Anda di halaman 1dari 12

NAMA : ANDI REZKY ANNISA

NIM : L211 15 506

PRODI : MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

TUGAS : TUGAS RESUME

A. PENTINGNYA EKOLOGI IKAN SEBAGAI FAKTOR MANAJERIAL

SUMBERDAYA PERAIRAN

Esensi dari materi pembelajaran ini mengemukakan kepentingan ekologi ikan dan

faktor - faktor manajerial yang melingkupi tiga serangkai sumberdaya yang tak lepas

sebagai dasar menangani pengelolaan yang terdiri dari aspek identifikasi sumberdaya,

pemeliharaan, konservasi, rehabilitasi, dan pemanfaatan. Tiga bagian sumberdaya tidak

saling lepas yang perlu diperhatikan dalam manajemen lingkungan pantai; 1) lingkungan

(ekosistem) pantai; 2) Flora-fauna pantai; dan 3) Sumber Daya Manusia (SDM).

1. Ekosistem Pantai

Hubungannya dengan sumberdaya ikan tentu tidak diragukan lagi terutama bagi

nelayan dan petani tambak yang banyak langsung bersinggungan dengan sumberdaya ikan

tersebut. Mengingat wilayah pantai merupakan zona paling terdepan yang langsung

berhadapan dengan zona daratan, sehingga sifat open akses bagi banyak kepentingan tidak

dapat terhindarkan. Dengan demikian akses terdekat dari pemukiman masyarakat ini perlu

dijaga dari kerentanannya terhadap konflik sosial, degradasi fisik, biologi dan kimia

(terutama pencemarannya), serta dampak bencana alam demi terwujudnya ekosistem

pantai sebagai zona wilayah yang layak untuk tempat bermukim, sumber mata pencaharian

terutama bagi nelayan dan petani-tambak, dan tetap sebagai habitat bagi sumberdaya

hayati perikanan secara bermanfaat dan berkelanjutan. Mencermati wilayah perairan pantai

sebagai zona terdepan dan menjadi tempat terkonsentrasinya aktivitas nelayan dan

petambak, maka 3 faktor sebagai aspek kajian yang harus selalu dalam pertimbangan ilmiah
yaitu: aspek fisik, kimia dan biologi harus berada dalam kondisi stabil dan terlindungi.

Secara fisik wilayah pantai harus terlindungi dari peristiwa-peristiwa yang merugikan seperti

abrasi, reklamasi yang merugikan, intrusi air laut ke daratan, banjir yang melewati rata-rata

kaudatum pasang tertinggi, badai taupan dan gelombang pasang dan sebagainya. Secara

kimia, perairan pantai perlu dijaga dari pencemaran yaitu masuknya unsur-unsur kimia yang

bersifat racun dan merugikan seperti Cu, Pb, Ag, Hg, DDT, CFC, TNT, dsb dari hasil

limbah-limbah buangan industri kimia dan obat obatan yang umumnya banyak bermuara

ke muara-muara sungai di tepi pantai. Secara biologis, perairan pantai terdiri dari ekosistem

mangrove, lamun, terumbu karang yang semuanya menjadi ekosistem atau habitat bagi

ikan-ikan, sehingga keutuhannya harus tetap dijaga dan dilestarikan.

2. Flora-Fauna

Flora perairan pantai secara garis besar dapat dibagi atas 3 kelompok utama:

a) Tumbuhan atau tanaman yang melayang di permukaan (fitoplankton)

b) Tumbuhan demersal (fitobentik) seperti lamun (sea grass) dan makroalga (sea

weeds)

c) Tumbuhan mangrove

Ketiga kelompok tumbuhan ini sangat penting kedudukannya dalam menjaga

kestabilan siklus tropik energi karena posisinya sebagai penyuplai pionir bahan organik

untuk berlangsungnya kehidupan di dalam ekosistem. Sedangkan fauna perairan pantai

meliputi semua kelompok ikan dan non ikan yang menempati perairan pantai sebagai

habitatnya, termasuk ikan-ikan yang bermigrasi dari perairan lepas pantai (of shore) menuju

perairan pantai karena persoalan mencari makanan. Dalam hal ruaya mencari mikrohabitat

bagi fauna ikan, beberapa sifat migrasi perlu dipertimbangkan yang secara ekologis sangat

penting dalam manajemen perairan pantai, yaitu:

a) Amfibiotik; sifat migrasi ikan dengan beruaya dari perairan laut ke perairantawar

atau sebaliknya.
b) Holobiotik; sifat ikan yang tidak melakukan migrasi selama hidupnya,dimana

selama hidupnya hanya berada di air tawar atau di laut.

c) Diadromus; ikan yang melakukan ruaya atau migrasi untuk kepentingan pemijahan.

d) Amfidromus; ikan yang melakukan migrasi untuk kepentingan mencari makanan.

e) Potamodromus; ikan yang menetap dan melakukan ruaya hanya di pwerairan

tawar (sungai atau danau) saja.

f) Oseanodromus; ikan yang menetap dan melakukan ruaya di perairan laut saja.

g) Batidromus; ikan yang beruaya antar perairan dalam saja

h) Brakheadromus; ikan yang beruaya di perairan dangkal

i) Katadromus; ikan yang melakukan migrasi, beruaya dari perairan air tawar ke

perairan laut untuk kepentingan pemijahan.

j) Anadromus; ikan yang melakukan migrasi, beruaya dari perairan laut ke perairan

tawar untuk kepentingan pemijahan.

Berdasarkan tujuannya, macam atau jenis ruaya ikan dapat dibagi atas:

a) Ruaya pemijahan

Tujuan ikan melakukan pergerakan migrasi pemijahan adalah untuk menemukan

tempat penyesuaian dan akurasi habitat yang paling menguntungkan untuk pemijahan,

perkembangan dan perlindungan telur-telur dan kehidupan larva. Sebagaimana telah

diketahui bahwa fase telur dan larva merupakan fase yang paling rawan dan kritis dimana

telur dan larva sulit menghindar dari serangan predator. Jadi ruaya pemijahan sangat

berkaitan langsung dengan ketersediaan stok bagi rekruitmen dan tingkat kematian fase

awal (mortalitas). Salah satu bagian penting dari migrasi pemijahan ikan adalah berhasilnya

reproductive homing yaitu kembalinya ikan-ikan ke daerah asal kelahirannya sebelum

melakukan reproduksi. Hal ini penting sebagai kesempatan bagi ikan-ikan fase muda

bertumbuh dan berkembang menambah jumlah populasi serta menemukan pasangan

reproduktivenya.

b) Ruaya untuk mencari makanan dan untuk pertumbuhan


Sebagian besar anak-anak ikan melakukan ruaya untuk mencari habitat makanan

(food habit) bagi pertumbuhannya. Bersama ikan-ikan dewasa melakukan migrasi vertikal

atau horizontal. Migrasi meninggalkan daerah pemijahan menuju daerah makanan dan

pembesaran merupakan ruaya denatan (bergerak searah arus menuju habitat makanan

untuk pembesarannya), contoh Chanos-chanos (bandeng) dan Mugil (belanak). Ikan jenis

mackerel, heering melakukan ruaya nocturnal di malam hari karena di habitat mereka

kehabisan makanan di waktu malam hari. Pola pencarian makanan berdasarkan pola arus

bergerak secara vertikal ke atas mengikuti upwelling yang membawa makanan dari daerah

bottom.

c) Ruaya pengungsian

Ikan melakukan pengungsian karena untuk meninggalkan daerah yang tidak baik kondisinya

menuju ke tempat yang menguntungkan hidupnya, atau sebaliknya meninggalkan habitat

yang sebenarnya sudah baik baginya (misalnya daerah makanan) menuju ke habitat yang

kondisinya buruk karena untuk melengkapi atau menyelesaikan sebagaian atau seluruh

daur hidupnya sebagai awal dari ruaya reproduksi atau pemijahan. Overwintering bagi

salmon merupakan ruaya meninggalkan daerah makanan di waktu puncak musim dingin

menuju daerah yang agak dalam untuk berdiam (resting stage) selama musim tersebut.

Tujuan dari overwintering ini adalah melindungi diri dari efek pemangsaan predator, dan

melengkapi atau menyelesaikan tahapan dari siklus atau daur hidup selama musim dingin

tersebut. Ikan-ikan air tawar di daerah danau tropis pada awal musim kemarau sering

melakukan pengungsian untuk menghindari kondisi perairan yang buruk menuju

muara - muara sungai. Di musim kemarau umumnya perairan danau menyusut bersama

dengan tingginya sifat masam (pH rendah) serta mengalirnya air - air pembuangan yang

masuk ke danau dalam keadaan rendah oksigen karena terjadinya pembusukan, sehingga

lebih memperparah kondisi perairan danau. Dalam kondisi yang demikian ikan-ikan danau,

terutama jenis lakustrin melakukan ruaya pengungsian menuju muara sungai atau saluran-

saluran terbuka yang kondisinya relatif agak baik.


Faktor-faktor yang mempengaruhi ruaya ikan

Ikan melakukan migrasi atau ruaya ke daerah-daerah pemijahan, daerah makanan

dan pembesaran serta melakukan pengungsian tidak lepas dari beberapa faktor yang

mempengaruhinya. Faktor yang mempengaruhi ruaya tersebut terbagi atas 2 bagian; yaitu

faktor luar (eksternal) dan faktor dalam (internal). Faktor luar adalah; faktor lingkungan yang

secara langsung atau tidak langsung memegang peranan di dalam aktivitas ruaya ikan,

antara lain: taksis, suhu, salinitas, intensitas cahaya matahari, air hujan, pencemaran

limbah. Sedangkan faktor dalam yaitu; faktor yang terdapat di dalam tubuh ikan, baik secara

genetis maupun fisiologis misalnya sekresi kelenjar hormon, enzim, osmoregulasi, dan

lainlain yang berkaitan dengan faktor luar tadi.

B. KONSEP DAN OBYEK VITAL EKOLOGIS BAGI KONSERVASI BIOTA

PANTAI

Upaya untuk mencapai kesesuaian hidup (bagi organisme) dalam suatu

habitat/lingkungan merupakan bentuk adaptasi, jadi pantai sebagai lingkungan

tempatnya bagi banyak ikan yang berproses penyesuaian diri (beradaptasi) perlu

dijaga keutuhannya secara ekologis yang fungsional dan sebagai konsep untuk

setiap rencana pengembangan wilayah pantai.

Adaptasi memerlukan Energi penyesuaian, sehingga semakin cepat dan tepat

proses penyesuaian hidup, maka semakin efektif adaptasi yg terjadi, yg berarti

efisiensi Energi yang digunakan adalah tinggi (EEk = >>>). Hal ini memperkuat suatu

kebijakan rehabilitasi ekosistem pantai, terutama rehabilitasi hutan mangrove yang

menjadi komponen penstabil ekosistem datinjau dari fungsi ekologis.

EEk paling tinggi diperoleh pada nice ekologi (di daerah microhabitat). Ekosistem

perairan pantai dengan vegetasi mangrovenya akan menjadi mikrohabitat bagi

banyak telur, larva, dan juvenil anak-anak ikan yang masih butuh energi adaptasi dari

segala bentuk aktivitas (beruaya mencari makan, bertumbuh, mencari perlindungan),


namun dengan kondisi pantai yang stabil didukung fungsi ekologis dari hutan

mangrove yang menopang kesejukan dan layaknya kualitas air akan mengurangi

beban adaptasi bagi organisme (ikan dan non-ikan) sehingga efisiensi energi pada

lingkungan tersebut tinggi. Berkenaan konsep strategi adaptasi reproduksi, maka

dalam rencana konservasi pantai, secara ekologis perlu mempertimbangkan sifat

reproduktve hewan hewan sebagai berikut:

PLANKTOTROPIK
Strategi adaptasi reproduksi yang umumnya mengandalkan strategi r ( yolk gland),

maka perairan pantai merupakan habitat tersebarnya telur dan larva-larva planktonik yang

perlu terlindungi.

LESITOTROPIK

Mengandalkan strategi r (dengan kandungan yolk gland rendah dalam fase singkat,

segera beralih ke juvenil atau dewasa), berarti pantai juga sebagai media asuhan (nursery

ground) bagi larva dan juvenil yang perlu dilindungi.

JUVENIL

Umumnya mengandalkan strategi K (yolk gland tinggi, segera beralih ke fase adult).

Mestinya ikan-ikan muda yang cepat beranjak dewasa meninggalkan daerah pantai, tetapi

terperangkap di daerah mangrove yang menguntungkan sebagai habitat asuhan baginya,

sehingga menghendaki mangrove tidak boleh terekploitasi secara berlebihan karena

dampaknya merugikan ikan-ikan muda tersebut.


KARAKTERISTIK PHENOTYPIC PLASTISITY DAN OSCILASI
DALAM MIGRASI PEMIJAHAN IKAN

A. PENGERTIAN

Sungguh anda heran bila melihat ikan cat fish dan snake head merayap dengan

menggunakan sisi perutnya serta meliuk-liukkan ekornya di pelataran daratan kering tanpa

air untuk menyeberang atau menuju ke lingkungan yang agak lembab atau berair

meninggalkan habitatnya yang kekeringan di musim kemarau, atau berpindah tempat

mencari habitat pemijahan atau perlindungan. Fenomena ini merupakan suatu aktivitas

ruaya yang tidak seperti biasanya dilakukan oleh ikan-ikan lainnya terutama ikan laut.

Perpindahan tempat oleh ikan-ikan ini merupakan bagian dari migrasi atau gerak ruayanya

yang disebabkan oleh respon fisiologis terhadap faktor internal dan eksternal tubuh yang

diterimanya. Input internal maupun eksternal tersebut menghasilakan tanggapan atau

perubahan pada behavior atau tingkah laku dan morfologi. Umumnya faktor lingkungan luar

yang ekstrim akan memberikan respon terhadap tingkah laku ikan (karakter phenotipik) yang

mempengaruhi perubahan tingkah laku dan morfologi. Perubahan yang disebabkan karena

kemampuan genotif yang menghasilkan lebih dari satu karakter morfologi, fisiologi, dan

tingkah laku dalam merespon perubahan lingkungan dikenal sebagai Phenotypic

plasticity.

Sehingga respon suatu gen terhadap perubahan lingkungan dapat menggambarkan

polymorphism gen tersebut. Jadi faktor genetik merupakan pula salah satu factor internal

yang berpengaruh terhadap pola migrasi atau ruaya ikan, selain insting, makanan, dan

homing atau reproduksi. Sedangkan faktor eksternal meliputi lunar atau gelombang-

gelombang cahaya, temperatur, salinitas dan arus. Proses migrasi pada ikan merupakan

respon fisiologis terhadap input internal maupun eksternal yang diterima

(Lucas & Baras, 2001). Input ini akan menghasilkan tanggapan atau respon pada

perubahan behavior (tingkah laku) dan morfologi, yang pada setiap spesies berbeda-beda

tanggapannya walaupun input yang diterimanya tersebut sama.


B. PLASTICITY BAGI ADAPTASI MIGRASI ANTAR DUA MEDIUM BERBEDA

Persoalan migrasi ikan telah dijelaskan pada bab-bab terdahulu, bahwa fenomena ini

merupakan perpindahan ikan dari suatu habitat ke habitat lain yang dianggap sesuai untuk

pemijahan, pertumbuhan, pertahanan/perlindungan yang bertujuan untuk mempertahankan

kelangsungan hidupnya. Perpindahan habitat dapat berdasarkan arah vertikal dan

horizontal. Sedangkan berdsarkan waktu dapat dibagi atas waktu pendek dan waktu

panjang. Berdasarkan salinitas, pergerakan ini masih bervariasi yaitu dari habitat air tawar

ke air laut atau sebaliknya (diadromus). Bagi ikan-ikan diadromus ini sering dianggap

bersifat euryhaline padahal dua makna ini tidaklah sama, karena pengertian diadromus

memiliki 3 makna dengan konpensasi adaptasi plasticity.

C. PROSES FISIOLOGI BAGI IKAN MIGRASI

Plastisitas fenotip dalam adaptasi ruaya ikan akan sukses gemilang bila viabilitas

kemampuan hidup berdasarkan tampilnya seleksi alam dari genotipegenotipe spesimen ikan

dengan tingkat regulasi pengaturan internal seperti kekuatan osmoregulator ginjal, insang

dan kulit, kekuatan metabolisme, katabolisme dan sekretori. Ikan air tawar mengalami

kondisi hiperosmotik terhadap medium lingkungannya. Untuk mencapai penampilan dalam

kondisi isosmotik, ikan tersebut perlu mengekskresi ion-ion cairan badan melalui urine,

serta perlu minum banyak untuk regulasi pengaturan volume cairan tubuh. Sebaliknya ikan

laut mengalami kondisi hipoosmotik terhadap medium lingkungannya. Organ tubuh yang

berperan penting dalam proses osmoregulasi adalah insang, ginjal, dan kulitnya. Sedangkan

hormon yang mengontrol osmoregulasi adalah prolactine, intestinal steroid, dan

vasotocin. Aktivitas hormon-hormon ini akan lebih meningkat pada saat ikan-ikan

melakukan osmoregulasi, terutama bila beradaptasi terhadap perubahan salinitas dengan

menggunakan alat-alat mekanisme tersebut. Peran aktivitas fisiologis ini tampaknya lebih

tinggi pada waktu mencari habitat pemijahan untuk kepentingan reproduksi serta dalam

mengimbangi kejadian oscilasi negatif yang penuh resiko di saat stadia awal pertumbuhan.
Maka dalam kondisi mempertahankan viabilitas tinggi untuk kepentingan pemijahan atau

reproduksi, beberapa strategi reproduksi sebagai pilihan dari ikan-ikan tropis.

D. REPRODUKSI DAN STRATEGI

Reproduksi pada ikan merupakan salah satu topik yang cukup menarik dalam

mempelajari ilmu tentang ikan (iktiologi). Ikan memiliki pola dan tingkah laku reproduksi yang

beraneka ragam, tergantung dari jenis, habitat, atau kondisi lingkungannya. Kondisi

lingkungan di daerah tropis berheda dengan di daerah sub tropis. Berdasarkan kondisi

lingkungan tersebut arus dan angin merupakan faktorfaktor yang berperan penting dalam

reproduksi ikan-ikan di laut tropis(4). Menurut FLOYD (1993)(1), aktifitas pemijahan terbaik

pada ikan terjadi ketika angin tidak bertiup kencang dan kondisi arus yang tenang.

Melanjutkan tulisan mengenai tingkah laku reproduksi ikan, pada tulisan kali ini akan

diuraikan dengan lebih jelas mengenai reproduksi pada ikan-ikan laut tropis yang meliputi

proses fertilisasi, strategi reproduksi pada ikan-ikan laut tropis, hermaproditisme, dan

adaptasi ikan sebagai suatu stratrgi reproduksi.

1) Fertilisasi

Fertilisasi merupakan suatu proses kompleks dimana terjadi penggabungan antara

gamet jantan (sperma) dan gamet betina (sel telur). Pada dasamya, fertilisasi mempunyai

dua fungsi, yaitu menyebabkan telur berkembang menjadi embrio, dan untuk memasukkan

inti jantan yang haploid ke dalam sitoplasma sel telur (BERRIL, 1971). Proses fertilisasi

dimulai apabila sperma benar-benar telah melekat pada telur. Masuknya sperma diikuti oleh

suatu perubahan cepat dan dramatik dalam telur itu sendiri. Meskipun banyak sperma dapat

masuk ke dalam telur, namun hanya satu sel sperma yang memberikan nukleusnya (inti)

pada bakalzigot. Peristiwa terakhir dalam fertilisasi adalah pembentukan inti zigot yang

diploid, dilanjutkan dengan pembelahan mi- tosis yang pertama dari sel, untuk kemudian

dimulai tahap perkembangan embrio (KIMBALL 1994). Fertilisasi pada ikanikan laut tropis

terjadi melalui suatu proses reproduksi yang bervariasi antar jenis ikan. Setiap kelompok
ikan mempunyai cara yang berbeda-beda dalam bereproduksi, yang dikenal dengan strategi

reproduksi pada ikan.

2) Strategi
Strategi reproduksi merupakan suatu cara bagi ikan-ikan dalam berproduksi untuk dapat

mempertahankan keturunannya. Strategi reproduksi tersebut dapat berupa tingkah laku ikan

dalam meminang (courtship), kawin (mating), perlakuan terhadap telur-telurnya, ataupun

pola adaptasi terhadap lingkungan sekitarnya agar proses reproduksi dapat berlangsung

dengan sukses. Menurut FLOYD (1993), secara umum terdapat tiga jenis strategi reproduksi

pada ikan laut tropis berdasarkan tipe telurnya. yaitu jenis telur pelagis (Pelagic eggs). telur-

telur demersal (Demersal eggs), dan jenis telur yang ditetaskan dalam tubuh, untuk

kemudian dikeluarkan dari dalam tubuh induk dalam bentuk larva atau ikan-ikan muda

(Live, Free-swimming young). Cara yang terakhir ini dikenal juga dengan melahirkan anak

(Live bearers).

Telur Pelagis

Strategi reproduksi yang sering terjadi pada ikan-ikan laut tropis adalah strategi

menghasilkan telur-telur pelagis (Pelagic eggs). Telur-telur yang bersifat pelagis ini

mempunyai berat jenis yang sama atau lebih ringan dari berat jenis air laut, sehingga telur

tersebut dapat melayang di kolom perairan atau mengapung di permukaan (THRESHER

dalam FLOYD 1993). Sedangkan larva yang menetas dari jenis telur ini akan hidup secara

planktonik selama beberapa jam sampai berbulan-bulan, tergantung dari jenis ikannya.

Jenis telur pelagis dibagi menjadi dua tipe, yaitu yang melepaskan telur di kolom perairan

(Pelagic spawners) dan yang melepaskan telurnya di dasar perairan (Benthic broadcasters).

Ikan-ikan pelagic spawners lebih sering ditemui daripada ikan-ikan benthic broadcasters. Hal

ini disebabkan karena pada ikan-ikan yang berukuran kecil, ketika memijah cenderung

berenang di kolom perairan untuk melepaskan telur-telur tersebut kemudian akan

mengapung di permukaan atau melayang-layang di kolom perairan. Telur- telur tersebut

kemudian dihanyutkan ke lepas pantai (off-sh or e ) at aupun di sebarkan ke tempat lain

dengan bantuan arus dan angin. Cara seperti ini biasanya dilakukan oleh ikan-ikan yang
cenderung hidup tidak jauh dari sarang atau teritorialnya, karena dapat mengurangi

kemungkinan mendapat ancaman dari predator ketika melepaskan telur-telurnya ke kolom

perairan. Ikan-ikan yang melepaskan telurnya dari dasar perairan (Benthic broadsasters),

tidak perlu berenang di kolom perairan untuk melepaskan telurtelurnya, melainkan tetap

berada di dasar perairan. Telur-telur yang dilepaskannya akan melayang ke kolom perairan

atau mengapung di permukaan. Sebagai contoh adalah belut laut (Anguiliformes) yang

hidup di terumbu karang, merupakan jenis ikan yang melepaskan telur-telurnya dengan cara

seperti ini. Akan tetapi pada beberapa jenis belut melakukan migrasi jauh ke lepas pantai

terlebih dahulu sebelum memijah (THRESHER dalam FLOYD 1993).

Telur Demersal

Strategi reproduksi kedua yang umum terjadi pada ikan-ikan laut tropis adalah jenis

telur demersal (Demersal eggs). Jenis telur ini mempunyai berat jenis yang lebih besar

daripada berat jenis air laut sehingga dapat tenggelam di dasar perairan. Ikan-ikan yang

melakukan hal seperti ini dibedakan lagi menjadi dua kategori, yaitu yang memijah di dasar

(Demersal spawners) dan yang melepaskan telurnya di kolom perairan (Egg scatterers).

Pada ikan-ikan yang memijah di dasar perairan. umumnya melakukan penjagaan terhadap

telur ataupun anak-anaknya. Beberapa tipe penjagaan induk yang dilakukan seperti

persiapan dan penjagaan sarang, atau dengan menyimpan telurtelurnya di dalam mulut

induk (Mounth broading). Sedangkan pada ikan-ikan yang melepaskan telurnya di kolom

perairan, tidak melakukan penjagaan terhadap telurtelurnya. Ikan-ikan ini berenang di kolom

perairan lalu melepaskan telur- telurnya. Telur-telur tersebut kemudian tenggelam dan

bertebaran di dasar perairan (THRESHER dalam FLOYD 1993).

Menetaskan Telur Dalam Perut (Melahirkan Anak)

Strategi reproduksi ketiga pada ikan-ikan laut tropis adalah menetaskan telur di

dalam tubuh induk betina, untuk kemudian dikeluarkan dalam bentuk larva ikan atau juvenil

ke kolom perairan. Cara ini merupakan cara yang tidak umum terjadi pada ikan-ikan laut

tropis, terutama pada ikan-ikan bertulang sejati. Menurut JOHANNES (1978). melahirkan
anak pada ikan-ikan laut tropis diduga lebih jarang terjadi dibandingkan dengan ikan-ikan

yang hidup di perairan tawar. Hal ini mungkin disebabkan cara tersebut kurang

menguntungkan apabila dilakukan di laut, lkan yang mempunyai cara seperti ini mempunyai

fekunditas yang rendah dan kondisi induk betina yang sedang mengandung anaknya sangat

rentan dari bahaya lingkungan di sekitarnya.

Hermaproditisme

Hermaprodit merupakan suatu sifat bawaan dimana dalam satu individu hewan

terdapat dua organ reproduksi yaitu jantan dan betina (Coesteau, 1975). Tetapi beberapa

pakar Ichtiology melihatnya sebagai salah satu strategi reproduksi bagi ikan-ikan tertentu,

seperti Reinboth (1980)melihatnya sebagai kemampuan organisme (ikan) untuk merubah

jenis kelaminnya (sex inversion) dalam kondisi tertentu. Terdapat tiga tipe hermaprodit; 1)

hermaprodit simultan, yaitu suatu kondisi dimana dalam tubuh satu individu dapat

menghasilkan sperma dan sel telur, sehingga organisme ini memungkinkan untuk dapat

membuahi dirinya sendiri. 2) hermaprodit protogenius; suatu kondisi dimana terjadi

perubahan kelamin dari betina menjadi jantan sehingga gonad yang semula dihasilkannya

berfungsi sebagai ovari yang kemudian berubah fungsi menjadi testes. Dan 3) hermaprodit

protandrous; merupakan kebalikan dari protogenius, yaitu kondisi perubahan kelamin dari

jantan menjadi betina dalam tubuh satu individu. Jadi kedua tipe (2 dan 3) disebut juga

hermaprodit sekuensial.

Anda mungkin juga menyukai