Anda di halaman 1dari 20

PROPOSAL PENELITIAN

POTENSI EKSTRAK KULIT KAYU SIKAM (Bischoffia

javanica, BL) SEBAGAI PENGAWET ALAMI PADA TAHU

Oleh:

NAMA : ANTONY JAPUTRA

NPM : 00000008277

PROGRAM TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
TANGERANG
2017
LEMBAR PENGESAHAN
PROPOSAL PENELITIAN

POTENSI EKSTRAK KULIT KAYU SIKAM (Bischoffia

javanica, BL) SEBAGAI PENGAWET ALAMI PADA TAHU

Oleh:
NAMA : ANTONY JAPUTRA
NPM : 00000008277

Menyetujui,

Dr. -Ing. Aziz Boing Sitanggang Titri Siratantri Mastuti, S.T., M.Si
Dosen Pembimbing Tugas Akhir Dosen Pembimbing Tugas Akhir

Mengetahui,

Ir. W. Donald R. Pokatong, M.Sc., Ph.D.


Ketua Program Studi Teknologi Pangan
DAFTAR ISI

halaman

HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN

DAFTAR ISI......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ...............................................................................................1

1.2 Perumusan Masalah .......................................................................................2

1.3 Tujuan ............................................................................................................2

1.3.1 Tujuan Umum .....................................................................................2

1.3.2 Tujuan Khusus ....................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Akar Teratai ...................................................................................................3

2.2 Gula Kelapa ...................................................................................................4

2.4 Flakes .............................................................................................................4

2.4 Indeks Glikemik .............................................................................................5

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan ...............................................................................................7

3.1.1 Alat ......................................................................................................7

3.1.2 Bahan ..................................................................................................7

3.2 Metode Penelitian ..........................................................................................7

iii
3.2.1 Penelitian Tahap I ............................. Error! Bookmark not defined.

3.2.1.1 Pembuatan Tepung Akar TerataiError! Bookmark not

defined.

3.2.2 Penelitian Tahap II ............................ Error! Bookmark not defined.

3.2.2.1 Pembuatan Flakes................ Error! Bookmark not defined.

3.3 Analisis ........................................................ Error! Bookmark not defined.

3.3.1 Kadar Air Metode Oven (AOAC, 2005)Error! Bookmark not

defined.

3.3.2 Kadar Abu (AOAC, 2005) ................ Error! Bookmark not defined.

3.3.3 Kadar Protein Metode Kjeldahl (AOAC, 2005)Error! Bookmark

not defined.

3.3.4 Kadar Lemak Metode Soxhlet (AOAC, 2005)Error! Bookmark not

defined.

3.3.5 Kadar Karbohidrat (AOAC, 2005) ... Error! Bookmark not defined.

3.3.6 Uji Prediksi Indeks Glikemik (Muchtadi et al., 1992).............. Error!

Bookmark not defined.

3.3.7 Kadar Pati Resisten (Goni et al., 1996)Error! Bookmark not

defined.

3.3.8 Uji Kekerasan, Kerenyahan, dan Daya Patah (Tegar, 2010) .... Error!

Bookmark not defined.

3.3.9 Uji Whiteness .................................... Error! Bookmark not defined.

3.3.10 Uji Skoring (Meilgaard et al., 2007)Error! Bookmark not defined.

iv
3.3.11 Uji Hedonik (Meilgaard et al., 2007)Error! Bookmark not

defined.

3.4 Uji Statistik .................................................. Error! Bookmark not defined.

3.4.1 Rancangan Percobaan ....................... Error! Bookmark not defined.

3.4.2 Penelitian Pendahuluan ..................... Error! Bookmark not defined.

3.4.3 Penelitian Tahap II ............................ Error! Bookmark not defined.

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................14

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keunikan makanan daerah merupakan salah satu bukti kekayaan bangsa

Indonesia. Dayok nabinatur merupakan makanan daerah Indonesia khas suku

Simalungun daerah Sumatera Utara yang memiliki keunikan tersendiri. Sesuai

dengan namanya, dayok (ayam) dan nabinatur (teratur) merupakan makanan olahan

yang terbuat dari daging ayam (kampung jantan) yang dilumuri oleh campuran

santan dengan perasan kulit kayu sikam yang kemudian disusun di atas hinasumba

(campuran daging ayam/babi dengan bumbu dan perasan kulit kayu sikam).

Keunikan dari hidangan khas Simalungun ini adalah ayam yang tidak perlu dimasak

dan tidak menimbukan penyakit bagi yang mengkonsumsinya.

Kulit kayu Sikam (Bischoffia javanica, BL) merupakan bahan yang

digunakan dalam pembuatan dayok nabinatur yang berfungsi untuk membuat

daging mentah aman untuk dikonsumsi. Ekstrak kulit kayu sikam memiliki potensi

sebagai antimikroba dan dapat mengendalikan bakteri patogen (Escherichia coli,

Bacillus cereus, Staphylococcus aureus, Salmonella Typhimurium) dan bakteri

yang menyebabkan kerusakan pada makanan seperti Pseudomonas aeruginosa

(Saragih, 2001). Commented [AJ1]: file:///E:/Document/Food%20Tech%2


0SMT%2011/Tugas%20Akhir/Proposal%20TA2/Sources/20
01bsa.pdf
Tahu merupakan golongan pangan yang mudah rusak dan mudah

terkontaminasi oleh mikroorganisme terutama bakteri. Tahu dapat mudah rusak

karena memiliki kadar air yang tinggi, pH netral dan protein yang tinggi (Mustafa, Commented [AJ2]: file:///E:/Document/Food%20Tech%2
0SMT%2011/Tugas%20Akhir/Proposal%20TA2/Sources/A
06rmm.pdf
2006). Pemanfaatan ekstrak kulit kayu sikam yang memiliki potensi antimikroba

1
dinilai dapat memperpanjang umur simpan pada tahu seperti halnya ia dapat

membunuh bakteri yang ada pada ayam di hidangan khas Simalugun yaitu dayok

nabinatur.

1.2 Perumusan Masalah

Tahu merupakan bahan pangan yang memiliki kadar air, protein yang tinggi

serta pH netral sehingga mudah rusak. Penambahan ekstrak kulit kayu sikam dinilai

memiliki manfaat untuk memperpanjang umur simpan makanan karena potensinya

sebagai antimikroba. Oleh sebab itu, ekstrak kulit kayu sikam dimanfaatkan sebagai

bahan perendam untuk memperpanjang umur simpan tahu.

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk memanfaatkan ekstrak kulit

kayu sikam sebagai pengawet alami pada tahu.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui aktivitas ekstrak kulit sikam

2. Mengetahui konsentrasi ekstrak kulit sikam yang optimal pada tahu

3. Mengetahui umur simpan tahu menggunakan perendam ekstrak kulit sikam

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Akar Teratai

Sikam (sikam sebagai sumber antimikroba)

Mekanisme antimikroba

Ekstraksi Komponen Aktif Kayu Sikam

Tahu

Tanaman teratai (Nelumbo nucifera Gaertn.) adalah tanaman yang tumbuh

di air yang biasanya dikenal karena keindahan, dan keunikannya yang biasanya

tumbuh di negara-negara Asia. Teratai sendiri memiliki kandungan gizi yang baik

untuk kesehatan baik dari biji, akar, hingga daunnya. Manfaat dari teratai sendiri

bisa sebagai antidiare, antimikrobial, antiinflamasi, diuretic, dan sebagai

antioksidan. Akar dari tanaman teratai sendiri memiliki kandungan rendah akan

kalori, tinggi akan fiber, kalium, vitamin C, vitamin B6, fosfor, magnesium,

kalsium, dan zat besi. Akar teratai memiliki kandungan nutrisi dimana kadar abu

sebesar 26.67%, kadar air 9%, kadar lemak 2%, kadar protein 1.02%, kadar serat

24.33%, dan kadar karbohidrat 61,31%. Selain itu, akar teratai memiliki vitamin A

sebesar 143.25 mg/dl, vitamin C sebesar 3.83 mg/dl, vitamin E sebesar 103,84%,

fosfor 0,190 ppm, kalsium 31,127 ppm, magnesium 30,034 ppm, kadar kalium

8800 ppm, dan natrium 966,67 ppm (Wasagu et al., 2015). Akar teratai juga

memiliki kandungan indeks glikemik yang rendah dengan nilai 47 (Murakami et

al., 2006).

3
2.2 Gula Kelapa

Gula kelapa merupakan satu dari berbagai jenis gula alami yang terbuat dari

nira kelapa. Gula kelapa memberikan manfaat yang beragam seperti memberikan

rasa manis yang khas dan warna coklat. Gula kelapa memiliki kelemahan yaitu

umur simpan yang pendek yaitu sekitar 2-4 minggu. Gula kelapa memiliki pH basa

yaitu 7.50 (Zuliana et al., 2016). Gula kelapa aman dikonsumsi oleh penderita

diabetes dikarenakan nilai indeks glikemiknya yang rendah yaitu sebesar 35. Selain

itu, gula kelapa juga mempunyai nilai gizi yang kaya akan kalium, magnesium, dan

zat besi. Gula kelapa juga merupakan sumber vitamin B dan vitamin C yang tinggi

(Roosevelt, 2014). Kandungan nilai makro nutrisi yang terdapat pada gula kelapa

dapat dilihat pada Tabel 2.2

Tabel 2.2 Kandungan makro nutrisi gula merah (100 g)


Komponen Jumlah (mg)
Nitrogen (N) 202
Fosfor (F) 79
Kalium (K) 1030
Kalsium (Ca) 8
Magnesium (Mg) 29
Natrium (Na) 45
Klorin (Cl) 470
Sulfur (S) 26
Boron (B) 0,6
Zinc (Zn) 2
Mangan (Mn) 0,1
Besi (Fe) 2
Copper (Cu) 0,23
Sumber: Roosevelt (2014)

2.3 Flakes

Flakes merupakan satu dari berbagai jenis produk sereal dalam bentuk

serpihan. Bahan baku utama dalam pembuatan flakes adalah beras, gandum, jagung,

umbi-umbian seperti kentang, ubi kayu, ubi jalar, dan lainnya. Flakes yang

dihasilkan biasanya memiliki tekstur yang renyah, berbentuk lembaran tipis, dan

4
dapat dikonsumsi dengan penambahan susu (Permana dan Putri, 2015). Menurut

Purnamasari dan Putri (2015) flakes merupakan salah satu jenis pangan yang

mempunyai nilai indeks glikemik yang tinggi yaitu sebesar 93. Dari nilai tersebut

dapat disimpulkan bahwa flakes sangat tidak cocok untuk dikonsumi penderita

diabetes mellitus tipe II.

Bahan yang digunakan dalam pembuatan flakes berupa tepung terigu, air,

garam, dan gula. Kandungan tepung terigu yang tinggi membuat flakes yang

dihasilkan memiliki kandungan karbohidrat yang sangat tinggi dan inilah alasan

utama kadar indeks glikemik dalam flakes sangat tinggi (Permana dan Putri, 2015).

2.4 Indeks Glikemik

Indeks glikemik merupakan suatu pengukuran terhadap makanan yang

mengandung karbohidrat, dan dari karbohidrat tersebut dapat menaikkan kadar gula

darah seseorang. Nilai indeks glikemik yang semakin tinggi maka dapat

disimpulkan bahwa dampak peningkatan kadar gula darah juga akan semakin

tinggi. Sebaliknya, jika nilai indeks glikemik semakin rendah, maka dampaknya

terhadap kenaikan gula darah juga akan semakin rendah. FAO (2011) menyatakan

bahwa indeks glikemik adalah luas wilayah di bawah kurva respon gula darah dari

50 g karbohidrat. Setiap makanan yang diuj terhadap 50 g karbohidrat, dan

makanan standar. Nilai dari indeks glikemik dinyatakan dalam bentuk persen dan

diambil dari subyek yang sama.

Indeks glikemik sendiri dibagi menjadi tiga kelas, yaitu indeks glikemik

rendah (<55), indeks glikemik sedang (55-70), dan indeks glikemik tinggi (>70)

(Murakami et al., 2006). Makanan yang tergolong dalam indeks glikemik tinggi

5
dapat berupa nasi, kentang, rice crackers sedangkan flakes sendiri tergolong

sebagai produk pangan yang tergolong dalam indeks glikemik sedang dengan nilai

sebesar 94. Sebaliknya, akar teratai termasuk ke dalam pangan dengan indeks

glikemik rendah dengan nilai sebesar 47 (Murakami et al., 2006). Faktor-faktor

yang mempengaruhi nilai indeks glikemik seseorang meliputi proses pengolahan,

rasio kadar amilosa, dan amilopektin, kadar lemak, kadar protein, kadar

karbohidrat, anti-gizi pangan, dan juga serat pangan (Rimbawan, dan Nurbayanti,

2015).

