Osteogenesis Imperfecta
Osteogenesis Imperfecta
PENDAHULUAN
1
Pemeriksaan penunjang yang berperan penting dalam menegakkan
diagnosis osteogenesis imperfecta di antaranya pemeriksaan radiologi.
Pemeriksaan foto Rntgen dapat menilai fraktur tulang kortikal, kompresi
vertebra, dan kelainan osifikasi tulang pada osteogenesis imperfecta. Hasil
radiografi ini selanjutnya dikorelasikan dengan keadaan klinis untuk
menentukan tipe dan tingkat keparahan osteogenesis imperfecta.1,4 Pemeriksaan
foto Rntgen juga dapat menilai penyembuhan fraktur pascaterapi
medikamentosa.5 Ultrasonografi dapat mendeteksi osteogenesis imperfecta berat
pada masa intrauterin.5,6 Sementara itu, pemeriksaan radiologi lain seperti
computed tomography (CT scan), magnetic resonance imaging (MRI), dan bone
mass densitometry (BMD) juga berperan dalam mendiagnosis osteogenesis
imperfecta.6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Skeletal
Sistem skeletal atau rangka tubuh adalah bagian tubuh yang terdiri
dari tulang-tulang yang memungkinkan tubuh mempertahankan bentuk, sikap
dan posisi.7
3
Gambar 2. Ossa longa. (Sumber: Anderson PD, 1998.)
4
Gambar 4. Ossa plana. (Sumber: Anderson PD, 1998.)
5
Gambar 6. Ossa pneumatika. (Sumber: Anderson PD, 1998.)
Secara makroskopis tulang terdiri dari dua bagian yaitu pars spongiosa
(jaringan berongga) dan pars kompakta (bagian yang berupa jaringan padat).
Permukaan luar tulang dilapisi selubung fibrosa (periosteum) danpermukaan
dalam dilapisi oleh selaput tipis jaringan ikat (endosteum) yang melapisi rongga
sumsum dan meluas ke dalam kanalikuli tulang kompak.7
Membran periosteum berasal dari perikondrium tulang rawan yang
merupakan pusat osifikasi. Periosteum merupakan selaput luar tulang yang tipis.
Periosteum mengandung osteoblas (sel pembentuk jaringan tulang), jaringan ikat
dan pembuluh darah. Periosteum merupakan tempat melekatnya otot-otot rangka
ke tulang dan berperan dalam memberikan nutrisi, pertumbuhan dan reparasi
tulang rusak.7
Pars kompakta teksturnya halus dan sangat kuat. Tulang kompak
memiliki sedikit rongga dan lebih banyak mengandung kapur (kalsium fosfat
dan kalsium karbonat) sehingga tulang menjadi padat dan kuat. Kandungan
tulang manusia dewasa lebih banyak mengandung kapur dibandingkan dengan
anak-anak maupun bayi. Bayi dan anak-anak memiliki tulang yang lebih banyak
mengandung serat-serat sehingga lebih lentur.Tulang kompak paling banyak
ditemukan pada tulang kaki dan tulang tangan.7
Pars spongiosa merupakan jaringan tulang yang berongga seperti spon
(busa). Rongga tersebut diisi oleh sumsum merah yang dapat memproduksi sel-
sel darah. Tulang spongiosa terdiri dari kisi-kisi tipis tulang yang disebut
trabekula.7
Tulang rawan berkembang dari mesenkim membentuk sel yang
disebut kondrosit. Kondrosit menempati rongga kecil (lakuna) di dalam matriks
6
dengan substansi dasar seperti gel (berupa proteoglikans) yang basofilik.
Kalsifikasi menyebabkan tulang rawan tumbuh menjadi tulang (keras).7
Tulang rawan tubuh terdiri dari:7
1. Kartilago hialin
Matriks mengandung seran kolagen, merupakan jenis tulang rawan yang
paling banyak dijumpai.
2. Kartilago elastin
Serupa dengan tulang rawan hialin, tetapi lebih banyak serat elastin yang
mengumpul pada dinding lakuna yang mengelilingi kondrosit.
