Anda di halaman 1dari 7

PROFIL PASIEN HEMOFILIA RAWAT JALAN

DI POLI HEMATOLOGI ONKOLOGI MEDIK RSU DR. SOETOMO SURABAYA


TAHUN 2004-2012

Tri Asih Imroati, Ratna Nur Hayati, Husni Thamrin, S. Ugroseno, Made Putra Sedana, Ami
Ashariati, Sugianto, Boediwarsono, Soebandiri

Divisi Hematologi-Onkologi Medik, Departemen Ilmu Penyakit Dalam


Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga - RSU Dr. Soetomo
SURABAYA

ABSTRAK
Latar Belakang hemofilia adalah penyakit perdarahan akibat kekurangan faktor pembekuan darah
yang diturunkan secara X-linked recessive. Penyakit ini bermanifestasi klinik pada laki-laki. Angka
kejadian hemofilia A sekitar 1:10.000 dan hemofilia sekitar 1:25.000-30.000 orang. Perdarahan
merupakan gejala dan tanda klinis yang khas, baik secara spontan maupun karena trauma.
Perdarahan bisa berupa hemartrosis, hematom, perdarahan mukosa mulut, perdarahan intrakranial,
epistaksis dan hematuria. Sering pula dijumpai perdarahan berkelanjutan pascaoperasi kecil
(sirkumsisi, ekstraksi gigi). Prinsip terapi terdiri dari replacement, adjunctive therapy dan profilaksis.
Tujuan untuk mengetahui profil pasien hemofilia di Poli Hematologi Onkologi Medik RSU Dr.
Soetomo Surabaya agar ke depan bermanfaat untuk menilai risiko perdarahan pada penderita
hemofilia dan mengetahui pentingnya pemberian profilaksis faktor pembekuan pada pasien ini.
Materi dari rekam medik pasien hemofilia yang rawat jalan di Poli Hematologi Onkologi Medik RSU
Dr. Soetomo Surabaya, total sampel 70 kasus.
Metode penelitian ini adalah deskriptif observasional, dikelompokkan berdasarkan jenis hemofilia,
jenis kelamin, usia saat didiagnosis dan mulai dirawat di poli Hematologi Onkologi Medik, sumber
dana pasien, manifestasi perdarahan, rutinitas pemberian profilaksis faktor pembekuan, kecukupan
dosis yang diberikan, dan riwayat tindakan operasi yang pernah dijalani.
Hasil dari total 70 kasus hemofilia didapatkan
Kesimpulan profil pasien hemofilia di Poli Hematologi Onkologi Medik RSU Dr. Soetomo Surabaya
adalah
Kata Kunci: Hemofilia A/B
LATAR BELAKANG
Hemofilia adalah penyakit perdarahan akibat kekurangan faktor pembekuan darah yang
diturunkan secara X-linked recessive. Penyakit ini bermanifestasi klinik pada laki-laki. Angka kejadian
hemofilia A sekitar 1:10.000 dan hemofilia sekitar 1:25.000-30.000 orang. Perdarahan merupakan
gejala dan tanda klinis yang khas, baik secara spontan maupun karena trauma. Perdarahan bisa
berupa hemartrosis, hematom, perdarahan mukosa mulut, perdarahan intrakranial, epistaksis dan
hematuria. Sering pula dijumpai perdarahan berkelanjutan pascaoperasi kecil misalnya sirkumsisi
dan ekstraksi gigi (Arruda et al, 2008; Rotty, 2007).
Prinsip terapi terdiri dari replacement, adjunctive therapy dan profilaksis. Terapi ini
bertujuan untuk mengganti defisiensi faktor VIII atau IX, mencegah episode perdarahan spontan dan
episode perdarahan berulang (Ashariati, 2009).

TUJUAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil pasien hemofilia yang menjalani rawat
jalan di Poli Hematologi Onkologi Medik RSU Dr. Soetomo Surabaya agar ke depan bermanfaat untuk
menilai risiko perdarahan pada penderita hemofilia dan mengetahui pentingnya pemberian
profilaksis faktor pembekuan pada pasien ini.

MATERI
Data didapatkan dari seluruh rekam medik pasien hemofilia yang dirawat di Poli
Hematologi Onkologi Medik RSU Dr. Soetomo Surabaya. Dari keseluruhan rekam medis yang ada
sejak Februari 2004-Januari 2012, didapatkan total sampel 70 kasus.

METODE
Penelitian ini adalah deskriptif observasional, dikelompokkan berdasarkan jenis hemofilia, jenis
kelamin, distribusi usia saat didiagnosis dan mulai dirawat di Poli Hematologi Onkologi Medik,
sumber dana pasien, manifestasi perdarahan, pemberian profilaksis faktor pembekuan, rutinitas
pemberian profilaksis faktor pembekuan, kecukupan dosis yang diberikan dan riwayat tindakan
operasi yang pernah dijalani.

HASIL
Dari total 70 kasus hemofilia yang dirawat, didapatkan pasien yang menderita hemofilia A
(%), dengan jenis kelamin laki-laki (%), dengan usia saat didiagnosis .... (Tabel 1).
Tabel 1. Karakteristik pasien hemofilia di Poli Hematologi Onkologi Medik RSU Dr. Soetomo
Variabel yang diteliti Jumlah Persentase
Jenis hemofilia:
- Hemofilia A
- Hemofilia B
Jenis kelamin:
- Laki-laki
- Perempuan
Usia saat diagnosa:
- <5 th
- 5-10 th
- >10-15 th
- >15-20 th
- >20 th
Sumber dana:
- JPS
- ASKES
- Umum
Pemberian FVIII profilaksis:
- Rutin tiap minggu
- Tak rutin
Tindakan operasi yang pernah
dijalani:
- Sirkumsisi
- Ekstraksi gigi
- Operasi lutut
- Tak ada data

Distribusi manifestasi perdarahan yang pernah dialami pasien dan terapi yang diberikan
bisa dilihat pada Tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2. Manifestasi perdarahan yang pernah dialami oleh penderita hemofili, sendi yang terkena,
dan terapi yang diberikan
Manifestasi Jumlah Sendi yang Jumlah Terapi yang Jumlah
perdarahan (persen) terkena (persen) diberikan (persen)
Hematom Genu FVIII
Hemarthrosis Ankle FVIII +
cryopresipitate
Perdarahan Hip
luka yang sulit
berhenti
Gusi berdarah Elbow
Hematuria Inguinal
Perdarahan Interdigitalis
otak
Glaukoma
sekunder
Compartemen
syndrome
Melena
Bloody
otorrhea

PEMBAHASAN
Hemofilia merupakan salah satu penyakit genetik/herediter tertua yang diketahui,
disebabkan adanya kelainan gen faktor VIII (hemofilia A) dan faktor IX (hemofilia B), yang
menyebabkan perdarahan menjadi sulit berhenti. Delapan puluh persen kasus dapat diidentifikasi
melalui riwayat penyakit keluarga dan yang terutama terkena adalah laki-laki, 20-30% tidak ada
hubungannya dengan genetik, tetapi diduga karena adanya mutasi spontan akibat lingkungan
endogen maupun eksogen (Rotty, 2007; Ashariati, 2008).
Angka kejadian hemofilia A sekitar 1:10.000 orang dan hemofilia B sekitar1:25.000-30.000
orang di dunia. Belum ada data mengenai angka kekerapan di Indonesia, namun diperkirakan sekitar
20.000 kasus dari 200 juta penduduk Indonesia saat ini. Kasus hemofilia A lebih sering dijumpai
dibandingkan dengan hemofilia B, mencapai 80-85%, tanpa memandang ras, geografi, dan keadaan
sosial ekonomi (Rotty, 2007; Arruda, 2008; Hoots et al, 2008).
Kadar faktor pembekuan normal sekitar 0,5-1,5 U/dl (50-150%); sedangkan pada hemofilia
berat <1%, sedang 1-5%, ringan 5-30%. Pada hemofilia berat dapat terjadi perdarahan spontan atau
akibat trauma ringan. Pada hemofilia sedang, perdarahan terjadi akibat trauma yang cukup kuat;
sedangkan pada hemofilia ringan jarang sekali terdeteksi kecuali pasien mengalami trauma cukup
berat seperti ekstraksi gigi, sirkumsisi, luka iris dan jatuh terbentur pada sendi, lutut, siku dan lain-
lain (Rotty, 2006; Hoots et al, 2008).
Secara historis hemofilia dapat didiagnosis bila waktu pembekuan memanjang disertai ada
riwayat dan pemeriksaan klinis yang mendukung. Activated partial thromboplastin time (APTT)
memanjang dan dipastikan dengan pemeriksaan thromboplastin generation time (TGT) dan assay
faktor VIII atau IX (Ashariati, 2009).
Prinsip umum terapi hemofilia yaitu mengganti defisiensi dari FVIII atau IX untuk
menghentikan perdarahan dan mencegah komplikasi, terdiri dari: replacement, adjunctive therapy,
suportif, dan profilaksis (Ashariati,2009).
1. Replacement therapy berdasar Guidelines for Bleeding Management tergantung dari berat luka
dan kadar FVIII sebelumnya atau derajat hemofilia, menggunakan FVIII konsentrat (beberapa
merk dagang: Koate, Recombinate, Kogenate FS, ReFacto, Advate, Xyntha), cryopresipitat, atau
fresh frozen plasma (Silvergleid, 2008; Pipe,2009). Bolus dose FVIII = 0,5 (actual-desired %) x kg
berat badan, sedang dengan infus kontinyu dengan membagi bolus dose tiap 12 jam. Dosis 20-
50 IU/kgBB FVIII bisa diberikan bila terjadi perdarahan berat, kepala dan leher, jaringan lunak,
perdarahan otot, perdarahan abdomen, perdarahan sendi yang lanjut. Untuk mendapatkan
FVIII koreksi 100% bisa diberikan 50 IU/kg.
2. Adjunctive therapy bisa menggunakan desmopressin acetate (DDAVP), antifibrinolitik (asam
traneksamat dan epsilon aminocaproic acid), microfibrillar collagen, atau lem fibrin. DDAVP
digunakan untuk pengobatan ringan dan bukan hemofilia berat, bisa meningkatkan level FVIII
sampai 4 kali, bisa menimbulkan efek sampng tekanan darah meningkat, takikardi, muka merah,
dan bisa melepaskan FVIII dan FvWB dari sel endotel ke plasma, bisa diberikan secara intravena
(0,3 g/kg), subkutan atau intranasal spray (150 g/1 puff untuk <50 kg). Antifibrinolitik bekerja
dengan cara menghambat aktivitas plasmin, sehingga mengurangi fibrinolisis dalam darah,
namun tidak diberikan pada anak. Dosis asam traneksamat 3-4 x 25 mg/kg BB po/iv, EACA 4 x
75-100 mg/kgBB po/iv (Hoots et al, 2008).
3. Terapi suportif menggunakan prinsip RICE (R=rest, I=ice, C=compression, E=elevation).
4. Terapi profilaksis mempunyai tujuan untuk mengganti faktor pembekuan diberikan secara
rutin. Profilaksis primer mempunyai tujuan untuk menekan episode perdarahan spontan,
diberikan 3x seminggu, untuk menjaga FVIII dan IX pada level 2-3%. Sedang profilaksis sekunder
mempunyai tujuan untuk menekan episode perdarahan atau perdarahan berulang, diberikan
infus terapi pada semua umur, 3x seminggu, untuk menjaga FVIII atau IX pada level 2-3%.
Hemartrosis adalah perdarahan sendi yang bisa disebabkan oleh trauma, kelainan darah,
defisit neurologis, arthritis, kanker, kerusakan vaskuler, dan lain-lain. Hemofilia berat bisa
menyebabkan hemarthrosis pada 75-90% pasien dan sendi yang tersering kena adalah lutut, diikuti
siku, pergelangan tangan, pinggul, dan bahu. Bentuk hemartrosis yang dikenal adalah akut, subakut,
dan kronik. Pada yang akut, sendi terasa nyeri, bengkak, hangat, dan pergerakan menurun. Pada
yang subakut, efek toksik dari produk darah menyebabkan hipertropi sinovial, fibrosis, dan gangguan
pergerakan sendi, tetapi tidak nyeri. Serangan berulang atau perdarahan persisten lebih dari 6 bulan
menyebabkan artropati kronik dengan gejala seperti osteoartritis. Secara radiologi, terdapat 5 tahap
artropati hemofili yaitu soft tissue swelling, osteoporosis, osseous lesions, cartilage destruction dan
disorganisasi sendi. Terapi hemartrosis dibagi menjadi intervensi umum untuk semua pasien dengan
akut hemarthrosis (immobilisasi, ice, kompresi, analgetik) dan terapi spesifik sesuai penyakit dasar
(Nigrovic, 2007).

Pada penelitian sebelumnya pada tahun 2010 di instansi yang sama oleh Supiansyah dan
kawan-kawan, didapatkan total 51 kasus hemofilia dengan distribusi hemofilia A mencapai 96% dan
hemofilia B 3,6%. Jenis kelamin pria lebih banyak (96%). Manifestasi perdarahan terbanyak adalah
hemarthrosis (66%), lalu diikuti ekimosis, perdarahan gusi, epistaksis dan hematom. Lokasi
perdarahan sendi terbanyak adalah sendi lutut (Supiansyah et al, 2010).
Dibandingkan dengan penelitian saat ini, didapatkan penderita hemofilia semakin
menurun, dengan total 42 pasien dengan distribusi hemofilia A mencapai 100% dan semuanya
berjenis kelamin laki-laki. Peneliti kesulitan untuk menganalisa perbedaan ini, karena kurangnya
data yang ada. Kami tidak bisa menganalisa apakah penurunan jumlah pasien dan perbedaan
distribusi pasien hemofili disebabkan pasen tidak kontrol lagi, sudah meninggal, atau karena
hilangnya rekam medis.

KESIMPULAN DAN SARAN


Profil pasien hemofilia di Poli Hematologi Onkologi Medik RSU Dr. Soetomo Surabaya
adalah ....
Terapi yang adekuat pada pasien hemofia sangat diperlukan untuk mengatasi perdarahan,
menekan episode perdarahan spontan, dan episode perdarahan berulang.
Dari penelitian ini diharapkan agar sistem pencatatan dan pelaporan pasien bisa diperbaiki
agar data yang dibutuhkan lebih lengkap dan bisa bermanfaat untu penelitian selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA
1. Arruda V, High KA (2008). Coagulation Disorders. In: Harrisons Principle Internal Medicine, 17th
ed. Editors: Fauci AF, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL. McGraw-Hill
Companies, Inc, USA, chapter 110, pp. 725-728
2. Ashariati A (2009). Current Clinical Approch of Bleeding Disorder: Focus on Hemophilia. Dalam
PKB Ilmu Penyakit Dalam XXIV. Bagian-SMF Ilmu Penyakit Dalam FK Unair Surabaya, hlm. 168-
173
3. Hoots WK, Shapiro AD (2008). Clinical Manifestation & Diagnosis of Hemophilia. Literature
review Up To Date version 16.3
4. Hoots WK, Shapiro AD (2008). Factor VIII & Factor IX Inhibitor in Patient with Hemophilia.
Literature review Up To Date version 16.3
5. Hoots WK, Shapiro AD (2008). Genetics of Hemophilia. Literature review Up To Date version
16.3
6. Hoots WK, Shapiro AD (2008). Treatment of Hemophilia. Literature review Up To Date version
16.3
7. Nigrovic PA (2008). Hemarthrosis. Literature review Up To Date version 16.3
8. Pipe S (2009).Antihemophilic Factor (recombinant) Plasma/Albumin Free Method for The
Management and Prevention of leeding Episodes in Patient with Hemophilia A. BIologics:
Targets & Therapy 3, 117-125
9. Rotty LWA (2007). Hemofilia A dan B. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II edisi IV.
Editor Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FKUI Jakarta, Bab 180, hlm. 759-762
10. Silvergleid AJ (2008). Transfusion of Plasma Components. Literature review Up To Date version
16.3
11. Supiansyah, Thamrin H, Ugroseno S, Sedana MP, Ashariati A, Sugianto, et al (2010). Karakteristik
Pasien Hemofilia di Poli Hematologi Onkologi Medik RSU Dr. Soetomo Surabaya. In: Naskah
Lengkap Surabaya HOM-UPDATE VIII. HOM-UPDATE VIII FKUA, Surabaya, hlm. 187

LAMPIRAN 1. PEMBERIAN FAKTOR PEMBEKUAN PADA PERDARAHAN PASIEN HEMOFILIA

LOKASI KADAR AKTIVITAS HEMOFILIA A HEMOFILIA B TERAPI LAIN


Sendi 40-80% 20-40 U/kgBB/hari 30-40 U/kgBB selang Istirahat/imobilisasi/fisioterapi
sehari
Otot 40-80% 20-40 U/kgBB/hari 30-40 U/kgBB selang Istirahat/imobilisasi/fisioterapi
sehari
Mukosa mulut 50% dilanjutkan 25 U/kgBB 50 U/kgBB Antifibrinolitik, jangan gunakan
antifibrinolitik prothrombin complex concentrate
Epistaksis 80-100% 40-50 U/kgBB/hari, 80-100 U/kg lalu 70-80 Tampon/kauterisasi pleksus
dipertahankan 30% lalu 30-40 U/kg/hr U/kgBB selang sehari Kisselbach
GIT 100%, kemudian 40-50 U/kgBB/hari, 80-100 U/kg lalu 70-80 Antifibrinolitik dapat digunakan
dipertahankan 30% lalu 30-40 U/kg/hr U/kgBB selang sehari
Genitourinaria 100%, kemudian 40-50 U/kgBB/hari, 80-100 U/kg lalu 70-80 Prednison 1-2mg/hari selama 5-7
dipertahankan 30% lalu 30-40 U/kg/hr U/kgBB selang sehari hari mungkin berguna
SSP 100%, kemudian di- 50 U/kgBB lalu 25 100 U/kg lalu 50 Antikonvulsan; punsi lumbal harus
pertahankan 50-100% U/kg/12 jam/infus U/kgBB/hari/infus dilindungi faktor pembekuan
Trauma/operasi 100%, kemudian 50 % 50 U/kgBB lalu 50 100 U/kg lalu 50 Rencana pra dan pasca operasi
sampai luka menutup, U/kg/12 jam/infus U/kgBB/hari/infus sangat menentukan
dipertahankan 30%
Sumber: Rotty, 2007

Anda mungkin juga menyukai