6
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

Alat-alat yang digunakan penelitian ini adalah parutan, erlenmeyer,

magnetic stirrer, pipet volumetrik, pemanas, botol gelap, dan kulkas, tabung reaksi,

mikropipet, tip, bunsen, inkubator, autoclave, baskom, blender, termometer,

saringan kain, gelas beaker, cetakan tahu, dan jangka sorong.

3.1.2 Bahan

Bahan utama yang digunakan pada penelitian kali ini adalah kulit kayu

sikam yang tumbuh di daerah sumatera utara, dan biji kacang kedelai yang

diperoleh dari pasar kelapa dua, tangerang. Adapun bahan pendukung yang

digunakan pada penelitian kali ini yaitu air destilasi, etil asetat, Nutrient broth,

cawan petri, CaSO4, Plate Count Agar (PCA), dan larutan 0,85% NaCl.

3.2 Metode Penelitian

3.2.1 Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan dilaksanakan dengan tujuan untuk mempersiapkan

ekstrak kulit sikam serta tahu yang bebas dari bahan pengawet. Ekstrak kulit sikam

yang telah diperoleh akan direndam ke dalam tahu pada konsentrasi tertentu dan

kemudian dilakukan uji hedonik.

7
3.2.1.1 Ekstraksi Kulit Kayu Sikam (Saragih, 2001)

Ekstraksi kulit kayu sikam dilakukan dengan cara maserasi dengan

menggunakan pelarut etil asetat. Pelarut dan metode yang digunakan adalah

maserasi dengan menggunakan etil asetat karena menghasilkan ekstrak dengan

aktivitas penghambatan mikroba yang paling besar dibandingkan dengan metode

pengepresan, distilasi, dan maserasi dengan pelarut heksana dan alkohol absolut

(Saragih, 2001). Ekstraksi kulit kayu sikam dilakukan dengan cara memarut kulit

kayu sikam yang telah bersih. Kulit kayu sikam yang telah diparut kemudian

dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan dicampur dengan pelarut etil asetat dengan

perbandingan (1 bagian kulit kayu sikam dan 3 bagian pelarut etil asetat) dan

kemudian ditutup degan aluminium foil. Selanjutnya diaduk dengan menggunakan

magnetic stirrer selama 24 jam. Pelarut dihilangkan dengan menggunakan rotary

vaccum. (Saragih, 2001). Ekstrak yang diperoleh kemudian dimasukkan ke dalam

botol gelap dan disimpan di dalam refrigerator.

3.2.1.2 Penyegaran dan Persiapan Kultur Uji

Penyegaran dan persiapan kultur uji dilakukan untuk memperoleh mikroba

pada fase log. Penyegaran dan persiapan kultur uji dilakukan sebelum pengujian

aktivitas ekstrak dan challenge test yaitu dengan cara satu ose bakteri (E.coli) dari

stok agar miring NA diinokulasikan ke dalam 10 ml media Nutrien Broth (NB).

Kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC. Kultur bakteri yang sudah

diinkubasi kemudian diinokulasikan sebanyak 1 ml ke dalam 9 ml NB (kultur kerja)

dan kemudian diinkubasi selama 8 jam pada suhu 37oC untuk memperoleh mikroba

pada pertumbuhan fase log (Parhusip, 2006).

8
3.2.1.3 Pembuatan Tahu

3.2.1.3.1 Pembuatan Sari Kacang Kedalai (Sanjay et al., 2008)

Pembuatan sari kacang kedalai dimulai dengan perendaman 200 g kacang

kedalai ke dalam air distilasi selama 12 jam pada suhu ruang. Kacang kedelai

dipisahkan dari kulit dan kotoran dengan air bersih. Setelah itu kacang kedalai

tersebut dihancurkan dengan blender dengan penambahan 1600 ml air distilasi

selama 40 detik. Kacang kedelai yang telah dihancurkan kemudian dipanaskan

hingga mencapai suhu 85oC selama 45 menit. Kacang kedelai yang panas kemudian

disaring dengan menggunakan kain dan didinginkan hingga mencapai suhu 80oC.

Selama pendinginan, lapisan lemak yang terbentuk pada permukaan susu dibuang.

