Penulis :
Wisnu Jatmiko
Petrus Mursanto
Bob Hardian
Anom Bowolaksono
Budi Wiweko
Muhammad Ali Akbar
I Putu Satwika
Zaki Immadudin
M. sakti Alvissalim
Ikhsanul Habibie
Muhammad Anwar Ma'sum
Muhammad Nanda Kurniawan
Hak Cipta
Semoga bantuan dan kerjasama yang selama ini sudah terjalin dengan
baik dapat terus dilestarikan dan dikembangkan sehingga ilmu dan harapan
yang telah dicita-citakan dapat tercapai dan menghasilkan sebuah inovasi
baru yang dapat bermanfaat bagi masyarakat, khususnya bagi Fakultas Ilmu
Komputer Universitas Indonesia.
November 2013
Tim Penulis
Bab 1:
Pada bab ini dijelaskan hal-hal yang melatar belakangi dan menjadi
alasan mengapa buku ini di buat. Selain itu, hal yang dijelaskan pada
bab ini adalah mengenai pengetahuan umum mengenai Biomedis,
sejarah Biomedis, perkembangan Teknis Biomedis di Indonesia dan
peralatan-peralatan yang biasa digunakan dalam bidang Teknik
Biomedis. Selain itu, pada bab ini juga akan dibahas beberapa
penelitian yang dilakukan di Fakultas Ilmu Komputer, Universitas
Indonesia, yang berkaitan dengan bidang teknologi Biomedis, seperti;
Aritmia, Sleep Apnea, Sleep Stages dan Ultrasonografi (USG).
Bab 2:
Di dalam bab ini, Pembaca akan diperkenalkan hasil penelitian
biomedik yang berhubungan dengan organ jantung dan beberapa
jenis penyakit yang menyertainya. bab ini akan dijelaskan suatu
proses pengenalan Aritmia dan data pendukung untuk mendeteksi
stabil atau tidaknya keadaan jantung seseorang dengan
menggunakan pendekatan jaringan saraf tiruan. Proses ini dibagi
menjadi beberapa tahap studi yaitu: pemrosesan data, ekstraksi fitur
dan pemrosesan data pada elektrokardiogram
Bab 3:
Bab ini akan menjelaskan tentang tidur, jam tidur dan siklus tidur pada
manusia. Kebutuhan tidur yang tidak terpenuhi ternyata memberikan
dampak yang cukup signifikan dalam kesehatan seseorang. Bab ini
juga menjelaskan tentang penyakit yang ditimbulkan akibat gejala
kelainan tidur yang dialami seseorang. Bab ini banyak menjelaskan
tentang pembangunan alat pendeteksian gangguan tidur dengan
menanamkan algortima cerdas jaringan syaraf tiruan untuk
mengklasifikan kelainan sleep apnea disaat seseorang sedang
tidur,semua proses tersebut diterapkan pada perangkat lunak
Bab 4:
Di dalam Bab ini dijelaskan mengenai Pendeteksian kadar
Trycloroetilen pada Hati Manusia, dimana pembaca akan dibawa
untuk menyelami berbagai fenomena yang berhubungan dengan hati
manusia, terutama pada penyakit dan penanggulangannya. bab ini
megupas secara lebih terperinci mengenai zat perusak fungsi hati
pada manusia, yaitu Trycloroetilen. dimana beberapa tim peneliti dari
fakultas ilmu komputer Universitas Indonesia tertarik untuk meneliti
bagai mana cara kerja zat tersebut untuk meneyrang hati manusia
dan seperti apa proses penyebaran penyakitnya. dengan sistem
algoritma yang telah dibuat, maka proses pendeteksiaan penyakit
yang di sebabkan oleh zat Trycloroetilen bisa terdeteksi dengan baik.
Bab 5:
Bab ini menjelaskan mengenai Ultrasonografi (USG), perkembangan
teknologinya dan cara kerja USG. Selain itu, Pada bab ini juga akan
dijelaskan beberapa jenis kelainan pada janin bayi dan penyebab
adanya kelainan tersebut. Kemudian, penjelasan dilanjutkan
mengenai sistem pedeteksian ketidaknormalan pada janin
berdasarkan Biometri atau ukuran anatomi janin baik dari sisi
hardware dan software. dengan beberapa penelitian yang sudah
populer dan diakui oleh beberapa konfeerensi international, maka
ilmu pengetahuan mengenai pendeteksian normal dan abnormal dari
janin ini akan kami publikasikan melalui buku ini, lengkap dengan
sistem algoritma yang diharapkan dapat di pelajari oleh para peneliti
lainnya.
Bab 6:
Bab ini menjelaskan tentang sistem algorima dari masing masing bab
diatas, dengan sistem algorima ini maka diharapkan para peneliti
dapat dengan mudah melakukan implementasi dan pengembang
kedepan. Algoritma yang kami suguhkan dalam buku ini lebih banyak
di fokuskan pada bidang ilmu jaringan syaraf tiruan. dimana semua ide
dan usulan yang terangkum dalam buku biomedis ini sudah
dipublikasikan melalui paper dan jurnal didunia internasional.
Gambar 1.2 Al Zahrawi (kiri) dan salah satu halaman buku yang menerangkan
peralatan-peralatan bedahnya (kanan)
16 TeknikBiomedis : Teori dan Aplikasi
Tidak hanya peralatannya saja, prosedur pembedahan pada masa itu
juga telah ia kembangkan. Salah satu contoh prosedur yang digagas Al-
Zahrawi adalah mengikat organ tubuh untuk mencegah pendarahan. Selain
itu, ia menggunakan benang yang dikembangkannya untuk menjahit luka
pascabedah. Hal tersebut akan dapat membuat pendarahan berhenti dan
segera membeku. Penemuan-penemuan Al-Zahrawi merupakan fondasi dari
teknik biomedis awal yang sangat bermanfaat dan terus digunakan selama
berabad-abad.
Gambar 1.6 Hans Berger (atas) dan hasil EEG pertamanya (bawah)
Pada tahun 1952, perhatian paling utama dari penelitian bidang teknik
biomedis terkait kardiologi adalah penemuan alat pacu jantung pertama
(cardiac pacemaker). Alat tersebut dibuat oleh Paul Maurice Zoll, seorang
Amerika, yang bekerja pada Beth Israel Hospital di Boston. Dalam
pengembangannya, Dr. Zoll bekerjasama dengan para insinyur dari
Electrodyne Company. Alat pacu jantung yang dibuat saat itu adalah external
pacemaker yang menstimulasi detak jantung melalui elektroda besar yang
diletakkan di dada. Alat pacu yang sepenuhnya ditanam di dalam tubuh
adalah pacemaker yang dibuat pada 1958 dan 1959 oleh Wilson Greatbatch
dan William M. Chardack.
Konversi
Pemroses Pemrosesan Tampilan
Sensor Analog ke
Analog Sinyal luaran
Digital
Pengiriman /
Penyimpanan
Kalibrasi Transmisi
Data
Data
Dalam hal perolehan data, sensor yang dipakai dalam EEG adalah
Elektroda berbentuk cup dan subdermal needle. Pada cup electrodes dibuat
dari platinum atau logam putih lainnya dengan diameter sekitar 5-10 mm.
