NILAI BUDAYA
1. Pagelaran Seni Melayu Tari Zapin Zapin merupakan hasanah tarian rumpun Melayu yang
mendapat pengaruh dari Arab. Tari Zapin pada mulanya merupakan tarian hiburan dikalangan
raja-raja di istana setelah dibawa oleh para pedagang-pedagang di awal abad ke-16.Tarian
tradisional ini bersifat edukatif dan sekaligus menghibur, digunakan sebagai media dakwah
Islamiyah melalui syair lagu-lagu zapin yang didendangkan. Musik pengiringnya terdiri dari
dua alat yang utama yaitu alat musik petik gambus dan tiga buah alat musik tabuh gendang
kecil yang disebut marwas.Tarian ini biasa ditarikan oleh penari perempuan bahkan penari
campuran laki-laki dengan perempuan. Pagelaran Seni ini biasa dilakukan pada hari hari
tertentu yang dianggap penting oleh masyarakat Selatpanjang seperti hari hari besar
keagaamaan ataupun dalam acara pernikahan.
2. Fiesta Bokor Riviera Suatu Even untuk memperkuat tali Persaudaraan (Silahturahmi) &
Menjunjung Tinggi Nilai Khasanah Budaya Melayu serta memperkenalkan wisata alam hutan
mangrove didaerah Meranti.Even ini di selenggarakan di desa Bokor, Kecamatan Rangsang
Barat.
PENINGGALAN SEJARAH
Kelenteng Hoo Ann Kiong (lebih dikenal luas sebagai Vihara Sejahtera Sakti/Tua Pek Kong
Bio adalah kelenteng tertua yang ada di Selatpanjang, dan juga merupakan Kelenteng Tertua di
Provinsi Riau. Kelenteng ini didirikan pada masa kolonial Belanda dan sampai hari ini belum
diketahui dengan pasti kapan berdirinya. Sejarawan memprediksi kelenteng ini berumur lebih dari
150 tahun, setelah dilihat dari relief arsitektur bangunannya. Kelenteng ini sangat dikenal luas oleh
masyarakat Selatpanjang maupun masyarakat luar negeri terutama bagi wisatawan dan sebagai
tempat ibadah umat budha.di Riau adalah satu antara pulau kecil lainnya yang ada di Indonesia.
Lebih dari 150 tahun silam, etnis Tionghoa sudah berada di sana. Bangunan Klenteng di sana pun
diyakini tertua di Sumatera.Pulau Tebing Tinggi ini letaknya di Selat Malaka. Di Pulau ini kini
dijadikan pusat ibukota Kabupaten Kepulauan Meranti yakni, Selat Panjang. Kabupaten ini baru
terbentuk dan belum genap usianya 5 tahun. Dulunya Selat Panjang hanyalah ibukota kecamatan
yang berkiblat pada Kabupaten Bengkalis, di Riau.
Kota Selat Panjang tidaklah terlalu besar. Namun kota ini punya sejarah panjang jauh
sebelum kemerdekaan. Di perkirakan, pertengahan abad ke 19 atau sekitar tahun 1800-an, etnis
Tionghoa dari daratan Cina sudah merantau ke sana.Dulunya pulau itu hanya ada hutan belantara.
Warga Tionghoa menetap di sana dengan membuka usaha kayu, membabat hutan untuk menanam
karet, menanam sagu serta sayu-sayuran. Keberhasilan para perantau awal ini, lantas disusul
kemudian perantau lainnya. Mereka sama-sama berada di pulau tersebut yang akhirnya kini
banyak keturunannya menyebar ke seluruh wilayah Nusantara.
Perdagangan tempo dulu, hasil pertaniannya dijual ke Singapura. Ini karena letak goegrafis
kepulauan ini sejajar dengan letak Singapura. Keberhasil para etnis Tionghoa dalam berbisnis ini
pada akhirnya melahirkan Selat Panjang sebagai kota perdagangan dari dulu hingga
sekarang.Seiring pertumbuhan masyarakat Tionghoa kala itu, maka nenek moyang mereka pun
membangun tempat peribadatan yang dikenal dengan sebutan keleteng bernama Hoo Ann Kiong
(Vihara Sejahtra Sakti). Sebenarnya, tidak ada yang tahu kapan persisnya bangunan tempat ibadah
itu berdiri. Namun, masyarakat Tionghoa meyakini bangunan itu sudah ada sekitar tahun 1850-an.
Kelenteng itu sempat beberapa kali pindah lokasi. Tapi, sejumlah bangunan tua seperti tiang-tiang
penyanggah pintu masuk tetap dibawa kemanapun lokasi berpindah.
Kini Klenteng itu berlokasidi Jl Ayani, Selat Panjang, Ibukota Kabupaten Kepulauan
Meranti. Kelenteng itu menghadap ke laut yang hanya berjarak sekitar 50 meter saja.Klenteng
warna merah dengan ornamik khas Cina itu, dihimpit bangunan ruko. Bagian tempat peribadatan
itu memang bukan lagi bentuk aslinya. Bila dilihat sekarang, bangunan tempat pemujaan bagian
dalam sudah sangat modern. Ornamik khas ukiran Cina serta patung budha didatangkan langsung
dari negeri Tirai Bambu itu.Tak ada bedanya, kalau lokasi peribadatan itu dengan Klenteng lainnya
yang ada di Indonesia. Peninggalan sejarah yang masih utuh sejak kelenteng itu adalah pintu
gerbang masuknya.
Lantas apa uniknya? Pintu gerbang bercat merah, termasuk tiang-tiangnya sekilas terlihat
terbuat dari besi. Tapi rupanya, tiang penyanggah genteng tersebut terbuat dari kayu yang usianya
sudah 150 tahun.Kayu itu penyanggah ukuran sedang sekitar berdiameter 15-20 cm itu masih tegak
lurus. Artinya, pintu gerbang untuk memasuki ke dalam kawasan kelenteng masih merupakan
peninggalan zaman dulu,Tidak hanya tiang penyanggahnya saja yang dari kayu. Ada empat daun
pintu sebagai penutup juga masih terbuat dari papan. Tiang penyanggah atapnya ternyata tidak
menggunakan satu paku pun. Antara kayu ke kayu yang lain hanya dipasang pasak saling
mengikat. Di bagian ujung tiang ke tiang lainnya selain menggunakan sekat juga dibalut dengan
rotan.