(Sanjay et al., 2008). Diagram alir proses pembuatan sari kacang kedelai dapat

dilihat pada gambar 3.1.

Kacang kedelai (200 g)



Perendaman (dengan air distilasi selama 6 jam)

Pencucian dan pemisahan kulit

Pengeringan

Penimbangan kacang kedelai setelah direndam

Penambahan air distilasi (1600 ml)

Penghancuran (blender 40 detik)

Pemanasan (85oC, 45 menit)

Penyaringan (kain saring)

Pendinginan

Sari Kacang Kedelai
Gambar 3.1 Diagram alir proses pembuatan sari kacang kedelai
Sumber : (Sanjay et al., 2008)

9
3.2.1.3.2 Pembuatan Tahu dengan Koagulan CaSO4 (Sanjay et al., 2008)

Pada pembuatan tahu, sari kacang kedelai didinginkan dicampur dengan Commented [AJ3]: https://www.degruyter.com/download
pdf/j/ijfe.2008.4.1/ijfe.2008.4.1.1351/ijfe.2008.4.1.1351.pdf
koagulan (CaSO4 0,75 ml dilarutkan ke dalam 25 ml air distilasi). Kemudian

diaduk dan didiamkan selama 15 menit hingga terbentuk koagulan. Sari kacang

kedelai yang telah tekoagulasi kemudian dimasukkan ke dalam cetakan yang telah

dialasi kain saring. Kemudian diberi tekanan pada suhu kulkas 1 kg pada 20 menit

pertama, kemudian beban tekanan dikurangi menjadi 0,5 kg pada 20 menit

berikutnya.

Sari kacang kedelai



Penginginan (60oC)

Penambahan koagulan

Pengadukan

Koagulasi (15 menit)

Penuangan ke dalam cetakan

Penekanan (1 kg 20 menit)

Penekanan (0,5 kg, 20 menit)

Tahu
Gambar 3.2 Diagram alir proses pembuatan tahu
Sumber : (Sanjay et al., 2008)

3.2.2 Penelitian Utama

Penelitian utama dilakukan untuk mengetahui efektivitas ekstrak kulit kayu

sikam pada konsentrasi tertentu, mengetahui karakteristik tahu yang telah

direndam, serta mengetahui Minimum Inhibitory Concentration (MIC) dan

Minimum Bactericidal Concentration (MBC)

10
3.2.2.1 Pengujian Aktivitas Ekstrak dan Challenge Test

3.2.2.1.1 Pengujian Aktivitas Ekstrak dengan Metode Difusi Sumur

Pengujian aktivitas ekstrak dilakukan untuk mengetahui aktivitas ekstrak

kulit kayu sikam terhadap bakteri indikator E. coli. Media NA cair yang telah

disterilisasi dengan menggunakan autoclave dan didinginkan diinokulasikan

sebanyak 0,2% kultur bakteri E.coli yang telah disiapkan sehingga mencapai fase

log. Media yang telah diinokulasikan dengan bakteri kemudian dituang ke dalam

cawan petri dan kemudian didinginkan hingga menjadi padat. Setelah media padat,

dibuat lubang dengan diameter 6 mm, kemudian lubang tersebut diisi dengan 60 l

ekstrak kulit kayu sikam (konsentrasi tertentu). Cawan petri tersebut kemudian

diinkubasikan pada suhu 37oC selama 24 jam. Setelah diinkubasi, kemudian

diameter penghambatan diukur dengan menggunakan jangka sorong (Garriga et al.,

1993)

3.2.2.1.2 Challenge Test

Challenge test dilakukan untuk mengetahui stabilitas ekstrak kulit sikam

saat diaplikasikan sebagai perendam pada tahu. Tahu yang telah direndam dengan

220 ml ekstrak kulit sikam ditambahkan dengan 1 ml kultur e. coli yang telah

disiapkan agar mencapai fase log. Jumlah e. coli setelah 10 menit dihitung sebagai

jumlah bakteri awal, kemudian jumlah e. coli setelah 24 jam dihitung sebagai

jumlah bakteri setelah perendaman. (Wibowo, 2007).