Elektroda tersebut diisi oleh gel elektrolit dan dapat ditempelkan di kulit
kepala menggunakan semacam perekat. Selanjutnya subdermal electrodes
juga merupakan pilihan untuk digunakan dalam perekaman EEG. Hal tersebut
disebabkan karena perekaman yang lumayan sulit pada kulit kepala yang
terhalang rambut maupun kulit berminyak. Elektroda tersebut terbuat dari
platinum atau jarum anti karat dengan panjang 10 mm dan lebar 0.5 mm.
Penggunaannya adalah dengan memasukkannya ke bawah kulit dengan
tujuan untuk mendapatkan kontak listrik yang lebih baik.
- Fase 0:
- Fase 1:
- Fase 2:
- Fase 3:
- Fase 4:
Darah tinggi
Diabetes
Kebiasaan merokok
Peradangan tulang
Meningkatnya kadar LDL dalam darah
Riwayat genetik
Polusi udara juga berkontribusi menyebabkan arterosklerosis
Depresi
Kelebihan berat badan
Terlalu banyak mengkonsumsi alkohol
Kurangnya aktifitas fisik dan olahraga
Obesitas (kegemukan)
Detak jantung orang yang normal berada pada rentang 60 sampai 100
detakan per menit. Ditinjau dari detakannya terdapat dua kelompok penyakit
aritmia yakni:
Merupakan suatu irama jantung yang cepat yang berasal dari ruang
bawah(atau ventrikel) jantung. Laju denyut yang cepat mencegah jantung
mengisicukup darah , sehingga sejumlah kecil darah dipompa ke seluruh
tubuh. Hal Ini bisa mengakibatkan penyakit Aritmia yang serius, terutama
pada orang dengan penyakit jantung,dan dapat berhubungan dengan banyak
gejala.Seorang dokter harusmengevaluasi Aritmia ini.
8. Blok
2.1.4 Kardiomiopati
Kardiomiopati adalah istilah umum yang dipakai untuk penyakit
gangguan otot jantung yang mengakibatkan jantung tidak bisa berkontraksi
secara normal. Penyakit ini juga membuat jantung sulit untuk memompa
darah dan mengirimkannya ke seluruh tubuh, sedangkan ada banyak
penyebab penyakit kardiomiopati ini. Satu penyebabnya adalah penyumbatan
arteri koroner jantung yang menyuplai bagian dari dinding otot jantung.
Penyebab lainnya adalah adanya kelainan pada katup jantung.
b) Hypertrophic cardiomyopathy
d) Isekemik Kardiomiopati
a. Miokarditis
Miokarditis akut adalah proses inflamasi di miokardium. Jantung
merupakan organ otot, jadi efisiensinya tergantung pada sehatnya tiap
serabut otot. Bila serabut otot sehat, jantung dapat berfungsi dengan baik
meskipun ada cedera katup yang berat, bila serabut otot rusak maka hidup
dapat terancam. Miokarditis biasanya diakibatkan oleh proses infeksi,
terutama oleh virus, bakteri, jamur, parasit, protozoa dan spiroseta atau
dapat juga disebabkan oleh keadaan hipersensitifitas seperti demam rematik.
Jadi miokarditis dapat terjadi pada pasien dengan infeksi akut, yang
menerima terapi imunosupresif atau yang menderita endokarditis
infeksi.Miokarditis dapat menyebabkan dilatasi jantung, thrombus dalam
dinding jantung (mural trombi), infiltrasi sel darah yang beredar di sekitar
pembuluh koroner dan diantara serabut otot dan degenerasi serabut otot itu
sendiri.
b. Perikarditis
Perikarditis mengacu pada inflamasi pada perikardium, kantong
membran yang membungkus jantung. Bisa merupakan penyakit primer, atau
dapat terjadi sesuai perjalanan berbagai penyakit medis dan bedah. Penyebab
yang mendasari atau yang berhubungan dengan perkarditis adalah penyebab
idiopatik atau nonspesifik dan Infeksi.
c. Endokarditis
Endokarditis rematik adalah terjadinya rematik disebabkan langsung
oleh demam rematik, suatu penyakit sistemik yang disebabkan oleh infeksi
streptokokus group A. Endokarditis infeksi (endokarditis bacterial) adalah
infeksikatup dan permukaan endotel jantung yang disebabkan oleh invasi
langsung bakteri atau organisme lain dan menyebabkan deformitas bilah
katup. Mikroorganisme penyebab mencakup bakteri (streptokoki,
enterokoki, pneumokoki, stapilokoki) fungi, riketsia, dan streptokokus
viridans. Endokarditis infeksi terjadi pada pasien yang mempunyai riwayat
penyakit katup jantung. Pasien yang beresiko tinggi adalah pasien dengan
2.2 Elektrokardiogram(EKG)
Sudah lebih dari 100 tahun sejak penemuannya, alat EKG (Elektro
Kardiogram) merupakan alat yang biasa digunakan untuk mendiagnosis
kinerja jantung. Sinyal listrik yang berasal dari sino atrial ini akan direkam
dalam bentuk gelombang oleh alat EKG. Gelombang inilah yang digunakan
para pakar kardiologi untuk mengetahui keadaan jantung si pasien. Sebuah
alat EKG dapat memberikan 2 jenis informasi. Pertama interval waktu yang
diukur pada EKG, sangat membantu dalam menentukan durasi gelombang
listrik yang melintasi jantung, sehingga kita dapat menentukan apakah
aktivitas listrik pada jantung normal, lambat, cepat atau tidak teratur. Kedua,
jika jumlah aktifitas listrik yang melewati otot jantung diukur, maka hal
tersebut memungkinkan seorang ahli jantung pediatrik untuk mengetahui
apakah bagian jantung tersebut terlalu besar atau terlalu banyak bekerja.
Sadapan V3R-9R: dada sisi kanan dengan tempat sama seperti sadapan v3-9
sisi kiri. Oleh karena itu V2R sama seperti v1.
EKG rutin yang biasa dipakai terdiri dari 12 sadapan, yaitu sadapan I, II, III; aVR,
aVL, aVF; V1, V2, V3, V4, V5 dan V6. Lebih detil ada pada Gambar 2.9.
2.2.1 Heartbeat
Tabel 2-1 Fitur yang dapat diperoleh pada gelombang EKG deskripsi fitur dan
durasinya
f = ai(x-xi)3+bi(x-xi)2+ci(x-xi)+di (3.1)
Gambar 2.14 Sinyal ECG asli dan hasil proses BWR serta garis isoelektrik
(estimasi)
Sesuai dengan standar AAMI, seperti yang terlihat pada Tabel 2-2,
maka jenis beat yang akan digunakan adalah 15 beat pertama yang
ditunjukkan dengan kotak hitam pada Tabel 2-3. Karena jumlah tiga beat
terakhir sangat kecil maka untuk saat ini hanya 12 kelas saja yang nantinya
akan digunakan dalam proses pengenalan.