3. Fibrokartilago
Tidak pernah berdiri sendiri tetapi secara berangsur menyatu dengan tulang
rawan hialin atau jaringan ikat fibrosa yang berdekatan.
Secara mikroskopis tulang terdiri dari:7
1. Sistem Havers (saluran yang berisi serabut saraf, pembuluh darah, aliran
limfe)
2. Lamella (lempeng tulang yang tersusun konsentris).
3. Lacuna (ruangan kecil yang terdapat di antara lempengan-lempengan yang
mengandung sel tulang).
4. Kanalikuli (memancar di antara lakuna dan tempat difusi makanan sampai ke
osteon).
7
Sistem skeletal melindungi organ-organ penting, misalnya otak dilindungi
oleh tulang-tulang tengkorak, jantung dan paru-paru terdapat pada rongga
dada (kavum toraks) yang dibentuk oleh tulang-tulang kosta.
3. Ambulasi dan mobilisasi
Bersama dengan sistem muskular memungkinkan terjadinya pergerakan
tubuh dan perpindahan tempat.
4. Hemopoesis
Berperan dalam pembentukan sel darah pada sumsum merah..
5. Deposit mineral
Tulang mengandung 99 % kalsium dan 90 % fosfor tubuh.
8
B
A
COL12
COL11
Gambar 8. Lokasi gen COL11 pada kromosom 17 (A) dan gen COL12 pada
kromosom 7 (B). (Sumber: Murray RK, Keeley FW, 2000. Dalam Murray RK,
et al, ed., 2003.)
9
hidroksiprolin menyebabkan rigiditas pada molekul kolagen, Hidroksiprolin
terbentuk melalui hidroksilasi pascatranslasi pada residu prolin terikat peptida
yang dikatalis oleh enzim prolil-3-hidroksilase. Enzim ini memiliki kofaktor
berupa asam askorbat (vitamin C) dan -ketoglutarat. Lisin pada posisi Y juga
dapat dimodifikasi secara pascatranslasi menjadi hidroksilisin melalui kerja
enzim lisil-3-hidroksilase dengan kofaktor yang serupa.4
10
sehingga mengakibatkan penguraian enzimatik seluruh rantai yang disebut
procollagen suicide, yang bermanifestasi sebagai osteogenesis imperfecta
nonletal. Jika kedua rantai yang abnormal, kelainan akan muncul secara genotif
dan fenotif. Sementara itu, jika ketiga rantai yang abnormal, akan bermanifestasi
sebagai osteogenesis imperfecta letal.4
Sementara itu, sebagian kecil osteogenesis imperfecta diturunkan
secara autosomal resesif akibat mutasi gen LEPRE1 (leucine proline-enrich
proteoglican 1) yang mengkode enzim pembentuk kolagen, prolil-3-
hidroksilase, atau protein terasosiasi kolagen, CRTAP (cartilago associated
protein).1,2
11
Bayi lahir dengan panjang dan berat badan lahir sangat kecil untuk masa
kehamilan. Terdapat kerapuhan hebat tulang dan jaringan ikat lainnya.
Ditemukan mikromelia dan kedua kaki abduksi seperti frog-leg position.
Terdapat multipel fraktur kosta dan ronggga toraks yang sempit sehingga
terjadi insufisiensi pernafasan. Kepala besar untuk ukuran tubuh dengan
pelebaran fontanela anterior dan posterior. Sklera berwarna biru atau kelabu
gelap.
3. Osteogenesis Imperfecta Tipe III (Pembentukan Progresif)
Tipe ini merupakan tipe yang paling parah dari bentuk nonletal dan
menyebabkan disabilitas fisik yang berarti.Fraktur biasanya juga terjadi
intrauterin. Bentuk muka relatif makrosefalus dan berbentuk segitiga.
Fraktur dapat terjadi akibat trauma ringan dan sembuh dengan meninggalkan
deformitas. Costa bagian basal sering rapuh dan bentuk dada mengalami
deformitas. Ditemukan juga skoliosis dan kompresi vertebra. Kurva
pertumbuhan di bawah normal dari satu tahun pertama kehidupan. Pasien
memiliki perawakan pendek yang ekstrim. Sklera berwarna putih sampai
biru.