3.2.2.2 Pengujian Perubahan Karakteristik Tahu Selama Penyimpanan

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan ekstrak kulit sikam

untuk mengawetkan tahu. Tahu dipotong dengan ukuran seragam (6 x 6 x 2 cm)

kemudian direndam dengan menggunakan ekstrak kulit sikam pada konsentrasi

11
tertentu dan kemudian disimpan selama 5 hari pada suhu ruang dan kulkas. Pada

percobaan ini tahu yang tidak direndam dengan ekstrak kulit sikam juga disimpan

sebagai kontrol. Pengujian tahu dengan atau tanpa perendaman dilakukan setiap

hari pada jam yang sama. Parameter yang diuji adalah jumlah total mikroba,

pengujian tekstur, warna, dan organoleptik tahu.

3.2.2.2.1 Pengujian Mikroba (BSN, 1998)

Pengujian total mikroba pada tahu dilakukan sesuai dengan SNI tahun 01- Commented [AJ4]: https://www.google.co.id/url?sa=t&rct
=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&ved=0ahUKEwj1qaqP
vNbWAhVFsI8KHRFBC28QFggnMAA&url=https%3A%2
3142-1998 Pengujian mikroba yang dilakukan adalah pengujian metode total plate F%2Fdokumen.tips%2Fdocuments%2Fsni-01-3142-1998-
tahu.html&usg=AOvVaw1MWXacrAOcrCmCzXQ2OALG
count (TPC) dengan media PCA. Penentuan TPC dilakukan dengan melarutkan 10

g sampel ke dalam 90 ml larutan 0,85% NaCl dan kemudian diinokulasikan dengan

metode agar tuang. Sampel yang telah diencerkan kemudian diambil 1 ml dan

dimasukan ke dalam cawan petri kemudian ditambah dengan media PCA. Cawan

kemudian diaduk secara perlahan membentuk angka delapan agar bakteri menyebar

di dalam media. Cawan petri kemudian diinkubasi di dalam inkubator pada suhu

37oC selama 48 jam. Jumlah koloni yang tumbuh kemudian dihitung jumlahnya

dan dicatat.

3.2.2.2.2 Pengujian Organoleptik (Scoring)

Pengujian organoleptik dilakukan terhadap sampel tahu dengan konsentrasi

tertentu dan perlakuan suhu ruang dan suhu kulkas dengan cara deskriptif dan

hedonik. Penujian deskriptif dilakukan sesuai dengan parameter SNI 01-3142-1998

(tahu). Parameter yang digunakan adalah bau, rasa, dan warna. Pengujian hedonik

yang bertujuan untuk mengetahui tingkat kesukaan dilakukan dengan cara

pemberian nilai 1 (tidak suka) hingga 7 (sangat suka) bau, rasa, warna, dan

keseluruhan tahu. Pengujian hedonik dan deskriptif dilakukan setiap hari.

12
3.2.2.3 Penentuan Minimum Inhibitory Concentration (MIC) dan Minimum

Bactericidal Concentration (MBC) (Bloomfield 1991) Commented [AJ5]: dari skripsi kakak kelas (bonus)

Penetuan MIC diaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui konsentrasi minimum

ekstrak kulit sikam yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba, sedangkan

MBC untuk mengetahi konsentrasi ekstrak kulit sikam yang dapat menghambat

pertumbuhan bakteri. Nilai MIC diperoleh dari kurva regresi linier antara sumbu X

(ln Mau = ln konsentrasi ekstrak) dan sumbu Y (Z2 = nilai kuadrat zona

penghambatan). Pertemuan antara kedua persamaan yang diperoleh dari rumus

regresi Y=a+bX dengan sumbu X adalah Mt. Nilai MIC adalah 0,25 x Mt

sedangkan nilai MBC adalah 4 x MIC.

13
DAFTAR PUSTAKA
Almetsier, Sunita. 2006. Penuntun Diet. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

American Diabetes Association. 2014. Diagnosis and Classification of Diabetes


Mellitus. Diabetes Care 34: 581-590.

AOAC. 2005. Official Methods of Analysis. Association of Official Analytical


Chemists. Benjamin Franklin Station, Washington.

Aprilina, Maya Sari, Dian Putri Nastiti, Anggy Dwi Putriandani, Retno
Hestiningsih. 2012. Metode Plester Herbal Berbahan Bunga Teratai
(Nelumbium Nelumbo Druce) Bagi Penderita Impetigo. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa 2(2): 106-110.