AAMI N S V F Q
hearthbeat
class
Description Any Supravenricular Ventricular Fusion Unknown
hearthbeat Ectopic Beat Ectopic Beat Beat
not in the S, Beat
V, F, or Q
classes
Normal Atrial Premature Premature Fusion of Paced Beat
Beat Beat (AP) Ventricular Ventricular
Contraction and
(PVC) Normal
Beat (fVN)
Left Bundle Abberated Atrial Ventricular Fusion of
Branch Premature Beat Escape Paced and
Block Beat (aAP) Beat Normal
Dari hasil pengamatan terlihat bahwa terdapat beat EKG pada tiap-
tiap tipe Aritmia yang berada diluar distribusi masing-masing kategori kelas, di
mana dalam hal ini diistilahkan dengan outlier. Outlier ini jika digunakan untuk
melatih jaringan saraf yang dibangun dapat menyebabkan ketidak-akuratan
data karena model akan mencoba mengakomodasi outlier tersebut, namun
akan berimbas pada kinerja dari jaringan saraf karena akan menurunkan
tingkat pengenalan terhadap beat tersebut. Oleh karena itu, beat yang
terindikasi menjadi outlier harus dihilangkan.
Tabel 2-4 Data statistik jumlah beat yang dihasilkan untuk setiap tipe Aritmia
setelah dilakukan penghilangan outlier pada data
Pada Gambar 2.21 dapat dilihat komponen aproksimasi tiap level dari
hasil dekomposisi sinyal ECG dengan menggunakan wavelet daubechies db8
sebanyak 5 level. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ekstraksi fitur
pada buku ini menggunakan dua pendekatan yang nantinya akan
diujicobakan pada tahap selanjutnya, diantaranya adalah sebagai berikut.
Gambar 2.21 Komponen aproksimasi tiap level dari hasil dekomposisi sinyal
ECG dengan menggunakan wavelet daubechies db8
(a)
Selain fitur-fitur tersebut, fitur yang cukup panting dari aplikasi ini
adalah verivikasi data detak jantung oleh dokter. Fitur ini diimplementasikan
dalam suatu menu khusus. Dalam aplikasi ini dibuat satu menu khusus
untuk dokter, yaitu melakukan verifikasi detak jantung, mendaftarkan
rumah sakit dan klinik, dan mendaftarkan afiliasi dokter. Implementasi use
case ini diilustrasikan pada Gambar 2.25. Pertama kali dokter memilih verify
heartbeat data pada sub menu khusus dokter seperti tampilan pada
gambar (a). Selanjutnya dokter memilih salah satu data detak jantung dari
(d) (e)
Gambar 2.25 Fitur Verifikasi Data Detak Jantung Oleh Dokter
600
500
Waktu respon (ms)
400
300
200
100
Service
Kanal EEG sebagai kanal yang paling berkorelasi dengan siklus tidur,
memiliki karakteristik unik yang membedakan satu siklus tidur dengan siklus
tidur lainnya. Misalnya ketika mata tertutup gelombang EEG pola yang relatif
lebih halus yang disebut sebagai keadaan terelaksasi. Pada siklus NREM 1,
terdapat kemunculan gelombang Theta, pada siklus NREM 2 terdapat
lompatan gelombang berfrekuensi tinggi disebut sebagai kumparan tidur,
dan juga terdapatnya gelombang K kompleks. Pada siklus NREM 3 terdapat
kemunculan gelombang delta yaitu gelombang yang memiliki loncatan
amplitudo tinggi namun bergerak dengan peralihan yang lambat. Dengan
hanya membaca kanal EEG saja, siklus REM tidak dapat dibedakan dengan
keadaan terbangun karena memiliki keadaan gelombang EEG yang mirip.
Berikut ini rincian karakteristik dari keempat siklus tidur tersebut.
Bola mata dalam keadaan diam, dan detak jantung dan pernapasan
lebih lambat ketimbang saat terbangun
Timbulnya irregularitas dalam perekaman EEG dimana terdapat
gelombang yang memiliki amplitudo tinggi dengan siklus pelan,
namun juga terdapat aktifitas otak sepintas yang disebut Kumparan
Tidur dimana pola gelombang yang dihasilkan seperti terdapat noise
Penjejakan EEG juga akan menunjukkan pola yang disebut gelombang
K-kompleks yang dapat dianggap sebagai sistem penjagaan yang
membuat tubuh siap terbangun jika diperlukan. Seseorang yang
berada dalam keadaan ini dapat terprovokasi dengan suara tertentu
seperti penyebutan nama seseorang atau stimuli lainnya.
CSA terjadi saat otak mengirimkan sinyal yang tidak cukup kuat untuk
ke otot otot pernapasan untuk melakukan pernapasan. Hal ini biasanya
dapat terjadi karena kelainan pada jantung, Serebrovaskular, atau bahkan
konsumsi obat obatan yang akhirnya menjadi racun bagi tubuh. Secara
umum utamanya CSA disebabkan oleh terdapatnya gangguan pada sistem
syaraf manusia pada bagian tertentu yang mengakibatkan terjadinya
gangguan pernapasan saat tidur. CSA tidak dapat dieliminasi secara total
namun gangguan yang diakibatkan saat tidur dapat diminimalisasi dengan
secara rutin melakukan terapi dokter.
Sleep apnea tidak senantiasa muncul selama waktu tidur satu malam,
even saat terjadinya sleep apnea dikenal juga dengan even pernapasan yang
terbagi dalam sejumlah kondisi seperti, respiratori normal, keadaan hyponea,
keadaan apnea, dan juga terdapatnya fase transisi antara CSA OSA. Sleep
apnea sangat berkaitan dengan even pernapasan, selain itu apnea juga dapat
mempengaruhi sistem tubuh seperti sistem Kardiovaskular (jantung),
sehingga dapat menyediakan informasi berharga untuk mendeteksi sleep
apnea. Meskipun demikian untuk mendapatkan data mengenai gejala
gangguan tidur semacam sleep apnea tetap diperlukan pengukuran standar
menggunakan PSG dalam waktu perekaman yang memadai. Diagnosa sleep
Terdapat banyak variasi metode ekstraksi fitur yang mengolah dari data
EEG, yang akan dijelaskan disini adalah salah satu metode ekstraksi yang
relatif sederhana. Ekstraksi dilakukan dengan menerapkan formula
perhitungan energi dan fluktuasi energi dari sinyal EEG. Formula ekstraksi
fitur yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 3-2. Dengan demikian, setiap
interval akan dihasilkan 12 fitur yang berkorelasi langsung dengan siklus tidur.
Hal ini bermakna setiap siklus tidur akan memiliki kuantisasi nilai dari 12 fitur
yang unik kecuali jika terdapat outlier.
Metode ekstraksi fitur HRV merupakan metode yang paling umum jika data
input berupa gelombang ECG. Metode penurunan fitur berbasis energi dan
fluktuasinya seperti yang dijelaskan sebelumnya, dapat saja diterapkan untuk
melakukan ekstraksi fitur dengan metode alternatif.
3.5. Dataset
Pada bagian ini dijelaskan data dari pasien yang digunakan untuk
pendeteksian tahapan dan gangguan tidur.
Gambar 3.6 Program EDF Browser Untuk Menampilkan Sinyal EKG yang
telah disimpan
Gambar 3.7 Sinyal EKG yang telah dipotong untuk periode 30 detik
Karena sifat data yang saling tumpang tindih dan menyebar ini,
diperlukan penanganan khusus agar informasi dari data tersebut dapat
diolah. Salah satu tahapan terpenting adalah melakukan klasifikasi terhadap
data tersebut sehingga setiap kriteria tidur dapat dibedakan dengan baik.