12
Gambar 10. Bayi osteogenesis imperfecta tipe III dengan ekstremitas
pendek dan bengkok, deformitas toraks, serta relatif makrosefalus.
(Sumber: Marini JC, 2007. Dalam: Kliegman RM et al, ed., 2007.)
13
Pada pemeriksaan ini dapat ditemukan gambaran densitas tulang
yang menurun yang mengarah ke osteopenia, fraktur yang baru, subklinis,
atau sudah sembuh, bengkok pada tulang kortikal, kompresi vertebra, dan
tulang Wormian pada sutura tulang kranial. Tulang Wormian adalah
gambaran tulang-tulang kecil pada tulang kranial yang pada bayi normal
tidak ada, ditemukan pada 60% penderita osteogenesis imperfecta.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan ini dapat dilakukan baik pada penderita autosomal
dominan maupun resesif, terdiri dari:
a. Pemeriksaan molekuler kolagen, melalui analisis DNA pada gen
COL11 dan COL12 yang diperoleh dari sampel darah atau saliva.
b. Pemeriksaan biokimia kolegen, melalui analisis protein yang dikultur
dari fibroblas dari biopsi tusuk kulit. Pada osteogenesis imperfecta tipe I,
jumlah kolagen tipe I yang berkurang menyebabkan peningkatan rasio
kolagen tipe III terhadap kolagen tipe I. Mutasi pada rantai ketiga
kolagen tidak dapat dideteksi melalui studi biokimia kolagen karena
tidak menyebabkan overmodifikasi rantai yang berarti.
Pada masa intrauterin, biopsi villi korion dapat digunakan untuk studi
biokimia atau molekular studi, sedangkan amniosintesis akan memberikan
hasil positif palsu.
3. Pemeriksaan Densitas Massa Tulang
Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan Dual-energy X-ray
Absorptiometry (DXA). Pasien dengan osteogenesis imperfecta memiliki
densitas massa tulang yang lebih rendah dibandingkan normal.
4. Biopsi Tulang
Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi seluruh tipe. Prosedur
pemeriksaan invasif, memerlukan anestesi umum sebelum melalukan biopsi
pada tulang iliaka, dan hanya boleh dilakukan oleh dokter bedah.
2.8 Diagnosis Osteogenesis Imperfecta
Diagnosis osteogenesis imperfecta ditegakkan berdasarkan
manifestasi klinis yang tampak, riwayat keluarga, dan pemeriksaan penunjang,
minimal pemeriksaan foto Rntgen dan pemeriksaan laboratorium.2
14
juvenil idiopatik, defek metabolism vitamin D, penyakit Cushing, serta
defisiensi dan malabsoprsi kalsium.2
15
Kecacatan dan kematian akibat osteogenesis imperfecta terutama akibat
pneumonia akut dan penyimpangan fungsi pulmonal yang terjadi pada anak-
anak dan cor pulmonal terlihat pada dewasa.
9. Ginjal
Hiperkalsiuria ditemukan pada osteogenesis imperfecta sedang sampai berat.
10. Gigi
Masalah yang paling sering timbul yaitu dentinogenesis imperfecta dan
maloklusi gigi.
16
berjalan sendiri. Remaja dengan osteogenesis imperfecta membutuhkan
dukungan psikis dari keluarga.
Manajemen ortopedi osteogenesis imperfecta bertujuan untuk
mengendalikan fraktur dan mengkoreksi deformitas menuju fungsi normal.
Fraktur harus segera diimobilisasi dengan bidai. Fraktur osteogenesis
imperfecta dapat sembuh dengan baik. Mengkoreksi deformitas tulang
panjang membutuhkan prosedur osteotomi.