Arif, Abdullah Bin, Agus Budiyanto, dan Hoerudin. 2013. Nilai Indeks Glikemik
Produk Pangan dan Faktor-Faktor yang Memengaruhinya. J. Litbang Pert.
32(2): 91-99.

Badan Standarsisasi Nasional. 1992. Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-2973-


1992.

Corti. Antonietta. 1999. Low-calorie Sweeteners: Present and Future. Karger


Medical and Scientific Publishers, USA.

FAO. Carbohydrate in Human Nutrition: The Role of the glycemic index in food
choice. Homepage online. Available from
http://www.fao.org/docrep/w8079e/w8079e0a.htm#TopOfPage Internet;
accessed April 25, 2017.

Goni, I., L. Garcia-Diz, E. Manas, dan F. Saura-Calixto. 1996. Analysis of resistant


starch: a method for foods and food products. Food Chemistry 56(4): 445-
449.

LeRoith, Derek, Simeon I. Taylor, dan Jerrold M. Olefsky. 2004. Diabetes


Mellitus: A Fundamental and Clinical Text. Lippincott Williams &
Wilkins, USA.

Manley, Duncan. 2000. Biscuit, Cookies, and Cracker Manufacturing, Manual 3:


Piece Forming Vol 2. Woodhead Publishing Ltd., England.

Meilgaard, MC, GV Civille, and BT Carr. 2007. Sensory Evaluation Techniques


4th ed. CRC Press, USA.

Morgan, Diane. 2012. Roots: The Definitive Compendium with more than 225
Recipes. Chronicle Book, USA.

14
Muchtadi, T. R. Sugiyono. 1992. Petunjuk Laboratorium Ilmu Pengetahuan Bahan
Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktoran Jenderal
Pendidikan Pusaw Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian
Bogor.

Murakami, Kentaro, Satoshi Sasaki, Yoshiko Takahashi, Hitomi Okubo, Yoko


Hosoi, Hyogo Horiguchi, Etsuko Oguma, dan Fujio Kayama. 2006. Dietary
Glycemic Index and Load in Relation to Metabolic Risk Factors in Japanese
Female Farmers with Traditional Dietary Habits. Am. J. Clin. Nutr 83(5):
1161-1169.

Nisviaty, Annisya. 2006. Pemanfaatan Tepung Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Klon
BB00105.10 sebagai Bahan Dasar Produk Olahan Kukus Serta Evaluasi
Mutu Gizi dan Indeks Glikemiknya. Skripsi. Institut Pertanian Bogor,
Bogor.

Permana, Rikhardo Atmaka, and Widya Dwi Rukmi Putri. 2015. Pengaruh Proporsi
Jagung dan Kacang Merah serta Substitusi Bekatul terhadap Karakteristik
Fisik Kimia Flakes. Jurnal Pangan Dan Agroindustri 3(2): 734-742.

Purnamasari, Ika Winda, and Widya Dwi Rukmi, Putri. 2015. Pengaruh
Penambahan Tepung Labu Kuning dan Natrium Bikarbonat terhadap
Karakteristik Flake Talas. Jurnal Pangan Dan Agroindustri 3(4): 1375-1385.

Rimbawan, and Resita Nurbayani. 2013. Nilai Indeks Glikemik Produk Olahan
Gembili (Dioscorea Esculenta). Jurnal Gizi dan Pangan 8(2): 145-150.

Roosevelt, Megan. 2014. Superfood for Life, Coconut. Fair Wind Publisher,
USA.

Tegar, Tito. "Optimasi Formulasi Breakfast Meal Flakes (Pangan Sarapan)


Berbasis Tepung Komposit Talas, Kacang Hijau, dan Pisang." Skripsi.
Fakultas Teknologi Pertanian Insititut Pertanian Bogor, 2010.

Wasagu, R. S. U., Lawal M. Galadima L. G., dan Aliero A. A. 2015. Nutritional


Composition, Antinutritional Factors, and Elemental Analysis of Nymphaea
Lotus (Water Lily). Bajopas 8(1): 1-5.

Zuliana, Crysse, Endrika Widyastuti, dan Wahono Hadi Susanto. 2016. Pembuatan
Gula Semut Kelapa (Kajian pH Gula Kelapa dan Konsentrasi Natrium
Bikarbonat). Jurnal Pangan dan Agroindustri 4(1): 109-119.

15

Anda mungkin juga menyukai