AMINOGLIKOSIDA
Disusun Oleh :
Kelompok IV
2017/2018
BAB I
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
Aktif terhadap
kuman tahan
Streptomisin
asam
Mycobacterium
Spektrum luas,
Lemah
Gentamisin
terhadap
Pseudomonas
Aktif terhadap
kuman tahan
Kanamisin
asam
Mycobacterium
Aktif terhadap
Neomisin
kuman di usus.
II.4 ANALISIS
1. Streptomisin
a. Spektrofotometri
Dengan adanya alkali, streptomisin menghasilkan maltol, atau 2-metil-3-hidroksi-
gama-piron. Jumlah maltol yang dihasilkan bersifat kuantitatif sesuai dengan jumlah
streptomisin. Dalam natrium hidroksida 0,1 N, maltol mempunyai panjang
gelombang maksimal pada 322 nm. Streptomisin dapat ditetapkan kadarnya dengan
mengukur absorbansinya pada 322 nm sebelum dan sesudah hidrolisis dengan NaOH
pada 100 C selama 3 menit. Selisih kedua absorban tersebut sesuai dengan maltol
yang dihasilkan. Pembacaan absorban pertama harus dilakukan segera setelah
penambahan NaOH (Sudjadi, 2012).
b. Spektrofluorometri
Streptomisin dalam farmasetik dan dalam cairan biologis dapat dianalisis secara
spektrofluorometri dengan melibatkan reaksi antara streptomisin dengan 9,10-
fenantrokuinon dalam medium alkali, menghasilkan derivat yang bersifat sangat
fluoresens (Sudjadi, 2012).
2. Amikasin
a. Spektrofotometri
Metode spektrofotometri berdasarkan pada reaksi pembentukan kompleks
dijelaskan untuk determinasi amikasin sulfat sebagai pemberi dengan teresianoetilen
(TCNE) dan 2,3-dikloro-5,6-disiano-1,4-benzokuinon (DDQ) sebagai penerima,
menghasilkan spesies kompleks berwarna dalam larutan air yang dapat menyerap di
panjang gelombang maksimal di 330 nm (TCNE) dan 340 nm (DDQ). Batas deteksi
amikasin adalah 0,06 g/mL (TCNE) dan 0,18 g/ml (DDQ) (Sudjadi, 2012).
3. Gentamisin
Kromatografi cair kinerja tinggi
Gentamisin dapat dianalisis dengan KCKT menggunakan detektor ultraviolet
setelah gentamisin diderivatisasi dengan orto-ftalaldehid. Pemisahan dilakukan
dengan kolom Nucleosil C-18. Fase gerak merupakan larutan yang mengandung 5,5 g
natrium heptan sulfonat dalam campuran dengan 700 mL metanol, 250 mL air dan 50
mL asam asetat glasial. Fase gerak dihantarkan secara isokratik dengan kecepatan 1,5
mL/metnit. Detektor UV diatur pada panjang gelombang 330 nm (Sudjadi, 2012).
4. Kanamisin
a. Fluorometri
Metode ini berdasarkan pada reaksi reagen fluorogenik dengan antibiotika
aminoglikosida melalui gugus amina. Dengan demikian, metode ini selektif untuk
antibiotika aminoglikosida yang mempunyai gugus amino primer. Produk reaksi
menunjukkan intensitas fluoresensi maksimal pada panjang gelombang emisi 434 nm
setelah mengalami eksitasi di 366 nm.
c. Elektroforesis kapiler
Suatu metode efektif berdasarkan pada solid phase extraction (SPE) dan
elektroforesis kapiler untuk determinasi kanamisin dalam serum manusia telah
dikembangkan dan divalidasi. SPE digunakan untuk isolasi kanamisin dari serum
pada cartridge penukar kation lemah pada fase karboksipropil terikat. Campuran
buffer borat metanol digunakan sebagai pelarut pengelusi kanamisin (Sudjadi, 2012).
5. Neomisin
a. Elektroforesis kapiler
Metode elektroforesis kapiler yang sederhana dan cepat dengan deteksi UV
secara tidak langsung telah digunakan untuk determinasi neomisin sulfat dalam
sediaan farmasetik. Neomisin mempunyai kromofor yang pendek sekali (serapan di
sekitar 200 m), sehingga harus ditambahkan suatu ion kromoforik supaya dapat
dideteksi secara tidak langsung dengan UV (Sudjadi, 2012).
PENUTUP
Kesimpulan
Gunawan, dkk. 2007. Farmakologi Dan Terapi Edisi V. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Tjay, Tan Hoan, dkk. 2007. Obat-Obat Penting. Jakarta : PT. ELEX MEDIA
KOMPOTINDO.
Sudjadi, dan Rohman, Abdul, 2012. Analisis Farmasi. Jakarta : Pustaka Pelajar.