3. Medikamentosa
Pengobatan dengan suplemen kalsium, fluor, atau kalsitonin tidak
akan memperbaiki osteogenesis imperfecta. Hormon pertumbuhan
memperbaiki histologi tulang pada anak yang responsif, biasanya tipe I dan
IV. Pengobatan dengan bifosfonat (pamidronat intravena atau olpadronat
oral) memiliki beberapa keuntungan. Bifosfonat menurunkan resorpsi oleh
osteoklas. Bifosfonat lebih menguntungkan bagi untuk vertebra (tulang
trabekular) dibandingkan tulang kortikal. Pengobatan selama 1-2 tahun
menghasilkan peningkatan L1-4 DEXA dan memperbaiki kompresi vertebra
dengan mencegah atau memperlambat skoliosis pada osteogenesis
imperfecta. Risiko fraktur pada tulang panjang menurun.
Akan tetapi, matriks tulang panjang akan melemah dengan
pemanjangan waktu pengobatan dan nonunion pascaosteostomi meningkat.
Selain itu, tidak ada efek bifosfonat terhadap nilai mobilitas, kekuatan otot,
dan nyeri tulang. Efek samping pengobatan lainnya termasuk remodelling
tulang panjang abnormal, osteonekrosis rahang, dan kerusakan tulang mirip
osteopetrosis. Pembatasan pengobatan selama 2-3 tahun pada pertengahan
masa anak-anak memungkinkan maksimalisasi keuntungan dan mengurangi
kerusakan material tulang kortikal. Keuntungan muncul beberapa tahun
setelah interval pengobatan.
17
BAB III
PEMBAHASAN
18
Gambar 13. Radiografi radiusulnaris posteroanterior perempuan, 17 tahun,
dengan osteogenesis imperfecta tipe I menunjukkan osteoporosis, deformitas
membungkuk dengan overtubulasi dari jari-jari, fraktur ulnaris yang sembuh,
dan pembentukan kalus di atas humerus distal. Pertumbuhan garis pemulihan
tampak pada radius distal. (Sumber: Kirpalani A, 2012.)
19
Bentuk yang lebih parah dari osteogenesis imperfecta, seperti tipe
II dan III, osteoporotik pada tulang panjang dengan fraktur multipel.3 Fraktur
yang terjadi dapat berupa fraktur transversal, obliq, spiral, torus, dan
greenstick. Fraktur pada umumnya terjadi pada tahun pertama kehidupan. 9
Dada mungkin kecil. Beberapa fraktur tulang rusuk sering ditemukan,
menyebabkan tulang rusuk menjadi cacat. Selain itu, kelainan tulang
belakang ditemukan pada semua tipe osteogenesisimperfecta termasuk
skoliosis.6
Bentuk-bentuk ini sering dipersulit oleh pembentukan kalus
hiperplastik. Kalus yang paling sering ditemukan di sekitar tulang femoralis
dan sering besar, muncul sebagai massa padat, tidak teratur, timbul dari
korteks tulang. Kalus ini dikaitkan dengan penebalan periosteum dan
kehadirannya menyebabkan pertimbangan diferensial diagnostik lainnya,
termasuk osteosarkoma, miositis ossifikans, osteomielitis kronis, dan
osteokondroma.6
20
Gambar 16. Penyembuhan fraktur humerus diafisis kiri dengan
pembentukan kalus pada pasien dengan osteogenesis imperfecta. (Sumber:
Kirpalani A, 2012.)
21
Gambar 17. Fraktur metafisis pada perempuan, empat tahun, dengan
osteogenesis imperfecta. (Sumber: Paterson CR, 2003.)
22
Gambar 18. Radiografi kranial lateral pada pasien wanita muda dengan tipe
III osteogenesis imperfecta menunjukkan beberapa tulang Wormian.
(Sumber: Kirpalani A, 2012.)
23
(a) (b)
Gambar 20. Radiografi kruris anteroposterior laki-laki dengan
osteogenesis imperfecta tipe IA pada usia:
A. 3 tahun saat pertama kali mengalami fraktur tibialis, dan
B. 6 tahun saat keempat kali mengalami fraktur tibialis.
(Sumber: Paterson CR, 2003.)
24
Gambar 21. Bayi baru lahir dengan osteogenesis imperfecta. Tampak
gambaran fraktur multipel dan deformitas pada seluruh tulang. (Sumber:
Rogers LF, Auringer ST, 1998.)
25
Gambar 22. Radiografi vertebra posteroanterior pada pasien osteogenesis
imperfecta tipe III yang berat. Tampak skoliosis berbentuk S. (Sumber:
Sumber: Kirpalani A, 2012.)
26
Gambar 24. Radiografi osteogenesis imperfecta tipe III anak usia 6 tahun.
A. Tulang tibialis dan fibularis kanan dan kiri tampak osteoporotik dengan
metaphyseal flaring, popcorn appearance pada plat pertumbuhan, dan
placement intramedullary rod.
B. Tulang-tulang vertebra terkompresi dan tampak osteoporotik.
(Sumber: Marini JC, 2007. Dalam Kliegman RM et al, ed., 2007.)
d. Osteogenesisimperfecta tipe IV
Gambaran radiografi dari osteogenesis imperfecta tipe IV mirip
dengan gambaran umum osteogenesis imperfecta. Gambaran khas yang
diasosiasikan dengan tipe IV adalah invaginasi basiler dengan atau tanpa
kompresi batang otak. Hal ini mungkin terdeteksi pada radiografi polos
tengkorak atau tulang vertebra servikalis.
27
tubular. Jumlah pertumbuhan tulang dari pemberian dosis pamidronat dapat
diukur dengan jarak antara garis pertumbuhan.5,6
Gambar 25. Radiografi cruris pada pasien dengan osteogenesis imperfecta tipe I
menunjukkan bukti osteoporosis parah, overtubulasi tibia dan fibula, dan
patahan penyembuhan diafisis transversal tibia. Terdapat beberapa garis
pemulihan pertumbuhan metafisis artikulasio genu dengan pengobatan
pamidronat. (Sumber: Suresh SS, Thomas JK, 2010.)
28
G
ambar 26. Radiografi pelvis posteroanterior perempuan, 9 tahun, dengan
osteogenesis imperfecta tipe III dan penyembuhan fraktur femoralis bilateral.
Beberapa pertumbuhan pemulihan garis yang hadir di kepala femoralis bilateral
setelah pengobatan bifosfonat. (Sumber: Kirpalani A, 2012.)
29
Gambar 28. Fraktur kompresi vertebra torakal.
(Sumber: Rogers LF, Auringer ST, 1998.)
Gambar 29. Radiografi tibia lateral pada pasien dengan sarcoma Paget.
(Sumber: Marini JC, 2007.)
c. Riketsia
Pada riketsia, deformnitas ditemukan, tetapi kejadian fraktur tidak sebanyak
osteogenesis imperfecta. Selain itu, penyebab riketsia yaitu kurangnya
30
asupan mineral dari luar tubuh, bukan penyakit yang diturunkan secara
autosom seperti osteogenesis imperfecta.1
31
Gambar 31. Ultrasonografi pada kehamilan 16 minggu menunjukkan kesan
edema nuchal. (Sumber: Eroglu D, 2005.)
Celah kecil gelap di bawah kulit belakang leher pada janin disebut
dengan nuchal translucency (NT) pada kehamilan 10-14 minggu atau nuchal
fold (NF) pada kehamilan 15-22 minggu. Peningkatan NF dihubungkan dengan
abnormalitas kongenital muskuloskeletal. Diagnosis osteogenesis imperfecta
apabila ditemukan penebalan NF (edema nuchal),10 serta tampak gambaran
angulasi tulang kortikal, pendeknya tulang kortikal dari ukuran normal, atau
fraktur multipel costa.6
32
Modalitas ini digunakan untuk menilai invaginasi basiler yang terjadi
sebagai komplikasi dari osteogenesis imperfect tipe IV. Garis McGregor,
garis lurus yang menghubungkan permukaan atas tepi posterior palatum
durum ke titik kaudal kurva oksipital, dapat digunakan untuk menilai
komplikasi ini. Proyeksi ujung prosesus odontoid di atas garis McGregor
menunjukkan adanya invaginasi basiler.
33
Gambar 34. MRI servikal potongan sagital wanita pada gambar 33. Gambar
ini menunjukkan stenosis ringan pada foramen magnum yang disebabkan
oleh invaginasi basilar (garis merah menunjukkan lebar efektif foramen
magnum). (Sumber: Kirpalani A, 2012).
Gambar 35. Invaginasi basiler pada MRI potongan sagital pada anak
dengan osteogenesis imperfecta tipe III tanpa gejala. Terdapat invaginasi
odontoid di atas garis Camberlain yang menyebabkan penekanan dan
34
perputaran pada pontomedullary junction (tanda panah). (Sumber: Kirpalani
A, 2012).
35
energi yang berbeda guna mengatasi tulang dan jaringan yang cukup tebal,
sehingga dapat dipakai untuk evaluasi bagian-bagian tubuh dan tulang yang
kompleks seperti leher tulang femur dan tulang vertebra. Sumber energi
yang paling sering digunakan adalah Gd153 yang mempunyai dua tingkat
energi, 44 keV dan 100 keV. Dosis yang diabsorpsi sekitar 15 mrad (150
Gy), waktu paruhnya 240 hari, dan dapat digunakan selama 13-15 bulan.
Tingkat akurasi metode ini sekitar 94-98 % atau koefisien akurasi sebesar 5-
10 % dan koefisien presisi sebesar 2-4 %.11
Dual energy X-ray absorptiometry (DXA) merupakan metode yang
peling sering dipakai dalam menilai densitas massa tulang karena
mempunyai tingkat akurasi dan presisi yang tinggi. prinsip kerjanya sangat
mirip DPA, tetapi sumber energinya berasal dari sinar-X yang dihasilkan dari
tabung sinar-X. DXA dapat menghasilkan dua tingkat energi antar 70 kVp
dan 140 kVp dalam dua sistem yang dapat berganti secara cepat satu sama
lain dengan menggunakan filter (K-edge filter) pada energi sinar-X yang
konstan. Energi efektif yang dihasilkan sebesar 45 keV dan 100 keV. Nilai
koefisien akurasi sebesar 4-10 % dan koefisien presisi sebesar 1-3 %. Nilai
koefisien presisi tulang vertebra 0,26-2,6 %, sedangkan untuk femur 0,7-2,1
%. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesalahan dalam perhitungan yaitu
faktor tulang (osteofit, kompresi vertebra, kalsifikasi aorta, dll.) dan faktor
nontulang (barium intraluminal, prosthesa, obat-obatan yang mengandung
kalsium, pergerakan pasien, dll.).11
36
Gambar 36. Scanner dengan energy X-ray absorptiometry.
(Sumber: Setiyohadi S, 2007.)
37
Gambar 37. Densitometri leher femur. (Sumber: Setiyohadi S, 2007.)
38
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Osteogenesis imperfecta merupakan kelainan kongenital umum pada
pembentukan jaringan kolagen yang berfungsi sebagai jaringan ikat tubuh serta
pada umumnya diturunkan secara autosomal dominan. Kelainan ini disebut juga
brittle bone disease, ditandai dengan kerapuhan massa tulang serta
kecenderungan mengalami fraktur multipel akibat trauma ringan. Insiden
osteogenesis imperfecta terdeteksi sekitar 1 : 20.000 kelahiran hidup serta tidak
berhubungan dengan jenis kelamin maupun ras tertentu.
Secara biomolekuler, osteogenesis imperfecta terjadi karena mutasi
dominan gen COL11 (collagen 1 alpha 1) dan COL12 (collagen 1 alpha 2)
yang mengkode sintesis kolagen tipe I serta yang lebih jarang terjadi melalui
mutasi resesif gen LEPRE1 (leucine proline-enrich proteoglican 1) yang
mengkode enzim pembentuk kolagen, prolil-3-hidroksilase, atau gen pengkode
protein terasosiasi kolagen, CRTAP (cartilago associated protein). Mutasi
39
genetik yang terjadi tidak hanya bermanifestasi sebagai kerapuhan tulang, tetapi
juga berupa penipisan kulit, deviasi struktur tulang, hipermobilitas sendi,
kehilangan pendengaran, kerapuhan gigi, dan sklera biru. Osteogenesis
imperfecta dengan spektrum kelainan yang luas tersebut diklasifikasikan
menjadi tipe I s.d. tipe VII berdasarkan manifestasi klinis dan histologis yang
ditemukan serta mekanisme pewarisan mutasi genetik, secara autosomal
dominan atau autosomal resesif.
Pemeriksaan penunjang yang berperan penting dalam menegakkan
diagnosis osteogenesis imperfecta di antaranya pemeriksaan radiologi.
Pemeriksaan foto Rntgen dapat menilai fraktur tulang kortikal, kompresi
vertebra, dan kelainan osifikasi tulang pada osteogenesis imperfecta. Hasil
radiografi ini selanjutnya dikorelasikan dengan keadaan klinis untuk
menentukan tipe dan tingkat keparahan osteogenesis imperfecta. Pemeriksaan
foto Rntgen juga dapat menilai penyembuhan fraktur pascaterapi
medikamentosa. Ultrasonografi dapat mendeteksi osteogenesis imperfecta berat
pada masa intrauterine. Sementara itu, pemeriksaan radiologi lain seperti
computed tomography (CT scan), magnetic resonance imaging (MRI), dan bone
mass densitometry (BMD) juga berperan dalam mendiagnosis osteogenesis
imperfecta.
Oleh karena tidak ada pengobatan untuk osteogenesis imperfecta,
penatalaksanaan difokuskan untuk meminimalisasi fraktur, operasi bedah untuk
mengkorekasi deformitas, menurunkan kerapuhan tulang dengan meningkatkan
densitas massa tulang, dan fungsi independen. Langkah-langkah
penatalaksanaan osteogenesis imperfecta antara lain modifikasi perilaku dan
gaya hidup, manajemen ortopedi, dan medikamentosa. Prognosis bergantung
dengan keparahan tipe osteogenesis imperfecta.
40
DAFTAR PUSTAKA
1. Marini JC, 2007. Osteogenesis Imperfecta. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE,
Jenson HB, Stanton BF, ed., Nelson Textbook of Pediatrics, 18th edition.
Philadelphia: Saunders Elsevier Publisher; 2007, chapter 699.
2. Glorieux F, 2007. Guide to Osteogenesis Imperfecta: For Pedriaticians and Family
Practice Physicians. USA: Departement of Health and Human Service;
2007, 1-24.
3. Rogers LF, Auringer ST, 1998. The Congenital Malformation Syndromes:
Osteochondrodysplasias, Dysostoses, and Chromosomal Disorders. Dalam:
Juhl JH, Crummy AB, Kuhlman JE, ed., Paul and Juhls Essentials of
Radiologic Imaging, seventh edition. Philadelphia: Lippincott Raven
Publisher; 2007, 293-328.
4. Murray RK, Keeley FW, 2000. Matriks Ekstrasel. Dalam: Murray RK, Granner DK,
Mayes PA, Rodwell VW, ed., Biokimia Harper, edisi ke-25, cetakan pertama,
terj. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2003, 662-680.
41
5. Suresh SS, Thomas JK, 2010. Metaphyseal Bands in Osteogenesis Imperfecta.
Indian J. Radiol. Imaging. 2010; 20: 42-44.
6. Kirpalani A, 2012. Imaging in Osteogenesis Imperfecta. Diunduh dari
http://www.emedicine.medscape.com/article411919-overview.html pada 26
Januari 2012
7. Anderson PD, 1998. Anatomi dan Fisiologi Tubuh Manusia, edisi kedua, cetakan
keempat, terj. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2010, 37-44.
9. Peterson CR, 2003. Radiological Features of The Brittle Bone Disease. Journal of
Dagnostic Radiography and Imaging. 2003; 5, 39-45.
42