Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

ANALISIS KIMIA FARMASI II

AMINOGLIKOSIDA

Disusun Oleh :

Kelompok IV

1. Eirene Yanse Bertha Patasik


2. Nelche Taruk Lobo
3. Natalia Bunga
4. Septyani Mambela

AKADEMI FARMASI TORAJA

2017/2018
BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Antimikroba adalah obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba yang


merugikan manusia. Antimikroba atau antiinfeksi, termasuk antiparasit, adalah obat
yang digunakan untuk terapi kondisi patologi yang disebabkan oleh karena infeksi
mikroba atau invasi parasit. (ISO Indonesia, 2013).

Penggunaan antimikroba sebagai terapi penyakit infeksi berkembang sangat


pesat sejak abad ke-19 hingga saat ini. Terdapat banyak jenis antimikroba yang
banyak beredar di masyarakat yang dapat dibedakan dalam beberapa golongan
seperti berdasarkan mekanisme kerjanya, spektrum, struktur kimia, aksi utamanya,
dan tempat kerjanya. (Anonim, 2014).

Penggunaan antimikroba yang sembarangan atau tidak tepat sesuai dengan


indikasi, dapat mengakibatkan gagalnya terapi dan dapat menimbulkan resiko
seperti resistensi atau terjadinya efek samping. (Tjay, dkk, 2010).

I.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian Aminoglikosida?


2. Bagaimana Mekanisme Aminoglikosida?
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Landasan Teori

Aminoglikosida adalah golongan antibiotika bakteriosidal yang merupakan


produk berbagai spesies Streptomyces dan Micromonospora. Semua senyawa dan
turunan semi sintetisnya mengandung dua atau tiga gula amino di dalam molekulnya
yang saling terikat secara glukosidis (Gunawan, 2007; Tjay, 2007).

II.2 Mekanisme Kerja

Aminoglikosida terikat pada ribosom 30s dan menghambat sintesis protein.


Terikatnya aminoglikosida pada ribosom ini mempercepat transpor aminoglikosida ke
dalam sel, diikuti dengan kerusakan membran sitoplasma, dan disusul kematian sel. Yang
diduga terjadi adalah salah baca kode genetik yang mengakibatkan terganggunya
sintesis protein (Gunawan, dkk, 2007).

II.3 Golongan, Sifat dan Stuktur

Sejak tahun 1943 sampai sekarang berbagai derivat aminoglikosida telah


dikembangkan, misalnya Streptomisin, Neomisin, Kanamisin, Gentamisin, dan
Amikasin. Senyawa aminoglikosida dibedakan dari gugus gula amino yang terikat pada
aminosiklitol (Gunawan, dkk, 2007). Dengan adanya gugusan amino, zat-zat ini bersifat
basa lemah dan garam sulfatnya yang digunakan bersifat mudah larut dalam air,
stabilitasnya cukup baik pada suhu kamar, terutama dalam bentuk kering (Gunawan, dkk,
2007; Tjay, 2007).
NAMA STRUKTUR KIMIA SPEKTRUM

Aktif terhadap
kuman tahan
Streptomisin
asam
Mycobacterium

Amikasin Spektrum luas

Spektrum luas,
Lemah
Gentamisin
terhadap
Pseudomonas

Aktif terhadap
kuman tahan
Kanamisin
asam
Mycobacterium
Aktif terhadap
Neomisin
kuman di usus.

II.4 ANALISIS

1. Streptomisin

a. Spektrofotometri
Dengan adanya alkali, streptomisin menghasilkan maltol, atau 2-metil-3-hidroksi-
gama-piron. Jumlah maltol yang dihasilkan bersifat kuantitatif sesuai dengan jumlah
streptomisin. Dalam natrium hidroksida 0,1 N, maltol mempunyai panjang
gelombang maksimal pada 322 nm. Streptomisin dapat ditetapkan kadarnya dengan
mengukur absorbansinya pada 322 nm sebelum dan sesudah hidrolisis dengan NaOH
pada 100 C selama 3 menit. Selisih kedua absorban tersebut sesuai dengan maltol
yang dihasilkan. Pembacaan absorban pertama harus dilakukan segera setelah
penambahan NaOH (Sudjadi, 2012).

b. Spektrofluorometri
Streptomisin dalam farmasetik dan dalam cairan biologis dapat dianalisis secara
spektrofluorometri dengan melibatkan reaksi antara streptomisin dengan 9,10-
fenantrokuinon dalam medium alkali, menghasilkan derivat yang bersifat sangat
fluoresens (Sudjadi, 2012).

c. Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi


Metode KCKT untuk analisis Streptomisin yang tidak melibatkan derivatisasi
dikembangkan dan divalidasi berdasarkan deteksi penghamburan sinar evaporatif.
Dengan sistem ini, streptomisin terelusi pada waktu retensi sekitar 5,6 menit. KCKT
telah digunakan untuk analisis streptomisin pada serum plasma. Kolom yang
digunakan adalah Prodigy ODS3 (250 nm x 4,6 nm). Suhu kolom diatur 25 C. Fase
gerak yang digunakan adalah buffer (natrium 1-heksanasulfonat 25 mM pH 6,0; eluen
A) dan asetonitril dengan perbandingan 85:15 v/v. pH larutandiatur dengan asam
fosfat 85% dan disaring dengan penyaring 0,22 m sebelum digunakan. Detektor UV
diatur pada panjang gelombang 200 nm (Sudjadi, 2012).

