Analisis Novel Bidadari-Bidadari
Analisis Novel Bidadari-Bidadari
MAKALAH
Oleh:
1. Pendahuluan
Karya sastra merupakan hasil karya seni manusia yang sangat berperan
penting bagi kemajuan kekayaan budaya bangsa yang kompleks. Melalui karya
sastra, manusia dapat menggali berbagai pengetahuan, adat istiadat, budaya,
pandangan hidup, dan nilai-nilai dalam kehidupan. Sebagai bentuk perwujudan
hasil pikiran yang didasarkan pada langdasan hidup dan alam sekitar, karya sastra
hadir menjadi media penumbuh karakter dan nilai.
Di indonesia, karya sastra yang berkembang sangatlah beragam
bentuknya, sehingga menjadi suatu kekayaan tersendiri bagi kebudayaan
Indonesia. Salah satu bentuk karya sastra yang populer adalah novel. Novel
menjadi bagian dari karya sastra dan sebagai produk kreatif manusia. Tidak
seperti karya-karya sastra yang lain, novel tersusun rapi atas unsur intrinsik dan
ekstrinsik yang membentuknya.
Dari sekitan banyak novel yang beredar di masyarakat, penulis tertarik
dengan novel Bidadari-Bidadari Surga karya Tere Liye. Selain terdapat unsur-
unsur intrinsik yang menarik untuk diteliti, juga isi ceritanya sarat dengan makna.
Oleh karena itu, penulis membuat makalah ini yang berjudul ANALISIS
NOVEL BIDADARI-BIDADARI SURGA KARYA TERE LIYE.
1
1.2. Rumusan Masalah
2
2. Landasan Teori
3
b. Penokohan/perwatakan
Unsur intrinsik dari novel yang lain adalah penokohan/perwatakan.
Burhan Nurgiyantoro (2005: 165) mengatakan bahwa penokohan adalah
pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam
sebuah cerita.
Dilihat dari tingkat peranan atau kepentingan tokoh dibedakan
menjadi dua, yaitu 1) tokoh utama, yaitu tokoh yang ditampilkan terus
menerus atau paling sering diceritakan, dan 2) tokoh tambahan, yaitu
tokoh yang dimunculkan sekali atau beberapa kali saja dalam sebuah cerita
c. Latar/setting
Atar Semi (1993: 46) berpendapat bahwa latar/setting merupakan
lingkungan terjadinya peristiwa, termasuk di dalamnya tempat dan waktu
dalam cerita. Artinya bahwa latar itu meliputi tempat maupun waktu
terjadinya peristiwa.
Suminto A. Sayuti (1997: 80) membagi latar dalam tiga kategori
yakni, latar tempat, waktu, dan sosial. Latar tempat merupakan hal yang
berkaitan dengan masalah geografis, latar waktu berkaitan dengan masalah
historis, dan latar sosial berkaitan dengan kehidupan masyarakat. Pendapat
Suminto A. Sayuti didukung dengan pendapat Burhan Nurgiyantoro
(2005: 227) yang membedakan unsur latar ke dalam tiga unsur pokok:
1) Latar tempat
Latar adalah tempat menunjuk pada lokasi peristiwa. Nama tempat
yang digunakan yaitu nama tempat yang nyata,misalnya, nama kota,
instansi atau tempat-tempat tertentu. Penggunaan nama tempat haruslah
tidak bertentangan dengan sifat atau geografis tempat yang bersangkutan,
karena setiap latar tempat memiliki karakteristik dan ciri khas sendiri.
2) Latar waktu
Latar waktu berhubungan dengan kapan peristiwa tersebut terjadi.
4
Latar yang diceritakan harus sesuai dengan perkembangan yang terjadi.
Penekanan waktu lebih pada keadaan hari, misalnya, pada pagi, siang, atau
malam. Penekanan ini dapat juga berupa penunjukan waktu yang telah
umum, misalnya, maghrib, subuh, ataupun dengan cara penunjukan waktu
pukul jam tertentu.
3) Latar sosial
Latar sosial merujuk pada berbagai hal yang berkaitan dengan
perilaku kehidupan sosial masyarakat pada tempat tertentu. Hal tersebut
meliputi masalah kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan,
pandangan hidup, cara berpikir, serta hal-hal yang termasuk latar spiritual.
5
1) Alur Maju (Kronologis)
Alur maju (kronologis) menurut Nurgiyantoro (2007:153) yaitu
apabila pengarang dalam mengurutkan peristiwa-peristiwa itu
menggunakan urutan waktu maju dan lurus. Artinya peristiwa-peristiwa
itu diawali dengan pengenalan masalah dan diakhiri dengan pemecahan
masalah.
3) Alur Campuran
Nurgiyantoro (2007:155) menjelaskan alur campuran yaitu apabila
cerita berjalan secara kronologis namun sering terdapat adegan-adegan
sorot balik.
e. Amanat
6
Amanat menurut Panuti Sudjiman (1988: 57) adalah suatu pesan
moral yang ingin disampaikan oleh pengarang. Wujud amanat dapat
berupa kata-kata mutiara, nasehat, firman Tuhan sebagai petunjuk untuk
memberikan nasihat dari tindakan tokoh cerita.
Pengarang dalam menyampaikannya tidak melakukannya secara
serta merta, tersirat dan terserah pembaca dalam menafsirkan amanat yang
terkandung dalam karya tersebut. Pembaca dapat merenungkannya dan
menghayatinya secara intensif. Amanat dalam sebuah karya sastra adalah
bagian dari dialog dan tindakan tokoh dalam menghadapi suatu masalah
yang mungkin berbeda antarmasing-masing tokoh. Di sinilah amanat
tersebut mulai terlihat, bagaimana amanat tersebut sampai di hati pembaca
melalui kepandaian khusus pengarang dalam menceritakannya.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa amanat
adalah pesan atau nilai yang ingin disampaikan pengarang kepada
pembaca melalui karya sastra yang disampaikan secara tersirat dan
penafsirannya bersifat subyektif
f. Sudut Pandang
Sudut pandang adalah bagian dari unsur intrinsik dalam karya
sastra. Berkenaan dengan sudut pandang ada yang mengartikan sudut
pandang dari pengarang dan ada juga yang mengartikan dari pencerita,
bahkan ada pula yang menyamakan antara keduanya. Pada dasarnya sudut
pandang dalam karya sasta fiksi adalah strategi, teknik, siasat, yang secara
sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya.
Sudut pandang merupakan masalah teknis yang digunakan pengarang
untuk menyampaikan makna, karya dan artistiknya untuk sampai dan
berhubungan dengan pembaca. (Burhan Nurgiyantoro, 2005: 249).
Menurut Burhan Nurgiyantoro (2005: 256-271), sudut pandang
cerita secara garis besar dapat dibedakan atas dua macam persona, persona
pertama gaya aku dan persona ketiga gaya dia atau kombinasi antara
keduanya, yaitu:
7
1) Sudut pandang persona pertama aku
Penceritaan dengan menggunakan sudut pandang aku, berarti
pengarang terlibat dalam cerita secara langsung. Pengarang adalah tokoh
yang mengisahkan kesadaran dunia, menceritakan peristiwa yang dialami,
dirasakan, serta sikap pengarang (tokoh) terhadap orang (tokoh) lain
kepada pembaca. Oleh sebab itu persona pertama memiliki jangkauan
yang sangat terbatas, karena ia hanya dapat memberikan informasi yang
sangat terbatas kepada pembaca, seperti yang dilihat dan dirasakan oleh
sang tokoh aku. Sudut pandang orang pertama dibedakan menjadi dua
golongan. Berdasarkan peran dan kedudukan aku dalam cerita yaitu
aku yang menduduki peran utama dan aku yang menduduki peran
tambahan/berlaku sebagai saksi.
8
ganti.
9
3. Pembahasan
Mulai shubuh itu, Mamak tahu persis satu hal. Laisa yang
bersumpah membuat adik-adiknya sekolah menjadikan sumpah itu
seperti prasasti di hatinya. Tidak. Laisa tidak pernah menyesali
keputusannya. Tidak mengeluh. Ia melakukannya dengan tulus.
Sepanjang hari terpanggang terik matahari di ladang. Bangun jam
empat membantu memasak gula aren. Menganyam rotan hingga
larut malam. Tidak henti, sepanjang tahun. Mengajari adik-adiknya
tentang disiplin. Mandiri. Kerja keras. Sejak kematian Babak
diterkam harimau, Mamak sungguh tidak akan kuasa membesarkan
anak-anaknya tanpa bantuan putri sulungnya, Laisa. Semua
kesulitan hidup masa kecil itu. Laisa membantunya melaluinya
dengan wajah bergeming. Wajah yang tidak banyak mengeluh
(Liye, 2008:161).
10
tokoh untuk mewujudkan sesuatu yang mereka inginkan. Kerja keras dan
kedisiplinan yang selalu diajarkan oleh Laisa kepada keempat adiknya
membuat mereka bisa mencapai kesuksesan. Kerja keras yang mengubah
hidup mereka menjadi lebih baik. Kutipan berikut menunjukkan tema
kerja keras:
b. Alur
Alur yang digunakan dalam novel tersebut adalah alur campuran
atau gabungan. Terdapat perpaduan antara penceritaan dengan alur maju
dan alur sorot balik. Penggunaan alur campuran membuat pembaca
mengetahui kejadian yang terjadi pada masa lampau dan kejadian yang
sedang terjadi saat ini. Kejadian-kejadian tersebut memiliki keterkaitan
satu sama lain sehingga cerita mudah dimengerti.
Cerita yang menggunakan alur maju yakni saat pengarang
menceritakan tentang kesedihan Laisa atas permintaan Mamak Lanuri
untuk memberitahu keempat adiknya tentang sakit yang diidap Laisa. Hal
tersebut dibuktikan dalam kutipan berikut:
11
kesakitan. Namun sekarang muka tirusnya mengembang oleh
sebuah penerimaan. Ia perlahan mengangguk.
Tangan tua itu demi melihat anggukan putri sulungnya, tanpa
menunggu lagi gemetar menekan tombol ok. Message transmitted.
Maka! Dalam hitungan seperjuta kedipan mata.
Melesat Berpilin. Berputar.
Seketika saat tombol ok itu ditekan, jika mata bisa melihatnya, bak
komet, bagai anak panah, macam rudal berkecepatan tinggi, 203
karakter SMS itu berubah menjadi data binari 0-1-0-1! Menderu
tak-tertahankan menuju tower BTS (base transmitter station)
terdekat.
Sepersekian detik lagi lantas dilontarkan sekuat tenaga menuju
satelit Palapa C-2 ratusan kilometer di atas sana, berputar dalam
sistem pembagian wilayah yang rumit, bergabung dengan jutaan
pesan, suara, streaming gambar, dan data lainnya dari berbagai
sudut muka bumi (yang hebatnya tak satupun tertukar-tukar),
lantas sebelum mata sempat berkedip lagi, pesan tersebut sudah
dilontarkan kembali ke muka bumi! Pecah menjadi empat (Liye,
2008:2).
12
yang baik, pembaca dapat merasakan langsung peristiwa yang terjadi
dalam cerita.
Novel Bidadari-Bidadari Surga memiliki beberapa tokoh utama
dan tambahan. Tokoh utama yaitu Laisa, Dalimunte, Ikanuri, Wibisana,
dan Yashinta. Konflik-konflik yang terjadi dipengaruhi oleh tokoh-tokoh
tersebut. Selain tokoh utama, tokoh tambahan dalam novel Bidadari-
Bidadari Surga yaitu Mamak Lainuri, Goughsky, Cie Hui, Wulan,
Jasmine, Wak Burhan, Intan, Delima, dan Juwita.
1. Tokoh Utama
a. Laisa
Kak Laisa tidak berubah sedikit pun, persis seperti melihat foto
masa lalunya, hanya saja sekarang piguranya terlihat kecokelatan.
Umurnya sekarang empat puluh tiga.... (Liye, 2008: 151).
13
Laisa yang sedikit terbuka, memperlihatkan gigi-gigi besar, tidak
proporsional. Yashinta menelan ludah, Membandingkan wajah itu
dengan wajahnya melalui cermin peraut pensil. Kak Laisa sungguh
berbeda.... Tapi bagaimana mungkin Kak Laisa bukan kakaknya?
(Liye, 2008:296).
b. Dalimunte
14
Dalimunte meringis. Soal itu tidak usah ditanya lagi, meski ada
Kak Laisa sekalipun Ikanuri dan Wibisana rajin bolos, apalagi jika
Kak Laisa tidak ada. Lebih berani melawan. Tadi pagi sih mereka
bertiga pamitan ke Mamak, memakai seragam, menuju sekolah di
desa atas. Tapi baru tiba di pertigaan jalan bebatuan selebar tiga
meter itu, Ikanuri dan Wibisana sudah kabur duluan, naik
starwagoon tua yang kebetulan lewat ke kota kecamatan.
Dalimunte sebenamya jauh lebih nurut. Dia meski terkadang bosan
sekolah, tapi tidak pernah membolos. Tadi pagi saja, butuh waktu
sepuluh menit di pertigaan itu hingga akhirnya dia berani
memutuskan untuk ikut membolos. Menyelesaikan kincir airnya
(Liye, 2008:60).
15
Wajah mereka berdua mirip sekali. Rambut. Matanya. Ekspresi
wajah. Bahkan bekas luka kecil di dahi. Bedanya, yang satu
baretnya di sebelah kanan, yang satu di sebelah kiri. Selain itu,
nyaris 99,99% mirip, termasuk tinggi, lebar dan bentuk perawakan
tubuh. Jadi seperti sepasang kembar kalau mereka berdiri berjajar.
Padahal mereka sedikit pun tidak kembar, apalagi kembar identik.
Mereka berdua hanya lahir di tahun yang sama, terpisahkan sebelas
bulan. Yang satu beramur 34 tahun (Wibisana), yang satunya
(Ikanuri) 33 tahun. Menariknya, meski Ikanuri lebih muda, dia
lebih dominan dalam urusan apapun dibanding Wibisana. Makanya
orang-orang justru berpikir Ikanuri-lah yang menjadi kakak (Liye,
2008: 19-20).
Ikanuri dan Wibisana semasa kecil memang anak yang nakal dan
susah diatur. Akan tetapi setelah kejadian di Gunung Kendeng. Ikanuri dan
Wibisana menjadi lebih mengerti akan tanggung jawab mereka. Walaupun
terkadang kenakalan mereka muncul lagi, tetapi kenakalan tersebut tidak
16
sefatal kenakalan-kenakalan mereka sebelumnya. Berikut ini kutipan yang
menjelaskan perubahan watak Ikanuri dan Wibisana:
d. Yashinta
17
Kabar baik kedua adalah: Yashinta akhirnya menyelesaikan
pendidikan masternya. Cumlaude. Lulusan terbaik. Ia jelas-jelas
mewarisi kecerdasan Dalimunte, meski juga mewarisi tabiat keras-
kepala Ikanuri dan Wibisana. Hari ini tiba di kota provinsi setelah
penerbangan transit (Hongkong, Singapore dan Jakarta) dari
Belanda. Benar-benar kebetulan yang menyenangkan. Mamak dan
Dalimunte menjemput di bandara. Sementara Kak Laisa menemani
Cie Hui di perkebunan (Liye, 2008:268).
2. Tokoh Tambahan
a. Mamak Launari
18
Menjelang ashar Mamak Lainuri, Kak Laisa dan Kak Dalimunte
pulang. Biasanya Mamak langsung ke hutan, menghabiskan dua
jam sebelum maghrib mencari damar, rotan, atau apalah. Tapi hari
ini tidak. Mamak sudah mendapatkan laporan Kak Laisa soal
kejadian tadi siang, jadi wajah Mamak terlihat marah sepanjang
sore. Mamak sebenarnya tidak suka marah. Lebih banyak berdiam
diri. Melotot, dan anak-anaknya langsung mengerti. Bagaimanalah
Mamak akan sempat marah? Mamak sudah terlanjur lelah dengan
jadwal harian. Bangun jam empat shubuh, menanak nasi, membuat
gula aren, menyiapkan keperluan ladang. Lantas berangkat ke
ladang. Nanti, baru lepas isya, setelah anak-anaknya tidur baru bisa
istirahat. Itupun setelah menyelesaikan anyaman, rajutan atau
apalah (Liye, 2008:70).
19
c. Goughsky
d. Wak Burhan
e. Intan
20
Intan merupakan anak Dalimunte dan Cie Hui. Intan merupakan
anak perempuan berumur sembilan tahun. Intan digambarkan sebagai
anak yang pandai dan memiliki sifat keras kepala, tidak sabaran, dan suka
mencari perhatian. Pelukisan watak tokoh Intan sebagai berikut:
Intan. Itu nama pemberian Kak Laisa. Sejak kecil Intan memang
sudah terlihat bakatnya. Tidak sabaran. Keras kepala. berisik. Suka
mencari perhatian. Meski cerdas dan banyak akal. Lahir setelah
keras kepala tidak mau keluar-keluar juga. Setelah dua jam
berkutat dengan bukaan tujuh. Hampir saja Bidan menyerah.
Hampir saja menyarankan untuk dibawa ke rumah sakit di kota
kabupaten untuk operasi caesar, bayi perempuan itu akhirnya
nongol begitu saja. Seperti sengaja membuat yang lain bete. Panik.
Langsung menangis kencang. Membuat cair seluruh ketegangan
(Liye, 2008:271-272).
21
d. Latar
1. Latar Tempat
a. Lembah Lahambay
22
meter, yang membuat kampung itu seperti sempurna terpisah dari
rimba (Liye, 2008:40).
b. Kamar Laisa
23
Meninggalkan berlarik tanya dari lima ratus peserta simposium
internasional fisika itu. Bagaimana dengan gelombang
elektromagnetik tadi? (Liye, 2008:18).
e. Puncak Semeru
DUA PULUH RIBU kilometer dari langit malam kota Roma yang
cemerlang oleh cahaya. Di sini, pagi justru sedang beranjak
meninggi. Pukul 06.00. Udara berkabut. Putih membungkus
puncak Semeru. Pemandangan luas menghampar begitu
memesona. Tebaran halimun yang indah. Empat gunung di
sekitarnya terlihat menjulang tinggi, mengesankan melihatnya.
24
Berbaris. Gunung Bromo. Tengger. Merbabu. Seperti serdadu. Uap
mengepul dari kawah Semeru. Angin mendesing lembut. Samudera
Indonesia memperelok landsekap, terlihat terbentang nun jauh di
sana. Membiru. Sungguh pemandangan yang hebat (Liye,
2008:25).
f. Sungai
25
Dia melangkah ke pinggir sungai. Tersenyum senang melihat
pekerjaannya. Kincir itu mulai bergerak pelan mengikuti arus air.
Dan bumbung kosong bambu yang dibuat sedemikian rupa mulai
berputar, mengalirkan air sungai ke atas. Tumpah saat tiba di
putaran tertingginya. Berhasil! Anak kecil itu menyeringai lebar.
Masih perlu setidaknya empat kincir lagi hingga akhirnya tiba di
atas cadas sana, pagi ini dia harus menyelesaikan dua di antaranya.
Dengan demikian, setidaknya dia bisa membuktikan air-air ini bisa
dibawa ke atas dengan lima kincir bersambung. Bukan dengan
kincir raksasa yang selama ini selalu dianggap solusi terbaiknya.
Dia beranjak memasang pondasi balok-balok bambu berikutnya di
dinding cadas (Liye, 2008:58).
26
melakukan penerbangan kembali ke Jakarta. Berikut kutipan yang
membuktikan latar tersebut:
Roma Termini (stasiun kereta api pusat) itu meski terhitung sepi,
karena orang-orang sibuk menonton pertandingan final sepak bola,
tapi tetap berisik oleh suara teng-tong-teng speaker pengumuman
(Liye, 2008:52).
i. Balai Kampung
27
masih sempat bekerja di ladang. Kursi-kursi bambu berjejer rapi.
Sudah disiapkan sejak semalam oleh pemuda kampung (Liye,
2008:79).
k. Bandara
28
Kabin kereta ekspres Eurostar merupakan kabin tempat Ikanuri dan
Wibisana naik kereta menuju Paris. Berikut kutipan yang menjelaskan
latar tersebut:
n. Gunung Kendeng
29
Gunung Kendeng merupakan tempat terkepungnya Ikanuri dan
Wibisana oleh tiga harimau. Di tempat itu juga Laisa menunjukkan
pengorbanannya untuk menyelamatkan adik-adiknya. Beriku kutipan yang
menjelaskan latar tersebut:
30
Layar raksasa penunjuk jadwal dan status penerbangan di langit-
langit gedung ultramodern Paris International Airport
memamerkan kecanggihannya. Tidak kurang tiga puluh baris
jadwal penerbangan terpampang otomatis di layar tersebut (Liye,
2008:174).
31
Demi mengejar Cie Hui ke bandara, Dalimunte menggunakan
mobil milik Ikanuri dan Wibisana. Semua keluarga naik mobil tersebut ke
bandara demi mengejar Cie Hui yang hendak pergi ke Cina. Kutipan
berikut menjelaskan latar tersebut:
Aula besar itu lengang. Tidak ada yang tahu siapa sesungguhnya
Kak Laisa. Apa perannya datam cerita yang disebutkan Yashinta.
Tapi ucapan itu amat tulus, dari hati yang menjadi saksi langsung
atas masa lalu tersebut. Maka sempurna sudah kalimat Yashinta
membuat yang lain tersentuh. Menggantung di langit-langit ruang
wisuda. Kak Laisa mengusap pipinya yang basah (Liye, 2008:241).
u. Rumah Sakit
32
Mereka tiba di bandara kota provinsi hampir bersamaan. Ikanuri
langsung mengemudikan mobil balap modifikasi yang diantar
karyawan bengkelnya. Menuju rumah sakit kota provinsi dengan
kecepatan tinggi. Mamak dirawat di sana. Berlarian sepanjang
koridor. Sejenak tidak mempedulikan Intan (yang teganya) malah
puf di saat-saat penting tersebut membuat bau tidak sedap dalam
mobil balap Ikanuri.l Menerobos pintu paviliun. Dan langkah-
langkah mereka terhenti. Berdiri terdiam, berusaha mengendalikan
nafas, di depan pintu ruang rawat Mamak. Lihatlah, Mamak
terbaring lemah di atas ranjang. Pucat. Kak Laisa yang duduk
menunggui berdiri melihat adik-adiknya datang (Liye, 2008: 277-
278).
w. Basecamp
33
Maka setahun terasa bagai seabad bagi Yashinta. Proyek itu
dimulai segera sekembalinya mereka dari pertemuan di London.
Basecamp konservasi dibangun di Taman Nasional Gunung Gede.
Berbagai peralatan didatangkan. Mereka didukung oleh sebelas
peneliti lokal, dari berbagai universitas sekitar. Juga petugas
Taman Nasional, institusi terkait, dan penduduk setempat (Liye,
2008:320).
2. Latar Waktu
3. Latar Sosial
34
Dibesarkan di lembah yang identik dengan semua
kesederhanaannya, Laisa, Dalimunte, Wibisana, Ikanuri, dan Yashinta
tumbuh menjadi anak-anak yang dapat diandalkan. Walau mereka awalnya
tidak mampu, tetapi berkat pemahaman dan teladan dari Mamak, mereka
bisa menjadi orang sukses dengan bidang masing-masing. Kutipan berikut
menjelaskan keadaan tersebut:
Tentu saja semua itu hasil dari proses yang baik. Tidak ada anak-
anak di dunia yang instant tumbuh seketika menjadi baik. Masa
kanak-kanak adalah masa 'peniru'. Mereka memperhatikan,
menilai, lantas mengambil kesimpulan. Lingkungan, keluarga, dan
sekitar akan membentuk watak mereka. Celakalah, kalau proses
'meniru' itu keliru. Contoh yang keliru. Teladan yang salah.
Dengan segala keterbatasan lembah dan kehidupan miskin, anak-
anak yang keliru meniru justru bisa tumbuh tidak terkendali (Liye,
2008:335).
e. Sudut Pandang
35
Tapi entah kenapa, saat semua peserta bersiap menunggu gagasan
hebat, jawaban atas pertanyaan itu, menunggu penjelasan apa yang
akan disampaikan profesor muda di depan mereka. Saat Dalimunte
telah meletakkan kembali gelasnya. Kembali menunjuk slide yang
terpampang di layar LCD raksasa. Bersiap menjelaskan progress
penelitiannya. Dalimunte malah mendadak terdiam. Pelan
menurunkan kembali tangannya yang memegang pointer layar
LCD (Liye, 2008:17).
f. Amanat
36
mengganti ladang jagung menjadi kebun strawberry memang awalnya
tidak berhasil. Laisa tidak menyerah begitu saja. Belajar dari kegagalan,
dia bekerja keras lagi menanami kebun dengan buah strawberry. Dan hasil
kerja kerasnya selama berbulan-bulan menghasilkan panen strawberry
yang sangat bagus. Keadaan tersebut digambarkan pada kutipan:
37
4. Pengorbanan yang tulus
Mulai shubuh itu, Mamak tahu persis satu hal. Laisa yang
bersumpah membuat adikadiknya sekolah menjadikan sumpah itu
seperti prasasti di hatinya. Tidak. Laisa tidak pernah menyesali
keputusannya. Tidak mengeluh. Ia melakukannya dengan tulus.
Sepanjang hari terpanggang terik matahari di ladang. Bangun jam
empat membantu memasak gula aren. Menganyam rotan hingga
larut malam. Tidak henti, sepanjang tahun. Mengajari adikadiknya
tentang disiplin. Mandiri. Kerja keras. Sejak kematian Babak
diterkam harimau, Mamak sungguh tidak akan kuasa membesarkan
anak-anaknya tanpa bantuan putri sulungnya, Laisa. Semua
kesulitan hidup masa kecil itu. Laisa membantunya melaluinya
dengan wajah bergeming. Wajah yang tidak banyak mengeluh
(Liye, 2008:161).
38
3.2. Analisis Sekuen
39
3. Ikanuri dan Wibisana mendapat pesan di bandara Italia
40
5. Dalimunte menjemput anaknya dari sekolah
41
9. Yashinta bertemu dengan teman-temannya
42
12. Laisa memarahi Dalimunte karena membolos sekolah
43
15.1. Wak Burhan mengumandangkan adzan shubuh
15.2. Dalimunte membangunkan Ikanuri dan Wibisana
15.3. orang-orang desa melangkah menuju surau untuk shalat
shubuh
15.4. Dalimunte pulang dan Ikanuri dan Wibisana masih tidur
15.5. pagi-pagi semua oran pergi ke balai kampung
15.6. Wak Burhan memulai pertemuan
15.7. warga membahas perambahan hutan
15.8. Wak Burhan menawarkan ada orang yang akan
mengemukakan pendapatnya
15.9. Dalimunte mengangkat tangan
44
18. Kereta berhenti di perjalanan
45
20.8. Ikanuri dan Wibisana melawan dengan menyebut Laisa
bukan kakak mereka
20.9. Ikanuri dan Wibisana mengatai Laisa jelek sambil pergi
meninggalkan Laisa
46
23.2. Ikanuri menjelaskan kenapa ia menangis, karena mengingat
Laisa
47
27.3. Wak Burhan memberikan mangga kepada penduduk
kampung
48
31.1. Rombongan mahasiswa berkumpul di balai desa
31.2. Yashita jauh sakit
31.3. Mahasiswa mengajukkan proyek listrik kincir air
31.4. Mahasiswa KKN pulang ke kampung atas
31.5. Laisa pulang, menemukan Yashinta semakin sakit
31.6. Karena sakit Yashinta sudah parah, Laisa berlari ke kampung
atas untuk bertemu dengan mahasiswa KKN agar mereka dapat
menyembuhkan Yashinta
49
35.3. Laisa pergi ke ladang
35.4. Dalimunte membujuk Laisa agar pulang
50
40. Dalimunte menolak melintasi (menikah dengan Cie Hui) Laisa
42.1. Cie Hui memohon kepada Mamak Lainuri dan Laisa agar
dinikahkan dengan Dalimunte karena dia akan dijodohkan dengan
lelaki lain di China
42.2. Laisa menelepon Dalimunte agar pulang ke Lembah
Lahambay
42.3. Laisa juga mengumpulkan semua adik-adiknya
42.4. Laisa menceramahi adik-adiknya agar cepat-cepat menikah
dan tidak perlu menghiraukannya yang belum mendapat jodoh
51
44.3. Dalimunte sampai ke bandara, tetapi pesawatnya sudah
berangkat
44.4. Ternyata Cie Hui dan keluarganya tidak jadi berangkat
52
49.3. Ikanuri mengabari Wibisana tentang kanker paru-paru
stadium IV Laisa
53
52.2. Mamak Lainuri dirawat di kota provinsi
52.3. Cie Hui membawa Intan ke pengalengan strawberry di kota
provinsi
52.4. Hanya Laisa, Dalimunte, Ikanuri dan Wibisana yang berada
di ruang rumah sakit
52.5. Mamak Lainuri menyarakan Ikanuri dan Wibisana cepat-
cepat menikah
52.6. Ikanuri dan Wibisana meminang Wulan dan Jasmine
54
57.1. Yashinta sadarkan diri karena harimau yang
membangunkannya
57.2. Yashinta berhasil ditemukan oleh rekan-rekannya
55
61.2. Dalam perasaan, Yashinta membeci sosok Goughsky karena
menjilat Mr. Yoko dan Mrs. Yoko (penggalang dana konservasi
Yashinta)
61.3. Yashinta membantah Goughsky kalau penyaki bukan
disebabkan oleh hewan liar
61.4. Mr. Yoko dan Mrs. Yoko memutuskan untuk menjadikan
Yashinta dan Goughsky satu tim
56
65. Goughsky melamar Yashinta
Sekuen . . . # 1
57
(15.1-15.9), 16 (16.1-16.3), 17 (17.1-17.7), 18 (18.1-18.3), 19 (19.1-
19.4), 20 (20.1-20.9), 21 (21.1, 21.2), 22 (22.1-22.9), 23 (23.1, 23.2),
24 (24.1-24.6), 25 (25.1, 25.2), 26 (26.1-26.4), 27 (27.1-27.3), 28
(28.1-28.5), 29 (29.1-29.4), 30 (30.1-30.3), 31 (31.1-31.6), 33 (33.1,
33.2), 34 (34.1, 34.2), 35 (35.1-35.4), 36 (36.1-36.3), 37 (37.1-37.5),
39 (39.1-39.4), 41 (41.1-41.3), 42 (42.1-42.4), 43 (43.1-43.3), 44
(44.1-44.4), 47 (47.1-47.3), 48 (48.1-48.5), 49 (49.1-49.3), 50 (50.1-
50.8), 51 (51.1, 51.2), 52 (52.1-52.6), 53 (53.1-53.4), 54 (54.1, 54.2),
57 (57.1, 57.2), 58 (58.1-58.4), 59 (59.1-59.3), 60 (60.1, 60.2), 61
(61.1-61.4), 62 (62.1-62.6), 63 (63.1, 63.2), 64 (64.1, 64.2), 65 (65.1-
65.9), 66 (66.1-66.6).
Sekuen . . . # 2
Kronologis . . . # 1
Kronologis . . . # 2
58
Berdasarkan sekuen, maka P1 (sekuen 8: 8.1-8.8), diikuti P2
(sekuen 12: 12.1-12.5), diikuti P3 (sekuen 14: 14.1-14.7), diikuti
P4 (sekuen 15:15.1-15.9), diikuti P5 (sekuen 17: 17.1-17.7), diikuti
P6 (sekuen 20: 20.1-20.9), diikuti P7 (sekuen 22: 22.1-22.9),
diikuti P8 (sekuen 24: 22.1-22.6), diikuti sekuen P9 (sekuen 25:
25.1, 25.2), diikuti P10 (sekuen 27: 27.1-27.3), diikuti P11 (sekuen
29: 29.1-29.4), diikuti P12 (sekuen 31), diikuti P13 (sekuen 33:
33.1, 33.2), diikuti P14 (sekuen 35: 35.1-35.4), diikuti P15 (sekuen
36: 36.1-36.3), diikuti P16 (sekuen 37: 37.1-37.5), diikuti P17
(sekuen 38), diikuti P18 (sekuen 39: 39.1-39.4), diikuti P19
(sekuen 40), diikuti P20 (sekuen 42: 42.1-42.4), diikuti P21
(sekuen 43: 43.1-43.3), diikuti P22 (sekuen 44: 44.1-44.4), diikuti
P23 (sekuen 45), diikuti P24 (sekuen 46: 46.1, 46.2), diikuti P25
(sekuen 48: 48.1-48.5),diikuti P26 (sekuen 50: 50.1-50.8), diikuti
P27 (sekuen 51 : 51.1, 51.2), diikuti P28 (sekuen 52: 52.1-52.6),
diikuti P29 (sekuen 53: 53.1-53.4), diikuti P30 (sekuen 54: 54.1,
54.2), diikuti P31 (sekuen 56), diikuti P32 (sekuen 59: 59.1-59.3),
diikuti P33 (sekuen 60: 60.1, 60.2), diikuti P34 (sekuen 61: 61.1-
61.4), diikuti P35 (sekuen 62: 62.1-62.6), diikuti P36 (sekuen 65:
65.1-65.9), diikuti P37 (sekuen 1), diikuti P38 (sekuen 2: 2.1-2.7),
diikuti P39 (sekuen 3: 3.1-3.12), diikuti P40 (sekuen 4: 4.1-4.7),
diikuti P41 (sekuen 5: 5.1, 5.2), diikuti P42 (sekuen 6: 6.1-6.3),
diikuti P43 (sekuen 7: 7.1-7.3), diikuti P44 (sekuen 9), diikuti P45
(sekuen 10: 10.1-10.10), diikuti P46 (sekuen 11: 11.1-11.6), diikuti
P47 (sekuen 13: 13.1-13.4), diikuti P48 (sekuen 16: 16.1-16.3),
diikuti P49 (sekuen 18: 18.1-18.3), diikuti P50 (sekuen 19: 19.1-
19.4), diikuti P51 (sekuen 21: 21.1, 21.2), diikuti P52 (sekuen 23:
23.1, 23.2) diikuti P53 (sekuen 26: 26.1-26.4), diikuti P54 (sekuen
28: 28.1-28.5), diikuti P55 (sekuen 30: 30.1-30.3), diikuti P56
(sekuen 32), diikuti P57 (sekuen 34: 34.1, 34.2), diikuti P58
(sekuen 41: 41.1-41.3), diikuti P59 (sekuen 47: 47.1-47.3), diikuti
59
P60 (sekuen 49: 49.1-49.3), diikuti P61 (sekuen 55), diikuti P62
(sekuen 57: 57.1, 57.2), diikuti P63 (sekuen 58: 58.1-58.4), diikuti
P64 (sekuen 63: 63.1, 63.2), diikuti P65 (sekuen 64: 64.1, 64.2),
diikuti P66 (sekuen 66: 66.1-66.6).
Logis . . . # 1
Logis . . . # 2
60
anaknya, Intan, dari sekolah. Intan tidak mau diajak pulang.
Setelah dirayu akan pulang ke neneknya, Intan bersedia pulang.
61
Sekuen 30 (30.1-30.3) Dalimunte melihat keadaan Laisa. Dalimunte
menangis setelah melihat keadaan Laisa. Cie Hui, istri Dalimunte,
dan Intan, anak Dalimunte memasuki kamar. Semua orang
menangis.
Logis . . . # 3
62
lintas negara, Eurostar. Di konter tiket, mereka berbincang dengan
penjaga tiket tentang Bali. Mereka pun akhirnya berangkat ke
Paris.
Sekuen 58 (58.3, 58.4) Ikanuri dan Wibisana tiba di kamar Laisa. Mereka
meminta maaf kepada Laisa.
Logis . . . # 4
63
Sekuen 1 Mamak Lainuri akan mengirim pesan untuk anak-anaknya untuk
segera pulang.
64
Hal ini mempunyai hubungan kausalitas dengan sekuen 63.
Logis . . . # 5
65
meremehkan ide Dalimunte. Saat Dalimunte sudah menyerah
mempertahankan idenya, Laisa mendukung ide Dalimunte. Laisa
menegaskan ide Dalimunte. Warga berubah pikiran. Saat ditanya
siapa yang setuju dengan ide Dalimunte, semua orang mengangkat
tangan.
Logis . . . # 6
66
Logis . . . # 7
67
Hal ini mempunyai hubungan kausalitas dengan sekuen 25.
Sekuen 25 (25.1, 25.2) Laisa dan adik-adiknya selamat dari maut. Mereka
pun pulang. Laisa berjanji kepada adik-adiknya untuk mereka
berkehidupan layak.
Logis . . . # 7
Logis . . . # 8
68
strawberry di kebun, tetapi Mamak Lainuri menolak. Laisa pergi ke
ladang untuk merenungi dirinya. Dalimunte membujuk Laisa agar
pulang.
Logis . . . # 9
69
Dalimunte agar pulang ke Lembah Lahambay. Ia juga
mengumpulkan semua adik-adiknya. Laisa menceramahi adik-
adiknya agar cepat-cepat menikah dan tidak perlu
menghiraukannya yang belum mendapat jodoh.
Logis . . . # 10
70
Mamak Lainuri sakit. Mamak Lainuri dirawat di kota provinsi. Cie
Hui membawa Intan ke pengalengan strawberry di kota provinsi.
Hanya Laisa, Dalimunte, Ikanuri dan Wibisana yang berada di
ruang rumah sakit. Mamak Lainuri menyarakan Ikanuri dan
Wibisana cepat-cepat menikah. Ikanuri dan Wibisana pun
meminang Wulan dan Jasmine.
Logis . . . # 11
71
istrinya hamil. Rekan Dalimunte meminta maaf kepada Dalimunte,
dan Dalimunte meminta maaf kepada Laisa.
Logis . . . # 12
72
membujuk Yashina agar menikah. Goughsky memberikan kalung
kepada Yashinta.
Logis . . . # 13
73
4. Simpulan dan Saran
4.1. Simpulan
Berdasarkan data dan hasil analisis di atas, dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Struktur yang membangun novel Bidadari-Bidadari Surga
sebagai berikut:
a. Tema yang terkandung dalam novel Bidadari-Bidadari
Surga adalah kerja keras dan pengorbanan. Melalui tokoh
Laisa, pengarang menyampaikan tema itu. Tokoh Laisa
mengorbankan banyak hal dan terus bekerja keras untuk
memenuhi kebutuhan keluarganya.
b. Alur yang digunakan dalam penceritaan novel Bidadari-
Bidadari Surga adalah campuran. Dalam novel tersebut
diceritakan kejadian sewaktu Laisa sakit dan kejadian dua
puluh tahun silam.
c. Tokoh utama dalam novel Bidadari-Bidadari Surga adalah
Laisa, Dalimunte, Wibisana, Ikanuri, dan Yashinta. Tokoh
tambahan dalam novel Bidadari-Bidadari Surga adalah
Mamak Lainuri, Goughsky, Cie Hui, Wulan, Jasmine, Wak
Burhan, Intan, Delima, dan Juwita.
d. Latar tempat utama dalam novel Bidadari-Bidadari Surga
adalah Lembah Lahambay.
e. Sudut pandang yang digunakan penulis dalam bercerita
yakni persona ketiga.
f. Amanat yang dapat diambil dari novel Bidadari-Bidadari
Surga adalah :
kerja keras akan membuahkan hasil
takdir Tuhan harus diterima apa adanya
pengorbanan yang tulus
selalu menyayangi anggota keluarga
74
Berdasarkan pemaparan di atas dapat dijelaskan bahwa
unsur-unsur dalam novel Bidadari-Bidadari Surga memiliki
keterkaitan. Tema Bidadari-Bidadari Surga digambarkan melalui
watak tokoh utama. Tokoh-tokoh yang lain juga berperan dalam
membawa alur cerita. Penokohan yang dibawakan tokoh akan
memicu konflik cerita. Berdasarkan konflik yang dialami tokoh
utama, pembaca dapat mengambil hikmah atau amanat yang ingin
disampaikan pengarang. Cara pengarang bercerita (sudut pandang)
dapat membawa pembaca seolah-olah ikut menyaksikan secara
langsung setiap peristiwa yang diceritakan.
4.2. Saran
75
5. Daftar Pustaka
76