mencapai konsensus yang kokoh karena adanya
paradigma. Sebagai konstelasi komitmen kelompok, paradigma merupakan nilai-nilai
bersama yang bisa menjadi determinan penting dari perilaku kelompok meskipun tidak
semua anggota kelompok menerapkannya dengan cara yang sama. Paradigma juga
menunjukkan keanekaragaman individual dalam penerapan nilai-nilai bersama yang
bisa melayani fungsi-fungsi esensial ilmu pengetahuan. Paradigma berfungsi sebagai
keputusan yuridiktif yang diterima dalam hukum tak tertulis.
Pengujian suatu paradigma terjadi setelah adanya kegagalan berlarut-larut dalam
memecahkan masalah yang menimbulkan krisis. Pengujian ini adalah bagian dari
kompetisi di antara dua paradigma yang bersaingan dalam memperebutkan kesetiaan
masyarakat sains. Falsifikasi terhadap suatu paradigma akan menyebabkan suatu teori
yang telah mapan ditolak karena hasilnya negatif. Teori baru yang memenangkan
kompetisi akan mengalami verifikasi. Proses verifikasi-falsifikasi memiliki kebaikan
yang sangat mirip dengan kebenaran dan memungkinkan adanya penjelasan tentang
kesesuaian atau ketidaksesuaian antara fakta dan teori. Perubahan dari paradigma lama
ke paradigma baru adalah pengalaman konversi yang tidak dapat dipaksakan. Adanya
perdebatan antar paradigma bukan mengenai kemampuan relatif suatu paradigma
dalam memecahkan masalah, tetapi paradigma mana yang pada masa mendatang dapat
menjadi pedoman riset untuk memecahkan berbagai masalah secara tuntas. Adanya
jaringan yang kuat dari para ilmuwan sebagai peneliti konseptual, teori, instrumen, dan
metodologi merupakan sumber utama yang menghubungkan ilmu pengetahuan dengan
pemecahan berbagai masalah.
Secara umum, kebenaran adalah kesesuaian antara apa yang dipikirkan dengan
kenyataannya. Oleh karena itu, kenyataan berperan sebagai tolak ukur dalam suatu
penilaian. Dalam bahasa Yunani, kebenaran disebut dengan altheia, yang artinya
adalah 'ketaktersembunyian'. Hal yang dinilai dalam kebenaran (apakah objek tersebut
benar atau salah) isi dan subjek dari sebuah konsep/persepsi, bukan konsep/persepsi itu
sendiri.
17

3. Konfirmasi
a. Pengertian Konfirmasi
Konfirmasi berasal dari bahasa Inggris Confirmation yang berarti penegasan,
pengesahan. Konfirmasi apabila dikaitkan dengan ilmu, maka fungsi ilmu adalah
menjelaskan, memprediksi, dan menghasilkan. Menjelaskan ataupun memprediksi,
tersebut lebih bersifat interpretasi untuk memberikan makna tentang sesuatu.
Fungsi ilmu adalah menjelaskan, memprediksi proses dan produk yang akan
datang, atau memberikan pemaknaan. Pemaknaan tersebut dapat ditampilkan sebagai
konfirmasi absolut atau probalistik. Menampilkan konfirmasi absolut biasanya
menggunakan asumsi, postulat, atau axsioma yang sudah dipastikan benar. Tetapi tidak
salah bila mengeksplisitkan asumsi dan postulatnya. Sedangkan untuk membuat
penjelasan, prediksi atau pemaknaan untuk mengejar kepastian probabilistik dapat
ditempuh secara induktif, deduktif, ataupun reflektif.

b. Aspek Kuantitatif Dan Kualitatif Konfirmasi


Dasar untuk memastikan kebenaran penjelasan atau kebenaran prediksi, sebagian
ahli menggunakan aspek kuantitatif, dan sebagian lain menggunakan aspek kualitatif.
1) Kualitatif, yaitu informasi untuk konfirmasi didapat dalam bentuk narasi atau
deskripsi (gambaran seluruhnya). Contohnya, dalam sebuah penelitian, peneliti
menggunakan teknik wawancara untuk mendapatkan data ilmiah.
2) Kuantitatif, yaitu informasi untuk konfirmasi yang didapat dalam bentuk angka.
Konfirmasi kuantitatif membutuhkan sampel-sampel yang bisa mewakili
keseluruhan bahan penelitian sehingga bisa dilakukan generalisasi kesimpulan.
Contoh penerapan konfirmasi kuantitatif dalam penelitian adalah penggunaan
angket.

c. Teori Konfirmasi
Teori kepastian atau Confirmation Theory berupaya mencari deskripsi hubungan
normatif antara hipotesis dengan evidensi, hubungan tersebut berupaya mengukur atau
mengindikasikan apakah dan bagaimana suatu evidensi menjamin percaya kita pada
hipotesis. Sampai sekarang setidaknya ada tiga teori konfirmasi, yaitu: Decision
Theory, Estimation Theory, dan Reliability Analisys.
18

1) Decision Theory. Menerapkan kepastian berdasar keputusan apakah hubungan


antara hipotesis dengan evidensi memang memiliki manfaat aktual. Kriteria
manfaat aktual memang bersifat subyektif.
2) Estimation Theory. Kepastian dengan memberi peluang benar-salah denngan
menggunakan konsep probabilitas. Konsep ini dominan dalam analisis statistik.
Hempel menggunakan konsep probabilitas dengan mendasarkan pada hubungan
logis antara proposisi (yang menyatakan tentag evidensi) dengan hipotesis.
Sedangkan Rudolp Carnap mendasarkan pada hubungan sintaktikal antara evidensi
dengan hipotesis.
3) Reliability Analysis. Menetapkan kepastian dengan mencermati stbilitas evidensi
(yang mungkin berubah-ubah karena kondisi atau karena hal lain) terhadap
hipotesis.
Kepastian dapat pula dikonstruk atas pemikiran orang tentang choice of action.
Dalam filsafat kita kenal determinisme dan indeterminisme. Para ahli mempertanyakan:
apakah alam semesta ini deterministik atau memiliki peluang berkembang yang
indetrminate. Banyak ahli menganut yang pertama, tetai lebih banya yang menganut
yang kedua.
BAB III
PEMBAHASAN

A. Kesenjangan antara Fakta dengan Kebenaran


Dahulu nilai-nilai kebenaran sangat dijunjung tinggi oleh para orang tua,
pendidik, ulama dan anggota masyarakat dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Prinsip satu kata dengan perbuatan atau prilaku masih
terwujud dalam fakta yang dapat diamati. Sebagai contoh, kita sebagai masyarakat
minangkabau yang mayoritas beragama islam, menganut falsafal, adat basandi syarak,
syarak basandi kitabullah. Keluarga kaum ulama pada zaman dahulu masih konsisten
dalam menjalankan ajaran agama Islam tentang etika bergaul antara pria dan wanita,
etika tata cara berpakaian menurut Islam bagi kaum pria dan wanita, serta etika-etika
lainnya yang semuanya telah diatur dalam Alquran dan hadist. Ajaran-ajaran dalam
Islam tersebut merupakan suatu kebaikan dan kebenaran yang sifatnya mutlak. Karena
itu, tata cara bergaul antara pria dan wanita serta tata cara berpakaian antara pria dan
wanita Islam di zaman praglobalisasi penuh dengan nilai-nilai serta etika tentang sopan
santun. Fenomena ini terwujud dalam fakta di masyarakat yang dapat diamati dalam
kehidupan sehari-hari.
Sebaliknya, di era globalisasi, nilai- nilai kebenaran khususnya kebenaran etika
bergaul dan berpakaian antara pria dan wanita menurut Islam sudah mulai ditinggalkan
oleh sebagian anggota masyarakat remaja yang terwujud dalam fakta. Sebagai contoh
ajaran islam larangan mendekati zina sebagai suatu ajaran yang mengandung nilai
kebenaran mutlak, kini telah ditinggalkan oleh sebagian remaja yang berpola pikir
kebarat-baratan. Islam juga mengajarkan nilai sopan santun yang mengandung nilai
kebenaran tentang keharusan kaum wanita untuk menutup aurat, namun dalam
faktanya, sebagian remaja kita telah menganggap ajaran itu tidak benar atau kuno,
sehingga mereka berpakaian sangat seksi. Karena itu dapat disimpulkan bahwa nilai
kebenaran agama mengalami krisis dan kesenjangan dengan kenyataan atau fakta yang
diamati dalam kehidupan seharihari di masyarakat.

19
20

B. Matriks Hubungan Antara Substansi dan Filsafat Limu


Tabel 1. Hubungan antara Fakta, Kebenaran, dan Konfirmasi
No Aspek Fakta/Kenyataan Kebenaran Konfirmasi
Pengertian Sebagai faktor nyata atau suatu Satu nilai utama di dalam Upaya mencari hubungan yang
realitas yang ada di suatu tempat kehidupan manusia normatif antara hipotesis
dan dalam waktu tertentu tentang (kesimpulan/dugaan sementara)
apa yang kita amati menggunakan yang sudah diambil dengan
indra (lihat, dengar, raba, cicip fakta-fakta.
dan cium)
Ciri-ciri 1. Suatu kejadian yang benar- 1. Berasal dari fakta 1. Berasal dari informasi dalam
benar terjadi dan ada buktinya 2. Berkaitan dengan kualitas bentuk narasi (kualitatif)
2. Dapat diamati (lihat, dengar, pengetahuan atau angka-angka
raba, cicip, dan cium) 3. Didapatkan dari pengindraan, (kuantitatif)
3. Berasal dari benda, kondisi/ akal dan keyakinan 2. Dasar untuk memastikan
situasi, informasi pengamatan 4. Adanya bukti yang teramati oleh kebenaran
dan peristiwa. indra 3. Bersifat probabilitas
4. Merupakan jawaban dari 5. Logis menurut pikiran sehat
pertanyaan apa, siapa, kapan 6. Muncul dari penelitian ilmiah
di mana atau berapa 7. Tidak bisa diramalkan
5. Menunjuk pada suatu benda 8. Dapat dibuktikan kebenarannya
orang, waktu, tempat, peristiwa 9. Hubungan antara objek dan
atau jumlah tertentu pengetahuan tentang objek itu
Aliran/Pandangan 2. Positivistik berpandangan 1. Pendekatan empiris suatu 1. Decision theory.
bahwa sesuatu yang nyata bila keadaan yang bergantung bukti Menentukan kepastian yang
ada korespondensi antara yang atau konsekuensi yang teramati didasarkan pada manfaat
sensual satu dengan sensual oleh indera objek secara aktual
lainnya. 2. Pendekatan Rasional, pandangan 2. Estimation theory.
3. Fenomenologik memiliki dua bahwa kita mengetahui apa yang menentukan kepastian
arah perkembangan kita pikirkan dan bahwa akal dengan memberi peluang
4. Rasionalistik menganggap mempunyai kemampuan untuk benar salah dengan konsep
21

suatu sebagai nyata, bila ada mengungkapkan kebenaran probabilitas


koherensi antara empirik dengan diri sendiri. 3. Reliability theory.
dengan skema rasional. 3. Kebenaran ilmiah adalah Menentukan kepastian
5. Realismemetafisik berpendapat kebenaran yang muncul dari dengan mencermati
bahwa sesuatu yang nyata bila hasil penelitian ilmiah dengan stabilitas fakta/bukti yang
ada koherensi antara empiris melalui prosedur baku berubah ubah terhadap
dengan obyektif. 4. Kebenaran intuitif
5. Kebenaran religius
Jenis objek Objek formal substantif Objek formal substantif Objek formal instrumentatif

C. Matriks Hubungan Antara Kebenaran Menurut Ilmu, Filsafat, dan Agama


Tabel 2. Hubungan Antara Kebenaran Menurut Ilmu, Filsafat, dan Agama
No Aspek Filsafat Ilmu Agama
Cara mencari Kebenaran diperoleh melalui ilmu Kebenaran dapat dicari,
Kebenaran dapat dicari dan
Kebenaran penyelidikan dengan menggunakan ditemukan, dan diterima
ditemukan, serta diterima
metode ilmiah, logis untuk mencari melalui proses logika. Proses
melalui proses ilmiah sebagai
bukti empiris dalam upaya untuk pikir dan hasil pikir yang logis
basis yang utama, dan proses
menguji hipotesis untuk menarik merupakan ukuran dalam
aqliah atau pikiran (logika)
kesimpulan yang dapat mencari, menemukan, dan juga dapat digunakan sebagai
digeneralisasikan. menerima suatu kebenaran.alat penunjang proses
imaniah untuk memperkuat
kebenaran wahyu sebagai
proses imaniah
Aspek kebenaran kebenaran yang bersifat relatif dan Kebenaran yang tidak bersifat Kebenaran yang bersifat
masih perlu disangsikan mutlak dan masih perlu mutlak dan tidak perlu
22

kebenarannya, melalui penelitian disangsikan kebenarannya disangsikan kebenarannya


ilmiah hanya sekitar 95% sampai 99% melalui proses logika yang karena merupakan kebenaran
atau sifatnya tidak mutlak. lebih radikal. wahyu yang diterima melalui
Proses imaniah dan logika
sebagai proses pikir
penunjang
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Substansi dipandang sebagai sesuatu yang adanya terdapat di dalam dirinya sendiri.
Substansi ialah sesuatu yang mendasari atau mengandung kualitas-kualitas serta
sifat-sifat kebetulan yang dipunyai barang sesuatu.
2. Fakta adalah apa yang membuat pernyataan itu betul atau salah. Fakta berbentuk
konkret dapat ditangkap pancaindera, dapat diketahui dan dapat diakui
kebenarannya. Fakta obyektif yaitu peristiwa, fenomena atau bagian realitas yang
merupakan obyek kegiatan atau pengetahuan praktis manusia. Sedangkan fakta
ilmiah merupakan refleksi terhadap fakta obyektif dalam kesadaran manusia
3. Kebenaran adalah kenyataan yang benar-benar terjadi. Pernyataan yang pasti, dan
tidak dapat dipungkiri lagi. Tujuan ilmu juga mencapai kebenaran, dalam ilmu, kita
manusia ingin memperoleh pengetahuan yang benar, karena ilmu merupakan
pengetahuan yang sistematis, maka pengetahuan yang dituju ilmu adalah
pengetahuan ilmiah.
4. Konfirmasi apabila dikaitkan dengan ilmu, maka fungsi ilmu adalah menjelaskan,
memprediksi, dan menghasilkan. Menjelaskan ataupun memprediksi, tersebut lebih
bersifat interpretasi untuk memberikan makna tentang sesuatu.

B. Saran
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, penyusun sangat mengharapkan kritik serta saran demi perbaikan makalah ini
sehingga dapat lebih disempurnakan dengan lebih baik lagi.

23
DAFTAR PUSTAKA

Bagus, Lorens. 2005. Kamus Filsafat. Jakarta:Gramedia Pustaka Utama.

Djaelani, Abdul Qadir. 1993. Filsafat Islam. Surabaya: Bina Ilmu.

Gazalba, Sidi. 1973. Sistematika Filsafat. Jakarta: Bulan Bintang.

Ismaun. 2001. Filsafat Ilmu (Materi Kuliah). Bandung: Terbitan Khusus.

Latif, Mukhtar. 2014. Filsafat Ilmu. Jakarta: Kencana.

Mustofa. 2007. Filsafat Islam. Bandung: Pustaka Setia.

Suriasumantri, Jujun, S. 2010. Ilmu Dalam Perspektif. Jakarta: Yayasan Obor


Indonesia.

24

Anda mungkin juga menyukai