Gambar 3.10 Contoh alat portable untuk mendeteksi sinyal jantung yang
dihubungkan dengan simulator detak jantung
Perlu diingat kembali bahwa sinyal yang diperoleh sejauh ini diolah
secara analog pada rangkaian EKG. Agar sinyal dapat diolah secara digital,
sinyal keluaran dari rangkaian EKG kemudian diteruskan ke rangkaian ADC
untuk kemudian dikonversi menjadi data digital. Sinyal digital yang dihasilkan
oleh rangkaian ADC kemudian diteruskan ke Beagleboard untuk kemudian
diolah secara digital. Beagleboard juga berfungsi sebagai kontrol digital untuk
fungsi input dan output dari sinyal detak jantung.
b. Membentuk Empedu
Empedu adalah sebuah cairan kental berwarna hijau kekuningan yang
dihasilkan oleh hati. Fungsi utama dari empedu adalah untuk membantu
pencernaan makanan. Terutama dalam proses pencernaan lemak saat lewat
dari lambung ke usus. Cairan berwarna hijau kekuningan yang dihasilkan
organ hati ini akan disimpan dalam kantong terdekat dari hati yang disebut
sebagai empedu, yang pada umumnya disebut kantung empedu.
d. Membentuk Protein
Protein merupakan senyawa kimia kompleks yang dibutuhkan oleh
setiap mahluk hidup seperti tanaman, hewan dan manusia. Protein adalah
senyawa yang dibutuhkan olkeh tubuh manusia dan harus diproduksi secara
berkala dalam tubuh manusia. Seperti halnya pembentukan protein yang
berfungsi untuk pembekuan darah. Protein ini harus tetap diproduksi setiap
harinya dalam tubuh manusia oleh hati. Pada kasus tertentu, terdapat
masalah dalam pembekuan darah yang diakibatkan oleh irisan kecil pada
tubuh manusia. Darah tidak dapat membeku dan terus mengalir ketika
protein tersebut tidak diproduksi oleh hati.
Berikut ini merupakan contoh gambar hati tikus putih yang sudah
dikelompokan sesuai dengan kelasnya, yang nantinya digunakan untuk
proses klasifikasi dalam menentukan apakah hati pada tikus putih ini dalam
keadaan sehat atau tidak.
Di mana
1 i N,1 k C
( )
= , 1 ,1
( )
dimana d_ki adalah jarak absolut antara y_i dan v_k. FCM menggunakan nilai
acak untuk menginisialisasi bobotnya. disaat proses pengolahan data
berlangsung nilai bobot tersebut akan diperbarui untuk meminimalkan nilai J.
Berdasarkan gambar dengan skala 25%, ada tiga kelas yang berbeda
dalam FCM tersebut, terkena 0 ppm (kontrol), terkena 1000 ppm (tingkat
rendah), dan terkena sampai 2000 ppm (tingkat tinggi). Gambar 1b
menunjukkan hasil pengelompokan data kami. Titik-titik biru mewakili cluster
1, lingkaran mewakili cluster 2, dan segitiga merupakan cluster 3. Garis hijau
adalah batas antara cluster 1 dan cluster 2. Garis merah adalah batas antara
cluster 2 dan cluster 3. Seperti dapat dilihat dari gambar, ada beberapa data
yang berada di cluster yang salah, ada 32 data yang tepatnya. Ini outlier
4.5.4 Klasifikasi
Algoritma FCM ternyata tidak cukup tinggi tingkat akurasinya dalam
mengklasifikasi 3 kelas berbeda pada citra tikus putih. Dalam eksperimen ini,
kami akan mencoba beberapa variasi dari classifier yang ada, yaitu back-
propagation neural networks(BPNNs), fuzzy-neuro learning vector
quantization (FNLVQ), dan fuzzy-neuro learning vector quantization-particle
swarm optimization (FNLVQ-PSO). Ketiga algoritma diatas telah digunakan
pada banyak problem-problem sebelumnya, seperti pengenalan tulisan
tangan, pengenalan objek wajah, dll.
4.6 Kesimpulan
Setelah melakukan eksperimen terhadap citra tikus putih, dapat
disimpulkan bahwa algoritma classifier BPNN dapat memisahkan citra tikus
putih secara akurat.Akurasi yang dicapai oleh BPNN adalah 99.12 % dengan
105 TeknikBiomedis : Teori dan Aplikasi
jumlah fitur sebanyak 45 fitur pembeda.Lalu akurasi terbaik yang dapat
dicapai oleh classifier FNLVQ adalah 77.18 %, sedangkan untuk FNLVQ-PSO
dapat mencapai akurasi sebesar 95.89 %.Walaupun kedua metode diatas
masih lebih baik akurasinya dibandingkan FCM, FNLVQ dan FNLVQ-PSO masih
kalah jauh jika dibandingkan dengan BPNN. Namun algoritma di atas masih
membutuhkan improvisasi terutama dalam hal efisiensi memory serta fitur
yang digunakan karena keterbatasan perangkat keras Spartan 3AN.
Perkembangan alat USG hingga saat ini sangatlah pesat. Hal ini
ditunjukkan dengan munculnya alat USG 3D bahkan live-3D atau yang sering
disebut dengan USG 4D. Perkembangan ini tidak dapat terlepas dari
perkembangan teknologi khususnya komputer. Dengan kemajuan yang
sangat pesat dalam bidang komputasi ini mampu meningkatkan kinerja dari
alat USG tersebut sehingga berbagai macam sistem kecerdasan dapat
ditanamkan. Berbagai sistem cerdas tersebut bertujuan mempermudah
tenaga medis dalam melakukan pemeriksaan dan diagnosis. Para produsen
alat USG juga berlomba-lomba untuk mampu menciptakan alat USG yang
memiliki ukuran yang kecil untuk memungkinakan portabitilas dari alat
tersebut.
Dari tahun ke tahun citra yang dihasilkan alat USG semakin diperbaiki.
Tidak hanya terjadi pada bagian pemrosesan citra, probe atau yang sering
dikenal dengan transduser juga berkembang dengan cukup pesat.
Perkembangan alat transduser ini memiliki tujuan untuk meningkatkan
kualitas citra yang dihasilkan dengan menggunakan bahan pembuatan yang
lebih murah. Berbagi macam alat USG yang kini ada di pasaran telah mampu
memberikan hasil citra yang memiliki kontras dan resolusi yang lebih baik.
Dengan kualitas citra yang baik akan mempermudah para tenaga medis untuk
melakukan pengenalan terhadap objek yang ada pada citra secara lebih
akurat. Hal ini diharapkan akan mengurangi kesalahan diagnosis yang
mungkin dilakukan pada saat pemeriksaan.
Namun demikian harga dari satu buah alat USG kurang terjangkau.
Selain itu terdapat kendala pada tenaga medis yang mengerti dan mampu
menggunakan alat USG di Indonesia masih sangat terbatas. Harga yang
cukup tinggi ini bukan berasal dari peralatan untuk melakukan komputasi
namun lebih dikarenakan hingga saat ini masih terdapat permasalahan untuk
menciptakan alat transduser dengan biaya yang murah dan tanpa
mengurangi kualitas hasil citra yang dihasilkan.
Selain BPD, citra kepala juga dapat digunakan untuk mengukur lingkar
kepala (HC) yang juga dapat digunakan untuk mengukur pertumbuhan janin.
Perhitungan HC dapat dilakukan dengan memanfaatkan ukuran BPD dengan
diameter oksipito-frontalis (OFID) maupun dengan mengukur secara
langsung menggunakan tracing. Bidang potong yang optimal pada
pengukuran HC sama dengan BPD, namun pengukurannya dilakukan pada
midpoint.
Citra dari mesin yang kami gunakan berupa berkas dengan format
jpeg dengan resolusi 600x800 piksel monokrom 8 bit. Kumpulan citra ini yang
kami gunakan selama penelitian
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 5.7 (a) kepala, (b) perut, (c) femur dan (d) humerus hasil pencitraan
menggunakan mesin USG Voluson 730 EXPERT terhadap janin
dalam kandungan
Speckle NoisedanArtefak
Dengan adanya batasan terhadap hal yang telah dijelaskan
sebelumnya, citra yang dihasilkan oleh alat USG memiliki keterbatasan dan
tidak mampu menghasilkan kualitas yang baik. Selain hal tersebut, terdapat
karakteriktik lain yang dihasilkan oleh citra USG yaitu noise dan artefak.
Gambar 5.8 Gambar yang ditunjukkan oleh warna hijau merupakan spekle
noise dan hampir ada di keseluruhan citra
Pembahasan dalam buku ini lebih bertitik berat pada kelainan janin
dalam kandungan khususnya Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT) dikerakan
Dalam buku ini akan dibahas tentang metode SRAD lebih lanjut. Hal
ini dikarenakan berdasarkan hasil uji coba terhadap beberapa metode,
metode SRAD memiliki hasil yang cukup baik dalam melakukan proses reduksi
noise. Metode ini menggunakan teknik dasar perhitungan menggunakan
parameter gradient dan Laplacian.
Jika dalam suatu citra, piksel digambarkan sebagai I0(x,y) dan nilai
dari pangkatnya memiliki nilai yang dapat dihitung dan tidak bernilai 0 dalam
suatu citra , maka nilai dari persamaan turunan parsial I(x,y;t) adalah
sebagai berikut :
( , ; )
= [ ( )I(x, y; t)]
( , ; 0) = ( , ), ( ( , ; )/ ) |
1
( ) =
1+ [ ( , ; ) ( )]/[ ( )(1 + ( ))]
dimana nilai dari var[z(t)] dan ( ) berturut-turut adalah varian intensitas dan
nilai rata-rata dari homogenous area saat t. Jika persamaan 5.1 di turunkan
terhadap turunan waktu, maka sebenarnya turunan dari persamaan 5.1 akan
dapat diperoleh dalam bentuk diskrit sebagai berikut :
, = , + ( , + , + , + , 4 ,
Gambar 5.14 Fitur haar dasar pada pendeteksian wajah manusia [8]
Pada segmentasi cotra USG kali ini juga digunakan algoritma Adaboost.
Adaboost merupakan algoritma yang digunakan untuk melakukan
penggabungan (ensemble) classifier. Classifier-classifier yang digabungkan
tersebut biasanya disebut weak classifier, sedangkan classifie yang merupakan
gabungan weak classifer tersebut disebut Strong classifier. Adaboost pertama
kali diusulkan oleh Freund dan Schapire (Y.Freud, 1996), namun dipopulerkan
oleh Viola Jones dalam kasus deteksi wajah (Paul Viola, 2001). Penjelasan
lengkap mengenai algoritma adaboost dapat dilihat pada BAB 6. Pada kasus
segmentasi citra ini adaboost digunakan sebagai seleksi fitur sekaligus
pembentukan classifier. Dalam setiap iterasi adaboost akan dibentuk suatu
classifier berupa Tree. Dengan demikian, setelah T iterasi, akan terbentuk
suatu ensemble classifier yang terdiri dari T tree. Untuk iterasi sama dengan 2,
contoh hasil classifier akhir yang dibentuk dapat dilihat pada Gambar 5.16.
Pada node setiap tree yang dibentuk terdapat satu fitur haar dan satu fungsi
threshold. Pertama kali fitur haar detraining menggunakan seluruh sampel
data. Kemudian dipilih salah satu yang etrbaik (minimum eror) untuk
dijadikan root. Selanjutnya node tersebut dicek, apakah perlu dilakukan split
atau tidak, jika perlu maka displit menjadi dua node anak. Selanjutnya pada
setiap node-node anaknya dilakukan pemilihan fitur haar dan fungs threshold
seperti sebelumnya, dan dicek seperti node sebelumnya. Langkah ini
dilakukan terus menerus sampai terbentuk tree dengan jumlah node atau
kedalaman (depth) yang diinginkan.
Gambar 5.17 Contoh aproksimasi elips pada kepala janin yang disegmentasi
dengan thresholding
y = mx + n (5.6)
1 (5.7)
=
Setaip titik yang segaris akan bertemu dalam suatu titik dalam parameter
space (M,N). Hal ini dapat ditunjukkan dengan gambar berikut :
= (5.9)
= (5.10)
= + . ( + ) (5.11)
dimana = x /y . Hal ini akan menyebabkan fungsi sinus akan selalu berada
pada = 0 dan amplitudo dan fase pergeseran dari suatu garis identik dengan
lokasi dari suatu titik (xk,yk) dalam koordinat polar dengan penambahan fase
pergeseran900 .
Gambar 5.22 Hasil transformasi suatu garis lurus pada parameter space
menggunakan persamaan 5.8
= +
= +
= ( + . (). ( )+ . (). )
= +
1
: Konstanta bobot komponen kognitif individu
: Vektor posisi partikel ke-i (i = 1,2,3,) pada iterasi ke-n (n= 0,1,2,3,..)
Secara umum PSO bekerja dengan selalu memperbaharui nilai posisi local
best dan posisi global best kemudian memperbaharui velocity vector hingga
kondisi terminasi terpenuhi. Adapun beberapa hal yang menyebabkan kondisi
ini terpenuhi adalah sebagai berikut :
1
=
1
=
Jika titik pusat yang dicari adalah (h,k), dengan eliminasi dapat
dihasilkan persamaan sebagai berikut:
( ) ( )
= +
2( ) 2 ( )
( )
=
( )
= (2 2 2 )
=( 2 + + 1)
4
=
2
Ide dari algoritma yang dikembangkan oleh Satwika adalah sebagai berikut.
Kita tahu bahwa sembarang elips dapat direpresentasikan menggunakan
persamaan berikut
+ ( )2 =0
dengan
1
= 2
1+
1
= 2
1+
= 2 (1 ) 2
= 2 (1 ) 2
2
=
+ 2 2
Dari persamaan di atas dapat diketahui bahwa bila nilai dari kelima variabel U,
V, R, S, dan T diketahui, maka posisi elips dapat diketahui. Apabila kelima nilai
parameter tersebut telah diketahui, maka persamaan elips dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan-persamaan berikut
+ +
=
2(1 )
+
=
2(1 )
2 + +
=
2(1 + )
1
= tan
2
Dari pelajaran aljabar kita ketahui bahwa bila terdapat persamaan dengan N
variabel, maka persamaan tersebut dapat diselesaikan bila terdapat N
persamaan yang saling bebas linier. Berangkat dari ide ini, Satwika [citation
needed] mengusulkan untuk melakukan deteksi dengan cara mengambil 5
piksel putih yang diasumsikan sebagai salah satu pixel yang
merepresentasikan elips secara acak dari citra USG. Bila kelima piksel ini
dimasukkan ke persamaan di atas, maka akan didapat lima persamaan linier
yang membentuk suatu sistem persamaan linier. Dengan menyelesaikan
sistem persamaan tersebut, bila kelima titik tersebut memang benar berasal
dari bagian elips, maka akan diperoleh persamaan elips yang mendekati solusi
sebenarnya. Sebaliknya, bila salah satu piksel yang terambil berasal dari
derau, maka persamaan akan menghasilkan persamaan yang tidak sesuai.