2. Amikasin

a. Spektrofotometri
Metode spektrofotometri berdasarkan pada reaksi pembentukan kompleks
dijelaskan untuk determinasi amikasin sulfat sebagai pemberi dengan teresianoetilen
(TCNE) dan 2,3-dikloro-5,6-disiano-1,4-benzokuinon (DDQ) sebagai penerima,
menghasilkan spesies kompleks berwarna dalam larutan air yang dapat menyerap di
panjang gelombang maksimal di 330 nm (TCNE) dan 340 nm (DDQ). Batas deteksi
amikasin adalah 0,06 g/mL (TCNE) dan 0,18 g/ml (DDQ) (Sudjadi, 2012).

b. Flow injection analysis (FIA)


Metode FIA sederhana dan peka telah diusulkan untuk analisis amikasin sulfat
berdasarkan pada penghambatan emisi kemiluminisensi yang dihasilkan dari oksidasi
luminal dalam medium alkali oleh hidrogen peroksida (H2O2) yang dikatalisis oleh
Cu (II), disebabkan oleh interaksi dengan amikasin yang membentuk kompleks yang
stabil dengan katalis. Metode ini mempunyai kisaran linear dinamik 9,89 sampai 20
mg/L dengan batas deteksi 2,97 mg/L. Metode ini juga sukses digunakan untuk
analisis amikasin dalam sediaan farmasetik (Sudjadi, 2012).

c. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi


Amikasin dalam plasma dan urin dapat diderivatisasi dengan 1-fluoro-2,4-
dinitrobenzena untuk selanjutnya dianalisis dengan KCKT menggunakan detektor UV
pada panjang gelombang 340 nm. Metode KCKT yang sederhana dan peka
dikembangkan untuk kuantifikasi amikasin dalam plasma manusia dan urin. Metode
melibatkan sentrifugasi cairan plasma setelah dilakukan pengenceran dengan campuran
etanol/natrium karbonat dan selanjutnya alikuot supernatan diinjeksikan ke dalam
kromatograf. Setelah pemisahan dengan kolom C-18 (waktu analisis 20 menit), amikasin
dideteksi berdasarkan pada kompleks reaksi dengan Cu(II), dengan sistem katalis
kemiluminisensi luminal-hidrogen peroksida (Sudjadi, 2012).

3. Gentamisin
Kromatografi cair kinerja tinggi
Gentamisin dapat dianalisis dengan KCKT menggunakan detektor ultraviolet
setelah gentamisin diderivatisasi dengan orto-ftalaldehid. Pemisahan dilakukan
dengan kolom Nucleosil C-18. Fase gerak merupakan larutan yang mengandung 5,5 g
natrium heptan sulfonat dalam campuran dengan 700 mL metanol, 250 mL air dan 50
mL asam asetat glasial. Fase gerak dihantarkan secara isokratik dengan kecepatan 1,5
mL/metnit. Detektor UV diatur pada panjang gelombang 330 nm (Sudjadi, 2012).

4. Kanamisin

a. Fluorometri
Metode ini berdasarkan pada reaksi reagen fluorogenik dengan antibiotika
aminoglikosida melalui gugus amina. Dengan demikian, metode ini selektif untuk
antibiotika aminoglikosida yang mempunyai gugus amino primer. Produk reaksi
menunjukkan intensitas fluoresensi maksimal pada panjang gelombang emisi 434 nm
setelah mengalami eksitasi di 366 nm.

b. Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT)


Kanamisin dapat dianalisis dengan KCKT menggunakan detektor penghamburan
sinar evaporatif atau ELSD. Respon ELSD terhadap kanamisin dapat ditingkatkan
dengan : - Menurunkan lebar puncak dan faktor asimetrisitas - Penggunaan reagen-
reagen pasangan ion yang bersifat asam - Meningkatkan volatilitas fase gerak

c. Elektroforesis kapiler
Suatu metode efektif berdasarkan pada solid phase extraction (SPE) dan
elektroforesis kapiler untuk determinasi kanamisin dalam serum manusia telah
dikembangkan dan divalidasi. SPE digunakan untuk isolasi kanamisin dari serum
pada cartridge penukar kation lemah pada fase karboksipropil terikat. Campuran
buffer borat metanol digunakan sebagai pelarut pengelusi kanamisin (Sudjadi, 2012).

5. Neomisin

a. Elektroforesis kapiler
Metode elektroforesis kapiler yang sederhana dan cepat dengan deteksi UV
secara tidak langsung telah digunakan untuk determinasi neomisin sulfat dalam
sediaan farmasetik. Neomisin mempunyai kromofor yang pendek sekali (serapan di
sekitar 200 m), sehingga harus ditambahkan suatu ion kromoforik supaya dapat
dideteksi secara tidak langsung dengan UV (Sudjadi, 2012).

b. Kromatografi cair kinerja tinggi


Neomisin tidak mempunyai kromofor sehingga detektor yang umum digunakan
adalah detektor elektrokimia. Neomisin dan senyawa terkait dapat dipisahkan dengan
kolom penukar anion kuat menggunakan eluen KOH 2,40 mM dan suhu kolom diatur
30 C. Analit dideteksi secara langsung dengan sel elektrokimia (Sudjadi, 2012).
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Aminoglikosida adalah golongan antibiotika bakteriosidal yang merupakan


produk berbagai spesies Streptomyces dan Micromonospora.

Aminoglikosida terikat pada ribosom 30s dan menghambat sintesis protein.

Golongan Aminoglikosida : Streptomisin, Amikasin, Gentamisin, Kanamisin,


Neomisin.
DAFTAR PUSTAKA

Gunawan, dkk. 2007. Farmakologi Dan Terapi Edisi V. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

Tjay, Tan Hoan, dkk. 2007. Obat-Obat Penting. Jakarta : PT. ELEX MEDIA
KOMPOTINDO.

Sudjadi, dan Rohman, Abdul, 2012. Analisis Farmasi. Jakarta : Pustaka Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai