Laporan Kasus Demam Berdarah
Laporan Kasus Demam Berdarah
PENDAHULUAN
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue yang
termasuk dalam genus flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flaviviridae merupakan virus dengan
diameter 30mm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4 x 106.
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara. Pasifik Barat dan
Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air.
DBD di wilayah Indonesia antara 6 sampai 15 per 100.000 penduduk (1989 hingga 1995) dan
pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun
1998, sedangkan angka mortalitasnya menurun mencapai 2% pada 1999.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
2.2. Epidemiologi
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah asia tenggara, pasifik barat dan karibia.
Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air. Insiden
DBD di indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989 hingga 1995), dan pernah
meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998,
sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2 % pada tahun 1999.
Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes (terutama
Aedes aegypti dan Aedes albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan
sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana
yang berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan tempat penampungan air lainnya).
Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi virus dengue yaitu:
2.3. Etiologi
2
Demam dengue dan DHF disebabkan oleh salah satu dari 4 serotipe virus yang
berbeda antigen.Virus ini adalah kelompok Flavivirus dan serotipenya adalah :
DEN-1
DEN-2
DEN-3
DEN-4.
Infeksi oleh salah satu jenis serotipe ini akan memberikan kekebalan seumur hidup
tetapi tidak menimbulkan kekebalan terhadap serotipe yang lain. Sehingga seseorang yang
hidup di daerah endemis DHF dapat mengalami infeksi sebanyak 4 kali seumur
hidupnya.Dengue adalah penyakit daerah tropis dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti.
2.4. Patofisiologi
Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih diperdebatkan.
Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis
berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom renjatan dengue.
3
Hipotesis secondary heterologous infection
Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterologous infection yang
menyatakan bahwa DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang virus dengue dengan tipe
berbeda. Re-infeksi menyebabkan reaksi anamnestik antibodi sehingga mengakibatkan
konsentrasi kompleks imun yang tinggi.
Kurane dan ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat halstead dan peneliti lain,
menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang me-fagositosis
kompleks virus-antibody non netralisasi sehingga virus bereplikasi di makrofag. Terjadinya
infeksi makrofag oleh virus dengue menyebabkan aktivasi T helper dan T sitotoksik sehingga
di produksi limfokin dan interferon gamma. Interferon gamma akan mengaktivasi monosit
sehingga disekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF-a, IL-1, PAF (platelet activating
factor), IL-6 dan histamin yang mengakibatkan terjadinya disfungsi sel endothel dan terjadi
kebocoran plasma.
Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi kompleks virus-antibodi yang juga
mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma.
4
stimulasi trombopoiesis sebagai mekanisme kompensasi terhadap keadaan trombositopenia.
Destruksi trombosit terjadi melalui pengikatan fragmen C3g, terdapatnya antibodi VD,
konsumsi trombosit selama proses koagulopati dan sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi
trombosit terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan ADP, peningkatan kadar b-
tromboglobulin dan PF4 merupakan pertanda degranulasi trombosit.
Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endothel yang menyebabkan
disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya koagulopati konsumtif pada
demam berdarah dengue stadium III dan IV. Aktivasi koagulasi pada demam berdarah dengue
terjadi melalui aktivasi jalur ekstrinsik (tissue factor pathway). Jalur intrinsik juga berperan
melalui aktivasi faktor XIa namun tidak melalui aktivasi kontak (kalikrein C1-inhibitor
complex).
1. Demam dengue
Periode inkubasi adalah 1-7 hari. Manifestasi klinis bervariasi dan dipengaruhi usia
pasien. Pada bayi dan anak anak, dikarakteristikkan sebagai demam selama 1-5 hari,
peradangan faring, rinitis dan batuk ringan. Pada remaja dan dewasa mengalami
demam secara mendadak, dengan suhu meningkat cepat hingga 39,4-41,1 oC,
biasanya disertai nyeri frontal atau retro-orbital khususnya ketika mata di tekan.
Kadang kadang nyeri punggung hebat mendahului demam. Ruam transien dapat
terlihat selama 24-48 jam pertama demam. Denyut nadi dapat relatif melambat sesuai
derajat demam. Mialgia dan artalgia segera terjadi setelah demam.
Pada hari kedua sampai hari ke enam demam, mual muntah terjadi dan limfadenopati
generalisata, hiperestesia atau hiperalgesia kutan, gangguan pengecapan, dan
anoreksia dapat berkembang. Sekitar 1-2 hari kemudian, ruam mukopapular terlihat,
terutama di telapak kaki dan telapak tangan, kemudian menghilang selama 1-5 hari.
Kemudian ruam kedua terlihat, suhu tubuh yang sebelumnya sudah menurun ke
normal, meningkat dan mendemonstrasikan karakteristik pola suhu bifasik.
Demam dengue dan demam berdarah dengue pada awal perjalanan penyakit sulit
dibedakan. Fase pertama yang relatif lebih ringan berupa demam, malaise, mual
5
muntah, sakit kepala, anoreksia, dan batuk berlanjut selama 2-5 hari diikuti oleh
deteriorasi dan pemburukan klinis. Pada fase kedua, pasien umumnya pilek,
ekstermitas basah oleh keringat, badan hangat, wajah kemerah merahan, diaforesis,
kelelahan, iritabilitas dan nyeri epigastrik.
Sering dijumpai petekie menyebar di kening dan ekstermitas, ekimosis spontan dan
memar serta perdarahan dapat dengan mudah terjadi di lokasi pungsi vena. Ruam
makular atau mukopapular dapat dengan mudah terjadi di lokasi pungsi vena. Ruam
makular atau makulopapular dapat terlihat. Respirasi cepat dan melelahkan, denyut
nadi lemah dan cepat, suara jantung melemah. Hati dapat membesar 4-6 dan biasanya
keras dan sulit digerakkan.
Sekitar 20-30% kasus demam berdarah dengue akan timbul syok (sindrom syok
dengue). Kurang dari 10% pasien mengalami ekimosis hebat atau perdarahan
gastrointestinal, biasanya sesudah periode syok yang tidak diobati. Setelah krisis 24-
36 jam, pemulihan terjadi dengan cepat pada anak yang diobati. Temperatur dapat
kembali normal sebalum atau selama syok. Bradikardia dan ekstrasistol ventrikular
umumnya terjadi saat fase pemulihan.
6
1. Laboratorium
a) Leukosit
Dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis relatif (> 45%
dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (LPB) > 15% dari jumlah total
leukosit yang pada fase syok akan meningkat.
b) Trombosit
Umumnya terdapat trombositopenia < 100.000 pada hari ke-3 sampai hari ke-8
c) Hematokrit
d) Hemostasis
Dilakukan pemeriksaan PT, APTT, fibrinogen, D-dimer, atau FDP pada keadaan yang
dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.
e) Protein/albumin
g) Elektrolit
i) Imunoserologi
IgM : terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang
setelah 60-90 hari.
7
IgG : pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi sekunder
IgG mulai terdeteksi pada hari ke-2.
2. Pemeriksaan Radiologis
Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan tetapi apabila
terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks.
Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi dekubitus kanan. Asites dan
efusi pleura dapat pula di deteksi dengan pemeriksaan USG.
2.6. Diagnosis
Belum ada panduan yang dapat diterima untuk mengenal awal infeksi virus dengue
(WHO scientific working group, 2006). Perbedaan utama antara demam dengue dan DBD
adalah pada DBD ditemukannya adanya kebocoran plasma.
1. Demam dengue
Ditegakkan bila terdapat dua atau lebih manifestasi klinis (nyeri kepala, nyeri
retroorbital, mialgia/artralgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan, leukopenia) di
tambah pemeriksaan serologis dengue positif atau ditemukan pasien demam dengue/
demam berdarah dengue yang telah dikonfirmasi pada waktu dan lokasi yang sama.
Berdasarkan kriteria WHO 1999 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal di bawah
ini terpenuhi.
a) Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik
8
b) Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :
d) Terdapat minimal satu dari tanda tanda kebocoran plasma sebagai berikut :
Seluruh kriteria DBD disertai dengan kegagalan sirkulasi dengan manifestasi nadi yang cepat
dan lemah, tekanan darah turun (< 20 mmHg), hipotensi dibandingkan standard sesuai umur,
kulit dingin dan lembab serta gelisah.
DBD I Gejala diatas ditambah uji bendung positif Trombositopenia < 100.000
9
Ht meningkat >20%
DBD III Gejala diatas ditambah kegagalan sirkulasi Trombositopenia < 100.000
(kulit dingin dan lembab serta gelisah)
Ht meningkat > 20%
DBD IV Syok berat disertai dengan tekanan darah dan Trombositopenia < 100.000
nadi tidak terukur.
Bukti ada kebocoran plasma
2.8. Penatalaksanaan
Tidak ada terapi yang spesifik untuk demam dengue, prinsip utama adalah terapi
suportif. Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat diturunkan hingga
kurang dari 1%. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan yang paling
penting dalam penanganan kasusDBD. Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama
cairan oral. Jika asupan cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan
suplemen cairan melaui intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi bermakna.
Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) bersama dengan divisi
penyakit tropik dan infeksi dan Divisi Hematologi dan Onkologi Medik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia telah menyusun protokol penatalaksanaan DBD pada pasien dewasa
dengan kriteria :
Penatalaksanaan yang tepat dengan rancangan dan tindakan yang dibuat sesuai atas
indikasi
10
Mempertimbangkan cost effectiveness.
Hb, Ht meningkat dan trombosit normal atau turun juga dianjurkan untuk
dirawat.
Observasi dan pemberian cairan suspek DBD dewasa tanpa renjatan di UGD
11
2. Protokol 2 : Penanganan cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat
Pasien yang tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masif dan tanpa syok maka
di ruang rawat diberikan cairan infus kristaloid dengan jumlah seperti rumus berikut :
1500 + ( 20 x ( BB dalam kg 20 ) )
Bila Hb, Ht meningkat 10 20% dan trombosit < 100.000 jumlah pemberian
cairan tetap seperti rumus diatas tetapi pemantauan Hb, Ht dan trombosit dilakukan
tiap 12 jam.
Bila Hb, Ht meningkat > 20% dan trombosit < 100.000 maka pemberian
cairan sesuai dengan protokol penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht > 20%.
12
3. Protokol 3 : Penatalaksanaan DBD dengan hematokrit > 20%
Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 6-7 ml/kgBB/jam tadi keadaan
tetap tidak membaik, yang ditandai dengan hematokrit dan nadi meningkat, tekanan
nadi menurun < 20 mmHg, produksi urin menurun, maka kita harus menaikkan
jumlah cairan infus menjadi 10 ml/kgBB/jam. 2 jam kemudian dilakukan pemantauan
kembali dan bila keadaan menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan dikurangi
menjadi 5 ml/kgBB/jam tetapi bila keadaan tidak menunjukkan perbaikan maka
13
jumlah cairan infus dinaikkan menjadi 15ml/kgBB/jam dan bila dalam
perkembangannya kondisi menjadi memburuk dan didapatkan tanda tanda syok maka
pasien ditangani sesuai dengan protokol tatalaksana sindrom syok dengue pada
dewasa. Bila syok telah teratasi maka pemberian cairan dimulai lagi seperti terapi
pemberian cairan awal.
Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD dewasa adalah : perdarahan
hidung/epistaksis yang tidak terkendali walaupun telah diberikan tampon hidung,
perdarahan saluran cerna (hematemesis dan melena atau hematoskesia), perdarahan
saluran kencing (hematuria), perdarahan otak atau perdarahan tersembunyi dengan
jumlah perdarahan sebanyak 4-5 ml/kgBB/jam. Pada keadaan seperti ini jumlah dan
kecepatan pemberian cairan tetap seperti keadaan DBD tanpa syok lainnya.
Pemeriksaan tekanan darah, nadi, pernafasan dan jumlah urin dilakukan sesering
mungkin dengan kewaspadaan Hb, Ht, dan trombosis serta hemostase harus segera
dilakukan dan pemeriksaan Hb, Ht dan trombosit sebaiknya diulang tiap 4-6 jam.
14
Penatalaksanaan perdarahan pada DBD dewasa
Bila kita berhadapan dengan sindrom syok dengue maka hal pertama yang harus
diingat adalah bahwa renjatan harus segera diatasi dan oleh karena itu penggantian
cairan intravaskular yang hilang harus segera dilakukan. Angka kematian sindrom
syok dengue sepuluh kali lipat dibandingkan dengan penderita DBD tanpa renjatan,
dan renjatan dapat terjadi karena keterlambatan penderita DBD mendapatkan
pertolongan dan pengobatan, penatalaksanaan yang tidak tepat termasuk kurangnya
kewaspadaan terhadap tanda tanda renjatan dini, dan penatalaksanaan renjatann yang
tidak adekuat.
Pada kasus SSD cairan kristaloid adalah pilihan utama yang diberikan sesuai
resusitasi cairan, penderita juga diberikan oksigen 2-4 liter per menit. Pemeriksaan
pemeriksaan yang harus dilakukan adalah pemeriksaan darah perifer lengkap (DPL),
hemostasis, analisis gas darah, kadar natrium, kalium dan klorida, serta ureum dan
kreatinin.
Pada fase awal, cairan kristaloid diguyur sebanyak 10-20 ml/kgBB dan dievaluasi
setelah 15-30 menit. Bila renjatan telah teratasi (ditandai dengan tekanan darah
15
sistolik 100mmHg dan tekanan nadi lebih dari 20 mmHg, frequensi nadi kurang dari
100 kali per menit dengan volume yang cukup, akral teraba hangat, dan kulit tidak
pucat serta diuresis 0,5 1 ml/kgBB/jam) jumlah cairan dikurangi menjadi 7
ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60-120 menit keadaan tetap stabil pemberian cairan
menjadi 5 ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60-120 menit kemudian keadaan tetap
stabil maka pemberian cairan menjadi 3 ml/kgBB/jam.
Bila 24-48 jam setelah renjatan teratasi dan tanda tanda vital dan hematokrit tetap
stabil serta diuresis cukup maka pemberian cairan perinfus harus dihentikan (karena
jika reabsorpsi cairan plasma yang mengalami ekstravasasi telah terjadi, ditandai
dengan turunnya hematokrit, cairan infus terus diberikan maka keadaan hipervolemia,
edema paru atau gagal jantung dapat terjadi).
Sebelum cairan koloid diberikan maka sebaiknya kita harus mengetahui sifat sidat
cairan tersebut. Pemberian koloid sendiri mula mula diberikan dengan tetesan cepat
10-20 ml/kgBB dan dievaluasi setelah 10-30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi
16
maka untuk memantau kecukupan cairan dilakukan pemasangan kateter vena sentral,
dan pemberian koloid dapat ditambah hingga jumlah maksimum 30 ml/kgBB
(maksimal 1 1,5 l / hari) dengan sasaran tekanan vena sentral 15- 18 cmH2O. Bila
keadaan tetap belum teratasi harus diperhatikan dan dilakukan koreksi terhadap
gangguan asam basa, elektrolit, hipoglikemia, anemia, KID, infeksi sekunder. Bila
tekanan vena sentral penderita sudah sesuai dengan target tetapi renjatan tetap belum
teratasi maka dapat diberikan obat inotropik/vasopresor.
17
Penatalaksanaan sindrom renjatan dengue
BAB III
18
LAPORAN KASUS
1. IDENTITAS PASIEN
Umur : 15 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
2) Keluhan Tambahan : Kepala pusing disertai Nyeri seluruh otot dan sendi
19
Pasien datang ke UGD RSUD aceh tamiang pada tanggal 17 juni 2013 dengan
keluhan demam sejak 1 minggu yang lalu disertai dengan bercak kemerahan di
seluruh tubuh, mual (+), muntah (+). Kisaran 6 hari yang lalu pasien mengaku
demam mulai timbul disertai dengan nyeri di seluruh sendi dan kepala pusing,
demam bersifat naik turun, menggigil tidak dijumpai, kejang tidak dijumpai,
pasien kemudian berobat ke mantri dan diberi obat minum dan obat suntik
yang pasien tidak mengetahui jenis obatnya. Kisaran 3 hari yang lalu pasien
mengaku demam turun namun pasien mengeluh timbul bercak kemerahan
berawal di bagian ekstermitas atas dan tidak gatal.
Kisaran 1 hari yang lalu bercak kemerahan mulai menyebar ke seluruh tubuh
dan pasien merasa lemas dan timbul gusi berdarah, mual dan muntah dijumpai
hanya saat makan saja. Isi muntah sesuai jenis makanan yang dimakan. Nyeri
sendi dijumpai, nyeri kepala dijumpai, BAK (+), BAB (+) normal.
6) Riwayat Pengobatan
20
Pasien mengaku pernah berobat ke mantri sebelumnya dan diberi obat
suntik serta obat minum yang pasien tidak mengetahui nama obatnya.
7) Riwayat Alergi
3. STATUS PRESENT
6) Suhu : 37,8 oC
4. PEMERIKSAAN FISIK
21
KEPALA
Mulut : Mukosa bibir hiperemis (+), sianosis (-), lidah tidak kotor,
gusi berdarah (+).
LEHER
THORAX
22
Palpasi : Vokal fremitus sama di kedua hemitoraks
JANTUNG
Perkusi :
Batas jantung atas sejajar garis horizontal setinggi ICS III garis parasternal
sinistra.
ABDOMEN
Palpasi : Supel, nyeri tekan (+) di regio kuadran kanan atas abdomen,
Hepar/Lien tidak teraba membesar.
23
Perkusi : timpani, shifting dullness (-)
EKSTERMITAS
Superior : Purpura (+/+), palmar eritema (+/+), akral dingin, sianosis (-/-),
ikterik (-/-)
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hematokrit : 45,6 %
Hematokrit : 40,9 %
Hematokrit : 34,8 %
Hematokrit : 38,5 %
25
Pemeriksaan Serologi (Tanggal 18 juni 2013, pukul 18.36 WIB)
IgG : Positif
IgM : Positif
Pemeriksaan Darah Rutin (Tanggal 18 juni 2013, pukul 19. 18 WIB)
Eritrosit : 4.170.000mm3
Hematokrit : 38,1 %
Pemeriksaan Darah Rutin (Tanggal 19 juni 2013, pukul 13.55 WIB)
Hematokrit : 37,3 %
Pemeriksaan Darah Rutin ( Tanggal 20 juni 2013, pukul 13.49 WIB)
Hematokrit : 35,5 %
6. DIAGNOSA BANDING
2) Morbili
4) Malaria
7. DIAGNOSA KERJA
8. PENATALAKSANAAN
1) Non Medikamentosa
Tirah baring
Konsumsi cairan yang banyak : Air Putih, jus buah, Air kelapa dll.
2) Medikamentosa
27
Norages 1 ampul/8 jam
9. PROGNOSA
Dubia ad Bonam
28
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Suhendro, Nainggolan,L, Chen,K, dan Pohan, H.T. 2006. Demam Berdarah Dengue.
Dalam: Sudoyo, A.W. Setiyohadi, B, alwi,I, Simadibrata,M dan Setiati, S,eds. Buku
30
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI,
1709-1713.
2. Sudarmono,dkk.2010. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Edisi Kedua. Jakarta :
Badan Penerbit IDAI.
3. World Health Organization 1999. Guidelines for Treatment of Dengue Fever/ Dengue
Haemorrhagic Fever in Small Hospitals. Available from :
http://www.searo.who.int/LinkFiles/Dengue_Guideline-dengue.pdf
31