=
cos
di mana
Selain fitur-fitur tersebut, fitur yang paling panting dari aplikasi ini
adalah pengolahan data citra USG dari pasien. Pengolahan data yang
disediakan oleh aplikasi ini adalah pengukuran biometri janin secara
otomatis, dan kurva pertumbuhan janin. Gambar 5.27 (a) menunjukkan fitur
edit data pasien, yang terdiri dari umur, nama, alamat, telepon, dan
keterangan. Selanjutnya tiap pasien memiliki data citra USG berdasarkan
kandungannya, seperti yang ditunjukkan Gambar 5.27 (b). Pasien dapat
melakukan pengecekan pertumbuhan janinnya melalui fitur monitoring
pertumbuhan janin, ditunjukkan pada Gambar 5.27 (c).
(a) (b)
Gambar 5.29 Pengukuran Data BIometri Janin (a) Hasil Deteksi Otomatis dan
(b) Validasi oleh Dokter
Service
Algoritma 2.1
Init weight vector W
Init learning rate
Init maximum iteration t
t0
0 or t < t
x getNextSample( )
train(W, x)
t t+1
6.1.2 LVQ1
Pada LVQ versi pertama, setiap pemberian satu sampel data akan
mengakibatkan proses update terhadap satu vektor pewakil. Pada setiap
iterasi dari proses pelati-han, vektor pewakil dengan jarak minimal terhadap
input akan disesuaikan. Proses penyesuaian vektor pewakil tergantung dari
hasil proses klasifikasi. Jika vector pewakil pemenang adalah sama dengan
kategori input, maka vektor pewakil akan disesuaikan mendekati sampel
data. Jika tidak, maka vektor pewakil pemenang akan disesuaikan menjauhi
sampel data. Tahap pembelajaran yang dilakukan pada LVQ1 dapat diuraikan
sebagai berikut:
+ , =
Nilai a disini adalah laju pembelajaran dengan rentang nilai antara 0 < a
< 1 di-mana nilainya selalu menurun seiring iterasi proses pembelajaran.
Aturan pembelajaran diatas dapat ditunjukkan lebih detail seperti yang
terlihat pada
( )
> (1 ) < (1 )
4. Jika ketiga kondisi pada langkah (3) terpenuhi, maka lakukan proses
penye-suaian vektor pewakil sebagai berikut;
+ ( )
Aturan ini dapat diartikan, jika x berada dalam rentang jendela yang
diten-tukan, tapi dikenali salah ( ), maka jauhkan dari
distribusi kelas dan dekatkan dengan distribusi kelas.
Aturan pembelajaran diatas dapat ditunjukkan lebih detail seperti
yang terlihat padaalgoritma 2.3
> (1 ) < (1 + )
, , + ,
, , + ,
( )
6.1.4 LVQ2.1
Algoritma LVQ2.1 merupakan penyempurnaan dari LVQ2 dimana algoritma ini
mengabaikan aturan (2) dari kondisi update vektor pewakil LVQ2. Pada
algoritma LVQ2.1, kategori dari sampel data ( ) tidak harus sama dengan
vektor pewakil pemenang kedua ( ). Persyaratannya adalah minimal salah
satu dari vektor pewakil ( , ) berasal dari kategori yang sama dengan
kategori input ( ). Sedangkan aturan updateyang lain masih tetap
samadengan sebelumnya. Secara lebih detail dapat ditunjukkan pada
algoritma 2.4, dimana diasumsikan = .
6.1.5 LVQ3
Algoritma LVQ2.1 memiliki kelemahan dimana vektor pewakil
kemungkinan men-galami divergensi selama proses pembelajaran
dilakukan[22]. Pada algoritma LVQ3, koreksi dilakukan terhadap LVQ2.1
dimana untuk memastikan vektor pe-wakil agar selalu mendekati distribusi
dari kelas. Aturan update vektor pewakil sama dengan LVQ2.1, hanya saja
terdapat aturan tambahan dimana jika kedua vek-tor pewakil (w1; w2) berasal
dari kelas yang sama, maka update vektor pewakil nyaadalah sebagai berikut;
+ ( ), > 0
Dimana 1,2 , jika , , berasal dari kelas yang sama. Berikut algoritma
2.5 untuk pembelajaran LVQ3
( )
6.1.6 GLVQ
Generalized Learning Vector Quantization (GLVQ) merupakan
algoritma yang dikembangkan oleh A. Sato dan Yamada pada tahun 1995 [16].
Algoritma ini merupakan variasi dari algoritma LVQ khususnya LVQ2.1 dimana
merupakan penurunan dari cost function yang eksplisit, tidak seperti pada
algoritma LVQ. Disamping itu algoritma LVQ2.1 juga tidak menjamin
konvergensi dari vektor pewakil ke distribusi dari kelas selama proses
pelatihan ([16, 22]). Metode pembelajaran yang digunakan disini berdasarkan
atas proses minimisasi dari cost function, miss-classification error, dengan
menggunakan metode optimasi gradient descent.
( )= (2.5)
= ( ( )) (2.6)
= = ( )
( ) (2.8)
= = ( )
( ) (2.9)
+ ( )
( ) (2.10)
( )
( ) (2.11)
dapat dilihat sebagai gain factor untuk proses update vektor pewakil dan
( , )= (2.12)
= ( , )(1 ( , )) (2.13)
6.1.7 FNLVQ
Fuzzy-Neuro Learning Vector Quantization (FNLVQ) merupakan
algoritma pem-belajaran yang berbasis kompetisi yang dikembangkan oleh
Kusumoputro danWisnu J [23] dimana algoritma ini diaplikasikan pada
sistempengenalan aroma.Algoritma ini dikembangkan berdasarkan algoritma
LVQ dengan menggunakan teorifuzzy dimana aktifasi dari neuron ditunjukkan
dalam bentuk nilai fuzzy karena di-motivasi oleh ketidakjelasan (fuzzines) dari
data yang dihasilkan akibat dari kesalahan pengukuran oleh alat. Proses
fuzzifikasi dari semua komponen vektor pewakildan vektor masukan
dikalkulasi melalui proses normalisasi dengan menggunakanfungsi
keanggotaan segitiga, dengan nilai derajat keanggotaan maksimal adalah
1.Fungsi keanggotaan segitiga sangat umum digunakan karena sifatnya yang
sangatsederhana dan mudah untuk diimplementasikan. Distribusi data
direpresentasikanpada vektor pewakil dengan nilai min, mean danmax,
yaitu = ( , , ). adalah pusat (center) dari distribusi sampel data,
sedangkan dan secara berurutan adalah nilai minimum dan maksimum
sampel data.
( ) = min [ ( )] (2.15)
1. Fase feedforward,
2. Fase Backpropagation of error,
3. Fase penyesuaian bobot.
(2.1)
Dan turunannya,
Dan turunannya,
(2.5)
Lalu menghitung sinyal keluaran dengan cara menjadikan
total sinyal sebelumnya sebagai masukan bagi fungsi
aktivasi,
(2.6)
Dan mengirimkan hasil output dari fungsi aktivasi ini ke
setiap neuron pada lapisan selanjutnya (lapisan output).
Langkah 6 : Setiap neuron pada lapisan output (Yk, k = 1, , m)
menghitung total sinyal masukan dari neuron pada
(2.7)
Lalu menghitung sinyal keluaran dengan cara menjadikan
total sinyal sebelumnya sebagai masukan bagi fungsi
aktivasi,
(2.8)
Backpropagation of error :
Langkah 7 : Setiap neuron output (Yk, k = 1, , m) menerima sebuah
nilai ekspektasi atau nilai yang diharapkan . Setiap neuron
output akan menghitung nilai error (kesalahan),
(2.9)
Nilai koreksi bobot dengan rumus,
(2.10)
Dan nilai koreksi bobot bias dengan rumus,
(2.11)
Serta mengirimkan nilai error k ke lapisan sebelumnya.
Langkah 8 : Setiap neuron pada lapisan tersembunyi (Zj,j = 1, ,p)
menghitung nilai error dengan memanfaatkan nilai erroryang
(2.12)
Lalu mengalikannya dengan hasil turunan fungsi aktivasinya
untuk mendapatkan nilai error,
(2.13)
Selanjutnya menghitung koreksi bobot dengan rumus (2.14)
untuk mengubah bobot vijpada rumus (2.17),
(2.14)
Dan menghitung koreksi error dari bobot bias,
(2.15)
Kemudan langkah berikutnya adalah perubahan bobot dan
bobot bias.
Langkah 9 : Setiap neuron pada lapisan output (Yk, k = 1, , m)
mengubah bias dan bobot-bobotnya (j = 0, , p) :
(2.16)
Setiap neuron pada lapisan tersembunyi (Zj, j = 1, , p)
mengubah bias dan bobotnya (i = 1, , n) :
(2.17)
Pelatihan akan berhenti ketika mean square error (2.17) hasil
pelatihan dari paket data pelatihan yang digunakan berada
dibawah error tolerance (nilai toleransi kesalahan) yang
diinginkan atau pelatihan telah mencapai batas pengulangan
(epoch) yang ditentukan. Nilai toleransi kesalahan () yang
digunakan adalah 1 < 0. Jika syarat tidak dipenuhi kembali
ke langkah 2.
Algoritma Pengujian
Langkah 1 : Inisialisasi bobot dengan menggunakan nilai acak yang
bernilai antara -0.5 dan 0.5.
Langkah 2 : Untuk setiap input x, lakukan 3-5
Langkah 3 : Set nilai aktivasi dari neuron input, i = 1, , n
Xi = xi
Langkah 4 : Untuk j = 1, ,p
(2.18)
Langkah 5 : Untuk k = 1, , m
Klasifikasi tersebut dapat langsung dilakukan pada file csv yang berisi
hasil ekstraksi fitur. Hasil training dari Backpropagation tersebut akan dapat
kita simpan dan dapat diload kembali ketika ingin digunakan untuk
melakukan testing data yang ada.
6.3.1 FNGLVQ
Metode Fuzzy-Neuro Generalized Learning Vector Quantization
(FNGLVQ) yang dikembangkan merupakan metode yang mengadaptasi
mekanisme fuzzifikasi dari Fuzzy-Neuro LVQ dengan metode Generalized
LVQ, dengan harapan dapat meningkatkan tingkat akurasi pengenalan
kelainanAritmia dimana sebaran dari tiap kategori kelas Aritmia tumpang
tindih satu samalain. Berikut akan diuraikan mengenai metode FNGLVQ.
Gambar 6.17 Ilustrasi data Aritmia yang tumpang tindih (overlap) antar
kategori.
Seperti terlihat pada Gambar 4.2, beberapa data beat ECG (c) di-
fuzzifikasi terlebih dahulu membentuk fungsi keanggotaan untuk
merepresentasikan data masukkan. Berbeda dengan pendekatan yang
dilakukan pada algoritma yang diusulkan, seperti terlihat pada Gambar 4.3.
Data sinyal beat ECG langsung di-masukkan ke jaringan saraf tanpa melalui
proses fuzzifikasi terlebih dahulu, oleh karena itu data masukan pada
algoritma yang diusulkan berbentuk (crisp).
= (4.2)
1 (2 ) (1) ( )
=
(2 )
1 (2 ) (1) ( )
=
(2 )
(1 )
=2
(2 )
=( , ,, , , , )
0,
,
= ( , , , )= (4.9)
,
0,
=( )( )
=( ) ( )
= (4.10)
( )
=( )( )
=( )( )
= (4.11)
( )
=0
= 0 (4.12)
( )
( + 1) ( )+ (4.14)
( ) ( )
( )
( + 1) ( ) (4.16)
( ) ( )
( + 1) ( ), = 1,2 (4.17)
dengan adalah vektor pewakil dari kelas yang sama dengan vektor
masukkan ( = ) dan adalah vektorpewakil dari kelas yang berbeda
dengan vektormasukkan dengan nilai similarity terbesar (
( ) ) .Proses update padapersamaan diatas (4.13, 4,14, 4.15, 4,16)
dilakukan pada sedangkan , mengikuti pergesearan dari
.
( + 1) ( ) ( ) (4.18)
( + 1) + ( ) ( ) (4.19)
Fungsi Monoton naik yang dipakai pada algoritma ini akan tetap sama
denganyang dipakai pada GLVQ standar, yakni menggunakan fungsi sigmoid,
sehingga akan sama seperti pada Persamaan 2.19. Sedangkan nilai laju
pembelajaran yangdigunakan adalah berkisar [0, 1] dan menurun seiring
bertambahnya iterasi prosespembelajaran.
( + 1) = 1 (4.20)
Kedua langkah diatas hanya akan dilakukan jika nilai > 0 atau
> 0. Jika kedua nilai similarity adalah 0, = 0 dan = 0, maka hal ini
berarti semua vektor pewakil sama sekali tidak mengenali vektor masukan
yang diberikan. Terdapat 2kemungkinan;
Karena ini merupakan proses pelatihan, maka asumsi adalah yang ke-
2, sehingga untuk membuat jaringan mengenali vektor pewakil, semua
interval dari fungsi keanggotaan vektor pewakil diperlebar. Berikut adalah
aturan perlebaran/penyempitan fungsi keanggotaan vektor pewakil yang
telah dijelaskan pada uraian diatas;
Jika > 0 > 0 minimal salah satu dari kedua vektor pewakil
men-genali vektor masukan:
( ) 1+( ) (4.21)
+( ) 1+( )
( ) 1( ) (4.22)
+( ) 1( )
Disini, nilai adalah diantara [0,1]. Pada studi kasus yang dilakukan disini,
( ) 1( )
+( ) 1+( ) (4.23)
Disini nilai adalah diantara [0,1]. Pada studi kasus yang dilakukan
disini, dipilih nilai = 0:1.
( , )= ( , )= ( ) +( ) ++ ( )
= ( )
( , )= ( ) ( )
( )
=
( )
(0)( )( )(1)
=
( )
( )
=
( )
( )
=
( )
( )
=
( )
(1)( )( )(1)
=
( )
( )( )
=
( )
( )
=
( )
194 TeknikBiomedis : Teori dan Aplikasi
Penurunan terhadap nilai max
( )
=
( )
(0)( )( )(0)
=
( )
=0
( )
=
( )
(0)( )( )(1)
=
( )
( )
=
( )
( )
=
( )
(0)( )( )(0)
=
( )
=0
( )
=
( )
(1)( )( )(1)
=
( )
( )( )
=
( )
( )
=
( )
(1 ) ( )
( + 1) ( ) 2
(2 ) ( )
(1 ) ( )
( + 1) ( ) 2
(2 ) ( )
(1 ) ( )
( + 1) ( ) 2
(2 ) ( )
(1 ) ( )
( + 1) ( ) 2
(2 ) ( )
( + 1) ( )
( + 1) ( )
(1 ) ( )
( + 1) ( ) 2
(2 ) ( )
(1 ) ( )
( + 1) ( ) 2
(2 ) ( )
(1 ) ( )
( + 1) ( ) 2
(2 ) ( )
( + 1) ( )
( + 1) ( )
Gambar 6.24 Karakteristik data yang overlapping pada data tahapan tidur
(Hermawan, 2013)
= ( )
1
=
= max ( )
2(1 )
( + 1) ( ) ( )
(2 )
2(1 )
( + 1) ( )+ ( )
(2 )
2(1 )
( + 1) ( )+ ( )
(2 )
2(1 )
( + 1) ( ) ( )
(2 )
2(1 )
( + 1) ( ) ( )
(2 )
2(1 )
( + 1) ( )+ ( )
(2 )
2(1 )
( + 1) ( )+ ( )
(2 )
Untuk menentukan aturan pembaruan pada kondisi ini, perlu dilihat nilai
similarity terbesar antara c1 atau c2. Jika nilai similarity dari c1 lebih besar,
maka aturan pembaruan adalah sebagai berikut.
2(1 )
( + 1) ( ) ( )
(2 )
2(1 )
( + 1) ( ) ( )
(2 )
2(1 )
( + 1) ( )+ ( )
(2 )
2(1 )
( + 1) ( )+ ( )
(2 )
Jika nilai similarity c2 lebih besar, pembaruan akan mengikuti aturan berikut
2(1 )
( + 1) ( ) ( )
(2 )
2(1 )
( + 1) ( ) ( )
(2 )
2(1 )
( + 1) ( )+ ( )
(2 )
2(1 )
( + 1) ( )+ ( )
(2 )
( + 1) ( )
2(1 )
( + 1) ( )+ ( )
(2 )
2(1 )
( + 1) ( ) ( )
(2 )
2(1 )
( + 1) ( ) ( )
(2 )
2(1 )
( + 1) ( )+ ( )
(2 )
2(1 )
( + 1) ( )+ ( )
(2 )
2(1 )
( + 1) ( ) ( )
(2 )
2(1 )
( + 1) ( ) ( )
(2 )
Jika nilai similarity terbesar adalah c1, maka maka aturan pembaruannya
dijelaskan sebagai berikut.
2(1 )
( + 1) ( )+ ( )
(2 )
2(1 )
( + 1) ( )+ ( )
(2 )
2(1 )
( + 1) ( ) ( )
(2 )
Bila nilai similarity terbesar dimiliki oleh c2, maka aturan pembaruannya
dijelaskan sebagai berikut.
2(1 )
( + 1) ( )+ ( )
(2 )
2(1 )
( + 1) ( )+ ( )
(2 )
Bila <
2(1 )
( + 1) ( ) ( )
(2 )
2(1 )
( + 1) ( ) ( )
(2 )
( + 1) ( )
Pertama kali semua data sampel diberi bobot yang sama, baik sampel
positif maupun negatif. Selanjutnya, untuk setiap fitur, dibuat satu weak
classifier. Setiap weak classifier tersebut di-training dan diuji coba (testing).
Selanjutnya dipilih satu classifier dengan error paling kecil. Selanjutnya
dilakukan update bobot. Sampel yang diklasifikasikan ke kelas yang benar,
bobotnya diperkecil, sedangkan sampel-sampel yang dilkasifikasikan ke kelas
yang salah bobotnya diperbesar. Hal ini adalah salah satu ide utama
Adaboost. Dengan prinsip ini, pada iterasi selanjutnya, classifier akan dbentuk
selanjutnya akan difokuskan untuk membedakan sampel-sample yang salah
klasifikasi saja. Selanjutnya, classifier-classifier yang telah terbentuk akan
digabungkan (ensemble) sebagai satu strong classifier.
1. Diberikan suatu dataset (sample) : (x1, y1), (x2, y2), (x3, y3), , (xN,yN),
dimana y = {0, 1}
= | ( ) |
=1
3.3 Pilih kandidat weak classifier lemah dengan error yang paling
sedikit.
3.4 Lakukan update bobot
1
+1, = ,
=
1
1
1 ( )
( ) = 2
0
Dimana
1
=
Satwika, I. P., Tawakal, M. I., Imaduddin, Z., & Jatmiko, W. (2012). Efficient
Incomplete Ellipse Detection based on Minor Axis for Ultrasound Fetal Head
Approximation. ICACSIS (pp. 203-207). Jakarta: Faculty of Computer Science,
Universitas Indonesia.
Yu, Y., & Acton, S. T. (2002). Speckle Reducing Anosotropic Diffusion. IEEE
Transaction on Image Processing , 1260-1270.
Xie, Y., Ji, Q. (2002). A new efficient ellipse detection method. Pattern
Recognition Proceedings. 16th International Conference on.
Bing Liu, Yiyuan Xia, and Philip S. Yuan (2000). "Clustering Via Decision Tree
Constuction," in ACM Press, pp. 20-29.
Daugman, J.G. (Jul 1988). "Complete discrete 2-D Gabor transforms by neural
networks for image analysis and compression," Acoustics, Speech and Signal
Processing, IEEE Transactions on, vol.36, no.7, pp.1169,1179,
doi: 10.1109/29.1644.
Paul Viola, Michael Jones (2001). Rapid Object Detection using a Boosted
Cascade of Simple Features . Conference on Computer Vision and Pattern
Recognition (CVPR), pp. 511-518.
Shengcai Liao, Xiangxin Zhu, Zhen Lei, Lun Zhang and Stan Z. Li (2007).
Learning Multi-scale Block Local Binary Patterns for Face Recognition.
International Conference on Biometrics (ICB), pp. 828-837.
H.Bay, A.Ess, T.Tuytelaars and L.Van Gool. (2006). SURF: Speeded Up Robust
Features. ECCV, 1:404-417.
"The Nobel Prize in Physics 1901 - Speed Read". Nobelprize.org. Nobel Media
AB 2013. Web. 6 Nov 2013.
<http://www.nobelprize.org/nobel_prizes/physics/laureates/1901/speedread.h
tml>