Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

Ny. Yusnidar, umur 52 tahun datang ke poliklinik Telinga Hidung Tenggorokan


Kepala Leher (THT-KL) RSUDZA dengan keluhan nyeri pada telinga dan rasa penuh
pada telinga dalam yang dirasakan sejak 3 bulan yang lalu. Keluhan dirasakan
awalnya pada telinga kanan dan lama kelamaan menyebar ke telinga kiri. Pasien juga
mengeluhkan adanya sekret seperti nanah yang berbau dan keluar dari liang telinga.
Riwayat demam dialami pada episode awal nyeri telinga sekitar 2 bulan yang lalu dan
pasien mengaku belum pernah mengkonsumsi obat sebelumnya. Dokter
menganjurkan untuk dilakukan pemeriksaan X-Ray mastoid konvensional dengan
proyeksi Schuller.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Anatomi dan Fisiologi Telinga

Anatomi dan fisiologi telinga adalah :


1. Telinga Bagian Luar ( Auris Eksterna)
a. Aurikula (Daun Telinga)
Aurikula berfungsi untuk menampung gelombang suara yang datang dari
luar masuk ke dalam telinga.
b.Meatus Akustikus Eksterna
Saluran penghubung aurikula dengan membrane timpani, panjangnya
2,5 cm terdiri dari tulang rawan dan tulang keras. Saluran ini mengandung
rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat khususnya menghasilkan sekret-
sekret berbentuk serum.
c. Membrane Timpany
Antara telinga luar dan telinga tengah terdapat selaput gendang telinga
yang disebut membrane timpany.

2. Telinga Bagian Tengah (Auris Media)


a. Cavum Timpany
Rongga di dalam tulang temporalis terdapat tiga buah tulang pendengaran
yang terdiri dari malleus, inkus, dan stapes yang melekat pada bagian dalam
membrane timpany dan bagian dasar tulang stapes membuka pada fenestra
ovalise.
b. Antrum Timpany
Merupakan rongga tidak teratur yang agak luas terletak di bagian bawah
samping dari cavum timpani. Antrum timpany dilapisi oleh mukosa merupakan
lanjutan dari lapisan mukosa cavum timpany, rongga ini berhubungan dengan
beberapa rongga kecil yang disebut sellula mastoid yang terdapat di belakang
bawah antrum di dalam tulang temporalis. Dan adanya hubungan ini dapat
mengakibatkan menjalarnya proses radang.
c. Tuba Auditiva Eustaki
Saluran tulang rawan yang panjangnya 3,7 cm berjalan miring ke
bawah agak ke depan, dilapisi oleh lapisan mukosa.

3. Telinga Bagian Dalam ( Auris Interna)


Serangkaian saluran bawah dikelilingi oleh cairan dinamakan perilimfe.
a. Vestibulum
Bagian tengah labirintus osseous pada vestibulum ini membuka fenestra
ovale dan venestra rotundum dan pada bagian belakang atas menerima muara c
analis semisirkularis.
b. Cochlea
Berbentuk seperti rumah siput, pada koklea ini ada tiga pintu yang
menghubungkan cochlea dengan vestibulum, c avum timpany dan dengan
canalis cochlearis.
c. Labirintus Membranosus
1). Utrichulus
Bentuknya seperti kantong lonjong dan agak gepeng terpaut pada
tempatnya oleh jaringan ikat, di sini terdapat saraf ( nervusakustikus) pada
bagian depan dan sampingnya ada daerah yang lonjong disebut makula
akustica utriculo.
2). Sachulus
3). Duktus Semi Sircularis
4). Duktus Cochlearis
Gambar Anatomi telinga

B. Gambaran Radiologi pada Pasien

Pasien di skenario menggunakan modalitas pencitraan X-Ray mastoid


konvensional dengan proyeksi Schullers atau dikenal juga dengan proyeksi Petrous
Bone. Proyeksi ini banyak digunakan karena dapat menilai adanya perselubungan sel
udara mastoid (air-cell mastoid), destruksi trabekulae atau erosi sinus plate.
Pencitraan pada mastoid normal akan memperlihatkan gambaran segitiga
seperti telinga wayang. Namun pada pasien tidak ditemukan gambaran telinga
wayang dan tampak adanya penurunan gambaran air-cell mastoid. Hal ini
menandakan bahwa proses infeksi sudah berlangsung lama. Pada mastoid kanan
terlihat adanya gambaran radioopak yang disebut sklerotik dan biasanya sering
ditemukan di sekitar kanalis auditorius (sklerotik periantrum). Sklerotik juga
menandakan proses infeksi yang kronis. Pada mastoid kiri, gambaran air-cell mastoid
tampak berkurang. Pada pasien tidak terdapat gambaran kolesteatom. Kolesteatom
adalah lemak yang mendestruksi tulang-tulang mastoid dan menandakan bahwa
infeksi sudah memasuki stadium maligna.
C. Modalitas Pencitraan

Teknik Radiologik pada pencitraan mastoid


1. Proyeksi Schuller
Proyeksi ini menggambarkan penampakan lateral dari mastoid dan
memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah lateral dan atas. Struktur
trabekulasi juga dapat tampak dengan lebih jelas. Foto ini berguna untuk
pembedahan karena memperlihatkan posisi sinus lateral dan tegmen. Proyeksi
foto dibuat dengan bidang sagital kepala terletak sejajar meja pemeriksaan dan
berkas sinar X ditujukan dengan sudut 30 cephalo-caudal.
2. Proyeksi Mayer atau Owen
Proyeksi ini diambil dari arah anterior telinga tengah. Akan tampak
gambaran tulang-tulang pendengaran dan atik sehingga dapat diketahui apakah
kerusakan tulang telah mengenai struktur-struktur. Proyeksi dibuat dengan kepala
terletak sejajar meja pemeriksaan atau film lalu wajah diputar 30 menjauhi film
dan berkas sinar X ditujukan dengan sudut 30-40 cephalo-caudal. Umumnya
posisi Owen dibuat untuk memperlihatkan kanalis auditorius eksternus,
epitimpanikum, bagian-bagian tulang pendengaran dan sel udara mastoid.
3. Proyeksi Stenver
Proyeksi ini memperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosus dan yang
lebih jelas memperlihatkan kanalis auditorius interna, vestibulum dan kanalis
semisirkularis. Proyeksi ini menempatkan antrum dalam potongan melintang
sehingga dapat menunjukan adanya pembesaran.
4. Proyeksi Chause III
Proyeksi ini merupakan penampakan frontal mastoid dan ruang telinga
tengah. Posisi ini memberikan gambaran atik secara longitudinal sehingga dapat
memperlihatkan kerusakan dini dinding lateral atik. Politomografi dan atau CT
scan dapat menggambarkan kerusakan tulang oleh karena kolesteatom.
Gambaran mastoid normal dengan proyeksi Schuller

Gambaran Otitis Media Supuratif Kronik


Biasanya otitis media kronik dan mastoiditis kronik disebabkan oleh infeksi
kronis atau infeksi akut dengan resolusi yang tidak sempurna. Pada masa pre-
antibiotik, infeksi hebat disertai penurunan daya tahan tubuh sering menyebabkan
destruksi pada telinga tengah dan hal ini sering menyebabkan destruksi pada telinga
tengah dan hal ini sering menyebabkan supurasi yang kronik.
Gambaran radiologik pada mastoiditis kronik terdiri atas perselubungan yang
tidak homogen pada daerah antrum mastoid dan sel udara mastoid (air-cell mastoid),
serta perubahan yang bervariasi pada struktur trabekulasi mastoid. Proses inflamasi
pada mastoid akan menyebabkan penebalan struktur trabekulasi diikuti dengan
mineralisasi trabekulae, pada saat ini yang tampak pada foto adalah perselubungan sel
udara mastoid dan jumlah sel udara yang berkurang serta struktur trabekulae yang
tersisa tampak menebal. Jika proses inflamasi terus berlangsung, maka akan terlihat
obliterasi sel udara mastoid dan biasanya mastoid akan terlihat sklerotik. Kadang
kadang lumen antrum mastoidikum dan sisa sel udara mastoid akan terisi jaringan
granulasi sehingga pada foto akan terlihat sebagai perselubungan.
Gambaran otitis media supuratif kronik dengan perselubungan

Kolesteatoma adalah sebuah kista epidermoid dimana secara histologis


mempunyai lapisan dalam yang terdiri atas epitel skuamosa dan lapisan luar terdiri
atas jaringan penunjang sub-epitelial dan menandakan terjadinya proses malignansi.
Kolesteatoma pada gambaran radiologik memperlihatkan struktur lusen. Pada
kolesteatoma yang menyebar ke arah mastoid akan menyebabkan destruksi struktur
trabekulae dan pembentukan kavitas besar yang berselubung dengan dinding yang
licin.

Gambaran kolesteatom pada otitis media supuratif kronik


Gambaran CT-Scan Otitis Media Supuratif Kronik

D. Otitis Media Supuratif Kronik


1. Definisi
Otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah infeksi kronis telinga tengah
dengan perforasi membran timpani dan sekret yang yang keluar dari telinga tengah
terus menerus atau hilang timbul.1 Sekret mungkin encer atau kental, bening atau
berupa nanah dan berlangsung lebih dari 2 bulan.2
Otitis media supuratif kronik

2. Klasifikasi
OMSK dibagi dapat dibagi menjadi 2 tipe, yaitu:
a. Tipe tubotimpani (tipe benigna/ tipe aman/ tipe mukosa)
Tipe ini ditandai dengan adanya perforasi sentral atau pars tensa dan
gejala klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Proses
peradangan pada OMSK posisi ini terbatas hanya pada mukosa saja,
biasanya tidak mengenai tulang, umumnya jarang menimbulkan komplikasi
yang berbahaya dan tidak terdapat kolesteatom. Beberapa faktor lain yang
mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba eustachius, infeksi saluran
nafas atas, kegagalan pertahanan mukosa terhadap infeksi pada penderita
dengan daya tahan tubuh yang rendah (immuno-compromised), campuran
bakteri aerob dan anaerob, luas dan derajat perubahan mukosa serta migrasi
sekunder dari epitel squamosa. Sekret mukoid berhubungan dengan
hiperplasi sel goblet, metaplasi dari mukosa telinga tengah.
OMSK tipe benigna berdasarkan aktivitas sekret yang keluar dikenal 2
jenis yaitu :
OMSK aktif ialah OMSK dengan sekret yang keluar dari kavum
timpani secara aktif
OMSK tenang apabila keadaan kavum timpani terlihat basah atau
kering.
b. Tipe Atikoantral (tipe malignan/ tipe bahaya)
Tipe ini ditandai dengan perforasi tipe marginal atau tipe atik, disertai
dengan kolesteatom dan sebagian besar komplikasi yang berbahaya dan
fatal timbul pada OMSK tipe ini. Kolesteatom adalah suatu kista epitelial
yang berisi deskuamasi epitel (keratin). Deskuamasi terbentuk terus lalu
menumpuk sehingga kolesteatom bertambah besar. Banyak teori mengenai
patogenesis terbentuknya kolesteatom diantaranya adalah teori invaginasi,
teori migrasi, teori metaplasi, dan teori implantasi. Kolesteatom merupakan
media yang baik untuk pertumbuhan kuman (infeksi), terutama Proteus dan
Pseudomonas aeruginosa. Infeksi akan memicu proses peradangan lokal dan
pelepasan mediator inflamasi yang dapat menstimulasi sel-sel keratinosit
matriks kolesteatom bersifat hiperproliferatif, destruksi, dan mampu
berangiogenesis. Massa kolesteatom ini dapat menekan dan mendesak
organ disekitarnya sehingga dapat terjadi destruksi tulang yang diperhebat
oleh pembentukan asam dari proses pembusukan bakteri. Proses nekrosis
tulang ini mempermudah timbulnya komplikasi seperti labirinitis,
meningitis dan abses otak.
Kolesteatom dapat diklasifikasikan atas dua jenis:
a. Kolesteatom kongenital.
Kriteria untuk mendiagnosa kolesteatom kongenital menurut
Derlaki dan Clemis adalah :
1. Berkembang dibelakang membran timpani yang masih utuh.
2. Tidak ada riwayat otitis media sebelumnya
3. Pada mulanya dari jaringan embrional dari epitel skuamous atau
dari epitel undiferential yang berubah menjadi epitel skuamous
selama perkembangan.
Kolesteatom kongenital lebih sering ditemukan pada telinga tengah
atau tulang temporal, umumnya pada apeks petrosa. Kolesteatom
ini dapat menyebabkan parese nervus fasialis, tuli saraf berat
unilateral, dan gangguan keseimbangan.
b. Kolesteatom akuisital atau didapat
Primary acquired cholesteatoma.
Kolesteatom yang terbentuk tanpa didahului oleh perforasi
membran timpani. Kolesteatom timbul akibat proses invaginasi
dari membran timpani pars flaksida akibat tekanan negatif pada
telinga tengah karena adanya gangguan tuba (teori invaginasi).
Kolesteatom yang terjadi pada daerah atik atau pars flasida.
Secondary acquired cholesteatoma.
Terbentuk setelah perforasi membran timpani. Kolesteatom
terjadi akibat masuknya epitel kulit dari liang telinga atau dari
pinggir perforasi membran timpani ke telinga tengah (teori
migrasi) atau terjadi akibat metaplasi mukosa kavum timpani
karena iritasi infeksi yang berkangsung lama (teori metaplasi).

3. Perjalanan Penyakit
Otitis media akut dengan perforasi membran timpani menjadi otitis media
supuratif kronis apabila prosesnya sudah lebih dari 2 bulan. Bila proses infeksi
kurang dari 2 bulan, disebut otitis media supuratif subakut.
Beberapa faktor yang menyebabkan OMA menjadi OMSK ialah terapi yang
terlambat diberikan, terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman tinggi, daya tahan
tubuh pasien rendah (gizi kurang) atau hygiene buruk.

4. Diagnosis
Diagnosis OMSK dibuat berdasarkan gejala klinik dan pemeriksaan THT
terutama pemeriksaan otoskopi. Pemeriksaan penala merupakan pemeriksaan
sederhana untuk mengetahui adanya gangguan pendengaran. Untuk mengetahui jenis
dan derajat gangguan pendengaran dapat dilakukan pemeriksaan audiometri nada
murni, audiometri tutur (Speech audiometry) dan pemeriksaan BERA (Brainstem
Evoked Response Audiometry) bagi pasien/ anak yang tidak kooperatif dengan
pemeriksaan audiometri nada murni.
Pemeriksaan penunjang lain berupa foto rontgen mastoid serta kultur dan uji
resistensi kuman dari sekret telinga.

5. Terapi OMSK
Terapi OMSK memerlukan waktu lama dan harus berulang ulang. Secret yang
keluar tidak cepat kering atau selalu kambuh lagi. Keadaan ini antara lain disebabkan
oleh satu atau beberapa keadaan, yaitu :
1. Adanya perforasi membrane timpani yang permanen, sehingga telinga tengah
berhubungan dengan dunia luar
2. Terdapat sumber infeksi di faring, nasofaring, hidung, dan sinus paranasal,
3. Sudah terbentuk jaringan patologik yang ireversibel dalam rongga mastoid
4. Gizi dan hygiene yang kurang.
Prinsip terapi OMSK tipe aman adalah konservatif atau dengan medikamentosa.
Bila secret yang keluar terus menerus, maka diberikan obat pencuci telinga, berupa
larutan H2O2 3% selama 3-5 hari. Setelah secret berkurang, maka terapi dilanjutkan
dengan memberikan obat tetes telinga yang mengandung antibiotika dan
kortikosteroid.
Bila sekret telah kering, tetapi perforasi masih ada setelah diobservasi selama 2
bulan, maka idealnya dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti. Operasi ini
bertujuan untuk menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membrane
timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran
yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.
Bila terdapat sumber infeksi yang menyebabkan secret tetap ada, atau
terjadinya infeksi berulang, maka sumber infeksi itu harus diobati terlebih dahulu,
mungkin juga perlu melakukan pembedahan misalnya adenoidektomi dan
tonsilektomi.
Prinsip terapi OMSK tipe bahaya adalah pembedahan yaitu mastoidektomi.
Jadi, bila terdapat OMSK tipe bahaya, maka terapi yang tepat adalah dengan
melakukan mastoidektomi dengan atau tanpa timpanoplasti.
DAFTAR PUSTAKA
1. Djaafar, Z.A, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher. Jakarta : FKUI
2. Ekayuda, I, dkk. 2005. Radiologi Diagnostik. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
3. Helmi. 2005. Otitis Media Supuratif Kronis Pengetahuan dasar, Terapi
Medik, Mastoidektomi, Timpanoplasti. Jakarta : FKUI
4. Nursiah, S. 2003. Pola Kuman Aerob Penyebab OMSK dan Kepekaan
terhadap Beberapa Antibiotika di Bagian THT FK USU/RSUP. H. Adam
Malik Medan. Medan: FK USU
5. Soepardi, E.A, dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Kesehatan : Telinga Hidung
Tenggorok Kepala dan Leher. Jakarta : FKUI
6. Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai